Cari Blog Ini

Minggu, 17 Januari 2021

KITAB SUCI PERJANJIAN BARU

 

KITAB SUCI PERJANJIAN BARU

PENDAHULUAN

Sulit untuk  memahami isi sebuah tulisan yang sudah berusia sekitar 2000 tahun yang lalu. Apalagi isi tulisan tersebut tentang tokoh dan kelompok masyarakat tertentu, yang tinggal di wilayah tertentu dengan konteks geografis, sosial budaya, sosial politik dan sosial keagamaan tertentu yang berbeda dengan si pembaca. Kesulitan yang sama sering dikeluhkan sebagian Umat, terutama ketika mereka berhadapan dengan Kitab Suci Perjanjian Baru. Tetapi kesulitan tidak identik dengan jalan buntu. Siapapun yang hendak mempelajari Kitab Suci Perjanjian Baru dapat masuk dan sampai pada alam pikiran Perjanjian Baru, bila ia berusaha keras disertai keyakinan pada Roh Kudus sendiri yang akan membimbingnya.

 

Dari keseluruhan isi Kitab Suci Perjanjian Baru tampaklah dengan jelas, bahwa para penulis tidak pertama-tama hendak mewariskan kronologis peristiwa sejarah seperti Yesus Kristus dan kehidupan  Gereja Perdana. Yang mereka ungkapkan terutama  pengalaman  iman  akan Yesus. Mereka sebagai saksi mata peristiwa Yesus Kristus sebagai tokoh sentral. Melalui pergaulan dan kebersamaan dengan Yesus Kristus, baik langsung maupun  tidak  langsung, mereka pada  akhirnya mengimani Yesus Kristus sebagai Anak Allah dan Juru Selamat yang sekaligus menjadi pemenuhan janji penyelamatan Allah kepada manusia, sebagaimana telah dipersiapkan dan diwartakan dalam Perjanjian Lama. Pada dasarnya pengalaman iman para penulis akan Yesus Kristus tidaklah sama, karena sangat dipengaruhi oleh berbagai macam latar belakang yang melekat pada  diri  penulis sendiri. Itulah sebabnya gaya, cara, dan isi pengalaman iman yang mereka sampaikan mempunyai penekanan yang berbeda satu terhadap yang lain. Konsekuensi dari itu semua, bila manusia sekarang ingin memahami isi pesan Kitab Perjanjian Baru maka disarankan agar mereka  mencoba  memahami  konteks  kemasyarakatan dan keagamaan masyarakat dan para penulis. Walaupun demikian, pemahaman akan konteks bukan hal mutlak, sebab yang paling penting adalah bagaimana kita menempatkan Perjanjian Baru sebagai cara Allah menyampaikan kehendakNya melalui ungkapan pengalaman orang-orang yang hidup pada zaman tertentu.

Di tengah berbagai kesulitan yang dialami Umat dalam membaca dan memahami  isi pesan  Kitab Perjanjian  Baru, Konsili Suci mendesak  dengan sangat semua orang beriman supaya sering kali membaca Kitab-Kitab ilahi untuk memperoleh pengertian yang mulia akan Yesus Kristus (Dei Verbum Art. 25). Santo Paulus pun dalam suratnya yang kedua kepada Timotius mengatakan bahwa “segala tulisan yang diilhamkan Allah (Kitab Suci) memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (lihat 2 Timotius 3: 26). St. Hironimus berkata “Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus.”

 

Kekhasan agama Kristiani terletak pada iman akan Yesus Kristus sebagai Anak Allah, Juru Selamat dan pemenuhan janji Allah yang telah diberitakan dalam Perjanjian Lama. Hal tersebut diungkapkan secara jelas oleh para penulis Perjanjian Baru. Melalui tulisannya dan dengan cara dan gayanya masing- masing, para penulis berupaya mengungkapkan  dalam  tulisan  Perjanjian Baru.

