KEUSKUPAN AGUNG MAKASSAR
TEMA AKSI PUASA PEMBANGUNAN (APP)
TAHUN 2021
SEMAKIN BERIMAN, SEMAKIN SOLIDER
(MEMBANGUN EKONOMI SOLIDARITAS)
MODEL PENDAMPINGAN UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
PERTEMUAN 5
A. SATUAN PENDIDIKAN : SMA
B. MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN
BUDI PEKERTI
C. MATERI / SUB MATERI :
BERBELARASA UNTUK KEMULIAAN ALLAH
D. TAHUN PELAJARAN : 2020 / 2021
E. ALOKASI WAKTU : 3 JP (1 PERTEMUAN)
F. KOMPONEN INTI :
1. Tujuan
Pembelajaran: Melalui pendekatan Kateketis-Saintifik dan menggunakan metode tanya jawab, cerita,
penjelasan, penugasan, dan diskusi, peserta didik mampu menyadari bahwa kemuliaan Allah harus diwujudkan dengan
berbelarasa; semakin mampu memperhatikan
orang-orang yang hina dan menderita; semakin yakin bahwa kemuliaan Allah nyata dalam
diri orang-orang yang hina dan menderita; dan semakin memuliakan Allah melalui tindakan
belarasa, dengan disiplin, jujur, inovatif, partisipatif, bela rasa, peduli,
menyadari kehadiran Allah, dan apresiatif.
2.
Kegiatan Pembelajaran :
a)
Kegiatan Pendahuluan:
·
Guru memberi
salam, selanjutnya menanyakan kabar peserta didik.
·
Guru mengajak
peserta didik untuk berdoa singkat untuk mengawali pelajaran. Misalnya, dengan
doa berikut :
Bapa yang penuh kasih,
Engkau menciptakan manusia sebagai
makhluk yang paling mulia, karena sebagai citra atau gambar-Mu sendiri. Namun
dalam kehidupan di dunia ini, sering terjadi martabat manusia
yang luhur itu diperlakukan
tidak baik oleh sesama manusia yang lain. Pada pelajaran ini, kami akan
belajar tentang berbelarasa sebagai perwujudan menghargai martabat pribadi
manusia dalam hidup dan karya untuk kemuliaan Allah. Doa ini kami satukan
dengan doa yang dijarkan oleh Yesus sendiri kepada kami.
”Bapa kami yang ada di surga....”
·
Guru menyampaikan
garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan
peserta didik serta tugas yang akan dikerjakan dalam pertemuan ini.
b)
Kegiatan Inti:
• Guru menyampaikan gagasan dasar sebagai berikut :
Belarasa adalah kasih yang peduli dengan segenap hati
untuk menolong orang lain yang membutuhkan, bahkan yang menderita. Tindakan
belarasa ini menunjukkan bahwa manusia tidak lupa bersyukur. Manusia selalu
mengungkapkan hidupnya dalam relasi yang selalu bersyukur kepada Allah.
Ungkapan ini diwujudkan dengan bersedia membagi apa yang manusia miliki.
Manusia merasa bahwa apa vang dia miliki
itu semua berasal dari Allah. Manusia tidak memiliki kekuatan dan kuasa
untuk mengklaim segala yang dimilikinya
berasal dari dirinya dan segala keberhasilannya atas usahanya sendiri. Manusia
hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk
kemuliaan Allah. Oleh karena itu,
segala sesuatu yang digunakan dan dibutuhkan oleh manusia mengarah pada tujuan
akhir bahwa Allah semakin dimuliakan. "Sesungguhnya segala sesuatu yang
kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu
telah melakukannya untuk Aku (Mat.25:40).
