Cari Blog Ini

Senin, 10 Juli 2023

GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH versi 3

 

PELAJARAN 1

GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Bapa sumber keselamatan hidup kami, puji dan syukur kami haturkan kepada-Mu karena Engkau telah menyatukan kami dari berbagai tempat, suku, bangsa, dan bahasa menjadi umat kudus-Mu, yaitu Gereja. Melalui pertemuan ini, kami ingin memahami lebih mendalam tentang Gereja sebagai umat Allah dan kemudian menghayatinya dalam kehidupan keseharian kami. Mampukanlah kami membuka hati, budi dan pikiran kami dalam pertemuan ini agar selanjutnya dapat hidup sebagai anggota Gereja-Mu. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pemahaman tentang Gereja sebagai umat Allah

1.      Permainan

a.      Peserta didik berbagi pengalaman hidup sebagai umat Allah dengan sebuah sebuah permainan. (Guru dapat menggunakan permainan lain yang sesuai dengan tema pembelajaran ini).

b.      Guru membagi dua atau tiga kelompok peserta didik dan telah mempersiapkan dua atau tiga gambar gedung gereja (sebaiknya dalam kertas karton yang tidak mudah robek) yang telah digunting menjadi beberapa potongan sesuai dengan jumlah kelompok. Kemudian guru membagikan potongan gambar gereja secara acak bisa juga guru mengambil satu dua potongan gambar tersebut. Peserta diminta untuk menuliskan nama dan cita-citanya di balik potongan gambar gereja. Kemudian peserta diminta untuk menyatukan potongan membentuk sebuah gambar. Kelompok yang satu dengan yang lain berusaha agar lebih dahulu selesai menyatukan gambar tersebut.

c.       Setelah selesai permainan, guru memberikan   beberapa catatan, antara lain:

1)     Gedung gereja terdiri dari: atap, pintu, tiang, ubin, jendela, dinding, salib, menara, dan seterusnya. sesuai potongan-potongan gambar gereja dalam permainan tersebut.

2)     Kita semua adalah anggota Gereja atau anggota umat Allah yang terdiri dari berbagai macam profesi: guru, pelajar, dokter, pengusaha, jaksa, pengacara, petani, pilot, artis, pegawai swasta, ASN, dan seterusnya.

2.      Mengungkapkan pemahaman pribadi tentang makna Gereja

Peserta didik diajak untuk mengungkapkan pengalaman dan pemahaman pribadi sebagai orang Katolik tentang makna Gereja yang ia ketahui.

a)    Gereja menurut kalian adalah?

b)   Gereja menurut pandangan orang luar (non kristiani) adalah?

3.      Penjelasan

·     Gereja adalah gedung. Gereja adalah rumah Allah, tempat beribadat, misa, atau merayakan Ekaristi bagi umat Katolik atau umat kristiani pada umumnya.

·     Gereja adalah ibadat. Gereja adalah lembaga rohani yang menyalurkan kebutuhan manusia dalam relasinya dengan Allah lewat ibadat-ibadat. Atau, Gereja adalah lembaga yang mengatur dan menyelenggarakan ibadat-ibadat. Gereja adalah persekutuan umat yang beribadat.

·     Gereja adalah ajaran. Gereja adalah lembaga untuk mempertahankan dan mempropagandakan seperangkat ajaran yang biasanya dirangkum dalam sebuah buku yang disebut Katekismus. Untuk bisa menjadi anggota Gereja, si calon harus mengetahui sejumlah ajaran/doktrin/ dogma. Menjadi anggota Gereja berarti menerima sejumlah “kebenaran”.

·     Gereja adalah organisasi/lembaga  sejagat/internasional.  Gereja  adalah organisasi dengan pemimpin tertinggi di Roma dengan cabang-cabangnya sampai ke pelosok-pelosok seantero jagat. Garis komando dan koordinasinya diatur  dengan  rapi  dan  teliti. Ada  pimpinan  dari  yang  tertinggi  sampai terendah: paus, uskup-uskup, pastor-pastor, biarawan, dan umat.

·     Gereja adalah umat pilihan. Gereja adalah kumpulan orang yang dipilih dan dikhususkan Allah untuk diselamatkan.

·     Gereja adalah badan sosial. Gereja adalah lembaga yang menyelenggarakan sekolah-sekolah, rumah sakit-rumah sakit dan macam-macam usaha untuk menolong orang miskin.

·     Kata “Gereja”, berasal dari bahasa Portugis, igreja yang diambil dari kata bahasa Yunani ekklesia, berarti ‘kumpulan’, ‘pertemuan’, ‘rapat’.

Gambaran-gambaran Gereja yang diungkapkan di atas mungkin ada benarnya, tetapi belum mengungkapkan hakekat Gereja yang sebenarnya. Untuk itu marilah menyimak kisah berikut ini untuk semakin mengetahui makna hakikat Gereja yang sebenarnya.

 

Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja tentang makna Gereja sebagai umat Allah

Membaca dan menyimak pesan Kitab Suci

Kisah Para Rasul 2:41–47.

41Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.

42Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.

43Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda.

44Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama,

45dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.

46Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama- sama dengan gembira dan dengan tulus hati,

47sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.

Catatan: untuk pengayaan, bisa dibaca juga 1Korintus 12:7–18

Pendalaman

Peserta didik mendalami bacaan teks Kitab Suci dalam kelompok kecil, atau sesuai kondisi kelasnya, dengan beberapa pertanyaan diskusi berikut ini.

a.      Apa pesan keseluruhan teks Kisah Para Rasul 2:41–47?

b.      Apa makna Gereja menurut teks Kitab Suci tersebut? Sebutkan ayat-ayat terkait!

c.       Apa ciri-ciri Gereja sebagai umat Allah dalam perikop Kitab Suci tersebut?

d.      Apa saja konsekuensinya bagi kita sebagai anggota Gereja, umat Allah?

Melaporkan hasil diskusi

Setiap kelompok diskusi melaporkan hasil diskusinya, dan peserta didik yang lain memberikan tanggapan atau pertanyaan-pertanyaan unttuk pendalaman lebih lanjut.

Penjelasan/peneguhan

Setelah  proses  diskusi,  guru  memberikan  penjelasan  untuk  peneguhan  hasil diskusi, misalnya:

·     Hidup mengumat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup umat perdana (lih. Kis. 2: 41–47).

·     Dalam hidup mengumat banyak karisma dan rupa-rupa karunia dapat dilihat, diterima, dan digunakan untuk kekayaan seluruh Gereja. Hidup Gereja yang terlalu menampilkan segi organisatoris dan struktural dapat mematikan banyak kharisma dan karunia yang muncul dari bawah (1Kor. 12:7–10).

·     Dalam hidup mengumat, semua orang yang merasa menghayati martabat yang sama akan bertanggung jawab secara aktif dalam fungsinya masing- masing untuk membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada dunia (Ef. 4:11–13; 1Kor. 12:12–18;26–27).

·     Gereja menjadi nyata ketika karunia Roh Kudus memenuhi hati para rasul dan membakar semangat mereka untuk pergi ke luar dan memulai perjalanan mereka untuk mewartakan Injil, menyebarkan kasih Allah.

·     Ciri-ciri Gereja sebagai umat Allah yang tampak dalam cerita tersebut adalah kesatuan dalam persaudaraan sejati.

2.      Mendalami ajaran Gereja tentang Gereja sebagai umat Allah

Membaca/menyimak ajaran Gereja

Gereja sebagai Umat Allah

Gereja, umat Allah bukan semata-mata merupakan hal fisik melainkan rohani. Gereja adalah umat Allah berarti terpilih dari Allah. Sebutan umat Allah menekankan pada dua hal penting, yaitu 1) Gereja bukanlah pertama-tama organisasi manusiawi, melainkan perwujudan karya Allah yang konkret. Tekanan pada pilihan dan kasih Allah; 2) Gereja bukan hanya kaum awam atau hierarki saja, melainkan keseluruhannya sebagai umat Allah.

Gereja, umat Allah berkembang dan semakin meluas karena pemberitaan Injil oleh para murid dan orang-orang yang selalu mengamini, yang mendapat pengalaman Paskah, percaya dan bertobat, dan terus dijiwai dan dibimbing oleh Roh Kudus. Pengalaman inilah yang akhirnya menciptakan persekutuan yang terus-menerus dibangun tanpa henti hingga di pelosok-pelosok negeri. Pemberitaan Injil tentang Yesus yang bangkit dan mulia sebagai satu-satunya penyelamat dunia. Tanpa pemberitaan Injil, orang tidak dapat percaya dengan tepat, tidak dapat secara sadar dan manusiawi bertobat kepada Allah yang menyelamatkan melalui Yesus Kristus, tidak secara sadar dan manusiawi menyambut keselamatan menurut kebenaran. Maka, Gereja pada pokoknya tidak lain adalah persekutuan semua orang yang dari dalam hatinya tersentuh oleh Allah (bdk. Kis. 2:37; 16:14) menanggapi pemberitaan Injil dengan percaya dan tobat. Maka, Gereja ada bukan karena kehendak manusia, melainkan karena rencana Allah. Umat Allah adalah persekutuan orang yang “dipanggil” Allah.

Ciri Gereja sebagai umat Allah terlihat dalam panggilan dan inisiatif Allah, persekutuan, hubungan mesra antara manusia dan Allah, serta karya keselamatan dan peziarahannya. Gereja sebagai umat Allah menunjuk pada umat Allah yang telah berlangsung sejak lama dan menjadi sempurna oleh karena Kristus, menuju kesatuan paripurna sebagai umat yang baru.

Dasar dan konsekuensi yang terus dikembangkan sebagai Gereja umat Allah. Hidup menjemaat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan, cinta kasih, seperti dicerminkan dalam hidup jemaat perdana. Dalam hidup menjemaat, ada banyak karisma dan rupa-rupa karunia yang dapat dilihat, diterima, dan digunakan untuk kekayaan bagi seluruh anggota Gereja. Begitu pula dalam hidup menjemaat, semua orang mempunyai martabat dan tanggung jawab sama dan secara aktif terlibat sesuai fungsinya masing-masing. Sebagai umat Allah, tidak lagi dibedakan antara mereka yang tertahbis dan non-tertahbis, biarawan atau non-biarawan, dan umat, melainkan semua orang yang telah dipilih Tuhan menjadi umat-Nya. Kesatuan tidak lagi didasarkan pada struktural-organisatoris, tetapi pada Roh Allah sendiri yang telah menjadikan umat-Nya sebagai bangsa atau umat pilihan. Artinya, baik hierarki maupun awam memiliki hakikat yang sama, yaitu sebagai umat Allah dengan fungsi atau peranan yang berbeda. Dengan kata lain, yang membedakan hierarki dan awam adalah fungsinya dan bukan hakikatnya (lihat LG artikel 4, 7, 9).

Pendalaman

1)        Apa makna Gereja sebagai umat Allah?

2)        Apa ciri-ciri Gereja sebagai umat Allah?

3)        Apa dasar dan konsekuensi Gereja sebagai umat Allah?

Penjelasan

a)      Gereja sebagai umat Allah merupakan suatu pilihan dan panggilan dari Allah sendiri. Umat Allah adalah bangsa terpilih, bangsa terpanggil.

b)      Umat  Allah   dipanggil   dan   dipilih  Allah   untuk   misi   tertentu,   yaitu menyelamatkan dunia.

c)       Hubungan antara Allah dan umat-Nya dimeteraikan oleh suatu perjanjian. Umat harus menaati perintah-perintah Allah dan Allah akan selalu menepati janji-janji-Nya.

d)      Umat Allah selalu dalam perjalanan, melewati padang pasir, menuju Tanah Terjanji. Artinya kita sebagai Gereja, umat Allah sedang berziarah di dunia menuju rumah Bapa di surga.

e)      Ciri Gereja sebagai umat Allah terlihat dalam dari panggilan dan inisiatif Allah, persekutuan, hubungan mesra antara manusia dengan Allah, karya keselamatan  dan  peziarahannya.  Gereja  sebagai  umat Allah    menunjuk kepada umat Allah yang telah berlangsung sejak lama dan menjadi sempurna oleh karena Kristus, menuju kesatuan paripurna sebagai umat yang baru.

f)        Dasar dan konsekuensi Gereja sebagai umat Allah.

a.      Hakikat Gereja sendiri adalah persaudaraan cinta kasih, sebagaimana jelas tampak dalam praktik hidup Gereja perdana (bdk. Kis. 2:41–47; 4:32–37)

b.      Adanya aneka macam karisma dan karunia yang tumbuh di kalangan umat yang semestinya dipelihara dan dikembangkan untuk pelayanan dalam jemaat (bdk. 1Kor. 12:7–10)

c.       Seluruh  anggota  Gereja  memiliki  martabat  yang  sama  sebagai  satu anggota umat Allah meskipun di antara mereka terdapat fungsi yang berbeda-beda (bdk. 1Kor. 12:12–18)

Langkah ketiga: menghayati makna Gereja sebagai umat Allah

1.      Refleksi

Bacalah cerita berikut ini!

Penglihatan Seorang Rahib

Ada seorang rahib tua yang saleh. Selama bertahun-tahun, ia berdoa agar dapat mengalami suatu penglihatan dari Tuhan demi menguatkan imannya. Namun ia tidak pernah mengalami penglihatan itu. Hampir saja ia putus asa, ketika pada suatu hari terjadi penglihatan. Rahib itu gembira sekali. Tetapi apa yang terjadi kemudian? Pada saat ia mengalami penglihatan itu, lonceng biara berdentang. Bunyi lonceng itu menandakan saat para rahib memberi makan orang-orang miskin yang setiap hari berkumpul di depan pintu biara.

Dan sekarang adalah gilirannya untuk memberi makan kepada mereka. Apabila ia tidak membawa makanan, maka mereka akan pergi dengan diam-diam, karena berpikir bahwa hari itu biara tidak mempunyai makanan untuk mereka.

Rahib tua itu harus membuat pilihan, antara pekerjaan yang hilang atau penglihatan. Akan tetapi, sebelum lonceng biara berhenti berdentang, si rahib sudah membuat keputusan. Dengan berat hati, ia meninggalkan penglihatan dan pergi memberikan makanan kepada orang-orang miskin. Sekitar satu jam kemudian, si rahib tua itu kembali ke kamarnya. Ketika ia membuka pintu, ia hampir tidak percaya akan apa yang dilihatnya. Di dalam kamarnya itu, ia mendapat suatu penglihatan: ada seseorang di dalam kamarnya. Ketika ia hendak berlutut untuk mengucap syukur, ia mendengar orang itu berkata: “Anak-Ku, jika saja engkau tidak memberi makan orang-orang miskin itu, tentu saja Aku telah pergi meninggalkanmu.”

Jalan terbaik untuk melayani Tuhan adalah melayani sesama kita, lebih-lebih mereka yang miskin dan menderita.

Sumber: Lawrence Le  Shan dalam 1500 Cerita bermakna, jilid dua, Obor, Jakarta

Peserta didik membuat refleksi berdasarkan cerita tersebut sebagai anggota Gereja, umat Allah  dalam kehidupannya sehari-hari.

2.      Aksi

Peserta didik diajak untuk mewujudnyatakan semangat cara hidup jemaat pertama sebagai anggota Gereja (umat Allah) yang bisa dilakukan di rumah dan lingkungan rohani, paroki, lingkungan sosial baik secara rohani maupun jasmani (kegiatan rohani dan sosial-karitatif).

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Bapa yang Mahabijaksana, dalam pertemuan pembelajaran ini, Engkau telah memberkati, menyegarkan pikiran, dan pemahaman kami tentang Gereja sebagai umat Allah.

Kini kami mohon, rahmatilah dengan Roh Kudus-Mu agar kami semakin bangga dan dengan penuh semangat menjalani hidup kami sebagai anggota Gereja, sebagai umat-Mu yang Kau pilih dan selamatkan. Terpujilah Engkau Tuhan yang hidup dan meraja, kini, dan sepanjang segala masa.

Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

A.      Hakikat Gereja sebagai umat Allah

1)        Umat Allah merupakan suatu pilihan dan panggilan dari Allah sendiri. Umat Allah adalah bangsa terpilih, bangsa terpanggil.

2)        Umat Allah dipanggil dan dipilih untuk Allah untuk misi tertentu, yaitu menyelamatkan dunia.

3)        Hubungan antara Allah dan umat-Nya dimeteraikan oleh suatu perjanjian. Umat harus menaati perintah-perintah Allah dan Allah akan selalu menepati janji-janji-Nya.

4)        Umat Allah selalu dalam perjalanan, melewati padang pasir, menuju Tanah Terjanji. Artinya kita sebagai Gereja, umat Allah sedang berziarah menuju di dunia menuju rumah Bapa di surga.

5)        Gereja, umat Allah berkembang dan semakin meluas karena pemberitaan Injil oleh para murid dan orang-orang yang selalu mengamini, yang mendapat pengalaman Paskah, percaya dan bertobat dan terus dijiwai dan dibimbing oleh Roh Kudus. Pengalaman inilah yang akhirnya menciptakan Pereskutuan yang terus menerus dibangun tanpa henti hingga di pelosok- pelosok negeri. Pemberitaan injil tentang Yesus yang bangkit dan mulia sebagai satu-satunya penyelamat dunia. Tanpa pemberitaan Injil, orang tidak dapat percaya dengan tepat, tidak dapat secara sadar dan manusiawi bertobat kepada Allah yang menyelamatkan melalui Yesus Kristus, tidak secara sadar dan manusiawi menyambut keselamatan menurut  kebenaran. Maka Gereja pada pokoknya  tidak lain adalah persekutuan semua orang yang dari dalam hatinya tersentuh oleh Allah (bdk. Kis. 2:37; 16:14) menanggapi pemberitaan Injil dengan percaya dan tobat. Maka Gereja ada bukan karena kehendak manusia, melainkan karena rencana Allah. Umat Allah adalah persektuan orang yang “dipanggil” oleh Allah.

B.      Dasar dan konsekuensi Gereja sebagai umat Allah

1)        Hakikat Gereja sendiri adalah persaudaraan cinta kasih, sebagaimana jelas tampak dalam praktik hidup Gereja perdana (bdk. Kis. 2:41–47; 4:32–37).

2)        Adanya aneka macam karisma dan karunia yang tumbuh di kalangan umat yang semestinya dipelihara dan dikembangkan untuk pelayanan dalam jemaat (bdk. 1Kor. 12:7–10).

3)        Seluruh anggota Gereja memiliki martabat yang sama sebagai satu anggota umat Allah meskipun di antara mereka terdapat fungsi yang berbeda-beda (bdk. 1Kor. 12:12–18).

4)        Dasar dan konsekuensi yang terus dikembangkan sebagai Gereja, umat Allah. Hidup menjemaat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat gereja adalah persaudaraan, cinta kasih, seperti yang dicerminkan oleh hidup jemaat perdana. Dalam hidup menjemaat, ada banyak kharisma dan rupa-rupa karunia yang dapat dilihat, diterima dan digunakan untuk kekayaan bagi seluruh anggota Gereja. Begitu pula dalam hidup menjemaat, semua orang mempunyai   martabat dan tanggung jawab yang sama dan secara aktif terlibat sesuai dengan fungsinya masing-masing.

5)        Sebagai  umat Allah,  tidak  lagi  dibedakan  antara  mereka  yang  tertahbis dan non tertahbis, biarawan atau non biarawan dan umat melainkan semua orang yang telah dipilih oleh Tuhan mnjadi umat-Nya. Kesatuan tidak lagi didasarkan pada struktural-organisatoris, tetapi pada Roh Allah sendiri yang telah menjadikan umat-Nya sebagai bangsa atau umat pilihan. Artinya baik hierarki maupun awam memiliki hakikat yang sama, yaitu sebagai umat Allah dengan fungsi atau peranan yang berbeda. Dengan kata lain, yang membedakan hierarki dan awam adalah fungsinya dan bukan hakikatnya.

6)        Gereja, umat Allah bukan semata-mata merupakan hal fisik melainkan rohani. Gereja adalah umat Allah berarti terpilih dari Allah.   Sebutan umat Allah menekankan pada dua hal penting yaitu: 1) Gereja bukanlah pertama-tama organisasi manusiawi, melainkan perwujudan karya Allah yang konkret. Tekanan ada pada pilihan dan kasih Allah. 2) Gereja itu bukan hanya kaum awam atau hiereraki saja, melainkan keseluruhannya sebagai umat Allah.

7)        Ciri Gereja sebagai umat Allah terlihat dalam dari panggilan dan inisiatif Allah, persekutuan, hubungan mesra antara manusia dengan Allah, karya keselamatan  dan  peziarahannya.  Gereja  sebagai  umat Allah    menunjuk kepada umat Allah yang telah berlangsung sejak lama dan menjadi sempurna oleh karena Kristus, menuju kesatuan paripurna sebagai umat yang baru.

CATATAN:

Gereja adalah persekutuan orang-orang beriman yang dipanggil oleh Bapa melalui Yesus Kristus dan dibimbing oleh Roh Kudus untuk menjadi garam dan terang dunia.

Gereja sebagai Umat Allah artinya Gereja sebagai milik/kepunyaan Allah yang dipanggil dan dipilih oleh Allah untuk menyelamatkan dunia ini.  Umat Allah meliputi seluruh umat, bukan hierarki saja tetapi juga kaum awam. Awam bukanlah tambahan, pendengar, dan pelaksana saja tetapi juga merupakan bagian dari persekutuan itu.

Jika Gereja sungguh Umat Allah, maka konsekuensinya bagi Gereja itu sendiri adalah:

1)       Konsekuensi bagi pimpinan Gereja (hierarki)

-        Menyadari fungsi pimpinan sebagai fungsi pelayanan.

-        Harus peka untuk melihat dan mendengar karisma dan karunia – karunia yang bertumbuh di kalangan umat.

2)       Konsekuensi bagi setiap anggota umat.

-        Menyadari dan menghayati persatuannya dengan umat lain.

-        Semua bertanggung jawab dalam kehidupan dan misi gereja.

3)       Konsekuensi bagi hubungan awam dan hierarki. Paham gereja sebagai umat Allah jelas membawa konsekuensi dalam hubungan antara hierarki dan kaum awam.

-        Awam dan hierarki memiliki martabat yang sama, hanya berbeda dalam hal fungsi.

Ciri khas Umat Allah adalah sebagai berikut:

1.       Merupakan suatu pilihan dan dan panggilan dari Allah sendiri.

2.       Dipanggil dan dipilih untuk Allah dan untuk misi tertentu, yaitu menyelamatkan dunia.

3.       Umat harus menaati perintah perintah – perintah Allah dan Allah akan selalu menepati janji-janjiNya.

4.       Umat Allah selalu dalam perjalanan, melewati padang pasir, menuju Tanah Terjanji.

Gereja Umat Allah yang siklis adalah Gereja dimana semua orang memiliki kedudukan yang sama dan semartabat. Kristus tetap sebagai pemimpin dan jiwa gereja. Dalam ciri ini semua ikut menentukan kualitas gereja dalam menjawab panggilan-Nya. Sedangkan Gereja Umat Allah yang hierarkis adalah Gereja yang menempatkan hierarki dalam keseluruhan gereja sebagai suatu fungsi sehingga sifat pengabdian hierarki menjadi lebih kentara. Hierarki tidak lagi ditempatkan di atas umat, tetapi di dalam umat.

Pandangan gereja sebagai Umat Allah membawa gagasan baru, yaitu:

-        Memperlihatkan sifat gereja yang hidup “inter tempora”. Disini, gereja dilihat menurut perkembangan.

-        Di bawah dorongan Roh Kudus. Gereja berkembang  “dari  bawah”, dari kalangan umat sendiri.

-        Hierarki mempunyai fungsi pelayanan. Hierarki tidak di tempatkan lagi di atas umat, tetapi di dalam umat.

-        Pandangan ini memungkinkan pluriformitas dalam hidup Gereja.

Istilah umat Allah dipopulerkan kembali oleh Konsili Vatikan II untuk menjelaskan pengertian Gereja karena pada abad-abad terakhir, Gereja sudah menjadi sangat organisatoris dan struktural hierarkis. Konsili suci merasa perlu untuk kembali pada Kitab Suci terutama Perjanjian Baru dimana Gereja lebih merupakan satu Umat Allah yang sehati sejiwa seperti jemaat perdana yang imannya kita anut sampai saat ini.

Dasar dari Gereja yang mengumat adalah :

-        Persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup umat purba.(Kis 2:41-47)

-        Banyak karisma dan rupa – rupa karunia dapat dilihat, diterima, dan digunakan bagi kekayaan seluruh gereja.(1 Kor 12:7-10)

-        Semua orang yang merasa menghayati martabat yang sama akan bertanggung jawab secara aktif dalam fungsinya masing – masing untuk membangun gereja dan memberi kesaksian kepada dunia.

Namun demikian, Gereja tetaplah merupakan misteri karena :

Ø  Dipikirkan dan direncanakan oleh Allah sejak keabadian.

Ø  Kehadiran dan karya Tuhan yang tetap dalam GerejaNya walaupun tidak tampak.

Ø  Persatuan Gereja dengan Bapa, Putera, dan Roh Kudus.

 

PENDALAMAN

  1. Apa yang dimaksud dengan Gereja?
  2. Mengapa Gereja disebut sebagai Umat Allah?
  3. Pandangan Gereja sebagai Umat Allah membawa banyak gagasan baru. Sebutkan gagasan-gagasan tersebut!
  4. Mengapa istilah Umat Allah dipopulerkan lagi oleh Konsili Vatikan II untuk menjelaskan pengertian Gereja?
  5. Apa saja ciri khas Umat Allah?
  6. Apa saja dasar dari Gereja yang mengumat?
  7. Sebutkan konsekuensi dari Gereja yang mengumat?

 

 

PELAJARAN 2

GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN YANG TERBUKA

 

Doa  Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Bapa yang Mahabaik, kami bersyukur untuk semua berkat yang kami terima. Pada pertemuan ini kami memohon berkat-Mu dan bimbingan Roh Kudus-Mu agar melalui Gereja-Mu terbentuk persekutuan cinta kasih sejati sebagaimana yang telah diteladankan Yesus Kristus Putera-Mu kepada kami. Bantulah kami agar melalui perjumpaan pembelajaran ini, kami semakin   memahami dan menghayati persekutuan sebagai anggota Gereja dan semakin terlibat dalam masyarakat.

Engkau yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pengalaman tentang keterbukaan Gereja

1.      Membaca/menyimak artikel

Dokumen Abu Dhabi:

Tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Beragama

Pada 3 tanggal Februari 2019 Paus Fransiskus mengadakan kunjungan bersejarah ke Uni Emirat Arab (UEA). Kunjungan pimpinan Gereja Katolik se-dunia ini merupakan wujud perjuangan Gereja Katolik dalam membangun dialog terus menerus antaragama dan membuka pintu-pintu untuk pembicaraan tentang toleransi yang perlu didengar oleh seluruh dunia.

Paus menegaskan  bahwa  “iman  kepada Allah  memersatukan  dan  tidak memecah-belah. Iman itu mendekatkan kita, kendatipun ada berbagai macam perbedaan, dan menjauhkan kita dari permusuhan dan kebencian.“

Pada tanggal 4 Februari 2019 di Abu Dhabi Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb telah menandatangani “The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together.” Peristiwa ini merupakan tonggak sejarah baru Gereja Katolik yang selalu membuka diri membangun persaudaraan sejati umat manusia.

Dokumen Abu Dhabi ini menjadi peta jalan yang sungguh berharga untuk membangun perdamaian dan menciptakan hidup harmonis di antara umat beragama, dan berisi beberapa pedoman yang harus disebarluaskan ke seluruh dunia. Paus Fransiskus meminta agar dokumen ini disebarluaskan sampai ke akar rumput, kepada semua umat yang beriman kepada Allah.

