Dipersembahkan untuk anak-anakku terkasih,
Siswa-siswi SMA/SMK beragama Katolik yang sedang
mempersiapkan diri menghadapi USBN dan UN.
Siswa-Siswi Katolik terutama Siswa-Siswi yang
selama masa pendidikannya di SMA atau SMK belum mendapatkan Pendidikan Agama
Katolik (dan Budi Pekerti) di sekolah karena ketiadaan guru atau kesulitan
untuk mengakses buku-buku penunjang mata pelajaran tersebut.
Di dalam blog ini saya berusaha semaksimal mungkin
membantu kalian dengan menyediakan materi minimal mengikuti kriteria Standar
Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik (dan Budi Pekerti)
sebagai persiapan kalian menghadapi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)
2018. Besar harapan saya, tulisan ini, bukan sekedar menghadapi USBN tetapi
juga berguna bagi hidupmu dan perkembangan imanmu.
Bagi Rekan-Rekan Guru dan semua saja yang peduli,
berkompeten dan berkepentingan, jika ada yang kurang berkenan dalam penulisan
materi ini, segala koreksi kiranya selalu diperlukan.
MATERI
KHUSUS PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (DAN BUDI PEKERTI)
BERDASARKAN
KISI-KISI USBN
TAHUN
2019
TALENTA
Marilah
kita menyimak perumpamaan tentang Talenta tersebut (Mat 25 : 14 – 30):
14
“Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar
negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka.
15
Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang
lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat.
16
Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu
lalu beroleh laba lima talenta.
17
Hamba yang menerima dua talenta itu pun berbuat demikian juga dan berlaba dua
talenta.
18
Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lobang di dalam
tanah lalu menyembunyikan uang tuannya.
19
Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan
dengan mereka.
20
Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta,
katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh
laba lima talenta.
21
Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang
baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan
kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam
kebahagiaan tuanmu.
22
Lalu datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta
tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta.
23
Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang
baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang
kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.
Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
24
Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku
tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan
tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam.
25
Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah:
Ini, terimalah kepunyaan tuan!
26
Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah
tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari
tempat di mana aku tidak menanam?
27
Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang
menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.
28
Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang
mempunyai sepuluh talenta itu.
29
Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia
berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya
akan diambil dari padanya.
30
Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling
gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.”
Secara
garis besar, ada tiga orang yang diberikan Lima, Dua, dan Satu Talenta.
Maknanya :
·
Setiap orang mempunyai talenta paling sedikit satu.
·
Jumlah talenta setiap orang berbeda.
·
Jika talenta itu dikembangkan, maka tuannya akan melipatgandakannya.
·
jika tidak dikembangkan maka tuannya akan mengambilnya kembali.
·
Yang mengembangkan talentanya akan memperoleh kebahagiaan.
·
Yang tidak mengembangkan akan memperoleh penderitaan.
Pada
ayat 27, Talenta diterjemahkan sebagai “uang”. Sebenarnya, secara literal
“Talenta” adalah ukuran timbangan dimana “1” Talenta sama dengan “60 Mina” atau
sama dengan “34 Kg”.
Tuhan
Yesus menceritakan tentang perumpamaan tersebut untuk memberikan pengertian
yang mudah untuk dipahami tentang kemampuan, bakat, sumber daya dan kesempatan
yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia.
Ada
beberapa gagasan yang dapat kita peroleh dari perumpamaan tersebut :
·
Kita harus seperti hamba yang pertama dan hamba yang kedua yang mengembangkan
talenta yang mereka punya dengan baik. Setiap orang diberi talenta oleh
Tuhan maka talenta itu harus dikembangkan dan dikelola sebagaimana
mestinya. Mengembangkan talenta sebagaimana mestinya adalah panggilan dan
tuntutan orang beriman kristiani karena demikianlah kita melaksanakan kehendak
Allah yang mengaruniakan bakat atau kemampuan tersebut.
·
Kita tidak boleh mencontoh hamba yang ketiga, yang hanya mengubur talentanya,
tanpa berusaha untuk mengembangkannya. Hamba yang diberi satu talenta tersebut
melambangkan orang yang tidak mau mengembangkan bakat dan kemampuan yang
diberikan Tuhan
·
Allah akan sedih dan kecewa karena kita hanya memendam bakat yang kita miliki.
Terlebih jika kita merasa iri hati terhadap kemampuan yang orang lain miliki.
USAHA-USAHA
UNTUK MENGEMBANGKAN KELEBIHAN YANG DIMILIKI
·
Pada dasarnya setiap manusia dianugerahi oleh Tuhan dengan berbagai
kemampuan walaupun dengan kadar yang berbeda antar satu dengan yang lain.
Orang yang pandai dalam pelajaran matematika belum tentu terampil dalam olah
raga, orang yang pandai bernyanyi belum tentu pandai juga dalam olah raga.
Orang yang pandai dalam pelajaran IPA belum tentu pandai bersosialisasi dengan
teman. Tidak ada orang yang pandai dan terampil dalam segala hal.
·
Kenyataan semacam ini seharusnya menyadarkan setiap orang bahwa di satu pihak
setiap manusia mempunyai kemampuan, tetapi di lain pihak dia
mempunyai keterbatasan. Maka tugas setiap orang adalah
menemukan apa yang menjadi kemampuannya, serta menemukan juga keterbatasannya.
·
Sikap yang bijaksana dalam menghadapi kemampuan dan keterbatasan antara
lain: kemampuan sebagai anugerah Tuhan, diharapkan
tidak menjadikan seseorang menjadi sombong atau
takabur; Kemampuan harus ditingkatkan, dilatih
terus menerus agar semakin berkembang dan dapat
dijadikan andalan hidup. Sebaliknya
keterbatasan jangan sampai membuat orang minder;
menganggap hidup sebagai nasib buruk dari Tuhan atau merasa
hidupnya tidak berguna. Kelemahan atau keterbatasan harus disadari dan diatasi
agar tidak menjadi hambatan untuk memperkembangkan diri.
·
Mentalitas yang perlu dikembangkan: sikap mau bekerja keras, mau
belajar dari orang lain, tidak cepat menyerah, optimis, mau mencoba, dsb.
·
Banyak orang sukses justru setelah ia menyadari keterbatasannya. Banyak
tokoh sukses yang berasal dari keluarga miskin. Tetapi kemiskinan itu
menumbuhkan tekad untuk menunjukkan bahwa orang
miskinpun dapat sukses. Ia tidak mau orang lain
melecehkan dirinya karena miskin. Ia ingin orang lain juga menghargai dirinya
sebagai pribadi yang bermartabat. Itulah sebabnya dia belajar dengan
keras dan meraih prestasi yang gemilang.
KEISTIMEWAAN
MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH
- Kata “citra” mungkin lebih tepat diartikan sebagai gambaran. Yang menggambarkan! Kalau kita mirip dengan ibu kita, itu tidak berarti kita sama dengan ibu kita . Tetapi dengan mirip ini mau menggambarkan sesuatu, bahwa pada diri kita entah itu fisiknya, karakternya, sifat-sifatnya ada kesamaan dengan ibu. Dan kesamaan ini bukan dalam arti yang sebenarnya, tetapi merupakan gambaran dari ibu. Hasil karya, entah itu seni atau yang lainnya dapat menggambarkan si penciptanya. Demikian pula makhluk yang disebut manusia itu, dapat dikatakan sebagai gambaran atau citra si penciptanya, yaitu Allah sendiri.
- Manusia diberi kuasa untuk menguasai alam ciptaan lain. Menguasai alam berarti menata, melestarikan, mengembangkan, dan menggunakannya secara bertanggungjawab. Karena itu, manusia dianugerahi beberapa kemampuan, yaitu: kemampuan akal budi, kemampuan berkehendak bebas, dan kemampuan menguasai:
- Kemampuan akal budi: dengan kemampuan tersebut manusia dapat mengerti dan menyadari diri sendiri, mengerti dan menyadari apa saja di luar dirinya, mampu mengembangkan dirinya, dapat membuat riwayat dan sejarah hidupnya, dapat membangun hubungan yang khas dengan sesamanya dalam bentuk persahabatan melalui bahasa, adat istiadat, dll. Dengan kemampuan tersebut, manusia juga memiliki daya cipta yang memudahkan dirinya membuat peralatan-peralatan yang memudahkan kegiatan manusiawinya.
- Kemampuan berkehendak bebas : dengan kemampuan tersebut manusia dapat bertindak dan melakukan sesuatu dengan sengaja, tahu, dan mau; dapat melakukan suatu tindakan dan perbuatan moral; serta dapat bertindak secara bertanggung jawab.
- Kemampuan untuk menguasai ciptaan lainnya secara bertanggungjawab sebagai citra Allah yang bermartabat.
- Karena manusia diciptakan sebagai citra Allah, manusia memiliki martabat sebagai pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seseorang. Ia mengenal diri sendiri, menjadi tuan atas diri sendiri, mengabdikan diri dalam kebebasan, membedakan perbuatan yang baik dan yang buruk, serta hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, dan dipanggil membangun relasi dengan Allah, pencipta-Nya.
- Persaudaraan sejati adalah persaudaraan yang dihayati atas dasar persamaan kodrat sebagai sesama ciptaan Tuhan dan persamaan kodrat sebagai citra Allah. Salah satu wujud dari persaudaraan sejati itu adalah dengan menghargai dan menghormati orang lain, yaitu, tidak merendahkan martabat orang lain yang berbeda agama, suku, ras, atau pun golongan orang lain. Konkritnya, tidak mengganggu orang yang sedang melaksanakan ibadahnya, tidak melakukan tindakan yang bersifat diskriminatif, tidak mem-bully orang lain, dan lain-lain.
- Persaudaraan sejati tidak membedakan orang berdasarkan agama, suku, ras, ataupun golongan, karena semua manusia adalah sama-sama umat Tuhan dan sama-sama dikasihi Tuhan. Maka setiap orang yang membenci sesamanya, ia membenci Tuhan.
PENYEBAB
TERJADINYA PERENDAHAN TERHADAP PERANAN DAN MARTABAT KAUM PEREMPUAN
Posisi yang
merendahkan kaum wanita (sebagai subordinat kaum pria) yang mengakibatkan
perlakuan tidak adil (dalam bentuk ketidakadilan gender), diskriminasi,
perendahan martabat kaum wanita, serta mengkondisikan ketidakberdayaan wanita
sehingga mereka tidak mampu lagi menyadari bahwa mereka menjadi korban
ketidakadilan.
Penyebab perendahan
martabat kaum wanita ada bermacam-macam, di antaranya adalah:
- Budaya partriarkhi yang mengajarkan bahwa garis keturunan anak ditentukan oleh garis ayah, maka semua pranata sosial tentang kehidupan dilatarbelakangi oleh pandangan partriarkhi. Oleh sebab itu, laki-laki menjadi kelompok masyarakat yang berkuasa dan kekuasaan ini menjadi suatu sistem yang kuat dan dianggap benar.
- Di zaman media ini, wanita sering distereotip dan dieksploitasi u Tutup ntuk suatu kepentingan yang bersifat ekonomis dan hiburan/kesenangan.
Akibat perendahan kaum wanita ini terciptalah suatu kondisi yang sangat
menyudutkan wanita. Kondisi tersebut dapat dilihat dalam:
- Wanita tidak memiliki kesempatan yg sama dengan kaum laki-laki.
- Wanita berperan ganda karena pembagian kerja menurut jenis kelamin. Jadi, wanita yang sudah bekerja tetap memiliki tanggungjawab yang besar terhadap keluarga.
- Apa yg dikatakan oleh laki-laki lebih diakui daripada kata-kata wanita.
- Wanita lebih berperan sebagai pelaksana daripada sebagai pengambil keputusan
KESEDERAJATAN
PRIA DAN WANITA
Kitab
Suci dalam Kej 1:26-27; 2:4-7.18-24 menyampaikan beberapa pokok penting
sehubungan dengan kesederajatan antara pria dan wanita yaitu :
- Pria dan wanita adalah ciptaan yang sungguh amat baik adanya.
- Pria dan wanita diciptakan agar dapat hidup saling melengkapi, melanjutkan keturunannya, mencapai kebahagiaan dan keselamatan hidup.
- Pria dan wanita sama-sama dihargai oleh Allah, meskipun berbeda tetapi memiliki derajat yang sama.
- Daya tarik antara pria dan wanita bersifat kodrati, yang diletakkan oleh Allah sendiri dalam diri kita masing-masing.
Berdasarkan
hal tersebut maka tindakan yang perlu kita lakukan dalam hidup sehari-hari
adalah :
1.
Menumbuhkan kesadaran bahwa pria dan wanita memiliki kedudukan dan
martabat yang sama karena keduanya diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
2.
Menumbuhkan sikap saling menghargai dan memberikan hak-hak secara
seimbang antara pria dan wanita.
3.
Menyadari dan mensyukuri bahwa pria dan wanita adalah mitra yang
saling melengkapi, menyempurnakan, melanjutkan keturunan, mencapai kebahagiaan,
dan keselamatan hidup karena memiliki perbedaan pada kodratnya yang biologis
tetapi bukan di dalam status sosialnya.
BERSIKAP
KRITIS TERHADAP MEDIA MASSA
Pada masa kini teknologi media menjadi salah satu pemberi
informasi yang paling berpengaruh dan sulit untuk dihindari. Pengaruh tersebut
dapat positif dan dapat pula negatif. Berhadapan dengan informasi yang disampaikan
oleh teknologi media tersebut, sebagai orang Kristiani, kita diajak untuk
bersikap bijaksana dan kritis terhadap semua informasi yang kita terima. Sikap
kritis membuat kita dapat membedakan mana hal yang baik dan mana yang buruk,
mana yang positif dan mana yang negatif.
Ada beberapa upaya yang dapat kita lakukan untuk membina
sikap kritis kita terhadap media massa, di antaranya adalah:
- Banyak membaca buku tentang media
- Mengikuti pelatihan dan pendidikan media, kalau ada
- Melatih diri untuk melihat dan mendengar tayangan berbagai media dengan kritis
- Bertanya dan belajar banyak dari orang-orang yang tahu dan berpengalaman tentang media
Pada zaman Yesus, jenis media yang ada, mungkin hanya berupa
buku dan kitab. Kitab yang paling dihormati dan ditaati oleh masyarakat Yahudi
adalah Kitab Taurat yang mengatur tentang berbagai hak dan kewajiban yang
bertujuan untuk keselamatan umat. Tetapi, kaum agamawan banyak memanipulasi
Kitab tersebut sehingga menjadi beban bagi umat. Salah satu contohnya adalah
peraturan tentang Hari Sabat (Mrk 2:23-28).
Dalam
kisah tersebut nampak bahwa Yesus menyikapi Hukum Taurat mengenai Hari Sabat
itu dengan kritis. Paradigma terhadap peraturan tersebut ditolak oleh Yesus
dengan mengatakan bahwa peraturan tentang hari Sabat itu adalah demi
keselamatan manusia, bukan manusia demi hari Sabat. Makna sikap kritis
Yesus ini bagi kita adalah bahwa kita harus membedakan yang baik dan yang
jahat/buruk, mana yang berguna bagi keselamatan manusia dan mana yang tidak.
Keselamatan manusia menjadi pilihan yang paling penting bagi Yesus dalam hidup
dan karyaNya.
BERSIKAP
KRITIS TERHADAP IDEOLOGI, ALIRAN/PAHAM, DAN TREND-TREND YAN BERKEMBANG
1. Ideologi berarti :
- Keseluruhan pemikiran, cita rasa, dan segala upaya, terutama bidang politik dan ekonomi.
- Falsafah hidup atau cara pandang terhadap sesama dan dunia.
- Kumpulan konsep atau gagasan bersistim yang menjadi dasar dalam menentukan sikap, arah, dan tujuan hidup seseorang atau suatu golongan.
2. Paham/aliran adalah
suatu pandangan yang dianut sekelompok orang dan menjadi haluan/pedoman dalam
hidup praktis.
Di dunia ini terdapat berbagai macam ideologi yang pernah
tumbuh dan berkembang. Beberapa di antaranya adalah:
- Nasionalisme yaitu pandangan yang berpusat pada bangsa sendiri untuk menciptakan rasa setia kawan dari suatu kelompok yang memiliki kebangsaan sama dan senasib, Nasionalisme negatif adalah paham yang membuat orang lebih mengagungkan bangsa sendiri dan meremehkan bangsa lain sedangkan nasionalisme positif adalah nasionalisme yang mempertahankan kemerdekaan/kedaulatan bangsa sekaligus menghormati kedaulatan dan kemerdekaan bangsa lain.
- Marxisme yaitu kumpulan ajaran yang menjadi dasar sosialisme dan komunisme yang bertujuan menghapuskan kapitalisme. Marxisme hanya percaya pada apa yang kelihatan, dan agama dipandang sebagai candu masyarakat. Dengan kata lain, Marxisme menolak adanya Tuhan.
- Komunisme adalah suatu system masyarakat di mana sarana-sarana produksi dilakukan berdasarkan asas kebutuhan setiap anggota masyarakat dapat memperoleh hasil sesuai dengan kebutuhan, tetapi tidak percaya pada dunia adikodrati, termasuk tidak percaya akan adanya Tuhan.
- Teokrasi adalah sebuah paham yang menghendaki agama menguasai masyarakat politis.
- Liberalisme adalah suatu paham dan gerakan yang memperjuangkan kebebasan dari penindasan apa pun tetapi memberi peluang pada yang kuat/kaya untuk menekan yang lemah/miskin.
- Neoliberalisme ialah paham yang berkembang dewasa ini dalam hubungannya dengan globalisasi dan pasar bebas yang dikuasai oleh mereka yang kuat secara ekonomis dan politis.
Saat-saat ini mucul pula banyak trend dan issue yang semakin lama semakin kuat
yang harus kita sikapi dengan kritis, misalnya:
- Materialistik dan hedonistik yaitu hidup yang lebih mementingkan materi dan kesenangan. Manusia diukur dari apa yung mereka miliki.
- Konsumerisme adalah sikap orang yang terdorong untuk terus-menerus menambahkan tingkat konsumsi demi statusnya.
- Individualisme adalah sikap yang lebih mementingkan diri sendiri dan tidak mau tahu kepentingan orang lain.
- Pluralisme adalah sikap yang menerima berbagai macam suku, daerah, agama, keyakinan religus, dan politik sebagai perbedaan yang tidak perlu dipermasalahkan.
- Fundamentalisme adalah suatu gerakan yang menentang kelompok/negara tertentu karena dipandang sebagai suatu ancaman terhadap agama atau ideologi gerakan tersebut.
Waktu
Yesus hidup di Palestina, dalam masyarakat Yahudi telah terdapat berbagai macam
kelompok / aliran yang berbeda-beda, di antaranya adalah: Farisi, Saduki,
Esseni (Kasidim), Zelot, dll. Akan tetapi, Yesus tidak memilih salah satu dari
kelompok tersebut. Yesus memilih aliran dan gerakanNya sendiri yaitu mewartakan
dan memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah. Untuk itu ia sering bergaul
dengan orang miskin dan orang-orang yang dianggap najis serta dibuang
oleh masyarakat sebab menyimpang dari hukum dan warisan adat istiadat.
Yesus
kritis terhadap tawaran-tawaran keduniawian, contohnya ketika Yesus berpuasa
selama empat puluh hari, iblis menawarkan kepadaNya hal-hal yang menggiurka
(lih. Lik 4:1-13) yaitu:
- Roti, rezeki, jaminan sosial ekonomi
- Kedudukan dan kekuasaan
- Kesenangan dan kenikmatan.
Godaan-godaan
iblis bertujuan agar Yesus meninggalkan pilihan (opsi) mewartakan Kerajaan
Allah, dan menyibukkan diri dengan jaminan sosial, ekonomi, kekuasaan, dan
kesenangan. Yesus menolaknya demi Kerajaan Allah.
TUJUAN
MEMBACA KITAB SUCI
Kita
perlu membaca Kitab Suci karena:
- “Tidak mengenal Kitab Suci, berarti tidak mengenal Kristus” ungkapan Santo Hieronimus ini menegaskan bahwa sarana utama untuk mengenal Kristus adalah kitab suci.
- Iman tumbuh dan berkembang dengan membaca Kitab Suci.
- Kitab Suci adalah buku Gereja, buku iman Gereja. Kitab Suci bersama tradisi merupakan tolok ukur tertinggi dari iman Gereja.
- Melalui kitab suci, kita dapat semakin bersatu dengan umat lainnya.
