Cari Blog Ini

Kamis, 18 Februari 2021

AJARAN SOSIAL GEREJA

 

AJARAN SOSIAL GEREJA

 

Acapkali muncul pertanyaan seputar sikap Gereja menghadapi keadaan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan politik dalam hidup sehari-hari.

·       Bagaimanakah Gereja menyikapi umat yang hidup melarat, tak cukup makan dan minum, tak bisa bayar uang obat, tak bisa mengecap pendidikan  dasar?

·       Apakah Gereja hanya meminta mereka untuk  berdoa dan memohon  kepada Tuhan  supaya Dia menolong untuk menghadapi masalah-masalah yang sedang dihadapi?

·       Apakah disamping memohon kepada Tuhan dengan tekun, Gereja juga mengambil sejumlah tindakan nyata untuk mengeluarkan mereka dari kungkungan sosial yang menyengsarakan, menyakitkan dan menekan lahir dan batin?

Jika diamati dengan seksama, penampilan Gereja Indonesia ternyata masih lebih berpenampilan ibadat daripada penampilan gerakan sosial. Bahkan dikatakan bahwa wajah Gereja Indonesia adalah berwajah pesta yang tampak dalam perayaan-perayaan kultis-liturgisnya.  Seandainya  ada  penampilan  sosial, hal  itu  tidak  merupakan penampilan  utama.  Penampilan  sosial  yang  ada  sampai  sekarang  merupakan penampilan sosial karitatif, seperti membantu yang miskin, mencarikan pekerjaan bagi pengangguran, dan sebagainya. Demikian juga, mereka yang datang ke gereja adalah orang-orang  yang telah menjadi puas bila dipenuhi  kebutuhan  pribadinya dengan kegiatan ibadat atau sudah cukup senang dengan memberi dana sejumlah uang bagi mereka yang sengsara. Namun, mencari sebab-sebab mengapa ada pengemis, mengapa ada pengangguran belum dianggap sebagai hal yang berhubungan dengan iman. Padahal, kita tahu ajaran sosial Gereja lebih mengundang  kita untuk  tidak merasa kasihan kepada para korban, tetapi mencari sebab-sebab mengapa terjadi korban dan mencari siapa penyebabnya. Mungkin saja bahwa penyebabnya adalah orang-orang yang mengaku beriman Katolik itu sendiri.

Ajaran sosial Gereja yang dikembangkan sejak abad XIX merupakan bagian integral dari seluruh pandangan hidup Kristiani. Ensiklik Rerum Novarum (1891) mengembangkan ajaran sosial klasik yang berkisar pada masalah-masalah keadilan untuk kaum buruh upahan. Selanjutnya  sejak Ensiklik Mater et Magistra (1961), Gaudium et Spes (1965), dan Populorum Progressio (1971) dimunculkan  tekanan baru  pada  segi pastoral  dan  praksis,  dimensi  internasional  dan  masalah  hak-hak asasi manusia. Masalah konkret  yang sangat mendesak adalah negara yang sedang berkembang, ledakan penduduk,  nilai kerja manusia, diskriminasi rasial, otonomi  bidang duniawi dari agama, keahlian profesional. Pada tahap kedua ini, Gereja berjuang untuk membela martabat setiap pribadi manusia dan membangun masyarakat yang manusiawi. Ajaran sosial Gereja sering terkesan sebagai pedoman yang kaku. Terdorong dan diterangi iman dicari jawaban atas masalah-masalah baru, Ajaran sosial Gereja berkembang, walaupun prinsip-prinsip  dasarnya sama. Bila keputusan dan tindakan politik tidak adil, Gereja harus bicara. Ajaran sosial Gereja menolak pandangan yang salah tentang masyarakat, yaitu ajaran kapitalisme liberal dan  komunisme  total.  Ajaran  sosial Gereja memusatkan  perhatian  pada penekanan nilai-nilai dasar kehidupan  bersama. Titik tolaknya adalah pengertian manusia sebagai makhluk berpribadi dan sekaligus makhluk sosial. Di satu pihak, manusia membutuhkan  masyarakat dan hanya dapat berkembang di dalamnya. Di lain pihak, masyarakat yang sungguh manusiawi mustahil terwujud tanpa individu-individu yang berkepribadian kuat, baik, dan penuh tanggung jawab. Masyarakat sehat dicirikan oleh adanya pengakuan terhadap martabat pribadi manusia, kesejahteraan bersama, dan solidaritas.

 

Mendalami Ajaran Sosial Gereja

·       Ajaran Sosial Gereja (ASG) adalah ajaran mengenai hak dan kewajiban berbagai anggota  masyarakat  dalam  hubungannya   dengan  kebaikan  bersama,  baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Ajaran sosial Gereja merupakan tanggapan Gereja terhadap  fenomena atau persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat manusia dalam bentuk himbauan, kritik atau dukungan. Dengan kata lain, ajaran sosial Gereja merupakan bentuk keprihatinan Gereja terhadap dunia dan umat manusia dalam wujud dokumen yang perlu disosialisasikan. Karena masalah-masalah  yang dihadapi  oleh  manusia  beragama  bervariasi, dan  ini dipengaruhi oleh semangat dan kebutuhan zaman, maka tanggapan Gereja juga bervariasi sesuai dengan isu sosial yang muncul.

