Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
mengamanatkan bahwa pembentukan
Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara
lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya
tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (3) memerintahkan agar pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Perwujudan dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini menjadi desentralisasi dan otonomi pendidikan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas adalah manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana dalam pembangunan bangsa dan karakter.
Penyelenggaraan pendidikan diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang jaman.
Oleh karena kurikulum dipandang sebagai salah satu unsur yang bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik maka kurikulum 2013 perlu dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi:
- Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah;
- Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri;
- Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Adapun landasan penyempurnaan kurikulum dari KTSP ke Kurikulum 2013 adalah:
Secara yuridis, kurikulum adalah suatu
kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan
yuridis di bidang pendidikan. Landasan yuridis kurikulum adalah sebagai berikut:
- Pancasila dan UUD 1945,
- UU no. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas,
- PP nomor 19 tahun 2005,
- Permendiknas no. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
- Permendiknas no. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
2. Landasan filosofis:
Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan
dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Untuk itu, pendidikan berfungsi mengembangkan
segenap potensi peserta didik
“menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab”.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka pengembangan kurikulum haruslah berakar pada budaya bangsa. Oleh karena itu, melalui pendidikan, berbagai nilai dan keunggulan budaya di masa lampau diperkenalkan, dikaji, dan dikembangkan menjadi budaya dirinya, masyarakat, dan bangsa yang sesuai dengan zaman di mana peserta didik tersebut hidup dan mengembangkan diri. Kemampuan menjadi pewaris dan pengembang budaya tersebut akan dimiliki peserta didik apabila pengetahuan, kemampuan intelektual, sikap dan kebiasaan, keterampilan sosial memberikan dasar untuk secara aktif mengembangkan dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, warganegara, dan anggota umat manusia.
Pendidikan juga harus memberikan dasar bagi keberlanjutan kehidupan bangsa dengan segala aspek kehidupan bangsa yang mencerminkan karakter bangsa masa kini. Oleh karena itu, konten pendidikan yang mereka pelajari tidak semata berupa prestasi besar bangsa di masa lalu tetapi juga hal-hal yang berkembang pada saat kini dan akan berkelanjutan ke masa mendatang. Berbagai perkembangan baru dalam ilmu, teknologi, budaya, ekonomi, sosial, politik yang dihadapi masyarakat, bangsa, dan umat manusia dikemas sebagai konten pendidikan. Konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini memberi landasan bagi pendidikan untuk selalu terkait dengan kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, kemampuan berpartisipasi dalam membangun kehidupan bangsa yang lebih baik, dan memosisikan pendidikan yang tidak terlepas dari lingkungan sosial, budaya, dan alam. Lagi pula, konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini akan memberi makna yang lebih berarti bagi keunggulan budaya bangsa di masa lalu untuk digunakan dan dikembangkan sebagai bagian dari kehidupan masa kini.
Peserta didik yang mengikuti pendidikan masa kini akan menggunakan apa yang diperolehnya dari pendidikan ketika mereka telah menyelesaikan pendidikan 12 tahun dan berpartisipasi penuh sebagai warganegara. Atas dasar pikiran itu maka konten pendidikan yang dikembangkan dari warisan budaya dan kehidupan masa kini perlu diarahkan untuk memberi kemampuan bagi peserta didik menggunakannya bagi kehidupan masa depan terutama masa dimana dia telah menyelesaikan pendidikan formalnya. Dengan demikian konten pendidikan yang dirumuskan dalam Standar Kompetensi Lulusan dan dikembangkan dalam kurikulum harus menjadi dasar bagi peserta didik untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan kehidupan mereka sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warganegara yang produktif serta bertanggungjawab di masa mendatang.
3. Landasan teoritis:
Kurikulum dikembangkan atas dasar teori pendidikan
berdasarkan standar dan teori pendidikan berbasis kompetensi. Pendidikan berdasarkan
standar adalah pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai kualitas minimal hasil belajar yang berlaku untuk setiap kurikulum. Standar
kualitas nasional dinyatakan
sebagai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi
Lulusan tersebut adalah kualitas minimal lulusan suatu jenjang atau satuan
pendidikan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan (PP nomor 19 tahun 2005).