PENGELOMPOKAN
KITAB SUCI PERJANJIAN LAMA
Bagian pertama Kitab Suci disebut Perjanjian Lama. Kitab
Suci Perjanjian Lama adalah kitab yang berisi perjanjian antara Allah dan
manusia sebelum Yesus Kristus lahir. Artinya perjanjian antara Allah dan umat
Israel (makanya, kitab ini juga merupakan kitab iman bangsa Israel). Isi
perjanjian tersebut adalah: “Allah adalah Allah umat Israel dan Israel adalah
umat Allah. Allah akan melindungi dan memelihara umat Israel apabila umat
Israel setia dan taat kepada Allah. Apabila mereka tidak setia Allah akan
mendatangkan malapetaka dan kutuk bagi mereka.“ Singkatnya, dalam KSPL
diceritakan hal ikhwal perjanjian antara Allah dan manusia yakni manusia setia
atau tidak setia terhadap perjanjian; dan bagaimana perjanjian itu terlaksana
atau tidak.
Kitab
Suci Perjanjian Lama (KSPL) adalah kitab iman bangsa Israel (bukan riwayat hidup
dan sejarah bangsa Israel). Oleh karena itu, bisa saja terjadi bahwa
tokoh-tokoh dalam perjanjian lama adalah tokoh sejarah dan mempunyai latar
belakang sejarah namun KSPL terutama memuat refleksi iman bangsa Israel yang
berelasi dengan Allah/Yahwe.
Kitab
Suci Perjanjian Lama memuat 46 kitab yang yang dibagi dalam 4 kelompok:
1. 5 Kitab
Pentateukh. Pentateukh dalam bahasa Yunani berarti, lima jilid,
lima gulungan. Dalam bahasa Ibrani disebut Torah/Taurat. Kelima kitab tersebut
adalah :
a. Kitab Kejadian : mengisahkan
tentang kejadian dunia dan awal umat Israel.
b. Kitab Keluaran : mengisahkan
tentang umat Israel waktu mengungsi ke Mesir, keluar dari Mesir dan mengembara
di padang gurun.
c. Kitab Imamat : memuat
tata upacara ibadat umat Israel yang ditetapkan Musa waktu mengembara di padang
gurun.
d. Kitab Bilangan : melanjutkan
kisah pengalaman umat Israel di padang gurun sampai mereka tiba di perbatasan
Kanaan Palestina. Disebut Kitab Bilangan, karena dalam Kitab Bilangan terdapat
banyak angka, daftar.
e. Kitab Ulangan :
menceritakan kembali hal ikhwal umat Israel di padang gurun dan hukum yang
diumumkan waktu itu.
2.
16 Kitab Sejarah: Yosua, Hakim-Hakim, Rut, 1-2 Samuel, 1-2
Raja, 1-2 Tawarikh, Ezra, Nehemia, Tobit, Yudit, Ester, 1-2 Makabe.
3.
7 Kitab Puisi/Kitab Kebijaksanaan: Ayub, Mazmur, Amsal,
Pengkhotbah, Kidung Agung, Kebijaksanaan Salomo, Putera Sirakh.
4.
18 Kitab Para Nabi: kitab yang berisi kumpulan
nubuat/khotbah para nabi: Yesaya, Yeremia, Ratapan, Barukh, Yehezkiel, Daniel,
Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zafanya, Hagai,
Zakaria, Maleakhi. Ada empat nabi besar, yakni: Yesaya, Yeremia,
Yehezkiel, Daniel. Disebut nabi besar karena kitabnya tebal-tebal. Ada 12
nabi kecil, disebut nabi kecil karena kitabnya tipis-tipis.
PENGELOMPOKAN
KITAB SUCI PERJANJIAN BARU
Bagian
kedua Kitab Suci umat Kristiani disebut Perjanjian Baru. Kitab Suci Perjanjian
Baru adalah Kitab Suci yang berisi perjanjian antara Allah dan manusia melalui
dan di dalam Yesus Kristus. Perjanjian tersebut adalah kekal, artinya tidak
pernah akan batal.
Pengelompokan
Kitab Suci Perjanjian Baru:
1.
Kitab Injil : Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.
2.
Kitab Para Rasul, yang dituliskan oleh Lukas.
3.
13 surat Paulus: Roma, 1 Korintus, 2 Korintus, Galatia, Efesus, Filipi,
Kolose, 1 Tesalonika, 2 Tesalonika, 1 Timotius, 2 Timotius, Titus, dan Filemon.
4.
Surat kepada orang Ibrani.
5.
Surat-surat Katolik: Yakobus, Petrus, 1 Yohanes, 2 Yohanes, 3 Yohanes,
dan Yudas.
6.
Wahyu.
TRADISI
GEREJA
Tradisi
adalah adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang atau generasi
terdahulu. Tradisi dari Bahasa Latin tradition = penerusan. Maka
tradisi berarti sesuatu yang diserahkan, diteruskan atau diwariskan. Nah,
bagi gereja Katolik, iman itu terjaga bukan hanya karena adanya Kitab Suci
tetapi juga tradisi. Tradisi ini berisi ajaran dan kebiasaan iman para
pendahulu, sejak para Rasul, para Bapa-bapa Gereja. Apa yang tidak ada
dalam Kitab Suci, ada dalam tradisi. Misalnya soal ritus peribadatan.
KV.II
: “Demikianlah Gereja dalam ajaran, hidup, serta ibadatnya melestarikan serta
meneruskan kepada semua keturunan, dirinya seluruhnya, imannya seutuhnya.”
Perlu
diingat, tiap angkatan tetap membawa tradisi angkatan sebelumnya, namun kadang
menambahkan tradisi baru. Sebab “Gereja tiada hentinya berkembang menuju
kepenuhan kebenaran Ilahi.” (Dei Verbum art. 8).
Macam-Macam
Tradisi dalam Gereja Katolik.
1. Tradisi resmi.
Sumber pertama tradisi adalah 1) Kitab Suci. Kitab Suci
adalah refleksi dan praktek iman jemaat perdana, yang kemudian ditulis agar
terjaga keterusannya. Selain kitab Suci juga dalam 2) syahadat atau pengakuan
iman, dalam 3) liturgy dan dalam 4) sakramen-sakramen Gereja, juga dalam 5)
doctrinal (ajaran resmi) dari kuasa mengajar Gereja tertinggi.
Syahadat tidak ada dalam kitab suci, namun itu adalah
refleksi iman jemaat perdana yang kemudian dirumuskan menjadi satu formulasi. Sampai
saat ini kita diwarisi dua bentuk syahadat, yakni : Syahadat Para Rasul
(Syahadat Singkat) dan Syahadat Nicea-Konstatinopel (Syahadat Panjang).
Point pokok kedua pengakuan iman itu sama, namun dalam Syahadat Nicea ada
tambahan ajaran iman pokok (dogma), Misalnya :
Aku percaya akan satu Allah,
Bapa yang mahakuasa,
pencipta langit dan bumi,
dan segala sesuatu yang kelihatan
dan tak kelihatan;
dan akan satu Tuhan Yesus Kristus,
Putra Allah yang tunggal.
Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad,
Allah dari Allah,
Terang dari Terang,
Allah benar dari Allah benar.
Ia dilahirkan, bukan dijadikan,
sehakikat dengan Bapa;
segala sesuatu dijadikan oleh-Nya.
Ia turun dari surga untuk kita manusia
dan untuk keselamatan kita.
Ia dikandung dari Roh Kudus,
Dilahirkan oleh Perawan Maria, dan menjadi manusia.
Ia pun disalibkan untuk kita, waktu Pontius Pilatus;
Ia menderita sampai wafat dan dimakamkan.
Pada hari ketiga Ia bangkit menurut Kitab Suci.
Ia naik ke surga, duduk di sisi Bapa.
Ia akan kembali dengan mulia,
mengadili orang yang hidup dan yang mati;
kerajaan-Nya tak kan berakhir.
aku percaya akan Roh Kudus,
Ia Tuhan yang menghidupkan;
Ia berasal dari Bapa dan Putra,
yang serta Bapa dan Putra,
disembah dan dimuliakan;
Ia bersabda dengan perantaraan para nabi.
aku percaya akan Gereja
yang satu, kudus, katolik dan apostolik.
aku mengakui satu pembaptisan
akan penghapusan dosa.
aku menantikan kebangkitan orang mati dan hidup di akhirat.
amin.
2. Tradisi Tidak Resmi
Tidak resmi bukan berarti tidak diakui, melainkan bahwa
tradisi-tradisi itu diwariskan namun mengalami perkembangan yang lebih dinamis
sesuai dengan konteks waktu, tempat dan jamannya. Misalnya : music liturgy,
karya-karya seni, sastra kekristenan, tulisan-tulisan, ajaran para teolog,
doa-doa devosional, cerita-cerita para kudus.
KONTEKS SOSIAL PENANGKAPAN, PENGADILAN DAN PENYALIBAN
YESUS
1.
Konteks Perayaan Paskah
Paskah bagi orang Yahudi adalah perayaan untuk memperingati
pembebasan mereka dari Mesir. Perayaan ini berlangsung selama
tujuh hari. Pembebasan dari Mesir dihayati
bangsa Yahudi sebagai bukti keterlibatan Allah dalam hidup mereka. Dalam
perayaan paskah tersebut, seluruh orang Yahudi terlibat dengan berziarah ke Yerusalem. Dalam rangka perayaan paskah itulah Yesus dan muridNya pergi ke Yerusalem. Dan dalam situasi paskah itu terjadi sebuah peristiwa yang
menimpa Yesus : Yesus ditangkap, diadili dan disalibkan.
2.
Pemberontakan Terhadap Pemerintah Roma
Situasi Palestina pada zaman Yesus
tidak aman. Selalu ada usaha-usaha orang Yahudi untuk melawan pemerintah
Romawi. Pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah dan pernyataan diriNya
sebagai mesias menumbuhkan harapan bangsa Yahudi akan datangNya Mesias yang
dapat membebaskan mereka dari penjajahan bangsa Romawi. Harapan ini mendorong
mereka untuk memberontak terhadap pemerintahan Romawi. Keadaan inilah yang dijadikan alasan oleh para pemuka agama
Yahudi untuk menghukum Yesus. Para pemuka agama Yahudi mengatakan kepada pihak Romawi bahwa Yesus dan pengikutNya mau
memberontak terhadap pemerintah Romawi.
3.
Munculnya Mesias-Mesias Palsu
Pada jaman Yesus muncul beberapa orang
yang diyakini orang Yahudi sebagai mesias, seperti : Yudas dari Galilea, Simon
dari Bar Kokhba, sebagaimana yang dinubuatkan Nabi Yesaya, bahwa
Allah akan mengangkat seorang Daud untuk naik
tahta Kerajaan. Munculnya Mesias-mesias itu selalu diwaspadai oleh pemerintah
Romawi. Sebab biasanya setelah seorang yang mengaku sebagai mesias muncul akan
disusul dengan pemberontakan. Issu datangnya seorang mesias menjadi biang
terjadinya keributan. Sebenarnya Pilatus tahu bahwa Yesus bukanlah mesias
politis, yang ingin memberontak terhadap pemerintah Romawi. Pilatus tahu bahwa
tindakan Yesus berkaitan dengan hidup keagamaan dan bukan tindakan politis. Hal itu jelas dari tindakan Pilatus yang menawarkan membebaskan
Pilatus atau Barabas. Namun pemimpin Yahudi tidak mau mengambil resiko akan
tindakan Yesus. Yesus pernah membuat kehebohan di bait Allah. Kalau itu terjadi
lagi Pasukan Romawi akan menyerbu Bait Allah lagi. Padahal
banyak orang menggantungkan hidupnya pada Bait Allah. Bait Allah sebagai tempat
Ziarah merupakan sumber nafkah bagi mereka. Karena itu mereka lebih memilih
Barabas untuk dibebaskan dari pada Yesus.
MAKNA
KEBANGKITAN YESUS
1)
Makna Kebangkitan Yesus bagi iman kita
a.
Kebangkitan Yesus mensahkan dan melegitimasi apa yang dilakukan dan
diajarkanNya. Semua kebenaran yang diajarkaNya mendapat pembenaran.
b.
Kebangkitan Yesus, terpenuhilah nubuat-nubuat Perjanjian Lama (bdk. Luk
24:26-27) dan juga apa yang dijanjikan Yesus sendiri semasa hidupNya di dunia
(bdk. Mat 28:6).
c.
Kebangkitan Yesus menegaskan ke-Allahan Yesus (lih. Yoh 8:28). Kebangkitan
Yesus menerangkapn bahwa Ia sungguh-sungguh Putra Allah.
d.
Rasul Paulus menulis sebagai berikut: “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka
sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (1Kor
15:17). Kebangkitan-Nya membuktikan bahwa
pengajaran dan termasuk klaim bahwa Dia sungguh Allah
mendapatkan bukti yang kuat. Hal ini diperkuat bahwa janji akan
kebangkitan Kristus telah dinubuatkan sebelumnya. Rasul Paulus menyatakan, “Dan
kami sekarang memberitakan kabar kesukaan kepada kamu, yaitu bahwa janji yang
diberikan kepada nenek moyang kita, telah digenapi Allah kepada kita,
keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang ada tertulis
dalam mazmur kedua: Anak- Ku Engkau! Aku telah memperanakkan Engkau pada hari
ini.” (Kis 13:32-33) Dengan kebangkitan Kristus, maka
terbukalah pintu masuk menuju kehidupan baru, yaitu hidup
yang dibenarkan oleh Allah atau hidup yang penuh rahmat Allah.
Dikatakan
dalam Rm 6:4 “Supaya seperti Kristus telah dibangkitkan
dari antara orang mati demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.”
Hidup yang baru, yaitu hidup di dalam rahmat, memungkinkan kita untuk dapat
menjadi saudara Kristus dan menjadi anak- anak Allah di dalam Kristus.
Dan kepercayaan akan besarnya rahmat Allah ini, membuka harapan baru kepada kita,
bahwa pada saatnya nanti, kitapun akan dibangkitkan bersama dengan Kristus dan
kemudian hidup berbahagia untuk selama-lamanya bersama
dengan Kristus dalam persatuan abadi bersama Allah Roh
Kudus dan Allah Bapa.
2)
Makna kebangkitan Yesus bagi perjuangan hidup manusia di dunia :
a.
Kita menerima Allah sebagai Raja, kekuatan, dan dukungan. Yesus selalu mengandalkan Allah dalam seluruh hidupNya.
Oleh karena itu Yesus tidak pernah gentar menghadapi tantangan hidup termasuk kematian.
b.
Mencintai sesama tanpa batas. Yesus semasa hidupNya mencintai
semua orang tanpa batas, tanpa melihat perbedaan termasuk musuh-musuhNya.
c.
Berjuang untuk memerdekakan manusia. Yesus sangat menjunjung
martabat manusia. Yesus sangat tidak menginginkan manusia dilecehkan oleh hukum
dan peraturan Hukum diabdikan untuk manusia dan bukan sebaliknya. Yesus
mengajak orang untuk berjuang menjunjung tinggi martabat setiap orang.
MAKNA
GELAR-GELAR YESUS BAGI KITA
a. Umat Kristiani mengakui
Yesus sebagai Tuhan berarti :
1) Menjadikan Kristus sebagai
pimpinan/junjungan yang mengarahkan hidup kita di dunia.
2) Menjadikan kata-kata/ajaran
Yesus sebagai pedoman hidup. Kata-kata/ajaranNya merupakan ukuran terakhir dan
tertinggi.
3) Pengakuan kita terhadap
Yesus merupakan pengakuan iman yang menjadi semboyan perjuangan sampai tuntas.
Pengakuan ini merupakan sikap penyerahan diri dengan segala resikonya.
b. Umat Kristiani mengakui
Yesus sebagai Anak Allah berarti :
1) Yesus menjadi teladan dalam
hal ketaatan kepada Allah.
2) Yesus menampilkan wibawa
dan pesona Ilahi, Lewat Yesus orang dapat melihat dan mengalami pesona dan
wibawa Ilahi tersebut.
3) Yesus dekat dengan Allah
yang tersuci dan pantas dihormati, yang menumbuhkan rasa devosi dan penyerahan
diri.
c. Umat Kristiani
mengakui Yesus Juru Selamat berarti :
1) Bersedia mengikutiNya dan
dibaptis sebagai tanda iman akan tawaran keselamatan dari Yesus.
2) Menjadikan Yesus sebagai
penolong untuk sampai kepada Allah.
3) Percaya bahwa Yesus telah
membebaskan kita dari dosa dan maut. Untuk itu manusia harus hidup sesuai
dengan firmanNya.
YESUS
SEBAGAI SAHABAT SEJATI
Persahabatan sejati terletak pada sikap saling menerima diri apa adanya,
artinya menerima semua kelebihan dan kekurangan orang lain. Persahabatan tidak
lagi didasarkan pada rasa senang atau tidak senang tetapi pada cinta yang
menuntut kelapangan hati dan sikap rela berkorban.
Yesus menerima rasul-rasulNya sebagai sahabat-sahabatNya (bdk. Yoh 15:14-15).
Kepada Yudas yang telah menjualnya 30 perak, Yesus tetap menyapaNya sebagai
sahabat, “Hai sahabat, untuk itukah engkau datang?” (Mat 26:50).
Hal-hal
yang dilakukan dan dituntut Yesus dalam membina persahabatan:
a. Yesus
menuntut kepercayaan dari sahabat-sahabatNya
b. Yesus
sungguh mempercayai sahabatNya, walaupun sahabatNya mengecewakan Dia
c.
Yesus sangat menghormati sahabat-sahabatNya, Yesus menerima mereka apa
adanya
d. Yesus
menuntut cinta dari sahabat-sahabatNya, dan Yesus mencintai mereka tanpa batas,
cinta yang penuh pengampunan, penuh pengorbanan sampai mengorbankan nyawaNya di
kayu salib.
BENTUK
UNGKAPAN IMAN AKAN TRITUNGGAL MAHAKUDUS
MAKNA
PERUMPAMAAN
Dalam
mewartakan Kerajaan Allah, Yesus kerap kali menggunakan perumpamaan.
Perumpamaan adalah cerita yang diambil dari kehidupan sehari-hari sehingga
menyenangkan untuk didengar dan gampang untuk dipahami, untuk menyampaikan satu
kebenaran khususnya tentang Kerajaan Allah. Tujuan sebuah perumpamaan:
1. Dengan perumpamaan
pendengar lebih mudah menangkap pesan yang ingin disampaikan Yesus.
2. Perumpamaan membuat
orang tertantang untuk mencari dan menemukan pesan yang berkaitan dengan
Kerajaan Allah dan kedatangannya bagi manusia, arti hidup, dan kselamatan.
3. Perumpamaan tidak
bersifat memaksa, melainkan orang bebas menanggapinya.
4. Melalui perumpanaan,
Yesus ingin mengungkapkan kenyataan hidup yang tersembunyi bagi indera
manusiawi bahwa Allah manusia.
Kerajaan Allah bersifat misteri: karena mencakup seluruh
kekayaan realitas Allah dan berbagai realitas manusia serta melampaui seluruh
kemampuan berpikir manusia. Karena itu Kerajaan Allah tidak cukup diungkapkan
hanya dengan satu perumpamaan saja, melainkan dengan banyak perumpamaan.
Perumpamaan
Yesus mengenai Kerajaan Allah mau menyampaikan hal-hal berikut:
1. Kerajaan Allah sudah
dekat: ketika Yesus berkeliling unntuk mewartakan kabar baik sebenarnya
Kerajaan Allah mulai tampak ditengah umat manusia, (bdk. Luk 10:23-24). Contoh
perumpamaan tentang Kerajaan Allah yang sudah dekat misalnya: tentang Pohon Ara
(Mrk. 13:28-32; Luk 12:57-58).
2. Kerajaan Allah
menuntut sikap pasrah/iman manusia kepada Allah: Kerajaan Allah menuntut sikap
iman manusia terhadap Allah. Artinya Allahlah yang menjadi harapan, biji
sesawi, sandaran, dan andalan bagi manusia. Berbeda dengan sikap Orang Farisi
yang terlalu mengandalkan kekuatan dirinya sendiri.
3. Kerajaan Allah adalah
suatu karunia: Kerajaan Allah adalah suatu karunia dari Allah. Dan bukan jasa
manusia. Hal itu Nampak dalam beberapa perumpamaan seperti: Benih yang tumbuh
(Mrk 4:26-29); ragi (Mat 13:33 dst); biji sesawi (Mat 13:31-32); dan penabur
(Mrk 4:1-9). Kerajaan Allah sebagai karunia Allah harus diperjuangkan dan
dikembangkan oleh manusia sebagai nilai yang paling tinggi (bdk. Mat 13:44-46,
tentang perumpamaan harta yang terpendam perdam mutiara yang berharga).