Dokumen ini, selaras dengan dokumen internasional sebelumnya yang telah menekankan pentingnya peran agama-agama dalam membangun perdamaian dunia, menjunjung tinggi hal-hal berikut:

a.    Keyakinan yang teguh bahwa ajaran-ajaran otentik agama mengundang kita untuk tetap berakar pada nilai-nilai perdamaian; untuk mempertahankan nilai-nilai pengertian timbal-balik, persaudaraan manusia dan hidup bersama yang harmonis; untuk membangun kembali kebijaksanaan, keadilan dan kasih; dan untuk membangkitkan kembali kesadaran beragama di kalangan orang-orang muda sehingga generasi mendatang dapat dilindungi dari ranah pemikiran materialistis dan dari kebijakan berbahaya akan keserakahan dan ketidakpedulian tak terkendali berdasarkan pada hukum kekuatan dan bukan pada kekuatan hukum.

b.   Kebebasan adalah hak setiap orang: setiap individu menikmati kebebasan berkeyakinan, berpikir, berekspresi dan bertindak. Pluralisme dan keragaman agama,  warna  kulit,  jenis  kelamin,  ras,  dan  bahasa  dikehendaki  Tuhan dalam kebijaksanaan-Nya, yang melaluinya Ia menciptakan umat manusia. Kebijaksanaan ilahi ini adalah sumber dari mana hak atas kebebasan berkeyakinan dan kebebasan untuk menjadi berbeda berasal. Oleh karena itu, fakta bahwa orang dipaksa untuk mengikuti agama atau budaya tertentu harus ditolak, demikian juga pemaksaan cara hidup budaya yang tidak diterima orang lain.

c.    Keadilan yang berlandaskan belas kasihan adalah jalan yang harus diikuti untuk mencapai hidup bermartabat yang setiap manusia berhak atasnya.

d.   Dialog, pemahaman dan promosi luas terhadap budaya toleransi, penerimaan sesama dan hidup bersama secara damai akan sangat membantu untuk mengurangi pelbagai masalah ekonomi, sosial, politik dan lingkungan yang sangat membebani sebagian besar umat manusia.

e.    Dialog antarumat beragama berarti berkumpul bersama dalam ruang luas nilai-nilai rohani, manusiawi, dan sosial bersama dan dari sini, meneruskan keutamaan-keutamaan moral tertinggi yang dituju oleh agama-agama. Hal ini juga berarti menghindari perdebatan-perdebatan yang tidak produktif.

f.     Perlindungan tempat ibadah sinagoga, gereja dan masjid adalah kewajiban yang dijamin oleh agama, nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan perjanjian internasional. Setiap upaya untuk menyerang tempat-tempat ibadah atau mengancam mereka dengan serangan kekerasan, pemboman atau perusakan, merupakan penyimpangan dari ajaran agama-agama serta pelanggaran jelas terhadap hukum internasional.

g.    Terorisme menyedihkan dan mengancam keamanan orang, baik mereka di Timur atau Barat, Utara atau Selatan, dan menyebarkan kepanikan, teror dan pesimisme, tetapi ini bukan karena agama, bahkan ketika para teroris memperalatnya. Ini lebih disebabkan oleh akumulasi penafsiran yang salah atas teks-teks agama dan oleh kebijakan yang terkait dengan kelaparan, kemiskinan, ketidakadilan, penindasan, dan kesombongan. Inilah sebabnya mengapa sangat penting menghentikan dukungan terhadap gerakan teroris dalam penyediaan dana, penyediaan senjata dan strategi, dan dengan upaya untuk  membenarkan  gerakan  ini  bahkan  dengan  menggunakan  media. Semua ini harus dianggap sebagai kejahatan internasional yang mengancam keamanan dan perdamaian dunia. Terorisme semacam itu harus dikutuk dalam segala bentuk dan ekspresinya.

h.   Konsep kewarganegaraan berlandaskan pada kesetaraan hak dan kewajiban, di mana semua menikmati keadilan. Karena itu, pentinglah untuk membentuk dalam masyarakat kita konsep kewarganegaraan penuh dan menolak penggunaan istilah minoritas secara diskriminatif yang menimbulkan perasaan terisolasi dan inferioritas. Penyalahgunaannya melicinkan jalan bagi permusuhan dan perselisihan; hal itu mengurangi setiap keberhasilan dan menghilangkan hak-hak agama dan sipil dari beberapa warga negara yang terdiskriminasi karenanya.

i.      Hubungan baik antara Timur dan Barat tidak dapat disangkal diperlukan bagi keduanya. Keduanya tidak boleh diabaikan, sehingga masing-masing dapat diperkaya oleh budaya yang  lain melalui pertukaran dan dialog yang bermanfaat. Barat dapat menemukan di Timur obat bagi penyakit rohani dan agama yang disebabkan oleh materialisme yang tersebar luas. Dan Timur dapat menemukan banyak unsur di Barat yang dapat membantu membebaskannya dari kelemahan, perpecahan, konflik dan kemunduran pengetahuan, teknik dan budaya. Pentinglah memerhatikan perbedaan agama, budaya dan sejarah yang merupakan unsur vital dalam membentuk karakter, budaya, dan peradaban Timur. Juga penting untuk memperkuat ikatan hak asasi manusia mendasar demi membantu menjamin hidup yang bermartabat bagi semua perempuan dan laki-laki di Timur dan Barat, dengan menghindari politik standar ganda.

j.      Adalah sebuah keharusan untuk mengakui hak perempuan atas pendidikan dan pekerjaan, dan untuk mengakui kebebasan mereka untuk menggunakan hak  politik  mereka  sendiri.  Selain  itu,  berbagai  upaya  harus  dilakukan untuk membebaskan perempuan dari pengondisian historis dan sosial yang bertentangan dengan prinsip-prinsip iman dan martabat mereka. Juga penting untuk melindungi perempuan dari eksploitasi seksual dan dari diperlakukan sebagai barang dagangan atau objek kesenangan atau keuntungan finansial. Oleh  karena  itu,  harus  dihentikan  praktik-praktik  yang  tidak  manusiawi dan vulgar yang merendahkan martabat perempuan. Harus dilakukan berbagai upaya untuk mengubah undang-undang yang mencegah perempuan menikmati sepenuhnya hak-hak mereka.

k.    Perlindungan   hak-hak   dasar   anak   untuk   bertumbuh   kembang   dalam lingkungan keluarga, untuk memperoleh gizi baik, pendidikan dan dukungan, adalah tugas keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas semacam itu harus dijamin dan dilindungi agar tidak diabaikan atau ditolak untuk anak mana pun di belahan dunia mana pun. Semua praktik yang melanggar martabat dan hak anak harus dikecam. Sama pentingnya untuk waspada terhadap bahaya yang mereka hadapi, khususnya di dunia digital, dan untuk menganggap sebagai kejahatan perdagangan manusia tidak bersalah dan semua pelanggaran masa muda mereka.

l.      Perlindungan hak-hak orang lanjut usia, mereka yang lemah, penyandang disabilitas, dan mereka yang tertindas adalah kewajiban agama dan sosial yang harus dijamin dan dibela melalui undang-undang yang ketat dan pelaksanaan perjanjian internasional yang relevan.

Untuk tujuan ini, melalui kerja sama timbal balik, Gereja Katolik dan Al-Azhar mengumumkan dan berjanji untuk menyampaikan dokumen ini kepada pihak-pihak berwenang, pemimpin yang berpengaruh, umat beragama di seluruh dunia, organisasi regional dan internasional yang terkait, organisasi dalam masyarakat sipil, lembaga keagamaan dan para pemikir terkemuka. Mereka selanjutnya berjanji untuk menyebarluaskan prinsip-prinsip yang terkandung dalam deklarasi ini di semua tingkat regional dan internasional, seraya meminta agar prinsip-prinsip ini diterjemahkan ke dalam kebijakan, keputusan, teks legislatif, program studi dan materi yang akan diedarkan.

Sumber: Dokumen Abu Dhabi. Dokumen tentang Persaudaraan Manusia. untuk perdamaian dunia dan hidup beragama. Perjalanan Apostolik  Bapa Suci Paus Fransiskus ke Uni Emirat Arab pada 3-5 Februari 2019. (Dokpen KWI, 2019)

2.      Pendalaman

a.      Apa itu dokumen Abu Dhabi?

b.      Mengapa dokumen ini dianggap sangat penting?

c.       Apa kaitan dokumen ini dengan Gereja sebagai persekutuan yang terbuka?

d.      Sebagai anggota Gereja, apa pandanganmu sendiri tentang Gereja sebagai persekutuan yang terbuka?

3.      Penjelasan

a.      Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb telah menandatangani “The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together.” Peristiwa ini merupakan tonggak sejarah baru Gereja Katolik yang selalu membuka diri membangun persaudaraan sejati umat manusia.

b.      Dokumen Abu  Dhabi  menjadi  peta  jalan  yang  sungguh  berharga  untuk membangun perdamaian dan menciptakan hidup harmonis di antara umat beragama, dan berisi beberapa pedoman yang harus disebarluaskan ke seluruh dunia.

Langkah kedua: menggali ajaran Gereja tentang makna Gereja sebagai   persekutuan yang terbuka

1.      Membaca/menyimak ajaran Gereja

 “Gereja  adalah  persekutuan  umat  Allah.  Dalam  persekutuan  umat  itu, semua  anggota  mempunyai  martabat  sama,  memiliki  fungsi  berbeda-beda, serta semakin terbuka dan terlibat mewarnai dunia. Gereja hadir dan berada untuk  dunia.  Kegembiraan  dan  harapan,  duka  dan  kecemasan  orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan  kegembiraan  dan  harapan,  duka  dan  kecemasan  murid-murid Kristus. Sebab persekutuan murid-murid Kristus terdiri atas orang-orang yang dipersatukan di dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan menuju Allah Bapa. Semua murid Kristus telah menerima warta keselamatan untuk  disampaikan  kepada  semua  orang  (bdk.  Gaudium  et  Spes,  artikel  1).

Panggilan Gereja yang utama ialah menjadi utusan Kristus untuk menampakkan dan menyalurkan cinta kasih Allah kepada semua orang dan segala bangsa. Tugas perutusan ini adalah tugas seluruh umat Allah (LG, artikel 17), masing-masing seturut kemampuannya. Baik kaum hierarki maupun kaum awam serta biarawan- biarawati mendapat tugas perutusan yang sama. Konsili menegaskan dengan jelas kewajiban ini, yaitu untuk umat Allah yang hidup dalam jemaat-jemaat, terutama dalam keuskupan-keuskupan dan paroki-paroki, jemaat-jemaat wajib memberi kesaksian akan Kristus di hadapan segala bangsa.

Persekutuan umat Allah harus menampakkan karya keselamatan Allah di dunia ini. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Gereja menjadi tanda dan sarana (sakramen) keselamatan bagi dunia. Setiap anggota Gereja dengan caranya sendiri terlibat dan menggeluti persoalan-persoalan dunia untuk membangun dan menyejahterakan umat manusia. Setiap anggota Gereja mendapat tugas berdasarkan potensi dan kemampuannya bagi terciptanya tata dunia yang lebih baik. Dengan demikian, anggota Gereja sungguh menyadari bahwa bukan hanya dirinya satu-satunya yang terlibat di dalam masyarakat dengan segala persoalan yang ada.

Gereja pada zaman sekarang harus menjadi persekutuan terbuka. Perlu disadari pentingnya keterbukaan, bukan hanya keterbukaan dengan sesama dalam iman dan keyakinan, melainkan keterbukaan terhadap agama yang lain, artinya kita membuka berbagai kemungkinan dialog dan kerja sama yang baik dengan sesama pihak yang berjuang bersama. Dialog iman dan kerja sama lintas agama dapat menumbuhkembangkan realitas sosial sebagai milik bersama. Dialog kehidupan dan karya yang dikembangkan dapat menjadi tempat kerja sama dalam menyikapi persoalan-persoalan kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan, demi memajukan semua manusia ke taraf yang lebih manusiawi dan luhur.

Santo Paulus dalam Kisah Para Rasul 4:32–37 memberikan gambaran ideal tentang suasana dan cara sebuah persekutuan umat perdana. Cara hidup umat perdana memberikan kita buah kesadaran bahwa kebersamaan dalam persekutuan itu penting. Hal-hal yang dapat terlihat, misalnya, segala sesuatu adalah milik bersama,  hidup  dalam  persaudaraan  kasih,  saling  memberi  dan  menerima sesuai kebutuhan, terbuka untuk semua orang, semangat dan keteladanan inilah yang dapat kita contoh, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial ekonomi sesama saudara dalam persekutuan umat. Kebersamaan kita dalam hidup menggereja tidak hanya terbatas pada hal-hal rohani, tetapi juga harus menyentuh kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Persekutuan umat Allah harus terbuka dan menyentuh relung jiwa setiap anggotanya.

Gereja hadir di dunia bukan untuk dirinya sendiri, melainkan bagi dunia itu sendiri. Dalam persekutuan, mereka mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya (bdk. Gaudium et Spes, artikel 1) karena persekutuan mereka terdiri atas orang-orang yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka menuju kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Cara-cara yang ditempuh Gereja untuk menunjukkan keterbukaannya: pertama, berdialog dengan agama lain. Gereja sesudah Konsili Vatikan II sungguh menyadari bahwa di luar agama Katolik terdapat pula benih-benih kebenaran dan keselamatan. Untuk itu, dibutuhkan dialog untuk saling mengenal, menghargai, dan memperkaya; kedua, kerja sama atau dialog. Gereja hendaknya membangun kerja sama yang lebih intensif dan mendalam dengan para pengikut agama lain.

Sasaran yang hendak diraih adalah pembangunan manusia dan peningkatan martabat manusia. Berpartisipasi secara aktif dan bekerja sama dengan siapa saja dalam membangun masyarakat yang adil, damai, dan sejahtera.

2.      Pendalaman

a.      Apa makna Gereja sebagai persekutuan?

b.      Apa makna Gereja sebagai persekutuan yang terbuka?

c.       Jelaskan beberapa contoh kegiatan Gereja sebagai Persekutuan yang terbuka di paroki atau keuskupan kalian sendiri!

d.      Apa sikapmu sendiri sebagai anggota Gereja yang bermakna Persekutuan yang terbuka?

3.      Penjelasan

a)      Gereja adalah persekutuan umat Allah. Dalam persekutuan umat itu, semua anggota mempunyai martabat sama, memiliki fungsi berbeda-beda, serta semakin terbuka dan terlibat mewarnai dunia.

b)      Gereja  hadir  dan  berada  untuk  dunia.  Kegembiraan  dan  harapan,  duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan murid-murid Kristus.

c)       Panggilan   Gereja   yang   utama   ialah   menjadi   utusan   Kristus   untuk menampakkan dan menyalurkan cinta kasih Allah kepada semua orang dan segala bangsa.

d)      Persekutuan umat Allah harus menampakkan karya keselamatan Allah di dunia ini. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Gereja menjadi tanda dan sarana (sakramen) keselamatan bagi dunia.

e)      Setiap anggota Gereja mendapat tugas berdasarkan potensi dan kemam- puannya bagi terciptanya tata dunia yang lebih baik. Dengan demikian, anggota Gereja sungguh menyadari bahwa bukan hanya dirinya satu-satunya yang terlibat di dalam masyarakat dengan segala persoalan yang ada.

f)        Gereja pada zaman sekarang harus menjadi persekutuan terbuka. Pentingnya keterbukaan, bukan hanya keterbukaan dengan sesama dalam iman dan keyakinan, melainkan keterbukaan terhadap agama yang lain, artinya kita membuka berbagai kemungkinan dialog dan kerja sama yang baik dengan sesama pihak yang berjuang bersama.

g)      Cara   hidup   umat   perdana   memberikan   kita   buah   kesadaran   bahwa kebersamaan dalam persekutuan itu penting. Hal-hal yang dapat terlihat, misalnya, segala sesuatu adalah milik bersama, hidup dalam persaudaraan kasih,  saling  memberi  dan  menerima  sesuai  kebutuhan,  terbuka  untuk semua orang, semangat dan keteladanan inilah yang dapat kita contoh, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial ekonomi sesama saudara dalam persekutuan umat.

Langkah ketiga: menghayati Gereja sebagai persekutuan yang terbuka

1.      Refleksi

Paus Fransiskus meneladani semangat persaudaraan universal dalam cara hidup Fransiskus Assisi: Ia memperlakukan segenap makhluk sebagai saudara dan saudari. Santo Fransiskus Assisi mengajak kita untuk mencintai sesama baik yang jauh maupun yang dekat. Bagi Santo Fransiskus Assisi, semua makhluk adalah saudara.

Berdasarkan pengamatan kalian terhadap gambar perjumpaan Paus Fransiskus dengan tokoh agama Yahudi dan tokoh agama Islam, juga tokoh-tokoh agama lain di dunia, sekarang cobalah kalian membuat sebuah refleksi pribadi  tentang perwujudan Gereja sebagai persekutuan yang terbuka di lingkungan rohani atau di parokimu.

2.      Aksi

Peserta didik membuat rencana aksi untuk ikut terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, khususnya di lingkungan  rohani dan lingkungan sosial.

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus, amin.

Ya Bapa yang Mahakasih, kami bersyukur atas berkat-Mu yang sungguh agung dan mulia.

Dalam perjalanan Gereja-Mu di dunia, Engkau memberi janji dan membuka pintu kebaikan cinta kasih-Mu. Umat-Mu yang berziarah di dunia Engkau sertai dan satukan dalam persekutuan Gereja yang kudus. Jadikanlah kami menjadi orang yang terpanggil dan terlibat dalam karya dan misi Gereja-Mu yang membawa kabar kegembiraan, iman, harapan dan kasih bagi sesama. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Rangkuman

·       Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb telah menandatangani “The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together.” Peristiwa ini merupakan tonggak sejarah baru Gereja Katolik yang selalu   membuka diri membangun persaudaraan sejati umat manusia.

·       Dokumen Abu  Dhabi  menjadi  peta  jalan  yang  sungguh  berharga  untuk membangun perdamaian dan menciptakan hidup harmonis di antara umat beragama, dan berisi beberapa pedoman yang harus disebarluaskan ke seluruh dunia

·       Gereja sebagai persekutuan yang terbuka harus selalu siap untuk berdialog dengan agama dan budaya  manapun.

·       Gereja perlu membangun kerja sama yang lebih intensif dengan siapa saja yang berkehendak baik.

·       Gereja harus berpartisipasi aktif dan mau bekerja sama dengan siapa saja dalam membangun masyarakat yang adil, damai dan sejahtera.

·       Persekutuan umat Allah harus menampakkan karya keselamatan Allah di dunia ini. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Gereja menjadi tanda dan sarana (sakramen) keselamatan bagi dunia.

·       Setiap anggota Gereja mendapat tugas berdasarkan potensi dan kemam- puannya bagi terciptanya tata dunia yang lebih baik. Dengan demikian, anggota Gereja sungguh menyadari bahwa bukan hanya dirinya satu-satunya yang terlibat di dalam masyarakat dengan segala persoalan yang ada.

·       Gereja pada zaman sekarang harus menjadi persekutuan terbuka. Pentingnya keterbukaan, bukan hanya keterbukaan dengan sesama dalam iman dan keyakinan, melainkan keterbukaan terhadap agama yang lain, artinya kita membuka berbagai kemungkinan dialog dan kerja sama yang baik dengan sesama pihak yang berjuang bersama.

·       Cara   hidup   umat   perdana   memberikan   kita   buah   kesadaran   bahwa kebersamaan dalam persekutuan itu penting. Hal-hal yang dapat terlihat, misalnya, segala sesuatu adalah milik bersama, hidup dalam persaudaraan kasih,  saling  memberi  dan  menerima  sesuai  kebutuhan,  terbuka  untuk semua orang, semangat dan keteladanan inilah yang dapat kita contoh, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial ekonomi sesama saudara dalam persekutuan umat.

 

CATATAN:

·     Seperti sudah disinggung dalam pelajaran terdahulu, paham Gereja sebagai Persekutuan Umat Allah muncul disebabkan antara lain oleh paham dan penghayatan Gereja institusional yang berkembang sebelum KV II yang terlalu menekankan segi organisatoris dan struktural hirarkis piramidal. Perbedaan antara keduanya sangat menonjol.

·     Gereja yang institusional dan hirarkis pyramidal lebih menekankan:

1.     Organisasi dan struktur Gereja

2.     Kepemimpinan orang-orang tertahbis (hirarki)

3.     Hukum dan peraturan-peraturan

4.     Sikap triumfalistik dan tertutup

·     Sedangkan Gereja sebagai persekutuan umat lebih menampakkan :

1.     Persaudaraan antar-umat

2.     Keterlibatan semua anggota umat dalam hidup menggereja baik awam maupun hirarki.

3.     Peranan hati nurani dan tanggung jawab setiap anggota umat

4.     Semangat kemiskinan/kesederhanaan dan sikap terbuka, berdialog dengan kalangan mana saja.

·     Gereja adalah persekutuan Umat Allah untuk membangun Kerajaan Allah di bumi ini. Dalam persekutan umat ini, semua anggota mempunyai martabat yang sama namun dari segi fungsinya dapat berbeda. Berdasarkan fungsinya Umat Allah dapat dikategorikan dalam golongan hirarki, biarawan/ti, dan kaum awam.

·     Dalam kaitannya dengan Gereja sebagai persekutuan yang terbuka teks Kis 4 : 32 – 37 ingin mengungkapkan:

·     mengungkapkan kebersamaan. Dalam perikop tersebut terlihat bahwa semua anggota jemaat dicukupi kebutuhannya dan tidak seorang pun menyimpan kekayaan bagi dirinya sendiri sementara yang lain berkekurangan.

1.     memiliki semangat kepekaan terhadap situasi sosial ekonomi sesama saudara dan persekutuan umat.

2.     Cara hidup Jemaat Perdana pada perikop tersebut tidak dapat kita tiru secara harafiah sebab situasi sosial-ekonomi kita sudah sangat berbeda. Akan tetapi semangat dasarnya dapat kita tiru, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial-ekonomi sesama saudara dalam persekutuan umat.

·     Gereja sebagai Persekutuan Umat harus bersifat terbuka karena :

1.     Gereja hadir bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk dunia.

2.     Gereja mewartakan keselamatan kepada semua orang.

3.     Gereja memiliki hubungan yang erat dengan umat manusia dan sejarahnya.

·     Ada 3 cara yang dapat dilakukan Gereja untuk menunjukkan keterbukaannya yaitu:

1.     Gereja selalu siap untuk berdialog dengan agama dan budaya mana saja.

2.     Kerjasama atau dialog karya.

3.     Berpartisipasi secara aktif dan bekerja sama dengan siapa saja dalam membangun masyarakat yang adil, damai, dan sejahtera. 

·     Gereja harus membangun kerjasama yang lebih intens dan mendalam dengan para pengikut  agama-agama lain. Sasaran yang hendak diraih melalui kerjasama tersebut adalah pembangunan manusia dan peningkatan  martabat manusia.

 

PENDALAMAN

1.     Dalam gambar ini, terdapat 2 model Gereja yang kiranya dihayati umat dewasa ini

 

             

 

2.     Sebutkan perbedaan antara :

a.       Gereja institusional / Hirarkis Piramidal!

b.       Gereja sebagai persekutuan umat!

3.     Apa saja yang menarik dari cara hidup Jemaat Perdana dalam Kis 4:32-37?

4.     Mengapa cara hidup Jemaat Perdana tidak dapat kita tiru secara harafiah?

5.     Semangat apa yang dapat kita tiru dari Kisah Jemaat Perdana tersebut?

6.     Gereja sebagai Persekutuan Umat yang Terbuka

7.     Mengapa Gereja sebagai Persekutuan Umat harus bersifat terbuka?

8.     Sebutkan 3 cara yang dapat dilakukan Gereja untuk menunjukkan keterbukaannya!

9.     Gereja harus membangun kerjasama yang lebih intens dan mendalam dengan para pengikut agama-agama lain. Sasaran apa yang hendak diraih melalui kerjasama tersebut?

 

 

 


 

PELAJARAN 3

GEREJA YANG SATU

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Bapa yang kekal, Gereja-Mu telah menjadi tanda keselamatan kami di dunia ini. Gereja-Mu yang bersifat satu, kudus, katolik, dan apostolik sebagaimana iman Para Rasul yang telah kami yakini hingga kini, telah menjadi tanda kehadiran-Mu yang memersatukan dan menguduskan umat pilihan-Mu. Kami mohon kepada-Mu, ya Bapa, kunjungi dan hadirlah dalam pertemuan ini agar kami memahami Gereja yang utuh dan semakin mencintai Gereja kudus-Mu. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami.

Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pengalaman tentang kesatuan Gereja di dunia

  1. Apersepsi

Guru membuka dialog bersama  peserta didik dengan  mengajak peserta didik mengingat  kembali  tema  atau  pokok  bahasan  dan  penugasan  sebelumnya tentang paham dan makna Gereja. misalnya adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan aksi-aksi nyata sebagai anggota Gereja di tengah keluarga, lingkungan, dan masyarakat.

Selanjutnya guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu sifat-sifat Gereja. Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik dengan beberapa pertanyaan, misalnya: apa saja sifat-sifat  Gereja: satu, kudus, katolik, dan apostolik. Untuk memahami sifat- sifat Gereja itu, marilah kita memulai pembelajaran saat ini tentang sifat Gereja yang satu dengan menyimak artikel berita  berikut ini.

2.      Membaca/menyimak cerita kehidupan

Peserta didik membaca dan menyimak  artikel berita berikut ini.

Delegasi Orang Muda Katolik Sedunia Berkumpul di Panama

World Youth Day (WYD) adalah gagasan Santo Paus Yohanes II. Paus asal Polandia dengan nama Carol Wojtila melihat dua pertemuan internasional orang muda sebelumnya sangat sukses yaitu pertemuan di Roma tahun 1984 dan 1985, akhirnya terbentuknya di bulan Desember 1985.

Sejak 1985, WYD dirayakan setiap tahun pada Minggu Palma di tingkat- tingkat keuskupan dan lokal seluruh Gereja sedunia. Setiap dua atau tiga tahun, WYD dirayakan secara internasional di tempat yang dipilih oleh Paus. Orang muda Katolik (OMK) seluruh dunia berkumpul bersama Bapa Suci di sana.

Selama WYD peserta mengunjungi negara tuan rumah, melakukan pelayanan masyarakat, mengunjungi keuskupan, dan ikut serta dalam berbagai perayaan. Ada seminar, pertemuan katekese, diakhiri dengan misa kepausan yang dipimpin oleh Bapa Suci atau Sri Paus. Pertemuan terakhir tahun 2019 di Panama, Amerika Latin. Pertemuan berikutnya tahun 2022, namun Paus Fransiskus mengundurkannya ke tahun 2023, karena adanya pandemi Covid-19 saat ini.

Paus Fransiskus Menutup WYD ke-34 di Panama

Hari Pemuda Sedunia ke-34 2019 ditutup pada hari Minggu tanggal 27 Januari 2019 di hadapan 700.000 orang  dan di antaranya adalah delegasi puluhan ribu orang Katolik dari seluruh dunia bersatu di Campo San Juan Pablo II–Metro Park (Panama City, Panama), dengan Misa Kudus yang dipimpin oleh Paus Fransiskus.

Bapa  Suci  menyampaikan  homilinya  berdasarkan  tema  dari  bacaan injil hari Minggu: “Mata semua orang di sinagoga tertuju padanya. Dan dia mulai berkata kepada mereka: 'Hari ini Kitab Suci ini telah digenapi dalam pendengaranmu' ”(Luk. 4:20–21).

Paus  menjelaskan  bahwa  "hari  ini"  yang  Yesus  maksudkan,  bukan 2.000 tahun yang lalu, tetapi masih berlaku hari ini, "sekarang" kita. “Yesus mengungkapkan  sekarang  dari Tuhan”.  “Di  dalam Yesus,  masa  depan  yang dijanjikan dimulai dan menjadi hidup”. Sayangnya, “kita tidak selalu percaya bahwa Tuhan bisa menjadi yang konkret dan biasa, sedekat itu dan nyata… [karena] Tuhan yang dekat dan setiap hari, seorang teman dan saudara, menuntut agar kita peduli dengan lingkungan kita… Tuhan itu nyata karena cinta adalah nyata".

Kita  semua  bisa  mengalami  bahaya  hidup  di  "semacam  ruang  tunggu, duduk-duduk sampai kita dipanggil". Baik orang dewasa maupun orang muda berisiko berpikir “Sekarang Anda belum tiba…. bahwa Anda terlalu muda untuk terlibat dalam mimpi dan bekerja untuk masa depan”. Dia menekankan bahwa kita membutuhkan satu sama lain "untuk mendorong mimpi dan bekerja untuk hari esok, mulai hari ini ... Bukan besok tapi sekarang ... Sadarilah bahwa Anda memiliki misi dan jatuh cinta .... Kita mungkin memiliki segalanya, tetapi jika kita kekurangan gairah cinta, kita tidak akan memiliki apa-apa”.

Bapa Suci menjelaskan bahwa bagi Yesus tidak ada kata 'sementara': “Dia bukanlah jeda dalam hidup atau mode yang lewat. Dia adalah cinta yang murah hati yang mengundang kita untuk memercayakan diri kita sendiri”. Dia menasihati semua orang muda untuk tidak “dilumpuhkan [oleh] ketakutan dan pengucilan, spekulasi dan manipulasi [melainkan, untuk mengenali] kasih yang nyata, dekat, dan nyata” dari Yesus. Tuhan dan misi-Nya bukanlah “sesuatu yang sementara, itu adalah hidup kita”.

Dia mengingatkan kita semua bahwa kita “sedang dalam perjalanan…. teruslah berjalan, terus hidupkan iman dan bagikan”. Jadi, jangan lupa, katanya, bahwa “kamu bukan hari esok, kamu bukan 'waktu', kamu adalah masa kini Allah.

(diterjemahkan Daniel Boli Kotan dari catholic.gi/34th-world-youth-day-2019-concluded-panama/)

  1. Pendalaman

a.      Siapa yang memprakarsai WYD?

b.      Apa tujuan hari kaum muda sedunia?

c.       Apa yang dilakukan selama pertemuan kaum muda sedunia?

d.      Apa pesan Paus Fransiskus untuk kaum muda sedunia?

e.      Apa makna sifat kesatuan Gereja dalam pertemuan kaum muda sedunia itu?

4.      Penjelasan

·     World Youth Day (WYD) adalah gagasan Paus Yohanes Paulus II sejak tahun 1985. Setiap dua atau tiga tahun, WYD dirayakan secara internasional di tempat yang dipilih oleh Paus. OMK seluruh dunia berkumpul bersama Bapa Suci di sana.

·     Selama WYD peserta mengunjungi negara tuan rumah, melakukan pelayanan masyarakat, mengunjungi keuskupan, dan ikut serta dalam berbagai perayaan. Ada seminar, pertemuan katekese, diakhiri dengan misa Kepausan yang dipimpin oleh Bapa Suci atau Sri Paus.

·     Pesan Paus Fransiskus kepada kaum muda Katolik di WYD Panama bahwa kita semua  “sedang dalam perjalanan …. teruslah berjalan, terus hidupkan iman dan bagikan”.

·     Sifat kesatuan Gereja tercermin dari persekutuan atau komunio kaum muda dan umat Katolik yang berkumpul di Panama atas nama satu iman, harapan dan kasih.