Standar Kompetensi Lulusan dikembangkan menjadi Standar
Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan yg
berisikan 3 (tiga) komponen yaitu:
- Komponen proses adalah kemampuan minimal untuk mengkaji dan memproses konten menjadi kompetensi.
- Komponen konten adalah dimensi kemampuan yang menjadi sosok manusia yang dihasilkan dari pendidikan.
- Komponen ruang lingkup adalah keluasan lingkungan minimal dimana kompetensi tersebut digunakan, dan menunjukkan gradasi antara satu satuan pendidikan dengan satuan pendidikan di atasnya serta jalur satuan pendidikan khusus (SMK, SDLB, SMPLB, SMALB).
Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk bersikap, menggunakan
pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan
suatu tugas di
sekolah, masyarakat, dan lingkungan dimana yang bersangkutan
berinteraksi. Kurikulum dirancang untuk
memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik untuk mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan
yang diperlukan untuk membangun kemampuan tersebut. Hasil dari pengalaman
belajar tersebut adalah hasil belajar peserta didik yang menggambarkan manusia
dengan kualitas yang dinyatakan dalam SKL.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk
kurikulum satuan pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana
tertulis (dokumen) dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang berasal dari prestasi
bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di
masa mendatang. Konten kurikulum tersebut dikemas dalam berbagai mata pelajaran
sebagai unit organisasi konten terkecil. Dalam setiap mata pelajaran terdapat
konten spesifik yaitu pengetahuan dan konten berbagi dengan mata pelajaran lain
yaitu sikap dan keterampilan. Secara langsung mata pelajaran menjadi sumber bahan ajar yang
spesifik dan berbagi untuk dikembangkan dalam dimensi proses suatu kurikulum.
Kurikulum dalam dimensi proses adalah realisasi ide dan rancangan kurikulum menjadi suatu proses pembelajaran. Guru adalah tenaga kependidikan utama yang mengembangkan ide dan rancangan tersebut menjadi proses pembelajaran. Pemahaman guru tentang kurikulum akan menentukan rancangan guru (Rencana Program Pembelajaran/RPP) dan diterjemahkan ke dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Peserta didik berhubungan langsung dengan apa yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran dan menjadi pengalaman langsung peserta didik. Apa yang dialami peserta didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Kurikulum dalam dimensi proses adalah realisasi ide dan rancangan kurikulum menjadi suatu proses pembelajaran. Guru adalah tenaga kependidikan utama yang mengembangkan ide dan rancangan tersebut menjadi proses pembelajaran. Pemahaman guru tentang kurikulum akan menentukan rancangan guru (Rencana Program Pembelajaran/RPP) dan diterjemahkan ke dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Peserta didik berhubungan langsung dengan apa yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran dan menjadi pengalaman langsung peserta didik. Apa yang dialami peserta didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Kurikulum berbasis kompetensi adalah “outcomes-based curriculum” dan oleh karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum diartikan sebagai pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi adalah:
(1) Isi atau konten kurikulum adalah
kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) mata pelajaran dan
dirinci lebih lanjut
ke dalam Kompetensi Dasar (KD).
(2) Kompetensi Inti
(KI) merupakan gambaran
secara kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari peserta didik untuk
suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran.
(3) Kompetensi Dasar (KD)
merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu mata pelajaran
di kelas tertentu.
(4) Penekanan kompetensi
ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, dan pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan
mata pelajaran ditandai oleh
banyaknya KD suatu mata
pelajaran.
(5) Kompetensi Inti menjadi
unsur organisatoris kompetensi, bukan konsep, generalisasi, topik atau sesuatu yang
berasal dari pendekatan “disciplinary–based curriculum” atau “content-based curriculum”.
(6) Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip
akumulatif, saling memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran.
(7) Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada
tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan
karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat
tuntas (mastery). Keterampilan
kognitif dan psikomotorik
adalah kemampuan penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan
sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan memerlukan proses pendidikan
yang tidak langsung.
(8) Penilaian hasil belajar
mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya segera
diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan kompetensi pada
tingkat memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat
memuaskan).