GEREJA
YANG MENGUDUSKAN (LITURGIA)
Ada
beberapa bentuk dan kegiatan pengudusan yang sering dilakukan di dalam Gereja
Katolik, di antaranya adalah: Doa dan doa resmi Gereja (liturgi), perayaan
sakramen-sakramen, perayaan sakramentali, serta devosi dalam Gereja Katolik.
1. Doa berarti berkomunikasi dengan Tuhan
secara pribadi; doa juga merupakan ungkapan iman secara pribadi dan
bersama-sama. Oleh sebab itu, doa-doa Kristiani biasanya berakar dari
kehidupan nyata. Doa selalu merupakan dialog yang bersifat pribadi antara
manusia dan Tuhan dalam hidup yang nyata ini. Dalam dialog tersebut, kita
dituntut untuk lebih mendengar daripada berbicara, sebab firman Tuhan akan
selalu menjadi pedoman yang menyelamatkan. Bagi umat Kristiani, dialog ini
terjadi di dalam Yesus Kristus, sebab Dialah satu-satunya jalan dan perantara
kita dalam berkomunikasi dengan Allah. Perantara ini tidak mengurangi sifat
dialog antar-pribadi dengan Allah.
2. Liturgi merupakan perayaan iman.
Perayaan iman tersebut merupakan pengungkapan iman Gereja, di mana orang yang
ikut dalam perayaan iman mengambil bagian dalam misteri yang dirayakan. Tentu
saja bukan hanya dengan partisipasi lahiriah, tetapi yang pokok adalah hati
yang ikut menghayati apa yang diungkapkan dalam doa. Kekhasan doa Gereja ini
merupakan sifat resminya, sebab justru karena itu Kristus bersatu dengan umat
yang berdoa. Dengan bentuk yang resmi, doa umat menjadi doa seluruh Gereja
sebagai mempelai Kristus, berdoa bersama Kristus, Sang Penyelamat, sekaligus
tetap merupakan doa pribadi setiap anggota jemaat. Dengan demikian, liturgi
adalah “karya Kristus, Imam Agung, serta Tubuh-Nya, yaitu Gereja”. Oleh karena
itu, liturgi tidak hanya merupakan “kegiatan suci yang sangat istimewa”, tetapi
juga wahana utama untuk mengantar umat Kristiani ke dalam persatuan pribadi
dengan Kristus (SC 7).
3. Sakramen berasal dari kata
‘mysterion’ (Yunani), yang dijabarkan dengan kata ‘mysterium’ dan ‘sacramentum’
(Latin). Sacramentum dipakai untuk menjelaskan tanda yang kelihatan dari
kenyataan keselamatan yang tak kelihatan yang disebut sebagai ‘mysterium‘.
Sakramen juga berarti tanda keselamatan Allah yang diberikan kepada
manusia ”untuk menguduskan manusia, membangun Tubuh Kristus dan akhirnya
mempersembahkan ibadat kepada Allah”(SC 59). Karena Sakramen
sebagai tanda dan sarana keselamatan, maka menerima dan memahami sakramen
hendaknya ditempatkan dalam kerangka iman dan didasarkan kepada iman. Sakramen
biasanya diungkapkan dengan kata-kata dan tindakan. Maka sakramen dalam Gereja
Katolik mengandung dua unsur hakiki yaitu : Forma (kata-kata yang menjelaskan
peristiwa ilahi) dan Materia (barang atau tindakan tertentu yang kelihatan).
Sakramen-Sakramen dibagi menjadi: Sakramen inisiasi Kristen (Sakramen
Pembaptisan, Penguatan, dan Ekaristi Kudus), Sakramen-Sakramen Penyembuhan
(Tobat dan Pengurapan Orang Sakit), dan Sakramen-Sakramen pelayanan
pesersekutuan dan perutusan (Sakramen Pentahbisan dan Perkawinan)
(lih.Kompendium KGK 250 - KGK 1210-1211)
4. Sakramentali adalah tanda – tanda
suci (berupa ibadat/upacara/pemberkatan) yang mirip dengan sakramen-sakramen.
Berkat tanda-tanda suci ini berbagai buah rohani ditandai dan diperoleh melalui
doa-doa permohonan dengan perantaraan Gereja.
Terdapat aneka ragam sakramentali, yaitu:
a.
Pemberkatan, yakni pemberkatan orang, benda/barang rohani, tempat, makanan,
dsb. Pemberkatan atas orang atau benda/barang tersebut adalah pujian kepada
Allah dan doa untuk memohon anugerah – anugerah-Nya.
b.
Pemberkatan dalam arti tahbisan rendah, yakni pentahbisan orang dan benda.
Contoh: pentahbisan/pemberkatan lektor, akolit, dan katekis; pemberkatan benda
atau tempat untuk keperluan liturgi, misalnya pemberkatan Gereja/kapel, altar,
minyak suci, lonceng, dan sebagainya.
5. Devosi (Latin: devotio =
penghormatan) adalah bentuk–bentuk penghormatan kebaktian khusus orang
atau umat beriman kepada rahasia kehidupan Yesus yang tertentu, misalnya
kesengsaraan-Nya, Hati-Nya yang Mahakudus, dsb. Atau devosi kepada orang–orang
kudus, misalnya devosi kepada santo–santa pelindung, Bunda Maria, dsb.
GEREJA
YANG MEWARTAKAN
Kerygma berarti pewartaan dan apa
yang diwartakan. Kerygma berkaitan dengan pewartaan Sabda Allah yang berpuncak
pada Yesus Kristus. Dia merupakan puncak dari sejarah pewahyuan Allah karena
dalam Dia, Allah menyelamatkan semua orang. Meskipun Sabda Allah yang menjadi
manusia itu tidak dapat tinggal dalam sejarah manusia tetapi Gereja masih
mengenal bentuk-bentuk lain dari Sabda Allah yang otentik untuk diteruskan
kepada semua orang. Ada tiga bentuk Sabda Allah dalam
Gereja, yaitu:
Ø Sabda/pewartaan para rasul sebagai daya yang
membangun Gereja.
Ø Sabda Allah dalam Kitab Suci sebagai kesaksian
normatif.
Ø Sabda Allah dalam pewartaan aktual Gereja
sepanjang zaman.
Secara umum, ada 2 (dua) pola
pewartaan Sabda Allah yang kita kenal yaitu: Pewartaan verbal (kerygma) dan
pewartaan melalui tindakan/kesaksian (martyria). Pewartaan verbal ini memiliki empat bentuk yakni:
§
Khotbah atau Homili : khotbah adalah pewartaan tematis. Homili adalah
pewartaan yang berdasarkan suatu perikop Kitab Suci. Kedua – duanya merupakan
pewartaan dari mimbar, dan harus menyapa manusia dan dapat menciptakan
komunikasi dua arah, bukan satu arah.
§
Pelajaran Agama: Dalam pelajaran agama diharapkan para guru
agama mendampingi para siswa untuk menemukan makna hidupnya dalam terang Kitab
Suci dan ajaran Gereja. Pelajaran agama adalah proses pergumulan hidup nyata
dalam terang iman.
§
Katakese Umat: adalah kegiatan suatu kelompok umat, dimana
mereka aktif bekomunikasi untuk menafsirkan hidup nyata dalam terang Injil,
yang diharapkan berkelanjutan dengan aksi nyata, sehingga dapat membawa
perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik.
§
Pendalaman Kitab Suci: dapat dilakukan dalam keluarga,
kelompok, atau pada kesempatan–kesempatan khusus seperti pada masa Prapaskah (APP),
masa Adven, dan pada bulan Kitab Suci (September).
Tugas
pewartaan mengaktualisasi Sabda Tuhan yang disampaikan dalam Kristus
sebagaimana diwartakan oleh para rasul. Usaha mengaktualisasi Sabda Tuhan itu
mengandaikan berbagai tuntutan yang harus dipenuhi. Tuntutan-tuntutan tersebut
antara lain:
Ø Mendalami dan menghayati sabda Tuhan yang terkandung
dalam Kitab Suci, ajaran-ajaran resmi Gereja, dan keseluruhan tradisi Gereja.
Ø Mengenal umat/masyarakat konteksnya sehingga
pewartaan yang disampaikan sungguh menyapa para pendengarnya (bersifat
inkulturatif).
GEREJA
YANG MELAYANI
GEREJA
YANG MENJADI SAKSI (MARTYRIA)
Umat Kristiani dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di
tengah – tengah dunia dengan perkataan dan perbuatan di manapun mereka berada.
Hal ini sesuai dengan pesan Kristus sebelum Dia naik ke surga : “Tetapi kamu
akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi
saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung
bumi”. Pesan tersebut terdapat pada Kis 1, 8. Bagi kita sekarang ini, menjadi
saksi Kristus mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria sampai ke ujung bumi berarti
menjadi saksi Kristus mulai dari rumah/keluarga, sanak saudara, tetangga,
lingkungan, sekolah sampai ke ujung dimana hidup kita nanti berakhir.
Menjadi saksi Kristus harus siap menjadi martir. Ada dua macam martir yang dikenal, yaitu:
1. Martir putih adalah
mereka yang memberi kesaksian dengan hidup yang baik dan berdaya pikat, hidup
alternatif yang memberi inspirasi kepada dunia. Mereka rela berbuat apa saja
termasuk menghadapi tantangan demi memberi kesaksian tentang Tuhan.
2. Martir merah yaitu
mereka yang memberi kesaksian tentang Tuhan dengan menumpahkan darahnya seperti
Yesus sendiri yang rela menumpahkan darahNya untuk memberi kesaksian tentang
Kerajaan Allah.
Menjadi
saksi Kristus ternyata dapat menuai banyak risiko. Yesus telah berkata: “Kamu
akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh
kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah (Yoh 16: 2). Yesus
sendiri telah menjadi martir. Ia menderita dan wafat disalib demi Kerajaan
Allah.
Dalam
sejarah, kita juga tahu bahwa banyak orang telah bersedia menumpahkan darahnya
demi imannya akan Kristus dan ajaran-Nya. Mereka itulah para martir. Mereka
mati demi imannya kepada Kristus. Ada yang bersedia mati daripada harus
mengkhianati imannya akan Kristus seperti St. Stefanus. Ada pula
martir yang mati karena memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi
orang-orang yang tertindas, seperti Uskup Agung Romero. Dan ada pula yang
merelakan dirinya dengan penuh kasih demi keselamatan orang lain seperti St.
Maximilianus Maria Kolbe.
SIFAT-SIFAT
GEREJA
SUARA
HATI
Mari
kita simak kutipan GS art. 16
berikut :
“Di
lubuk hati nuraninya, manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari
dirinya sendiri, melainkan harus ditaati. Suara hati itu selalu
menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan
menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam
lubuk hatinya: jalankan ini, elakkan itu. Sebab dalam hatinya, manusia
menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu,
dan menurut hukum itu pula ia akan diadili.
Suara
hati ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar suci; di situ ia
seorang diri bersama Allah, yang pesan-Nya menggema dalam hatinya.
Berkat hati nurani dikenallah secara ajaib hukum, yang dilaksanakan dalam cinta
kasih terhadap Allah dan terhadap sesama. Atas kesetiaan terhadap hati nurani,
umat Kristiani bergabung dengan sesama lainnya untuk mencari kebenaran, dan
untuk dalam kebenaran itu memecahkan sekian banyak persoalan moral, yang timbul
baik dalam hidup perorangan maupun dalam kehidupan kemasyarakatan.”
Menurut
dokumen tersebut, suara hati adalah inti manusia, tempat Allah
menggemakan pesanNya berupa hukum cinta kasih dan yang selalu
menyerukan untuk melaksanakan kebaikan.
Dari
dokumen tersebut terkandung pula makna bahwa suara hati perlu terus dibina
dengan setia dan dengan segala usaha mencari kebenaran. Suara hati dapat
dibina dengan cara:
1.
Mengikuti suara hati dalam segala hal
• Seseorang yang
selalu berbuat sesuai dengan hati nuraninya, hati nurani akan semakin terang
dan berwibawa.
• Seseorang yang
selalu mengikuti dorongan suara hati, keyakinannya akan menjadi sehat dan kuat.
Dipercayai orang lain, karena memiliki hati yang murni dan mesra dengan Allah.
• “Berbahagialah
orang yang murni hatinya, karena mereka akan memandang Allah.” (Mat 5: 8).
2.
Mencari keterangan pada sumber yang baik
• Dengan membaca:
Kitab Suci, Dokumen-Dokumen Gereja, dan buku-buku lain yang bermutu.
• Dengan bertanya
kepada orang yang punya pengetahuan/ pengalaman dan dapat dipercaya
• Ikut dalam
kegiatan rohani, misalnya rekoleksi, retret, dsb.
• Koreksi diri
atau introspeksi
• Koreksi atas
diri sangat penting untuk dapat selalu mengarahkan hidup kita.
3.
Menjaga kemurnian hati
• Menjaga
kemurnian hati terwujud dengan melepaskan emosi dan nafsu, serta tanpa pamrih,
yang nampak dalam tiga hal:
a. Maksud yang lurus
(recta intentio): ia konsisten dengan apa yang direncanakan, tanpa dibelokkan
ke kiri atau ke kanan.
b. Pengaturan emosi
(ordinario affectum): ia tidak menentukan keputusan secara emosional.
c. Pemurnian hati
(purification cordis): tidak ada kepentingan pribadi atau maksud-maksud
tertentu di balik keputusan yang diambil.
• Hal ini dapat
dilatih dengan penelitian batin, seperti merefleksikan rangkaian kata dan
tindakan sepanjang hari itu, berdoa sebelum melakukan aktivitas, dan lain-lain.
Fungsi
/ peran hati nurani adalah sebagai berikut:
• Hati
nurani berfungsi sebagai pegangan, pedoman, atau norma untuk memberi petunjuk
atau menilai suatu tindakan baik atau buruk.
• Hati
nurani berfungsi sebagai pegangan atau peraturan-peraturan konkret dalam hidup
sehari-hari.
• Hati
berfungsi menyadarkan manusia akan nilai dan harga dirinya.
• Mengenalkan
kepada manusia hukum ajaib yang dilaksanakan dalam cinta kasih terhadap Allah
dan terhadap sesama.
• Di dalam
hati nurani, manusia bersama dengan sesamanya mencari kebenaran yang kemudian
dapat memecahkan persoalan moral yang timbul dalam hidup perorangan maupun
kemasyarakatan.
CARA
YESUS MEWARTAKAN KERAJAAN ALLAH (PERUMPAMAAN DAN MUKJIZAT)
KERAJAAN
ALLAH
Paham
atau pengertian “Kerajaan Allah” tidak muncul begitu saja pada zaman Yesus
tetapi sudah berkembang sejak Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama, bangsa
Israel sering menyebut Allah (Yahwe) sebagai Raja. Allah diimani mereka sebagai
Raja yang kuat, yang berkuasa, yang berdaulat. Kekuatan, kekuasaan dan
kedaulatan Allah itu misalnya dialami oleh bangsa Israel dalam peristiwa
penyeberangan Laut Merah (lih. Kel 15:11-13; Ul 3:24; Bil 23:21 dst). Sebagai
Raja, Allah adalah Raja yang adil (baca Mzm 146:6-10), yang melindungi orang
miskin (lih. Im 25: 35-55). Raja yang Mulia (Mzm 24: 8,10) Raja yang berkuasa
atas seluruh bumi (lih. Mzm 47:8), dan berkuasa untuk selama-lamanya (Mzm
29:10).
Namun
dalam hidupnya bangsa Israel sebagai bangsa terpilih, seringkali mereka tidak
setia kepada Allah Sang Raja yang selalu setia kepada mereka. Mereka sering
menjauh dari Allah. Perbuatan dosa inilah yang menyebabkan mereka jatuh dalam
pembuangan dan penindasan oleh bangsa lain. Pada masa bangsa Israel mengalami
penindasan, Allah tetap menunjukkan kesetiaan-Nya dengan mewartakan
kehendak-Nya melalui perantaraan para Nabi. Para Nabi menegaskan bahwa akan
tiba saatnya Allah akan membela mereka, Allah akan membangun suatu dunia baru,
dengan hati yang baru (lih. Yeh 36:24-28), dengan perjanjian baru (lih. Yer
31:31-34). Dunia baru itu Allah untuk semua bangsa (lih. Yes 2:1-5;19:16-25).
Dalam dunia baru itu Allah akan menegakkan kembali pemerintahan-Nya melalui
anak-Nya sendiri, “dan namanya disebut orang Penasehat ajaib, Allah yang
perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai” (Yes 9:5). Melalui kekuasaan-Nya yang
besar Ia akan menegakkan kembali damai sejahtera seperti pada pemerintahan Raja
Daud. Dan ketika Yesus hidup, pada saat itu bangsa Israel berada dalam
penjajahan bangsa Romawi. Yesus menghidupkan kembali harapan tegak-Nya Kerajaan
Allah seperti yang pernah dilakukan oleh para Nabi. Bagaimana masyarakat Yahudi
pada zaman Yesus memahami pengertian tentang Kerajaan Allah?
Pada
umumnya masyarakat Yahudi pada saat itu sesungguhnya mempunyai harapan tentang
tegaknya kembali pemerintahan dan kekuasaan Allah atas bangsa mereka. Namun
penghayatan mereka antara orang per orang maupun antar kelompok berbeda. Dalam
bangsa Yahudi saat itu ditemukan beberapa paham tentang makna Kerajaan Allah,
diantaranya adalah sebagai berikut.
1.
Kerajaan Allah yang bersifat Politis
Paham Kerajaan Allah bersifat politis ini beranggapan bahwa Kerajaan
Allah yang damai dan sejahtera hanya akan terwujud bila Allah tampil sebagai
seorang tokoh politik yang dengan gagah berani mampu memimpin bangsa Israel
melawan penjajah Romawi dan para penindas rakyat.
2.
Kerajaan Allah yang Bersifat Apokaliptis
Paham Kerajaan Allah yang bersifat Apokaliptis ini memandang
Kerajaan Allah akan tercapai bila Allah menunjukkan kuasa-Nya dengan
menggoncangkan kekuatan-kekuatan langit dan bumi. Pada saat itulah Allah
akan membangkitkan suatu dunia baru. Dan mereka menganggap penderitaan yang
dialami bukan akhir segala-galanya, kelak pada akhir zaman Allah akan
menegakkan Kerajaan-Nya dan membebaskan manusia dari segala penderitaan.
3.
Paham Kerajaan Allah yang Bersifat Yuridis-Religius / Legalisme
Allah sekarang sudah meraja secara hukum, sedangkan pada
akhir zaman Allah menyatakan kekuasaan-Nya sebagai Raja semesta alam dengan
menghakimi sekalian bangsa. Mereka
memandang Hukum Taurat sebagai wujud Kekuasaan Allah yang mengatur manusia.
Maka mereka yang sekarang taat kepada hukum Taurat sudah menjadi warga
Kerajaan Allah. Tetapi, jika tidak melakukan apa yang dituntut dalam hukum
Taurat mereka tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Mesias sebagai tokoh
agama yang mampu menegakkan hukum Taurat. Inilah paham Kerajaan Allah yang
diyakini oleh para tokoh agama Yahudi yakni Para Imam dan Ahli Taurat, termasuk
para nabi.
Bagaimana
pandangan Yesus sendiri tentang Kerajaan Allah? Tema pokok pewartaan Yesus
adalah Kerajaan Allah. Yesus mengawali karya pelayanan-Nya di Galilea dengan
memberitakan Kabar Baik: “Saatnya telah genap; Kerajaan Allah sudah
dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk 1:15). Kerajaan
Allah, yaitu Allah yang datang sebagai Raja, sudah dekat. Ciri khas
pewartaan Yesus ialah bahwa kedatangan Allah sebagai Raja Penyelamat dinyatakan
akan terjadi dengan segera. (Mrk 1:15; 13:29;Mat 10:7, Luk 17:20-21,37).