 

ISTILAH PERJANJIAN BARU

Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru-walaupun sama-sama Sabda Allah merupakan dua Kitab yang berbeda. Perbedaan dapat dilihat dalam perjanjian itu. Buku yang lama (PL) berbicara mengenai perjanjian Tuhan dengan bangsa Israel; sedangkan buku kedua, yang sekarang disebut PB, berbicara mengenai perjanjian Tuhan dengan umat manusia seluruhnya dalam diri Yesus dari Nazaret. Sebetulnya harus dikatakan bahwa apa yang disebut “PB” tidak banyak bicara mengenai “perjanjian.” PB sebetulnya tidak banyak bicara  mengenai  perjanjian,  melainkan  mengenai  Yesus. Namun  adalah kekhususan dari PB, bahwa melihat diri sebagai lanjutan dari PL. Ada suatu kesinambungan. Maka kedua-duanya dilihat sebagai perjanjian Tuhan dengan umat manusia. Cuma dalam fase pertama, atau dalam perjanjian yang lama itu, perjanjian masih dibatasi pada bangsa Israel, sedangkan dalam periode kedua, yang disebut “perjanjian yang baru,” hubungan itu diperluas kepada umat  manusia seluruhnya. Maka isi daripada kata “perjanjian” lebih jelas dalam PL, tetapi lebih mendalam dalam PB. Dalam PB Tuhan berhubungan dengan umat manusia bukan lagi melalui suatu naskah perjanjian, melainkan melalui Putera-Nya sendiri ialah Tuhan kita Yesus Kristus.

 

PROSES PENYUSUNAN KITAB SUCI PERJANJIAN BARU

Ke 27 Kitab dalam Perjanjian Baru, tentu saja tidak langsung jadi, tetapi melalui proses yang kurang  lebih 100 tahun.  Ketika Yesus masih hidup, tidak seorangpun di antara murid-murid-Nya  yang terpikir untuk mencatat tentang  apa yang Ia lakukan atau Ia katakan, atau segala sesuatu tentang kehidupan-Nya. Mereka hanya ingin menjadi murid Yesus yang mengikuti Yesus ke manapun Ia pergi, mereka tinggal bersama Yesus, mereka belajar mendengarkan ajaran-Nya, dan menyaksikan tindakan Yesus.

Baru sesudah Yesus dibangkitkan, mereka mulai merasakan arti kehadiran Yesus bagi hidup mereka, dan bagi banyak orang yang selama ini mengikuti Yesus percaya kepada-Nya. Sesudah Yesus bangkit, para murid mulai sadar, bahwa Ia yang selama ini diikuti  adalah sosok yang menjadi  kegenapan janji Allah, sebagai Tuhan  dan Juru Selamat. Peristiwa Pentakosta seolah membakar hati mereka untuk mulai berani bercerita kepada banyak orang tentang siapa Yesus sesungguhnya. Berkat Pentakosta, mereka mulai keluar dari persembunyian, dan pergi ke berbagai tempat menceritakan secara lisan tentang ajaran, karya (mukjizat-mukjizat), serta hidup Yesus.

Dari situ terbentuklah  semakin banyak kelompok orang yang percaya kepada Yesus di berbagai kota, tapi sampai ke wilayah di luar Palestina. Karena orang-orang yang percaya kepada Yesus itu tersebar di berbagai kota, dan tidak selamanya para rasul bisa hadir di tengah mereka, maka kadang- kadang komunikasi dilakukan melalui surat. Surat itu bisa berisi wejangan untuk  menyelesaikan masalah  atau  pengajaran  atau  cerita-cerita  tentang kehidupan Yesus.