·       Tujuan ASG adalah menghadirkan kepada manusia rencana Allah bagi realitas duniawi dan menerangi serta membimbing manusia dalam membangun dunia seturut  rencana  Tuhan.  Atau  ASG dimaksudkan  untuk  menjadi  pedoman, dorongan  dan  bekal  bagi  banyak  orang  Katolik  dalam  perjuangannya  ikut serta  menciptakan  dunia  kerja dan  beragam  relasi manusia  yang terhormat dan masyarakat sejahtera yang bersahabat dan bermartabat. Dengan bekal dan pedoman ajaran sosial, mereka diharapkan menjadi rasul awan yang tangguh dan terus berkembang di tengah kehidupan real.

 

Beberapa Dokumen Ajaran Sosial Gereja

Ajaran Sosial Gereja di antaranya terdiri atas:

1.       Rerum Novarum (Hal-hal baru) Ensiklik Paus Leo XIII

Tahun   1891-

RN (Rerum Novarum) merupakan Ensiklik pertama ajaran sosial Gereja. Menaruh fokus keprihatinan pada kondisi kerja pada waktu itu, dan tentu saja juga nasib para buruhnya. Tampilnya masyarakat terindustrialisasi mengubah pola lama hidup bersama, pertanian. Tetapi, para buruh mendapat perlakuan buruk. Mereka diperas. Jatuh dalam kemiskinan struktural yang luar biasa. Dan tidak mendapat keadilan  dalam  upah  dan  perlakuan.  Ensiklik RN  merupakan ensiklik pertama yang menaruh  perhatian pada masalah-masalah sosial secara sistematis dan  dalam jalan pikiran  yang berangkat dari prinsip keadilan universal. Dalam RN hak-hak buruh dibahas dan dibela. Pokok-pokok pemikiran RN menampilkan tanggapan Gereja atas isu-isu keadilan dan pembelaan atas martabat manusia (kaum buruh).

Tema-Tema Pokok: Promosi martabat manusia lewat keadilan upah pekerja; hak-hak buruh;  hak  milik  pribadi  (melawan  gagasan Marxis-komunis); konsep keadilan dalam konteks pengertian hukum kodrat; persaudaraan antara yang kaya dan miskin untuk melawan kemiskinan (melawan gagasan dialektis Marxis); kesejahteraan umum; hak-hak negara untuk  campur tangan (melawan gagasan komunisme); soal pemogokan; hak membentuk serikat kerja; dan tugas Gereja dalam membangun keadilan sosial.

Konteks Zaman: Revolusi industri;  kemiskinan  yang hebat  pada  kaum  pekerja/ buruh;  tiadanya  perlindungan  pekerja oleh otoritas  publik  dan pemilik modal; jurang kaya miskin yang luar biasa.

 

2.       Quadragesimo Anno (tahun keempat puluh) Ensiklik Paus Pius XI

Tahun   1931–

QA (Quadragesimo Anno)  memiliki  judul  maksud  Rekonstruksi Tatanan  Sosial.” Nama Ensiklik ini (40 tahun) dimaksudkan untuk memperingati Ensiklik Rerum Novarum. Tetapi pada zaman ini memang ada kebutuhan sangat hebat untuk menata kehidupan sosial bangsa manusia.  Diperkenalkan  dan  ditekankan  terminologi  yang sangat penting dalam Ajaran Sosial Gereja, yaitu “subsidiaritas” (maksudnya, apa yang bisa dikerjakan oleh tingkat bawah, otoritas di atasnya tidak perlu ikut campur). Dalam banyak hal QA masih melanjutkan RN mengenai soal-soal “dialog”-nya dengan perkembangan masyarakat. Menolak solusi komunisme  yang menghilangkan  hak-hak  pribadi. Tetapi juga sekaligus mengkritik persaingan kapitalisme sebagai yang akan menghancurkan dirinya sendiri

Tema-Tema Pokok: QA bermaksud menggugat kebijakan-kebijakan ekonomi zaman itu; membeberkan akar-akar kekacauannya sekaligus menawarkan solusi pembenahan  tata sosial hidup bersama, sambil mengenang Ensklik RN; soal hak-hak pribadi dan kepemilikan bersama; soal modal dan kerja; prinsip-prinsip bagi hasil yang adil; upah adil; prinsip-prinsip pemulihan ekonomi dan tatanan sosial; pembahasan sosialisme dan tentu saja kapitalisme; langkah-langkah Gereja dalam mengatasi kemiskinan struktural.

Konteks Zaman: Depresi ekonomi sangat hebat terjadi tahun 1929 menggoyang dunia. Di Eropa bermunculan diktator, kebalikannya demokrasi merosot di mana-mana.