Bagi Yesus pewartaan Kerajaan mempunyai arti yang khusus. Pertama karena Kerajaan
Allah paling pokok dalam sabda dan karya Yesus. Tetapi juga karena Kerajaan
mempunyai ciri-ciri khas dalam pewartaan Yesus. Bagi Yesus kedatangan Kerajaan
mendesak, karena kemalangan manusia hampir tidak tertahan lagi. Maka
belas-kasihan dan kerahiman Allah juga tidak akan tertunda lagi. Bagi Yohanes
kemalangan zaman itu berarti hukuman dari Allah (lih. Mat 3:7- 8 dst.), bagi
Yesus justru ajakan bertobat (Luk 13:3.5). Kemalangan menjadi tanda kedatangan
Allah yang maharahim. Pewartaan Kerajaan adalah pewartaan kerahiman Allah dan
karena itu merupakan warta pengharapan. Kerajaan Allah berarti turun tangan
Allah untuk menyelamatkan, untuk membebaskan dunia secara total dari kuasa
kejahatan (lih. Luk 10:18). Maka sabda Yesus tertuju kepada orang yang menderita
(lih. ”Sabda bahagia”: Luk 6:20-23 dsj.). Pewartaan Yesus bukan janji-janji
lagi. Dan dalam diri Yesus, Kerajaan Allah telah datang, “Pada hari ini
genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya” (Baca Luk 4:14-32). Singkatnya, Kerajaan
Allah adalah ketika Allah meraja melalui sabda dan tindakan Yesus dan akan
mencapai kepenuhanNya pada akhir zaman.
Pewartaan
Yesus mengenai Kerajaan Allah ditujukan kepada pertobatan manusia dan
kepercayaan kepada Injil.
Ia memanggil orang supaya siap siaga menerima Kerajaan Allah bila datang. Dalam
hubungan ini mengesanlah betapa ditekankan oleh Yesus sifat “rahmat” Kerajaan:
“Bapa memberikan Kerajaan” (Luk 12:32; juga 22:29). Oleh karena itu orang harus
menerima Kerajaan “seperti kanak-kanak” (Mrk 10:14 dsj.; lih. juga Luk 6:20
dsj.). Tawaran rahmat itu sekaligus merupakan tuntutan mutlak: “Kamu tidak
dapat sekaligus mengabdi kepada Allah dan kepada mamon (uang)” (Mat 6:24).
Kerajaan Allah adalah panggilan dan tawaran rahmat Allah, dan manusia harus
menerimanya dengan sikap iman yang dinyatakan dalam perbuatan yang baik, sebab
Kerajaan Allah, kendatipun berarti Allah dalam kerahiman-Nya, juga merupakan
kenyataan bagi manusia. Kerajaan Allah harus diwujudnyatakan dalam kehidupan
manusia. Pengharapan akan Kerajaan tidak tertuju kepada suatu peristiwa yang
akan terjadi dalam masa yang akan datang, melainkan diarahkan kepada Allah
sendiri dan menjadi kenyataan dalam penyerahan itu sendiri, kalau manusia boleh
bertemu dengan Allah.
Kesimpulannya, Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus meliputi :
• Kedatangan
Allah sebagai Raja Penyelamat dinyatakan akan terjadi dengan segera.
• Pewartaan
Kerajaan Allah adalah pewartaan Kerahiman Allah dan karena itu merupakan warta
pengharapan.
• Pewartaan
Yesus mengenai Kerajaan Allah ditujukan kepada pertobatan manusia,
supaya tiap orang siap siaga menerima Kerajaan Allah bila datang.
• Kerajaan
Allah adalah panggilan dan tawaran rahmat Allah, dan manusia harus menerimanya
dengan sikap iman yang dinyatakan dalam perbuatan yang baik.
USAHA
MEWUJUDKAN KERAJAAN ALLAH
MAKNA
KEBANGKITAN YESUS
UNSUR-UNSUR
PENAMPAKAN YESUS
LAMBANG-LAMBANG
ROH KUDUS
Dalam
Kitab Suci, ada 8 simbol yang menandakan turunnya Roh Kudus, yaitu :
1. Air :
Dalam upacara Pembaptisan, air adalah lambang tindakan Roh Kudus, karena
sesudah menyerukan Roh Kudus, air menjadi tanda sakramental yang berdaya guna
bagi kelahiran kembali. Seperti pada kelahiran kita yang pertama, kita tumbuh
dalam air ketuban, maka air Pembaptisan adalah tanda bahwa kelahiran kita untuk
kehidupan ilahi, dianugerahkan kepada kita dalam Roh Kudus. Jadi Roh dalam
pribadi-Nya adalah air yang menghidupkan, yang mengalir dari Kristus yang
disalibkan dan yang memberi kita kehidupan abadi (1 Kor 12:13).
2. Urapan :
Salah satu lambang Roh Kudus adalah juga urapan dengan minyak, malahan sampai
[urapan minyak] menjadi sinonim dengan [Roh Kudus]. Dalam inisiasi Kristen,
urapan adalah tanda sakramental dalam Sakramen Penguatan,. Tetapi
untuk mengerti sepenuhnya bobot nilai dari lambang ini, orang harus kembali ke
urapan pertama, yang Roh Kudus kerjakan, yaitu Urapan Yesus. “Khristos”
(terjemahan dari kata bahasa Ibrani “Mesias”) berarti “yang diurapi dengan Roh
Allah”. Dalam Perjanjian Lama sudah ada orang yang “diurapi” Tuhan; terutama
Daud adalah seorang yang diurapi. Tetapi Yesus secara khusus adalah Dia yang
diurapi Allah: kodrat manusiawi yang Putera terima, diurapi sepenuhnya oleh Roh
Kudus. Oleh Roh Kudus, Yesus menjadi “Kristus”. Perawan Maria mengandung Yesus
dengan perantaraan Roh Kudus, yang mengumumkan-Nya melalui malaikat pada
kelahiran-Nya sebagai Kristus, dan yang membawa Simeon ke dalam kenisah, supaya
ia dapat melihat Dia yang diurapi Tuhan. Roh Kudus-lah yang memenuhi Kristus,
dan kekuatan-Nya keluar dari Kristus, waktu Ia melakukan penyembuhan dan
karya-karya keselamatan. Pada akhirnya Ia jualah yang membangkitkan Yesus dari
antara orang mati. Dalam kodrat manusiawi-Nya, yang adalah pemenang atas
kematian, setelah sepenuhnya dan seutuhnya menjadi “Kristus”, Yesus memberikan
Roh Kudus secara berlimpah ruah, sampai “orang-orang kudus” dalam persatuan-Nya
dengan kodrat manusiawi Putera Allah menjadi “manusia sempurna” dan
“menampilkan Kristus dalam kepenuhan-Nya” (Ef 4:13).
3. Api :
Sementara air melambangkan kelahiran dan kesuburan kehidupan yang dianugerahkan
dalam Roh Kudus, api melambangkan daya transformasi perbuatan Roh Kudus. Nabi
Elia, yang “tampil bagaikan api dan perkataannya bagaikan obor yang menyala”
(Sir 48:1), dengan perantaraan doanya menarik api turun atas kurban di Gunung
Karmel — lambang api Roh Kudus yang mengubah apa yang Ia sentuh. Yohanes
Pembaptis, yang mendahului Tuhan “dalam roh dan kuasa Elia” (Luk 1:17)
mengumumkan Kristus sebagai Dia, yang “akan membaptis dengan Roh Kudus dan
dengan api” (Luk 3:16). Mengenai Roh ini Yesus berkata: “Aku datang untuk
melemparkan api ke bumi dan betapa Aku harapkan, api itu telah menyala” (Luk
12:49). Dalam “lidah-lidah seperti api” Roh Kudus turun atas para rasul
pada pagi hari Pentakosta dan memenuhi mereka (Kis 2:3-4).
4. Awan dan Sinar
: Kedua lambang ini selalu berkaitan satu sama lain, ketika Roh Kudus
menampakkan Diri. Sejak masa teofani Perjanjian Lama, awan — baik yang gelap
maupun yang cerah — menyatakan Allah yang hidup dan menyelamatkan, dengan
menyelubungi kemuliaan-Nya yang adikodrati. Demikian juga dengan Musa di Gunung
Sinai, dalam kemah wahyu dan selama perjalanan di padang gurun; pada Salomo
waktu pemberkatan kenisah. Semua gambaran ini telah dipenuhi dalam Roh Kudus
oleh Kristus. Roh turun atas Perawan Maria dan “menaunginya”, supaya ia
mengandung dan melahirkan Yesus (Luk 1:35). Di atas gunung transfigurasi, [Roh
Kudus] datang dalam awan “yang menaungi” Yesus, Musa, Elia, Petrus, Yakobus,
dan Yohanes, dan “satu suara kedengaran dari dalam awan: Inilah Anak-Ku yang
Kupilih dengarkanlah Dia” (Luk 9:34-35). “Awan” yang sama itu akhirnya
menyembunyikan Yesus pada hari Kenaikan-Nya ke surga dari pandangan para murid
(Kis 1:9); pada hari kedatangan-Nya awan itu akan menyatakan Dia sebagai Putera
Allah dalam segala kemuliaan-Nya.
5. Meterai :
Meterai adalah sebuah lambang yang erat berkaitan dengan pengurapan. Kristus
telah disahkan oleh “Bapa dengan meterai-Nya” (Yoh 6:27) dan di dalam Dia, Bapa
juga memeteraikan tanda milik-Nya atas kita. Karena gambaran meterai (bahasa
Yunani “sphragis”) menandakan akibat pengurapan Roh Kudus yang tidak
terhapuskan dalam penerimaan Sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan Tahbisan
(Imamat), maka ia dipakai dalam berbagai tradisi teologis untuk mengungkapkan
“karakter” yang tidak terhapuskan, tanda yang ditanamkan oleh ketiga Sakramen
yang tidak dapat diulangi itu.
6. Tangan :
Yesus menyembuhkan orang sakit dan memberkati anak-anak kecil, dengan
meletakkan tangan ke atas mereka. Atas Nama-Nya para Rasul melakukan hal yang
sama. Melalui peletakan tangan para rasul, Roh Kudus diberikan. Surat kepada
umat Ibrani memasukkan peletakan tangan dalam “unsur-unsur pokok” ajarannya.
Dalam epiklese sakramentalnya, Gereja mempertahankan tanda pencurahan Roh Kudus
ini yang mampu mengerjakan segala sesuatu.
7. Jari :
“Dengan jari Allah” Yesus mengusir setan (Luk 11:20). Sementara perintah Allah
ditulis dengan “jari Allah” atas loh-loh batu (Kel 31:18); “surat Kristus” yang
ditulis oleh para rasul, “ditulis dengan Roh Allah yang hidup, bukan pada
loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging yaitu di dalam hati manusia” (2 Kor
3:3). Madah “Veni Creator Spiritus” berseru kepada Roh Kudus sebagai “jari
tangan kanan Bapa” (digitus Paternae dexterae).
8. Merpati :
Pada akhir air bah (yang adalah lambang pembaptisan), merpati — yang
diterbangkan oleh Nuh dari dalam bahtera — kembali dengan sehelai daun zaitun
segar di paruhnya sebagai tanda bahwa bumi sudah dapat didiami lagi. Waktu
Kristus naik dari air Pembaptisan-Nya, Roh Kudus — dalam rupa merpati — turun
atas-Nya dan berhenti di atas-Nya. Roh turun ke dalam hati mereka yang sudah
dimurnikan oleh Pembaptisan dan tinggal di dalamnya. Di beberapa gereja,
Ekaristi Suci disimpan di dalam satu bejana logam yang berbentuk merpati
(columbarium) dan digantung di atas altar. Merpati dalam ikonografi Kristen
sejak dahulu adalah lambang Roh Kudus.
PERAN
ROH KUDUS BAGI GEREJA MASA KINI
CITA-CITA
Cita-cita
adalah bentuk transendensi diri yang hendak diraih dan diwujudkan sedangkan
karir adalah tindakan konkret dan perwujudan diri yang dicita-citakan dalam
posisi sosial masyarakat. Maka cita-cita sebaiknya disesuaikan dengan bakat,
minat, dan keterampilan.
Sebagai
orang beriman kristiani yang sungguh-sungguh ingin semakin memahami, menerima,
bangga, dan percaya diri, Yesus adalah teladan yang paling utama dan pertama.
Dari semula Ia menyadari diri sebagai manusia yang berbeda dengan yang lainnya.
Dari cara berpikir, bersikap dan bertindak, Ia tidak ragu menunjukkan diri
sebagai pribadi yang tidak sama dengan yang lainnya. Sebagai seorang pribadi
kita harus menyadari, mengerti dan menerima diri apa adanya. Dengan demikian
kitapun akan dapat semakin mengembangkan diri dan melakukan
sesuatu dengan kesadaran diri (self-consciousness), penerimaan diri
(self-acceptance), kepercayaan diri (self-confidence) dan perasaan aman diri
(self-assurance) yang tinggi. Dengan dasar itu kita dapat mengisi hidup, meraih
cita-cita dan melaksanakan panggilan Allah.
Dalam
Mat 19:16-26 nampak bahwa setiap orang tentu memiliki cita-cita. Dalam
cita-cita seseorang tersirat keinginannya untuk mengembangkan dan
menyempurnakan dirinya. Yesus mengatakan bahwa untuk mewujudkan cita-cita
dalam rangka meraih kesempurnaan seseorang haruslah tidak terikat pada harta
duniawi, melainkan dengan rela hati mengikuti Yesus.
CIRI
GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH
Istilah
Umat Allah sebenarnya merupakan istilah yang sudah sangat tua. Istilah itu
sudah dipakai sejak dalam Perjanjian Lama (terdapat dalam Kitab Suci Perjanjian
Lama, misalnya dalam Kel. 6: 6; 33: 13; Yeh. 36: 28; Ul. 7: 6, 26: 15). Istilah
tersebut kemudian dihidupkan lagi oleh Konsili Vatikan II sebagai paham yang
baru. Paham Gereja sebagai umat Allah dianggap sebagai paham yang cocok atau
relevan dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Paham ini dinilai memiliki
nilai historis dengan umat Allah Perjanjian Lama karena Gereja menganggap diri
sebagai Israel Baru, kelanjutan dari Israel yang lama.
Bertitik
tolak dari Umat Allah dalam Perjanjian Lama, maka pengertian Umat Allah dalam
paham Gereja sekarang ini juga mempunyai hakekat / ciri khas sebagai berikut:
·
Umat Allah merupakan suatu pilihan dan panggilan dari Allah sendiri. Umat
Allah adalah bangsa terpanggil, bangsa terpilih.
·
Umat Allah dipanggil dan dipilih Allah untuk misi tertentu, yaitu
menyelamatkan dunia.
·
Hubungan antara Allah dengan umat-Nya dimeteraikan oleh suatu perjanjian.
Umat harus menaati perintah-perintah Allah dan Allah akan selalu menepati
janji-janjiNya
·
Umat Allah selalu dalam perjalanan, melewati padang pasir, menuju Tanah
Terjanji.
Gereja
sebagai umat Allah merupakan persaudaraan/paguyuban keluarga dari orang-orang
yang dipanggil oleh Sabda Allah, dikumpulkan bersama-sama menjadi Tubuh Kristus
dan hidup dari Tubuh Kristus. Sebagai umat Allah, semua anggota Gereja
mempunyai martabat yang sama, tetapi berbeda di dalam fungsi. Jadi Gereja
sebagai umat Allah adalah paguyuban, relasi bersaudara, ikatan kesatuan Bapa,
Putra, Roh Kudus, satu iman, satu kasih, satu pengharapan yang sama derajatnya.
KONSEKUENSI
GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH
Pandangan
Gereja sebagai Umat Allah membawa konsekuensi bagi Gereja itu sendiri, yaitu:
A.
Konsekuensi bagi pimpinan Gereja (hierarki)
·
Menyadari fungsi pimpinan sebagai fungsi pelayanan, pimpinan bukan di
atas umat, tetapi di tengah umat
·
Harus peka untuk melihat dan mendengar kharisma dan karunia-karunia yang
tumbuh di kalangan umat.
B.
Konsekuensi bagi setiap anggota umat
·
Menyadari dan menghayati persatuannya dengan umat lain. Orang tidak dapat
menghayati kehidupan imannya secara individu saja.
·
Aktif dalam kehidupan mengumat, menggunakan segala kharisma, karunia, dan
fungsi yang dipercayakan kepadanya untuk kepentingan misi Gereja di tengah
masyarakat. Semua bertanggungjawab dalam hidup dan misi Gereja.
C.
Konsekuensi bagi hubungan awam dan hierarki
Kaum awam bukan lagi menjadi pelengkap penyerta, melainkan
partner hierarki. Awam dan hierarki memiliki martabat yang sama meskipun
menjalankan fungsi yang berbeda-beda.
CARA
HIDUP JEMAAT PERDANA (Kis 4:32-37)
“Adapun
kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak
seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya
sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. Dan dengan
kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus
dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah. Sebab tidak
ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang
mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu
mereka bawa dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan
kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya. Demikian pula dengan Yusuf,
yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi
dari Siprus. Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan
meletakkannya di depan kaki rasul-rasul.”
Ada
dua hal yang dapat kita amati dari teks tersebut, yaitu bahwa jemaat perdana
sungguh :
Ø mengungkapkan kebersamaan. Dalam perikop tersebut
terlihat bahwa semua anggota jemaat dicukupi kebutuhannya dan tidak seorang pun
menyimpan kekayaan bagi dirinya sendiri sementara yang lain berkekurangan.
Ø memiliki semangat kepekaan terhadap situasi sosial
ekonomi sesama saudara dan persekutuan umat.
Cara hidup Jemaat Perdana pada perikop tersebut tidak dapat
kita tiru secara harafiah sebab situasi sosial-ekonomi kita sudah sangat
berbeda. Akan tetapi semangat dasarnya dapat kita tiru, yaitu kepekaan terhadap
situasi sosial-ekonomi sesama saudara dalam persekutuan umat, bahkan juga
terhadap orang lain, misalnya dengan mengadakan bakti sosial terhadap korban
bencana.
PERAN
DAN FUNGSI HIRARKI
Kata
hierarki berasal dari bahasa Yunani “hierarchy” yang berarti jabatan (hieros)
suci (archos). Itu berarti bahwa yang termasuk dalam hierarki adalah mereka
yang mempunyai jabatan karena mendapat penyucian melalui tahbisan. Maka
mereka sering disebut sebagai kuasa tahbisan. Dan orang yang termasuk
hieraki disebut sebagai para tertahbis. Namun, pada umumnya hierarki
diartikan sebagai tata susunan. Hieraki sebagai pejabat umat beriman kristiani
dipanggil untuk menghadirkan Kristus yang tidak kelihatan sebagai tubuh-Nya,
yaitu Gereja. Dalam tingkatan hieraki tertahbis (hierarchia ordinis), Gereja
terdiri dari Uskup, Imam, dan Diakon (KHK 330-572). Menurut tata susunan
yurisdiksi (hierarchia yurisdictionis), yurisdiksi ada pada Paus dan para Uskup
yang disebut kolegialitas. Kekhasan hierarki terletak pada hubungan khusus
mereka dengan Kristus sebagai gembala umat.
Fungsi
Khusus Hierarki
Seluruh
umat Allah mengambil bagian di dalam tugas Kristus sebagai nabi (mengajar),
Imam (menguduskan), dan Raja (menggembalakan). Pada kenyataannya umat tidak
seragam, maka Gereja mengenal pembagian tugas tiap komponen umat (hierarki,
biarawan/biarawati, dan Awam). Menjalankan tugas dengan cara yang berbeda.
Berdasarkan keterangan yang telah diungkapkan di atas, fungsi khusus hierarki
adalah:
- Menjalankan tugas Gerejani, yakni tugas-tugas yang langsung dan eksplistis menyangkut kehidupan beriman Gereja, seperti: pelayanan sakramen-sakramen, mengajar, dan sebagainya.
- Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hierarki mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat, dan teladan.
Sehubungan
dengan fungsi tersebut, kita perlu memahami pula tiga point penting yang
menjadi corak dalam kepemimpinan Gereja, yaitu:
- Kepemimpinan merupakan suatu panggilan khusus, dimana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan.
- Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni murninya.
- Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapus oleh manusia.
KAUM
AWAM DAN PERANANNYA
Berdasarkan LG art. 31, kaum
awam diartikan sebagai semua orang beriman Kristiani yang tidak termasuk golongan
yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui dalam Gereja.
Pengertian tersebut merupakan definisi tipologis kaum awam.
Definisi awam dalam
praktek dan dalam dokumen – dokumen resmi Gereja dapat dibedakan menjadi:
- Secara teologis, awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan.
Artinya, awam adalah semua orang beriman dan biarawan/wati yang tidak
ditahbiskan (bdk. LG 43).
- Secara tipologis, awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan biarawan (KHK kan. 204 § 1, bdk. LG 31).