Baru sesudah para murid meninggal dan umat yang percaya kepada Yesus Kristus semakin banyak, muncullah kebutuhan akan tulisan baik mengenai hidup   Yesus, karya-Nya,  sabda-Nya  maupun   akhir  hidup-Nya.  Berkat bimbingan Roh Kudus, mereka menuliskan kisah tentang Yesus berdasarkan cerita-cerita dari para saksi mata, para pengikut-Nya yang sudah beredar dan berkembang luas di tengah-tengah (bacalah Lukas 1:1-4). Tentu tulisan- tulisan tersebut dipengaruhi oleh kemampuan, iman dan maksud serta tujuan penulis serta situasi jemaat yang dituju oleh tulisan itu.

Oleh sebab itu, kita tidak perlu heran jika tulisan-tulisan dari para penulis tentang  Yesus tersebut terdapat  perbedaan. Sebab, mereka bukan menulis suatu laporan atau sejarah tentang Yesus melainkan melalui tulisan itu mereka mau mewartakan iman mereka (dan iman jemaat) akan Yesus Kristus, sebagai Tuhan dan Juru Selamat.

Untuk memahami lebih dalam tentang proses tersusunnya tulisan-tulisan mengenai Yesus Kristus, kita harus mulai dari periode hidup Yesus sampai pembentukan kanon Perjanjian Baru.

 

Antara tahun 7/6 sebelum Masehi (SM) - 30 sesudah Masehi (M)

a.    Yesus lahir sekitar tahun 7/6 SM*, dibesarkan di desa Nazaret wilayah Galilea. Ia seorang Yahudi yang saleh yang menaati  hukum  dengan penuh semangat (bandingkan Matius 5:17). Sekitar tahun 27/28 Masehi Yesus dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes Pembaptis. Kemudian la berkarya sebentar  seperti Yohanes Pembaptis, yaitu bersama dengan murid-murid-Nya membaptis (bandingkan  Yohanes  3:22-26), tetapi kemudian Ia berkeliling di seluruh Galilea dan Yudea untuk mewartakan Kerajaan Allah. Ketika Yesus lahir dan tampil di depan umum, Palestina berada di bawah kekuasaan Roma dipimpin oleh Agustus dan di Palestina dipimpin oleh Herodes Agung.

b.    Dalam  situasi seperti  itu  ada  suasana  kebencian  di  kalangan  orang Yahudi terhadap penjajah Roma. Sementara itu dalam kehidupan Umat Yahudi sejak lama tumbuh keyakinan bahwa Allah mereka adalah Allah yang setia dan selalu terlibat dalam seluruh kehidupan umat-Nya. Dalam kondisi dijajah oleh bangsa lain mereka menaruh harapan pada Allah yang akan membebaskan mereka dari derita dan penjajahan. Campur tangan Allah itu diyakini akan dilaksanakan melalui seorang tokoh yang disebut Mesias. Mesias digambarkan  sebagai utusan  Allah, seorang pahlawan yang akan membebaskan Israel dari penjajah dan antek-anteknya. Maka timbullah berbagai gerakan mesianisme. Salah satu gerakan mesianisme bercorak  keagamaan  adalah  seperti  yang  dirintis  Yohanes. Yohanes mewartakan bahwa Allah akan memenuhi janji-Nya, bilamana bangsa Israel bertobat  sebagaimana dituntut  oleh para nabi (Matius 3:1-12). Yohanes juga memberitakan  tentang Yesus sebagai utusan Allah yang akan membawa pembebasan bagi mereka. Seruan pertobatan Yohanes ditanggapi bangsa Israel. Mereka memberi diri dibaptis oleh Yohanes sebagai tanda pertobatan.  Yesus pun mengikuti mereka sebagai tanda solidaritas dengan mereka.

c.     Setelah dibaptis  oleh Yohanes, Yesus meneruskan  pesan yang sudah diserukan oleh Yohanes. Tetapi gambaran Yohanes tentang diri Yesus sebagai Mesias berbeda dengan yang dipahami Yesus sendiri. Yohanes menggambarkan  bahwa campur  tangan  Allah akan terlaksana secara mengerikan, sedangkan Yesus menyatakan campur tangan Allah sebagai kabar baik sebagaimana dinyatakan oleh para nabi (bandingkan Yesaya 40:11; 52:7-10), yakni hidup, sabda dan karyaNya.

