Cari Blog Ini

Minggu, 01 Agustus 2021

KESETARAAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN (Bagian 1)

KESETARAAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN (Bagian 1)

Doa Pembuka

Allah Bapa Yang Mahabaik, Engkau menciptakan kami sebagai laki-laki dan perempuan, semartabat, secitra, dan sederajat. Sekalipun kami memiliki kekhasan dan perbedaan, Engkau tetap menghendaki kami bersatu dan saling melengkapi. Engkau mencintai kami dan memanggil kami untuk senantiasa saling membantu dan mengembangkan, sehingga kami semakin sempurna. Berkatilah kami, ya Tuhan, supaya kami tidak kenal lelah selalu mengusahakan yang terbaik dan menjunjung martabat satu sama lain sesuai dengan kehendak-Mu.

Amin.

 

A.   Pengantar

Masyarakat Indonesia pada umumnya menganut budaya patriarki yang begitu kental. Di belahan dunia lain pun juga demikian, laki-laki selalu diprioritaskan daripada perempuan. Walaupun kasus ketidaksetaraan gender di masyarakat tidak ekstrem seperti masa lalu, namun masih ada tindakan diskriminasi terhadap perempuan yang tidak terekspos media.

Dalam keluarga, misalnya orang tua atau bahkan lingkungan, secara langsung maupun tidak langsung telah mensosialisasikan peran anak laki-laki dan perempuannya secara berbeda. Anak laki-laki diminta membantu orang tua dalam hal-hal tertentu saja, bahkan seringkali diberi kebebasan untuk bermain dan tidak dibebani tanggung jawab tertentu. Anak perempuan sebaliknya diberi tanggung jawab untuk membantu pekerjaan yang menyangkut urusan rumah (seperti: membersihkan rumah, memasak, dan mencuci).

Kesetaraan gender adalah suatu kondisi dimana semua manusia (baik laki-laki maupun perempuan) bebas mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype, peran gender yang kaku.  Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu sama, akan tetapi hak, tanggung jawab dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh apakah mereka dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan.

Dalam  tema  ini  peserta  didik  diajak  untuk  menyadari  bahwa  laki-laki dan perempuan diciptakan semartabat dan sederajat. Keduanya diciptakan menurut citra Allah: diciptakan menurut gambar dan rupa Allah yang satu dan sama (Kejadian 1:26-27). Lebih dari itu, mereka dianugerahi  kepercayaan  dan kesempatan yang sama untuk mengambil bagian dalam karya-Nya yang agung. Mereka dipanggil untuk membangun persekutuan (communio) dan bekerja sama dalam pengelolaan dunia dan seisinya serta pelestarian generasi umat manusia (Kejadian 1:31).

Dalam Kitab Kejadian ini juga diceritakan bahwa pria dan wanita merupakan ciptaan Tuhan yang paling indah. Pria dan wanita diciptakan Tuhan untuk saling melengkapi, untuk menjadi teman hidup. Pria saja tidaklah lengkap. Allah sendiri berkata: “Tidaklah baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan seorang penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kej. 2:18). Untuk menyatakan bahwa wanita sungguh-sungguh merupakan kesatuan dengan pria, maka Tuhan menciptakan wanita itu bukan dari bahan lain, tetapi dari tulang rusuk pria itu. Maka, pria itu kemudian berkata tentang wanita itu demikian: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” (Kej. 2:23). Dari kutipan Kitab Suci ini jelaslah bahwa hubungan pria dan wanita adalah hubungan yang suci dan sepadan.

Dalam Katekismus Gereja Katolik artikel 372 disebutkan bahwa pria dan wanita diciptakan “satu untuk yang lain”, bukan seakan-akan Allah membuat mereka sebagai manusia setengah-setengah dan tidak lengkap, melainkan Ia menciptakan mereka untuk satu persekutuan pribadi, sehingga kedua orang itu dapat menjadi “penolong” satu untuk yang lain, karena di satu pihak mereka itu sama sebagai pribadi (“tulang dari tulangku”), sedangkan di lain pihak mereka saling  melengkapi  dalam  kepriaan  dan  kewanitaannya.  Dalam  perkawinan Allah mempersatukan mereka sedemikian erat, sehingga mereka “menjadi satu daging” (Kej. 2:24) dan dapat meneruskan kehidupan manusia: “Beranak-cuculah dan bertambah banyaklah; penuhilah bumi” (Kej. 1:28). Dengan meneruskan kehidupan kepada anak-anaknya, pria dan wanita sebagai suami isteri dan orangtua bekerja sama dengan karya Pencipta atas cara yang sangat khusus.

 

B.   Menyimak Kisah

Ajarkan Kesetaraan pada Anak di Keluarga dengan Bermain Peran

Reporter: Antara Editor: Mitra Tarigan | Jumat, 3 Juli 2020 19:43 WIB

TEMPO.CO, Jakarta−Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Lenny N Rosalin mengatakan anak perlu dididik kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan sejak dini. “Usia di bawah enam tahun adalah golden age ketika pertumbuhan dan perkembangan anak sangat pesat dan tidak bisa digantikan pada masa mendatang,” kata Lenny dalam seminar daring yang diikuti di Jakarta, Jumat 3 Juli 2020.

Lenny mengatakan keluarga dan orang tua adalah tempat pertama dan utama bagi anak mendapatkan pendidikan. Anak belajar dengan melihat apa yang dilakukan orang tua dan menirunya, sehingga orang tua berperan sebagai guru pada usia awal anak.

