AJARAN SOSIAL GEREJA
Acapkali muncul pertanyaan
seputar sikap Gereja menghadapi keadaan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan
politik dalam hidup sehari-hari.
·
Bagaimanakah Gereja menyikapi umat yang hidup
melarat, tak cukup makan dan minum, tak bisa bayar uang obat, tak bisa mengecap
pendidikan dasar?
·
Apakah Gereja hanya meminta mereka untuk berdoa dan memohon kepada Tuhan
supaya Dia menolong untuk menghadapi masalah-masalah yang sedang
dihadapi?
·
Apakah disamping memohon kepada Tuhan dengan
tekun, Gereja juga mengambil sejumlah tindakan nyata untuk mengeluarkan mereka
dari kungkungan sosial yang menyengsarakan, menyakitkan dan menekan lahir dan
batin?
Jika diamati dengan seksama, penampilan Gereja Indonesia
ternyata masih lebih berpenampilan ibadat daripada penampilan gerakan sosial.
Bahkan dikatakan bahwa wajah Gereja Indonesia adalah berwajah pesta yang tampak
dalam perayaan-perayaan kultis-liturgisnya.
Seandainya ada penampilan
sosial, hal itu tidak
merupakan penampilan utama. Penampilan
sosial yang ada
sampai sekarang merupakan penampilan sosial karitatif,
seperti membantu yang miskin, mencarikan pekerjaan bagi pengangguran, dan
sebagainya. Demikian juga, mereka yang datang ke gereja adalah orang-orang yang telah menjadi puas bila dipenuhi kebutuhan
pribadinya dengan kegiatan ibadat atau sudah cukup senang dengan memberi
dana sejumlah uang bagi mereka yang sengsara. Namun, mencari sebab-sebab
mengapa ada pengemis, mengapa ada pengangguran belum dianggap sebagai hal yang
berhubungan dengan iman. Padahal, kita tahu ajaran sosial Gereja lebih
mengundang kita untuk tidak merasa kasihan kepada para korban,
tetapi mencari sebab-sebab mengapa terjadi korban dan mencari siapa
penyebabnya. Mungkin saja bahwa penyebabnya adalah orang-orang yang mengaku
beriman Katolik itu sendiri.
Ajaran sosial Gereja yang dikembangkan sejak abad XIX
merupakan bagian integral dari seluruh pandangan hidup Kristiani. Ensiklik
Rerum Novarum (1891) mengembangkan ajaran sosial klasik yang berkisar pada
masalah-masalah keadilan untuk kaum buruh upahan. Selanjutnya sejak Ensiklik Mater et Magistra (1961),
Gaudium et Spes (1965), dan Populorum Progressio (1971) dimunculkan tekanan baru
pada segi pastoral dan
praksis, dimensi internasional
dan masalah hak-hak asasi manusia. Masalah konkret
yang sangat mendesak adalah negara yang sedang berkembang, ledakan
penduduk, nilai kerja manusia,
diskriminasi rasial, otonomi bidang
duniawi dari agama, keahlian profesional. Pada tahap kedua ini, Gereja berjuang untuk membela
martabat setiap pribadi manusia dan membangun masyarakat yang manusiawi.
Ajaran sosial Gereja sering terkesan sebagai pedoman yang kaku. Terdorong dan diterangi
iman dicari jawaban atas masalah-masalah baru, Ajaran sosial Gereja berkembang,
walaupun prinsip-prinsip dasarnya sama.
Bila keputusan dan tindakan politik tidak adil, Gereja harus bicara. Ajaran
sosial Gereja menolak pandangan yang salah tentang masyarakat, yaitu ajaran
kapitalisme liberal dan komunisme total.
Ajaran sosial Gereja memusatkan perhatian
pada penekanan nilai-nilai dasar kehidupan bersama. Titik tolaknya adalah pengertian
manusia sebagai makhluk berpribadi dan sekaligus makhluk sosial. Di satu
pihak, manusia membutuhkan masyarakat
dan hanya dapat berkembang di dalamnya. Di lain pihak, masyarakat yang sungguh
manusiawi mustahil terwujud tanpa individu-individu yang berkepribadian kuat,
baik, dan penuh tanggung jawab. Masyarakat sehat dicirikan oleh adanya
pengakuan terhadap martabat pribadi manusia, kesejahteraan bersama, dan solidaritas.
Mendalami Ajaran Sosial Gereja
·
Ajaran Sosial Gereja (ASG) adalah ajaran
mengenai hak dan kewajiban berbagai anggota
masyarakat dalam hubungannya
dengan kebaikan bersama,
baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Ajaran sosial Gereja
merupakan tanggapan Gereja terhadap
fenomena atau persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat manusia dalam
bentuk himbauan, kritik atau dukungan. Dengan kata lain, ajaran sosial Gereja
merupakan bentuk keprihatinan Gereja terhadap dunia dan umat manusia dalam
wujud dokumen yang perlu disosialisasikan. Karena masalah-masalah yang dihadapi
oleh manusia beragama
bervariasi, dan ini dipengaruhi
oleh semangat dan kebutuhan zaman, maka tanggapan Gereja juga bervariasi sesuai
dengan isu sosial yang muncul.