Peranan kaum awam tugas
kerasulan memiliki 2 (dua) dimensi yang berbeda, yakni kerasulan internal dan
kerasulan eksternal.
- Kerasulan internal atau kerasulan “di dalam Gereja“ adalah kerasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hierarki,walaupun awam dituntut pula untuk mengambil bagian di dalamnya, misalnya dengan menjadi prodiakon, lektor, misdinar, dirigen umat, dan lain-lain.
- Kerasulan eksternal atau kerasulan “tata dunia” yang memang lebih diperani oleh para awam. “Tata dunia” adalah medan bakti khas kaum Awam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul dalam bidang-bidang ipoleksosbudhamkamnas hendaknya menjadi medan bakti mereka.
Kerasulan internal kaum
awam nampak dalam partisipasi mereka dalam tri-tugas Gereja yaitu:
- Dalam tugas nabiah, pewartaan sabda (kerygma), menjadi saksi (martyria) awam dapat :
·
mengajar agama sebagai katekis atau guru agama
·
memimpin pendalaman kitab suci atau pendalaman iman ,dsb
- Dalam tugas imamiah, menguduskan (liturgia), membangun persekutuan (koinonia) seorang awam dapat:
·
memimpin doa dalam pertemuan-pertemuan umat
·
memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah
·
membagi komuni sebagai prodiakon
·
menjadi pelayan altar, dsb
- Dalam tugas Gerejawi, memimpin, atau melayani (diakonia) seorang awam dapat:
·
menjadi anggota dewan paroki
·
menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dsb.
HUBUNGAN
AWAM DAN HIRARKI
Hubungan antara awam dan hirarki dapat dijelaskan
berdasarkan konteks:
i.
Gereja adalah Umat Allah. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa semua
anggota Umat Allah (hierarki, biarawan/biarawati, dan awam) memiliki
martabat yang sama dan yang berbeda hanyalah fungsinya, sehingga dapat menjamin
hubungan yang wajar antara semua komponen Gereja.
ii.
Setiap komponen Gereja memiliki fungsi yang khas. Artinya
masing- masing komponen Gereja itu memiliki fungsinya sendiri. Misalnya,
hierarki bertugas memimpin/melayani dan mempersatukan seluruh Umat Allah.
Biarawan/biarawati bertugas mengarahkan umat Allah kepada dunia yang akan
datang (eskatologis). Para awam bertugas merasul dalam tata dunia dan di
bidang ipoleksosbudhankamnas.
iii.
Kerjasama dari tiap komponen Gereja. Walaupun tiap komponen Gereja
memiliki fungsinya masing-masing, namun untuk bidang-bidang dan kegiatan
tertentu, terlebih dalam kerasulan internal Gereja yaitu membangun hidup
meng-Gereja, masih dibutuhkan partisipasi dan kerjasama dari semua komponen.
Dalam hal ini hirarki perlu melibatkan awam dalam kehidupan menggereja (bdk. LG
art. 37).
SIFAT-SIFAT
GEREJA
Pada
pokok bahasan ini, kita akan membahas sifat-sifat Gereja yang tentunya
mempunyai kaitan dengan makna dan hakikat Gereja itu sendiri. Syahadat iman
Gereja Katolik dirumuskan dalam doa Credo (credere = percaya). Ada dua rumusan
Credo yaitu rumusan pendek dan rumusan panjang. Syahadat rumusan pendek
disebut Syahadat Para Rasul karena menurut tradisi syahadat ini disusun oleh
para rasul. Syahadat yang panjang disebut Syahadat Nikea yang disahkan dalam
Konsili Nikea (325) yang menekankan keilahian Yesus. Di kemudian hari lazim
disebut sebagai Syadat Nikea-Konstantinopel karena berhubungan dengan Konsili
Konstantinopel I (381). Pada Konsili ini ditekankan keilahian Roh Kudus yang
harus disembah dan dimuliakan bersama Bapa dan Putera. Syahadat inilah yang
lebih banyak digunakan dalam liturgi-liturgi Gereja Katolik. Di dalam rumusan
syahadat panjang itu pada bagian akhir dinyatakan keempat sifat atau ciri
Gereja Katolik : satu, kudus, katolik dan apostolik.
1.
Sifat Gereja yang Satu
Gereja yang satu adalah Gereja yang tampak sebagai
perwujudan kehendak tunggal Yesus Kristus untuk dalam Roh tetap hadir kini di
tengah manusia untuk menyelamatkan.
Kesatuan Gereja itu nampak dalam :
a. Kesatuan iman
para anggotanya (Ef 4:3-6)
b. Kesatuan dalam
pimpinannya, yaitu hirarki.
c. Kesatuan
dalam kebaktian dan hidup sakramental
Usaha-usaha yang dapat kita galakkan untuk memperkuat
kesatuan ke dalam adalah :
a. Aktif berpatisipasi dalam kehidupan
ber-Gereja.
b. Setia dan taat kepada persekutuan umat,
termasuk hierarki, dsb.
Usaha-usaha yang dapat kita galakkan untuk menguatkan
persatuan antar-Gereja adalah:
a. Lebih bersifat jujur dan terbuka satu sama
lain. Lebih melihat kesamaan daripada perbedaan.
b. Mengadakan berbagai kegiatan sosial dan
peribadatan bersama, dsb.
2.
Sifat Gereja yang Kudus
Gereja yang kudus berarti Gereja menjadi perwujudan kehendak
yang Mahakudus untuk sekarang juga mau bersatu dengan manusia dan mempersatukan
manusia dalam kekudusannya.
“Di dalam dunia ini, Gereja sudah ditandai oleh kesucian
yang sesungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG art. 48). Letak
ketidaksempurnaannya adalah menyangkut pelaksanaan insani, sama seperti
kesatuannya. Dengan demikian, meskipun di dunia ini, Gereja tidaklah sempurna
namun Gereja sudah ditandai oleh kesucian.
Kekudusan Gereja nampak pada:
a. Sumber darimana Gereja berasal adalah kudus,
yaitu Allah Bapa melalui Putera dan dalam Roh Kudus.
b. Tujuan dan arah Gereja adalah kudus, yakni
Kemuliaan Allah dan penyelamatan umat manusia.
c. Jiwa Gereja adalah kudus, yakni Roh Kudus
sendiri.
d. Unsur-unsur ilahi yang otentik yang berada di dalam
Gereja adalah kudus.
e. Anggotanya adalah kudus karena ditandai oleh
Kristus melalui pembaptisan dan diserahkan kepada Kristus serta dipersatukan
melalui iman, harapan dan cinta yang kudus. Kita semua dipanggil untuk
kekudusan.
Usaha-usaha yang dapat kita lakukan untuk memperjuangkan
kekudusan Gereja adalah:
a. Saling memberi
kesaksian untuk hidup sebagai putra – putri Allah
b. Memperkenalkan
anggota – anggota Gereja yang sudah hidup secara heroik untuk mencapai
kekudusan
c. Merenungkan
dan mendalami Kitab Suci, khususnya ajaran dan hidup Yesus yang merupakan
pedoman dan arah hidup kita, dsb.
3.
Sifat Gereja yang Katolik
Katolik dari kata Latin, catholicus yang berarti universal,
menyeluruh, atau umum. Nama yang sudah dipakai sejak awal abad ke II M, pada
masa St. Ignatius dari Antiokia menjadi Uskup.
Gereja yang Katolik adalah Gereja dapat hidup di tengah
segala bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa dan terarah pada
seluruh dunia. Selain itu, Gereja terbuka terhadap semua kemampuan, kekayaan,
dan adat-istiadat yang baik dan luhur tanpa kehilangan jati dirinya, bahkan
dapat menjiwai seluruh dunia. Singkatnya, Gereja bersifat katolik berarti
terbuka bagi dunia, tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan
tertentu, waktu atau golongan masyarakat tertentu. Kekatolikan Gereja nampak
dalam rahmat dan keselamatan yang ditawarkannya serta iman dan ajaran Gereja
yang bersifat umum, dapat diterima dan dihayati oleh siapapun juga.
Mewujudkan kekatolikan Gereja dapat dilakukan dengan cara:
Ø Sikap terbuka dan menghormati kebudayaan,
adat-istiadat, bahkan agama dan bangsa manapun.
Ø Bekerja sama dengan pihak mana pun yang
berkehendak baik untuk mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini.
Ø Selalu berusaha untuk memprakarsai dan
memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk umat manusia.
Ø Untuk setiap orang kristiani diharapkan
memiliki jiwa besar dan keterlibatan penuh dalam kehidupan bermasyarakat.
4.
Sifat Gereja yang Apostolik
Apostolik berasal dari kata “apostolos” (bhs. Yunani) yang
berarti utusan, suruhan, wakil resmi yang diserahi misi tertentu. Istilah ini
juga kemudian dipakai untuk menyebut para rasul Yesus. Maka, Gereja yang
apostolik berarti Gereja yang berasal dari para rasul dan tetap berpegang teguh
pada kesaksian iman mereka. Hubungan antara Gereja dan para rasul tersebut
nampak dalam:
Ø Legitimasi fungsi dan kuasa hirarki dari para
rasul.
Ø Ajaran-ajaran Gereja diturunkan dan berasal
dari kesaksian para rasul.
Ø Ibadat dan struktur Gereja pada dasarnya
berasal dari para rasul.
Usaha-usaha mewujudkan Keapostolikan Gereja adalah :
Ø Setia mempelajari Injil sebagai iman
Gereja para rasul
Ø Menafsirkan dan mengevaluasi situasi
konkret kita dengan iman Gereja para rasul
Ø Setia dan loyal kepada hierarki sebagai
pengganti para rasul
TEMA
POKOK ASG
Ajaran Sosial Gereja (ASG) adalah :
·
ajaran Gereja mengenai hak dan kewajiban berbagai anggota masyarakat
dalam hubungannya dengan kebaikan bersama, baik dalam lingkup nasional maupun
internasional.
·
bentuk keprihatinan gereja terhadap dunia umat manusia dalam wujud
dokumen yang perlu disosialisasikan.
Ada 17 dokumen yang memuat ASG atau
berkaitan erat dengan ASG, yaitu:
- Rerum Novarum (RN)
- Quadragessimo Anno (QA)
- Mater et Magistra (MM)
- Pacem in Terris)
- Gaudium et Spes (GS)
- Popularum Progressio (PP)
- Octogesima Adveniens (OA)
- Justicia in Mundo
- Evangelii Nuntiandi (EN)
- Redemptor Hominis (RH)
- Dives in Misericordia
- Laborem Exercens (LE)
- Sollicitudo Rei Socialis (SRS)
- Centesimus Annus (CA)
- Novo Millenio Ineunte
- Caritas in Veritate
- Laudato Si'
Peninjauan sistematis terhadap ASG
mengungkapkan prinsip-prinsip dasar, yaitu:
1.
Martabat Manusia
Prinsip ini dasarnya adalah misi Kristus sendiri, yakni
keselamatan seluruh umat manusia. Martabat manusia sebagai citra Allah harus
dipulihkan, dan dicerahkan kembali. Titik pusat perhatian Gereja membangun
manusia, bukan materi.
2.
Berpihak pada kaum Miskin
Pilihan Gereja ini berdasar Visi Yesus sendiri yang
berpihak pada kaum miskin (Luk 4:18-19).
3.
Solidaritas.
Melalui prinsip ini hendak dinyatakan bahwa keperpihakan
Gereja terhadap kaum miskin dan tertindas, bukan sekedar berbelas kasih, namun
suatu ketetapan hati yang mantap dan tekun untuk berkomitmen terhadap
kesejahteraan umum, pada kebaikan semua orang dan setiap individu.
4.
Subsidiaritas
Prinsip ini dalam usaha menyejahterakan kaum miskin dan
tertindas, menuntut partisipasi dari yang diperjuangkan, mereka harus menentukan
sendiri, atau mengambil keputusan sendiri dalam perjuangan menyangkut dirinya.
5.
Kesejahteraan umum
Prinsip ini mengajarkan bahwa setiap orang bertanggungjawab
terhadap kesejahteraan orang lain. Tanggungjawab itu mewajibkan bagi setiap
orang untuk mengambil bagian dalam menyejahterakan setiap individu, kelompok
dalam masyarakat.
Secara garis
besar, seluruh ASG menunjuk pada masalah-masalah pokok keadilan yang kita
hadapi dewasa ini, yaitu:
Ø Supaya kerja dihargai
dan agar semua orang dapat memperoleh nafkah yang wajar.
Ø Supaya hidup masyarakat
dan negara ditata secara demokratis
Ø Supaya kesenjangan yang
ekstrim antara kaya dan miskin dapat dapat diatasi.
Ø Supaya penindasan
diakhiri dan pembebasan dimajukan.
MASALAH-MASALAH
POKOK BANGSA INDONESIA YANG MEMBUTUHKAN PERHATIAN GEREJA
SAKRAMEN
PERKAWINAN
Mari kita menyimak dokumen berikut :
Kitab Hukum Kanonik kan.1055
§1 : Perjanjian
(foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan
membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang
menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum)
serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh
Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen.
Kitab Hukum Kanonik kan.1056: Ciri-ciri hakiki (proprietates)
perkawinan ialah unitas (kesatuan) dan indissolubilitas (sifat
tak-dapat-diputuskan), yang dalam perkawinan kristiani memperoleh kekukuhan
khusus atas dasar sakramen.
Dari
dokumen tersebut terlihat bahwa :
Perkawinan
Katolik menurut KHK kan.1055 §1 adalah perjanjian (foedus) antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk kebersamaan hidup. Definisi ini
menunjuk pada dasar utama perkawinan yang merupakan sebuah sakramen.
Catatan:
Latar belakang definisi ini adalah dokumen Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes
art. 48). GS dan KHK tidak lagi mengartikan perkawinan sebagai kontrak
melainkan sebuah perjanjian antara seorang pria dan seorang wanita.
Perkawinan
mempunyai tiga tujuan yaitu: 1)kesejahteraan suami-isteri, 2)kelahiran anak,
dan 3)pendidikan anak. Setiap kali kita merenungkan dalamnya arti
Perkawinan sebagai gambaran kasih Allah sendiri, kita perlu bersyukur dan
tertunduk kagum. Begitu dalamnya kasih Allah pada kita manusia, betapa tak
terukurnya rencanaNya bagi kita. Melalui Perkawinan manusia dibawa untuk
memahami misteri kasih-Nya, dan mengambil bagian di dalam misteri itu. Di dalam
Perkawinan orang beriman belajar dari Kristus, untuk memberikan diri kita
(self-giving) kepada orang lain, yaitu kepada pasangan kita dan anak-anak yang
dipercayakan kepada kita. Dengan demikian, kita menemukan arti hidup kita, dan
tak dapat dipungkiri, inilah yang disebut ‘kebahagiaan’, dan dalam ikatan kasih
yang tulus dan total ini, masing-masing anggota keluarga menguduskan satu sama
lain.
Jadi
secara garis besar, sakramen perkawinan mempunyai tujuan untuk mempersatukan
suami istri, menjadikan suami istri dapat mengambil bagian dalam karya
penciptaan Allah, dan akhirnya dengan sakramen perkawinan ini suami dan istri
dapat saling menguduskan, sampai kepada tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu
kebahagiaan sejati dalam Kerajaan Surga.
Sifat
Perkawinan Katolik itu pada dasarnya berciri satu pria dengan satu wanita dan
tak terceraikan. Kita menyebutnya sifat monogam dan Indissolubile. Monogam berarti satu suami dengan satu istri,
sedang indissolubile berarti, setelah terjadi perkawinan antara orang-orang
yang dibaptis (ratum) secara sah dan disempurnakan dengan persetubuhan
(consummatum), maka perkawinan menjadi tak terceraikan, kecuali oleh kematian
(bdk. KHK kan. 1141).
Dengan
memiliki ciri-ciri yang demikian, perkawinan merupakan ‘sakramen’, yaitu (1)tanda
cinta Allah kepada manusia dan (2)tanda cinta Kristus kepada
GerejaNya sebagai mempelaiNya. Sakramen adalah tanda kehadiran Allah
yang menyelamatkan manusia. Dalam perkawinan Katolik (3)kehadiran Allah yang mencintai dan menyelamatkan dialami melalui pasangannya. Dengan
kata lain, sesungguhnya Allah menggabungkan kasih suami istri dengan
kasihNya sendiri kepada umat manusia melalui Kristus. Oleh karena
sifatnya yang sakramental itulah, suami adalah tanda rahmat kehadiran Tuhan
bagi istrinya, dan istri adalah tanda rahmat kehadiran Tuhan bagi suaminya.
HAK
ASASI MANUSIA
Ensiklik
Yohanes XXIII Mater et Magistra (15 Mei 1961) dan terutama Pacem in
Terris (11 April 1963) untuk pertama kali merumuskan hak-hak asasi.
Kemudian Konsili Vatikan II (1962-1965) berulang kali berbicara mengenai
hak-hak asasi manusia, terutama di dalam konstitusi. Gaudium et Spes dan
deklarasi Dignitatis Humanae (mengenai kebebasan beragama). Paulus VI
dalam ensikliknya Populorum Progressio (26 Maret 1967) meneruskan
pandangan Paus Yohanes. Pada 10 Desember 1974 panitia kepausan “Justitia et
Pax” menerbitkan sebuah kertas-kerja “Gereja dan Hak-hak Asasi Manusia”
sebagai pedoman untuk komisi-komisi nasional. Komisi Teologis Internasional
juga mengeluarkan sejumlah “Tesis mengenai Martabat serta Hak-hak Pribadi
Manusia” (6 Oktober 1984). Ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Sollicitudo Rei
Socialis, menjelaskan usaha perkembangan pertama-tama sebagai penegakan
hak-hak asasi, dan Centesimus Annus menyebutnya sebagai dasar demokrasi.
Ajaran
Sosial Gereja menegaskan : Karena semua manusia mempunyai jiwa berbudi dan
diciptakan menurut citra Allah, karena mempunyai kodrat dan asal yang sama,
serta karena penebusan Kristus, mempunyai panggilan dan tujuan ilahi yang sama,
serta karena penebusan Kristus, mempunyai panggilan dan tujuan ilahi yang sama,
serta karena penebusan Kristus, mempunyai panggilan dan tujuan ilahi yang sama,
maka kesamaan asasi antara sesama manusia harus senantiasa diakui (Gaudium
et Spes, artikel 29). Dari ajaran di atas tampak pandangan
Gereja tentang hak asasi manusia adalah :
1.
Hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan, ciptaan Allah.
2.
Hak yang tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan, pangkat, atau
situasi.
3.
Hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir, karena dia seorang manusia.
4.
Hak ini bersifat asasi bagi manusia, karena kalau hak ini diambil, ia
tidak dapat hidup sebagai manusia lagi.
5.
Merupakan tolok ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu gugat dan
harus ditempatkan di atas segala aturan hukum.
Dalam
dokumen tersebut, Gereja juga mendesak diatasinya dan dihapuskannya “setiap
bentuk diskriminasi, entah yang bersifat sosial atau kebudayaan, entah yang
didasarkan pada jenis kelamin, warna kulit, suku, keadaan sosial, bahasa
ataupun agama … karena berlawanan dengan maksud dan kehendak Allah” (GS 29).
Dalam
hidup sehari-hari salah satu bentuk pelaksanaannya di lingkungan sekolah adalah
memberi beasiswa kepada anak-anak miskin agar mereka dapat melanjutkan
sekolahnya.
PENYEBAB
TERJADINYA PELANGGARAN HAM
JENIS-JENIS
HAK ASASI MANUSIA
TINDAKAN-TINDAKAN
MENGHARGAI HIDUP
Dalam
Kitab Suci Perjanjian Lama, perintah Allah “Jangan membunuh!” (Kel 20:13)
berarti jangan membunuh orang lain dan jangan membunuh diri sendiri. Meskipun
demikian, dalam dunia Perjanjian Lama, hukuman mati dan pembunuhan dalam perang
diperbolehkan jika orang dengan sengaja melakukan pembunuhan dan orang yang
dibunuh itu tidak bersalah dan tidak membuat perlawanan.
Sedangkan Kitab Suci Perjanjian Baru tidak hanya
melarang pembunuhan tetapi ingin membangun sikap hormat dan kasih akan hidup.
Membunuh berarti membuang sesama dari persaudaraan manusia, entah dengan
menghilangkan nyawanya atau dengan mengkafirkan atau membencinya.