 

Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja tentang kesatuan Gereja

  1. Kitab Suci

Kesatuan Gereja (1Ptr. 2:5–10; bdk. 1Kor. 12:12)

5Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.

6Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci: "Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan."

7Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak  percaya:  "Batu  yang  telah  dibuang  oleh  tukang-tukang  bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan."

8Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan.

9Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajawi, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan- perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:

10kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.

a.      Pendalaman

1)      Apa pesan teks Kitab Suci 1Ptr. 2:5–10?

2)      Apa arti Gereja yang satu menurut Rasul Petrus?

b.      Penjelasan

Kesatuan iman tidak lain merupakan keyakinan umat Allah kepada Allah Tritunggal; Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Keyakinan iman demikian tentu menunjuk kepada apa yang diimani oleh Gereja dari dulu hingga sekarang bahwa Kristus sendiri menghendaki kesatuan Gereja   dan menjadikannya satu tubuh (bdk. 1Ptr. 2:5–10).

2.      Ajaran Gereja

a.      Membaca/menyimak ajaran Gereja

"Itulah satu-satunya Gereja Kristus, yang dalam syahadat iman kita akui sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik" (LG 8). Keempat sifat ini, yang tidak boleh dipisahkan (bdk. DS 2888) satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh Kudus, Kristus menjadikan Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik, dan apostolik. Ia memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu. (KGK 811).

Hanya iman dapat mengakui bahwa Gereja menerima sifat-sifat ini dari asal ilahinya. Namun akibat-akibatnya dalam sejarah merupakan tanda yang juga jelas mengesankan akal budi manusia. Seperti yang dikatakan Konsili Vatikan I, Gereja "oleh penyebarluasannya yang mengagumkan, oleh kekudusannya yang luar biasa, dan oleh kesuburannya yang tidak habis-habisnya dalam segala sesuatu yang baik, oleh kesatuan  katoliknya  dan oleh kestabilannya  yang  tak terkalahkan,  adalah alasan yang kuat dan berkelanjutan sehingga pantas dipercaya dan satu kesaksian yang tidak dapat dibantah mengenai perutusan ilahinya" (DS 3013), (KGK 812).

Gereja itu satu menurut asalnya. "Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi, Bapa, Putera, dan Roh Kudus" (UR 2). Gereja itu satu menurut Pendiri-Nya.  "Sebab Putera sendiri yang menjelma telah  mendamaikan  semua  orang  dengan Allah,  dan  mengembalikan  kesatuan semua  orang  dalam  satu  bangsa  dan  satu  tubuh"  (GS  78,3  ).  Gereja  itu  satu menurut jiwanya. "Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang mengagumkan  itu,  dan  sedemikian  erat  menghimpun  mereka  sekalian  dalam Kristus, sehingga menjadi prinsip kesatuan Gereja" (UR 2).

Dengan demikian, kesatuan termasuk dalam hakikat Gereja: "Sungguh keajaiban yang penuh rahasia! Satu adalah Bapa segala sesuatu, juga satu adalah Logos segala sesuatu, dan Roh Kudus adalah satu dan sama dimana-mana, dan juga ada hanya satu Bunda Perawan; aku mencintainya, dan menamakan dia Gereja" (Klemens dari Aleksandria, paed. 1,6,42; KGK 813).

Namun sejak awal, Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Di satu pihak kemajemukan itu disebabkan oleh perbedaan anugerah- anugerah Allah, di lain pihak oleh keanekaan orang yang menerimanya. Dalam kesatuan umat Allah berhimpunlah perbedaan bangsa dan budaya. Di antara anggota-anggota Gereja ada keanekaragaman anugerah, tugas, syarat-syarat hidup dan cara hidup; "maka dalam persekutuan Gereja selayaknya pula terdapat. Gereja-Gereja khusus, yang memiliki tradisi mereka sendiri" (LG 13). Kekayaan yang luar biasa akan perbedaan tidak menghalang-halangi kesatuan Gereja, tetapi dosa dan akibat-akibatnya membebani dan mengancam anugerah kesatuan ini secara terus-menerus. Karena itu santo Paulus harus menyampaikan nasihatnya, "supaya memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera" (Ef. 4:3; KGK 814).

Manakah ikatan-ikatan kesatuan? Terutama cinta, "ikatan kesempurnaan" (Kol. 3:14). Tetapi kesatuan Gereja penziarah juga diamankan oleh ikatan persekutuan yang tampak berikut ini:

     pengakuan iman yang satu dan sama, yang diwariskan oleh para rasul;

     perayaan ibadat bersama, terutama sakramen-sakramen; suksesi apostolik, yang oleh sakramen Tahbisan menegakkan  kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam keluarga Allah (bdk. UR 2; LG 14: CIC. Can. 205; KGK 815).

"Itulah satu-satunya Gereja Kristus.... Sesudah kebangkitan-Nya, Penebus kita menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan. Ia mempercayakannya kepada Petrus dan para Rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing... Gereja itu, yang di dunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam [subsistit in] Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya (LG 8). Dekrit Konsili Vatikan II mengenai ekumene menyatakan: "Hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petruslah Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu tubuh Kristus di dunia. Dalam tubuh itu harus disatu-ragakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk umat Allah" (UR 3; KGK 816).

Luka-Luka Kesatuan

"Dalam satu dan satu-satunya Gereja Allah itu sejak awal mula telah timbul berbagai perpecahan, yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak dihukum. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya dengan Gereja Katolik, kadang-kadang bukannya tanpa kesalahan kedua pihak" (UR 3).  Perpecahan-perpecahan yang melukai kesatuan tubuh Kristus (perlu dibedakan di sini bidah, apostasi, dan skisma, bdk. CIC, can. 751), tidak terjadi tanpa dosa manusia: "Di mana ada dosa, di situ ada keaneka- ragaman, di situ ada perpecahan, sekte-sekte dan pertengkaran. Di mana ada kebajikan, di situ ada kesepakatan, di situ ada kesatuan; karena itu semua umat beriman bersatu hati dan bersatu jiwa" (Origenes, hom. in Ezech. 9,1; KGK 817).

"Tetapi mereka, yang sekarang lahir dan dibesarkan dalam iman akan Kristus di jemaat-jemaat itu, tidak dapat dipersalahkan dan dianggap berdosa karena memisahkan diri. Gereja Katolik merangkul mereka dengan sikap bersaudara penuh hormat dan cinta kasih... Sungguhpun begitu, karena mereka dalam Baptis dibenarkan berdasarkan iman, mereka disatu-ragakan dalam Kristus. Oleh karena itu mereka memang dengan tepat menyandang nama kristiani, dan tepat pula oleh putera-puteri Gereja Katolik diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan" (UR 3; 818).

b.      Pendalaman

1)      Apa makna kesatuan Gereja menurut Katekismus Gereja Katolik?

2)      Ikatan apa saja dalam kesatuan Gereja Katolik?

3)      Apa saja yang menjadi luka-luka kesatuan dalam perjalanan hidup Gereja?

c.       Penjelasan

·       Gereja itu satu menurut asalnya. "Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi, Bapa, Putera, dan Roh Kudus".

·       Gereja itu satu menurut Pendiri-Nya. "Sebab Putera sendiri yang menjelma telah mendamaikan semua orang dengan Allah, dan mengembalikan kesatuan semua orang dalam satu bangsa dan satu tubuh" (GS 78, 3).

·       Gereja itu satu menurut jiwanya. "Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang mengagumkan itu, dan sedemikian erat menghimpun mereka sekalian dalam Kristus, sehingga menjadi prinsip kesatuan Gereja"

·       Kesatuan termasuk dalam hakikat Gereja: "Sungguh keajaiban yang penuh rahasia. Satu adalah Bapa segala sesuatu, juga satu adalah Logos segala sesuatu, dan Roh Kudus adalah satu dan sama di mana-mana, dan juga ada hanya satu Bunda Perawan.

·       Ikatan  persekutuan  yang  tampak  dalam  pengakuan  iman  yang  satu  dan sama, yang diwariskan oleh para rasul; perayaan ibadat bersama, terutama sakramen-sakramen; suksesi apostolik, yang oleh sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam keluarga Allah.

·       Luka-luka dalam kesatuan; Sejak awal mula telah timbul berbagai perpecahan, yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak dihukum. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya dengan Gereja Katolik, kadang-kadang bukannya tanpa kesalahan kedua pihak.

 

Langkah ketiga: menghayati sifat Gereja yang satu dalam kehidupan sehari-hari

  1. Refleksi

“Maju Bersama”

Marilah saudara melangkah maju, Tuhan serta kita

Sepanjang jalan penuh liku, Tuhan serta kita

Maju bersama bersatulah kita, Maju dalam cahaya

Maju bersama satu harapan kita, Hidup Kristus Jaya Alelluia alleluia

Hidup Kristus nan jaya.

Sumber: gema.sabda.org/marilah_saudara_melangkah_maju

 

Berdasarkan lagu tersebut peserta didik membuat refleksi tentang bagaimana ia membangun semangat kesatuan Gereja dalam hidupnya.

 

2.      Aksi

Peserta didik merencanakan aksi nyata untuk melaksanakan semangat kesatuan Gereja dalam hidupnya sehari-hari di rumah, di lingkungan rohani dan lingkungan sosial, misalnya bersatu dalam doa, berderma. Kegiatan nyata ini dicatat dalam buku catatan dan ditandatangani oleh orang tua atau wali muridnya.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin. Berlimpah rasa syukur kami haturkan kepada-Mu, ya Tuhan atas bimbingan dan berkat-Mu dalam menyelesaikan pertemuan ini.

Tuhan, Engkau telah mengingatkan kami akan sifat Gereja-Mu yang satu, kudus, katolik dan apostolik sebagaimana iman para rasul.

Kami mohon, tambahkanlah iman kami agar kuat dan teguh sebagaimana para rasul-Mu mewartakan Gereja-Mu yang hidup. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

·       Gereja itu satu karena sumber dan teladannya adalah Allah Tritunggal; Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Yesus Kristus, Putera Allah sebagai pendiri dan kepala Gereja menetapkan kesatuan semua umat manusia dalam satu tubuh. Sebagai jiwa Gereja, Roh Kudus memersatukan semua umat beriman dalam kesatuan dengan Kristus.

·       Gereja  hanya  mempunyai  satu  iman,  satu  kehidupan  sakramental,  satu warisan apostolik, satu pengharapan yang umum dan cinta kasih yang satu dan sama. Meski demikian, kesatuan Gereja tetap menghargai  kebinekaan yang ada di dalamnya.

·       Ikatan  persekutuan  yang  tampak  dalam  pengakuan  iman  yang  satu  dan sama, yang diwariskan oleh para rasul; perayaan ibadat bersama, terutama sakramen-sakramen; suksesi apostolik, yang oleh sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam keluarga Allah

·       Luka-luka dalam kesatuan Gereja. Sejak awal mula telah timbul berbagai perpecahan, yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak dihukum. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya dengan Gereja Katolik, kadang-kadang bukannya tanpa kesalahan kedua pihak.

 


 

CATATAN:

·     Gereja yang satu adalah Gereja yang tampak sebagai perwujudan kehendak tunggal Yesus Kristus untuk dalam Roh tetap hadir kini di tengah manusia untuk menyelamatkan. Kesatuan Gereja itu nampak dalam :

1.     Kesatuan iman para anggotanya

2.     Kesatuan dalam pimpinannya, yaitu hirarki.

3.     Kesatuan dalam kebaktian dan hidup sakramental

·     Usaha-usaha yang dapat kita galakkan untuk memperkuat kesatuan ke dalam adalah :

1.     Aktif berpatisipasi dalam kehidupan ber-Gereja.

2.     Setia dan taat kepada persekutuan umat, termasuk hierarki, dsb.

·     Usaha-usaha yang dapat kita galakkan untuk menguatkan persatuan antar-Gereja adalah:

1.     Lebih bersifat jujur dan terbuka satu sama lain. Lebih melihat kesamaan daripada perbedaan.

2.     Mengadakan berbagai kegiatan sosial dan peribadatan bersama, dsb.

·     Sebagai catatan, keseragaman tidak sama dengan kesatuan. Keseragaman (uniformitas) lebih menyangkut pada kesamaan secara luar saja (uniform), semua perbedaan harus disamaratakan (menuntut kesamaan dalam segalanya), sedangkan kesatuan memungkinkan dan harus lebih tampak dalam keanekaragaman, artinya tidak peduli adanya perbedaan, semuanya dapat menjadi satu kesatuan.

 

PENDALAMAN

1.     Apa yang dimaksud dengan Gereja yang Satu?

2.     Dalam hal apakah kesatuan Gereja harus diwujudkan?

3.     Usaha-usaha apa yang dapat kita galakkan untuk memperkuat kesatuan ke dalam?

4.     Usaha-usaha apa yang dapat kita galakkan untuk menguatkan persatuan antar-Gereja?

5.     Apa perbedaan antara keseragaman (uniformitas) dan kesatuan?


 

PELAJARAN 4

GEREJA YANG KUDUS

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Allah pokok keselamatan kami, Gereja-Mu telah menjadi tanda keselamatan bagi banyak jiwa di bumi ini. Kehadiran Gereja-Mu yang satu, kudus, katolik, dan apostolik menjadi tanda kehadiran yang menyatukan kami umat-Mu. Kami mengundang-Mu ya Allah dalam pertemuan ini. Semoga kami semakin terbuka dan mengadirkan diri kami dalam Gereja-Mu secara nyata. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pengalaman tentang kekudusan hidup

1.      Membaca/menyimak cerita kehidupan

Carlo Acutis, Orang Kudus Generasi Milenial

Carlo Acutis, seorang anak generasi milenial, berusia lima belas tahun, dibeatifikasi di basilika St. Fransiskus Assisi, Italia pada hari Sabtu tanggal 10 Oktober 2020. Sebuah biografi singkat menceritakan bagaimana kecintaan Carlos pada Ekaristi dan pengetahuan internet telah meninggalkan hubungan yang nyata dengannya. Carlos baru berusia 15 tahun ketika dia meninggal di sebuah rumah sakit di Monza, Italia, pada tahun 2006, mempersembahkan semua penderitaannya untuk Gereja dan untuk Paus.

Carlo adalah anak laki-laki yang normal, tampan dan populer. Dia seorang pelawak alami yang senang membuat teman sekelas dan gurunya tertawa. Dia suka bermain sepak bola, video game, dan memiliki gigi manis. Carlo tidak bisa mengatakan "tidak" pada Nutella atau es krim. Menambah berat badan membuatnya memahami perlunya pengendalian diri. Itu adalah salah satu dari banyak perjuangan yang harus diatasi Carlo untuk belajar bagaimana menguasai seni pengendalian diri, untuk menguasai keutamaan kesederhanaan, dimulai dengan hal-hal sederhana. Dia biasa berkata, "Apa gunanya memenangkan 1.000 pertempuran jika Anda tidak bisa mengalahkan hasrat Anda sendiri?"

Motto Carlo mencerminkan kehidupan seorang remaja normal yang berjuang untuk menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri, menjalani kehidupan biasa dengan cara yang luar biasa. Dia menggunakan tabungan pertamanya untuk membeli kantong tidur bagi seorang tunawisma yang sering dia temui dalam perjalanan ke gereja untuk misa. Dia bisa saja membeli video game lain untuk koleksi konsol game miliknya. Dia suka bermain video game. Sebaliknya, dia memilih untuk bermurah hati. Ini bukan contoh yang terisolasi. Pemakamannya dipenuhi dengan banyak penduduk miskin kota yang telah dibantu oleh Carlo, menunjukkan bahwa kemurahan hati yang telah dia berikan kepada gelandangan dalam perjalanannya mengikuti Misa telah ditawarkan kepada banyak orang lain juga.

Ketika dia diberi buku harian, dia memutuskan untuk menggunakannya untuk melacak kemajuannya: "nilai bagus" jika dia berperilaku baik dan "nilai buruk" jika dia tidak memenuhi harapannya. Beginilah cara dia melacak kemajuannya. Dalam buku catatan yang sama dia menuliskan, “Kesedihan melihat diri sendiri, kebahagiaan melihat Tuhan. Konversi tidak lain hanyalah gerakan mata”.

Carlo adalah "pelawak alami" seperti yang pernah dikomentari ibunya, Antonia Salzano dalam sebuah wawancara. Teman-teman sekelasnya akan tertawa terbahak-bahak mendengar ucapannya, begitu pula para guru. Karena dia menyadari itu dapat mengganggu orang lain, dia berusaha untuk mengubah hal itu juga. Membuat hidup menyenangkan bagi orang-orang di sekitarnya melalui tindakan kecil adalah hal yang konstan dalam hidupnya. Dia tidak suka staf kebersihan menjemputnya, bahkan jika mereka dibayar untuk itu. Jadi dia menyetel jam weker beberapa menit lebih awal untuk merapikan kamarnya dan merapikan tempat tidur. Raejsh, seorang Hindu yang membersihkan rumah Carlo, terkesan bahwa dia seseorang yang "tampan, muda dan kaya" memutuskan untuk menjalani hidup sederhana. "Dia memikat saya dengan iman yang dalam, kasih amal dan kemurnian," katanya. Melalui contoh Carlo, Raejsh memutuskan untuk dibaptis di Gereja Katolik.

Kemurnian sangat penting dalam kehidupan Carlo. "Setiap orang memantulkan cahaya Tuhan", adalah sesuatu yang biasa dia katakan. Hal yang meyakitkannya adalah ketika melihat teman-teman sekelasnya tidak hidup sesuai dengan moral kristiani. Dia akan mendorong mereka untuk melakukannya, mencoba membantu mereka memahami bahwa tubuh manusia adalah anugerah dari Tuhan dan bahwa seksualitas harus dijalani seperti yang Tuhan inginkan.

"Martabat setiap manusia begitu besar, sehingga Carlo memandang seksualitas sebagai sesuatu yang sangat istimewa, karena ia berkolaborasi dengan ciptaan Tuhan," kenang ibunya. Beato kita yang baru ini juga suka memakai kacamata selamnya dan bermain "mengambil sampah dari dasar laut". Ketika dia membawa anjing-anjing itu jalan-jalan, dia selalu memungut sampah apa pun yang dia temukan.

Semangat sejati Carlo adalah Ekaristi: "jalan raya menuju surga". Hal inilah yang  menyebabkan ibunya bertobat. Seorang wanita yang hanya pergi "tiga kali ke misa dalam hidupnya" akhirnya ditaklukkan oleh kasih sayang anak laki-laki itu kepada Yesus. Dia mendaftarkan dirinya dalam kursus teologi sehingga dia dapat menjawab semua pertanyaan puteranya yang masih kecil.

Pada usia 11 tahun, Carlo mulai menyelidiki mukjizat Ekaristi yang terjadi dalam sejarah. Dia menggunakan semua pengetahuan dan bakat komputernya untuk membuat situs web yang menelusuri sejarah itu. Ini terdiri dari 160 panel dan dapat diunduh dengan mengklik di sini dan itu juga telah berkeliling di lebih dari 10.000 paroki di dunia.

Carlo tidak dapat memahami mengapa stadion penuh dengan orang dan gereja kosong. Dia berulang kali berkata, "Mereka harus melihat, mereka harus mengerti."

Pada musim panas 2006, Carlo bertanya kepada ibunya: "Menurutmu apakah aku harus menjadi seorang imam?" Dia menjawab: "Kamu akan melihatnya sendiri, Tuhan akan mengungkapkannya kepadamu." Pada awal tahun ajaran itu dia merasa tidak enak badan. Sepertinya flu biasa. Tetapi ketika kondisinya tidak membaik, orang tuanya membawanya ke rumah sakit. "Aku tidak akan keluar dari sini," katanya saat memasuki gedung.

Tak lama setelah itu, ia didiagnosis dengan salah satu jenis leukemia terburuk– Leukemia Myeloid Akut (AML atau M3). Reaksinya sangat mengejutkan: "Saya mempersembahkan kepada Tuhan penderitaan yang harus saya alami untuk paus dan Gereja, agar tidak harus berada di Api Pencucian dan dapat langsung pergi ke surga."

Dia meninggal tak lama setelah itu. “Dia menjadi imam dari surga,” kata ibunya.

(Angela Mengis Palleck/diterjemahkan Daniel Boli Kotan) Sumber artikel dan gambar: www.vaticannews.va (2020)

2.      Pendalaman

1)      Siapakah Carlo Acutis?

2)      Apa gambaran perjalanan hidupnya?

3)      Mengapa ia disahkan menjadi seorang beato?

4)      Apa pesan cerita ini untuk hidup kalian sendiri?

3.    Penjelasan

·     Carlo Acutis menjadi teladan spirit kekudusaan orang muda zaman milenial untuk membangun kehidupan manusia yang bermartabat. Orang muda adalah Gereja masa kini dan masa depan, maka semangat atau spiritualitas untuk kekudusan hidup perlu ditanam dalam diri orang Katolik sejak kecil, mulai dari hal-hal yang sederhana dalam hidup di keluarga, Gereja dan masyarakat.

·     Petistiwa beatifikasi Carlo Acutis hendaknya menjadi pemicu bagi orang muda untuk lebih giat dan cermat menggunakan media informatika untuk kabar baik dan keselamatan banyak orang, dan itu cara lain untuk mewujudkan kekudusan Gereja di dunia pada zaman ini.

 

Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja tentang kekudusan Gereja

1.      Kitab Suci

a.    Roma 1:1–7

1Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah.

2Injil itu telah dijanjikan-Nya sebelumnya dengan perantaraan nabi-nabi-Nya dalam kitab-kitab suci,

3tentang Anak-Nya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud,

4dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita.

5Dengan perantaraan-Nya kami menerima kasih karunia dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya dan taat kepada nama-Nya.

6Kamu juga termasuk di antara mereka, kamu yang telah dipanggil menjadi milik Kristus.

7Kepada kamu sekalian yang tinggal di Roma, yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus: Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus.

b.      Pendalaman

1)      Apa makna kekudusan dalam teks Kitab Suci ini (Roma 1:1–7)?

2)      Apa makna kekudusan menurut kalian sendiri?

3)      Bagaimana cara kalian menguduskan diri di keluarga, sekolah, Gereja dan masyarakat?

c.       Penjelasan

·     Kita dikuduskan karena terpanggil (lih. Roma 1:7). Dari pihak manusia, kekudusan (kesucian) hanya berarti tanggapan atas karya Allah, terutama dengan sikap iman dan pengharapan. Sikap iman dinyatakan dalam segala perbuatan dan kegiatan kehidupan yang serba biasa.

·     Kesucian bukan soal bentuk kehidupan khusus (seperti menjadi biarawan), melainkan sikap yang dinyatakan dalam hidup sehari-hari.

·     Kekudusan itu terungkap dengan aneka cara pada setiap orang. Kehidupan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu kekudusan Gereja, yang berasal dari Kristus. Kesucian ini adalah kekudusan yang harus diperjuangkan terus-menerus.

·     Membaca dan merenungkan sabda Tuhan sebagai sumber pedoman hidup merupakan salah cara untuk menguduskan hidup.

2.      Ajaran Gereja

 “Kita mengimani bahwa Gereja, yang misterinya diuraikan oleh Konsili suci, tidak dapat kehilangan kesuciannya. Sebab Kristus, Putera Allah, yang bersama Bapa dan Roh Kudus dipuji bahwa “hanya Dialah Kudus”[122], mengasihi Gereja sebagai mempelai-Nya, dengan menyerahkan diri baginya untuk menguduskannya (lih. Ef. 5:25–26). Ia menyatukannya dengan diri-Nya sebagai tubuh-Nya sendiri dan menyempurnakannya dengan kurnia Roh Kudus, demi kemuliaan Allah. Maka dalam Gereja semua anggota, entah termasuk hierarki entah digembalakan olehnya, dipanggil untuk kekudusan, yang menurut amanat Rasul: “Sebab inilah kehendak Allah: pengudusanmu” (1Tes. 4:3; lih. Ef. 1:4). Adapun kekudusan Gereja itu tiada hentinya dinyatakan dan harus dinyatakan di dalam buah-buah rahmat, yang dihasilkan oleh Roh Kudus dalam kaum beriman. Kekudusan itu dengan aneka cara terungkapkan pada masing-masing orang, yang dalam jalan hidupnya menuju kesempurnaan cinta kasih, sehingga memberi teladan baik kepada sesama. Secara khas pula kekudusan ini nampak dalam pelaksanaan nasihat-nasihat, yang lazim disebut “nasihat Injil”. Pelaksanaan nasehat-nasehat itu di bawah dorongan Roh Kudus yang ditempuh oleh banyak orang kristiani, entah secara perorangan, entah dalam corak atau status hidup yang disahkan oleh Gereja,  memberikan dan harus memberikan di dunia ini kesaksian dan teladan yang ulung tentang kekudusan itu (LG 39)”.

a.    Pendalaman

1)      Apa itu kekudusan menurut ajaran Gereja?

2)      Apa contoh kekudusan Gereja menurut dokumen tersebut?

3)      Bagaiamana  cara  kalian  mewujudkan  kekudusan  Gereja  menurut  ajaran Gereja ini (LG 39)?

b.    Penjelasan

·       Gereja itu kudus karena Kristus, Putera Allah, bersama Bapa dan Roh Kudus mengasihi Gereja sebagai mempelai-Nya, dengan menyerahkan diri baginya untuk menguduskannya.

·       Tuhan kita sendiri adalah sumber dari segala kekudusan.

·       Kristus menguduskan Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia, Gereja adalah agen pengudusan-Nya.

·       Kekudusan itu juga “terungkapkan dengan aneka cara pada masing-masing orang”. Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang berasal dari Kristus, yang mengikutsertakan Gereja dalam gerakan-Nya kepada Bapa oleh Roh Kudus. Pada taraf misteri ilahi Gereja sudah suci: “Di dunia ini Gereja sudah ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48).

Langkah ketiga: menghayati kekudusan dalam hidup

1.    Refleksi

Peserta didik membuat refleksi tentang menghayati kekudusan Gereja dalam hidupnya sebagai orang muda Katolik berdasarkan kisah Beato Carlo Acutis, atau berdasarkan semangat orang suci yang dijadikan nama baptis masing-masing.

2.      Aksi

Peserta didik membuat rencana aksi nyata untuk mewujudkan kekudusan Gereja dalam hidupnya sehari-hari dengan berinspirasi pada Beato Carlo Acutis, misalnya dengan rajin berdoa, mengikuti perayaan Ekaristi, berbuat amal baik pada teman, menjaga kebersihan lingkungan sekitar.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Allah yang Mahakudus. Kami berterima kasih atas penyertaan dan cinta-Mu dalam kegiatan dan pertemuan ini. Melalui pertemuan ini kami mengetahui sifat-sifat Gereja-Mu yang Kudus. Tambahkanlah iman kami untuk semakin percaya kepada-Mu dan kami pun menjadi saksi iman yang hidup. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

1.    Setiap kita dikuduskan karena terpanggil oleh Allah (lih. Rm. 1:7). Dari pihak manusia, kekudusan (kesucian) hanya berarti tanggapan atas karya Allah, terutama dengan sikap iman dan pengharapan. Sikap iman dinyatakan dalam segala perbuatan dan kegiatan kehidupan yang serba biasa.

2.    Kesucian  bukan  soal  bentuk  kehidupan  khusus  (seperti  menjadi  biarawan), melainkan sikap yang dinyatakan dalam hidup sehari-hari, seperti yang dilakukan oleh Beato Carlo Acutis dalam hidupnya.

3.    Kekudusan itu terungkap dengan aneka cara pada setiap orang. Kehidupan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu kekudusan Gereja, yang berasal dari Kristus. Kesucian ini adalah kekudusan yang harus diperjuangkan terus- menerus.

4.    Membaca  dan  merenungkan  Sabda  Tuhan  sebagai  sumber  pedoman  hidup merupakan salah cara untuk menguduskan hidup.

5.    Gereja itu kudus karena Kristus, Putera Allah, bersama Bapa dan Roh Kudus mengasihi Gereja sebagai mempelai-Nya, dengan menyerahkan diri baginya untuk menguduskannya.

6.    Tuhan sendiri adalah sumber dari segala kekudusan.

7.    Kristus menguduskan Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia, Gereja adalah agen pengudusan-Nya.

8.    Kekudusan itu juga “terungkapkan dengan aneka cara pada masing-masing orang”.

9.    Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang berasal dari Kristus, yang mengikutsertakan Gereja dalam gerakan-Nya kepada Bapa oleh Roh Kudus. Pada taraf misteri ilahi Gereja sudah suci: “Di dunia ini Gereja sudah ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48).

 

CATATAN:

·     Gereja yang kudus berarti Gereja menjadi perwujudan kehendak yang Mahakudus untuk sekarang juga mau bersatu dengan manusia dan mempersatukan manusia dalam kekudusannya.

·     “Di dalam dunia ini, Gereja sudah ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG art. 48). Letak ketidaksempurnaannya adalah menyangkut pelaksanaan insani, sama seperti kesatuannya. Dengan demikian, meskipun di dunia ini, Gereja tidaklah sempurna namun Gereja sudah ditandai oleh kesucian.

·     Kekudusan Gereja nampak pada:

1.     Sumber darimana Gereja berasal adalah kudus, yaitu Allah Bapa melalui Putera dan dalam Roh Kudus.

2.     Tujuan dan arah Gereja adalah kudus, yakni Kemuliaan Allah dan penyelamatan umat manusia.

3.     Jiwa Gereja adalah kudus, yakni Roh Kudus sendiri.

4.     Unsur-unsur ilahi yang otentik yang berada di dalam Gereja adalah kudus.

5.     Anggotanya adalah kudus karena ditandai oleh Kristus melalui pembaptisan dan diserahkan kepada Kristus serta dipersatukan melalui iman, harapan dan cinta yang kudus. Kita semua dipanggil untuk kekudusan.