·
Tujuan ASG adalah menghadirkan kepada manusia
rencana Allah bagi realitas duniawi dan menerangi serta membimbing manusia
dalam membangun dunia seturut
rencana Tuhan. Atau
ASG dimaksudkan untuk menjadi
pedoman, dorongan dan bekal
bagi banyak orang
Katolik dalam perjuangannya
ikut serta menciptakan dunia
kerja dan beragam relasi manusia yang terhormat dan masyarakat sejahtera yang bersahabat
dan bermartabat. Dengan bekal dan pedoman ajaran sosial, mereka diharapkan
menjadi rasul awan yang tangguh dan terus berkembang di tengah kehidupan real.
Beberapa Dokumen Ajaran Sosial Gereja
Ajaran Sosial Gereja di
antaranya terdiri atas:
1. Rerum
Novarum (Hal-hal baru) Ensiklik Paus Leo XIII
Tahun 1891-
RN (Rerum
Novarum) merupakan Ensiklik
pertama ajaran sosial Gereja. Menaruh fokus keprihatinan pada kondisi
kerja pada waktu itu, dan tentu saja juga nasib para buruhnya. Tampilnya
masyarakat terindustrialisasi mengubah pola lama hidup bersama, pertanian.
Tetapi, para buruh mendapat perlakuan buruk. Mereka diperas. Jatuh dalam
kemiskinan struktural yang luar biasa. Dan tidak mendapat keadilan dalam
upah dan perlakuan.
Ensiklik RN merupakan ensiklik pertama yang menaruh perhatian pada masalah-masalah sosial secara
sistematis dan dalam jalan pikiran yang berangkat dari prinsip keadilan
universal. Dalam RN hak-hak buruh dibahas dan dibela. Pokok-pokok
pemikiran RN menampilkan tanggapan Gereja atas isu-isu keadilan dan pembelaan
atas martabat manusia (kaum buruh).
Tema-Tema Pokok: Promosi
martabat manusia lewat keadilan upah pekerja; hak-hak buruh; hak
milik pribadi (melawan
gagasan Marxis-komunis); konsep keadilan dalam konteks pengertian hukum
kodrat; persaudaraan antara yang kaya dan miskin untuk melawan kemiskinan
(melawan gagasan dialektis Marxis); kesejahteraan umum; hak-hak negara
untuk campur tangan (melawan gagasan
komunisme); soal pemogokan; hak membentuk serikat kerja; dan tugas Gereja dalam
membangun keadilan sosial.
Konteks Zaman: Revolusi
industri; kemiskinan yang hebat
pada kaum pekerja/ buruh; tiadanya
perlindungan pekerja oleh
otoritas publik dan pemilik modal; jurang kaya miskin yang
luar biasa.
2. Quadragesimo
Anno (tahun keempat puluh) Ensiklik Paus Pius XI
Tahun 1931–
QA (Quadragesimo
Anno) memiliki judul
maksud “Rekonstruksi Tatanan Sosial.” Nama Ensiklik ini (40 tahun)
dimaksudkan untuk memperingati Ensiklik Rerum Novarum. Tetapi pada zaman ini
memang ada kebutuhan
sangat hebat untuk menata kehidupan sosial bangsa manusia. Diperkenalkan
dan ditekankan terminologi
yang sangat penting dalam Ajaran Sosial Gereja, yaitu “subsidiaritas” (maksudnya, apa
yang bisa dikerjakan oleh tingkat bawah, otoritas di atasnya tidak perlu ikut
campur). Dalam banyak hal QA masih melanjutkan RN mengenai soal-soal
“dialog”-nya dengan perkembangan masyarakat. Menolak solusi komunisme yang menghilangkan hak-hak
pribadi. Tetapi juga sekaligus mengkritik persaingan kapitalisme sebagai
yang akan menghancurkan dirinya sendiri
Tema-Tema Pokok: QA bermaksud
menggugat kebijakan-kebijakan ekonomi zaman itu; membeberkan akar-akar
kekacauannya sekaligus menawarkan solusi pembenahan tata sosial hidup bersama, sambil mengenang
Ensklik RN; soal hak-hak pribadi dan kepemilikan bersama; soal modal dan kerja;
prinsip-prinsip bagi hasil yang adil; upah adil; prinsip-prinsip pemulihan
ekonomi dan tatanan sosial; pembahasan sosialisme dan tentu saja kapitalisme;
langkah-langkah Gereja dalam mengatasi kemiskinan struktural.
Konteks Zaman: Depresi ekonomi
sangat hebat terjadi tahun 1929 menggoyang dunia. Di Eropa bermunculan
diktator, kebalikannya demokrasi merosot di mana-mana.