Kenyataannya, pada zaman sekarang ada beberapa gejala yang memperlihatkan bahwa
hidup manusia tidak dihargai lagi. Gejala-gejala
tidak menghormati hidup manusia muncul dalam berbagai bentuk, di antaranya:
1. Menghilangkan nyawa
manusia :
a. Pembunuhan dan
pembantaian manusia
b. Bunuh diri
c. Pengguguran
kandungan (aborsi)
d. Euthanasia
e. Hukuman Mati
f.
Pembunuhan dalam perang
2. Membahayakan hidup
manusia :
a. Penyalahgunaan
Obat-Obatan (Narkoba/NAPZA)
b. Penyebaran HIV/AIDS
melalui seks bebas dan Narkoba jenis suntik.
c. Balapan liar /
mengendarai kendaraan secara ugal-ugalan.
d. Tindakan-tindakan
yang membahayakan hidup manusia.
e. TIndakan-tindakan
yang menekan hidup manusia.
EUTHANASIA
Berbeda
dengan bunuh diri, Euthanasia melibatkan orang lain, baik yang melakukan
penghilangan nyawa atau pun yang menyediakan sarana. Euthanasia secara harafiah berarti
“kematian yang baik”. Tetapi kemudian lebih diartikan sebagai tindakan-tindakan
yang dilakukan untuk mengakhiri hidup seseorang demi membebaskan diri orang
yang akan dibunuh dari penderitaan yang amat berat.
Ada beberapa jenis euthanasia yaitu berdasarkan segi
pelakunya (compulsory euthanasia dan voluntary euthanasia) dan berdasarkan segi
caranya (euthanasia pasif dan euthanasia aktif)
·
Compulsory euthanasia (mercy killing) yakni bila orang lain memutuskan kapan
hidup seseorang akan diakhiri.
·
Voluntary euthanasia berarti orang itu sendiri yang meminta untuk mati.
Dikatakan euthanasia aktif apabila seseorang secara aktif dan terencana
mempercepat kematian orang lain atau bila secara medis orang tersebut tidak
dapat disembuhkan atau dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri. Dikatakan
euthanasia pasif apabila pengobatan yang sia-sia dihentikan atau diberi obat
penangkal sakit yang memperpendek hidupnya, atau pengobatan apa pun tak berguna
lagi.
Kitab suci menyatakan bahwa nyawa manusia tidak boleh
diremehkan. Manusia hidup karena diciptakan dan dikasihi Allah, maka hidup itu
suci. Hidup manusia yang fana ini menunjuk pada perjumpaan dengan Tuhan setelah
hidup yang fana ini dilewati. Kesatuan dengan Allah dalam perjumpaan pribadi
memberikan kepada manusia martabat yang membuat masa sekarang ini lebih
berharga dan suci. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh menghilangkan nyawanya
sendiri, misalnya dengan melakukan bunuh diri atau euthanasia.
Dalam pandangan moral Kristiani, bunuh diri dan euthanasia
itu dilarang sebab:
·
Manusia pada hakekatnya mempunyai
nilai tak terhingga karena diciptakan oleh Allah. Bahkan kasih
manusia yang terbesar masih kurang dibanding kasih Allah bagi setiap orang.
Orang yang tertekan memerlukan bantuan. Hidup manusia itu suci dan berasal dari
Allah. Itulah sebabnya kebanyakan orang Kristiani akan mengatakan bahwa bunuh
diri itu salah.
·
Bunuh diri dan euthanasia berarti membuang anugrah Allah dan menolak
kemahakuasaan Allah.
·
Bunuh diri
dan euthanasia merupakan penyangkalan terhadap Allah karena hanya Tuhan yang berhak atas nyawa seseorang
Ajaran Gereja mengenai Euthanasia:
Gereja Katolik sungguh menjunjung tinggi kehidupan,
karena kehidupan manusia diberikan dari Allah. Paus Yohanes Paulus II dalam Evangelium
Vitae, menyatakan secara definitif bahwa pembunuhan seorang manusia yang
tak bersalah selalu merupakan perbuatan imoral/ tidak bermoral. Pernyataan ini
bersifat infallible atau tidak dapat sesat. Dalam artikel 57 dari
dokumen Evangelium Vitae, dituliskan sebagai berikut:
“Jadi, dengan otoritas yang diberikan Kristus kepada Petrus
dan para penerusnya, dan di dalam persekutuan dengan para uskup Gereja Katolik,
saya menegaskan bahwa tindakan pembunuhan seorang manusia tak bersalah selalu merupakan
tindakan yang sungguh tidak bermoral. Pengajaran ini, berdasarkan hukum yang
tidak tertulis, di mana manusia dalam terang akal budi, menemukannya dalam
hatinya (lih. Rm 2:14-15), ditegaskan kembali oleh Kitab Suci, diteruskan oleh
Tradisi Gereja dan diajarkan oleh Magisterium biasa dan universal” (Konsili
Vatikan II, Konstitusi Dogmatik tentang Gereja,
Lumen Gentium, 25).
Selanjutnya Kongregasi Doktrin Iman menjelaskan lebih
lanjut, demikian:
“Keputusan sengaja untuk merampas kehidupan seorang
manusia selalu merupakan kejahatan moral dan tidak akan dapat dianggap licit
(sesuai aturan), baik sebagai tujuan ataupun sebagai cara untuk mencapai sebuah
tujuan yang baik. Nyatanya, itu adalah tindakan berat yang menyangkut
ketidaktaatan kepada hukum moral, dan sungguh kepada Tuhan sendiri, Pencipta
dan Penjamin hukum tersebut; [tindakan itu] bertentangan dengan kebajikan
mendasar tentang keadilan dan cinta kasih. Tak ada sesuatupun dan tak
seorangpun dapat dengan cara apapun mengizinkan pembunuhan seorang manusia,
apakah itu dalam bentuk janin atau embrio, seorang bayi ataupun dewasa, seorang
tua, atau seseorang yang menderita karena penyakit yang tidak dapat
disembuhkan, atau seseorang yang dalam keadaan sekarat. Selanjutnya, tak
seorangpun diizinkan untuk meminta dilakukannya tindakan pembunuhan ini, entah
bagi dirinya sendiri atau untuk orang lain yang dipercayakan kepadanya, atau
tak seorangpun dapat menyetujuinya, baik secara eksplisit ataupun implisit.
Tidak juga ada otoritas legitim apapun yang dapat merekomendasikan ataupun
mengizinkan tindakan tersebut” (diterjemahkan dari Congregation for the
Doctrine of the Faith (CDF), Declaration on Euthanasia Iura et Bona (5 May
1980), II: AAS 72 (1980), 546).
Selanjutnya, Paus Yohanes Paulus II mengatakan, “Euthanasia
dalam artinya yang sesungguhnya dimengerti sebagai sebuah tindakan atau
pengabaian yang dilakukan dengan tujuan untuk menyebabkan kematian, dengan
maksud untuk meniadakan semua penderitaan…. Sesuai dengan pengajaran
Magisterium dari para pendahulu saya, dan dalam persekutuan dengan para uskup
Gereja Katolik, saya menegaskan bahwa euthanasia adalah pelanggaran yang berat
terhadap hukum Tuhan, sebab hal tersebut merupakan pembunuhan seorang manusia
secara disengaja dan secara moral tidak dapat dibenarkan. Ajaran ini
berdasarkan hukum kodrat dan sabda Allah yang tertulis, yang diteruskan oleh
Tradisi Suci Gereja, dan diajarkan oleh Magisterium Gereja” (Evangelium
Vitae 65). Demikianlah dalam ajaran Gereja, euthanasia (secara aktif)
dilarang karena tidak sesuai dengan ajaran Gereja tidak sesuai dengan Ajaran
Gereja, melanggar Hak Asasi Manusia, tidak sesuai ajaran Kitab suci, hanya
Tuhan yang berhak atas nyawa seseorang. Tidak diperbolehkan mempercepat
kematian secara aktif dan terencana, juga jika secara medis ia tidak dapat lagi
disembuhkan dan juga kalau euthanasia dilakukan atas permintaan pasien sendiri
apalagi atas alasan iba.
MAKNA
KELUARGA
“Keluarga
adalah tempat pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan. Supaya keluarga mampu
mencapai kepenuhan hidup dan misinya, diperlukan komunikasi,
hati penuh kebaikan, kesepakatan suami- isteri,
dan kerja sama orangtua yang tekun
dalam mendidik anak- anak. Kehadiran aktif ayah sangat membantu
pembinaan mereka dan pengurusan rumah tangga oleh ibu, terutama dibutuhkan oleh
anak-anak yang masih muda, perlu dijamin, tanpa maksud supaya pengembangan
peranan sosial wanita yang sewajarnya dikesampingkan.
Melalui
pendidikan hendaknya anak-anak dibina sedemikian rupa, sehingga ketika sudah
dewasa mereka mampu dengan penuh tanggung jawab mengikuti panggilan mereka;
panggilan religius; serta memilih status hidup mereka. Maksudnya apabila kelak
mereka mengikat diri dalam pernikahan, mereka mampu membangun keluarga sendiri
dalam kondisi-kondisi moril, sosial dan ekonomi yang menguntungkan. Merupakan
kewajiban orang tua atau para pengasuh, membimbing mereka yang lebih muda dalam
membentuk keluarga dengan nasehat bijaksana, yang dapat mereka terima dengan
senang hati. Hendaknya para pendidik itu menjaga jangan sampai memaksa mereka,
langsung atau tidak langsung untuk mengikat pernikahan atau memilih orang
tertentu menjadi jodoh mereka.
Demikianlah
keluarga, lingkup berbagai
generasi bertemu dan saling membantu
untuk meraih kebijaksanaan yang lebih penuh, dan
mempadukan hak pribadi-pribadi dengan tuntutan hidup sosial lainnya, merupakan
dasar bagi masyarakat. Oleh karena itu, siapa saja yang mampu memengaruhi
persekutuan-persekutuan dan kelompok- kelompok sosial, wajib memberi sumbangan
yang efektif untuk mengembangkan perkawinan dan hidup berkeluarga.
Hendaknya
pemerintah memandang sebagai kewajibannya yang suci: untuk mengakui, membela
dan menumbuhkan jati diri perkawinan dan keluarga; melindungi tata
susila umum; dan mendukung kesejahteraan rumah tangga. Hak orangtua untuk
melahirkan keturunan dan mendidiknya dalam pangkuan keluarga juga harus
dilindungi. Hendaknya melalui perundang-undangan yang bijaksana serta pelbagai
usaha lainnya, mereka yang malang, karena tidak mengalami kehidupan
berkeluarga, dilindungi dan diringankan beban mereka dengan bantuan yang mereka
perlukan.
Hendaknya
umat kristiani, sambil menggunakan waktu yang ada dan membeda-bedakan yang
kekal dari bentuk-bentuk yang dapat berubah, dengan tekun mengembangkan
nilai-nilai perkawinan dan keluarga, baik melalui kesaksian hidup mereka
sendiri maupun melalui kerja sama dengan sesama yang berkehendak baik. Dengan
demikian mereka mencegah kesukaran-kesukaran, dan mencukupi kebutuhan-kebutuhan
keluarga serta
menyediakan keuntungan-keuntungan baginya
sesuai dengan tuntutan zaman sekarang. Untuk mencapai tujuan itu
semangat iman kristiani, suara hati moril manusia; dan kebijaksanaan serta
kemahiran mereka yang menekuni ilmu-ilmu suci, akan banyak membantu.
Hasil
penelitian para pakar ilmu-pengetahuan, terutama dibidang biologi, kedokteran,
sosial dan psikologi, dapat berjasa banyak bagi kesejahteraan perkawinan dan
keluarga serta ketenangan hati, melalui pengaturan kelahiran manusia yang dapat
di pertanggung jawabkan.
Berbekalkan
pengetahuan yang memadai tentang hidup berkeluarga, para imam bertugas
mendukung panggilan suami-isteri melalui pelbagai upaya pastoral; pewartaan
sabda Allah; ibadat liturgis; dan bantuan-bantuan rohani lainnya dalam hidup
perkawinan dan keluarga mereka. Tugas para imam pula, dengan kebaikan hati dan
kesabaran meneguhkan mereka ditengah kesukaran-kesukaran, serta menguatkan
mereka dalam cinta kasih, supaya terbentuk keluarga-keluarga yang
sungguh-sungguh berpengaruh baik.
Himpunan-himpunan
keluarga, hendaknya berusaha meneguhkan
kaum muda dan para suami-isteri sendiri, terutama yang baru menikah, melalui
ajaran dan kegiatan; hidup kemasyarakatan, serta kerasulan.
Akhirnya
hendaknya para suami-isteri
sendiri, yang diciptakan menurut gambar Allah yang
hidup dan ditempatkan dalam tata- hubungan antarpribadi yang autentik, bersatu
dalam cinta kasih yang sama, bersatu pula dalam usaha saling menguduskan supaya
mereka, dengan mengikuti Kristus sumber kehidupan, di saat-saat gembira maupun
pengorbanan dalam panggilan mereka, karena cinta kasih mereka yang setia
menjadi saksi-saksi misteri cinta kasih, yang oleh Tuhan diwahyukan kepada
dunia dalam wafat dan kebangkitan-Nya”
(Gaudium et Spes art. 52).
Dari
dokumen tersebut, dapat disimpulkan beberapa point penting :
- Arti dan Makna Keluarga
Keluarga adalah Sekolah Kemanusiaan
yang kaya. Akan tetapi supaya kehidupan dan perutusan
keluarga dapat mencapai kepenuhan, dituntut komunikasi batin yang baik, yang
ikhlas dalam pendidikan anak. Kehadiran ayah yang aktif sangat menguntungkan
pembinaan anak-anak, perawatan ibu di rumah juga dibutuhkan anak-anak dan
seterusnya. (GS.52)
- Tugas dan tanggung jawab seorang suami/bapak
a)
Suami Sebagai Kepala Keluarga
Sebagai kepala keluarga suami
harus bisa memberi nafkah lahir-batin kepada istri dan
keluarganya. Mencari nafkah adalah salah satu tugas pokok seorang suami,
sedapatnya tidak terlalu dibebankan kepada isteri dan anak-anak. Untuk menjamin
nafkah ini sang suami hendaknya berusaha memiliki pekerjaan.
b)
Suami Sebagai Partner Istri
Perkawinan modern menuntut pola hidup partnership. Suami
hendaknya menjadi mitra dari istrinya. Pada masa sekarang ini banyak wanita
yang menjadi wanita karier. Kalau istri adalah wanita karier, maka perlulah
suami menjadi pendamping, penyokong dan pemberi semangat baginya. Dalam
kehidupan rumah tangga istri pasti mempunyai banyak tugas dan pekerjaan.
Janganlah membiarkan dia sendiri yang melakukannya, hanya karena sudah
mempunyai pembagian tugas yang jelas dalam rumah tangga. Banyak istri yang
merasa tertekan, merasa tidak diperhatikan lagi, karena apa saja yang dibuatnya
tak pernah masuk dalam wilayah perhatian suaminya.
c)
Suami Sebagai Pendidik
Orang sering berpikir dan melemparkan tugas mendidik anak-
anak pada istri/ibu, padahal anak-anak tetap memerlukan sosok ayah dalam
pertumbuhan diri dan pribadi mereka. Sosok ayah tak tergantikan.
- Tugas dan tanggung jawab seorang istri/ibu
a)
Istri sebagai hati dalam keluarga
Suami adalah kepala keluarga, maka isteri adalah ibu
keluarga yang berperan sebagai hati dalam keluarga. Sebagai hati, istri
menciptakan suasana kasih sayang, ketenteraman, keindahan, dan keharmonisan
dalam keluarga.
b)
Istri sebagai mitra dari suami
Sebagai mitra, istri dapat membantu suami dalam tugas dan
kariernya. Bantuan yang dimaksudkan di sini, seperti memberi sumbang saran dan
dukungan moril hal yang pertama lebih bersifat rasional dan yang kedua lebih
bersifat afektif. Dukungan moril yang bersifat afektif lebih berarti bagi
suami.
c)
Istri sebagai pendidik
Istri/Ibu merupakan pendidik yang pertama dan utama dari
anak- anaknya. Hal ini berarti bahwa ibu adalah pendidik ulung. Ada ungkapan
bahwa “Surga berada di bawah telapak kaki ibu” artinya adalah kita tidak boleh
berani terhadap orang tua terutama sekali kepada ibu kita.
- Kewajiban Anak-anak Terhadap Orang Tua
Kewajiban-kewajiban anak terhadap orang tuanya tidak statis
dan tidak selalu sama, melainkan dipengaruhi baik oleh perkembangan
maupun oleh situasi dan kondisi. Semakin
hari, anak hendaknya semakinmandiri. Orang tua makin lama
makin tua membutuhkan anak-anaknya. Beberapa hal dasar yang menjadi
kewajiban anak terhadap orangtua adalah: mengasihi orangtua, bersikap dan
berperilaku penuh syukur, serta bersikap dan berperilaku hormat kepada
orangtua.
- Membina hubungan kakak-adik
Dalam keluarga masih ada saudara-saudara (kakak-adik) yang
mempunyai hubungan timbal balik sebagai anggota-anggota satu keluarga. Hubungan
ini memang bervariasi sesuai dengan masyarakat setempat.
Dalam mengembangkan keluarga sebagai persekutuan
pribadi-pribadi, hubungan kakak-adik sebagai anggota-anggota keluarga inti
sangat penting. Hal-hal yang perlu dikembangkan dalam hubungan kakak-adik
adalah: kasih persaudaraan, saling membantu dan saling menghargai. Pengalaman
hidup bersama dan proses-proses awal dari sosialisasi untuk hidup bersama
berlangsung dalam keluarga di mana terdapat lebih dari satu anak (bdk.
Katekismus Gereja Katolik no. 2219).
Kakak-adik tak hanya dididik oleh orang tua, melainkan juga
secara tidak langsung saling mendidik. Dengan bertengkar dan berdamai kembali
mereka belajar dan berlatih mengolah konflik yang termasuk unsur hidup bersama
(bdk. Katekismus Gereja Katolik no. 2219).
- Tugas dan kewajiban keluarga dalam masyarakat
Tugas dan kewajiban keluarga dalam masyarakat seperti Gereja
yang menjadi tanda keselamatan bagi dunia. Pada hakikatnya Gereja dan
sakramen-sakramennya bersifat missioner. Artinya, sakramen perkawinan juga
bersifat missioner. Maka konsekuensinya, selain kepentingan suami, istri, dan
keluarga mereka, sakramen perkawinan juga memuat kepentingan seluruh masyarakat
untuk memberi kesaksian bagi dunia tentang cinta, perhatian dan kerahiman
Allah.
INTI
HIDUP MEMBIARA
Inti hidup membiara adalah persatuan atau keakraban dengan Kristus dan
menghidupi pola nasib Kristus secara radikal (LG art. 42 dan 44). Untuk
itu, biarawan-biarawati mengucapkan kaul atau janji setia yang diucapkan
sebagai tekad untuk mengabdi dan bersatu dengan Allah. Dengan kata lain,
persatuan yang erat dan penyerahan diri secara total serta menyeluruh kepada
Allah dilakukan dengan mengucapkan dan melaksanakan tiga kaul dalam hidupnya
yaitu: kaul kemiskinan, kaul ketaatan, dan
keperawanan/kemurnian/kesucian.
Dengan mengucapkan kaul kemiskinan, orang yang mengucapkan dan menghayati
hidup membiara melepaskan hak untuk memiliki harta benda. Ia rela
miskin seperti yang dituntut oleh Yesus kepada murid-muridNya (Luk 10,1-12 dan
Mat 10,5-15). Sikap batin ini harus dihayati dan diungkapkan dalam bentuk nyata
kehidupan sehari-hari.
Dengan mengucapkan kaul ketaatan seseorang memutuskan untuk taat seperti
Kristus yang taat kepada Allah (Yoh 14,23-24; Flp 2,7-8). Bentuk nyata
dari ketaatan ini adalah meletakkan kehendaknya di bawah kehendak
pembesar dan statuta biara demi Kerajaan Allah (aspek asketis) dan ketaatan
religius atau kerelaan untuk membaktikan diri kepada hidup kerasulan bersama
(aspek apostolik).
Dengan kaul keperawanan seseorang melepaskan hak hidupnya untuk
berkeluarga dan meneladan Kristus seutuhnya demi Kerajaan Allah. Dengan
demikian mereka memilih untuk hidup selibat.
POKOK
BAHASAN
MEMPERJUANGKAN
KEADILAN, KEBENARAN, KEJUJURAN, DAN PERDAMAIAN
1. KEADILAN
Dalam
sejarah, seringkali kita melihat bahwa rakyat kecil sering mengalami
ketidakadilan. Ketidakadilan itu nampak dalam
bentuk-bentuk antara lain:
Ø Tindakan perampasan dan
penggusuran hak milik orang, pencurian, perampokan, dan korupsi.
