Cari Blog Ini

Selasa, 19 Oktober 2021

GEREJA YANG MENJADI SAKSI KRISTUS (MARTYRIA)

 

GEREJA YANG MENJADI SAKSI KRISTUS (MARTYRIA)

 

Doa Pembukaan

Menyanyikan lagu:

Jadilah Saksi Kristus

Sesudah dirimu diselamatkan, jadilah saksi Kristus.

Cahaya hatimu jadi terang, jadilah saksi Kristus.

Tujuan hidupmu jadi nyata, jadilah saksi Kristus.

 

Setelah dirimu kau tinggalkan, jadilah saksi Kristus.

Kehidupan baru kau dapatkan, jadilah saksi Kristus.

Api cinta Kristus kau kobarkan, jadilah saksi Kristus.

 

Di saat hatimu jadi hampa, jadilah saksi Kristus.

Tiada hasratmu dalam karya, jadilah saksi Kristus.

Tiada harapan kan berjuang, jadilah saksi Kristus.

 

Dalam memaafkan kawan lawan,

jadilah saksi Kristus.

Dalam menggagahkan persatuan,

jadilah saksi Kristus.

Dalam meluaskan kerja sama,

jadilah saksi Kristus.

 

(Madah Bakti #455)

 

Pemikiran Dasar

Setiap orang yang mengaku Yesus sebagai Juruselamatnya, maka panggilan untuknya adalah menjadi saksi. Setiap orang percaya harus mengetahui tugas ini. Namun tidak jarang kita temukan masih banyak orang Katolik yang masih takut bersaksi. Mengapa takut bersaksi? Apabila kita pergi ke pengadilan, jika ada seorang saksi yang takut bersaksi maka kemungkinan besar bahwa kesaksiannya itu bohong atau tidak benar. Kemungkinan lain adalah saksi tersebut sedang diintimidasi, ditekan, diancam dan sebagainya, sehingga ia takut. Namun bagi kita orang Kristiani, kita harus berani bersaksi tentang Kritus sebagai Tuhan dan juruselamat kita.  Injil  Mateus 28 ayat 18 menegaskan : “Yesus telah menerima segala kuasa baik di sorga dan di bumi” Artinya bahwa, Yesus berkuasa atas segala-galanya. Biasanya di pengadilan, seorang saksi dihadirkan tugasnya untuk menceritakan dengan jujur dan benar apa yang diketahuinya saja. Ia tidak perlu membela diri, berdebat atau berusaha meyakinkan orang lain. Orang lain mau percaya atau tidak, bukan masalah yang penting saksi tersebut telah menceritakan dengan jujur dan benar. Ketidakpercayaan seseorang tidak akan mengubah kebenaran menjadi salah. Sedangkan untuk membela ada tugas orang lain lagi, yang kita sebut dengan pengacara atau pembela. Orang ini dibekali berbagai ilmu dan ahli untuk membela kliennya. Konteksnya kita sebagai orang yang percaya kepada Yesus, kalau kita diminta menjadi saksi artinya; kita mesti ceritakan apa saja yang kita  alami bersama Yesus.

Injil pertama-tama diwartakan dengan kesaksian, yakni diwartakan dengan, kata- kata, tingkah laku, dan perbuatan. Gereja juga mewartakan Injil kepada dunia dengan kesaksian hidupnya yang setia kepada Tuhan Yesus. Para murid Yesus dipanggil supaya mereka menjadi saksi-Nya mulai dari Yerusalem yang kemudian berkembang ke seluruh Yudea dan Samaria, bahkan sampai ke ujung bumi (bdk. Kis 1:8). Menjadi saksi Yesus Kristus pun ada konsekuensinya,  mulai dari penolakan hingga tindakan kekerasan. Stefanus adalah orang pertama yang mengalami penyesahan dan kemudian diakhiri hidupnya oleh kaum Yahudi secara mengenaskan(bdk. Kis 7:51-8:1a).

Pada pembelajaran ini kita belajar untuk memahami makna menjadi saksi Yesus Kristus dalam hidupnya. Pewartaan dalam bentuk kesaksian hidup mungkin sangat relevan bagi kita di Indonesia. Kita hidup di tengah bangsa yang sangat majemuk dalam kepercayaan dan budayanya. Pewartaan verbal mungkin kurang simpatik dibandingkan dengan pewartaan lewat dialog, termasuk dialog hidup, tempat kita mewartakan iman kita melalui kesaksian hidup kita. Kita dapat menunjukkan hidup yang penuh kasih dan persaudaraan di tengah situasi yang sarat dengan permusuhan, kekerasan, dan terror. Kita dapat menunjukkan hidup yang bersemangat solider di tengah suasana hidup yang serakah dan korup karena didorong oleh nafsu kepentingan diri atau golongan.