• Guru mengajak peserta didik untuk mengamati teks Injil
Matius 25: 31-40 berikut ini:
Penghakiman terakhir
31"Apabila
Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia,
maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. 32Lalu semua
bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang
dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, 33dan
Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di
sebelah kiri-Nya. 34Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di
sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah
Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. 35Sebab
ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku
minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; 36ketika
Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku;
ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. 37 Maka
orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami
melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi
Engkau minum? 38Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing,
dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau
pakaian? 39Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara
dan kami mengunjungi Engkau? 40Dan Raja itu akan menjawab mereka:
Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah
seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk
Aku. 41 Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah
kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke
dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. 42
Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus,
kamu tidak memberi Aku minum; 43 ketika Aku seorang asing, kamu
tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku
pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. 44 Lalu
merekapun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau
lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau
dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? 45 Maka Ia akan
menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak
kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak
melakukannya juga untuk Aku. 46Dan mereka ini akan masuk ke tempat
siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal."
• Guru memberikan penjelasan atas teks Injil Matius 25:
31-40 tersebut:
Mat. 31-40 (teks
lengkap sampai ayat 46)
adalah perikop yang berbicara tentang "Pengadilan Terakhir." Sang pengadil
pada akhir zaman
adalah Anak Manusia
yang datang dalam kemuliaan-Nya bersama
malaikat-Nya (ay. 31). Semua bangsa
akan dikumpulkan dan diadili sesuai dengan perbuatan mereka. Ungkapan
"semua bangsa" di sini memiliki kaitan erat dengan amanat perutusan
Yesus untuk menjadikan semua
bangsa menjadi murid-Nya (bdk.
Mat. 28:16-20). Ada dua kelompok orang
yang ditempatkan di sebelah kanan dan sebelah kiri (ay. 32-33). Yang sebelah kanan akan diberkati dan
diberikan pahala kemuliaan (ay. 34). Kriteria penilaian sang Raja
pengadil itu adalah: memberi makan yang
lapar, memberi minum yang haus, memberi tumpangan bagi orang asing, memberi
pakaian bagi yang telanjang, melawat
yang sakit dan
mengunjungi yang dalam penjara
(ay. 35-37). Ternyata
tindakan belas kasih seperti itu yang diperbuat bagi mereka yang paling
hina adalah perbuatan kasih kepada Tuhan sendiri (ay. 38-40).
Kisah ini memberikan kita gambaran konkret tentang
pengadilan terakhir di mana sikap dan tindakan kasih kepada sesama yang miskin
dan berkekurangan adalah wujud kasih
yang sempurna kepada Allah. Mereka
yang rela berkorban
dan berbelarasa dengan
sesama yang berkekurangan dan terpinggirkan adalah mereka yang akan
mendapat ganjaran kemuliaan Allah.
• Guru memberikan contoh konkrit dari perikop tersebut
melalui kisah di bawah ini:
Kisah Bunda Teresa dari Kalkuta bisa memberikan kita
inspirasi akan arti belarasa dan kepedulian
kepada sesama saudara yang berkekurangan. Bunda Teresa yang bernama asli
Anjeze Gonxhe Bojazhiu (kemudian menjadi
Suster Teresa atau
lebih dikenal Bunda
Teresa, dikanonisasi tanggal 4 September 2016) datang ke Kalkuta, India. Dia menjumpai situasi kemiskinan dan
penderitaan yang akut, sama seperti banyak tempat di berbagai belahan dunia
dewasa ini. Situasi yang sulit
membuat orang pesimis dan tidak
mau peduli akan yang lain. Namun Bunda Teresa tidak ikut meratapi
kegelapan tetapi menyalakan seberkas
lilin harapan di tengah pekat dan
kerasnya kehidupan ini. Dia bersama rekan-rekan susternya membuat
gerobak sederhana dan mendorongnya di lorong-lorong kota sampai ke pinggir-pinggir kampung yang
kumuh. Dia menyapa,
mengangkat, dan mengobati sekian
banyak lansia dan orang-orang yang terbuang dan tergeletak
di pinggir-pinggir jalan. Dia membawa mereka ke kliniknya. la mengobati dan
merawat mereka dengan penuh cinta kasih.