 

3.       Mater Et Magistra (Ibu dan Pengajaran) Ensiklik Yohanes XXIII

Tahun   1961–

Masalah-masalah sosial yang diprihatini oleh Ensiklik ini khas pada zaman ini. Soal jurang kaya miskin tidak hanya disimak dari sekedar urusan pengusaha dan pekerja, atau pemilik modal dan kaum buruh, melainkan sudah menyentuh masalah internasional. Untuk pertama kalinya isu “internasional” dalam hal keadilan menjadi tema ajaran sosial Gereja. Ada jurang sangat hebat antara negara-negara kaya dan negara-negara miskin. Kemiskinan di Asia, Afrika, dan Latin Amerika adalah produk dari sistem tata dunia yang tidak adil. Di lain pihak, persoalan menjadi makin rumit menyusul perlombaan senjata nuklir, persaingan eksplorasi ruang  angkasa, bangkitnya ideologi-ideologi. Dalam Ensiklik ini diajukan pula “jalan pikiran” Ajaran Sosial Gereja: see, judge, and act. Gereja Katolik didesak untuk berpartisipasi secara aktif dalam memajukan tata dunia yang adil.

Tema-Tema Pokok: QA bermaksud menggugat kebijakan-kebijakan ekonomi zaman itu; membeberkan akar-akar kekacau-annya sekaligus menawarkan solusi pembenahan  tata sosial hidup bersama, sambil mengenang Ensklik RN; soal hak-hak pribadi dan kepemilikan bersama; soal modal dan kerja; prinsip-prinsip bagi hasil yang adil; upah adil; prinsip-prinsip pemulihan ekonomi dan tatanan sosial; pembahasan sosialisme dan tentu saja kapitalisme; langkah-langkah Gereja dalam mengatasi kemiskinan struktural.

Konteks Zaman: Depresi ekonomi sangat hebat terjadi tahun 1929 menggoyang dunia. Di Eropa bermunculan diktator, kebalikannya demokrasi merosot di mana-mana.

 

4.       Pacem in Terris (Damai di Bumi) Ensiklik Paus Yohanes XIII

Tahun   1963–

Pacem in Terris menggagas perdamaian, yang menjadi isu sentral pada dekade enam puluhan. Bilamana terjadi perdamaian? Bila ada rincian tatanan  yang adil dengan mengedepankan  hak-hak manusiawi dan keluhuran  martabatnya.  Yang dimaksudkan  dengan  tatanan  hidup ialah tatanan  relasi (1) antarmasyarakat, (2) antara masyarakat dan negara, (3) antarnegara,  (4) antara  masyarakat dan  negara-negara dalam level komunitas  dunia.  Ensiklik menyerukan  dihentikannya perang dan perlombaan senjata serta pentingnya memperkokoh hubungan  internasional  lewat lembaga yang sudah dibentuk: PBB. Ensiklik ini memiliki muatan  ajaran yang ditunjukkan  tidak hanya bagi kalangan Gereja Katolik tetapi seluruh  bangsa manusia  pada umumnya.

Tema-Tema Pokok: Tata dunia,  tata  negara, relasi antarwarga  masyarakat dan  negara, struktur negara (bagaimana diatur), hak-hak warganegara; hubungan internasional  antarbangsa;  seruan  agar dihentikannya  perlombaan senjata; soal “Cold War” (perang dingin) oleh produksi senjata nuklir; komitmen  Gereja terhadap  perdamaian  dunia. Penekanan  pondasi uraian pada gagasan hukum kodrat.

Konteks Zaman: Perang dingin antara Barat dan Blok Timur, pendirian Tembok Berlin yang memisahkan antara Jerman Barat dan Timur simbol pemisahan bangsa manusia (Agustus 1961), soal krisis Misile Cuba (1962)

 

5.       Gaudium Et Spes (Kegembiraan dan Harapan) Dokumen Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II

Tahun   1965-

GS (Gaudium  et Spes) menaruh keprihatinan  secara luas pada  tema  hubungan  Gereja dan  Dunia modern. Ada kesadaran kokoh dalam Gereja untuk berubah seiring dengan perubahan  kehidupan manusia modern. Soal-soal yang disentuh oleh GS dengan demikian berkisar tentang kemajuan manusia di dunia modern. Di lain pihak tetap diangkat ke permukaan soal jurang yang tetap lebar antara si kaya dan si miskin. Relasi antara Gereja dan sejarah perkembangan manusia di dunia modern dibahas dalam suatu cara yang lebih gamblang, menyentuh nilai perkawinan, keluarga, dan tata hidup masyarakat pada umumnya. Judul dokumen ini mengatakan  suatu  “perubahan  eksternal” dari  kebijakan hidup Gereja: Kegembiraan dan harapan,  duka dan kecemasan manusia- manusia  zaman  ini,  terutama  kaum  miskin  dan  yang menderita, adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga. Kardinal Joseph Suenens (dari Belgia) berkata bahwa pembaharuan Konsili Vatikan II tidak hanya mencakup bidang liturgis saja, melainkan juga hidup Gereja di dunia modern  secara kurang lebih menyeluruh. GS membuka cakrawala baru dengan mengajukan perlunya “membaca tanda-tanda zaman” (signs of the times).