·     Usaha-usaha yang dapat kita lakukan untuk memperjuangkan kekudusan Gereja adalah:

1.     Saling memberi kesaksian untuk hidup sebagai putra – putri Allah

2.     Memperkenalkan anggota – anggota Gereja yang sudah hidup secara heroik untuk mencapai kekudusan

3.     Merenungkan dan mendalami Kitab Suci, khususnya ajaran dan hidup Yesus yang merupakan pedoman dan arah hidup kita, dsb.

 

PENDALAMAN

1.     Apa yang dimaksud dengan Gereja yang Kudus?

2.     “Di dunia ini, Gereja sudah ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48). Dimanakah letak ketidaksempurnaannya?

3.     Usaha-usaha apa yang dapat kita lakukan untuk memperjuangkan kekudusan Gereja?

 


 

PELAJARAN 5

GEREJA YANG KATOLIK

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Bapa sumber kehidupan sejati. Dalam pertemuan ini dengan kerendahan hati, kami mengundang-Mu untuk membuka hati dan pikiran kami untuk semakin memahami sifat Gereja-Mu yang katolik. Bekalilah pemahaman kami untuk senantiasa terbuka bagi karya ilahi-Mu, dimana kami harus berbuat dan bersaksi bahwa Gereja-Mu yang katolik adalah Gereja yang terbuka bagi sesama dengan penuh cinta kasih. Karena Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pengalaman tentang kekatolikan

1.    Menggali pengalaman tentang sifat kekatolikan Gereja

Inkulturasi, sebuah Proses Pertobatan

Paul Widyawan mengakui, tanpa inkulturasi, celah pertobatan akan tertutup. Inkulturasi hanya mungkin melalui proses tobat di mana unsur kebudayaan menjadi sarana untuk berjumpa dengan Allah.

Indonesia hingga saat ini masih dipandang sebagai “negara misi”. Pantaslah inkulturasi menjadi salah satu hal penting dalam pewartaan Injil. Inkulturasi ini secara nyata masih terekam dalam liturgi suci. Paling pertama dari bentuk inkulturasi dalam liturgi adalah penggunaan bahasa vernakular setempat dalam Misa Kudus. Tentu bahasa Latin sebagai bahasa resmi masih dipertahankan hingga saat ini dalam Ritus Roma.

Terdapat pula bentuk inkulturasi lainnya dalam arsitektur Gereja dan pakaian Misa. Satu yang tak kalah penting adalah rupa-rupa nyanyian dalam Misa. Di Indonesia, nyanyian inkulturasi liturgi ini tak lepas dari sosok Paul Widyawan. Dalam memainkan perannya sebagai musikus liturgi, nama Paul tak pernah lepas dari Pusat Musik Liturgi (PML) yang resmi berdiri pada 11 Juli 1971.

Wajah Pribumi

Dalam buku Perjalanan Musik Gereja Katolik Indonesia tahun 1957–2007, Romo Karl-Edmund Prier, SJ menceritakan soal gagasan berdirinya PML dari oborolan berkala dengan Paul sejak tahun 1967. Dalam pertemuan berkala ini, kedua tokoh musik liturgi Indonesia ini punya satu pemikiran: agar memajukan musik Gereja lebih profesional. Ada upaya untuk membuat eksperiman lagu liturgi baru sesuai cita-cita liturgi di Indonesia.

Cita-cita ini didasarkan atas keprihatinan Romo Prier dan Paul terkait liturgi pada “zaman pra-sejarah PML”. Memang di zaman itu, ada upaya berbagai pihak untuk mengembangkan musik Gereja dalam bahasa pribumi. Hal ini sudah dimulai Mgr. Van Bekkum, SVD di Manggarai, Pater Vincent Lechovic, SVD di Timor, dan Mgr. Albertus Soegijapranata di Jawa. Akan tetapi usaha tersebut tidak ditangani secara profesional dan tidak berkelanjutan.

Sejak kehadiran Romo Prier di Indonesia tahun 1964, umat Katolik Indonesia masih terpaku pada nyanyian Gregorian. Tidak salah dengan genre lagu ini, cuma sulit dan seringkali “menyiksa” umat. “Bagi saya hal ini semacam kemunduran liturgi karena tahun 1962–1963 saat betugas di Kolese Stella Matutina di Feldkirch, Austria, angin pembaharuan liturgi sudah terasa. Tetapi di Indonesia itu tidak nampak,” ungkapnya.

Keprihatinan ini diungkapkan dalam usahanya untuk ingin mengaktifkan lagi organis, dirigen, dan orang-orang yang terlatih secara profesional. Ada harapan juga bahwa liturgi Indonesia harusnya berwajah pribumi, mengena di kedalaman hati umat. Banyak tradisi musik tradisional dan kekayaan budaya Indonesia sudah menjadi nilai utama mengembangkan liturgi yang berwajah nusantara.

Paul seorang figur yang sangat antusias ketika diundang oleh Romo Prier untuk memberi nafas baru pada musik liturgi. Paul menyadari bahwa wajah Nusantara liturgi Gereja ini bisa dikuatkan lewat musik dan lagu tradisional. Dengan begini kekhawatiran dan kecemasan umat beriman di mana menduduki peran utama dalam liturgi juga teratasi.

Di buku Perjalanan Musik Gereja, Paul menyebutkan bahwa musik liturgi hendaknya mengabdi pada kepentingan umat. Musik liturgi senantiasa mendorong partisipasi umat secara aktif dalam perayaan liturgi. Hal ini bukan berarti musik liturgi semakin miskin sehubungan dengan sifat massal dari umat, sebaliknya harus semakin bermutu dan berkesan. “Oleh karena itu, potensi di kalangan umat perlu dilibatkan dan musik inkulturasi dapat menjawab kebutuhan hal ini,” tulis Paul.

Sumber: www.hidupkatolik.com/ Yusti H. Wuarmanuk/H. Bambang S (2019)

 

2.    Pendalaman

a.    Apa itu inkulturasi dalam Gereja?

b.    Mengapa Gereja Katolik Indonesia mendukung  inkulturasi?

c.     Inkulturasi apa saja yang tampak dalam Gereja Katolik Indonesia?

d.    Apakah inkulturasi sesuai dengan sifat kekatolikan Gereja yang universal?

 

3.    Penjelasan

·       Ada  hubugan  dekat  antara  agama  dan  kebudayaan.  Hubungan  ini  telah mewajibkan Gereja Katolik untuk setia mendengarkan bisikan kebudayaan. Kewajiban lain yang lebih luas adalah untuk merefleksikan dan merenungkan proses terbentuknya interaksi budaya manusia. Proses inkulturasi dapat dilihat sebagai perjalanan dari kebudayaan yang satu menuju kebudayaan lain. Agama dan kristianitas akhirnya adalah bagian dari kebudayaan manusia.

·       Konsili  Vatikan  II  menegaskan  agar  Gereja  Katolik  membuka  diri  dan menerima unsur-unsur kebudayaan setempat. Tentu sejauh unsur-unsur kebudayaan itu tidak secara prinsipiil bertolak belakang dengan ajaran Gereja.

 

Langkah kedua: mendalami ajaran Gereja

1.    Membaca/menyimak ajaran Gereja

Peserta didik membaca/menyimak ajaran Gereja, “Lumen Gentium artikel 13” berikut ini.

Sifat Umum dan Katolik Umat Allah yang Satu

Semua orang dipanggil kepada umat Allah yang baru. Maka umat itu, yang tetap  satu  dan  tunggal,  harus  disebarluaskan  ke  seluruh  dunia  dan  melalui segala abad, supaya terpenuhilah rencana kehendak Allah, yang pada awal mula menciptakan satu kodrat manusia, dan menetapkan untuk akhirnya menghimpun dan memersatukan lagi anak-anak-Nya yang tersebar (lih. Yoh. 11:52). Sebab demi tujuan itulah Allah mengutus Putera-Nya, yang dijadikan-Nya ahli waris alam semesta (lih. Ibr. 1:2), agar Ia menjadi Guru, Raja dan Imam bagi semua orang, Kepala umat, anak-anak Allah yang baru dan universal. Demi tujuan itu pulalah Allah mengutus Roh Putera-Nya, Tuhan yang menghidupkan, yang bagi seluruh Gereja dan masing-masing serta segenap orang beriman menjadi azas penghimpun dan pemersatu dalam ajaran para rasul dan persekutuan, dalam pemecahan roti, dan doa-doa (lih. Kis. 1:42).

Jadi  satu  umat  Allah  itu  hidup  di  tengah  segala  bangsa  dunia, warga   kerajaan   Allah   yang   tidak   bersifat   duniawi   melainkan   surgawi. Sebab  semua  orang  beriman,  yang  tersebar  di  seluruh  dunia,  dalam  Roh Kudus  berhubungan  dengan  anggota-anggota  lain.  Demikianlah  “dia  yang tinggal  di  Roma  mengakui  orang-orang  India  sebagai  saudaranya”  [23].

Namun karena kerajaan Kristus bukan dari dunia ini (lih. Yoh. 18:36), maka Gereja dan umat Allah, dengan membawa masuk kerajaan itu, tidak mengurangi sedikitpun kesejahteraan materiil bangsa manapun juga. Malahan sebaliknya, Gereja memajukan dan menampung segala kemampuan, kekayaan dan adat-istiadat bangsa- bangsa sejauh itu baik; tetapi dengan menampungnya juga memurnikan, menguatkan serta mengangkatnya. Sebab Gereja tetap ingat, bahwa harus ikut mengumpulkan bersama dengan Sang Raja, yang diserahi segala bangsa sebagai warisan (lih. Mzm. 2:8), untuk mengantarkan persembahan dan upeti ke dalam kota-Nya (lih. Mzm. 71/72:10; Yes. 60:4–7; Why. 21:24). Sifat universal, yang menyemarakkan umat Allah itu, merupakan kurnia Tuhan sendiri. Karenanya Gereja yang katolik secara tepat-guna dan tiada hentinya berusaha merangkum segenap umat manusia beserta segala harta kekayaannya di bawah Kristus Kepala, dalam kesatuan Roh-Nya [24]. (LG 13).

 

2.    Pendalaman

a.      Apa makna katolik?

b.      Mengapa Gereja disebut katolik?

c.       Bagaimana kalian mewujudkan kekatolikan Gereja dalam hidupmu?

3.    Penjelasan

·       Katolik makna aslinya berarti universal atau umum. Arti universal dapat dilihat secara kuantitatif dan kualitatif.

·       Gereja itu katolik karena Gereja dapat hidup di tengah segala bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa. Gereja sebagai sakramen Roh Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang tidak terbatas pada anggota Gereja saja, melainkan juga terarah kepada seluruh dunia.

·       Dengan  sifat  katolik  ini  dimaksudkan  bahwa  Gereja  mampu  mengatasi keterbatasannya sendiri untuk berkiprah ke seluruh penjuru dunia.

·       Gereja itu katolik karena ajarannya dapat diwartakan kepada segala bangsa dan segala harta kekayaan bangsa-bangsa dapat ditampungnya sejauh itu baik dan luhur.

·       Gereja   terbuka   terhadap   semua   kemampuan,   kekayaan,   dan   adat- istiadat  yang  luhur  tanpa  kehilangan  jati  dirinya.  Sebenarnya,  Gereja bukan   saja   dapat   menerima   dan   merangkum   segala   sesuatu,   tetapi Gereja  dapat  menjiwai  seluruh  dunia  dengan  semangatnya.  Oleh  sebab itu, yang Katolik bukan saja Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya, sebab dalam setiap jemaat hadirlah seluruh Gereja. Setiap jemaat adalah Gereja yang lengkap, bukan sekadar “cabang” Gereja universal. Gereja setempat merupakan seluruh Gereja yang bersifat katolik.

·       Gereja bersifat katolik berarti terbuka bagi dunia, tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan tertentu, waktu atau golongan masyarakat tertentu.

·       Kekatolikan   Gereja   tampak   dalam   rahmat   dan   keselamatan   yang ditawarkannya.

·       Iman dan ajaran Gereja yang bersifat umum, dapat diterima dan dihayati oleh siapa pun juga.

·       Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa Gereja meleburkan diri ke dalam dunia. Dalam keterbukaan itu, Gereja tetap mempertahankan identitas dirinya.

·       Kekatolikan justru terbukti dengan kenyataan bahwa identitas Gereja tidak tergantung pada bentuk lahiriah tertentu, melainkan merupakan suatu identitas yang dinamis, yang selalu dan dimana-mana dapat mempertahankan diri, bagaimanapun juga bentuk pelaksanaannya. Kekatolikan Gereja bersumber dari firman Tuhan sendiri.

·       Gereja itu bersifat dinamis. Maka Gereja dapat dikembangkan lebih nyata atau diwujudkan dengan cara: bersikap terbuka dan menghormati kebudayaan, adat istiadat, bahkan agama bangsa mana pun. Bekerja sama dengan pihak mana pun yang berkehendak baik untuk mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini.

·       Berusaha untuk memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk umat manusia. Terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga kita dapat memberi kesaksian bahwa “katolik” artinya terbuka untuk apa saja yang baik dan siapa yang berhendak baik.

Langkah ketiga: menghayati kekatolikan Gereja dalam hidup

1.      Refleksi

Peserta didik membuat refleksi tentang apa dan bagaimana ia mewujudkan sifat kekatolikan Gereja dalam hidupnya.

2.      Aksi

Peserta didik membuat rencana aksi nyata untuk mewujudkan kekatolikan dirinya dalam hidup sehari-hari di rumah, sekolah, gereja dan masyarakat.

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Tuhan, melalui pertemuan ini kami sudah disuguhi bekal pengetahuan akan Gereja-Mu yang abadi, satu, kudus, katolik, dan apostolik. Semoga dengan bertambahnya pengetahuan yang kami terima, hati kami terbuka, dan senantiasa kami mengundang Roh Kudus-Mu untuk menggiatkan kami agar kami semakin mencitai Gereja yang hidup yang berziarah di dunia ini.

Dengan perantaraan Kristus Tuhan dan Juru selamat kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Rangkuman

·       Ada hubungan dekat antara agama dan kebudayaan.   Hubungan ini telah mewajibkan Gereja Katolik untuk setia mendengarkan bisikan kebudayaan. Kewajiban lain yang lebih luas adalah untuk merefleksikan dan merenungkan proses terbentuknya interaksi budaya manusia. Proses inkulturasi dapat dilihat sebagai perjalanan dari kebudayaan yang satu menuju kebudayaan lain. Agama dan kristianitas akhirnya adalah bagian dari kebudayaan manusia.

·       Konsili  Vatikan  II  menegaskan  agar  Gereja  Katolik  membuka  diri  dan menerima unsur-unsur kebudayaan setempat. Tentu sejauh unsur-unsur kebudayaan itu tidak secara prinsipil bertolak belakang dengan ajaran Gereja.

·       Katolik makna aslinya berarti universal atau umum. Arti universal dapat dilihat secara kuantitatif dan kualitatif.

·       Gereja itu katolik karena Gereja dapat hidup di tengah segala bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa. Gereja sebagai sakramen Roh Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang tidak terbatas pada anggota Gereja saja, melainkan juga terarah kepada seluruh dunia.

·       Dengan  sifat  katolik  ini  dimaksudkan  bahwa  Gereja  mampu  mengatasi keterbatasannya sendiri untuk berkiprah ke seluruh penjuru dunia.

·       Gereja itu katolik karena ajarannya dapat diwartakan kepada segala bangsa dan segala harta kekayaan bangsa-bangsa dapat ditampungnya sejauh itu baik dan luhur.

·       Gereja terbuka terhadap semua kemampuan, kekayaan, dan adat-istiadat yang luhur tanpa kehilangan jati dirinya. Sebenarnya, Gereja bukan saja dapat menerima dan merangkum segala sesuatu, tetapi Gereja dapat menjiwai seluruh dunia dengan semangatnya. Oleh sebab itu, yang katolik bukan saja Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya, sebab dalam setiap jemaat hadirlah seluruh Gereja. Setiap jemaat adalah Gereja yang lengkap, bukan sekadar “cabang” Gereja universal. Gereja setempat merupakan seluruh Gereja yang bersifat katolik.

·       Gereja bersifat katolik berarti terbuka bagi dunia, tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan tertentu, waktu atau golongan masyarakat tertentu.

·       Kekatolikan   Gereja   tampak   dalam   rahmat   dan   keselamatan   yang ditawarkannya.

·       Iman dan ajaran Gereja yang bersifat umum, dapat diterima dan dihayati oleh siapa pun juga.

·       Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa Gereja meleburkan diri ke dalam dunia. Dalam keterbukaan itu, Gereja tetap mempertahankan identitas dirinya.

·       Kekatolikan justru terbukti dengan kenyataan bahwa identitas Gereja tidak tergantung pada bentuk lahiriah tertentu, melainkan merupakan suatu identitas yang dinamis, yang selalu dan dimana-mana dapat mempertahankan diri, bagaimanapun juga bentuk pelaksanaannya. Kekatolikan Gereja bersumber dari firman Tuhan sendiri.

·       Gereja itu bersifat dinamis. Maka Gereja dapat dikembangkan lebih nyata atau diwujudkan dengan cara: bersikap terbuka dan menghormati kebudayaan, adat istiadat, bahkan agama bangsa mana pun. Bekerja sama dengan pihak mana pun yang berkehendak baik untuk mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini.

·       Berusaha untuk memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk umat manusia. Terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga kita dapat memberi kesaksian bahwa “katolik” artinya terbuka untuk apa saja yang baik dan siapa yang berhendak baik.

 

CATATAN:

·     Kata katolik berarti “umum”, “universal”, dan “menyeluruh”.

·     Gereja yang Katolik adalah Gereja dapat hidup di tengah segala bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa dan terarah pada seluruh dunia. Selain itu, Gereja terbuka terhadap semua kemampuan, kekayaan, dan adat-istiadat yang baik dan luhur tanpa kehilangan jati dirinya, bahkan dapat menjiwai seluruh dunia. Singkatnya, Gereja bersifat katolik berarti terbuka bagi dunia, tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan tertentu, waktu atau golongan masyarakat tertentu. Kekatolikan Gereja nampak dalam rahmat dan keselamatan yang ditawarkannya serta iman dan ajaran Gereja yang bersifat umum, dapat diterima dan dihayati oleh siapapun juga.

·     Sehubungan dengan penggunaan nama “Katolik”, diperlukan dua hal yang hakiki, yaitu persetujuan dari otoritas Gerejawi yang berwenang dan persetujuan itu tertulis. Hal ini terungkap pada:

1.       KHK Kan. 300: “ Janganlah satu perserikatan pun memakai nama “Katolik” tanpa  persetujuan otoritas Gerejawi yang berwenang menurut norma Kan.312.

2.       KHK Kan. 312: “ Otoritas yang berwenang, unutuk mendirikan perserikatan-perserikatan publik ialah:

a.      Takhta Suci, untuk perserikatan-perserikatan universal dan internasional.

b.      Konferensi Wali Gereja di wilayah masing-masing untuk perserikatan Nasional yakni yang berdasarkan pendiriannya diperuntukkan bagi kegiatan yang meliputi seluruh Negara.

c.       Uskup diosesan di wilayah masing-masing, tetapi administrator diosesan tidak, untuk perserikatan-perserikatan diosesan, terkecuali perserikatan – perserikatan yang pendiriannya menurut priviligi apostolik direservasi bagi orang lain.”

·     Mewujudkan kekatolikan Gereja dapat dilakukan dengan cara:

1.       Sikap terbuka dan menghormati kebudayaan, adat-istiadat, bahkan agama dan bangsa manapun.

2.       Bekerja sama dengan pihak mana pun yang berkehendak baik untuk mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini.

3.       Selalu berusaha untuk memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk umat manusia.

4.       Untuk setiap orang kristiani diharapkan memiliki jiwa besar dan keterlibatan penuh dalam kehidupan bermasyarakat.

 

PENDALAMAN:

1.       Jelaskan arti kata “Katolik”!

2.       Apa yang dimaksud dengan Gereja yang Katolik?

3.       Adakah aturan khusus mengenai penggunaan predikat “Katolik” dalam berbagai lembaga Gereja Katolik dan lembaga-lembaga umum? Bagaimana bunyinya?

4.       Bagaimanakah mewujudkan Kekatolikan Gereja?

 

 


 

PELAJARAN 6

GEREJA YANG APOSTOLIK

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Tuhan yang Mahabaik, melalui iman para rasul-Mu, Engkau telah menubuatkan ajaran iman bagi para rasul-Mu untuk menjadi wadah yang kokoh, iman yang kuat, iman yang merasul dan menjadi saksi. Teristimewa pada pertemuan ini kami akan belajar tentang sifat Gereja yang apostolik, Gereja yang merasul. Semoga kami menjadi rasul seperti para murid perdana-Mu yang setia menjadi saksi-Mu dalam situasi apapun. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami.

Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali  pemahaman tentang keapostolikan Gereja

1.    Membaca/menyimak artikel berita

Tahbisan Uskup Tanjung Selor, Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF

Pastor Paulinus Yan Olla MSF resmi menjadi Uskup Tanjung Selor. Tahbisan episkopal Pastor Paulinus berlangsung di Lapangan Agatis, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Sabtu, (5/5). Uskup Agung Samarinda (sebelumnya sebagai Uskup Tanjung Tanjung Selor), Mgr. Yustinus Harjosusanto, MSF menjadi pentahbis utama Pastor Paulinus. Sementara sebagai pentahbis pendamping adalah Uskup Banjarmasin, Mgr. Petrus Boddeng Timang dan Uskup Palangkaraya Mgr. Aloysius Sutrisnaatmaka, MSF.

Pada  kesempatan  itu  hadir  pula  Duta  Besar  Vatikan  untuk  Indonesia, Mgr. Piero Pioppo. Mgr. Pioppo memperlihatkan dan membacakan surat resmi dari Paus Fransiskus ihwal penunjukan Pastor Paulinus sebagai Uskup Tanjung Selor. Dalam sambutannya, Mgr. Paulinus mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah hadir dan berdoa untuk acara tahbisannya. “Kita berkumpul di tempat ini karena Tuhan telah berkenan memilih saya, hamba-Nya yang hina ini untuk bekerja di kebun anggur-Nya, di Keuskupan Tanjung Selor,” tuturnya. Kehadiran Mgr. Paulinus menjadi berkat sekaligus memberi harapan bagi seluruh umat  Keuskupan Tanjung  Selor.  Ini  merupakan  bentuk  jawaban Tuhan  atas kerinduan dan doa yang senantiasa dipanjatkan oleh seluruh umat. “Perjuangan para pendahulu akan dilanjutkan melalui pengabdian kami di keuskupan ini (Tanjung Selor),” lanjutnya. (Marchella A. Vieba)

Sumber: www.hidupkatolik.com/Marchella A. Vieba (2018)

2.    Pendalaman

a.      Apa  yang  dikisahkan  pada  berita  Tahbisan  Uskup  Tanjung  Selor,  Mgr. Paulinus Yan Olla MSF?

b.      Apa yang dibacakan dan diperlihatkan Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Piero Pioppo?

c.       Apa yang disampaikan Mgr. Paulinus setelah ia ditahbiskan?

d.      Dari cerita tahbisan ini, apa yang kalian ketahui tentang Gereja yang bersifat apostolik?

3.    Penjelasan

·     Dalam setiap acara tahbisan uskup dimanapun di seluruh dunia , Duta Besar Vatikan atau yang mewakilinya membacakan surat penetapan oleh Sri Paus untuk calon uskup baru yang akan ditahbiskan. Paus sebagai kepala Gereja universal, penerus tahta santo Petrus sesuai kedudukannya menujuk seorang imam menjadi uskup atau gembala Gereja lokal.

·     Dalam kisah/berita tahbisan uskup Tanjung Selor, Mgr. Paulinus mengucapkan terima kasih kepada semua umat yang hadir dan mendoakan ia pada acara tahbisannya karena rahmat Tuhan. Mgr. Paulinus bersaksi bahwa Tuhan telah berkenan memilih dirinya, seorang hamba yang hina untuk bekerja di kebun anggur-Nya, di Keuskupan Tanjung Selor.

Langkah kedua: mendalami ajaran Gereja tentang sifat apostolik Gereja

1.         Membaca/menyimak ajaran Gereja

Peserta didik membaca dan menyimak ajaran Gereja berikut ini.

Gereja Diutus oleh Kristus

Sejak semula Tuhan Yesus “memanggil mereka yang dikehendaki-Nya serta untuk diutus-Nya mewartakan Injil” (Mrk. 3:13; lih. Mat. 10:1–42). Begitulah para rasul merupakan benih-benih Israel baru, pun sekaligus awal mula hierarki suci.  Kemudian,  sesudah  wafat  dan  kebangkitan-Nya, Tuhan  menyelesaikan dalam diri-Nya rahasia-rahasia keselamatan kita serta pembaharuan segala sesuatu, menerima segala kuasa di surga dan di bumi (lih. Mat. 28:18), sebelum Ia diangkat ke surga (lih. Kis. 1:11), Ia mendirikan Gereja-Nya sebagai sakramen keselamatan. Ia mengutus para rasul ke seluruh dunia, seperti Ia sendiri telah diutus oleh Bapa (lih. Yoh. 20:21), perintah-Nya kepada mereka: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus; ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28:19 dsl.); “pergilah ke seluruh dunia, dan wartakanlah Injil kepada semua makhluk. Barang siapa percaya dan dibaptis akan selamat; tetapi siapa tidak percaya, akan dihukum” (Mrk. 16:15 dsl.). Maka dari itu Gereja mengemban tugas menyiarkan iman serta keselamatan Kristus, baik atas perintah oleh para rasul telah diwariskan kepada dewan para uskup yang dibantu oleh para imam, bersama dengan pengganti Petrus serta Gembala Tertinggi Gereja, maupun atas daya-kekuatan kehidupan, yang oleh Kristus disalurkan kepada para anggota-Nya; “dari pada-Nyalah seluruh tubuh, yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan setiap anggota, menerima pertumbuhan dan membangun dirinya dalam kasih” (Ef. 4:16). Oleh karena itu perutusan Gereja terlaksana dengan karya-kegiatannya.

Demikianlah  Gereja,  mematuhi  perintah  Kristus  dan  digerakkan  oleh rahmat serta cinta kasih Roh Kudus, hadir bagi semua orang dan bangsa dengan kenyataannya sepenuhnya, untuk dengan teladan hidup maupun pewartaannya, dengan sakramen-sakramen serta upaya-upaya rahmat lainnya menghantarkan mereka kepada iman, kebebasan dan damai Kristus, sehingga bagi mereka terbukalah jalan yang bebas dan teguh, untuk ikut serta sepenuhnya dalam misteri Kristus. Perutusan itu terus berlangsung, dan di sepanjang sejarah menjabarkan perutusan Kristus sendiri, yang diutus untuk mewartakan Kabar Gembira kepada kaum miskin. Atas dorongan Roh Kristus, Gereja harus menempuh jalan yang sama seperti yang dilalui oleh Kristus sendiri, yakni jalan kemiskinan, ketaatan, pengabdian dan pengorbanan diri sampai mati, dan dari kematian itu muncullah Ia melalui kebangkitan-Nya sebagai Pemenang. Sebab demikianlah semua rasul berjalan dalam harapan. Dengan mengalami banyak kemalangan dan duka derita mereka menggenapi apa yang masih kurang pada penderitaan Kristus bagi tubuh- Nya yakni Gereja (lih. Kol. 1:24). Sering pula darah orang-orang kristiani menjadi benih. (AG 5).

2.         Pendalaman

a.      Apa maksudnya Gereja yang bersifat atau berciri apostolik?

b.      Mengapa Gereja Katolik mementingkan hubungan historis, turun temurun, antara para rasul dan pengganti mereka, yaitu para uskup?

c.       Apa peran Roh Kudus bagi Gereja yang apostolik?

d.      Apa yang diperintahkan Yesus kepada para rasul-Nya?

3.         Penjelasan

·       Gereja yang apostolik merupakan warisan iman Gereja seperti yang ditulis dalam Kitab Suci dan Tradisi suci, dilestarikan, diajarkan dan diwariskan oleh para rasul. Dengan ciri  apostolik ini, Gereja “dibangun atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef. 2:20).

·       Gereja Katolik mementingkan hubungan historis, turun temurun, antara para rasul dan pengganti mereka, yaitu para uskup. Dengan demikian juga menjadi jelas mengapa Gereja Katolik tidak hanya mendasarkan diri dalam hal ajaran-ajaran dan eksistensinya pada Kitab Suci melainkan juga kepada Tradisi suci dan Magisterium Gereja sepanjang masa.

·       Di bawah bimbingan Roh Kudus, Roh kebenaran, Magisterium (= otoritas mengajar) Gereja yang dipercayakan kepada para rasul dan penerus mereka berkewajiban untuk melestarikan, mengajarkan, membela dan mewariskan warisan iman.

·       Roh Kudus melindungi Gereja dari kesalahan dalam otoritas mengajarnya. Yesus mengutus para rasul dan bersabda: “Pergilah, ajarilah semua bangsa, dan baptislah mereka atas nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka menaati segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (lih. Mat. 28:19–20).

