KESETARAAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN (Bagian 1)
Doa Pembuka
Allah Bapa Yang Mahabaik, Engkau menciptakan kami
sebagai laki-laki dan perempuan, semartabat, secitra, dan sederajat. Sekalipun
kami memiliki kekhasan dan perbedaan, Engkau tetap menghendaki kami bersatu dan
saling melengkapi. Engkau mencintai kami dan memanggil kami untuk senantiasa
saling membantu dan mengembangkan, sehingga kami semakin sempurna. Berkatilah
kami, ya Tuhan, supaya kami tidak kenal lelah selalu mengusahakan yang terbaik
dan menjunjung martabat satu sama lain sesuai dengan kehendak-Mu.
Amin.
A. Pengantar
Masyarakat Indonesia pada umumnya menganut budaya patriarki yang begitu kental. Di belahan dunia lain pun juga demikian, laki-laki selalu diprioritaskan
daripada perempuan. Walaupun kasus ketidaksetaraan gender di masyarakat
tidak ekstrem seperti masa lalu, namun masih ada tindakan diskriminasi terhadap
perempuan yang tidak terekspos media.
Dalam keluarga, misalnya
orang tua atau bahkan lingkungan, secara langsung maupun tidak langsung telah mensosialisasikan peran anak
laki-laki dan perempuannya secara berbeda. Anak laki-laki diminta
membantu orang tua dalam hal-hal tertentu saja, bahkan seringkali diberi
kebebasan untuk bermain dan tidak dibebani tanggung jawab tertentu. Anak
perempuan sebaliknya diberi tanggung jawab untuk membantu pekerjaan yang
menyangkut urusan rumah (seperti: membersihkan rumah, memasak, dan mencuci).
Kesetaraan gender adalah
suatu kondisi dimana semua manusia (baik laki-laki maupun perempuan) bebas
mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa
dibatasi oleh stereotype, peran gender yang kaku. Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan
laki-laki harus selalu sama, akan tetapi hak, tanggung jawab dan kesempatannya
tidak dipengaruhi oleh apakah mereka dilahirkan sebagai laki-laki atau
perempuan.
Dalam tema
ini peserta didik
diajak untuk menyadari
bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan semartabat dan
sederajat. Keduanya diciptakan menurut citra Allah: diciptakan menurut gambar dan rupa
Allah yang satu dan sama (Kejadian 1:26-27). Lebih dari itu, mereka dianugerahi kepercayaan
dan kesempatan yang sama untuk mengambil bagian dalam karya-Nya yang
agung. Mereka dipanggil untuk membangun persekutuan (communio) dan bekerja sama dalam pengelolaan dunia dan seisinya
serta pelestarian generasi umat manusia (Kejadian 1:31).
Dalam Kitab Kejadian ini
juga diceritakan bahwa pria
dan wanita merupakan ciptaan Tuhan yang paling indah. Pria dan wanita
diciptakan Tuhan untuk saling
melengkapi, untuk menjadi teman hidup. Pria saja tidaklah lengkap. Allah sendiri berkata:
“Tidaklah baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan
seorang penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kej. 2:18). Untuk
menyatakan bahwa wanita sungguh-sungguh merupakan kesatuan dengan pria, maka
Tuhan menciptakan wanita itu bukan dari bahan lain, tetapi dari tulang rusuk
pria itu. Maka, pria itu kemudian berkata tentang wanita itu demikian: “Inilah
dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” (Kej. 2:23). Dari kutipan
Kitab Suci ini jelaslah bahwa hubungan pria dan wanita adalah hubungan yang suci dan sepadan.
Dalam Katekismus Gereja
Katolik artikel 372 disebutkan bahwa pria dan wanita diciptakan “satu untuk yang lain”, bukan
seakan-akan Allah membuat mereka sebagai manusia setengah-setengah dan tidak
lengkap, melainkan Ia menciptakan mereka untuk satu persekutuan pribadi,
sehingga kedua orang itu dapat menjadi “penolong” satu untuk yang lain, karena
di satu pihak mereka itu sama
sebagai pribadi (“tulang dari tulangku”), sedangkan di lain pihak mereka
saling melengkapi
dalam kepriaan dan
kewanitaannya. Dalam perkawinan Allah mempersatukan mereka
sedemikian erat, sehingga mereka “menjadi satu daging” (Kej. 2:24) dan dapat meneruskan kehidupan manusia:
“Beranak-cuculah dan bertambah banyaklah; penuhilah bumi” (Kej. 1:28). Dengan
meneruskan kehidupan kepada anak-anaknya, pria dan wanita sebagai suami isteri
dan orangtua bekerja sama dengan karya Pencipta atas cara yang sangat khusus.
B. Menyimak Kisah
Ajarkan Kesetaraan pada Anak
di Keluarga dengan Bermain Peran
Reporter: Antara Editor: Mitra Tarigan | Jumat, 3 Juli 2020 19:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta−Deputi Tumbuh
Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA),
Lenny N Rosalin mengatakan anak perlu dididik kesetaraan gender antara
laki-laki dan perempuan sejak dini. “Usia di bawah enam tahun adalah golden age
ketika pertumbuhan dan perkembangan anak sangat pesat dan tidak bisa digantikan
pada masa mendatang,” kata Lenny dalam seminar daring yang diikuti di Jakarta,
Jumat 3 Juli 2020.
Lenny mengatakan keluarga dan orang tua adalah tempat pertama dan utama
bagi anak mendapatkan pendidikan. Anak belajar dengan melihat apa yang
dilakukan orang tua dan menirunya, sehingga orang tua berperan sebagai guru
pada usia awal anak.