Ø Tindakan pemerasan, KKN,
dan rekayasa.
Ø Tindakan atau keengganan
membayar utang dan pajak yang berbuntut merugikan rakyat kecil.
Ø Penyalahgunaan jabatan
terutama dibidang hukum dan hak asasi manusia.
Ø Tidak adanya rasa hormat
terhadap hak milik orang lain, masyarakat, dan negara.
Ø Diskriminasi dan
penganiayaan terhadap orang atau sekelompok orang tertentu
Berbagai ketidakadilan tersebut banyak kali disebabkan oleh
sistem dan struktur sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang diciptakan oleh
penguasa. Selain itu, rakyat kecil dibatasi ruang geraknya sehingga mereka
tersisih dan semakin menderita.
Hal ini hampir serupa dengan situasi bangsa Israel pada
zaman Nabi Amos (Amos 5:1-27), yaitu:
Ø Kekayaan dikuasai oleh
sekelompok kecil orang.
Ø Orang-orang berkuasa dan kaya
menipu dan memeras orang-orang kecil.
Ø Upacara keagamaan yang meriah
diselenggarakan untuk menutupi kejahatan-kejahatan para penguasa.
Melihat
situasi tersebut Nabi Amos mengecam perilaku yang tidak berkenan pada Allah
tersebut dan menunjukkan jalan keluar agar mereka terhindar dari hukumanNya,
yaitu pertobatan mendasar demi
Dalam pembukaan
UUD 1945 dinyatakan bahwa keadilan sosial merupakan salah satu tugas dan
tujuan utama Negara kita. Hal ini lebih jelas lagi terlhat dalam pasal 33
di mana perekonomian nasional harus dijiwai dengan semangat kekeluargaan.
Artinya, perekonomian negara kita haruslah dapat dilakukan oleh semua dan untuk
semua. Sedangkan dalam pasal 34 dinyatakan bahwa negara wajib
memperhatikan orang-orang dan kelompok-kelompok marjinal, miskin, dan tak
berdaya.
Selain itu,
Gereja juga merasa perlu untuk tetap mewartakan firman Tuhan yang ke tujuh yakni,
“jangan mencuri”. Maksud asli dari perintah tersebut adalah jangan mencuri
orang (menculik) karena itu berarti mengambil kebebasan dan hidup orang
tersebut. Firman ini kemudian diperluas artinya menjadi jangan mencuri milik
orang lain. Kedua pengertian tersebut menunjuk pada ketidakadilan.
Ada berbagai macam pendekatan atau cara untuk memprjuangkan
keadilan, antara lain:
Ø Pendekatan karitatif.
Pendekatan ini dinilai terlalu memanjakan kaum tertindas.
Ø Pendekatan proyek.
Pendekatan ini dinilai menjadikan kaum tertindas sebagai objek penanganan.
Ø Pendekatan kooperatif.
Pendekatan ini dinilai baik karena semua pihak bersama-sma memperjuangkan
keadilan. Dalam pendekatan ini ada bebarapa langkah yang harus dilaksanakan,
yaitu:
1. Orang perlu
mempelajari dengan baik tentang hak-hak dasar manusia, mana yang perlu
dilindungi dan mana yang perlu ditegaskan.
2. Memberdayakan
mereka yang menjadi korban ketidakadilan untuk terlibat dan memperbaiki
nasibnya sendiri.
3. Memberi
kesaksian bahwa untuk mencapai keadilan kita harus mulai dari diri kita
sendiri.
4.
Keadilan tidak boleh dicapai dengan cara kekerasan tetapi dengan prinsip cinta
kasih.
2. KEBENARAN
Kebenaran berarti keadaan yang cocok atau sesuai dengan hal yang
sesungguhnya atau sungguh-sungguh benar. Dengan kata lain, kebenaran
berkaitan dengan kejujuran. Sedangkan kebohongan adalah rekayasa terhadap
kebenaran. Dalam masyarakat, terdapat berbagai macam kebohongan yaitu berdusta
atau bersaksi dusta, rekayasa atau manipulasi, kata-kata atau sikap yang
bertujuan hanya untuk menyenangkan atasan, serta fitnah dan umpatan.
Dalam Kitab Suci, kebenaran tidak hanya berarti tidak berbohong tetapi
juga berarti mengambil bagian dalam kehidupan Allah sebab Allah adalah sumber
kebenaran yang selalu berbuat sesuai dengan janjiNya.
Firman Allah yang kedelapan, “Jangan bersaksi dusta terhadap (tentang)
sesamamu,” sebenarnya menyangkut tentang bersaksi kebenaran dalam pengadilan
sehingga ada jaminan kepastian hukum dan keadilan. Perintah tersebut juga
melarang orang dilarang berbohong/berdusta terhadap orang lain dalam bentuk
apapun.
Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru dikatakan bahwa Yesus sendiri adalah kebenaran
sebab Dia dibenarkan Allah. Dengan kebangkitanNya Allah menyatakan bahwa Yesus
adalah orang benar. Orang yang percaya kepadaNya akan diselamatkan. Percaya di
sini berarti bahwa Yesus itu benar-benar ada dan mau mengandalkan hidupnya
kepada Yesus serta menjalankan apa yang dikehendakiNya yaitu membela kebenaran.
Dengan membela kebenaran maka kita memperjuangkan kehendak Allah dan meneladan
Yesus.
Berdasarkan terang Kitab Suci kita juga dapat ikut serta menegakkan kebenaran
yaitu dengan cara:
Ø Memiliki iman akan Yesus, sebab dengan beriman
maka kita berani menyampaikan pemikiran-pemikiran tentang kebenaran dan kritik
atau koreksi terhadap siapapun yang melawan cinta kasih Allah.
Ø Selalu mengatakan hal yang benar. Jika ya,
hendaklah kamu katakan ya dan jika tidak, hendaklah kamu katakan tidak. Apa
yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat” (Mat 5:37).
3. MEMPERJUANGKAN KEJUJURAN
Jujur berarti tulus hati, tidak curang terhadap diri sendiri dan tidak
curang terhadap orang lain, serta adanya keselarasan antara kata hati, kata
yang diucapkan, sikap, dan perbuatan. Kejujuran
merupakan suatu nilai yang penting dalam hidup karena:
Ø Kejujuran menimbulkan kepercayaan yang menjadi
landasan dari pergaulan dan hidup bersama.
Ø Kejujuran dapat menjadi modal untuk perkembangan
pribadi dan kemajuan kelompok.
Ø Kejujuran dapat memecahkan banyak persoalan.
Ø Kejujuran merupakan dasar setiap usaha untuk menjadi
kuat secara moral.
Bersikap
jujur berkaitan dengan bersikap terbuka dan bersikap fair. Bersikap terbuka
berarti kita harus selalu muncul dengan diri kita yang sebenarnya dan tidak
menyesuaikan kepribadian kita seperti harapan orang lain. Bersikap fair berarti
memperlakukan orang lain seperti kita ingin orang lain memperlakukan kita dan
tidak bertindak bertentangan dengan suara hati atau keyakinan kita, misalnya,
bertindak sportif/tidak curang pada saat bertanding.
Dalam
Kel 20:19, dikisahkan tentang kecurangan Bangsa Israel yang tidak setia pada
Allah dan mereka berkata kepada Musa: "Engkaulah berbicara dengan kami,
maka kami akan mendengarkan; tetapi janganlah Allah berbicara dengan
kami, nanti kami mati.”
Ayat
tersebut berbicara tentang, ketakutan Bangsa Israel pada Allah yang telah
mengeluarkan mereka dari tanah Mesir. Ketakutan mereka itu diakibatkan oleh
ketidakjujuran mereka yang tidak setia. Bukannya menyembah Allah, mereka malah
membuat benda berhala untuk disembah. Ketakutan ini menimbulkan sikap munafik
bangsa Israel pada Allah.
Yesus
juga secara tegas memperingatkan mereka yang bersikap munafik dan orang-orang
yang menganggap dirinya suci karena mereka sangat mengandalkan kesalehan,
kekudusan, dan kekuatannya sendiri. Mereka tidak memerlukan kasih karunia dan
bantuan Allah lagi. Mereka merasa bahwa mereka dapat memperoleh keselamatan
berkat kekuatan dan jasa-jasanya sendiri. Mereka lupa bahwa keselamatan dan
kekuatan itu berasal dari Allah (lih. Luk
18:9-14).
Matius
5:33 - 37
33 Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek
moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan
Tuhan. 34 Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali
bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, 35
maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun demi Yerusalem,
karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; 36 janganlah juga engkau
bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau
menghitamkan sehelai rambut pun. 37 Jika ya, hendaklah kamu
katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari
pada itu berasal dari si jahat.
Dalam perikop di atas, Yesus
menuntut kita untuk selalu berkata dan bersikap jujur. Selain itu, kita juga hendaknya tidak bersumpah palsu demi
apa pun juga.
Untuk
memperjuangkan kejujuran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
Ø Kejujuran adalah suatu sikap yang tidak dapat dicapai
dalam waktu singkat dan bersifat teknis oprasional tetapi kejujuran merupakan
suatu gerakan moral yang harus diusahakan secara terus-menerus.
Ø Gerakan moral ini harus dinamis, terbuka, serta
dapat beradaptasi dalam situasi dan kondisi apa pun.
Ø Gerakan moral ini merupakan suatu gerakan rohani yang
juga menjadi muara bagi aksi untuk untuk pembaruan dan pembangunan masyarakat
yang adil dan sejahtera.
Ø Gereakan moral ini boleh saja diinspirasikan dan
diprakarsai dari atas tetapi sebaiknya mulai tumbuh dari komunitas basis
setempat atau dari diri sendiri sehingga otentik dan bebas.
Ø Pendekatan yang dipakai hendaklah berorientasi
proses yang komunikatif.
4. MEWUJUDKAN PERDAMAIAN
Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, sering ditemukan kata “shalom”. Shalom
berarti:
Ø Kesejahteraan pribadi dan masyarakat, sehat jasmani
dan kesejahteraan keluarga (Ayb 3).
Ø Tuhan sertamu dan damai melimpah bagi orang
benar (Hak 6:12; Mzm 129:7-8; 37:11-37).
Ø Shalom juga digunakan dalam hidup sehari-hari
sebagai sebuah salam umum (1 Sam 25:6).
Salam ini merupakan pengharapan supaya manusia memperoleh
kebaikan dan kedamaian dalam hidup. Tampak sekali bahwa damai dipahami dalam
arti rohani (Mzm 36 dan 37) sebab damai berupa terciptanya suasana aman berada
dalam rumah Tuhan (2 Sam 7:1).
Yesus
berkata: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan
kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan dunia kepadamu”
(Yoh. 14: 27). Damai macam apakah yang ditinggalkan oleh Yesus bagi kita?
Bagi
Yesus, damai berarti:
Ø Suatu pencapaian kebenaran dan hasil perjuangan
serta pergulatan batin. Ini bukan damai lahiriah yang tergantung
pada manusia lain, tetapi damai batiniah yang sepenuhnya berakar dalam
kebenaran, yaitu di dalam diri Yesus.
Ø Suatu rasa ketenangan hati karena orang memiliki hubungan
yang bersih dengan Tuhan, sesama, dan dunia. Damai sejahtera yang menampakkan Kerajaan Allah.
Menurut
Gereja, damai berarti situasi selamat sejahtera dalam diri manusia. Perdamaian
adalah keadilan. Perdamaian adalah hasil tata masyarakat manusia yang haus akan
keadilan yang lebih sempurna. Situasi damai adalah situasi di mana terjadi
harmoni di antara relasi-relasi yang sangat menentukan hidup manusia yaitu
relasi antara manusia dengan Tuhan, relasi manusia dengan sesamanya, relasi
manusia dengan alam semesta, dan relasi manusia dengan dirinya sendiri.
Untuk berjuang menegakkan perdamaian
dan persaudaraan sejati, ada baiknya kita menempuh langkah-langkah berikut:
Ø Mempelajari dengan cermat ajaran Yesus, ajaran
Gereja, dan ajaran/teladan tokoh-tokoh pejuang perdamaian.
Ø Jadikanlah usaha menegakkan perdamaian dan
persaudaraan sejati ini sebagai suatu gerakan moral dan gunakan berbagai
jaringan serta libatkan sebanyak mungkin orang tanpa membedakan agama,
suku/etnis, dan ideologi.
Ø Jadikanlah gerakan moral ini suatu gerakan yang
dimulai dari diri sendiri dan komunitas basis.
Ø Mulailah dari diri dan kelompok sendiri
menghayati budaya damai dan persaudaraan sejati.
KETERLIBATAN
MENJAGA KEUTUHAN CIPTAAN
KEMAJEMUKAN
BANGSA INDONESIA
Semboyan negara kita, “Bhineka Tunggal Ika” (berbeda-beda tetapi tetap satu),
ingin menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam ras, suku,
bahasa, agama, dan budaya namun tetap merupakan satu kesatuan, yaitu bangsa
Indonesia, bahasa Indonesia, dan Negara Indonesia.
Keanekaan Bangsa Indonesia hendaklah disadari sebagai kekayaan yang patut kita
syukuri dan kita jaga. Tuhan menciptakan umat manusia dalam perbedaan maka
kemajemukan merupakan keadaan yang tak terhindarkan. Setiap orang harus belajar
mengambil sikap yang tepat dan belajar bertindak secara arif untuk biasa hidup
dan membangun masyarakat dalam keanekaan. Selain itu, keanekaan harus diterima
dan dihayati dalam satu kesatuan sebagai bangsa.
Kesatuan kita jangan dipahami sebagai sebuah keseragaman sebab kesatuan lebih
memungkinkan keanekaragaman di dalamnya. Dengan demikian, ungkapan
“beranekaragam namun satu” di Indonesia benar-benar mendapatkan tempatnya. Akan
tetapi, kebhinekatunggalikaan itu bukanlah hal yang sudah selesai, sempurna,
dan statis melainkan harus terus menerus dipertahankan, diperjuangkan, diisi,
dan diwujudkan dalam hidup berbangsa dan bernegara Indonesia.
Dalam masyarakat yang majemuk seperti di negara kita ini, rawan sekali
dengan berbagai macam tantangan berupa konflik, kerusuhan, bahkan ancaman
perpecahan dan disintegrasi. Beberapa penyebabnya antara lain, ketidakadilan,
primordialisme, serta fanatisme suku/agama yang sempit. Maka dipandang perlu
bagi kita untuk tetap memperjuangkan kesatuan bangsa, salah satunya dengan cara
mengembangkan sikap toleransi yaitu menghargai semua saja yang berbeda dengan
kita (suku, agama, ras, dan antar golongan).
Dalam Perjanjian Lama, diceritakan bahwa Bangsa Terpilih seringkali memiliki
satu Tuhan, satu bangsa, satu negeri, satu tempat ibadat, dan satu tata hukum
(Ul 12). Dari sejarahnya, ternyata ketika mereka bersatu, mereka menjadi kuat
dan menjadi bangsa yang jaya (Yos 6:1-15, 63) tetapi jika mereka terpecah,
mereka menjadi bangsa lemah.
Dalam Perjanjian Baru, Yesus ingin mempersatukan mereka dalam satu Kerajaan dan
Bangsa baru yang bercorak rohani. Tetapi Yesus mengeluh bahwa betapa sulit
mempersatukan bangsa tersebut. Mereka seperti anak ayam yang kehilangan
induknya (Mat 23:37-38). Yesus bahkan berusaha untuk menyapa suku yang dianggap
bukan Yahudi lagi seperti orang Samaria. Bagi Yesus, siapapun sama dan
sederajat. Yesus tidak pernah membedakan manusia berdasar suku, agama,
golongan, dsb. Tuhan menyatakan diriNya untuk semua orang dan memberi
kesempatan kepada siapa pun untuk bersaudara.
Sikap orang Kristiani yang perlu diusahakan adalah:
·
Sikap-sikap yang bersifat mencegah perpecahan misalnya dengan menghapus
semangat primordial dan sektarian.
·
Sikap-sikap yang positif dan aktif misalnya dengan saling menghargai,
bertoleransi, rendah hati dan solider terhadap yang tertindas, bahu membahu
menata masa depan yang lebih indah, adil, makmur dan sejahtera.
Mengusahakan tata kehidupan yang adil dan beradab serta mengusahakan kegiatan dan komunikasi lintas suku, agama, dan ras.
Mengusahakan tata kehidupan yang adil dan beradab serta mengusahakan kegiatan dan komunikasi lintas suku, agama, dan ras.
Ketika para Bapak Bangsa Indonesia memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia, cita-cita mereka adalah Indonesia nan jaya, adil, makmur
dan damai sejahtera bagi seluruh rakyatnya (sila kelima pancasila). Akan tetapi
situasi politik dewasa ini dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok
dan tidak ada usah serius untuk memperjuangkan kesejahteraan bersama. Bukan
kepentingan bangsa yang diutamakan melainkan kepentingan kelompok dan
kepentingan pribadi saja. Terjadilah pengkotak-kotakan masyarakat yang akhirnya
melahirkan berbagai macam bentuk kekerasan.
Sedangkan dalam bidang ekonomi, negeri kita praktis dikuasai oleh segelintir
orang yang memiliki modal atau kekayaan yang sangat besar. Selain itu, tatanan
ekonomi yang berjalan di Indonesia mendorong kolusi kepentingan antara pemilik
modal dan pejabat untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Akibatnya,
terjadi penggusuran, eksploitasi alam, serta berbagai masalah sosial seperti
ketidakadilan dan kemiskinan.
Akar masalahnya adalah:
·
Kurangnya iman yang menjadi sumber inspirasi kehidupan nyata.
·
Kerakusan akan kekuasaan dan kekayaan.
·
Nafsu untuk mengejar kepentingan sendiri.
·
Dalil “mencapai tujuan dengan menghalalkan segala cara” yang dianut.
Pada zaman Yesus, rakyat jelata mengalami ketidakadilan dan penindasan yang
secara semena-mena dilakukan oleh para penguasa dan pemimpin-pemimpin agama.
Berhadapan dengan hal tersebut, Yesus tidak tinggal diam atau bersifat
kompromistis, melainkan tak segan-segan mengkritik para pelaku penindasan dan
ketidakadilan dengan kecaman-kecamannya (Mat 11,8; Luk 13,22; Mat 23,14-23). Ia
juga mewartakan Kerajaan Allah bukan hanya dengan perkataanNya melainkan dengan
perbuatan-perbuatannya. Ia ingin para penguasa dan pemimpin agama ikutserta
menegakkan nilai-nilai Kerajaan Allah seperti keadilan, cinta kasih, dan
perdamaian.
Ciri khas pembebasan yang dilakukan oleh Yesus adalah:
·
Terbit dari batin manusia lalu terwujud dalam masyarakat.
·
Berupa pertobatan, yaitu suatu peralihan sikap dari segala praktik egoistis
kepada sikap mengabdi Allah dan sesama.
Sebagai umat Kristiani, kita hendaknya berusaha dan
berjuang untuk membangun etika dan moralitas yang mengutamakan kepentingan umum
(bonum commune), yaitu kesejahteraan yang merata bagi seluruh warga. Untuk itu,
ada delapan prinsip dalam membangun masyarakat yang adil dan sejahtera, yaitu:
hormat terhadap martabat manusia, kebebasan, keadilan, solidaritas,
subsidiaritas, sikap jujur dan tulus iklas, demokrasi, serta tanggung jawab.
Dalam Injil Matius dikatakan : ”Demikianlah
hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu
yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga” (Mat 5:16). Hal yang mau ditekankan dalam teks tersebut
dalam konteks kehidupan berbangsa adalah potensi dan kemampuan diri digunakan
sebagai saluran berkat bagi sesama
Cara, pola, dan pendekatan perjuangan kita harus merupakan gerakan yang
melibatkan sebanyak mungkin orang mulai dari tingkat basis. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan menyangkut gerakan tersebut adalah:
1.
Gerakan ini merupakan gerakan pembaruan pikiran dan roh.
2.
Gerakan pembaruan ini hendaknya menjadi gerakan sosial dan moral ke arah
pertobatan dan hidup baru.
3.
Gerakan pembaruan ini hendaklah sungguh dilaksanakan sebagai suatu gerakan
sosial, moral, dan rohani yang bermuara pada aksi untuk pembangunan masyarakat
yang adil dan sejahtera.