 

Mendalami Makna Menjadi Saksi Yesus Kristus

Iman Tidak Bisa Dinegosiasikan; Gereja Kita adalah Gereja Martir

Memberikan kesaksian keterpaduan iman dengan berani adalah sebuah ajakan dari Paus Fransiskus selama Misa yang dipimpinnya di Kapel Casa Santa Marta. Dalam homilinya yang singkat, Paus mengomentari bacaan-bacaan Alkitab pada hari Sabtu masa Oktaf Paskah: yang pertama merujuk kepada Petrus dan Yohanes yang memberikan kesaksian iman dengan berani di hadapan para imam kepala Yahudi meskipun menghadapi ancaman-ancaman, kemudian dalam bacaan Injil, Yesus yang bangkit menegur para rasul yang tidak mempercayai banyak orang yang telah meyakini melihat-Nya hidup.

Sri Paus bertanya: “Bagaimana dengan iman kita sendiri? Kuatkah? Atau kerap kali seperti air mawar yang keruh?”. Ketika kesulitan-kesulitan hidup datang “apakah kita berani seperti Petrus atau merasa segan?“. Paus mengamati bahwa Petrus tidak kehilangan iman, ia tidak jatuh kepada kompromi-kompromi, karena “iman tidak bisa dinegosiasikan”. Paus juga meyakini bahwa “dalam sejarah umat Allah, telah ada pencobaan ini: menyurutkan iman sebagian, pencobaan menjadi sedikit ‘seperti yang dilakukan semua orang’, yaitu ‘tidak menjadi, sangat tegar”. Tetapi saat kita mulai menyurutkan iman, mulai mengkompromi iman, sedikit menjualnya kepada penawar tertinggi kata Paus menggarisbawahi, maka kita memulai jalan apostasi, yaitu jalan ketidaksetiaan kepada Tuhan”.

“Contoh iman dari Petrus dan Yohanes membantu kita, memberikan kita kekuatan, tetapi, dalam sejarah Gereja ada banyak martir sampai sekarang, karena untuk menemukan martir-martir tidak perlu mengunjungi kuburan atau ke Koloseum: martir-martir hidup saat ini, di banyak negara. Umat Kristen kata Paus mengalami penganiayaan atas iman mereka. Di beberapa Negara banyak dari mereka tidak boleh membawa salib: mereka dihukum apabila melakukannya. Saat ini, pada abad XXI, Gereja kita merupakan Gereja para martir,  yaitu orang-orang yang berbicara seperti Petrus dan Yohanes: “Kami tidak dapat berdiam terhadap apa yang telah kami saksikan dan dengarkan”. Paus melanjutkan, “Dan hal ini memberikan kekuatan kepada kita, yang kerap kali memiliki iman yang agak lemah. Memberikan kita kekuatan untuk bersaksi dengan hidup, iman yang telah kita terima, yang merupakan rahmat dari Tuhan kepada semua bangsa“.

Sri Paus kemudian menutup homilinya: “Tetapi, kita tidak dapat melakukannya sendiri: itu adalah sebuah rahmat yaitu rahmat iman, yang harus kita mohon setiap hari:  ‘Tuhan …peliharalah imanku, tambahlah imanku, agar selalu kuat, pemberani, dan bantulah aku di dalam saat-saat di mana–seperti Petrus dan Yohanes–aku harus memberikan kesaksian iman di hadapan banyak orang. Berikanlah aku keberanian‘. Ini akan menjadi sebuah doa yang indah pada hari ini: semoga Tuhan membantu kita untuk memelihara iman, membawanya maju, dan untuk menjadi, kita, wanita dan pria yang beriman. Amin“.(Sumber: Radio Vatikan)

(diterjemahkan oleh Shirley Hadisandjaja, 6 April 2013, dipublikasikan di www. http://katolisitas.org/11059/empat-hal-tentang-visi-gereja-menurut-kardinal-bergoglio)

 

Mendalami Ajaran Kitab Suci tentang Kesaksian sebagai Murid Yesus

Kis 7:51-8:1a

“Hai orang-orang yang keras kepala, yang keras hati dan tuli, kamu selalu menentang Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu. Siapa dari nabi-nabi yang tidak dianiaya oleh nenek moyangmu? Bahkan mereka membunuh orang- orang yang lebih dahulu memberitakan kedatangan Orang Benar, yang sekarang telah kamu khianati dan bunuh. Kamu telah menerima hukum Taurat yang disampaikan oleh malaikat-malaikat. Akan tetapi, kamu tidak menurutinya.”