3. Mater
Et Magistra (Ibu dan Pengajaran) Ensiklik Yohanes XXIII
Tahun 1961–
Masalah-masalah
sosial yang diprihatini oleh Ensiklik ini khas pada zaman ini. Soal jurang kaya miskin tidak hanya
disimak dari sekedar urusan pengusaha dan pekerja, atau pemilik modal dan kaum
buruh, melainkan sudah menyentuh masalah internasional. Untuk pertama
kalinya isu “internasional”
dalam hal keadilan menjadi tema ajaran sosial Gereja. Ada jurang sangat
hebat antara negara-negara kaya dan negara-negara miskin. Kemiskinan di Asia,
Afrika, dan Latin Amerika adalah produk dari sistem tata dunia yang tidak adil.
Di lain pihak, persoalan menjadi makin rumit menyusul perlombaan senjata
nuklir, persaingan eksplorasi ruang
angkasa, bangkitnya ideologi-ideologi. Dalam Ensiklik ini diajukan pula
“jalan pikiran” Ajaran Sosial Gereja: see, judge, and act. Gereja Katolik
didesak untuk berpartisipasi secara aktif dalam memajukan tata dunia yang adil.
Tema-Tema Pokok: QA bermaksud
menggugat kebijakan-kebijakan ekonomi zaman itu; membeberkan akar-akar
kekacau-annya sekaligus menawarkan solusi pembenahan tata sosial hidup bersama, sambil mengenang
Ensklik RN; soal hak-hak pribadi dan kepemilikan bersama; soal modal dan kerja;
prinsip-prinsip bagi hasil yang adil; upah adil; prinsip-prinsip pemulihan
ekonomi dan tatanan sosial; pembahasan sosialisme dan tentu saja kapitalisme;
langkah-langkah Gereja dalam mengatasi kemiskinan struktural.
Konteks Zaman: Depresi ekonomi
sangat hebat terjadi tahun 1929 menggoyang dunia. Di Eropa bermunculan
diktator, kebalikannya demokrasi merosot di mana-mana.
4. Pacem
in Terris (Damai di Bumi) Ensiklik Paus Yohanes XIII
Tahun 1963–
Pacem in
Terris menggagas perdamaian, yang menjadi isu sentral pada dekade enam puluhan.
Bilamana terjadi perdamaian? Bila ada rincian tatanan yang adil dengan mengedepankan hak-hak manusiawi dan keluhuran martabatnya.
Yang dimaksudkan dengan tatanan hidup ialah tatanan relasi (1) antarmasyarakat, (2) antara
masyarakat dan negara, (3) antarnegara,
(4) antara masyarakat dan negara-negara dalam level komunitas dunia.
Ensiklik menyerukan dihentikannya perang dan perlombaan
senjata serta pentingnya memperkokoh hubungan
internasional lewat lembaga yang
sudah dibentuk: PBB. Ensiklik ini memiliki muatan ajaran yang ditunjukkan tidak hanya bagi kalangan Gereja Katolik
tetapi seluruh bangsa manusia pada umumnya.
Tema-Tema Pokok: Tata
dunia, tata negara, relasi antarwarga masyarakat dan negara, struktur negara (bagaimana diatur),
hak-hak warganegara; hubungan internasional
antarbangsa; seruan agar dihentikannya perlombaan senjata; soal “Cold War” (perang
dingin) oleh produksi senjata nuklir; komitmen
Gereja terhadap perdamaian dunia. Penekanan pondasi uraian pada gagasan hukum kodrat.
Konteks Zaman: Perang dingin
antara Barat dan Blok Timur, pendirian Tembok Berlin yang memisahkan antara Jerman
Barat dan Timur simbol pemisahan bangsa manusia (Agustus 1961), soal krisis
Misile Cuba (1962)
5. Gaudium
Et Spes (Kegembiraan dan Harapan) Dokumen Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan
II
Tahun 1965-
GS
(Gaudium et Spes) menaruh
keprihatinan secara luas pada tema
hubungan Gereja dan Dunia modern. Ada kesadaran kokoh dalam
Gereja untuk berubah seiring dengan perubahan
kehidupan manusia modern. Soal-soal yang disentuh oleh GS dengan
demikian berkisar tentang kemajuan
manusia di dunia modern. Di lain pihak tetap diangkat ke permukaan soal
jurang yang tetap lebar antara si kaya dan si miskin. Relasi antara Gereja dan
sejarah perkembangan manusia di dunia modern dibahas dalam suatu cara yang
lebih gamblang, menyentuh nilai perkawinan, keluarga, dan tata hidup masyarakat
pada umumnya. Judul dokumen ini mengatakan
suatu “perubahan
eksternal” dari kebijakan hidup
Gereja: Kegembiraan dan harapan,
duka dan kecemasan manusia- manusia
zaman ini, terutama
kaum miskin dan
yang menderita, adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para
murid Kristus juga. Kardinal Joseph Suenens (dari Belgia) berkata bahwa
pembaharuan Konsili Vatikan II tidak hanya mencakup bidang liturgis saja,
melainkan juga hidup Gereja di dunia modern
secara kurang lebih menyeluruh. GS membuka cakrawala baru dengan
mengajukan perlunya “membaca tanda-tanda zaman” (signs of the times).