4. Landasan empiris:
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun
akan datang diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara-negara
ASEAN (Agus D.W. Martowardojo, dalam Rapat Paripurna DPR, 31/05/2012). Momentum pertumbuhan ekonomi ini harus terus
dijaga dan ditingkatkan. Generasi muda berjiwa wirausaha yang tangguh, kreatif,
ulet, jujur, dan mandiri, sangat
diperlukan untuk memantapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan. Generasi
seperti ini seharusnya tidak muncul karena hasil seleksi
alam, namun karena hasil gemblengan pada tiap jenjang satuan pendidikan dengan kurikulum
sebagai pengarahnya.
Sebagai negara bangsa
yang besar dari
segi geografis, suku bangsa,
potensi ekonomi, dan beragamnya kemajuan pembangunan dari satu daerah ke daerah lain, sekecil apapun ancaman disintegrasi bangsa masih
tetap ada. Kurikulum harus mampu membentuk manusia Indonesia yang dapat
menyeimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat
untuk memajukan jatidiri sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan kebutuhan untuk
berintegrasi sebagai satu entitas bangsa
Indonesia.
Dewasa ini, kecenderungan menyelesaikan
persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak sering muncul
di Indonesia. Kecenderungan ini juga
menimpa generasi
muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun belum ada
kajian ilmiah bahwa
kekerasan tersebut bersumber dari kurikulum, namun beberapa ahli pendidikan dan tokoh masyarakat
menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya
adalah implementasi kurikulum yang terlalu menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan peserta didik di ruang
belajarnya dengan kegiatan yang kurang menantang peserta didik. Oleh karena itu,
kurikulum perlu direorientasi dan direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan pembelajaran yang dapat menjawab
kebutuhan ini.
Berbagai elemen masyarakat
telah memberikan kritikan, komentar, dan saran
berkaitan dengan beban belajar
siswa, khususnya siswa sekolah
dasar. Beban belajar ini bahkan secara kasatmata terwujud pada beratnya beban buku yang
harus dibawa ke sekolah. Beban belajar ini salah satunya berhulu dari banyaknya
mata pelajaran yang ada di tingkat sekolah dasar. Oleh karena itu kurikulum pada
tingkat sekolah dasar perlu diarahkan kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca, tulis, dan hitung
serta pembentukan karakter.
Berbagai kasus yang berkaitan dengan
penyalahgunaan wewenang, manipulasi, termasuk masih adanya kecurangan di dalam Ujian Nasional/UN menunjukkan
mendesaknya upaya menumbuhkan budaya jujur dan antikorupsi melalui kegiatan pembelajaran di dalam satuan pendidikan. Maka kurikulum harus mampu
memandu upaya karakterisasi nilai-nilai kejujuran pada peserta didik.
Pada saat ini, upaya pemenuhan kebutuhan manusia telah secara nyata mempengaruhi secara negatif lingkungan
alam. Pencemaran, semakin berkurangnya sumber
air bersih, adanya potensi rawan pangan pada berbagai
belahan dunia, dan pemanasan global merupakan
tantangan yang harus dihadapi generasi muda di masa kini dan di masa yang akan datang.
Kurikulum seharusnya juga diarahkan untuk membangun kesadaran dan kepedulian generasi muda terhadap lingkungan alam dan menumbuhkan kemampuan untuk merumuskan
pemecahan masalah secara kreatif terhadap isu-isu lingkungan dan ketahanan
pangan.
Dengan berbagai kemajuan yang telah
dicapai, mutu pendidikan Indonesia harus terus ditingkatkan. Hasil studi
PISA (Program for International Student Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat Indonesia baru bisa menduduki
10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi TIMSS (Trends in International
Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek,
(2) teori, analisis, dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan
masalah, dan (4) melakukan investigasi. Hasil studi ini menunjukkan perlu ada perubahan
orientasi kurikulum dengan tidak membebani
peserta didik dengan konten namun pada aspek
kemampuan esensial yang diperlukan semua
warga negara untuk berperan serta dalam membangun negara pada masa mendatang.
*********
intip benta ye
BalasHapus