Ketika anggota-anggota Mahkamah Agama itu mendengar semuanya itu, hati mereka sangat tertusuk. Mereka menyambutnya dengan kertak gigi. Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Lalu katanya, “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.” Tetapi berteriak-teriaklah mereka dan sambil menutup telinga, mereka menyerbu dia. Mereka menyeret dia ke luar kota, lalu melemparinya dengan batu. Saksi-saksi meletakkan jubah mereka di depan kaki seorang pemuda yang bernama Saulus. Sementara mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya, “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.” Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring, “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” Sesudah berkata demikian, ia pun meninggal. Saulus juga setuju dengan pembunuhan atas Stefanus

 

Penjelasan

1.       Menjadi  saksi  Kristus  berarti  menyampaikan  atau  menunjukkan  apa  yang dialami dan diketahuinya tentang Yesus Kristus kepada orang lain. Penyampaian penghayatan dan pengalaman akan Yesus itu dapat dilaksanakan melalui kata- kata, sikap, dan perbuatan nyata.

2.       Menjadi saksi Kristus akan menuai banyak risiko seperti yang dialami St. Stefanus, martir pertama, dan para martir atau saksi Kristus lainnya di sepanjang segala abad.

 

Menemukan Pengalaman Kesaksian sebagai Pengikut Yesus Kristus melalui Kesaksian hidup

Uskup Agung Romero

Kesaksian hidup dari almarhum Uskup Agung Oscar Romero adalah melalui khotbah-khotbahnya yang menyuarakan dukungan pada kaum miskin dan kaum tertindas pada zaman modern seperti sekarang ini. Hidupnya yang penuh pengabdian kepada umat dan masyarakatnya, khususnya kepada masyarakat kecil yang miskin dan tertindas. ia tidak segan-segan memperingatkan para penguasa negerinya (El Salvador) yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat kecil yang tidak berdaya sehingga para penguasa negerinya tidak senang.

Pada tanggal 24 Maret 1980 ia ditembak oleh penembak sewaan. Ia mati saat merayakan Ekaristi dan sedang mengucapkan kata-kata konsekrasi “Inilah tubuh-Ku, yang dikorbankan bagi kamu, dan inilah darah-Ku yang ditumpahkan bagimu.”

 

Penjelasan

1.       Menjadi saksi Kristus ternyata dapat menuai banyak risiko. Yesus telah berkata “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah (Yoh. 16: 2). Yesus sendiri telah menjadi martir. Ia menderita dan wafat disalib demi Kerajaan Allah.

2.       Dalam sejarah, kita juga tahu bahwa banyak orang telah bersedia menumpahkan darahnya demi imannya akan Kristus dan ajaran-Nya. Mereka itulah para martir. Mereka mati demi imannya kepada Kristus. Ada yang bersedia mati daripada harus mengkhianati imannya akan Kristus. Ada pula martir yang mati karena memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi orang-orang yang tertindas.

 

Rangkuman:

1.       Kata “saksi” sering diartikan sebagai “orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa atau kejadian”. Orang tersebut diminta hadir apabila diperlukan untuk memberikan keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi. “Saksi” menunjuk pada personal atau pribadi yang “mengetahui” atau “mengalami” dan “mampu memberikan keterangan yang benar”.

2.       Menjadi saksi Kristus berarti menyampaikan atau menunjukkan apa yang dialami dan diketahui tentang Kristus kepada orang lain. Penyampaian, penghayatan atau pengalaman itu dapat dilaksanakan melalui kata-kata, sikap, dan tindakan nyata.

3.       Umat Kristiani dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di tengah – tengah dunia dengan perkataan dan perbuatan di manapun mereka berada. Hal ini sesuai dengan pesan Kristus sebelum Dia naik ke surga : “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”. Pesan tersebut terdapat pada Kis 1, 8.

4.       Bagi kita sekarang ini, menjadi saksi Kristus mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria sampai ke ujung bumi berarti menjadi saksi Kristus mulai dari rumah/keluarga, sanak saudara, tetangga, lingkungan, sekolah sampai ke ujung dimana hidup kita nanti berakhir.

5.       Menjadi saksi Kristus harus siap menjadi martir. Ada dua macam martir yang dikenal, yaitu:

a)      Martir putih adalah mereka yang memberi kesaksian dengan hidup yang baik dan berdaya pikat, hidup alternatif yang memberi inspirasi kepada dunia. Mereka rela berbuat apa saja termasuk menghadapi tantangan demi memberi kesaksian tentang Tuhan.

b)      Martir merah yaitu mereka yang memberi kesaksian tentang Tuhan dengan menumpahjkan darahnya seperti Yesus sendiri yang rela menumpahkan darahNya untuk memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah.

 

Doa Penutup

Bapa yang penuh kasih, Puji dan syukur kami haturkan kepada-Mu atas bimbingan-Mu pada kami selama mengikuti kegiatan belajar ini. Melalui pembelajaran ini, kami  semakin menyadari bahwa setiap kami juga mendapat tugas perutusan dari Yesus  untuk menjadi saksi-Nya dalam hidup sehari-hari di tengah masyarakat. Semoga tugas ini dapat kami jalankan dengan penuh semangat dan tanggung jawab sebagai pengikut setia Yesus, sang Guru dan Juruselamat kami. Amin.