Tema-Tema Pokok: Penjelasan tentang perubahan-perubahan dalam tata hidup masyarakat zaman ini; martabat pribadi manusia; ateisme sistematis dan ateisme praktis;  aktivitas  hidup  manusia;  hubungan   timbal  balik  antara Gereja dan dunia; beberapa masalah mendesak, seperti perkawinan, keluarga; cinta kasih suami isteri; kesuburan perkawinan; kebudayaan dan iman; pendidikan kristiani; kehidupan sosial ekonomi dan perkembangan terakhirnya; harta benda diperuntukkan  bagi semua orang; perdamaian dan persekutuan bangsa-bangsa; pencegahan perang; kerjasama internasional.

Konteks Zaman: Perang dingin masih tetap berlangsung. Di lain pihak, negara-negara baru “bermunculan” (beroleh kemerdekaan)

 

6.       Populorum Progressio (Kemajuan Bangsa-Bangsa) Ensiklik Paus Paulus VI

Tahun   1967-

Perkembangan  bangsa-bangsa merupakan  tema  pokok  perhatian dari Ensiklik Ajaran Sosial. Gereja memandang  bahwa kemajuan bangsa manusia tidak hanya dalam kaitannya dengan perkara- perkara ekonomi atau teknologi, tetapi juga budaya (kultur). Kemajuan bangsa manusia masih tetap dan bahkan memiliki imbas pemiskinan pada sebagian besar bangsa-bangsa. Isu marginalisasi kaum miskin mendapat  tekanan dalam dokumen  ini. Revolusi di berbagai tempat di belahan dunia kerap kali tidak membawa bangsa manusia kepada kondisi yang lebih baik, malah kebalikannya, kepada situasi yang sangat runyam. Kekayaan dari sebagian negara-negara maju harus dibagi untuk memajukan negara-negara yang miskin. Soal-soal yang berkaitan dengan perdagangan (pasar) yang adil juga mendapat sorotan yang tajam. Ensiklik ini menaruh perhatian secara khusus pada perkembangan masyarakat dunia, teristimewa negara- negara  yang sedang berkembang. Diajukan  pula  refleksi teologis perkembangan / kemajuan yang membebaskan dari ketidakadilan dan pemikinan.

Tema-Tema Pokok: Perkembangan bangsa manusia zaman ini; kesulitan-kesulitan yang dihadapi; kerjasama antarbangsa-bangsa; dukungan organisasi internasional, seperti badan-badan  dunia yang mengurus bantuan keuangan dan pangan; kemajuan diperlukan bagi perdamaian.

Konteks Zaman: Tahun enampuluhan memang tahun perkembangan bangsa-bangsa; banyak negara baru bermunculan  di Afrika; tetapi juga sekaligus perang ideologis dan antarkepentingan kelompok manusia luar biasa ramainya; pada saat yang sama terjadi ancaman proses marginalisasi (pemiskinan);  terjadi  perang  di  Vietnam  yang sangat  brutal;  di Indonesia  sendiri  terjadi  perang  ideologis (Marxis-komunis  dan militer).

 

7.       Octogesima Adveniens (tahun kedelapan puluh) Surat Apostolik Paus Paulus VI

Tahun   1971-

Arti  “Octogesima” adalah  tahun  yang ke-80; maksudnya:  surat apostolik ini dimaksudkan untuk manandai usia Rerum Novarum yang  ke-80  tahun.   Paulus   VI  menyerukan   kepada   segenap anggota Gereja dan bangsa manusia untuk bertindak memerangi kemiskinan. Soal-soal yang berkaitan dengan urbanisasi dipandang menjadi salah satu sebab lahirnya “kemiskinan baru”, seperti orang tua, cacat, kelompok masyarakat yang tinggal di pinggiran kota, dst. Diajukan ke permukaan pula masalah-masalah diskriminasi warna kulit, asal-usul, budaya, sex, agama. Gereja mendorong  umatnya untuk bertindak secara aktif dalam masalah-masalah politik dan mendesak untuk memperjuangkan nilai-nilai/semangat injili. Memperjuangkan keadilan sosial.

Tema-Tema Pokok: Soal kepastian dan ketidakpastian fenomen kemajuan bangsa manusia   zaman   ini   berkaitan   dengan   keadilan;   urbanisasi dan konsekuensi-konsekuensinya; soal diskriminasi; hak-hak manusiawi;  kehidupan  politik,  ideologi;  menyimak  sekali  lagi daya tarik sosialisme; soal kapitalisme; panggilan kristiani untuk bertindak  memberi kesaksian hidup  dan partisipasi aktif dalam hidup politik.

Konteks Zaman: Dunia  mengalami  resesi ekonomi  dengan  korban  mereka yang miskin; di Amerika aksi Martin  Luther King untuk  perjuangan hak-hak asasi marak dan menjadi perhatian dunia; protes melawan perang Vietnam.