Karena itu, untuk mengajarkan kesetaraan kepada anak sejak dini, orang
tua harus membangun kesetaraan dalam keluarga dengan memberikan akses dan
partisipasi yang setara bagi suami, istri, dan anak, serta memastikan keputusan
diputuskan bersama oleh suami dan istri.
“Orang tua dan keluarga juga harus memastikan kesetaraan antara anak
laki-laki dan perempuan dalam berbagai hal. Misalnya di bidang pendidikan,
jangan membedakan antara anak laki-laki dan perempuan,” katanya.
Kesetaraan dalam keluarga bisa dibangun dengan mengembangkan perilaku,
sikap dan komitmen sebagai atribut perempuan dan laki-laki yang bisa diterima.
“Pengenalan gender kepada anak harus ditanamkan sejak dini. Pembelajaran
mengenai kesetaraan gender merupakan tanggung jawab orang tua di rumah,”
katanya.
Kesetaraan gender bisa diajarkan melalui kegiatan bermain peran.
Anak-anak berhak menentukan peran apa yang dia inginkan.
Saat bermain, orang tua jangan membatasi peran tertentu lebih pantas
untuk laki-laki atau perempuan. Semua orang berhak bekerja menjadi apa yang dia
inginkan. “Dalam jangka panjang, memperkenalkan kesetaraan gender kepada anak
usia dini tidak hanya menumbuhkan kepercayaan diri, tetapi juga membangun pola
pikir yang tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan,” katanya.
Sumber:https://gaya.tempo.co/read/1360986/ajarkan-kesetaraan-pada-anak-di-keluarga-dengan-bermain-peran/full&view=ok
C. Peneguhan
a.
Dalam kebudayaan tertentu di masyarakat kita masih banyak ditemukan
pandangan yang menganggap laki-laki lebih berharga dibandingkan dengan
perempuan. Anak laki-laki sering dianggap andalan masa depan karena ia akan
menjadi tulang punggung keluarga. Hal itu disebabkan karena laki-laki dianggap
pribadi yang kuat dan dapat menguasai banyak hal. Laki-laki adalah kebanggaan
keluarga. Sebaliknya, anak perempuan dipandang sebagai pribadi yang lemah dan
kurang mampu menjadi pemimpin dalam keluarga. Maka sering kita jumpai ada orang
tua yang merasa kecewa ketika mengetahui bahwa anak yang lahir ternyata adalah
anak perempuan. Dalam banyak hal, anak laki-laki sering lebih banyak memiliki
kesempatan untuk mendapat pendidikan yang tinggi, dan perempuan kurang memperoleh
kesempatan yang sama. Inilah yang disebut budaya patriarki, yakni budaya yang
memandang kedudukan kaum laki-laki lebih penting daripada kedudukan kaum
perempuan.
b.
Kesetaraan gender adalah suatu kondisi dimana semua manusia, baik
laki-laki maupun perempuan, bebas mengembangkan kemampuan personal mereka dan
membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype, peran gender yang kaku.
Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu sama, tetapi
hak, tanggung jawab dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh apakah mereka
dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan.
c.
Kesetaraan gender memberikan penghargaan dan kesempatan yang sama pada
perempuan dan laki-laki dalam menentukan keinginannya dan menggunakan
kemampuannya secara maksimal di berbagai bidang.
d.
PBB bahkan menekankan
kesetaraan gender bagi
semua adalah hak fundamental yang
dimiliki oleh setiap manusia. Pernyataan itu mengakar dari Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia ayat pertama yang jelas menyatakan bahwa, “Setiap manusia
dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.”
e.
Upaya untuk mewujudkan kesetaraan dalam masyarakat yang dapat kita
lakukan adalah:
i.
Mengakhiri diskriminasi terhadap semua wanita dan anak perempuan.
ii.
Meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam berbagai kegiatan.
iii.
Menghilangkan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan anak baik di ranah publik
maupun pribadi. Hal ini termasuk perdagangan manusia dan eksploitasi seksual
pada perempuan dan anak.
iv.
Meningkatkan pelayanan umum dan kebijakan publik yang lebih pro
terhadap perempuan.
1.
Dalam kebudayaan tertentu di masyarakat kita masih banyak ditemukan
pandangan yang menganggap laki-laki lebih berharga dibandingkan dengan
perempuan. Mengapa demikian? Jelaskan!
2.
Apa yang dimaksud dengan Kesetaraan Gender?
3.
Sebutkan 4 upaya yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan kesetaraan
dalam masyarakat !
DOA PENUTUP
Mazmur 113
Tuhan Meninggikan Orang yang Rendah
1Haleluya!
Pujilah, hai hamba-hamba TUHAN, pujilah nama TUHAN!
2Kiranya
nama TUHAN dimasyhurkan, sekarang ini dan selama-lamanya.
3Dari
terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari terpujilah nama TUHAN.
4TUHAN
tinggi mengatasi segala bangsa, kemuliaan-Nya mengatasi langit.
5Siapakah
seperti TUHAN, Allah kita, yang diam di tempat yang tinggi,
6yang
merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi?
7Ia
menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin
dari lumpur,
8untuk
mendudukkan dia bersama-sama dengan para bangsawan, bersama-sama
dengan
para bangsawan bangsanya.
9Ia
mendudukkan perempuan yang mandul di rumah sebagai ibu anak-anak,
penuh
sukacita. Haleluya!
Kemuliaan kepada Bapa, Putra, dan Roh Kudus
Seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan sepanjang segala abad.