Tema-Tema Pokok: Penjelasan
tentang perubahan-perubahan dalam tata hidup masyarakat zaman ini; martabat
pribadi manusia; ateisme sistematis dan ateisme praktis; aktivitas
hidup manusia; hubungan
timbal balik antara Gereja dan dunia; beberapa masalah
mendesak, seperti perkawinan, keluarga; cinta kasih suami isteri; kesuburan
perkawinan; kebudayaan dan iman; pendidikan kristiani; kehidupan sosial ekonomi
dan perkembangan terakhirnya; harta benda diperuntukkan bagi semua orang; perdamaian dan persekutuan
bangsa-bangsa; pencegahan perang; kerjasama internasional.
Konteks Zaman: Perang dingin
masih tetap berlangsung. Di lain pihak, negara-negara baru “bermunculan”
(beroleh kemerdekaan)
6. Populorum
Progressio (Kemajuan Bangsa-Bangsa) Ensiklik Paus Paulus VI
Tahun 1967-
Perkembangan bangsa-bangsa merupakan tema
pokok perhatian dari Ensiklik
Ajaran Sosial. Gereja memandang bahwa kemajuan bangsa manusia tidak
hanya dalam kaitannya dengan perkara- perkara ekonomi atau teknologi, tetapi
juga budaya (kultur). Kemajuan bangsa manusia masih tetap dan bahkan
memiliki imbas pemiskinan pada sebagian besar bangsa-bangsa. Isu marginalisasi
kaum miskin mendapat tekanan dalam
dokumen ini. Revolusi di berbagai tempat
di belahan dunia kerap kali tidak membawa bangsa manusia kepada kondisi yang
lebih baik, malah kebalikannya, kepada situasi yang sangat runyam. Kekayaan
dari sebagian negara-negara maju harus dibagi untuk memajukan negara-negara
yang miskin. Soal-soal yang berkaitan dengan perdagangan (pasar) yang adil juga
mendapat sorotan yang tajam. Ensiklik ini menaruh perhatian secara khusus pada perkembangan masyarakat
dunia, teristimewa negara- negara yang
sedang berkembang. Diajukan
pula refleksi teologis
perkembangan / kemajuan yang membebaskan dari ketidakadilan dan pemikinan.
Tema-Tema Pokok: Perkembangan
bangsa manusia zaman ini; kesulitan-kesulitan yang dihadapi; kerjasama
antarbangsa-bangsa; dukungan organisasi internasional, seperti badan-badan dunia yang mengurus bantuan keuangan dan
pangan; kemajuan diperlukan bagi perdamaian.
Konteks Zaman: Tahun enampuluhan
memang tahun perkembangan bangsa-bangsa; banyak negara baru bermunculan di Afrika; tetapi juga sekaligus perang
ideologis dan antarkepentingan kelompok manusia luar biasa ramainya; pada saat
yang sama terjadi ancaman proses marginalisasi (pemiskinan); terjadi
perang di Vietnam
yang sangat brutal; di Indonesia
sendiri terjadi perang
ideologis (Marxis-komunis dan
militer).
7. Octogesima
Adveniens (tahun kedelapan puluh) Surat Apostolik Paus Paulus VI
Tahun 1971-
Arti “Octogesima” adalah tahun
yang ke-80; maksudnya: surat
apostolik ini dimaksudkan untuk manandai usia Rerum Novarum yang ke-80
tahun. Paulus VI
menyerukan kepada segenap anggota Gereja dan bangsa manusia untuk bertindak
memerangi kemiskinan. Soal-soal yang berkaitan dengan urbanisasi
dipandang menjadi salah satu sebab lahirnya “kemiskinan baru”, seperti orang
tua, cacat, kelompok masyarakat yang tinggal di pinggiran kota, dst. Diajukan
ke permukaan pula masalah-masalah
diskriminasi warna kulit, asal-usul, budaya, sex, agama. Gereja mendorong umatnya untuk bertindak secara aktif dalam
masalah-masalah politik dan mendesak untuk memperjuangkan nilai-nilai/semangat
injili. Memperjuangkan keadilan sosial.
Tema-Tema Pokok: Soal kepastian
dan ketidakpastian fenomen kemajuan bangsa manusia zaman
ini berkaitan dengan
keadilan; urbanisasi dan konsekuensi-konsekuensinya;
soal diskriminasi; hak-hak manusiawi;
kehidupan politik, ideologi;
menyimak sekali lagi daya tarik sosialisme; soal kapitalisme;
panggilan kristiani untuk bertindak
memberi kesaksian hidup dan
partisipasi aktif dalam hidup politik.
Konteks Zaman: Dunia mengalami
resesi ekonomi dengan korban
mereka yang miskin; di Amerika aksi Martin Luther King untuk perjuangan hak-hak asasi marak dan menjadi
perhatian dunia; protes melawan perang Vietnam.