 

8.       Convenientes Ex Universo (Berhimpun  dari Seluruh Dunia)  atau lebih dikenal:

Justicia In Mundo (Justice In The World).

Sinode para Uskup sedunia

Tahun   1971-

Dunia sedang berhadapan dengan problem keadilan. Untuk pertama kalinya (boleh disebut demikian) sinode para uskup menaruh   perhatian   pada   soal-soal   yang   berkaitan   dengan keadilan. Para Uskup berhimpun dan bersidang serta menelorkan keprihatinan tentang keadilan dalam tata dunia. Misi Gereja tanpa ada suatu upaya konkret dan tegas mengenai tindakan perjuangan keadilan, tidaklah integral. Misi Kristus dalam mewartakan datangnya Kerajaan Allah mencakup  pula  datangnya  keadilan. Dokumen  ini  banyak diinspirasikan  oleh seruan  keadilan  dari Gereja-Gereja di Afrika, Asia, dan Latin Amerika. Secara khusus pengaruh pembahasan tema “Liberation” oleh para uskup Amerika Latin di Medellin (Kolumbia). Keadilan merupakan dimensi konstitutif pewartaan Injil.

Tema-Tema Pokok: Misi Gereja dan keadilan merupakan dua elemen yang tidak bisa dipisahkan;  soal-soal yang  berhubungan  dengan  keadilan  dan perdamaian: hak asasi manusia; keadilan dalam Gereja; keadilan dan liturgi; kehadiran Gereja di tengah kaum miskin. Terminologi kunci yang dibicarakan adalah “oppression” dan “liberation”.

Konteks Zaman: Konteks peristiwa dunia masih berada pada dokumen di atasnya. Dunia sangat haus akan keadilan dan perdamaian. Pengaruh dari Pertemuan Medellin (di Kolumbia) tahun 1968 sangat besar.

 

9.       Evangelii Nuntiandi (Evangelisasi di dunia modern)

Anjuran Apostolik Paus Paulus VI

Tahun   1975-

Arah dasarnya: agar Gereja dalam pewartaannya dapat menyentuh manusia  pada  abad  ke duapuluh.  Ada tiga pertanyaan  dasar: (1) Sabda Tuhan  itu  berdaya, menyentuh  hati  manusia,  tetapi mengapa  Gereja  dewasa ini  menjumpai  hidup  manusia  yang tidak disentuh  oleh Sabda Tuhan  (melalui pewartaan  Gereja)? (2) Dalam arti apakah kekuatan evangelisasi sungguh-sungguh mampu mengubah manusia abad ke-20 ini? (3)   Metode-metode    apakah   yang   harus    diterapkan    agar kekuatan Sabda sungguh menemukan efeknya?Tuhan Yesus mewartakan keselamatan sekaligus pewartaan pembebasan. Gereja melanjutkannya. Hal baru dalam dokumen ini ialah bahwa pewartaan Kabar Gembira sekaligus harus membebaskan pula.

Tema-Tema Pokok: EN (Evangelii Nuntiandi) mengajukan tema-tema problem kultural sekularisme ateistis, indiference, konsumerisme, diskriminasi, pengedepanan kenikmatan dalam gaya hidup, nafsu untuk mendominasi.

Konteks Zaman: EN dimaksudkan untuk memperingati Konsili Vatikan ke-10.

 

10.   Redemptor Hominis (Sang Penebus Manusia)

Ensiklik Yohanes Paulus II (Ensikliknya yang pertama)

Tahun   1979-

Sebenarnya  Ensiklik ini  tidak  dikategorikan  sebagai Ensiklik Ajaran Sosial Gereja. Tetapi, lukisan tentang penebusan umat manusia oleh Yesus Kristus sebagai penebusan yang menyeluruh memungkinkan beberapa gagasan ensiklik ini bersinggungan dengan tema-tema  keadilan sosial. Gagasan dasarnya: manusia ditebus oleh Kristus dalam situasi hidupnya secara konkret. Yaitu, dalam hidup situasi di dunia modern. Disinggung mengenai konsekuensi kemajuan dan segala macam akibat yang ditimbulkan. Hak-hak asasi manusia dengan sendirinya juga didiskusikan. Misi Gereja dan tujuan hidup manusia.

Tema-Tema Pokok: Misteri penebusan  manusia  di zaman  modern;  kemajuan  dan akibat-akibatnya; misi Gereja untuk menjawab persoalan zaman ini.

Konteks Zaman: Merupakan Ensiklik pertama dari kepausan Bapa Suci Yohanes Paulus II.

 

11.   Laborem Excercens (Kerja Manusia) Ensiklik Paus Yohanes Paulus II

Tahun   1979-

“Kerja” merupakan tema sentral hidup manusia. Hanya dengan kerja, harkat  dan  martabat  manusia  menemukan  pencetusan keluhurannya. Manusia berhak bekerja untuk kelangsungan hidupnya, untuk membuat agar hidup keluarga bahagia dan berkecukupan.  Ensiklik ini mengkritik  tajam  komunisme  dan kapitalisme  sekaligus sebagai  yang  memperlakukan  manusia sebagai alat  produktivitas.  Manusia  cuma  sebagai instrumen penghasil kemajuan dan perkembangan. Manusia berhak kerja, sekaligus berhak upah yang adil dan wajar, sekaligus berhak untuk makin hidup secara lebih manusiawi dengan kerjanya.