·       Perintah resmi Kristus untuk mewartakan kebenaran yang menyelamatkan itu oleh Gereja diterima dari para rasul dan harus dilaksanakan sampai ke ujung bumi. Gereja terus-menerus mengutus para pewarta sampai Gereja- Gereja baru terbentuk sepenuhnya untuk melanjutkan karya pewartaan Injil.

·       Gereja sekarang sama dengan Gereja para rasul. Bahkan identitas Gereja sekarang mempunyai kesatuan dan kesamaan fundamental dengan Gereja para rasul.

 

Langkah ketiga: menghayati sifat keapostolikan Gereja

1.      Refleksi

a.      Peserta didik membuat refleksi tentang sifat Gereja yang apostolik. Bila fasilitas di kelas memungkinkan, peserta didik diajak menyaksikan video dokumenter pengumuman hasil pemilihan Paus Fransiskus atau biasa disebut Habemus Papam (kita mempunyai paus baru) dengan menggunakan kode QR berikut: Youtube Channel, Patriarcado de Lisboa

Kata Kunci Pencarian: Eleição do Papa Francisco

b.      Selanjutnya peserta didik membuat refleksi keapostolikan Gereja, bisa dalam bentuk renungan, doa, puisi, dan lain-lain.

2.      Aksi

Buatlah rencana aksi   untuk selalu mendoakan para pemimpin Gereja Katolik dalam doa pribadi atau doa bersama keluarga atau bersama umat di lingkungan atau waktu perayaan misa di gereja.

 

Doa Penutup

Dalam Nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Kami haturkan terima kasih, ya Tuhan, atas berkat-Mu kami boleh menyelesaikan pertemuan ini. Semoga kami menjadi Gereja yang apostolik, yang membawa karya keselamatan bagi sesama. Jadikanlah kami menjadi pewarta sejati yang tangguh membawa kabar gembira bagi semua orang. Karena Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin.

Dalam Nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

·       Gereja yang apostolik merupakan warisan iman Gereja seperti yang ditulis dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci, dilestarikan, diajarkan dan diwariskan oleh para rasul. Dengan ciri  apostolik ini Gereja “dibangun atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef. 2:20).

·       Gereja Katolik mementingkan  hubungan  historis,  turun  temurun,  antara para rasul dan pengganti mereka, yaitu para uskup. Dengan demikian juga menjadi jelas mengapa Gereja Katolik tidak hanya mendasarkan diri dalam hal ajaran-ajaran dan eksistensinya pada Kitab Suci melainkan juga kepada Tradisi Suci dan Magisterium Gereja sepanjang masa.

·       Di bawah bimbingan Roh Kudus, Roh kebenaran, Magisterium (=otoritas mengajar) Gereja yang dipercayakan kepada para rasul dan penerus mereka berkewajiban untuk melestarikan, mengajarkan, membela dan mewariskan warisan iman.

·       Roh Kudus melindungi Gereja dari kesalahan dalam otoritas mengajarnya. Yesus mengutus para rasul dan bersabda: “Pergilah, ajarilah semua bangsa, dan baptislah mereka atas nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka menaati segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (lih. Mat. 28:19-20).

·       Perintah resmi Kristus untuk mewartakan kebenaran yang menyelamatkan itu oleh Gereja diterima dari para rasul dan harus dilaksanakan sampai ke ujung bumi. Gereja terus-menerus mengutus para pewarta sampai Gereja- Gereja baru terbentuk sepenuhnya untuk melanjutkan karya pewartaan Injil.

·       Gereja sekarang sama dengan Gereja para rasul. Bahkan identitas Gereja sekarang mempunyai kesatuan dan kesamaan fundamental dengan Gereja para rasul.

 

CATATAN:

·     Apostolik berasal dari kata “apostolos” (bhs. Yunani) yang berarti utusan, suruhan, wakil resmi yang diserahi misi tertentu. Istilah ini juga kemudian dipakai untuk menyebut para rasul Yesus. Maka, Gereja yang apostolik berarti Gereja yang berasal dari para rasul dan tetap berpegang teguh pada kesaksian iman mereka. Hubungan antara Gereja dan para rasul tersebut nampak dalam:

1.       Legitimasi fungsi dan kuasa hirarki dari para rasul.

2.       Ajaran-ajaran Gereja diturunkan dan berasal dari kesaksian para rasul.

3.       Ibadat dan struktur Gereja pada dasarnya berasal dari para rasul.

·     Selain memiliki sifat Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik, pada zaman ini Gereja juga dituntut memiliki sifat-sifat yang lain, misalnya:

1.       Gereja yang lebih merakyat dan mengutamakan kaum miskin dan lemah (preferential option for the poor)

2.       Gereja yang bersifat kenabian (membela kebenaran dan menegakkan keadilan)

3.       Gereja yang membebaskan (menjadi tanda keselamatan bagi umat manusia)

4.       Gereja yang merupakan ragi (membangun dunia baru yang lebih baik, merombak tembok-tembok yang memisahkan bangsa/manusia yang satu dengan yang lainnya).

5.       Gereja yang dinamis (Gereja yang ber-agrionamento)

6.       Gereja yang bersifat Kharismatis (dijiwai oleh Roh Kudus untuk memberi hidup secara bebas dan leluasa kepada semua lapisan umat).

 

PENDALAMAN:

1.     Kata apostolik berasal dari bahasa Yunani yaitu …………… yang berarti ……………….............................................................................................................................Kemudian kata tersebut digunakan oleh Gereja untuk menyebut para rasul Yesus.

2.     Apa yang dimaksud dengan Gereja yang Apostolik?

3.     Bagaimanakah hubungan antara para rasul yang diutus Kristus dengan Gereja?

4.     Usaha-usaha apa yang dapat kita lakukan untuk keapostolikan Gereja?

5.     Secara tradisional kita meyakini sifat Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Apakah ada sifat-sifat atau ciri-ciri lain yang sungguh dituntut pada zaman ini? Sebutkan dan jelaskan!

PELAJARAN 7

PERAN HIERARKI DALAM GEREJA KATOLIK

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Bapa yang Mahabijaksana, terima kasih kami panjatkan kepada-Mu, atas panggilan suci yang Engkau anugerahkan kepada hierarki Gereja-Mu yang setia melayani umat-Mu.

Mereka adalah bapa paus, para uskup, para imam dan diakon. Mereka adalah tangan kanan-Mu yang menuntun dan mendampingi kami para dombanya menuju ke tempat yang akan menyejahterakan hidup iman kami. Pada kesempatan ini, izinkan kami memahami, merenungkan pengabdian hidup mereka dengan kerelaan hatinya untuk setia kepada-Mu dan Gereja suci-Mu dalam pelayanan suci dan kudus. Semoga kehadiran para gembala kami menjadi tanda kehadiran-Mu yang menyelamatkan dalam iman, harapan dan kasih. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pemahaman tentang hierarki

1.    Membaca/menyimak cerita kehidupan

a.    Guru mengajak peserta didik untuk berdialog sejenak tentang hierarki dalam pemerintahan negara. Peserta didik dalam kelompok atau secara mandiri, membuat gambar struktur atau hierarki pemerintahan negara Indonesia (Presiden – Gubernur – Bupati/Walikota – Camat – Lurah/Kepala Desa - RW - RT).

b.    Setelah berdiskusi, guru menjelaskan bahwa apa yang telah digambarkan itu merupakan hierarki dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam Gereja Katolik kita juga mengenal apa yang disebut hierarki. Bahkan hierarki dalam Gereja Katolik seumur Gereja  itu sendiri yaitu dua ribu tahun lebih, atau sejak zaman para rasul dengan pimpinan Santo Petrus hingga Paus Fransiskus sekarang.

c.     Guru mengajak peserta didik mengamati gambar-gambar berikut ini.

Description: C:\Users\SMA CENDERAWASIH\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\3.jpgDescription: C:\Users\SMA CENDERAWASIH\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\4.jpg

 

d.    Guru  mengajak  peserta  didik  untuk  menebak,  apa  jabatan/kedudukan tokoh-tokoh pada gambar tersebut (paus, uskup, imam, diakon) kemudian mengurutkannya sesuai hierarki Gereja Katolik.

2.    Pendalaman/diskusi

a.    Apa itu hierarki?

b.    Siapakah paus itu?

c.     Siapakah uskup itu?

d.    Siapakah imam itu?

e.    Siapakah diakon itu?

 

Langkah kedua: menggali ajaran Gereja tentang hierarki

1.    Membaca/menyimak artikel berikut:

Hierarki

Perutusan Allah yang dipercayakan Kristus kepada para rasul itu akan berlangsung sampai akhir zaman (lih. Mat. 28:20). Tugas para rasul adalah mewartakan Injil untuk selama-lamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun secara hierarkis yaitu para rasul telah berusaha mengangkat para pengganti mereka. Maka konsili mengajarkan bahwa "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja". Kepada mereka itu para rasul berpesan, agar mereka menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis. 20:28; LG 20). Pengganti mereka yakni, para uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir zaman (LG 18).

Maksud dari "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja" ialah bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbulah kelompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang. Proses perkembangan pokok itu terjadi dalam Gereja perdana atau Gereja para rasul, yakni Gereja yang mengarang Kitab Suci Perjanjian Baru. Jadi, dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus dan kemartiran Santo Ignatius dari Antiokhia pada awal abad kedua, secara prinsip terbentuklah hierarki Gereja sebagaimana dikenal dalam Gereja sekarang.

Struktur/susunan hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para uskup dengan paus sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu uskup.

a.    Para Rasul

Sejarah awal perkembangan hierarki adalah kelompok keduabelas rasul. Inilah kelompok yang sudah terbentuk waktu Yesus masih hidup. Seperti Paulus juga menyebutnya kelompok itu "mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku" (Gal. 1:17). Demikian juga Paulus pun seorang rasul, sebagaimana dalam Kitab Suci (1Kor. 9:1, 15:9), dan sebagainya.

Pada akhir perkembangannya ada struktur dari Gereja Santo Ignatius dari Antiokhia, yang mengenal "penilik" (episkopos), "penatua" (presbyteros), dan "pelayan" (diakonos). Struktur ini kemudian menjadi struktur hierarkis yang terdiri dari uskup, imam dan diakon.

b.    Dewan Para Uskup

Pada akhir zaman Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah pengganti para rasul, seperti juga dinyatakan dalam Konsili Vatikan II (LG 20). Tetapi hal itu tidak berarti bahwa hanya ada dua belas uskup (karena dua belas rasul). Di sini dimaksud bukan rasul satu persatu diganti oleh orang lain, tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh kalangan para uskup. Hal tersebut juga dipertegas dalam Konsili Vatikan II (LG 20 dan LG 22).

Tegasnya, dewan para uskup menggantikan dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan  Gereja  adalah  dewan  para  uskup.  Seseorang  diterima  menjadi uskup karena diterima ke dalam dewan itu. Itulah tahbisan uskup, "Seseorang menjadi anggota dewan para uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan hierarkis dengan kepada maupun para anggota dewan" (LG 22). Sebagai sifat kolegial ini, tahbisan uskup selalu dilakukan oleh paling sedikit tiga uskup, sebab dengan tahbisan uskup berarti bahwa seorang anggota baru diterima ke dalam dewan para uskup (LG 21).

c.     Paus

Kristus mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para uskup. Menurut kesaksian Tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja.

Maka menurut keyakinan Tradisi, uskup Roma itu pengganti Petrus, bukan hanya sebagai uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma, ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus. Hal ini dapat kita lihat dalam sabda Yesus sendiri: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa- Ku yang di surga. Dan Aku pun berkata kepadamu: “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci kerajaan surga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga." (Mat. 16:17–19).

d.    Uskup

Paus  adalah  juga  seorang  uskup.  Kekhususannya  sebagai  paus,  bahwa  dia ketua dewan para uskup. Tugas pokok uskup di tempatnya sendiri dan paus bagi seluruh Gereja adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah memersatukan dan mempertemukan umat. Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan, dan para uskup "dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing" (LG 27).

Tugas pemersatu dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan Gereja. Komunikasi iman Gereja terjadi dalam pewartaan, perayaan dan pelayanan. Maka dalam tiga bidang itu para uskup, dan paus untuk seluruh Gereja,  menjalankan  tugas  kepemimpinannya.  "Diantara  tugas-tugas  utama para uskup pewartaan Injillah yang terpenting" (LG 25). Dalam ketiga bidang kehidupan Gereja uskup bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi iman.

e.    Imam

Pada zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut paroki. Seorang uskup dapat disebut "pastor kepala" pada zaman itu, dan imam-imam "pastor pembantu", lama kelamaan pastor pembantu mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah-daerah keuskupan makin besar. Dengan demikian, para uskup semakin diserap oleh tugas organisasi dan administrasi. Tetapi itu sebetulnya tidak menyangkut tugasnya sendiri sebagai uskup, melainkan cara melaksanakannya, sehingga uskup sebagai pemimpin Gereja lokal, jarang kelihatan di tengah-tengah umat.

Melihat perkembangan demikian, para imam menjadi wakil uskup. "Di masing-masing jemaat setempat dalam arti tertentu mereka menghadirkan uskup. Para imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup, sebagai penolong dan organ mereka" (LG 28).

Tugas konkret mereka sama seperti uskup: "Mereka ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi".

f.      Diakon

“Pada tingkat hierarki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan “bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan” [111]. Sebab dengan diteguhkan rahmat sakramental mereka mengabdikan diri kepada umat Allah dalam perayaan liturgi, sabda dan amal kasih, dalam persekutuan dengan uskup dan  para  imamnya.  Adapun  tugas  diakon,  sejauh  dipercayakan  kepadanya oleh kewibawaan yang berwenang, yakni: menerimakan baptis secara meriah, menyimpan dan membagikan Ekaristi, atas nama Gereja menjadi saksi perkawinan dan memberkatinya, mengantarkan komuni suci terakhir kepada orang yang mendekati ajalnya, membacakan Kitab Suci kepada kaum beriman, mengajar dan menasihati umat, memimpin ibadat dan doa kaum beriman, menerimakan sakramen-sakramentali, memimpin upacara jenazah dan pemakaman. Sambil membaktikan diri kepada tugas-tugas cinta kasih dan administrasi, hendaklah para diakon mengingat nasihat Santo Polikarpus: “Hendaknya mereka selalu bertindak penuh belas kasihan dan rajin, sesuai dengan kebenaran Tuhan, yang telah menjadi hamba semua orang” [112]. (LG29).

 

Catatan tentang Kardinal

Seorang kardinal adalah seorang uskup yang diberi tugas dan wewenang memilih paus baru, bila ada seorang paus yang meninggal. Sejarah awalnya, karena paus adalah uskup Roma, maka Paus baru sebetulnya dipilih oleh pastor-pastor kota Roma, khususnya pastor-pastor dari gereja-gereja “utama” (cardinalis). Dewasa ini para kardinal dipilih dan diangkat langsung oleh paus dari uskup-uskup seluruh dunia. Lama kelamaan para kardinal juga berfungsi sebagai penasihat Paus, bahkan fungsi kardinal menjadi suatu jabatan kehormatan. Sejak abad ke-13 warna pakaian khas adalah merah lembayung. Kardinal bukan jabatan hierarkis dan tidak termasuk struktur hierarkis. Jabatannya sebagai uskuplah yang merupakan jabatan hierarkis dan masuk dalam struktur hierarki. Para uskup yang dipilih oleh paus sebagai kardinal kemudian membentuk suatu Dewan Kardinal. Jumlah dewan yang berhak memilih paus dibatasi sebanyak 120 orang dan di bawah usia 80 tahun.

 

Fungsi khusus hierarki

Seluruh umat Allah mengambil bagian di dalam tugas Kristus sebagai nabi (mengajar), imam (menguduskan), dan raja (memimpin/menggembalakan). Meskipun menjadi tugas umum dari seluruh umat beriman, namun Gereja atas dasar sejarahnya di mana Kristus memilih para rasul untuk melaksanakan tugas itu secara khusus, kemudian menetapkan pembagian tugas tiap komponen umat. Gereja menetapkan pembagian tugas tiap komponen umat (hierarki, biarawan/ biarawati, dan kaum awam) untuk menjalankan tri-tugas dengan cara dan fungsi yang berbeda.

Berdasarkan  keterangan  yang  telah  diungkapkan  di  atas,  fungsi  khusus hierarki adalah:

1)    menjalankan tugas Gerejani, yakni tugas-tugas yang langsung dan eksplisit menyangkut kehidupan beriman Gereja, seperti: pelayanan sakramen- sakramen, mengajar, dan sebagainya;

2)    menjalankan   tugas   kepemimpinan   dalam   komunikasi   iman.   Hierarki memersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat dan teladan.

 

Corak kepemimpinan dalam Gereja

1)      Kepemimpinan dalam Gereja merupakan suatu panggilan khusus di mana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Kepemimpinan Gereja tidak diangkat oleh manusia berdasarkan bakat, kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yoh. 15:16). Kepemimpinan dalam masyarakat dapat diperjuangkan oleh manusia, tetapi kepemimpinan dalam Gereja tidaklah demikian.

2)      Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia sungguh mempunyai wewenang yang ber- asal dari Kristus sendiri.

3)      Kepemimpinan  gerejani  adalah  kepemimpinan  melayani,  bukan  untuk dilayani,  sebagaimana  yang  ditunjukkan  oleh Yesus  sendiri.  Maka  Paus disebut sebagai “Servus Servorum Dei” (= Hamba dari hamba-hamba Allah).

4)      Kepemimpinan  hierarki  berasal  dari  Tuhan  karena  sakramen  Tahbisan yang diterimanya maka tidak dapat dihapuskan oleh manusia. Sedangkan kepemimpinan dalam masyarakat dapat diturunkan oleh manusia, karena ia memang diangkat dan diteguhkan oleh manusia.

 

2.    Pendalaman

Peserta didik berdiskusi dalam kelompok dengan panduan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

a.      Sebutkan struktur kepemimpinan (hierarki) dalam Gereja  Katolik?

b.      Siapakah paus dan apa fungsinya?

c.       Siapakah uskup dan apa fungsinya?

d.      Siapakah imam dan apa fungsinya?

e.      Siapakah diakon dan apa fungsinya?

f.        Apa fungsi khusus hierarki?

g.       Apa corak kepemimpinan dalam Gereja?

Setelah berdiskusi kelompok, peserta didik melaporkan hasil diskusinya dan mendapat tanggapan dari kelompok lain, dan guru dapat melengkapi jawaban hasil diskusi tersebut.

 

Langkah ketiga: mewujudkan sikap syukur atas peran hierarki Gereja

1.    Refleksi

Bacalah  ayat-ayat  Kitab  Suci  berikut  ini (Mat. 28: 18–20).

18Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi.

19Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,

20dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."

 

Berdasarkan pesan Injil di atas, peserta didik menulis sebuah refleksi tentang peran dan fungsi hierarki Gereja. Refleksi bisa dalam bentuk doa, puisi, dan lain-lain.

 

2.    Aksi

a.      Peserta didik membuat rencana aksi untuk selalu mendoakan para pemimpin Gereja Katolik agar selalu setia pada tugas panggilan imamatnya dan menjadi gembala yang baik seperti gembala agung kita Yesus Kristus.

b.      Bersikap hormat kepada para pemimpin Gereja Katolik.

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Allah Bapa di surga, kami bersyukur atas cinta-Mu, melalui pertemuan ini, Engkau telah membuat kami mengerti dan memahami bahwa hierarki Gereja-Mu: paus, imam, dan diakon, Engkau panggil demi Gereja suci-Mu juga demi pewartaan kabar sukacita-Mu. Semoga melalui kehadiran mereka di tengah jemaat-Mu, banyak umat-Mu yang terpanggil untuk membantu dan mau bekerja sama demi kemajuan Gereja. Kami berdoa secara khusus untuk mereka, bantulah mereka dalam tugas dan buatlah mereka setia dalam panggilan sucinya. Karena mereka adalah pelayan altar yang hidup, pemimpin yang nyata, dan tangan kanan-Mu yang memersatukan dan mempertemukan kami dengan Dikau. Karena Kristus Tuhan kami.

Bapa Kami… Salam Maria… Kemuliaan…

Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Rangkuman

1.      Struktur hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para uskup dengan paus sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu uskup.

2.      Paus adalah pemimpin para uskup. Kristus mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para uskup.

3.      Menurut kesaksian Tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Maka menurut keyakinan Tradisi, uskup Roma itu pengganti Petrus, bukan hanya sebagai uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus.

4.      Uskup adalah sebuah jabatan suci yang diberikan kepada seseorang yang telah menerima sakramen tahbisan tingkat ketiga (diakon-imam-uskup).

5.      Tugas pokok uskup di tempatnya sendiri dan paus bagi seluruh Gereja adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah memersatukan dan mempertemukan umat. Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan, dan para uskup “dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing” (LG 27).

6.      Imam adalah seorang yang ditahbiskan oleh uskup atau menerima sakramen tahbisan tingkat kedua (diakon=tahbisan tingkat pertama). Pada zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut paroki. Seorang uskup dapat disebut “pastor kepala” pada zaman itu dan imam-imam menjadi “pastor pembantu”. Lama kelamaan pastor pembantu mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah- daerah keuskupan makin besar. Dengan demikian, para uskup memiliki tugas dan tanggungjawab pelayanan yang semakin besar seiring pertumbuhan dinamika umat di wilayah keuskupannya.

7.      Para imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup, sebagai penolong dan organ mereka” (LG 28). Tugas konkret mereka sama seperti uskup: “Mereka ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi.

8.      “Pada  tingkat  hierarki  yang  lebih  rendah  terdapat  para  diakon,  yang ditumpangi tangan oleh uskup dan menerima sakramen Tahbisan tingkat pertama. Tahbisan itu ‘bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan” (LG 29). Mereka pembantu uskup tetapi tidak mewakilinya.

9.      Fungsi khusus hierarki adalah:

a.        Menjalankan tugas gerejani, yakni tugas-tugas yang langsung dan eksplisit menyangkut kehidupan beriman Gereja, seperti: pelayanan sakramen-sakramen, mengajar, dan sebagainya.

b.        Menjalankan   tugas   kepemimpinan   dalam   komunikasi   iman.   Hierarki memersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat dan teladan.

10.  Corak kepemimpinan dalam Gereja:

a.      Kepemimpinan  dalam  Gereja  merupakan  suatu  panggilan  khusus dimana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Kepemimpinan Gereja tidak diangkat oleh manusia berdasarkan bakat, kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” (Yoh. 15:16).

b.      Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia sungguh mempunyai wewenang yang berasal dari Kristus sendiri.

c.       Kepemimpinan gerejani adalah kepemimpinan melayani, bukan untuk dilayani, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Yesus sendiri. Maka Paus disebut sebagai “Servus Servorum Dei” = Hamba dari hamba-hamba Allah.

d.      Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan karena sakramen Tahbisan yang diterimanya maka tidak dapat dihapuskan oleh manusia. Sedangkan kepemimpinan dalam masyarakat dapat diturunkan oleh manusia, karena ia memang diangkat dan diteguhkan oleh manusia.

 

CATATAN:

·       Kata Hierarki berasal dari bahasa Yunani “hierarchy” yang berarti jabatan suci. Dengan demikian, yang termasuk dalam golongan hirarki adalah mereka yang mempunyai jabatan karena mendapat penyucian melalui tahbisan. Hirarki dipanggil untuk menghadirkan Kristus yang tidak kelihatan bagi Gereja. Singkatnya, otoritas Kristus atas GerejaNya ditandai oleh hirarki.

·       Hirarki terbagi atas hirarki tertahbis (hierarchia ordinis) dan hirarki yang berdasar atas tata susunan yurisdiksi (hierarchia yurisdictionis).

1.     Hierarki tertahbis adalah pejabat umat beriman Kristiani dipanggil untuk menghadirkan Kristus yang tidak kelihatan sebagai TubuhNya, yaitu Gereja yang terdiri dari Uskup, Imam, dan Diakon (KHK 330-572)

2.     Hierarki yuridiksi adalah tata susunan hierarki  berdasarkan yuridiksi yang terdiri dari Paus dan Dewan Para Uskup yang disebut kolegialitas.

·       Yang dimaksud dengan :

1.       Dewan Para Uskup yaitu pengganti dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para uskup. Selain itu, seseorang menjadi uskup, karena diterima dalam dewan itu.

2.       Paus adalah gembala Gereja semesta, mempunyai kuasa penuh, tertinggi, dan universal terhadap Gereja, dan kuasa itu selalu dapat dijalankannya dengan bebas. Selain itu, Paus adalah pengganti Petrus yang merupakan pemimpin para uskup.

3.       Uskup adalah orang yang bertugas mempersatukan dan mempertemukan umat .Tugas pemersatu itu. Selanjutnya dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan Gereja, yaitu tugas pewartaan, perayaan, dan pelayanan. Tugas utama dan terpenting dari para uskup adalah pewartaan Injil.

4.       Imam adalah wakil uskup yang ditahbiskan untuk mewartakan Injil dan menggembalakan umat beriman.

5.       Diakon adalah pembantu khusus uskup di bidang materi, yang ditumpangi tangan bukan imamat, melainkan untuk pelayanan.

6.       Kardinal adalah penasihat utama Paus. Ia membantu Paus terutama dalam reksa harian seluruh Gereja. Kardinal bukan jabatan hierarkis dan tidak termasuk dalam struktur hierarki. Para Kardinal membentuk suatu Dewan Kardinal yang berhak memilih Paus yang baru.

 

·       Dokumen yang dapat menjadi dasar kepemimpinan hirarki dalam Gereja adalah LG art. 18, 20, dan 21, serta KHK 330 – 572. Selain itu, InjilYoh 20,21; 21,15-19; Mat 28,20 juga menjadi dasar biblis  bagi kepemimpinan hirarki.

·       Kepemimpinan dalam Gereja dapat diurutkan secara struktural sebagai berikut:

1.       Dewan Para uskup dengan Paus sebagai kepalanya

2.       Paus

3.       Uskup

4.       Pembantu uskup: imam dan diakon

·       Fungsi khusus hirarki adalah:

1.       Menjalankan tugas Gerejani, yakni tugas- tugas yang secara langsung dan eksplisit menyangkut kehidupan beriman Gereja, seperti, melayani sakramen- sakramen, mengajar agama, dan sebagainya.

2.       Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hierarki mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat, dan teladan.

·       Ada 3 point penting yang menjadi corak dalam kepemimpinan Gereja, yaitu:

1.       Kepemimpinan merupakan suatu panggilan khusus, dimana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan.

2.       Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni  murninya.

3.       Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapus oleh manusia.

 

PENDALAMAN

1.     Dokumen apa saja yang dapat menjadi dasar Kepemimpinan (Hirarki) dalam Gereja?

2.     Bagaimanakah kepemimpinan dalam Gereja dapat diurutkan secara strukutral?

3.     Apa perbedaan antara hierachia ordinis dan hierarchia yurisdictionis?

4.     Apa saja fungsi khusus hirarki?

5.     Ada 3 point penting yang menjadi corak dalam kepemimpinan Gereja. Jelaskan!

 


 

PELAJARAN 8

PERAN KAUM AWAM DALAM GEREJA KATOLIK.

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Bapa yang Mahabijaksana, dalam Gereja suci-Mu, Engkau menanamkan panggilan bagi setiap insan untuk melayani-Mu. Engkau telah mengangkat hamba-hamba-Mu, melalui imamat yang suci menjadi pemimpin Gereja kami. Engkau juga memanggil semua orang kristiani, mereka yang tak tertahbis, para awam, untuk terlibat aktif dalam karya-karya Gereja-Mu di dunia ini. Kami mohon ya Bapa, semoga dalam pembelajaran ini kami dapat mengerti, memahami dan mau terlibat dalam kegiatan Gereja-Mu. Sebagai kaum awam, semangatilah kami dalam tindakan nyata Gereja. Engkau yang kami puji kini dan sepanjang masa. Amin.

Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pemahaman tentang kaum awam

1.    Membaca/menyimak cerita kehidupan

Kaum Awam

Tema Temu Pastoral (Tepas) 2014 untuk para imam se-Keuskupan Agung Jakarta yakni kiat mengelola gerakan kaum awam untuk karya kerasulan. Inti tema ini adalah bagaimana kaum awam yang selama ini sudah terlibat dengan baik dalam tugas menggereja, semakin ditingkatkan partisipasinya.

Sebuah kabar baik dituturkan resi manajemen Peter Drucker yang menyoal tentang peran awam dalam karya sosial. Drucker meneliti para awam yang berkarya pada lembaga sosial maupun keagamaan. Kata Drucker, “Dalam tugas sosial, relawan (kaum awam) harus mendapatkan kepuasan yang jauh lebih besar sebagai hasil dari pencapaian mereka; dan memberi kontribusi yang lebih besar, terutama karena mereka tidak menerima bayaran.” Ada tiga hal pokok yang perlu mendapat penekanan: kepuasan, kontribusi, dan pembayaran.

Ketika awam yang berkarya sosial, ia justru memberi kontribusi lebih untuk karya sosialnya. Transaksional berubah menjadi pelayanan. Mengapa? Karena ia tidak mendapat pembayaran atau upah. Kepuasan yang diharapkan melampaui dari upah yang diterima, jika ia bekerja. Kaum awam puas, karena memberikan tenaga, pemikiran, bahkan dana untuk panggilan kemanusiaan (sosial).

Kesimpulan dari sang resi manajemen ini menjadi kabar gembira untuk kaum awam dan Gereja. Bagi kaum awam, mereka akan memberikan diri terbaik untuk tugas kerasulan daripada panggilan tugas dia sebagai profesional. Sementara bagi Gereja, ada kesempatan untuk mengoptimalkan peran awam dalam karya kerasulan, asalkan mereka mendapat kepuasan lebih dibanding bekerja dalam sektor formal. Dengan demikian, tugas Gereja tak lain memberi wadah terbaik, sehingga kaum awam merasa nyaman dalam pelayanan.