8. Convenientes
Ex Universo (Berhimpun dari Seluruh
Dunia) atau lebih dikenal:
Justicia
In Mundo (Justice In The World).
Sinode
para Uskup sedunia
Tahun 1971-
Dunia
sedang berhadapan dengan problem keadilan. Untuk pertama kalinya (boleh disebut
demikian) sinode para
uskup menaruh perhatian pada
soal-soal yang berkaitan
dengan keadilan. Para Uskup berhimpun dan bersidang serta
menelorkan keprihatinan tentang keadilan dalam tata dunia. Misi Gereja tanpa
ada suatu upaya konkret dan tegas mengenai tindakan perjuangan keadilan,
tidaklah integral. Misi Kristus dalam mewartakan datangnya Kerajaan Allah
mencakup pula datangnya
keadilan. Dokumen ini banyak diinspirasikan oleh seruan
keadilan dari Gereja-Gereja di
Afrika, Asia, dan Latin Amerika. Secara khusus pengaruh pembahasan tema “Liberation” oleh para uskup
Amerika Latin di Medellin (Kolumbia). Keadilan merupakan dimensi konstitutif
pewartaan Injil.
Tema-Tema Pokok: Misi Gereja dan
keadilan merupakan dua elemen yang tidak bisa dipisahkan; soal-soal yang berhubungan
dengan keadilan dan perdamaian: hak asasi manusia; keadilan
dalam Gereja; keadilan dan liturgi; kehadiran Gereja di tengah kaum miskin.
Terminologi kunci yang dibicarakan adalah “oppression” dan “liberation”.
Konteks Zaman: Konteks peristiwa
dunia masih berada pada dokumen di atasnya. Dunia sangat haus akan keadilan dan
perdamaian. Pengaruh dari Pertemuan Medellin (di Kolumbia) tahun 1968 sangat
besar.
9. Evangelii
Nuntiandi (Evangelisasi di dunia modern)
Anjuran
Apostolik Paus Paulus VI
Tahun 1975-
Arah dasarnya:
agar Gereja dalam pewartaannya dapat menyentuh manusia pada
abad ke duapuluh. Ada tiga pertanyaan dasar: (1) Sabda Tuhan itu
berdaya, menyentuh hati manusia,
tetapi mengapa Gereja dewasa ini
menjumpai hidup manusia
yang tidak disentuh oleh Sabda
Tuhan (melalui pewartaan Gereja)? (2) Dalam arti apakah kekuatan
evangelisasi sungguh-sungguh mampu mengubah manusia abad ke-20 ini? (3) Metode-metode apakah
yang harus diterapkan agar kekuatan Sabda sungguh menemukan
efeknya?Tuhan Yesus mewartakan keselamatan sekaligus pewartaan pembebasan.
Gereja melanjutkannya. Hal baru dalam dokumen ini ialah bahwa pewartaan Kabar Gembira
sekaligus harus membebaskan pula.
Tema-Tema Pokok: EN (Evangelii
Nuntiandi) mengajukan tema-tema problem kultural sekularisme ateistis,
indiference, konsumerisme, diskriminasi, pengedepanan kenikmatan dalam gaya
hidup, nafsu untuk mendominasi.
Konteks Zaman: EN dimaksudkan
untuk memperingati Konsili Vatikan ke-10.
10. Redemptor
Hominis (Sang Penebus Manusia)
Ensiklik
Yohanes Paulus II (Ensikliknya yang pertama)
Tahun 1979-
Sebenarnya Ensiklik ini
tidak dikategorikan sebagai Ensiklik Ajaran Sosial Gereja.
Tetapi, lukisan tentang penebusan umat manusia oleh Yesus Kristus sebagai
penebusan yang menyeluruh memungkinkan beberapa gagasan ensiklik ini
bersinggungan dengan tema-tema keadilan
sosial. Gagasan dasarnya: manusia
ditebus oleh Kristus dalam situasi hidupnya secara konkret. Yaitu, dalam hidup
situasi di dunia modern. Disinggung mengenai konsekuensi kemajuan dan
segala macam akibat yang ditimbulkan. Hak-hak asasi manusia dengan sendirinya
juga didiskusikan. Misi Gereja dan tujuan hidup manusia.
Tema-Tema Pokok: Misteri
penebusan manusia di zaman
modern; kemajuan dan akibat-akibatnya; misi Gereja untuk
menjawab persoalan zaman ini.
Konteks Zaman: Merupakan
Ensiklik pertama dari kepausan Bapa Suci Yohanes Paulus II.
11. Laborem
Excercens (Kerja Manusia) Ensiklik Paus Yohanes Paulus II
Tahun 1979-
“Kerja”
merupakan tema sentral hidup manusia. Hanya dengan kerja, harkat dan
martabat manusia menemukan
pencetusan keluhurannya. Manusia berhak bekerja untuk kelangsungan
hidupnya, untuk membuat agar hidup keluarga bahagia dan berkecukupan. Ensiklik ini mengkritik
tajam komunisme dan kapitalisme sekaligus sebagai yang
memperlakukan manusia sebagai
alat produktivitas. Manusia
cuma sebagai instrumen penghasil
kemajuan dan perkembangan. Manusia berhak kerja, sekaligus berhak upah yang
adil dan wajar, sekaligus berhak untuk makin hidup secara lebih manusiawi
dengan kerjanya.