Konon, suatu kali,
ada seorang bapak tua yang sudah sekian lama terbaring sakit di pinggir
jalan tanpa ada yang peduli. Luka-lukanya sudah bernanah dan ulat-ulat pun
bersarang di sana. Bunda Teresa datang mengangkatnya. la kemudian membawanya ke
klinik, memandikan dan membersihkan luka-lukanya. Ia memberikan pakaian yang pantas
dan memberinya makan. Bunda Teresa sendiri yang menyuapinya. Bapak tua itu, di tengah sakitnya yang memuncak, sempat
bergumam lirih, "Suster yang baik. Baru kali ini saya merasa bahwa saya
adalah manusia yang utuh. Karena
ternyata ada orang yang mencintai saya. Terima kasih banyak Suster."
Setelah itu, dia meninggal di pangkuan Bunda Teresa.
Banyak karya belas kasih yang dilakukan oleh Bunda
Teresa bersama rekan-rekan susternya. Semua tindakan itu dilakukan karena
cinta. Cinta kepada Tuhan dan cinta
kepada sesama. Tindakan itu pun memberikan banyak inspirasi untuk sekian banyak
orang di seluruh dunia. Suatu kali, saat
la diwawancarai oleh seorang wartawan, "Apa kunci Anda melakukan
semua ini?" Dia menjawab,
"Saya hanyalah sebuah pensil kecil
di tangan Tuhan. Setiap pagi saya duduk
tenang di depan Tabernakel seraya berdoa dalam hati, 'Tuhan, saya
adalah pensil kecil di
tanganMu, silahkan menulis apapun di
atas lembaran kehidupan ini.' Setelah
itu, saya mulai bekerja bersama rekan-rekan suster saya. ltulah kuncinya.''
Kisah Bunda Teresa adalah kisah pribadi yang mencintai
Tuhan dan berbela rasa kepada sesamanya dalam tindakan konkret penuh
kasih. Kita pun dipanggil melalui
komunitas basis untuk berbelarasa dengan sesama yang berkekurangan melalui:
kunjungan orang-orang sakit; perhatian
kepada para orang tua yang lanjut usia dan rentan;
kepeduliaan kepada anak-anak yatim-piatu
dan terlantar; perhatian khusus kepada anak-anak
terlantar, pemulung dan pengemis; kunjungan
dan hiburan bagi orang-orang yang dipenjara serta
berbagai karya karitatif lainnya
yang mengungkapkan sikap belarasa kepada
sesama sebagai persembahan yang mulia untuk Tuhan.
c)
Kegiatan Penutup:
·
Bersama peserta
didik menyimpulkan hasil pembelajaran hari ini, serta mendorong peserta didik
untuk menyadari bahwa kemuliaan Allah harus diwujudkan dengan berbelarasa serta semakin mampu memperhatikan
orang-orang yang hina dan menderita. Peserta didik juga dimotivasi untuk semakin
yakin bahwa kemuliaan Allah nyata dalam diri
orang-orang yang hina dan menderita dan semakin memuliakan Allah melalui tindakan belarasa.
·
Guru mengajak
peserta menutup pertemuan dengan sebuah doa. Misalnya dengan doa berikut ini :
Bapa yang
Mahabaik, terima kasih atas bimbingan-Mu selama pertemuan ini. Semoga pada masa
mendatang, oleh berkat-Mu, kami mampu membangun masyarakat yang sehat yang
dicirikan oleh adanya pengakuan terhadap martabat pribadi manusia,
kesejahteraan bersama, serta solidaritas sebagai sesama manusia ciptaan-Mu. Doa
ini kami sampaikan kepadaMu dengan perantaraan Kristus, Tuhan dan Juruselamat
kami yang bersatu dengan Roh Kudus, kini dan sepanjang masa. Amin.