d.    Dalam  mewartakan  misinya  sebagai Mesias, Yesus kerap  mengajar dengan  menggunakan   perumpamaan   agar  mudah   ditangkap  oleh orang-orang sederhana. Namun demikian semua disampaikan dengan kewibawaan Ilahi. Itulah sebabnya Yesus selalu bersabda: “Aku berkata kepada-mu... (Markus 1:27). Yesus juga tampil dengan gaya dan cara hidup  yang berbeda  dengan  orang  lain.  Kerap  kali Ia  “melanggar” kaidah-kaidah  umum  yang berlaku, misalnya: menyembuhkan  orang pada hari Sabat, bergaul dengan orang-orang berdosa, makan bersama atau mengadakan perjamuan dengan orang-orang yang oleh masyarakat dicap sebagai sampah masyarakat (pendosa), Yesus banyak melakukan mukjizat, mengampuni  dosa atau  membangkitkan  orang  mati  (yang menurut  pandangan  banyak orang hal itu hanya bisa dilakukan oleh Allah). Sebagian orang yang melihat tindakan Yesus semakin mengagumi Dia, dan  semakin  membuat  orang  bertanya-tanya  siapa  sebenarnya Dia ini? (bandingkan  Markus 8:27-30 dan Injil lain). Tetapi hal yang sama membuat kebencian Kaum Farisi, khususnya para Imam dan ahli Taurat. Yesus dianggap oleh mereka menghojat Allah. Kendati demikian, Yesus tidak  takut  dan  tetap  mewartakan  kedatangan  Kerajaan Allah dan mengajak setiap orang yang mendengar-Nya bertobat dan percaya kepada Injil.

e.    Kebencian  para  pemimpin  agama  dan  kaum  Farisi  tampak  dalam tindakan mereka yang selalu menguji Yesus untuk mencari kesalahan- Nya. Bahkkan diceritakan, bahwa beberapa kali mereka bersekongkol untuk membunuh  Yesus, tetapi Yesus berhasil menyingkir, meloloskan diri  (Matius  12:14). Hingga  pada  akhirnya,  mereka  menggunakan kesempatan perayaan Paska untuk menangkap Yesus. Yesus ditangkap kemudian  diadili oleh  pengadilan  Agama (Sanhedrin)  di  sini  Yesus diputuskan untuk dihukum mati. Maka mereka membawa Yesus kepada penguasa Romawi (Ponsius Pilatus) untuk  mengizinkan menghukum mati  Yesus. Atas  desakan  orang  banyak,  akhirnya  Ponsius  Pilatus menjatuhkan  hukuman mati di kayu salib. Kemungkinan besar hal itu terjadi sekitar tanggal 7 April tahun 30 M.

f.     Sejak penangkapan  Yesus di  Taman  Getsemani,  murid-murid   yang selama ini selalu bersama-sama dengan Dia sangat ketakutan. Petrus menyangkal, para murid yang lain entah ke mana. Yesus harus menghadapi pengadilan sendirian bahkan berjalan salib tanpa mereka. Sampai  akhirnya  Yesus  wafat  di  Salib. Sesaat  seolah-olah  apapun tentang Yesus lenyap ditelan bumi. Para murid bersembunyi di rumah- rumah, tidak berani tampil di muka umum. Titik balik mulai muncul, ketika tiga hari kemudian mereka mendapati Yesus bangkit. Tidak ada laporan dan kesaksian yang utuh  tentang  kebangkitan Yesus. Mereka hanya menceritakan tentang makam Yesus yang kosong, dengan hanya menyisakan kain kafan, serta malaikat yang memberitakan kabangkitan Yesus. Beberapa waktu kemudian, mengalami beberapa kali penampakan Yesus. Mereka mengalami seolah Yesus yang hadir dalam wujud mulia.