Tema-Tema Pokok: Sebagian besar isinya ialah tentang keadilan kerja, yang sudah dikatakan   dalam   Rerum   Novarum;   memang   Ensiklik  ini dimaksudkan untuk memperingati 90 tahun Rerum Novarum. Kerja dan manusia; semua orang berhak atas kerja, termasuk di dalamnya yang cacat; perlunya jaminan keselamatan / kesehatan dalam kerja; manusia berhak atas pencarian kerja yang lebih baik di mana pun, juga di negeri orang.

Konteks Zaman: Dalam periode zaman ini dirasakan sangat besar jumlah pengangguran. Para pekerja migrant (tenaga asing) sangat mudah diperas dan mendapat perlakuan tidak adil.

 

 

12.   Sollicitudo Rei Socialis (Keprihatinan Sosial) Ensiklik Paus Yohanes Paulus II

Tahun   1987-

Ensiklik ini merupakan ulang tahun ke-20 dari Ensiklik Populorum Progressio.  Jurang  antara  wilayah/negara-negara  Selatan (miskin) dan Utara (kaya) luar biasa besarnya. Perkembangan dan  kemajuan  sering kali sekaligus pemiskinan  pada  wilayah lain. Persoalannya semakin rumit manakala dirasakan semakin hebatnya   pertentangan   ideologis  antara   Barat  dan   Timur, antara kapitalisme dan komunisme. Persaingan ini semakin memblokir kerjasama dan solidaritas kepada yang miskin. Negara-negara Barat semakin membabi buta dalam eksplorasi kemajuan. Sementara negara-negara  miskin semakin terpuruk oleh kemiskinannya. Konsumerisme dan “dosa struktural” makin mendominasi hidup manusia.

Tema-Tema Pokok: Ensiklik ini mengajukan  makna  baru  tentang  pengertian  “the structures of sin”; pemandangan secara teliti sumbangsih Ensiklik yang diperingati, Populorum Progressio; digambarkan pula panorama   zaman  ini  dengan  segala  kemajuannya;  tinjauan teologis masalah-masalah modern;

Konteks Zaman: Perang  berkecamuk  seputar  ideologi pada  zaman  ini;  Soviet menginvasi Afganistan dan setahun kemudian menarik diri dari Afganistan; dan  berbagai ketegangan  yang dimunculkan  oleh persaingan ideologis yang hebat.

 

13.   Centesimus Annus (Tahun ke Seratus) Ensiklik Yohanes Paulus II

Tahun   1991-

Menandai ulang tahun Rerum Novarum yang ke-100. Dokumen ini memiliki jalan pikiran yang kurang lebih sama, paradigma yang  ditampilkan  dalam  Rerum  Novarum  untuk  menyimak dunia saat ini. Perkembangan baru berupa jatuhnya komunisme dan sosialisme marxisme di wilayah Timur (Eropa Timur) menandai  suatu periode baru yang harus disimak secara lebih teliti. Jatuhnya sosialisme marxisme tidak berarti kapitalisme dan liberalisme menemukan pembenarannya. Kesalahan fundamental dari sosialisme ialah tiadanya dasar yang lebih manusiawi atas perkembangan. Martabat dan tanggung jawab pribadi manusia seakan-akan disepelekan. Di lain pihak, kapitalisme bukanlah pilihan yang tepat. Perkembangan yang mengedepankan eksplorasi kebebasan akan memicu  ketidakadilan yang sangat besar. Centesimus Annus mengurus  pula soal-soal lingkungan hidup yang menjadi permasalahan menyolok pada zaman ini.

Tema-Tema Pokok: Skema jalan pikiran Ensiklik ini serupa dengan dokumen- dokumen sebelumnya: pertama-tama dibicarakan dulu mengenai Rerum Novarum yang diperingati; berikutnya dengan menyimak pola Rerum Novarum, Ensiklik Centesimus Annus membahas “hal-hal baru  zaman  sekarang”; diajukan  pula  catatan  “tahun 1989” (adalah tahun jatuhnya tembok Berlin); prinsip harta benda dunia diperuntukkan bagi semua orang; negara dan kebudayaan; manusia ialah jalan bagi Gereja; soal lingkungan hidup

Konteks Zaman: Jatuhnya komunisme di Eropa Timur yang ditandai dengan runtuhnya tembok Berlin; Nelson Mandela – sang figur penentang diskriminasi – bebas dari penjara (1990). Memang ada sekian “hal-hal baru” yang pantas disimak

 

14.   The Participation of Catholics in Political life–

Dokumen yang dikeluarkan oleh Kongregasi Suci untuk Ajaran Iman

Tahun   2002

Dokumen ini merupakan garis bawah pentingnya partisipasi umat Katolik pada kehidupan politik. Umat Katolik tidak boleh pasif. Tantangan  perkembangan  dan kemajuan demikian besar, umat Katolik diminta  memiliki kesadaran-kesadaran tanggung jawab dan partisipasi untuk memajukan kehidupan bersama dalam soal- soal politik. Politik bukanlah lapangan kotor, melainkan lapangan kehidupan yang harus ditata dengan baik.