Tema-Tema Pokok: Sebagian besar
isinya ialah tentang keadilan kerja, yang sudah dikatakan dalam
Rerum Novarum; memang
Ensiklik ini dimaksudkan untuk
memperingati 90 tahun Rerum Novarum. Kerja dan manusia; semua orang berhak atas
kerja, termasuk di dalamnya yang cacat; perlunya jaminan keselamatan /
kesehatan dalam kerja; manusia berhak atas pencarian kerja yang lebih baik di
mana pun, juga di negeri orang.
Konteks Zaman: Dalam periode
zaman ini dirasakan sangat besar jumlah pengangguran. Para pekerja migrant
(tenaga asing) sangat mudah diperas dan mendapat perlakuan tidak adil.
12. Sollicitudo
Rei Socialis (Keprihatinan Sosial) Ensiklik Paus Yohanes Paulus II
Tahun 1987-
Ensiklik
ini merupakan ulang tahun ke-20 dari Ensiklik Populorum Progressio. Jurang
antara wilayah/negara-negara Selatan (miskin) dan Utara (kaya) luar biasa
besarnya. Perkembangan dan kemajuan sering kali sekaligus pemiskinan pada
wilayah lain. Persoalannya semakin rumit manakala dirasakan semakin
hebatnya pertentangan ideologis
antara Barat dan
Timur, antara kapitalisme dan komunisme. Persaingan ini semakin
memblokir kerjasama dan solidaritas kepada yang miskin. Negara-negara Barat
semakin membabi buta dalam eksplorasi kemajuan. Sementara negara-negara miskin semakin terpuruk oleh kemiskinannya. Konsumerisme dan “dosa
struktural” makin mendominasi hidup manusia.
Tema-Tema Pokok: Ensiklik ini
mengajukan makna baru
tentang pengertian “the structures of sin”; pemandangan secara
teliti sumbangsih Ensiklik yang diperingati, Populorum Progressio; digambarkan
pula panorama zaman ini
dengan segala kemajuannya;
tinjauan teologis masalah-masalah modern;
Konteks Zaman: Perang berkecamuk
seputar ideologi pada zaman
ini; Soviet menginvasi Afganistan
dan setahun kemudian menarik diri dari Afganistan; dan berbagai ketegangan yang dimunculkan oleh persaingan ideologis yang hebat.
13. Centesimus
Annus (Tahun ke Seratus) Ensiklik Yohanes Paulus II
Tahun 1991-
Menandai
ulang tahun Rerum Novarum yang ke-100. Dokumen ini memiliki jalan pikiran yang
kurang lebih sama, paradigma yang
ditampilkan dalam Rerum
Novarum untuk menyimak dunia saat ini. Perkembangan baru
berupa jatuhnya komunisme dan sosialisme marxisme di wilayah Timur (Eropa
Timur) menandai suatu periode baru yang
harus disimak secara lebih teliti. Jatuhnya sosialisme marxisme tidak berarti
kapitalisme dan liberalisme menemukan pembenarannya. Kesalahan fundamental dari
sosialisme ialah tiadanya dasar yang lebih manusiawi atas perkembangan.
Martabat dan tanggung jawab pribadi manusia seakan-akan disepelekan. Di lain
pihak, kapitalisme bukanlah pilihan yang tepat. Perkembangan yang mengedepankan
eksplorasi kebebasan akan memicu ketidakadilan
yang sangat besar. Centesimus Annus mengurus
pula soal-soal
lingkungan hidup yang menjadi permasalahan menyolok pada zaman ini.
Tema-Tema Pokok: Skema jalan
pikiran Ensiklik ini serupa dengan dokumen- dokumen sebelumnya: pertama-tama
dibicarakan dulu mengenai Rerum Novarum yang diperingati; berikutnya dengan
menyimak pola Rerum Novarum, Ensiklik Centesimus Annus membahas “hal-hal baru zaman
sekarang”; diajukan pula catatan
“tahun 1989” (adalah tahun jatuhnya tembok Berlin); prinsip harta benda
dunia diperuntukkan bagi semua orang; negara dan kebudayaan; manusia ialah
jalan bagi Gereja; soal lingkungan hidup
Konteks Zaman: Jatuhnya
komunisme di Eropa Timur yang ditandai dengan runtuhnya tembok Berlin; Nelson
Mandela – sang figur penentang diskriminasi – bebas dari penjara (1990). Memang
ada sekian “hal-hal baru” yang pantas disimak
14. The
Participation of Catholics in Political life–
Dokumen
yang dikeluarkan oleh Kongregasi Suci untuk Ajaran Iman
Tahun 2002
Dokumen ini
merupakan garis bawah pentingnya partisipasi umat Katolik pada kehidupan
politik. Umat Katolik tidak boleh pasif. Tantangan perkembangan
dan kemajuan demikian besar, umat Katolik diminta memiliki kesadaran-kesadaran tanggung jawab dan partisipasi untuk
memajukan kehidupan bersama dalam soal- soal politik. Politik bukanlah
lapangan kotor, melainkan lapangan kehidupan yang harus ditata dengan baik.