g.    Kebangkitan Yesus itu memperkokoh  iman  mereka. Mereka menjadi semakin percaya bahwa Yesus sungguh-sungguh Mesias, Putera Allah, Tuhan dan Penyelamat. Mereka semakin yakin akan segala sesuatu yang telah diwartakan Perjanjian Lama tentang  Mesias, dan hal itu dilihat sebagai terlaksana  dalam  diri  Yesus. Keyakinan  baru  ini  dirasakan mereka sebagai datang dari Allah sendiri, bukan hasil olah pikir mereka. Lebih-lebih berkat Pentakosta keyakinan dan keberanian itu semakin menguatkan mereka untuk memberi kesaksian kepada semua orang.

 

Antara  Tahun  40  -  120  Masehi:  penyusunan  dan  penulisan  Kitab  Suci Perjanjian Baru.

a.    Karangan tertua  dari Kitab Suci Perjanjian Baru adalah 1 Tesalonika (ditulis sekitar tahun 40 an) sedangkan yang paling akhir adalah 2 Petrus (tahun 120-an)

b.    Yesus pasti tidak menulis apapun yang berkaitan dengan karya dan sabda- sabda-Nya, tidak juga menyuruh para murid-Nya untuk menuliskannya, meskipun Ia bisa membaca dan menulis (lihat Lukas 4:17-19 dan Yohanes 8:6). Ia hanya berkeliling mengajar dan berbuat baik (menyembuhkan, mengusir setan dan sebagainya) di dalam pengajaran-Nya Yesus kerapkali menggunakan Kitab Suci, tetapi Kitab Suci yang la gunakan adalah Kitab Suci Perjanjian Lama. Namun karena sabda-Nya dan hidup-Nya serta karya-Nya begitu mengesankan  dan  berwibawa maka  banyak orang tertarik dan mengikuti Yesus. Lebih-lebih setelah kebangkitan, di mana Yesus diakui dengan berbagai macam gelar (Kristus, Tuhan, Juru Selamat dan sebagainya), maka para pengikutnya mulai meneruskan apa yang telah dimulai oleh Yesus. Mereka berkeliling tidak hanya di Palestina tetapi sampai di luar Palestina, untuk  mewartakan karya keselamatan Allah yang terlaksana melalui Yesus Kristus.

c.     Mula-mula para murid mulai mewartakan Yesus secara lisan. Inti pewartaan pada mulanya adalah wafat dan kebangkitan-Nya (bdk. Kisah Para Rasul: Khotbah Petrus pada hari Pentakosta, Kisah Para Rasul 2). Kemudian pewartaan itu berkembang dengan mewartakan juga hidup, karya dan sabda-Nya dan yang terakhir adalah masa muda-Nya atau masa kanak-kanak-Nya. Semua diwartakan dalam terang kebangkitan, karena kebangkitan Kristus merupakan  dasar dari iman kepada Yesus Kristus.

d.    Setelah komunitas jemaat berkembang di berbagai kota maka seringkali para Rasul berhubungan dengan komunitas tersebut melalui utusan dan surat-surat  (Kisah Para Rasul 15:2. 20-23). Itulah sebabnya karangan yang tertua dan tertulis adalah dalam bentuk surat (lihat poin 1).

e.    Karena banyak komunitas  yang perlu untuk  terus  dibina, sementara para saksi mata jumlahnya terbatas, maka mulailah juga ditulis beberapa pokok iman yang penting, seperti kisah kebangkitan, sengsara, sabda- sabda Yesus dan karya Yesus dengan maksud untuk membina mereka.

f.     Setelah generasi pertama mulai menghilang, maka dibutuhkan tulisan- tulisan   tentang   Yesus  yang   dapat   dipertanggungjawabkan.   Maka muncullah  karangan-karangan  yang masih berupa  fragmen-fragmen: kisah sengsara, mukjizat--mukjizat, kumpulan sabda, kumpulan perumpamaan, dan sebagainya. Dari situ akhirnya disusunlah injil-injil dan kisah para rasul, sampai akhirnya seperti yang kita miliki sekarang ini. Injil itu disusun berdasar atas tradisi, baik lisan maupun tertulis dan yang disesuaikan dengan maksud dan tujuan penulis serta situasi jemaat.