Karena itu, untuk mengajarkan kesetaraan kepada anak sejak dini, orang tua harus membangun kesetaraan dalam keluarga dengan memberikan akses dan partisipasi yang setara bagi suami, istri, dan anak, serta memastikan keputusan diputuskan bersama oleh suami dan istri.

“Orang tua dan keluarga juga harus memastikan kesetaraan antara anak laki-laki dan perempuan dalam berbagai hal. Misalnya di bidang pendidikan, jangan membedakan antara anak laki-laki dan perempuan,” katanya.

Kesetaraan dalam keluarga bisa dibangun dengan mengembangkan perilaku, sikap dan komitmen sebagai atribut perempuan dan laki-laki yang bisa diterima. “Pengenalan gender kepada anak harus ditanamkan sejak dini. Pembelajaran mengenai kesetaraan gender merupakan tanggung jawab orang tua di rumah,” katanya.

Kesetaraan gender bisa diajarkan melalui kegiatan bermain peran. Anak-anak berhak menentukan peran apa yang dia inginkan.

Saat bermain, orang tua jangan membatasi peran tertentu lebih pantas untuk laki-laki atau perempuan. Semua orang berhak bekerja menjadi apa yang dia inginkan. “Dalam jangka panjang, memperkenalkan kesetaraan gender kepada anak usia dini tidak hanya menumbuhkan kepercayaan diri, tetapi juga membangun pola pikir yang tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan,” katanya.

Sumber:https://gaya.tempo.co/read/1360986/ajarkan-kesetaraan-pada-anak-di-keluarga-dengan-bermain-peran/full&view=ok

 

C.    Peneguhan

a.     Dalam kebudayaan tertentu di masyarakat kita masih banyak ditemukan pandangan yang menganggap laki-laki lebih berharga dibandingkan dengan perempuan. Anak laki-laki sering dianggap andalan masa depan karena ia akan menjadi tulang punggung keluarga. Hal itu disebabkan karena laki-laki dianggap pribadi yang kuat dan dapat menguasai banyak hal. Laki-laki adalah kebanggaan keluarga. Sebaliknya, anak perempuan dipandang sebagai pribadi yang lemah dan kurang mampu menjadi pemimpin dalam keluarga. Maka sering kita jumpai ada orang tua yang merasa kecewa ketika mengetahui bahwa anak yang lahir ternyata adalah anak perempuan. Dalam banyak hal, anak laki-laki sering lebih banyak memiliki kesempatan untuk mendapat pendidikan yang tinggi, dan perempuan kurang memperoleh kesempatan yang sama. Inilah yang disebut budaya patriarki, yakni budaya yang memandang kedudukan kaum laki-laki lebih penting daripada kedudukan kaum perempuan.

b.    Kesetaraan gender adalah suatu kondisi dimana semua manusia, baik laki-laki maupun perempuan, bebas mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype, peran gender yang kaku. Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu sama, tetapi hak, tanggung jawab dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh apakah mereka dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan.

c.     Kesetaraan gender memberikan penghargaan dan kesempatan yang sama pada perempuan dan laki-laki dalam menentukan keinginannya dan menggunakan kemampuannya secara maksimal di berbagai bidang.

d.    PBB  bahkan  menekankan  kesetaraan  gender  bagi  semua  adalah hak fundamental yang dimiliki oleh setiap manusia. Pernyataan itu mengakar dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ayat pertama yang jelas menyatakan bahwa, “Setiap manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.”

e.    Upaya untuk mewujudkan kesetaraan dalam masyarakat yang dapat kita lakukan adalah:

                                                             i.      Mengakhiri diskriminasi terhadap semua wanita dan anak perempuan.

                                                           ii.      Meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam berbagai kegiatan.

                                                         iii.      Menghilangkan  segala  bentuk  kekerasan  terhadap  perempuan dan anak baik di ranah publik maupun pribadi. Hal ini termasuk perdagangan manusia dan eksploitasi seksual pada perempuan dan anak.

                                                         iv.      Meningkatkan pelayanan umum dan kebijakan publik yang lebih pro terhadap perempuan.

 

1.    Dalam kebudayaan tertentu di masyarakat kita masih banyak ditemukan pandangan yang menganggap laki-laki lebih berharga dibandingkan dengan perempuan.  Mengapa demikian? Jelaskan!

2.    Apa yang dimaksud dengan Kesetaraan Gender?

3.    Sebutkan 4 upaya yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan kesetaraan dalam masyarakat !

 

 

DOA PENUTUP

Mazmur 113

Tuhan Meninggikan Orang yang Rendah

1Haleluya! Pujilah, hai hamba-hamba TUHAN, pujilah nama TUHAN!

2Kiranya nama TUHAN dimasyhurkan, sekarang ini dan selama-lamanya.

3Dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari terpujilah nama TUHAN.

4TUHAN tinggi mengatasi segala bangsa, kemuliaan-Nya mengatasi langit.

5Siapakah seperti TUHAN, Allah kita, yang diam di tempat yang tinggi,

6yang merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi?

7Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur,

8untuk mendudukkan dia bersama-sama dengan para bangsawan, bersama-sama

dengan para bangsawan bangsanya.

9Ia mendudukkan perempuan yang mandul di rumah sebagai ibu anak-anak,

penuh sukacita. Haleluya!

Kemuliaan kepada Bapa, Putra, dan Roh Kudus

Seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan sepanjang segala abad.