Tema-Tema Pokok: Seputar kehidupan
politik dan pentingnya
partisipasi umat beriman Katolik
untuk peduli dengan soal-soal politik
Konteks Zaman: Zaman ini mengukir soal-soal yang sangat
menyolok: hidup manusia ditentukan
oleh realitas tata politik; aneka
persoalan kemunduran sosial seringkali
ditandai dengan kebangkrutan politik dalam hidup bersama; soal-soal yang
menyangkut kebebasan beragama dan kebebasan berkembang dalam budayanya juga
menjadi perkara yang dominan pada periode sekarang ini.
15. Caritas
in Veritate (Kasih dalam Kebenaran) Paus Benediktus XVI
Tahun 2009
Caritas in Veritate (kasih dalam kebenaran). Ditulis oleh Paus Benediktus XVI dan terbit
29 Juni 2009. Ensiklik ini berbicara tentang perkembangan integral manusia
dalam kasih dan kebenaran. Ajaran sosial
adalah milik Gereja
karena Gereja adalah subjek yang
merumuskannya, menyebarluaskannya dan mengajarkannya. Ajaran Sosial Gereja
bukanlah sebuah hak prerogatif dari satu komponen tertentu
dalam lembaga gerejawi melainkan dari keseluruhan jemaat; ajaran sosial.
Gereja adalah bentuk ungkapan dari cara Gereja memahami masyarakat serta
posisinya sendiri berkenaan dengan berbagai struktur serta perubahan sosial. Keseluruhan jemaat Gereja para
Imam, Biarawan dan kaum Awam ambil bagian dalam perumusan ajaran sosial ini, masing-masing menurut
tugas, karisma serta pelayanan yang berbeda-beda yang ditemukan di dalam
Gereja.
Tema-Tema Pokok: Kasih dalam
kebenaran, menjadi saksi Yesus Kristus yang wafat dan bangkit dalam kehidupan
duniawi. Kasih merupakan kekuatan luar
biasa yang mendorong orang untuk rendah
hati dan berani terlibat memperjuangkan keadilan dan perdamaian.
Konteks Zaman: Ensiklik ini
mendiskusikan krisis finansial global dalam konteks meluasnya relativisme.
Pandangan Paus melampaui kategori- kategori tradisional kekuasaan pasar sayap kanan (kapitalisme) dan kekuasaan negara sayap kiri
(sosialisme). Dengan mengamati bahwa setiap keputusan ekonomi
memiliki konsekuensi moral, Paus menekankan pengelolaan ekonomi yang
berfokus pada martabat manusia.
Tujuh tema kunci dari
ensiklik-ensiklik tersebut:
1. Kesucian hidup manusia dan
martabat pribadi harus dijunjung tinggi
melebihi benda-benda dan harus dijaga sejak dikandung ibunya. Ini
prinsip dasar ajaran Gereja. Gereja
melawan serangan terhadap kehidupan manusia (aborsi, eutanasia,
hukuman mati, pembasmian suku bangsa, siksaan, pembunuhan rakyat sipil, rasisme, diskriminasi, dsb). Gereja tidak anti-perang tapi
anti perang yang tidak adil.
Hukuman mati hanya boleh demi menjaga kehidupan bangsa, itu pun jikalau tidak
tersedia jalan lain yang tidak ”membunuh”. Tapi kalau tersedia, negara harus
mengusahakannya demi kesucian dan martabat hidup manusia.
2. Panggilan untuk membentuk
Keluarga Allah di tengah masyarakat yang melibatkan semua warga. ”Tidak
baik manusia hidup sendirian” (Kej 2:18). Manusia menjadi baik dan makin
sempurna kalau berdua dan bergabung. Membentuk keluarga lalu membentuk negara
lalu membentuk Keluarga Allah. Baik-buruknya lembaga keluarga-masyarakat-negara
dinilai dari sumbangannya kepada kehidupan dan martabat pribadi manusia. Gereja menolak 2 ekstrem: ekstrem individualistis
(pasar bebas, laissez-faire) dan ekstrem sosial (kolektivisme & komunisme).
Hak tiap orang untuk ambil-bagian dalam hidup masyarakat, harus dijunjung
tinggi. Gereja mendorong prinsip
subsidiaritas (hal yang bisa ditangani oleh warga negara tidak boleh ditangani
oleh negara. Negara hanya wajib membantu saja).