 

Antara tahun 120 - 400 Masehi: pembentukan kanon (Daftar resmi Kitab Suci Perjanjian Baru).

a.    Pada awal abad kedua sampai akhir abad kedua muncul begitu banyak tulisan  tentang  Yesus, yang membingungkan  umat  beriman.  Dalam situasi seperti itu umat mulai mencari kepastian, manakah Kitab-Kitab yang membina iman sejati.

b.    Untuk mengatasi hal tersebut pada akhir abad kedua mulai tahun 200, beberapa tokoh penting mulai menyaring karangan-karangan yang ada. Mereka menyusun daftar karangan yang berwibawa dan layak disebut Kitab Suci. Sementara karangan-karangan yang menyeleweng dari iman sejati ditolak. Salah satu daftar yang terkenal pada saat itu adalah kanon Muratori.

c.     Sekitar tahun  254, Origines, memberikan  daftar  kisah  yang umum diterima dan daftar Kitab-Kitab yang harus ditolak. Juga Eusebius pada tahun 303 menyajikan Kitab yang umum diterima dan sejumlah karangan yang mesti ditolak. Pada tahun 300 secara umum yang sudah diterima sebagai Kitab Suci adalah: 4 injil seperti sekarang; 13 surat Paulus, Kisah Para Rasul, 1 Petrus, 1 Yohanes dan Wahyu

d.    Pada tahun 400, barulah perbedaan pendapat dalam hal jumlah Kitab Suci hampir hilang seluruhnya. Pada tahun 367 Batrik Aleksandria yang bernama Atanasius menyusun daftar Kitab Suci yang termasuk Perjanjian Baru. Jumlahnya 27 seperti yang kita miliki sekarang. Demikian juga Konsili Hippo (393) dan Karthago (397) menetapkan daftar yang sama.

 

KITAB-KITAB DALAM KITAB SUCI PERJANJIAN BARU

Gereja Katolik mengakui bahwa jumlah tulisan atau Kitab dalam Perjanjian Baru ada 27 tulisan atau Kitab. Semua Kitab pada intinya berbicara tentang Yesus Kristus karya-Nya, sabda-Nya, tuntutan-Nya  dan hidup-Nya, dengan cara dan gaya penulisan masing-masing. Meskipun Perjanjian Baru berpusat pada Yesus Kristus, namun di dalamnya juga tercantum beberapa hal mengenai mereka (jemaat perdana) yang percaya kepada Yesus Kristus. Secara umum, Kitab Suci Perjanjian Baru bentuknya  bersifat kisah (baik perjalanan atau mukjizat) perumpamaan, ajaran, surat, dan nubuat.

 

1.       KEEMPAT INJIL

Kitab Suci Perjanjian Baru dibuka dengan empat tulisan yang disebut Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes). Sebagian besar isinya berupa cerita mengenai Yesus selagi hidup di dunia, karya-Nya, wejangan-wejangan-Nya dan perjuangan-Nya. Tulisan mereka berhenti dengan kisah tentang Yesus yang menampakkan diri sesudah bangkit dari antara orang mati. Mengingat isinya, maka keempat Kitab Injil itu dipandang sebagai Kitab yang paling utama (paling penting).