Umum diketahui bahwa ada beberapa tantangan ketika kaum awam hendak berpartisipasi dalam karya kerasulan. Tantangan pertama dalam diri kaum awam, seperti: pertama, yang aktif terbatas, hanya itu-itu saja. Kedua, keterbatasan pengetahuan tentang Ajaran Sosial Gereja sebagai landasan karya kerasulan. Ketiga, takut menerima risiko dalam melaksanakan wewenang jabatan. Keempat, yang terlalu aktif mendominasi, bahkan merasa yang paling hebat di antara awam yang lain.

Tantangan kedua berasal dari dalam Gereja: hierarki maupun kelembagaan Gereja. Sering muncul istilah pastor sentris, birokrasi dalam Gereja yang menimbulkan kelompok sendiri, atau kelambanan hierarki dalam melakukan eksekusi terhadap rencana yang telah ditetapkan. Dari diskusi dengan para imam dalam Tepas beberapa waktu lalu, ada tiga hal utama yang layak dilakukan, sehingga karya kerasulan kaum awam semakin optimal.

Pertama, semakin mempererat kemitraan antara imam dengan awam. Kata kunci dalam karya kerasulan tak lain adalah kemitraan. Dengan demikian, kemitraan imam dan awam harus terus ditingkatkan dan diperlebar untuk memenuhi tuntutan umat yang semakin beragam.

Kedua, mengembangkan pastoral partisipatif dan transformatif sesuai prioritas.  Pastor  sentris  memang  tidak  selalu  jelek.  Bahkan,  dalam  banyak kasus, pastor sentris akan memperkuat organisasi. Namun ketika perubahan semakin kencang dan perilaku umat semakin beragam, pastor sentris lebih baik diminimalkan. Ia diganti dengan pastoral partisipatif dan transformatif. Artinya, awam semakin aktif dan pastor selalu siap melakukan transformasi diri dan kelembagaan, sehingga awam yang partisipatif mendapat wadah terbaik.

Ketiga, pastoral berbasis data. Untuk memperkuat karya kerasulan sekaligus juga memperkuat kelembagaan, data menjadi tak terbantahkan. Melalui data yang akurat, awam bersama dengan pastor bisa merencanakan kegiatan kerasulan yang sesuai dengan perubahan zaman. Pastoral berbasis data juga akan memberikan berbagai alternatif bagi kaum awam untuk merasul. Data mematahkan opini. Data memberikan legitimasi dalam bertindak dan berkarya.

Apresiasi tinggi kepada kaum awam yang sudah memberikan diri terbaik dalam hidup menggereja. Gereja masa depan memang tak lepas dari kemitraan yang solid antara awam dan imam (A.M. Lilik Agung HIDUP NO. 32, 10 Agustus 2014).

Sumber: www.hidupkatolik.com/A.M. Lilik Agung (2018)

 

2.    Pendalaman

a.    Apa isi secara keseluruhan artikel di atas?

b.    Apa saja peran kaum awam dalam karya sosial menurut Peter Drucker?

c.     Apa itu kaum awam?

 

Langkah kedua: menggali ajaran Gereja tentang kaum awam

1.    Membaca dan menyimak ajaran Gereja

Lumen Gentium, artikel 31.

“Yang dimaksud dengan istilah awam di sini ialah semua orang beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius yang diakui dalam Gereja. Jadi kaum beriman kristiani, yang berkat baptis telah menjadi anggota tubuh Kristus, terhimpun menjadi umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus, dan dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap umat kristiani dalam Gereja dan di dunia.

Ciri khas dan istimewa kaum awam yakni sifat keduniaannya. Sebab mereka yang termasuk golongan imam, meskipun kadang-kadang memang dapat berkecimpung dalam urusan-urusan keduniaan, juga dengan mengamalkan profesi keduniaan, berdasarkan panggilan khusus dan tugas mereka terutama diperuntukkan bagi pelayanan suci. Sedangkan para religius dengan status hidup mereka memberi kesaksian yang cemerlang dan luhur, bahwa dunia tidak dapat diubah dan dipersembahkan kepada Allah, tanpa semangat Sabda Bahagia. Berdasarkan panggilan mereka yang khas, kaum awam wajib mencari kerajaan Allah, dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, artinya: menjalankan segala macam tugas dan pekerjaan duniawi, dan berada di tengah kenyataan biasa hidup berkeluarga dan sosial. Hidup mereka kurang lebih terjalin dengan itu semua. Di situlah mereka dipanggil oleh Allah, untuk menunaikan tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat Injil, dan dengan demikian ibarat ragi membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia bagaikan dari dalam. Begitulah mereka memancarkan iman, harapan dan cinta kasih terutama dengan kesaksian hidup mereka, serta menampakkan Kristus kepada sesama. Jadi tugas mereka yang istimewa yakni: menyinari dan mengatur semua hal-hal fana, yang erat-erat melibatkan mereka, sedemikian rupa, sehingga itu semua selalu terlaksana dan berkembang menurut kehendak Kristus, demi kemuliaan Sang Pencipta dan Penebus. (LG 31).

 

2.    Pendalaman

a.      Apa makna kaum awam menurut ajaran Gereja?

b.      Apa ciri khas kaum awam menurut ajaran Gereja?

c.       Apa tugas istimewa kaum awam  menurut ajaran Gereja?

d.      Apa peran kaum awam dalam Gereja?

 

3.    Penjelasan

a.      Kaum awam adalah semua orang beriman kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima Tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui dalam Gereja (lih. LG 31).

b.      Hubungan awam dan hierarki sebagai partner kerja; sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II, rohaniwan (hierarki) dan awam memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi.

c.       Peranan awam sering diistilahkan sebagai kerasulan awam yang tugasnya dibedakan sebagai kerasulan internal dan eksternal. Kerasulan internal atau kerasulan “di dalam Gereja” adalah kerasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hierarkis, walaupun awam dituntut juga untuk mengambil bagian di dalamnya. Kerasulan eksternal atau kerasulan “dalam tata dunia” lebih diperani oleh para awam. Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir untuk membangun kerajaan Allah di dunia ini.

 

Kerasulan dalam tata dunia (eksternal)

a.    Berdasarkan panggilan khasnya, awam bertugas  mencari  kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan dunia.

b.    Mereka dipanggil Allah menjalankan tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat Injil. Mereka dapat menguduskan dunia dari dalam laksana ragi (lih. LG 31). Kaum awam dapat menjalankan kerasulannya dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan manusia serta meresapkan dan memantapkan semangat Injil ke dalam “tata dunia” sedemikian rupa sehingga kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian tentang karya Kristus dan melayani keselamatan manusia.

c.     “Tata dunia” adalah medan bakti khas kaum awam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul dalam bidang-bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan, dan sebagainya hendaknya menjadi medan bakti mereka. Sampai sekarang ini, masih banyak di antara kita yang melihat kerasulan dalam tata dunia bukan sebagai kegiatan kerasulan. Mereka menyangka bahwa kerasulan hanya berurusan dengan hal-hal rohani yang sakral, kudus, serba keagamaan, dan yang menyangkut kegiatan-kegiatan dalam lingkup Gereja.

 

Kerasulan dalam Gereja (internal)

a.    Keterlibatan awam dalam tugas membangun Gereja ini bukanlah karena menjadi perpanjangan tangan dari hierarki atau ditugaskan hierarki, tetapi karena pembaptisan ia mendapat tugas itu dari Kristus. Awam hendaknya berpartisipasi dalam tri-tugas Gereja.

1)      Dalam tugas nabi (pewarta sabda), seorang awam dapat mengajar agama, sebagai katekis, memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman, dan sebagainya.

2)      Dalam tugas imam (menguduskan), seorang awam dapat:

·        memimpin doa dalam pertemuan umat,

·        memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah,

·        membagi komuni sebagai prodiakon,

·        menjadi pelayan putera altar, dan sebagainya.

3)      Dalam tugas raja (pemimpin), seorang  awam dapat:

·        menjadi anggota dewan paroki,

·        menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dan sebagainya.

b.    Setiap komponen Gereja memiliki fungsi yang khas:

·        hierarki yang bertugas memimpin (melayani) dan memersatukan umat Allah. Biarawan/biarawati dengan kaul-kaulnya mengarahkan umat Allah pada dunia yang akan datang (eskatologis).

·        para awam bertugas merasul dalam tata dunia. Mereka menjadi Rasul dalam keluarga-keluarga dan dalam masyarakat di bidang ideologi politik ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan nasional (ipoleksosbudhankamnas). Jika setiap komponen Gereja menjalankan fungsinya masing-masing dengan baik, maka adanya kerja sama yang baik pasti terjamin.

c.     Semua komponen perlu kerja sama. Walaupun tiap komponen memiliki fungsinya masing-masing, namun untuk bidang-bidang tertentu, terlebih dalam kerasulan internal yaitu membangun hidup menggereja, masih dibutuhkan partisipasi dan kerja sama dari semua komponen.

Langkah ketiga: menghayati kekudusan dalam hidup

1.    Refleksi

I. J. Kasimo, Sosok yang Tegas, Berprinsip Teguh dan Cinta Kebenaran

Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono atau yang biasa dikenal dengan I.J. Kasimo lahir di Yogya- karta, 10 April 1900 silam. Beliau adalah salah satu pendiri Universitas Katolik  (Unika)  Atma  Jaya  yang juga aktif dalam memperjuangkan Indonesia. I.J.   Kasimo   merupakan   anak dari seorang tentara keraton, sehing- ga   sejak   kecil   ia   dididik   sesuai tradisi keraton. Saat menempuh pendidikan   di   sekolah   Muntilan yang didirikan oleh Romo Van Lith, ia kemudian tertarik untuk mendalami agama Katolik dan dibaptis secara Katolik dengan nama baptis Ignatius Joseph.

Tahun 1918, beliau kembali melanjutkan pendidikannya di Bogor dan bergabung dengan Jong Java. Beliau mulai aktif dalam dunia politik pada tahun 1923 dengan mendirikan partai politik Katolik, dan menjadi anggota Volksraad pada 1931–1942.

Sejak   itu,   I.J.   Kasimo   beberapa   kali   diangkat   sebagai   menteri. Beliau   berperan   aktif   dalam   berbagai   kegiatan   kenegaraan,   seperti mengikuti konferensi dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, memperjuangkan Pancasila sebagai dasar negara saat menjadi anggota dewan, sampai keikutsertaannya dalam perjuangan perebutan Irian Barat. Pada masa orde baru, ia diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Beliau dikenal sebagai pribadi yang tegas dan berpegang teguh pada prinsip serta menjunjung tinggi kebenaran. Hermawi Fransiskus Taslim selaku Ketua Forum Alumni PMKRI, dikutip dari m.biokristi.sabda.org, mengatakan bahwa meskipun I.J. Kasimo adalah tokoh minoritas, namun dalam berpolitik di benaknya tidak ada minoritas dalam konsep kewarganegaraan. Baginya, istilah minoritas dan mayoritas merupakan konsep statistik bukan kewarganegaraan.

I.J. Kasimo mendapat anugerah Bintang Ordo Gregorius Agung dari Paus Yohanes Paulus II dan diangkat menjadi Komandator Golongan Sipil dari Ordo Gregorius Agung karena perjuangan yang telah ia lakukan. I.J. Kasimo juga dianugerahi gelar pahlawan nasional pada tahun 2011 lalu.

Sebagai salah satu pendiri Unika Atma Jaya dan untuk mengenang jasa- jasanya, nama I.J. Kasimo diabadikan sebagai salah satu nama gedung di Unika Atma  Jaya,  yaitu  gedung  I.J.  Kasimo  yang  juga  dikenal  dengan gedung C. (RFS).

Sumber: atmajaya.ac.id

Setelah  membaca  kisah  I.J.  Kasimo,  peserta  didik  menulis  sebuah  refleksi tentang nilai-nilai apa saja yang diperjuangkan pahlawan nasional ini yang dapat mereka kembangkan dalam hidupnya sehari-hari sebagai anggota kaum awam Katolik.

2.    Aksi

Peserta didik membuat rencana aksi untuk mewujudkan kerasulan awam di rumah dan sekolah.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Tuhan Yesus, terima kasih kami sampaikan kepada-Mu, karena Engkau telah berkenan hadir dalam pelajaran kami. Tuhan Yesus, Engkau telah memanggil kami untuk mau terlibat dalam karya Gereja-Mu. Semoga umat-Mu sehati sejiwa, mampu bekerja sama dengan hierarki Gereja-Mu. Dan jadikanlah kami umat-Mu untuk setia dan penuh semangat dalam karya perutusan kami. Demi Kristus Tuhan kami.

Bapa kami... Salam Maria… Kemuliaan…

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

a.         Dalam  kehidupan  menggereja,  kaum  awam  merupakan  bagian  terbesar. Menurut Lumen Gentium artikel 31, kaum awam adalah semua orang beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau berstatus religius yang diakui dalam Gereja.

b.        Maka kaum beriman kristiani, berkat baptis telah menjadi anggota tubuh Kristus,  terhimpun  menjadi  umat Allah.  Dengan  caranya  sendiri,  kaum awam ikut mengemban tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus. Dengan demikian, sesuai dengan kemampuannya kaum awam melaksanakan perutusan segenap umat kristiani dalam Gereja dan dunia.

c.         Tugas khas kaum awam adalah melaksanakan dan mewujudkan kabar baik di tengah-tengah dunia, di mana kaum klerus dan biarawan-biarawati tidak dapat masuk ke dalamnya kecuali melalui kaum awam.

d.        Peranan awam sering diistilahkan sebagai kerasulan awam yang tugasnya dibedakan sebagai kerasulan internal dan eksternal. Kerasulan internal atau kerasulan “di dalam Gereja” adalah kerasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hierarkis, walaupun awam dituntut juga untuk mengambil bagian di dalamnya. Kerasulan eksternal atau kerasulan “dalam tata dunia” lebih diperani oleh para awam. Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir untuk membangun kerajaan Allah di dunia ini.

 

CATATAN:

·       Berdasarkan LG art. 31 kaum awam diartikan sebagai semua orang beriman Kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui dalam Gereja.

·       Definisi awam dalam praktek dan dalam dokumen – dokumen resmi Gereja dapat dibedakan menjadi:

1.     Secara teologis, awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan (bdk. LG art. 43). Jadi awam meliputi biarawan seperti suster dan bruder yang tidak menerima tahbisan suci.

2.     Secara tipologis, awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan biarawan (KHK pasal 204 ayat 1).

·       Peranan kaum awam tugas kerasulan memiliki 2 (dua) dimensi yang berbeda, yakni kerasulan internal dan kerasulan eksternal.

1.       Kerasulan internal atau kerasulan “di dalam Gereja“ adalah kerasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hierarki,walaupun awam dituntut pula untuk mengambil bagian di dalamnya.

2.       Kerasulan eksternal atau kerasulan “tata dunia” lebih diperani oleh para awam. Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia.

·       Kerasulan internal kaum awam nampak dalam partisipasi mereka dalam tritugas Gereja yaitu:

1.   Dalam tugas nabiah, pewartaan sabda, awam dapat :

a.       mengajar agama sebagai katekis atau guru agama

b.       memimpin pendalaman kitab suci atau pendalaman iman ,dsb

2.   Dalam tugas imamiah, menguduskan, seorang awam dapat:

a.       memimpin doa dalam pertemuan-pertemuan umat

b.       memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah

c.        membagi komuni sebagai prodiakon

d.       menjadi pelayan altar, dsb

3.   Dalam tugas Gerejawi, memimpin, atau melayani seorang awam dapat:

a.       menjadi anggota dewan paroki

b.       menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dsb.

·       Hubungan antara awam dan hirarki dapat dijelaskan berdasarkan konteks:

1.     Gereja adalah Umat Allah. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa semua anggota Umat Allah (hierarki, biarawan/biarawati, dan awam) memiliki  martabat yang sama dan yang berbeda hanyalah fungsinya, sehingga dapat menjamin hubungan yang wajar antara semua komponen Gereja.

2.     Setiap komponen Gereja memiliki  fungsi  yang khas. Artinya masing- masing komponen Gereja itu memiliki fungsinya sendiri. Misalnya, hierarki bertugas memimpin/melayani dan mempersatukan seluruh Umat Allah. Biarawan/biarawati bertugas mengarahkan umat Allah kepada dunia yang akan datang (eskatologis). Para awam bertugas merasul dalam tata dunia dan di bidang ipoleksosbudhankamnas.

3.     Kerjasama dari tiap komponen Gereja. Walaupun tiap komponen Gereja memiliki fungsinya masing-masing, namun untuk bidang-bidang dan kegiatan tertentu, terlebih dalam kerasulan internal Gereja yaitu membangun hidup meng-Gereja, masih dibutuhkan partisipasi dan kerjasama dari semua komponen.

 

PENDALAMAN

1.       Definisi awam dalam praktek dan dalam dokumen-dokumen resmi Gereja dapat dibedakan dalam 2 macam. Jelaskan!

2.       Peranan kaum awam tugas kerasulan memiliki 2 (dua) dimensi yang berbeda, yakni kerasulan internal dan kerasulan eksternal. Jelaskan!

3.       Sebutkan apa saja yang termasuk dalam tri-tugas Gereja dan bagaimana kaum awam berpartisipasi dalam tiga tugas tersebut!

4.       Bagaimanakah hubungan antara awam dan hirarki dapat dijelaskan berdasarkan konteks:

a.       Gereja adalah Umat Allah ?

b.       Setiap komponen Gereja memiliki fungsi yang khas ?

c.        Kerjasama dari tiap komponen Gereja?

 

PELAJARAN 9

GEREJA YANG MENGUDUSKAN (LITURGIA).

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus, Amin.

Allah Bapa yang Mahamurah, hadirlah dalam pertemuan kami ini. Sudilah tilik hati dan pikiran kami agar kami memperoleh semangat. Tuhan, kami akan dibekali dengan pembelajaran tentang liturgi. Semoga dengan pembelajaran liturgi, kami semakin paham akan maknanya dalam perayaan iman kami, iman yang nyata, iman yang menghayati, iman yang dapat memersatukan, menyemangatkan, dan menyelamatkan. Dan mampukan kami untuk tetap merindukan, menyempatkan diri dalam perayaan liturgi sabda dan Ekaristi. Dengan perantaraan Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin.

Bapa kami yang ada di surga…

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus, Amin.

Langkah pertama: menggali pemahaman tentang hierarki

1.    Membaca kisah kehidupan

Santo Yohanes Paulus II, Seorang Pendoa, Seorang yang Dekat dan Adil

Paus Fransiskus merayakan peringatan 100 tahun kelahiran Santo Yohanes Paulus II dengan mempersembahkan Misa Kudus di altar tempat Paus Polandia dimakamkan di Basilika Santo Petrus. Bergabung dengan jumlah umat yang sangat terbatas, liturgi pada hari Senin pagi (18/05/20) adalah misa pertama yang dibuka untuk umum setelah hampir dua bulan pembatasan karena pandemi virus Corona.

Tuhan telah Mengunjungi Umat-Nya

Paus Fransiskus memulai homilinya dengan mengingatkan kita bahwa Allah mengasihi umat-Nya, dan pada masa-masa sulit “mengunjungi” mereka dengan mengutus orang suci atau seorang nabi. Dalam kehidupan Paus Yohanes Paulus II, kita dapat melihat seorang pria diutus oleh Tuhan, disiapkan oleh-Nya, dan menjadikan Uskup dan Paus untuk membimbing Gereja Tuhan. “Hari ini, kita dapat mengatakan bahwa Tuhan mengunjungi umat-Nya”.

Seorang Pria yang Berdoa

Paus Fransiskus memusatkan perhatian pada tiga sifat khusus yang menandai kehidupan Yohanes Paulus II: doa, kedekatan, dan belas kasihan. Terlepas dari banyak tugasnya sebagai Paus, Yohanes Paulus II selalu menemukan waktu untuk berdoa. “Dia tahu betul bahwa tugas pertama uskup adalah berdoa,” kata Paus Fransiskus, seraya mencatat bahwa ini adalah ajaran Santo Petrus dalam Kisah Para Rasul. “Tugas pertama uskup adalah berdoa,” Paus mengulangi. Yohanes Paulus “mengetahui hal ini, dan melakukannya”.

Dekat dengan Orang-orang

Santo Yohanes Paulus II juga dekat dengan orang-orang, tidak terlepas atau terpisah dari mereka, tetapi berkeliling dunia untuk mencari mereka. Sudah dalam Perjanjian Lama, kita dapat melihat bagaimana Allah secara unik dekat dengan umat-Nya. Kedekatan ini memuncak dalam inkarnasi, ketika Yesus sendiri berdiam di antara umat-Nya. Yohanes Paulus mengikuti teladan Yesus, Gembala yang Baik, yang mendekat baik yang besar maupun yang kecil, kepada mereka yang dekat dan mereka yang secara fisik jauh.

Keadilan Penuh Belas Kasihan

Akhirnya, Paus Fransiskus berkata, Santo Yohanes Paulus II sangat luar biasa karena cintanya pada keadilan. Tetapi cintanya pada keadilan adalah hasrat akan keadilan yang dipenuhi oleh belas kasihan. Karena itu, Yohanes Paulus II juga seorang yang berbelaskasih, “karena keadilan dan belas kasihan berjalan seiring”. Yohanes Paulus II begitu banyak untuk mempromosikan devosi rahmat Ilahi, percaya bahwa keadilan Tuhan “memiliki wajah belas kasihan ini,”

Paus Fransiskus mengakhiri kotbahnya dengan doa, semoga Tuhan berikan kepada kita semua, dan khususnya kepada para imam, rahmat doa, kedekatan, dan rahmat keadilan dalam belas kasihan, dan keadilan yang berbelaskasihan.

(Christopher Wells/vaticannews.va/terjemahan Daniel Boli Kotan) Sumber artikel dan gambar: komkat-kwi.org, www.vaticannews.va (2020)

2.    Pendalaman

a.       Apa yang diceritakan dalam artikel itu?

b.      Apa yang menjadi spirit kehidupan Paus Santo Yohanes Paulus II?

c.       Apa makna doa menurut kalian?

d.      Apa fungsi doa menurut kalian?

e.       Bagaimana pengalaman hidup doamu sendiri sebagai orang Katolik?

Setelah peserta didik mendalami artikel, dengan menjawab pertanyaan- pertanyaan, guru memberi penjelasan sebagai peneguhan dan mengajak peserta didik masuk  pada langkah pembelajaran selanjutnya.

Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja  tentang liturgi, doa, dan sakramen

Yesus Mengajarkan Doa (Matius 6:5–13)

5Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.

6Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.

7Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan.

8Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.

9Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah nama-Mu,

10datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.

11Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya

12dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;

13dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin].

 

1.    Pendalaman

Dalam kelompok diskusi, peserta didik menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini (peserta didik diminta untuk menemukan jawaban pertanyaan-pertanyaan yang lain dalam kelompoknya dengan mencari sumber-sumber literasi yang lain).

a.       Apa yang diajarkan Yesus tentang doa?

b.      Bagaimana cara berdoa menurut ajaran Yesus?

c.       Apa pesan Injil Matius 6:5–13 ini menurut kelompokmu?

d.      Apa makna doa?

e.       Apa fungsi doa?

f.        Apa itu liturgi?

g.       Apa itu sakramen?

h.      Sebutkan dan jelaskan ketujuh sakramen Gereja?

i.         Mengapa kalian mau berdoa setiap hari?

2.    Melaporkan hasil diskusi

Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompoknya masing-masing dan peserta atau kelompok lain dapat menanggapinya.

3.    Penjelasan

Setelah peserta didik menjawab pertanyaan, guru memberi peneguhan jawaban peserta didik dengan menyimak ajaran Gereja tentang doa, liturgi dan sakramen.

Liturgi dan Doa

a)      Liturgi  merupakan  perayaan  iman.  Perayaan  iman  tersebut  merupakan pengungkapan  iman  Gereja,  di  mana  orang  yang  ikut  dalam  perayaan iman mengambil bagian dalam misteri yang dirayakan. Tentu saja bukan hanya dengan partisipasi lahiriah, tetapi yang pokok adalah hati yang ikut menghayati apa yang diungkapkan dalam doa. Kekhasan doa Gereja ini merupakan sifat resminya, sebab justru karena itu Kristus bersatu dengan umat yang berdoa.

b)      Doa dan ibadat merupakan salah satu tugas Gereja untuk menguduskan umatnya dan umat manusia. Tugas ini disebut tugas imam Gereja. Kristus Tuhan, Imam Agung, yang dipilih dari antara manusia menjadikan umat baru, “kerajaan imam-imam bagi Allah dan Bapa-Nya” (Why. 1:6, bdk. 5:9–10).

c)       Tidak ada keterpisahan antara hidup dan ibadat di dalam umat. Pengertian mengenai hidup sebagai persembahan dalam roh dapat memperkaya perayaan Ekaristi yang mengajak seluruh umat, membiarkan diri diikutsertakan dalam penyerahan Kristus kepada Bapa. Dalam pengertian ini, perayaan Ekaristi sungguh-sungguh merupakan sumber dan puncak seluruh hidup kristiani.

d)      Doa berarti berbicara dengan Tuhan secara pribadi; doa juga merupakan ungkapan iman secara pribadi dan bersama-sama. Oleh sebab itu, doa-doa kristiani biasanya berakar dari kehidupan nyata. Doa selalu merupakan dialog yang bersifat pribadi antara manusia dan Tuhan dalam hidup yang nyata ini. Dalam dialog tersebut, kita dituntut untuk lebih mendengar daripada berbicara, sebab firman Tuhan akan selalu menjadi pedoman yang menyelamatkan. Bagi umat kristiani, dialog ini terjadi di dalam Yesus Kristus, sebab Dialah satu-satunya jalan dan perantara kita dalam berkomunikasi dengan Allah. Perantara ini tidak mengurangi sifat dialog antar-pribadi dengan Allah.

e)      Fungsi  doa.  Peranan  dan  fungsi  doa  bagi  orang  kristiani,  antara  lain: mengkomunikasikan diri kita kepada Allah; memersatukan diri kita dengan Tuhan; mengungkapkan cinta, kepercayaan, dan harapan kita kepada Tuhan; membuat diri kita melihat dimensi baru dari hidup dan karya kita, sehingga menyebabkan kita melihat hidup, perjuangan dan karya kita dengan mata iman; mengangkat setiap karya kita menjadi karya yang bersifat apostolis atau merasul.

f)        Syarat dan cara doa yang baik; didoakan dengan hati; berakar dan bertolak dari pengalaman hidup; diucapkan dengan rendah hati.

g)       Cara-cara berdoa yang baik: berdoa secara batiniah. “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamar …” (lih. Mat. 6:5–6). Berdoa dengan cara sederhana dan jujur, “Lagi pula dalam doamu janganlah kamu bertele-tele … “ (lih. Mat. 6:7).

h)      Doa resmi Gereja. Orang boleh saja berdoa secara pribadi atas nama pribadi dan berdoa bersama dalam suatu kelompok atas nama kelompok. Doa-doa itu tidak mewakili seluruh Gereja. Tetapi doa, di mana suatu kelompok berdoa atas nama dan mewakili Gereja secara resmi, doa kelompok yang resmi itu disebut ibadat atau liturgi. Hal yang pokok bukan sifat “resmi” atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa. Dengan demikian, liturgi adalah “karya Kristus, Imam Agung, serta tubuh-Nya, yaitu Gereja”. Oleh karena itu, liturgi tidak hanya merupakan “kegiatan suci yang sangat istimewa”, tetapi juga wahana utama untuk mengantar umat kristiani ke dalam persatuan pribadi dengan Kristus (SC 7).

i)        Semua    umat    mengambil    bagian    dalam    imamat    Kristus    untuk melakukan  suatu  ibadat  rohani  demi  kemuliaan Allah  dan  keselamatan manusia.     Yang   dimaksudkan   dengan   ibadat   rohani   adalah   setiap ibadat  yang  dilakukan  dalam  Roh  oleh  setiap  orang  kristiani.  Dalam urapan  Roh,  seluruh  hidup  orang  kristiani  dapat  dijadikan  satu  ibadat rohani. “Persembahkan   tubuhmu   sebagai   korban   hidup,   suci,   dan berkenan  kepada  Allah.  Itulah  ibadat  rohani  yang  sejati”  (Rm.  12:1). Dalam arti ini, konstitusi Lumen Gentium menandaskan: “Semua kegiatan mereka, doa dan usaha kerasulan hidup suami-istri dan keluarga, kegiatan sehari-hari, rekreasi jiwa raga, jika dilakukan dalam roh, bahkan kesulitan hidup, bila diderita dengan sabar, menjadi korban rohani, yang dapat diterima Allah dengan perantaraan Yesus Kristus (bdk. 1Ptr. 2:5). Dalam perayaan Ekaristi, korban ini dipersembahkan dengan sangat hikmat kepada Bapa, bersama dengan persembahan tubuh Tuhan” (Lumen Gentium, artikel 34).