3. Hak azasi manusia selalu
berdasar pada dan demi martabat pribadi manusia. Batas hak azasi manusia memang kewajiban azasi manusia
(tapi maksudnya bukan kewajiban kemasyarakatan, tapi kewajiban menunaikan martabat manusia yang mencakup
kewajiban sosial). Hak azasi paling dasar = hak hidup, hak mencapai
kepenuhan hidup dan hak atas keperluan hidup. Hidup yang dimaksud adalah hidup
bermartabat (Kekasih Allah, Citra Allah, Keluiarga Allah). Hak keperluan hidup
antara lain: pekerjaan, jaminan kesehatan, pendidikan, rumah, berkeluarga,
kebebasan beragama dan hak milik. Kebebasan beragama = bebas berhubungan dengan
Tuhan yang membebaskan bukan yang memperbudak, kebebasan hati nurani, kebebasan
mengungkapkan isi hati dan keagamaan). Hak milik (harta) itu bukan tanpa batas.
Batasnya kebersamaan. Tak boleh disalahgunakan. Tak boleh ditimbun secara tak
adil (negara berhak mendistribusikannya).
4. Preferential option for the poor and vulnerable (selalu mendahulukan orang yang
miskin dan tanpa pembela) termasuk anak dalam kandungan, orang cacat,
orang jompo, orang dalam sakrat maut, dsb. Ukuran martabat
suatu bangsa adalah perlakuannya terhadap orang-orang semacam itu.
Menolong orang miskin dari kocek sendiri. Bersikap hormat kepada mereka.
Mendoakan mereka. Membentuk tim advokasi hukum untuk mereka, dsb.
5. Nilai luhur pekerjaan. Salah
satu keperluan hidup yang jadi hak azasi manusia adalah pekerjaan. Pada
awalnya manusia dipanggil Tuhan untuk bersama bekerja mengelola bumi dan
mengenyam hasilnya bersama. Inilah dua realitas dasar dunia. Kalau dua
hal tsb. terjamin, maka damai sejahtera. Pekerjaan adalah kunci penyelesaian
masalah sosial. Manusia yang
tidak bekerja itu bukan manusia. Karena bekerja, manusia jadi manusia.
Pekerjaan adalah dasar kemerdekaan. Tanpa punya pekerjaan pribadi,
manusia jadi budak majikan. Kerja-sama bukan hanya bekerja bersama, tapi
tanggungjawab bersama. Aku bekerja untuk kamu dan kamu untuk aku. Sumbangan
majikan kepada masyarakat berupa jasa atau produk dan pekerjaan yang menjunjung
tinggi kemanusiaan. Hak buruh, selain hak atas pekerjaan yang aman dan
produktif, juga decent-fair-living wage (upah pantas, adil dan menghidupi
keluarga), dan hak membentuk serikat buruh untuk melindungi kepentingan buruh.
Kewajiban buruh adalah bekerja sepenuh hati dengan setia, a fair day’s work for a fair day’s
pay (memenuhi jam kerja sesuai upah pantas per hari). Sikap buruh menghormati
majikan dan sesama buruh, nonviolence (anti kekerasan),
”menerima” keadaan (voluntary
poverty), anti-diskriminasi, taqwa (doa), dan kekeluargaan.
6. Solidaritas (setia-kawan, solid
= kokoh). Ini
keutamaan kristiani. Asalnya dari kasih Allah Tritunggal (Bapa Putera Roh Kudus
saling mengasihi). Dia mempertaruhkan Diri, menyatu menjadi manusia agar
manusia menjadi ”Allah”, dengan menanam kasih-Nya dan semangat Keluarga Allah
dalam hati tiap orang, sehingga tiap orang punya semangat menyangkal diri dan
semangat altruistis (hidup untuk orang lain). Tujuan akhirnya = Keluarga Allah
di tengah masyarakat dan di sorga. Sikap yang menonjol adalah penjaga sesama
(anti semangat Kain), penolong orang sengsara, menjadi tempat singgah bagi
orang asing (juga imigran), pendidikan
anak-anaknya, mencukupi kebutuhannya, dsb. Sikap mengampuni dan mau
berdamai dengan musuh. Secara internasional, Gereja minta pengurangan hutang
negara miskin. Di masyarakat, umat Allah memelopori perubahan struktur
masyarakat.
7. Memelihara ciptaan Allah.
Keadilan kristiani berlaku, baik di antara manusia maupun terhadap mahluk lain. Manusia harus
tampil sebagai pemelihara
setia alam ciptaan, bukan pengeruk alam. Alam adalah jaminan sosial
sekarang dan masa depan anak-cucu. Korban pertama paling parah
dari pengerukan alam adalah orang
miskin. Mereka jadi alat keruk murah. Hanya di alam yang telah rusak itu saja
mereka boleh tinggal. Umat kristiani harus dididik memelihara lingkungan dan
menolong orang miskin.
Permasalahan di Indonesia
berkaitan dengan pelaksanaan ASG:
-
Ajaran Sosial Gereja belum dilaksanakan secara
maksimal di Indonesia oleh orang-orang
Katolik sendiri.
-
Ajaran
Sosial Gereja nampaknya
hanya sebatas ajaran, teori,
yang dijadikan wacana namun belum menjadi sebuah gerakan atas dasar
kasih.