2.       KISAH PARA RASUL

“Kisah Para Rasul” sebenarnya bukan berisi kisah tentang semua rasul, melainkan lebih bercerita tentang apa yang terjadi setelah Yesus wafat dan bangkit. Intinya, berkisah tentang munculnya jemaat kristen pertama dan perkembangannya selama kurang lebih 30 tahun dengan dua tokoh utama yaitu Petrus dan Paulus

3.       SURAT-SURAT

Tulisan berikutnya adalah 21 tulisan yang gaya penulisannya semacam “surat”. Isinya lebih merupakan wejangan, anjuran dan ajaran yang bermacam- macam tentang hidup sesuai dengan Yesus Kristus. Wejangan, anjuran dan ajaran itu diajarkan oleh Santo Paulus, Yakobus dan tokoh-tokoh lain yang ditujukan kepada jemaat tertentu atau orang tertentu.

4.       WAHYU

Tulisan terakhir adalah Kitab Wahyu Yohanes. Kitab ini berisi serangkaian penglihatan mengenai hal ihwal umat Kristen dan dunia seluruhnya. Kitab ini  terarah  ke masa depan  atau  akhir  zaman,  dan  sekaligus merupakan rangkuman atau penegasan tentang karya keselamatan Allah.

 

PENGELOMPOKAN KITAB SUCI PERJANJIAN BARU

Secara detail bagian-bagiannya adalah sebagai berikut:

1.       INJIL     

a.       Matius

b.      Markus

c.       Lukas

d.      Yohanes

2.       KISAH PARA RASUL        

Kisah Para Rasul

3.       SURAT-SURAT  

a.       Roma

b.      Korintus I

c.       Korintus II

d.      Galatia

e.       Efesus

f.        Filipi

g.       Kolose

h.      Tesalonika I

i.         Tesalonika II

j.         Timotius I

k.       Timotius II

l.         Titus

m.    Filemon

n.      Ibrani

o.      Yakobus

p.      Petrus I

q.      Petrus II

r.        Yohanes 1

s.       Yohanes II

t.        Yohanes 111

u.      Yudas  

4.       WAHYU (NUBUAT)

Wahyu kepada Yohanes

 

 

PANDANGAN GEREJA DAN PARA TOKOH-TOKOH GEREJA

Konstitusi Dogmatik tentang  Wahyu Ilahi menegaskan bahwa: Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ditulis di bawah bimbingan Roh Kudus; Allah adalah pengarang yang benar dan “harus diakui bahwa Alkitab  mengajarkan dengan teguh dan  setia serta tanpa  kekeliruan kebenaran, yang oleh Allah dikehendaki supaya dicantumkan dalam Kitab- Kitab Suci demi keselamatan kita” (DV art. 11). Untuk itu ia menjadi norma bagi iman dan ajaran Kristiani, serta sebagai sabda Allah yang merupakan sumber yang kaya bagi doa pribadi.

· Santo  Paulus  dalam  suratnya  kepada  Timotius  menegaskan,  “segala tulisan yang diilhamkan oleh Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran” (2 Timotius 3:16-17).

· St. Hironimus  mengatakan, “Tidak  mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus”. Kutipan inilah yang akhirnya juga dikutip kembali oleh Konsili Vatikan II dalam dokumen Dei Verbum. Kutipan itu hendak menegaskan bahwa sarana utama untuk dapat mengenal Kristus adalah Kitab Suci.

Konsili mendesak dengan sangat semua orang beriman supaya seringkali membaca Kitab-Kitab Ilahi untuk  memperoleh pengertian yang mulia akan Yesus Kristus” (DV art. 25).