Sakramen

a)      Jika  kita  memerhatikan  karya  Allah  dalam  sejarah  penyelamatan  akan tampak hal-hal ini: Allah yang tidak kelihatan menjadi kelihatan dalam Yesus Kristus. Dalam Yesus Kristus orang dapat melihat, mengenal, mengalami siapa sebenarnya Allah itu. Namun, Yesus sekarang sudah dimuliakan. Ia tidak kelihatan lagi. Ia hadir secara rohani di tengah kita. Melalui Gereja-Nya, Ia menjadi kelihatan. Maka, Gereja adalah alat dan sarana penyelamatan, di mana Kristus tampak untuk menyelamatkan manusia. Gereja menjadi alat dan sarana penyelamatan, justru dalam kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa, tindakan dan kata-kata yang disebut sakramen. Sakramen-sakramen adalah “Tangan Kristus” yang menjamah kita, merangkul kita, dan menyembuhkan kita. Meskipun yang tampak di mata kita, yang bergaung di telinga kita hanya hal-hal atau tanda-tanda biasa, namun Kristuslah yang berkarya lewat tanda- tanda itu. Dengan perantaraan para pelayanan-Nya, Kristus sungguh aktif berkarya dalam umat Allah.

b)      Perlu disadari bahwa sakramen-sakramen itu erat sekali hubungannya dengan kenyataan hidup sehari-hari. Dalam hidup sehari-hari orang membutuhkan bantuan. Sementara kualitas dan mutu hidup manusia makin melemah, banyak orang yang jatuh dalam dosa, banyak orang yang butuh peneguhan dan kekuatan. Pada saat itulah kita dapat mendengar suara Kristus yang bergaung di telinga kita: “Aku tidak menghukum engkau, pulanglah dan jangan berdosa lagi …” Singkatnya, sakramen-sakramen adalah cara dan sarana bagi Kristus untuk menjadi “tampak” dan dengan demikian dapat dialami oleh manusia dewasa ini.

c)       Sakramen-sakramen itu tidak bekerja secara otomatis. Sakramen-sakramen sebagai “tanda” kehadiran Kristus menantikan sikap pribadi (sikap batin) dari manusia. Sikap batin itu ialah iman dan kehendak baik. Perayaan sakramen adalah suatu “pertemuan” antara Kristus dan manusia. Oleh karena itu, meski tidak sama tingkatnya, peran manusia (sikap iman) sangat penting. Walaupun Kristus mahakuasa, Ia tidak akan menyelamatkan orang yang memang tidak mau diselamatkan atau yang tidak percaya.

Pembagian sakramen-sakramen Gereja

Sakramen-sakramen dibagi menjadi: sakramen inisiasi kristiani: sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan Ekaristi Kudus. Sakramen-sakramen penyembuhan: Tobat dan Pengurapan Orang Sakit dan sakramen-sakramen pelayanan persekutuan dan perutusan yaitu sakramen Pentahbisan dan Perkawinan (lihat Kompendium KGK 250 – KGK 1210–1211).

1)      Sakramen-sakramen inisiasi kristiani;  inisisasi  atau  bergabung  menjadi orang kristiani dilaksanakan melalui sakramen-sakramen yang memberikan dasar hidup kristiani. Orang beriman, yang dilahirkan kembali menjadi manusia baru dalam sakramen Pembaptisan, dikuatkan dengan sakramen Penguatan dan diberi makanan dengan sakramen Ekaristi (lihat Kompendium KGK 251).

2)      Sakramen-sakramen  penyembuhan;  Kristus  Sang  Penyembuh  jiwa  dan badan kita, menetapkan sakramen ini karena kehidupan baru yang Dia berikan kepada kita dalam sakramen-sakramen inisiasi kristiani dapat melemah, bahkan hilang karena dosa. Karena itu, Kristus menghendaki agar Gereja melanjutkan karya penyembuhan dan penyelamatan-Nya melalui sakramen ini: Tobat dan Pengurapan Orang Sakit (lihat   Kompendium KGK 295 – KGK 1420–1421, 1426).

3)      Sakramen-sakramen pelayanan persekutuan dan perutusan: dua sakramen, sakramen Pentahbisan dan Perkawinan memberikan rahmat khusus untuk perutusan tertentu dalam Gereja untuk melayani dan membangun umat Allah. Sakramen-sakramen ini memberikan sumbangan dengan cara yang khusus pada persekutuan gerejani dan penyelamatan orang-orang lain. (lihat Kompendium KGK 321, KGK 1533–1535).

Ketujuh Sakramen

Pada saat-saat penting dalam hidup, Kristus menyertai umat-Nya. Kehadiran Kristus ini dirayakan dalam ketujuh sakramen.

1)      Sakramen Pembaptisan/Permandian

Sakramen Pembaptisan (Mat. 28:19, Yoh. 3:5) adalah sakramen pertama yang kita terima. Umat beriman wajib menerima Pembaptisan sebelum menerima sakramen-sakramen yang lain. Pembaptisan mengampuni dosa asal, semua dosa pribadi, serta mengalirkan rahmat pengudusan ke dalam jiwa (Yeh. 36:25–26, Kis. 2:38, 22:16, 1Kor. 6:11, Gal. 3:26–27). Pembaptisan menganugerahkan jasa-jasa wafat Kristus di salib ke dalam jiwa kita, serta membersihkan kita dari dosa. Pembaptisan menjadikan kita anak- anak Allah, saudara-saudara Kristus, dan kenisah Roh Kudus. Pembaptisan hanya diterimakan satu kali untuk selamanya namun meninggalkan meterai rohani yang tidak dapat dihapuskan.

2)      Sakramen Penguatan

Sakramen Penguatan menjadikan kita dewasa secara rohani dan menjadikan kita saksi-saksi Kristus. Penguatan hanya diterimakan satu kali untuk selamanya namun meninggalkan meterai rohani yang tidak dapat dihapuskan (Kis. 2:14–18, 9:17–19, 10:45, 19:5–6, Titus 3:4–8).

3)      Sakramen Ekaristi

Sakramen Ekaristi disebut juga sakramen mahakudus atau komuni kudus. Ekaristi bukanlah sekadar lambang belaka, tetapi adalah sungguh tubuh, darah, jiwa dan keallahan Yesus Kristus. Dalam mukjizat perayaan Ekaristi, imam mengkonsekrasikan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus dengan kata- kata penetapan yang diambil dari Kitab Suci: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!". Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!" (1Kor. 11:23–25). Misa disebut kurban karena misa menghadirkan secara tak berdarah kurban Kristus yang wafat di salib satu kali untuk selamanya. Kristus mengatakan: “Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." (Yoh 6:48–52). Jika kita melakukan dosa berat, kita harus mengakukan dosa kita terlebih dahulu sebelum menerima komuni kudus, jika tidak, komuni kudus bukannya mendatangkan rahmat bagi jiwa, malahan akan mengakibatkan dosa sakrilegi (1Kor. 11:27–29). Untuk menerima komuni, kita harus bangkit berdiri menuju altar dengan tangan terkatup di dada sambil berdoa. Ketika tiba di hadapan imam, ia akan mengatakan: “Tubuh Kristus”. Kita menunjukkan iman dengan menjawab, “Amin”, kemudian kita mengulurkan tangan, telapak tangan kiri di atas telapak tangan kanan, menerima hosti di tangan dan segera memasukkan hosti ke dalam mulut (cara umum), atau kita membuka mulut dan menerima komuni kudus dengan lidah (alternatif). (baca: Yoh. 6:25–71, Mat. 26:26–28, 1Kor. 11:23–26, Luk. 24:30-31).

4)      Sakramen Tobat

Sakramen Tobat disebut juga pengakuan atau rekonsiliasi (Yoh 20:21–23, Amsal 28:13). Kristus memberikan kuasa kepada para rasul untuk mengampuni dosa atas nama-Nya, dan para rasul meneruskan kuasa tersebut kepada penerus-penerus mereka, yaitu para uskup dan imam. Sakramen Tobat mengampuni dosa-dosa yang dilakukan setelah baptis. Ketika mengaku dosa, umat beriman harus mengakui semua dosa-dosa berat yang disadarinya, menurut jenisnya (misalnya perzinahan atau pencurian) serta jumlahnya (misalnya satu kali, beberapa kali, atau sering kali). Setelah mengakui segala dosa-dosa, orang beriman mendengarkan nasihat- nasihat yang diberikan imam, mengucapkan doa tobat, menerima absolusi (pengampunan Kristus) dari imam, meninggalkan kamar pengakuan, serta melakukan penitensimu.

Imam diwajibkan dengan ancaman siksa yang sangat berat, supaya berdiam diri secara absolut, untuk tidak mengungkapkan apa pun yang telah ia dengar dalam pengakuan. Rahasia pengakuan ini dinamakan 'meterai sakramental'. Seorang imam lebih suka dipenjarakan atau bahkan mati daripada mengungkapkan dosa- dosa yang diakukan umat kepadanya (Luk. 15, Yeh. 33).

 

 

5)      Sakramen Pengurapan Orang Sakit

Bantuan Tuhan melalui kekuatan Roh-Nya hendak membawa orang sakit menuju kesembuhan jiwa, tetapi juga menuju kesembuhan badan, kalau itu sesuai dengan kehendak Allah. Dan “jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni” (Mrk. 6:13, Yak. 5:14–15).

6)      Sakramen Imamat/Tahbisan

Tahbisan memungkinkan para rasul Kristus dan penerus-penerus mereka untuk menerimakan sakramen-sakramen. Ada tiga jenjang sakramen Tahbisan: diakon, imam, dan uskup. Hanya para imam dan uskup yang boleh menerimakan sakramen pengakuan serta memersembahkan kurban misa (baca Kej. 14:18, Ibr. 5:5–10, Luk. 22:19, Kis. 6:6, 14:23). Para   imam   adalah   bapa   rohani   Gereja.   Mereka mempersembahkan hidup mereka bagi Gereja dengan mewartakan Injil dan menganugerahkan pengampunan Tuhan melalui sakramen-sakramen (1Kor. 4:14–15, 1Tes. 2:8–12). Para imam hidup seturut teladan dan ajaran Yesus Kristus (imam yang selibat), untuk mengurbankan kehidupan berkeluarga demi kerajaan Allah (Mat. 19:12, Luk. 18:29–30, 1Kor. 7).

7)      Sakramen Perkawinan

Sakramen ini, dengan kuasa Allah, mengikat seorang pria dan seorang wanita dalam suatu kehidupan bersama dengan tujuan kesatuan (kasih) dan kesuburan yaitu lahirnya keturunan (baca Mrk. 10:2–12,  Ef. 5:22–33). Perkawinan tidak terceraikan, mengikat seumur hidup (1Kor. 7:10–11,39, Mat. 19:4–9). Pembatalan perkawinan adalah suatu pernyataan yang dikeluarkan oleh Gereja yang menyatakan bahwa setelah dilakukan suatu penyelidikan yang mendalam oleh pengadilan Gereja yang berwenang, unsur-unsur yang diperlukan untuk suatu perkawinan yang sah tidak ada pada saat perkawinan, dan oleh karena itu suatu perkawinan yang sah tidak pernah terjadi. Pembatalan perkawinan bukanlah suatu perceraian “Katolik” dan sama sekali tidak mempengaruhi hak anak-anak dari perkawinan tersebut.

 

Langkah ketiga: menghayati liturgi dalam hidup sehari-hari

1.       Refleksi

Peserta didik membuat refleksi tentang makna doa bertitik tolak dari pengalaman hidup doanya setiap hari. Refleksi ditulis di buku catatannya.

2.       Aksi

Peserta didik membuat niat dan melaksanakannya: mengajak anggota keluarga berdoa novena dan melaporkan tertulis dan ditandatangani orang tua.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus, Amin.

Allah Bapa yang rahim, kami bersyukur atas kebaikan-Mu, kami dapat bertemu dan belajar bersama hari ini. Dalam setiap hidup kami, Engkau mengajak kami untuk setia pada ajaran iman dan kepercayaan kami, terutama Engkau selalu mengundang kami untuk hadir dan berpartisipasi dalam perayaan iman kami. Undangan-Mu Tuhan menjadi semangat dan kehidupan. Semoga dalam pembelajaran ini kami sebagai sakramen yang hidup, menjadi sarana yang membawa kegembiraan dan turut serta ambil bagian dalam karya Gereja-Mu. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami, Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus, Amin.

 

Rangkuman

1)      Liturgi  merupakan  perayaan  iman.  Perayaan  iman  tersebut  merupakan pengungkapan iman Gereja, dimana orang yang ikut dalam perayaan iman mengambil bagian dalam misteri yang dirayakan. Tentu saja bukan hanya dengan partisipasi lahiriah, tetapi yang pokok adalah hati yang ikut menghayati apa yang diungkapkan dalam doa. Kekhasan doa Gereja ini merupakan sifat resminya, sebab justru karena itu Kristus bersatu dengan umat yang berdoa.

2)      Doa dan ibadat merupakan salah satu tugas Gereja untuk menguduskan umatnya dan umat manusia.

3)      Fungsi  doa.  Peranan  dan  fungsi  doa  bagi  orang  kristiani,  antara  lain: mengkomunikasikan diri kita kepada Allah; memersatukan diri kita dengan Tuhan; mengungkapkan cinta, kepercayaan, dan harapan kita kepada Tuhan

4)      Liturgi adalah “karya Kristus, Imam Agung, serta tubuh-Nya, yaitu Gereja”. Oleh karena itu, liturgi tidak hanya merupakan “kegiatan suci yang sangat istimewa”, tetapi juga wahana utama untuk mengantar umat kristiani ke dalam persatuan pribadi dengan Kristus (Sacrosantum Concilium, 7).

5)      Sakramen-sakramen   adalah   “Tangan   Kristus”   yang   menjamah   kita, merangkul kita, dan menyembuhkan kita. Meskipun yang tampak di mata kita, yang bergaung di telinga kita hanya hal-hal atau tanda-tanda biasa, namun Kristuslah yang berkarya lewat tanda-tanda itu. Dengan perantaraan para pelayanan-Nya, Kristus sungguh aktif berkarya dalam umat Allah.

6)      Sakramen-sakramen  adalah  cara  dan  sarana  bagi  Kristus  untuk menjadi “tampak” dan dengan demikian dapat dialami oleh manusia dewasa ini.

7)      Ada tujuh sakramen yaitu: Pembaptisan/Permandian, Penguatan, Ekaristi, Tobat, Pengurapan Orang Sakit, Imamat/Tahbisan dan Perkawinan.

 

CATATAN:

·       Doa dan ibadat merupakan tugas imamiah Gereja yang berarti masing- masing anggota Gereja mengambil bagian dalam satu imamat Kristus dengan cara khasnya masing – masing.

·       Ada 2 macam imamat dalam Gereja yaitu

1.     Imamat umum melaksanakan tugas pengudusan antara lain dengan berdoa, menyambut sakramen – sakramen, memberi kesaksian hidup, pengingkaran diri, serta melaksanakan cinta kasih secara aktif dan kreatif.

2.     Imamat jabatan membentuk dan memimpin umat serta memberikan pelayanan sakramen-sakramen.    

·       Doa berarti berkomunikasi dengan Tuhan secara pribadi, doa juga merupakan ungkapan iman secara pribadi dan bersama-sama. Doa selalu merupakan dialog yang bersifat pribadi antara manusia dan Tuhan dalam hidup nyata ini.

·       Fungsi doa adalah :

1.     Mengkomunikasikan diri kita kepada Allah

2.     Mempersatukan diri kita dengan Tuhan

3.     Mengungkapkan cinta, kepercayaan, dan harapan kita kepada Tuhan

4.     Membuat diri kita melihat dimensi baru dari hidup dan karya kita dengan mata iman

5.     Mengangkat setiap karya kita menjadi karya yang bersifat apostolis atau merasul

 

·       Syarat-syarat doa yang baik :

1.     Didoakan dengan hati

2.     Berakar dan bertolak dari pengalaman hidup

3.     Diucapkan dengan rendah hati

·       Cara – cara berdoa yang baik :

1.     Berdoa secara batiniah.

“Tetapi jika engkau berdoa, masuklah dalam kamar…” (lih Mat 6 : 5 – 6)

2.     Berdoa dengan cara sederhana dan jujur

“Lagi pula dalam doamu janganlah kamu bertele-tele…” (lih Mat 6 : 7)

·       Liturgi adalah doa resmi dan merupakan “karya Kristus, Imam Agung, serta tubuh-Nya, yaitu Gereja”. Oleh karena itu, liturgi tidak hanya merupakan “kegiatan suci yang sangat istimewa”, tetapi juga wahana utama untuk mengantar umat Kristiani ke dalam persatuan pribadi dengan Kristus (Sacrosanctum Concilium, art. 17).  Selain itu, Liturgi juga merupakan perayaan iman di mana orang yang ikut serta di dalamnya mengambil bagian dalam misteri iman yang dirayakan.

·       Perayaan Ekaristi terdiri atas 2 macam Liturgi, yaitu:

1.     Liturgi Sabda yang diambil dari ibadat sinagoga Yahudi (terdiri atas doa pembukaan, dua bacaan dari Kitab Suci yang diikuti dengan homili dan beberapa doa lainnya).

2.     Liturgi Ekaristi atau Perjamuan Tuhan yang dirayakan dalam konteks makan bersama dalam jemaat-jemaat paling awal.

·       Ekaristi merupakan “sumber dan puncak hidup Kristiani” (LG 11) sebab Ekaristi memancarkan misteri penyelamatan Allah  dalam Yesus Kristus. Ekaristi merupakan perjamuan sakramental, kesatuan dalam Tubuh dan Darah Kristus, kenangan akan wafat dan kebangkitan-Nya, doa syukur, korban dan tanda Kerajaan Allah.

·       Perlu diingat bahwa hal yang paling pokok dalam doa resmi Gereja bukanlah karena sifatnya yang “resmi” atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa dimana iman dinyatakan di hadapan Allah secara seragam demi kesatuan doa dan pengungkapan iman. Dengan kata lain, doa ini menjadi doa seluruh Gereja (sebagai mempelai Kristus) bersama Sang Penyelamat sekaligus tetap merupakan doa pribadi setiap anggota jemaat karena doa tersebut menjadi penuh jika semua yang hadir secara pribadi dapat bertemu dengan Tuhan dalam doa bersama itu.

·       Sakramen adalah tanda dan sarana keselamatan Allah kepada manusia. Secara garis besar, makna sakramen dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu:

1.     sakramen adalah lambang atau simbol.

2.     Sakramen-sakramen mengungkapkan karya Tuhan yang menyelamatkan.

3.     Sakramen-sakramen bertujuan untuk meningkatkan dan menjamin mutu hidup kita sebagai orang Kristiani.

·       Ada tujuh sakramen yang diterima oleh Gereja yaitu:

1.     Sakramen permandian/baptis (Tanda Iman). Melalui sakramen ini, mulailah babak baru dalam hidup seseorang di mana secara resmi ia menyatakan tobat dan imannya kepada Yesus Kristus dan diterima secara resmi menjadi anggota TubuhNya. Kristus sendiri yang menjiwai dia melalui RohNya. 

2.     Sakramen Penguatan (Tanda Kedewasaan), sebagai tanda kekuatan Roh Kudus, sebelum diutus untuk memperjuangkan cita – cita Kristus dalam Gereja dan masyarakat, serta sebagai tanda kedewasaan dan tanggung jawab atas kehidupan Umat Allah, menghantar sesamanya kepada Kristus.

3.     Sakramen Tobat. Para pengikut Kristus perlu bertobat untuk memperbaharui diri secara terus – menerus di hadapan Tuhan dan sesama.

4.     Sakramen Ekaristi (Tanda Kesatuan), sebagai kehadiran Gereja yang paling nyata dan penuh dalam perjamuan Tuhan serta ungkapan yang paling konkret dari persatuan umat dan Tuhan serta persatuan para anggotanya.

5.     Sakramen Perminyakan Orang Sakit, untuk menguatkan yang sakit sehingga menjadi siap dan tabah untuk menerima apa saja dari tangan Allah yang mencintai kita, baik dalam kesembuhan maupun dalam maut. Dengan menderita seperti Kristus, si sakit menjadi lebih serupa dengan Kristus.

6.     Sakramen Pernikahan, sebagai panggilan luhur untuk membina keluarga sebagai tanda kasih setia Allah bagi manusia dan tanda cinta Kristus kepada GerejaNya.

7.     Sakramen Imamat,  untuk merayakan, mengesahkan, dan menyatakan pelantikan para pelayan yang melayani kepentingan dan perkembangan umat dalam hidup beriman dan bermasyarakat. Mereka bertugas untuk mempersatukan umat, membimbing umat dalam penghayatan iman pribadi dan bersama serta membantu melancarkan komunikasi iman.

·       Sakramentali adalah tanda – tanda suci (berupa ibadat/upacara/pemberkatan) yang mirip dengan sakramen-sakramen. Berkat tanda-tanda suci ini berbagai buah rohani ditandai dan diperoleh melalui doa-doa permohonan dengan perantaraan Gereja.

·       Terdapat aneka ragam sakramentali, yaitu:

1.     Pemberkatan, yakni pemberkatan orang, benda/barang rohani, tempat, makanan, dsb. Pemberkatan atas orang atau benda/barang tersebut adalah pujian kepada Allah dan doa untuk memohon anugerah – anugerah-Nya.

2.     Pemberkatan dalam arti tahbisan rendah, yakni pentahbisan orang dan benda. Contoh: pentahbisan/pemberkatan lektor, akolit, dan katekis; pemberkatan benda atau tempat untuk keperluan liturgi, misalnya pemberkatan Gereja/kapel, altar, minyak suci, lonceng, dan sebagainya.

·       Devosi (Latin: devotio = penghormatan) adalah bentuk–bentuk penghormatan kebaktian khusus orang atau umat beriman kepada rahasia kehidupan Yesus yang tertentu, misalnya kesengsaraan-Nya, Hati-Nya yang Mahakudus, dsb. Atau devosi kepada orang–orang kudus, misalnya devosi kepada santo–santa pelindung, Bunda Maria, dsb.

 

PENDALAMAN

1.       Doa dan ibadat merupakan tugas imamiah Gereja yang berarti masing-masing anggota Gereja mengambil bagian dalam satu imamat Kristus dengan cara khasnya masing-masing. Sebutkan 2 macam imamat dalam Gereja! Jelaskan!

2.       Apa yang dimaksud dengan “doa”?

3.       Apa saja fungsi doa?

4.       Sebutkan syarat dan cara berdoa yang baik!

5.       Doa Resmi Gereja (Ibadat atau Liturgi)

6.       Apa yang dimaksud dengan Liturgi?

7.       Perayaan Ekaristi terdiri atas 2 macam liturgi. Sebutkan dan jelaskan secara singkat darimanakah liturgi tersebut bermula!

8.       Ekaristi merupakan “sumber dan puncak hidup Kristiani” (LG 11). Mengapa demikian?

9.       Apakah hal yang paling pokok dalam doa?

10.    Apa yang dimaksud dengan “sakramen” dan apa saja fungsinya?

11.    Sebutkan ketujuh sakramen yang diterima oleh Gereja dan fungsinya masing-masing!

12.    Apa yang dimaksud dengan sakramentali?

13.    Sebutkan aneka ragam sakramentali! Jelaskan!

14.    Apa yang dimaksud dengan devosi?

 

 


 

PELAJARAN 10

GEREJA YANG MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA (KERYGMA)

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Allah yang Mahakuasa, kami bersyukur ke hadapan-Mu atas berkat-Mu yang berlimpah. Yesus telah mengutus para murid-Nya dengan berkata “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu”. Perintah Yesus ini juga merupakan perintah kepada kami sebagai murid-murid Yesus.

Ya Bapa, melalui pembelajaran ini ajarilah kami agar bijaksana dan memiliki hati yang sanggup mencintai, berbakti, terlibat dalam karya pewartaan Gereja-Mu. Karena Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pemahaman tentang hierarki

1.    Kisah Kehidupan

a.       Membaca/menyimak kisah kehidupan

Menyebarkan Benih Sabda

Ketika seseorang menyebarkan benih sabda, dia tidak tahu apa yang sedang dilakukannya atau apa dampak benih tersebut. H.L. Gee menceritakan hal ini.

Di gereja tempat dia berdoa, ada seorang bapak tua yang kesepian, namanya Thomas. Dia hidup lebih lama dari sahabat-sahabatnya dan hampir tak ada seorang pun yang mengenalinya. Ketika Thomas meninggal, Gee merasa bahwa tak akan ada seorang pun yang akan menghadiri pemakaman Thomas. Sehingga dia memutuskan untuk pergi dan dengan demikian akan ada seorang yang akan mengantarkan orang tua itu ke peristirahatannya yang terakhir.

Tak ada orang lain dan hari itu hujan turun dengan lebatnya. Ketika peti mati sampai di pemakaman, di pintu masuk berdirilah seorang tentara sedang menunggu. Dia adalah seorang perwira. Tentara itu datang ke tempat itu untuk menghadiri pemakaman. Ketika upacara selesai, tentara melangkah ke depan dan di hadapan makam yang masih terbuka itu, dia mengangkat tangannya untuk memberi hormat yang selayaknya diberikan pada seorang raja. H. L. Gee berjalan pergi bersama tentara ini dan ketika dia berjalan, angin yang bertiup menyingkapkan pangkat tentara itu. Ternyata dia adalah seorang Brigadir Jenderal.

Brigadir Jenderal itu berkata kepada Gee, “Mungkin kamu heran mengapa saya berada di sini. Beberapa tahun yang lalu, Thomas menjadi guru Sekolah Minggu, saya sungguh nakal dan merepotkannya. Dia tidak pernah mengetahui hasil pengajarannya tapi saya sangat berhutang kepadanya, dan hari ini saya harus datang untuk memberikan penghormatan akhir kepadanya. Thomas tidak tahu apa yang telah dilakukannya. Tak ada seorang pewarta pun yang akan mengetahuinya. Tugas kita adalah menyebarkan benih dan setelah itu kita serahkan semuanya pada Tuhan.

Sumber: Frank Mihalic, SVD, 1500 Cerita Bermakna, Jilid 2, Obor, Jakarta, 2014

b.      Pendalaman

1)      Apa yang diceritakan dalam kisah itu?

2)      Apa yang dilakukan tentara itu?

3)      Mengapa tentara melakukan hal itu?

4)      Pesan apa yang kalian dapatkan dari cerita itu untuk hidup kalian sendiri?

Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja tentang pewartaan

1.    Membaca/menyimak artikel

Evangelisasi Orang Muda Katolik

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi, dunia kini digoncangkan oleh sorak-sorai orang muda Katolik di bukit Corcovado (Rio De Janairo). Tema World Youth Day 2013 (23–28 Juli 2013) kali ini yaitu memanggil orang-orang muda Katolik sedunia untuk menerima panggilan misi, hidup sebagai saksi Kristus yang bangkit. “Pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” (Mat. 28:19). Dari kutipan ini kita diajak untuk menjadi Missionaris bagi setiap orang yang membutuhkan kasih Tuhan. Seringkali kita berpikir sebagai orang muda Katolik, 'aku masih terlalu muda' seperti yang dikatakan oleh Nabi Yesaya. Allah tidak memandang orang dari umur, rupa dan jenis kelamin. Kita telah dibaptis di dalam nama Kristus dan telah dicurahi rahmat penguatan dan pendewasaan iman di dalam sakramen Krisma.

Kita mempunyai tanggung jawab besar untuk berani mewartakan iman Katolik. Iman kebenaran bagi dunia yang penuh kegelapan. Banyak anak muda zaman kini yang hidupnya dilanda budaya dan isme-isme yang berdampak buruk bagi hidupnya, sebagai contoh budaya hedonisme, konsumerisme, relativisme, masa bodoh dengan agamanya sendiri. Dan sekarang adalah waktunya dimana kita semua sebagai orang muda Katolik mampu melawan arus buruk tersebut dengan mengejar kekudusan hidup.

Kita bisa melihat riwayat hidup santo-santa yang umurnya masih belia, sebagai contoh Santo Dominikus Savio. Santo Dominikus Savio adalah seorang anak muda yang masih belia namun begitu mencintai kekudusan, ia adalah murid dari Santo Yohanes Bosco, kini apabila kita semua membaca dengan lubuk hati yang terdalam maka kita akan merasa 'ditampar’ oleh kekudusan yang dimiliki oleh Santo Dominikus dan tentu akan merasa malu besar akan kehidupan yang diharumi oleh harum kekudusan.

Sungguh di zaman sekarang, kita harus sadar bahwa kita telah menerima berkat luar biasa dari Konsili Vatikan II dimana setiap orang yang telah dibaptis mempunyai kewajiban untuk mewartakan imannya, dan tentu mewartakan Injil bukan hanya tugas para kaum klerus. Namun kita semua! Yang percaya bahwa Kristus telah wafat dan bangkit dari alam maut, yang telah mendirikan Gereja- Nya sendiri di atas Sang Petrus.

Kita tentu mengenal Rasul Paulus yang merupakan seorang pendosa yang bertobat dan menjadi pewarta iman yang begitu bersemangat mewartakan sabda Kristus. Dia dijebloskan ke dalam penjara, digiring ke pengadilan, diancam dengan hukuman mati. Namun ia sama sekali tidak gentar menghadapi semua itu, ia mewartakan Sabda Kristus sebagai bentuk ungkapan rasa cintanya akan Tuhan. Perjumpaannya dengan Tuhan dalam perjalanannya ke Damsyik, mengubah ia yang dulunya sebagai seorang pembunuh bayaran untuk membunuh murid-murid Kristus, menjadi seorang manusia baru. Semangat Rasul Paulus untuk mewartakan Kristus, dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk juga melakukan tugas pewartaan.

Tugas pewartaan yang dulu dilakukan oleh Rasul Paulus dengan berjalan kaki, menjelajahi samudra luas, mengalami penghinaan dan penderitaan, sampai akhirnya menyerahkan nyawa demi Kristus yang tersalib, kini menjadi tugas yang harus kita emban bersama. Hanya jaman sekarang dan keadaannya berbeda. Dengan kehidupan yang diwarnai dengan informasi digital, cyber space, maka tugas mewartakan Kristus menjadi lebih mudah bagi kita. Kita dapat melakukan semuanya dari rumah, asal terhubung dengan kabel internet.