Tema-Tema Pokok: Seputar  kehidupan   politik  dan  pentingnya  partisipasi  umat beriman Katolik untuk peduli dengan soal-soal politik

Konteks Zaman: Zaman ini mengukir  soal-soal yang  sangat  menyolok:  hidup manusia  ditentukan  oleh realitas tata  politik; aneka persoalan kemunduran  sosial seringkali ditandai dengan kebangkrutan politik dalam hidup bersama; soal-soal yang menyangkut kebebasan beragama dan kebebasan berkembang dalam budayanya juga menjadi perkara yang dominan pada periode sekarang ini.

 

15.   Caritas in Veritate (Kasih dalam Kebenaran) Paus Benediktus XVI

Tahun   2009

Caritas  in Veritate (kasih dalam kebenaran).  Ditulis oleh Paus Benediktus XVI dan terbit 29 Juni 2009. Ensiklik ini berbicara tentang perkembangan integral manusia dalam kasih dan kebenaran.  Ajaran  sosial  adalah  milik  Gereja  karena  Gereja adalah subjek yang merumuskannya,  menyebarluaskannya  dan mengajarkannya. Ajaran Sosial Gereja bukanlah sebuah hak prerogatif dari satu komponen  tertentu  dalam lembaga gerejawi melainkan dari keseluruhan jemaat; ajaran sosial. Gereja adalah bentuk ungkapan dari cara Gereja memahami masyarakat serta posisinya sendiri berkenaan dengan berbagai struktur serta perubahan sosial. Keseluruhan jemaat Gereja para Imam, Biarawan dan kaum Awam ambil bagian dalam perumusan  ajaran sosial ini, masing-masing menurut tugas, karisma serta pelayanan yang berbeda-beda yang ditemukan di dalam Gereja.

Tema-Tema Pokok: Kasih dalam kebenaran, menjadi saksi Yesus Kristus yang wafat dan bangkit dalam kehidupan duniawi.  Kasih merupakan kekuatan luar biasa yang mendorong  orang untuk rendah hati dan berani terlibat memperjuangkan keadilan dan perdamaian.

Konteks Zaman: Ensiklik ini mendiskusikan krisis finansial global dalam konteks meluasnya relativisme. Pandangan Paus melampaui kategori- kategori tradisional  kekuasaan pasar sayap kanan  (kapitalisme) dan kekuasaan negara sayap kiri (sosialisme). Dengan mengamati bahwa setiap keputusan  ekonomi  memiliki konsekuensi moral, Paus menekankan pengelolaan ekonomi yang berfokus pada martabat manusia.

 

Tujuh tema kunci dari ensiklik-ensiklik tersebut:

1.    Kesucian hidup manusia dan martabat pribadi  harus dijunjung tinggi melebihi benda-benda dan harus dijaga sejak dikandung ibunya. Ini prinsip dasar ajaran Gereja. Gereja melawan serangan terhadap kehidupan manusia (aborsi, eutanasia, hukuman  mati, pembasmian  suku bangsa, siksaan, pembunuhan  rakyat sipil, rasisme, diskriminasi, dsb). Gereja tidak anti-perang tapi anti perang yang tidak adil. Hukuman mati hanya boleh demi menjaga kehidupan bangsa, itu pun jikalau tidak tersedia jalan lain yang tidak ”membunuh”. Tapi kalau tersedia, negara harus mengusahakannya demi kesucian dan martabat hidup manusia.

2.    Panggilan untuk membentuk Keluarga Allah di tengah masyarakat yang melibatkan semua warga. ”Tidak baik manusia hidup sendirian” (Kej 2:18). Manusia menjadi baik dan makin sempurna kalau berdua dan bergabung. Membentuk keluarga lalu membentuk negara lalu membentuk Keluarga Allah. Baik-buruknya lembaga keluarga-masyarakat-negara dinilai dari sumbangannya kepada kehidupan dan martabat  pribadi manusia. Gereja menolak 2 ekstrem: ekstrem individualistis (pasar bebas, laissez-faire) dan ekstrem sosial (kolektivisme & komunisme). Hak tiap orang untuk ambil-bagian dalam hidup masyarakat, harus dijunjung tinggi. Gereja mendorong  prinsip subsidiaritas (hal yang bisa ditangani oleh warga negara tidak boleh ditangani oleh negara. Negara hanya wajib membantu saja).