“Tetapi  hendaklah  kamu  menjadi  pelaku  firman  dan  bukan  hanya pendengar saja, sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri” (Yakobus 1:22)

 

PENTINGNYA MENDALAMI KITAB SUCI PERJANJIAN BARU

Para penulis Kitab Suci berkat ilham Roh Kudus, menuliskan kesaksian imannya dalam Kitab Suci untuk semua orang yang beriman. Ia tidak menyusun buku untuk pajangan atau hiasan. Dengan kata lain, Kitab Suci Perjanjian Baru menjadi benar-benar kitab yang bermakna dan kitab yang hidup bila dibaca dan direnungkan, serta nilai-nilainya diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Konstitusi Dogmatik tentang  Wahyu Ilahi menegaskan bahwa: Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ditulis di bawah bimbingan Roh Kudus; Allah adalah pengarang yang benar dan “harus diakui bahwa Alkitab  mengajarkan dengan teguh dan  setia serta tanpa  kekeliruan kebenaran, yang oleh Allah  dikehendaki  supaya dicantumkan  dalam Kitab-Kitab Suci demi keselamatan kita” (DV art. 11). Untuk itu menjadi norma bagi iman dan ajaran Kristiani, serta sebagai sabda Allah yang merupakan sumber yang kaya bagi doa pribadi.

Ada beberapa  alasan perlunya  kita membaca  dan  mendalami  sabda Tuhan yang terdapat dalam Kitab Suci tersebut.

1.    Iman kita akan tumbuh dan berkembang dengan membaca Kitab Suci. Santo Paulus dalam suratnya kepada Timotius menegaskan, “segala tulisan yang diilhamkan oleh Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk  menyatakan  kesalahan, untuk  memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran” (2 Timotius 3:16-17).

2.    Kita tidak akan mengenal Kristus jika kita tidak membaca Kitab Suci. St. Hironimus  mengatakan,  “Tidak  mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus”. Kutipan inilah yang akhirnya juga dikutip kembali oleh Konsili Vatikan II dalam dokumen Dei Verbum. Kutipan itu hendak menegaskan bahwa sarana utama untuk dapat mengenal Kristus adalah Kitab Suci.

3.    Kitab Suci adalah buku Gereja, buku iman Gereja. Kitab Suci adalah sabda Allah dalam bahasa manusia, Gereja menerimanya sebagai yang suci dan ilahi karena  di dalamnya mengandung  sabda Allah. Dan sebab itu, Kitab Suci (Alkitab) bersama Tradisi menjadi tolok ukur tertinggi bagaimana kita mengenal iman Gereja. Untuk itu, Gereja menghendaki agar kita semua semakin membaca dan mendalami Kitab Suci, seperti ditegaskan oleh bapa-bapa Konsili: “Konsili mendesak dengan sangat semua orang beriman supaya seringkali membaca Kitab-Kitab Ilahi untuk memperoleh pengertian yang mulia akan Yesus Kristus” (DV art. 25). Pun pula, melalui Kitab Suci ini, kita juga dapat semakin mendekatkan diri dengan saudara-saudara kita dari Gereja-gereja Kristen lain.

Karena Kitab Suci adalah Sabda Allah, maka untuk dapat menangkap isi pesannya  hanya  mungkin  dibaca dan  direnungkan  dengan  iman kepercayaan, dan  bahwa dalam  Kitab Suci itu  Allah sungguh  hadir dan bersabda. Kita juga perlu membaca Kitab Suci dengan doa dengan berharap bahwa apapun  yang difirmankan Allah mampu  kita terima, entah itu nasehat, teguran, atau peneguhan untuk hidup iman kita. Kita perlu membaca Kitab Suci disertai dengan kesediaan untuk  bertobat, membiarkan  hidup kita siap diperbaharui,  diubah dari dalam sampai keakar-akarnya, sehingga dalam kehidupan selanjutnya kita menjalani hidup baru dan meninggalkan dosa. Dan yang paling penting adalah kemauan mewujudkan firman Allah dalam kehidupan sehari-hari. “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja, sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri” (Yakobus 1:22)

Memang untuk mencapai hasil maksimal dari manfaat membaca Kitab Suci tidak bisa diraih dengan mudah.  Kita membutuhkan ketekunan yang terus menerus, sampai menjadi kebiasaan dan kebutuhan. Andaikan setiap orang selalu merasa haus untuk  selalu menimba kekuatan dari firman-Nya, betapa indah hidup ini.