4.
Gerakan ini sebaiknya menjadi gerakan semua orang yang hendaklah dimulai dari
diri sendiri dan kelompok sendiri.
Dewasa ini banyak orang mengatakan bahwa semangat
nasionalisme dan cinta pada bangsa dan tanah air akhir-akhir ini semakin
memudar. Beberapa alasan yang muncul adalah sebagai berikut:
·
Tidak adanya motivasi yang kuat untuk mencintai bangsa dan tanah air.
·
Bangsa kita mungkin sudah dijangkiti oleh semangat materialistik dan
konsumeristik yang memupuk sikap “ingat diri dan golongan” daripada “ingat
bangsa dan tanah air”.
·
Mungkin saja pendidikan untuk membangkitkan semangat nasionalisme dan cinta
bangsa dan tanah air kurang digalakkan.
Padahal,
sebagai warga Negara yang lahir dan besar di tanah Indonesia, kita hendaknya
mencintai Tanah Air kita. Kita hendaknya pula bangga sebagai bagian dari Bangsa
Indonesia. Hal-hal yang menjadi kebanggaan kita, antara lain:
·
Kebanggaan atas bangsa dan kebudayaan kita yang beraneka ragam.
·
Kebanggaan atas sejarah kita.
·
Kebanggaan atas alam kita yang kaya dan indah.
Sebagai orang Kristiani, kita dituntut untuk mencintai
bangsa dan tanah air kita. Bukan hanya oleh Negara tetapi juga ajaran iman kita
sebab Tuhan menciptakan Indonesia yang indah ini untuk menyerahkannya kepada
kita untuk dilestarikan, seperti Ia telah menyerahkan Taman Firdaus kepada Adam
dan Hawa untuk diolah dan dirawat.
Dalam Kitab Suci, Allah membentuk suatu bangsa sebagai
bangsa terpilih dan menjanjikan kepada mereka suatu tanah air sebagai tanah air
terjanji. Kisah ini merupakan sebuah simbol yang mau menunjukkan bahwa Allah
berkeinginan menjadikan semua bangsa menjadi bangsa terpilih, dan mereka
senantiasa dijanjikan suatu tanah air.
Waktu
Yesus hidup di bumi ini, Ia terlahir sebagai warga Yahudi dan bertanah air
Palestina. Yesus menyamakan diriNya dengan Bangsa Yahudi. Ia berbicara dengan
bahasa mereka, ikut serta dalam tradisi-tradisi mereka da kehidupan
bermasyarakat mereka. Ia mencintai bangsa dan negeriNya. Sebagai warga bangsa
yang baik, Ia mengikuti hukum dan tradisi negeriNya termasuk membayar pajak
Rasul
Paulus dalam suratnya kepada Titus berpesan supaya umat sebagai warga yang baik
selalu taat dan siap melakukan setiap pekerjaan yang baik bagi Negara (Tit 3,1)
dan menasihati agar umat patuh kepada pemerintah Negara (Rm 13,1-7; 1Ptr
2,13-17) dan mendoakannya (1Tim 2,2)
Ada
banyak cara yang dapat menjadi ungkapan nyata kepada bangsa dan tanah air dalam
berbagai bidang kehidupan, misalnya bidang kenegaraan, kebudayaan, ekonomi,
serta pertahanan dan keamanan. Misalnya, ikut serta dalam kelompok-kelompok
yang melestarikan budaya, alam, dll.
Bangsa
Indonesia saat ini sedang mengalami suatu krisis secara fundamental dan
menyeluruh. Banyaknya masalah yang berupa ancaman, hambatan, tantangan dan
gangguan yang dihadapi Indonesia datang bertubi-tubi. Ditambah lagi masalah-
masalah bencana alam yang memang sudah menjadi bagian dari alam Indonesia, dan
juga karena proses perusakan hutan secara masif dan sistematis untuk
kepentingan bisnis kalangan tertentu. Krisis yang dialami Indonesia ini menjadi
sangat multidimensional. Mulai dari krisis ekonomi yang tidak kunjung berhenti,
sehingga berdampak pula pada krisis sosial dan politik, yang pada
perkembanganya justru menyulitkan upaya pemulihan ekonomi. Konflik horizontal
dan vertical yang terjadi dalam kehidupan sosial, disertai dengan lemahnya
penegakan hukum, tentu sangat berpotensi melahirkan disintegrasi bangsa.
Apalagi bila melihat bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural
seperti beragamnya suku, budaya daerah, agama dan berbagai aspek politik
lainnya, serta kondisi geografis sebagai negara kepulauan yang tersebar dari
Sabang sampai ke Merakue. Semua ini merupakan tantangan besar yang
apabila tidak dikelolah dengan baik maka akan sangat mengganggu proses
pembangunan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang sejahtera, adil dan makmur
sesuai cita-cita para pendiri bangsa ini.
Umat
Katolik Indonesia sebagai bagian dari integral dari bangsa Indonesia tentu saja
ikut bertanggungjawab atas krisis yang sedang terjadi. Tantangan yang dihadapi
bangsa Indonesia adalah tantangan bagi umat Katolik juga. Karena itu tantangan-
tantangan yang ada dapat menjadi peluang bagi umat Katolik untuk ikut
merestorasi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang lebih baik. Gereja
Katolik mealalui Konsili Vatikan II mengajarkan antara lain bahwa
“...Gereja, yang bertumpu pada cinta kasih Sang Penebus, menyumbangkan
bantuannya, supaya di dalam kawasan bangsa sendiri dan antara bangsa-bangsa
makin meluaslah keadilan dan cinta kasih. Dengan mewartakan kebenaran
Injil, dan dengan menyinari semua bidang manusiawi melalui ajaran-Nya dan
melalui kesaksian umat kristen, Gereja juga menghormati dan mengembangkan
kebebasan serta tanggung jawab politik para warganegara.” (KV II, GS art. 76).
Dalam kancah tanggungjawab bersama dalam pembangunan bangsa Indonesia, sejak
sebelum dan sesudah kemerdekaan, bahkan sampai saat ini, sudah banyak
tokoh-tokoh Katolik, baik lokal maupun nasional di pelbagai sektor kehidupan,
memberikan sumbangsihnya bagi bangsa Indonesia. Kita memiliki beberapa
pahlawan nasional, sebut saja; Yosafat Sudarso, Slamet Riyadi, Adisucipto, Mgr.
Sugiyapranoto, I.J. Kasimo, Frans Seda dan lain sebagainya.
BENTUK
KERJASAMA ANTAR UMAT BERAGAMA
Nostra
Aetate art. 2
Sudah
sejak dahulu kala hingga sekarang ini diantara pelbagai bangsa terdapat suatu
kesadaran tentang daya-kekuatan yang gaib, yang hadir pada perjalanan sejarah
dan peristiwa-peristiwa hidup manusia; bahkan kadang-kadang ada pengakuan
terhadap Kuasa ilahi yang tertinggi atau pun Bapa. Kesadaran dan pengakuan tadi
meresapi kehidupan bangsa-bangsa itu dengan semangat religius yang mendalam.
Adapun agama-agama, yang terikat pada perkembangan kebudayaan, berusaha
menanggapi masalah-masalah tadi dengan faham-faham yang lebih rumit dan bahasa
yang lebih terkembangkan. Demikianlah dalam hinduisme manusia menyelidiki
misteri ilahi dan mengungkapkannya dengan kesuburan mitos-mitos yang melimpah
serta dengan usaha-usaha filsafah yang mendalam. Hinduisme mencari pembebasan
dari kesesakan keadaan kita entah melalui bentuk-bentuk hidup berulah-tapa atau
melalui permenungan yang mendalam, atau dengan mengungsi kepada Allah penuh
kasih dan kepercayaan. Buddhisme dalam pelbagai alirannya mengakui, bahwa dunia
yang serba berubah ini sama sekali tidak mencukupi, dan mengajarkan kepada
manusia jalan untuk dengan jiwa penuh bakti dan kepercayaan memperoleh keadaan
kebebasan yang sempurna, atau – entah dengan usaha sendiri entah berkat bantuan
dari atas – mencapai penerangan yang tertinggi. Demikian pula agama-agama lain,
yang terdapat diseluruh dunia, dengan pelbagai cara berusaha menanggapi
kegelisahan hati manusia, dengan menunjukkan berbagai jalan, yakni
ajaran-ajaran serta kaidah-kaidah hidup maupun upacara-upacara suci.
Gereja
Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci di dalam agama-agama ini.
Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan
hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda
dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh
memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada
hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan
hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia
manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan
segala sesuatu dengan diri-Nya.
Maka
Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih,
melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain, sambil
memberi kesaksian tentang iman serta perihidup kristiani, mengakui, memelihara
dan mengembangkan harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai
sosio-budaya, yang terdapat pada mereka.
Beberapa
hal pokok yang diperlihatkan oleh dokumen diatas memperihatkan sikap Gereja
yang menghargai agama lain, yaitu:
A.
Persamaan yang nyata dalam agama-agama yang berbeda itu dinyatakan bahwa semua
agama memiliki sumber dan tujuan yang sama, yakni Allah.
B.
Sikap Gereja terhadap agama dan kepercayaan lain adalah :
- mendukung terciptanya kerukunan dan persaudaraan sejati dalam kebersamaan dengan agama dan kepercayaan yang berbeda.
- Gereja perlu menghargai agama dan kepercayaan lain sebagai ungkapan toleransinya.
- Gereja dapat merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, dari agama-agama lain yang juga memiliki nilai kebenaran.
- Hal konkret yang dapat dilakukan Gereja dalam membangun kerukunan adalah Gereja perlu membangun kebersamaan dan sikap terbuka terhadap agama dan kepercayaan lain melalui dialog dan kerjasama. Macam-macam dialog yang dapat dilakukan:
· DIALOG
KARYA, keterlibatan dan kebersamaan dalam karya bersama, misalnya terlain dalam
organisasi, pengelolaan karya sosial, pendidikan, kerja bakti bersama dll.
· DIALOG
KEHIDUPAN, keterlibatan dan kebersamaan dalam kehidupan nyata sehingga terjalin
kerukunan Misalnya, saling memberi salam, silaturahmi, saling mendukung,
bertegur sapa, sharing pengalaman hidup, menjalin persahabatan dan persaudaraan
· DIALOG
IMAN dan DIALOG TEOLOGIS, keterlibatan dalam saling mengembangkan iman
masing-masing , misalnya melalui pemahaman akan nilai iman orang lain,
memperdalam iman sendiri, saling tukar pendapat tentang pandangan iman, saling
belajar akan kekayaan rohani agama-agama lain.
HAK
DAN KEWAJIBAN SEBAGAI WARGA NEGARA
PANDANGAN
GEREJA TERHADAP DUNIA
Konsili
Vatikan II sungguh telah memperbaharui Gereja dan hubungannya dengan dunia.
Hubungan yang menjadi lebih baik ini disebabkan karena Gereja mulai
memiliki pandangan baru tentang dunia dan manusia. Ada baiknya kita melihat
pandangan-pandangan baru tentang dunia dan manusia, kemudian kita melihat
hubungan antara Gereja dan dunia serta alasan-alasan mengapa harus
terjalin hubungan yang saling mengisi antara keduanya.
1. Pandangan Baru
Tentang Dunia dan Manusia.
a.
Dunia.
Dunia dilihat sebagai seluruh keluarga manusia dengan segala
hal yang ada di sekelilingnya. Dunia menjadi pentas berlangsungnya sejarah umat
manusia. Dunia diciptakan dan dipelihara oleh cinta kasih Tuhan Pencipta. Dunia
yang pernah jatuh menjadi budak dosa, kini telah dimerdekakan oleh Kristus yang
telah disalibkan dan bangkit pula, untuk menghancurkan kekuasaan setan agar
dunia dapat disusun kembali sesuai dengan rencana Allah dan mencapai kesempurnaan
(GS art. 2)
b. Manusia.
Menyangkut manusia kita bicarakan tentang martabat manusia,
masyarakat manusia dan karya manusia.
1) Martabat Manusia.
Sejak dahulu Gereja sudah selalu mengajarkan bahwa manusia
mempunyai martabat yang luhur, karena manusia diciptakan menurut citra Allah
dan dipanggil untuk memanusiawikan dan mengembangkan diri menyerupai Kristus,
di mana citra Allah tampak secara utuh.
Manusia adalah ciptaan yang memiliki akal budi, kehendak
bebas dan hati nurani. Ketiga-tiganya ini menunjukkan bahwa manusia adalah
sebagai citra Allah, walaupun dapat disalahgunakan sehingga jatuh ke dalam
dosa. Manusia sungguh ciptaan yang istimewa, karena ia diciptakan demi dirinya
sendiri, padahal makhluk lain diciptakan hanya untuk manusia.
2) Masyarakat Manusia.
Pribadi manusia dan masyarakat memang saling bergantungan
satu sama lain. Hal ini sesuai dengan rencana Tuhan karena manusia diciptakan
sebagai makhluk yang bermasyarakat. Allah, yang memelihara segala sesuatu
sebagai Bapa, menghendaki agar semua manusia membentuk satu keluarga dan
memperlakukan seorang akan yang lain dengan jiwa persaudaraan (GS art. 24).
3) Usaha dan Karya
Manusia.
Perkembangan dunia di segala bidang memang dikehendaki Tuhan
dan manusia dipilih untuk menjadi “rekan kerja” Tuhan dalam melaksanakan
perkembangan dunia.
Kebenaran ini perlu disadari pada masa kemajuan Ilmiah dan
tehknik ini, supaya manusia tidak salah langkah. Usaha dan karya manusia apapun
bentuknya mempunyai nilai yang luhur, karena dengan itu manusia menjadi partner
Tuhan dalam menyempurnakan dan menyelamatkan dunia ini. Selanjutnya, dengan
berkarya manusia bukan saja menyempurnakan bumi ini tetapi juga menyempurnakan
dirinya sendiri.
2. Hubungan Antara
Gereja dan Dunia.
Menyangkut hubungan antara Gereja dan dunia dapat diangkat
satu dua hal berikut ini :
a. Gereja
Postkonsilier melihat dirinya sebagai “Sakramen Keselamatan” bagi dunia. Gereja
menjadi terang, garam dan ragi bagi dunia. Dunia menjadi tempat atau ladang, di
mana Gereja berbhakti. Dunia tidak dihina dan dijauhi, tetapi didatangi dan
ditawari keselamatan.
b. Dunia dijadikan mitra
Dialog. Gereja dapat menawarkan nilai-nilai Injili dan dapat mengembangkan
kebudayaannya, adat istiadat, alam pikiran, ilmu pengetahuan dan teknologi,
sehingga Gereja dapat lebih efektif menjalankan misinya di dunia.
c. Gereja tetap
menghadapi otonomi dunia dengan sifatnya yang sekuler, karena di dalamnya
terkandung nilai-nilai yang dapat mensejahterakan manusia dan membangun
sendi-sendi kerajaan Allah.
Sebenarnya,
Gereja dan dunia manusia merupakan realitas yang sama, seperti mata uang yang
ada dua sisinya. Berbicara tentang Gereja berarti berbicara tentang dunia
manusia. Bagi seorang Kristen berbicara tentang dunia manusia berarti berbicara
tentang Gereja sebagai umat Allah yang sedang berziarah di dunia ini.
AJARAN
YESUS TENTANG PERDAMAIAN
HUBUNGAN
KERJA DAN ISTIRAHAT
Makna religius dari bekerja adalah:
· Allah
memerintahkan manusia untuk bekerja. Manusia menjadi wakil Allah di dunia ini
untuk mengurus dan menjadi pekerja yang menyelenggarakan ciptaan Tuhan.
·
Manusia menjadi rekan kerja Allah dalam dunia ini. Allah memberikan kuasa kepada manusia dan menjadikan mereka
pengurus serta rekan kerja. Allah berfirman:“... penuhilah bumi dan taklukanlah
itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas
segala binatang yang merayap di bumi.”(Kejadian 1:28)
· Dengan
bekerja, manusia mendekatkan diri dengan Allah.
Namun dalam
bekerja manusia butuh pula beristirahat sebab dalam Kej 1:1-2:3 dikatakan bahwa
Allah bekerja selama 6 hari dan pada hari ketujuh, Allah beristirahat. Ia pun memerintahkan manusia untuk beristirahat (Kel 20:10).
Demikianlah terjadi keseimbangan antara kerja dan istirahat. Manusia
membutuhkan istirahat, mensyukuri hasil kerjanya seperti Allah yang
beristirahat pada hari ketujuh.
1) Kerja dan
istirahat merupakan dua hal yang saling melengkapi. Karena memerlukan
istirahat, manusia seharusnya bekerja menurut irama alam seperti yang dilakukan
oleh para petani dalam masyarakat pedesaan: peredaran hari dan pergantian musim
menetapkan irama kerja dan istirahat. Namun di dunia industri irama semacam itu
hancur: orang bekerja dalam irama mesin dan di bawah perintah orang lain. Tidak
jarang orang kehilangan haknya untuk beristirahat demi target produksi. Dengan
demikian kerja bukan merupakan bagian hidup manusia lagi, tetapi hanya
merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan di luar manusia. Dengan kata lain
pekerjaan menjadi sarana produksi melulu akan merendahkan martabat manusia.
2) Perlu kita
ingat pekerjaan itu bernilai karena manusia sendiri bernilai. Dalam situasi di
mana manusia tidak dapat menikmati nilai kerjanya secara pribadi dan langsung,
maka upah dan kedudukannya dalam masyarakatlah yang mengungkapkan nilai
kerjanya. Dalam hal ini manusia dipandang dan diperlakukan sebagai alat
produksi, bukan sebagai citra Allah, suatu hal yang merendahkan martabat
manusia.
3) Kitab Suci
Kejadian menceritakan bahwa Allah sendiri juga bekerja. Sebagai Pencipta, Ia
bekerja enam hari lamanya dan beristirahat pada hari yang ketujuh (Kej
1:1-2:3). Bahkan Ia tetap bekerja sampai hari ini (Yoh 5:17). Sebagai citra
Allah, manusia harus meneladani Dia, juga dalam bekerja. Semua orang harus
bekerja apa pun kedudukan sosialnya atau jenis kelaminnya; “Enam hari lamanya
engkau akan bekerja…..” (Kej 23:12). Dengan bekerja sehari-hari manusia
berpartisipasi dalam usaha Tuhan Pencipta; ia diajak untuk turut menyempurnakan
diri sendiri dan dunia (mengembangkan alam raya dengan kerjanya). Sekaligus
dengan bekerja manusia memuliakan Allah dan mengabdi kepada-Nya sebagai tujuan
akhirnya.
4) Dalam Kitab
Suci dikatakan, bahwa Tuhan tidak hanya bekerja, tetapi juga beristirahat. Hari
ketujuh merupakan hari istirahat, setelah enam hari sebelumnya Ia bekerja. Ia
menyuruh manusia untuk beristirahat juga setelah bekerja: “…hari ketujuh adalah
hari Sabat Tuhan, Allahmu; maka jangan melakukan suatu pekerjaan” (Kel 20:10).
Maka sebagai citra Allah manusia tidak dapat dipaksa untuk bekerja secara terus
menerus. Ia juga harus diberi kesempatan untuk beristirahat.
5) Maka sebetulnya
dalam firman Tuhan itu terkandung tiga kewajiban manusia; kewajiban bekerja,
kewajiban beristirahat, dan kewajiban melindungi mereka yang harus bekerja
dalam ketergantungan. Dengan demikian, hidup semua orang dilindungi. Jadi,
jangan sampai kerja menjadi lebih penting daripada hidup dan hasil kerja dinilai
lebih tinggi daripada manusia. Firman Tuhan mau
membebaskan manusia dari penindasan manusia oleh pekerjaan dan
perencanaannya sendiri. Tuhan menghendaki supaya manusia tetap tinggal sebagai
“citra Allah” dan bukan alat produksi.
Selain
istirahat, doa juga memiliki peranan penting dalam pekerjaan kita, yaitu:
· Sebagai
ungkapan syukur kepada Allah karena bisa bekerja.
· Kerja
menjadi sarana bagi kita untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah.
· Menjadi
daya dorong bagi kita untuk bekerja lebih tekun, tabah, dan tawakal.
· Memurnikan
pola, motivasi, dan orientasi kerja kita.
· Doa,
karya, dan kerja adalah kesatuan tindakan yang menjadikannya sebagai
persembahan yang kudus kepada Allah
· Sebagai
ungkapan syukur kepada Allah karena sanggup menyelesaikan pekerjaan yang
dipercayakan kepada kita.