3.    Hak azasi manusia selalu berdasar pada dan demi martabat pribadi manusia. Batas hak azasi manusia memang kewajiban azasi manusia (tapi maksudnya bukan kewajiban kemasyarakatan, tapi kewajiban menunaikan martabat manusia yang mencakup kewajiban sosial). Hak azasi paling dasar = hak hidup, hak mencapai kepenuhan hidup dan hak atas keperluan hidup. Hidup yang dimaksud adalah hidup bermartabat (Kekasih Allah, Citra Allah, Keluiarga Allah). Hak keperluan hidup antara lain: pekerjaan, jaminan kesehatan, pendidikan, rumah, berkeluarga, kebebasan beragama dan hak milik. Kebebasan beragama = bebas berhubungan dengan Tuhan yang membebaskan bukan yang memperbudak, kebebasan hati nurani, kebebasan mengungkapkan isi hati dan keagamaan). Hak milik (harta) itu bukan tanpa batas. Batasnya kebersamaan. Tak boleh disalahgunakan. Tak boleh ditimbun secara tak adil (negara berhak mendistribusikannya).

4.    Preferential option for the poor and vulnerable (selalu mendahulukan orang yang miskin dan tanpa pembela) termasuk anak dalam kandungan, orang cacat, orang jompo, orang dalam sakrat maut, dsb. Ukuran  martabat  suatu bangsa adalah perlakuannya terhadap orang-orang semacam itu. Menolong orang miskin dari kocek sendiri. Bersikap hormat kepada mereka. Mendoakan mereka. Membentuk tim advokasi hukum untuk mereka, dsb.

5.    Nilai luhur pekerjaan. Salah satu keperluan hidup yang jadi hak azasi manusia adalah pekerjaan. Pada awalnya manusia dipanggil Tuhan untuk bersama bekerja mengelola bumi  dan  mengenyam hasilnya bersama. Inilah dua realitas dasar dunia. Kalau dua hal tsb. terjamin, maka damai sejahtera. Pekerjaan adalah kunci penyelesaian masalah sosial. Manusia yang tidak bekerja itu bukan manusia. Karena bekerja, manusia jadi manusia. Pekerjaan adalah dasar kemerdekaan. Tanpa punya pekerjaan pribadi, manusia jadi budak majikan. Kerja-sama bukan hanya bekerja bersama, tapi tanggungjawab bersama. Aku bekerja untuk kamu dan kamu untuk aku. Sumbangan majikan kepada masyarakat berupa jasa atau produk dan pekerjaan yang menjunjung tinggi kemanusiaan. Hak buruh, selain hak atas pekerjaan yang aman dan produktif, juga decent-fair-living wage (upah pantas, adil dan menghidupi keluarga), dan hak membentuk serikat buruh untuk melindungi kepentingan buruh. Kewajiban buruh adalah bekerja sepenuh hati dengan setia, a fair  day’s work for a fair day’s pay (memenuhi jam kerja sesuai upah pantas per hari). Sikap buruh  menghormati  majikan dan sesama buruh, nonviolence (anti  kekerasan),  ”menerima”  keadaan  (voluntary  poverty), anti-diskriminasi, taqwa (doa), dan kekeluargaan.

6.    Solidaritas (setia-kawan, solid = kokoh). Ini keutamaan kristiani. Asalnya dari kasih Allah Tritunggal (Bapa Putera Roh Kudus saling mengasihi). Dia mempertaruhkan Diri, menyatu menjadi manusia agar manusia menjadi ”Allah”, dengan menanam kasih-Nya dan semangat Keluarga Allah dalam hati tiap orang, sehingga tiap orang punya semangat menyangkal diri dan semangat altruistis (hidup untuk orang lain). Tujuan akhirnya = Keluarga Allah di tengah masyarakat dan di sorga. Sikap yang menonjol adalah penjaga sesama (anti semangat Kain), penolong orang sengsara, menjadi tempat singgah bagi orang asing (juga imigran), pendidikan  anak-anaknya, mencukupi kebutuhannya, dsb. Sikap mengampuni dan mau berdamai dengan musuh. Secara internasional, Gereja minta pengurangan hutang negara miskin. Di masyarakat, umat Allah memelopori perubahan struktur masyarakat.

7.    Memelihara ciptaan Allah. Keadilan kristiani berlaku, baik di antara manusia maupun  terhadap mahluk lain. Manusia harus tampil sebagai pemelihara setia alam ciptaan, bukan pengeruk alam. Alam adalah jaminan sosial sekarang dan masa depan anak-cucu. Korban pertama  paling parah  dari pengerukan  alam adalah orang miskin. Mereka jadi alat keruk murah. Hanya di alam yang telah rusak itu saja mereka boleh tinggal. Umat kristiani harus dididik memelihara lingkungan dan menolong orang miskin.

 

Permasalahan di Indonesia berkaitan dengan pelaksanaan ASG:

-          Ajaran Sosial Gereja belum dilaksanakan secara maksimal di Indonesia  oleh orang-orang Katolik sendiri.

-          Ajaran  Sosial Gereja nampaknya  hanya  sebatas ajaran,  teori,  yang dijadikan wacana namun belum menjadi sebuah gerakan atas dasar kasih.