Berikut ini adalah beberapa prinsip ajaran Rasul Paulus yang mungkin dapat kita jadikan sebagai patokan dasar pewartaan kita yang diambil dari katolisitas. org.

1)      Beritakanlah Injil! “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” (1Kor. 9:16) Rasul Paulus mempunyai kecintaan yang besar kepada Injil. Maka pewartaannya tentang Kristus juga merupakan pewartaan akan segala pengajaran dan perintah Kristus dalam Injil. Semangat Rasul Paulus ini harus mendorong kita untuk juga semakin bersemangat untuk membaca Kitab Suci, merenungkannya dan melaksanakannya; supaya Injil menjadi sungguh hidup di dalam keseharian kita. Dengan kata lain, Injil yang kita imani itu menentukan sikap hidup, pikiran dan tutur kata kita; inilah sesungguhnya bentuk pewartaan yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasul Paulus (Flp. 1:27). Selanjutnya Injil inilah yang harus kita wartakan dalam tugas kerasulan kita sebagai katekis.

2)      Berpegang pada pilar kebenaran: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja -  “Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari  kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis”.  (2Tes. 2:15). Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar berpegang kepada ajaran-ajaran para rasul, baik yang disampaikan secara lisan–yaitu Tradisi Suci– maupun yang tertulis–yaitu Kitab Suci. Dengan demikian, jika kita mengikuti jejak Rasul Paulus dalam pewartaan Sabda Tuhan, selain kita menyampaikan ajaran yang tertulis dalam Kitab Suci, kita harus juga menyampaikan ajaran Tradisi Suci yaitu pengajaran dari para Bapa Gereja dan Magisterium, yang walaupun tidak termasuk di dalam Kitab Suci namun berasal dari sumber yang sama–yaitu dari Kristus, para rasul dan para penerus mereka– sehingga baik Kitab Suci maupun Tradisi Suci perlu mendapat penghormatan yang sama. Di samping sumber Kitab Suci dan Tradisi Suci, Rasul Paulus juga mengajarkan untuk “Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat (ekklesia = Gereja) dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran”. (1Tim. 3:15) Dari sini kita tahu, bahwa Rasul Paulus sangat menghargai Gereja. Dan penghargaan dan ketaatan Rasul Paulus akan keputusan Gereja diwujudkan dengan mentaati segala sesuatu yang diputuskan dalam Konsili Yerusalem I.

3)      Memberitakan Kristus: kebangkitan-Nya tak terlepas dari kurban salib-Nya. “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.” (1Kor. 2:2). Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar tidak ragu untuk mewartakan Kristus yang disalibkan, sebab kebangkitan-Nya tidak pernah terlepas dari sengsara dan wafat-Nya di kayu salib. Maka sebagai umat kristiani, seharusnya kita tidak menekankan hanya pada hal kebangkitan Kristus dan mengabaikan sengsara dan wafat-Nya, sebab tidak ada hari Minggu Paskah tanpa hari Jumat Agung. Sebenarnya tantangan pewartaan Rasul Paulus kepada kaum Yahudi dan kepada kaum Yunani pada jamannya juga masih relevan saat ini. Sebab pewartaan Yesus yang disalibkan itu memang menjadi batu sandungan bagi banyak orang, dan sering dianggap sebagai kebodohan bagi kaum cendekiawan dunia. Namun bagi kita yang percaya, Kristus yang disalibkan merupakan kekuatan dan hikmat Allah (lih. 1Kor. 1:23).

4)      Menjangkau   semua   orang,   karena  Allah   menghendaki   semua   orang diselamatkan. “[Allah] menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan  akan  kebenaran.”  (1Tim.  2:4)  Pesan  pewartaan  berikutnya yang  perlu  disampaikan  sehubungan  dengan  Kristus  yang  disalibkan adalah: melalui kurban salib-Nya itu, Allah menghendaki agar semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Jadi pesan ini jugalah yang harus kita sampaikan saat kita mewartakan Kristus.

5)      Pewartaan iman, pengharapan dan kasih, di dalam Kristus. “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman…. ” (Ef. 2:8)…. “yang bekerja oleh kasih” (Gal. 5:6) … karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, (1Tim. 4:10) “[karena] kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” (Rom. 6:11). Pewartaan Kristus yang tersalib itu adalah pewartaan kebenaran akan kasih karunia Allah kepada kita manusia, dan dengan mengimaninya dan mewujudkan iman itu di dalam perbuatan kasih, kita diselamatkan. Pewartaan akan pentingnya iman yang tak terpisahkan dari kasih ini menjadi salah satu inti pengajaran Rasul Paulus. Walaupun sebelum  bertobat  ia  berlatar  belakang  Farisi  yang  sangat  taat  kepada hukum Taurat, namun setelah perjumpaannya dengan Kristus, Rasul Paulus mengetahui bahwa manusia diselamatkan bukan dari melakukan hukum Taurat tetapi karena kasih karunia Allah yang mengubah seseorang sehingga ia memperoleh hidup yang baru di dalam Kristus. Apalagi yang kita tunggu? Gunakanlah segala-galanya untuk mewartakan kasih, Sabda dan Kurban Kristus bagi setiap orang. Pergilah dan jadilah saksi sukacita perjumpaan dengan Kristus yang bangkit. Dominus illuminatio mea!

Sumber: katolisitas-indonesia.blogspot.com (2013)

2.    Pendalaman

1)      Apa makna sabda Yesus ini, “Pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid- Ku....” (Mat. 28:19)?

2)      Apa makna pesan ini ajaran Rasul Paulus ini, “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” (1Kor. 9:16)?

3)      Apa  makna  ajaran  Rasul  Paulus  ini,  “Sebab  itu,  berdirilah  teguh  dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari  kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.” (2Tes. 2:15)?

4)      Apa makna   ajaran rasul Paulus ini, “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.” (1Kor. 2:2)?

5)      Apa makna pesan ini, “[Allah] menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1Tim. 2:4)?

6)      Apa makna pesan-pesan dalam ayat-ayat Kitab Suci ini, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman…. ” (Ef. 2:8)…. “yang bekerja oleh kasih” (Gal. 5:6) …karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juru Selamat semua manusia, (1Tim. 4:10) “[karena] kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” (Rom. 6:11)?

7)      Jelaskan mengapa kita semua orang Katolik tanpa kecuali harus menjadi pewarta Injil atau kabar baik dalam hidup sehari-hari!

3.    Penjelasan

1)      Perintah resmi Kristus untuk mewartakan kebenaran yang menyelamatkan itu oleh Gereja diterima dari para Rasul, dan harus  dilaksanakan sampai ujung bumi (lih. Kis. 1:8). Maka Gereja mengambil alih sabda Rasul: “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil!” (1Kor. 9:16). Maka dari itu Gereja terus-menerus mengutus para pewarta, sampai Gereja-Gereja baru terbentuk sepenuhnya, dan mereka sendiri pun melanjutkan karya pewartaan Injil...” (LG, 17).

2)      Dalam mewartakan sabda Allah, kita dapat mewartakannya secara verbal melalui kata-kata (kerygma), tetapi juga dengan tindakan nyata.

3)      Pewartaan verbal pada dasarnya merupakan tugas hierarki, tetapi para awam diharapkan untuk berpartisipasi dalam tugas ini, misalnya sebagai katekis, guru agama, fasilitator pendalaman Kitab Suci, guru atau pendamping bina iman anak di paroki atau stasi, dan sebagainya.

4)      Kita mempunyai tanggung jawab  besar  untuk  berani  mewartakan  Iman Katolik. Iman kebenaran bagi dunia yang penuh kegelapan. Banyak anak muda zaman kini yang hidupnya dilanda budaya dan isme-isme yang berdampak buruk bagi hidupnya, sebagai contoh budaya hedonisme, konsumerisme, relativisme, masa bodoh dengan agamanya sendiri. Dan sekarang adalah waktunya dimana kita semua sebagai orang muda Katolik mampu melawan arus buruk tersebut dengan mengejar kekudusan hidup.

 

Langkah ketiga: menghayati tugas pewartaan Gereja dalam hidup

1.    Refleksi

Peserta didik membuat refleksi dengan membuat renungan singkat dari perikop Kitab Suci yang menjadi inspirasi hidupnya sebagai seorang pewarta dalam hidupnya sehari-hari.

2.    Aksi

Peserta didik membacakan/membawakan hasil renungan singkat yang sudah dibuat dalam doa bersama di keluarga dan melaporkan hasilnya dalam buku catatan dan ditandatangani orang tua.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Allah yang Mahabijaksana, pujian dan syukur, kami haturkan kepada-Mu atas rahmat penyertaan-Mu dalam pertemuan ini. Kami bersyukur, ya Tuhan karena ajaran kasih-Mu bagi kami, terlebih karena karya pewartaan kabar sukacita-Mu dalam karya pewartaan Gereja yang hidup. Semoga kami mau dan mampu diutus untuk membawa kabar sukacita bagi sesama demi Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

1.    Setiap   orang   Katolik   yang   telah   dibaptis   mempunyai   tugas   untuk melaksanakan pewartaan Injil atau kerygma. Tugas itu dilaksanakan dengan cara mendengarkan, menghayati, melaksanakan dan mewartakan sabda Allah.

2.    Pewartaan (kerygma) berarti ikut serta membawa Kabar Gembira bahwa Allah telah menyelamatkan dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, Putera-Nya. Bidang karya ini diharapkan dapat membantu umat Allah untuk mendalami kebenaran firman Allah, menumbuhkan semangat menghayati hidup berdasarkan semangat Injil, dan mengusahakan pengenalan yang semakin mendalam akan pokok iman kristiani supaya tidak mudah goyah dan tetap setia.

3.    Beberapa karya yang masuk dalam bidang ini, misalnya pendalaman iman, katekese para calon baptis, dan persiapan penerimaan sakramen-sakramen lainnya. Termasuk dalam kerygma ini adalah pendalaman iman lebih lanjut bagi orang yang sudah Katolik lewat kegiatan-kegiatan katekese.

4.    Dalam mewartakan sabda Allah, kita dapat mewartakannya, baik secara verbal melalui kata-kata (kerygma) maupun dengan tindakan nyata terhadap sesama.

5.    Kita  mempunyai  tanggung  jawab  besar  untuk  berani  mewartakan  iman Katolik. Iman kebenaran bagi dunia yang penuh kegelapan. Banyak anak muda zaman kini yang hidupnya dilanda budaya dan isme-isme yang berdampak buruk bagi hidupnya, sebagai contoh budaya hedonisme, konsumerisme, relativisme, masa bodoh dengan agamanya sendiri. Dan sekarang adalah waktunya dimana kita semua sebagai orang muda Katolik mampu melawan arus buruk tersebut dengan mengejar kekudusan hidup.

 

CATATAN:

·     Kerygma berarti pewartaan dan apa yang diwartakan. Kerygma berkaitan dengan pewartaan Sabda Allah yang berpuncak pada Yesus Kristus. Dia merupakan puncak dari sejarah pewahyuan Allah karena dalam Dia, Allah menyelamatkan semua orang. Meskipun Sabda Allah yang menjadi manusia itu tidak dapat tinggal dalam sejarah manusia tetapi Gereja masih mengenal bentuk-bentuk lain dari Sabda Allah yang otentik untuk diteruskan kepada semua orang. Ada tiga bentuk Sabda Allah dalam Gereja, yaitu:

1.       Sabda/pewartaan para rasul sebagai daya yang membangun Gereja.

2.       Sabda Allah dalam Kitab Suci sebagai kesaksian normatif.

3.       Sabda Allah dalam pewartaan aktual Gereja sepanjang zaman.

·     Secara umum, ada 2 (dua) pola pewartaan Sabda Allah yang kita kenal yaitu: Pewartaan verbal (kerygma) dan pewartaan melalui tindakan/kesaksian (martyria). Pewartaan verbal ini memiliki empat bentuk yakni:

1.       Khotbah atau Homili : khotbah adalah pewartaan tematis. Homili adalah pewartaan yang berdasarkan suatu perikop Kitab Suci. Kedua – duanya merupakan pewartaan dari mimbar, dan harus menyapa manusia dan dapat menciptakan komunikasi dua arah, bukan satu arah.  

2.       Pelajaran Agama: Dalam pelajaran agama diharapkan para guru agama mendampingi para siswa untuk menemukan makna hidupnya dalam terang Kitab Suci dan ajaran Gereja. Pelajaran agama adalah proses pergumulan hidup nyata dalam terang iman.

3.       Katakese Umat: adalah kegiatan suatu kelompok umat, dimana mereka aktif bekomunikasi untuk menafsirkan hidup nyata dalam terang Injil, yang diharapkan berkelanjutan dengan aksi nyata, sehingga dapat membawa perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik.

4.       Pendalaman Kitab Suci: dapat dilakukan dalam keluarga, kelompok, atau pada kesempatan–kesempatan khusus seperti pada masa Prapaskah (APP), masa Adven, dan pada bulan Kitab Suci (September).

·     Tugas pewartaan mengaktualisasi Sabda Tuhan yang disampaikan dalam Kristus sebagaimana diwartakan oleh para rasul. Usaha mengaktualisasi Sabda Tuhan itu mengandaikan berbagai tuntutan yang harus dipenuhi. Tuntutan-tuntutan tersebut antara lain:

1.       Mendalami dan menghayati sabda Tuhan yang terkandung dalam Kitab Suci, ajaran-ajaran resmi Gereja, dan keseluruhan tradisi Gereja.

2.       Mengenal umat/masyarakat konteksnya sehingga pewartaan yang disampaikan sungguh menyapa para pendengarnya (bersifat inkulturatif).

·     Magisterium atau wewenang mengajar, yaitu kuasa mengajar dalam Gereja yang berkaitan dengan “tugas pewartaan”. Wewenang ini mengajar ini merupakan tugas hirarki karena mereka adalah pengajar otentik. Wewenang tertinggi dan tidak dapat sesat tentang ajaran iman dan moral ada pada Paus (imam agung di Roma sekaligus kepala dewan para uskup).

·     Akan tetapi, sifat tidak dapat sesat itu ada pula pada Dewan Para Uskup jika dalam melaksanakan wewanang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus memenuhi empat syarat berikut:

1.       Ajaran harus menyangkut iman dan kesusilaan

2.       Ajaran harus bersifat ajaran otentik, artinya jelas dikemukakan dengan kewibawaan Kristus

3.       Ajaran dinyatakan dengan tegas atau definitif (tidak dapat diganggu gugat)

4.       Ajaran itu disepakati bersama (sejauh hal ini menyangkut pernyataan para uskup sebagai dewan)

·     Tugas pewartaan tidaklah ringan karena ketika mewartakan Yesus, ia harus mengambil bagian dalam nasib Yesus. Menjadi pewarta juga merupakan suatu panggilan. Keharusan untuk menjadi seorang pewarta adalah sebagai berikut:

1.       Dekat dengan yang diwartakannya

2.       Menjadi senasib dengan yang diwartakannya

3.       Berani menanggung derita seperti yang diwartakannya

4.       Siap untuk diutus dan “diserahkan” kepada umat yang mendengar pewartaannya

5.       Memiliki komitmen yang utuh kepada umat

·     Mereka yang secara khusus melibatkan diri secara agak penuh dalam tugas pewartaan adalah:

1.       Para pengkhotbah

2.       Para Katekis

3.       Guru agama

 

PENDALAMAN

1.     Apa yang dimaksud dengan Kerygma?

2.     Sebutkan 3 bentuk sabda Allah dalam Gereja!

3.     Sebutkan 2 (dua) pola pewartaan Sabda Allah!

4.     Jelaskan 4 (empat) bentuk pewartaan masa kini!

5.     Tugas pewartaan mengaktualisasi Sabda Tuhan yang disampaikan dalam Kristus sebagaimana diwartakan oleh para rasul. Usaha mengaktualisasi Sabda Tuhan itu mengandaikan berbagai tuntutan yang harus dipenuhi. Sebutkan 2 tuntutan dalam pewartaan tersebut!

6.     Apakah yang dimaksud dengan Magisterium Gereja?

7.     Ada empat syarat yang harus dipenuhi oleh Dewan Para Uskup dalam melaksanakan wewenang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus. Sebutkan!

8.     Tugas pewarta tidaklah ringan karena ketika mewartakan Yesus, ia harus mengambil bagian dalam nasib Yesus. Menjadi pewarta juga merupakan suatu panggilan. Sebutkan apa saja yang menjadi keharusan dari seorang pewarta!

9.     Siapa sajakah yang biasanya secara khusus melibatkan diri secara agak penuh dalam tugas pewartaan?

 


 

PELAJARAN 11

GEREJA YANG MELAYANI (DIAKONIA)

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin. Bapa yang penuh kasih, terima kasih atas kasih karunia-Mu yang telah menghimpun kami di sini.

Berkatilah kami agar dalam kegiatan belajar ini kami beroleh pengetahuan, iman yang mengakar dan kuat sehingga kami terbuka selalu pada karya Roh-Mu dalam tugas pelayanan Gereja-Mu. Tuhan Yesus, Engkau mengajak kami untuk saling melayani dalam hidup kami. Tumbuhkanlah kesadaran kami melalui pembelajaran ini, agar kami melibatkan diri dalam tugas pelayanan Gereja. Demi Yesus Kristus Putera-Mu, Tuhan, dan Juru Selamat kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pengalaman hidup persekutuan

1.    Permainan

1)    Kelas dibagi menjadi 5 kelompok (5 karya pastoral Gereja).

2)    Setiap kelompok berdiri membentuk barisan.

3)    Di depan kelas (bangku)  disiapkan  potongan-potongan  kertas  berisi contoh-contoh nyata/konkret dari karya pastoral Gereja (yang terbanyak adalah contoh nyata melayani).

4)    Pemimpin permainan akan menyebut satu karya pastoral Gereja (liturgia, misalnya) dan anggota kelompok yang di depan, berlari untuk mengambil satu kertas di depan kelas yang berisi contoh nyata dari liturgia lalu mengangkat/menunjukkan kepada juri.

5)    Juri akan menentukan benar atau salah.

6)    Pemain pertama tersebut kemudian kembali ke barisannya dengan posisi di paling belakang.

7)    Lalu lanjut ke pemain kedua dari setiap baris akan maju mengambil contoh karya pastoral Gereja lalu menunjukkan ke juri.

8)    Pemenangnya adalah yang bisa menebak contoh konkret karya pastoral Gereja dengan benar.

 

a.       Pendalaman

1)    Mengapa kalian memilih pilihan-pilihan tadi?

2)    Apa yang membedakan karya pastoral Gereja sehingga kalian bisa memilih contohnya dengan tepat?

3)    Contoh yang paling banyak dari pastoral Gereja tadi apa?

4)    Apa makna  Gereja yang melayani?

b.      Penjelasan

Gereja (umat Allah) dipanggil untuk melayani seluruh umat manusia.  “Melayani” adalah  ajaran dan tindakan Yesus yang terus diwariskan pada Gereja-Nya, yaitu kita semua sebagai umat Allah. Melayani dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara individu maupun kelompok atau komunitas seperti yang diceritakan dalam kisah berikut ini.

 

2.    Kisah kehidupan

a.       Peserta didik  diajak untuk membaca dan menyimak kisah berikut ini.

Wisma Lansia Panti Rukmi: Setia Melayani Lansia

Sejak empat tahun silam para suster SFD membuka pelayanan bagi para lansia di Pati, Jawa Tengah. Melalui wisma lansia ini, mereka menebarkan jala kasih Allah.

Saban pagi, aura kebahagiaan nampak terpancar dengan jelas dari para penghuni Wisma Lansia Panti Rukmi Pati, Jawa Tengah. Salah seorang penghuni panti ini, Mbah Sriah yang telah berusia 70 tahun, suatu pagi disambut gembira oleh sesama penghuni panti. Tiap pagi menjadi kesempatan untuk memulai berbagi cerita pengalaman hidup, baik suka maupun duka. Selain berbagi pengalaman, di wisma ini mereka hidup dengan saling mengasihi dan menganggap satu dengan yang lainnya sebagai keluarga besar.

Pengalaman serupa juga dialami Setyawati yang sudah berusia 83 tahun dan Masripah yang usianya telah berkepala sembilan. Mereka memilih tinggal di Panti Rukmi agar ada yang memerhatikan dan merawat mereka.

Keputusan untuk tinggal dan menghabiskan sisa hidup di panti menjadi pilihan yang tepat bagi Mbah Sriah. Pada masa produktif, ia seorang bidan. Hal demikian pun dirasakan Diana, janda tanpa anak ini mengidap diabetes. Ia juga berharap mendapatkan perawatan pada usia senja, sebab tak ada saudara yang merawatnya.

Melayani

Penanggung jawab Panti Rukmi, Sr. Luisa SFD menjelaskan, Panti Rukmi merupakan rumah bagi orang lanjut usia. Mereka akan dirawat, disapa, dilayani sepenuh kasih dan bertanggung jawab. Biarawati dari Kongregasi Suster Fransiskus Dina (Congregation of Minor Francis Sisters/SFD) ini menambahkan, di rumah ini, para lansia leluasa berbagi pengalaman cerita hidup, baik suka maupun duka pada sisa hidup mereka sampai ajal menjemput.

Sr. Luisa melihat, kebanyakan orang pada masa tuanya kurang mendapatkan kasih sayang maupun perhatian dari keluarga, saudara, ataupun kerabat. Berangkat dari keprihatinan ini, para suster memilih melakukan pelayanan melalui Panti Rukmi. “Melalui karya ini, kami mau menunjukkan kepedulian kepada mereka yang kecil, lemah, miskin, dan tersingkir, khususnya para lansia,” ungkap Sr. Luisa.

Panti Rukmi terbentuk pada 2013. Pada awal perintisan, Panti Rukmi menggunakan bekas gedung rumah sakit. Ketika itu, Panti mulai mengurus tiga orang lansia. Seiring perjalanan karya, hingga 2017 pengelola sudah merawat 32 lansia. Dari jumlah itu, ada yang sudah meninggal akibat usia tua dan juga sakit. Saat ini terdapat 21 orang lansia yang masih menempati kamar-kamar. Mereka berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, baik agama maupun suku.

Pilihan untuk tinggal dan dirawat di panti datang dengan berbagai alasan. Kebanyakan dari penghuni panti adalah mereka yang sudah tua dan tidak mampu mengurus diri sendiri. Ada juga dari mereka yang dirawat karena sakit. Sebagian datang dari latar belakang ekonomi mampu, namun karena kesibukan, anak-anak mereka tidak sempat untuk merawat orang tuanya.

Namun, kebanyakan penghuni berasal dari keluarga dengan ekonomi yang kurang beruntung. Tiap pagi setelah dimandikan, para lansia yang masih kuat menghangatkan badan dengan berjemur di bawah terik sang surya. Sedangkan mereka yang tidak berjemur, akan bersenam ringan bersama dengan panduan seorang suster. Hal ini dilakukan agar kondisi jasmani tubuh mereka tetap kuat dan segar.

Untuk melengkapi kebutuhan rohani para lansia, setiap minggu kedua dalam bulan, selalu ada pendeta yang memimpin ibadat. Seusai ibadat dilanjutkan dengan mengunjungi penghuni panti satu per satu di kamarnya. Bagi lansia yang beragama Katolik, setiap Minggu ada penerimaan Komuni Suci dan Misa di Kapel San Damiano setiap hari Sabtu. “Suasana yang kami ciptakan ini kiranya sungguh membuat mereka bahagia,” ujar Sr. Luisa.

Selain kesehatan dan kebutuhan rohani, para Suster SFD juga memerhatikan kebutuhan sosial mereka dengan menyisipkan agenda rohani dan sharing antarpenghuni  Panti  Rukmi.  Sr.  Luisa  berkata,  dengan  menciptakan  kondisi sosial yang menyenangkan akan sangat membantu para lansia agar tetap memiliki kepercayaan diri yang kuat. Terlepas dari itu, Sr. Luisa berharap, para lansia mendapatkan kehidupan penuh kasih, kedamaian, kegembiraan, harmonis, serta teman pada masa senja.

Kelengkapan kebahagiaan melalui sapaan dan perhatian para lansia selain datang dari keluarga yang berkunjung. Ada juga bentuk perhatian yang datang dari berbagai komunitas yang ada di Pati dan sekitarnya. Mereka datang menyapa dengan cara mengajak para lansia bercerita. “Dalam melayani para lansia secara personal dan menyeluruh diharapkan terjalin hubungan kekeluargaan, bukan lagi hubungan antara pasien dengan perawat. Kami semua dengan penuh dedikasi mendampingi dan melayani lansia dan menghadirkan kerajaan Allah bagi mereka yang tinggal di tempat ini,” ujar Sr. Luisa.

Menanti Izin

Sr. Luisa menuturkan, dalam pelayanan kepada para lansia, para suster berpegang pada spiritualitas dan visi kongregasi. Wisma Lansia senantiasa menjadi tempat dan sarana untuk menghadirkan kasih Tuhan. Ia menyadari, hal ini dapat terwujud jika terus mendampingi dan melayani mereka dengan semangat kasih dan persaudaraan.

Para Suster SFD dalam melayani para lansia berusaha sebisa mungkin menerapkan nilai-nilai kongregasi, seperti semangat fraternitas dan nilai dina. Semangat berarti selalu bergembira dan bersukacita dalam melakukan karya yang diemban. Fraternitas berarti mengutamakan dan meninggikan kaum papa dan semua makhluk yang ada dengan cinta kasih, keramahan, persaudaraan, dan pembawa damai di mana pun mereka ditugaskan. Sedangkan dina berarti dengan semangat pertobatan dan doa yang terus-menerus menumbuhkan sikap sederhana, rendah hati, tulus, rela berkorban, dan tanpa pamrih. (Ansel Deri)

Sumber: www.hidupkatolik.com/Ansel Deri (2017)

 

b.      Pendalaman

1)    Apa yang dikisahkan dalam cerita ini?

2)    Apa saja  latar belakang para lansia, penghuni panti Rukmi?

3)    Keprihatinan apa yang mendorong para suster SFD membangun panti ini?

4)    Semangat apa yang melandasi karya para suster SFD ini?

5)    Apa yang dirasakan para lansia di panti ini?

6)    Apa kesan dan pesan kalian terhadap karya kasih para suster SFD ini?

 

c.       Penjelasan

1)      Sebagian besar penghuni panti Rukmi adalah para orang tua usia lanjut yang tidak mampu mengurus diri sendiri. Ada juga yang dirawat karena sakit. Sebagian datang dari latar belakang ekonomi mampu, namun karena kesibukan, anak-anak mereka tidak sempat untuk merawat orang tuanya. Namun, kebanyakan penghuni berasal dari keluarga dengan ekonomi yang kurang beruntung.

2)      Keprihatinan: kebanyakan orang pada masa tuanya kurang mendapatkan kasih sayang maupun perhatian dari keluarga, saudara, atau pun kerabat.

3)      Para suster memilih melakukan pelayanan bagi para manula melalui Panti Rukmi. Melalui karya ini, para suster mau menunjukkan kepedulian kepada mereka yang kecil, lemah, miskin, dan tersingkir, khususnya para lansia.

 

Langkah kedua:  menggali pesan Kitab Suci

1.    Membaca dan menyimak teks Kitab Suci

Peserta didik membaca dan menyimak Injil Markus 10:35–45.

Bukan Memerintah, Melainkan Melayani

35Lalu  Yakobus  dan  Yohanes,  anak-anak  Zebedeus,  mendekati  Yesus dan berkata kepada-Nya: “Guru, kami harap supaya Engkau kiranya mengabulkan suatu permintaan kami!”

36Jawab-Nya kepada mereka: “Apa yang kamu kehendaki, Aku perbuat bagimu?”

37Lalu kata mereka: Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu.

38Tetapi kata Yesus kepada mereka: “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?”

39Jawab mereka: “Kami dapat.” Yesus berkata kepada mereka “Memang, kamu akan meminum cawan yang harus Kuminum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima.

40Tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak atau memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan”.

41Mendengar itu kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes.

42Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.

43Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu,hendaklah ia menjadi pelayanmu,

44dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.

45Karena anak manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

 

2.    Pendalaman

Peserta didik mendalami teks Kitab Suci dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:

a.       Apa isi pesan Kitab Suci yang telah dibaca?

b.      Sikap apakah yang diajarkan Yesus kepada kita?

c.       Salah satu tugas Gereja adalah melayani. Sebutkan dan jelaskan ciri-ciri pelayanan Gereja itu!

3.    Penjelasan

Guru memberi penjelasan sebagai peneguhan, misalnya sebagai berikut:

a.    Yesus  mengajarkan  kita untuk saling  melayani dengan kerendahan hati. Demikian halnya sebagai pemimpin. Seorang pemimpin dipilih untuk melayani umat atau masyarakat dan bukan sebaliknya untuk dilayani.

b.    Dasar pelayanan dalam Gereja adalah semangat pelayanan Kristus sendiri. Yesus berkata, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena anak manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

c.     Ciri-ciri pelayanan Gereja adalah bersikap sebagai pelayan, setia pada Yesus Kristus, perhatian pada orang miskin dan yang tersingkirkan dalam kehidupan masyarakat serta selalu bersikap rendah hati sebagai murid-murid Yesus.

 

Langkah ketiga: menghayati semangat pelayanan/diakonia dalam hidup sehari-hari

1.    Refleksi

Peserta didik membuat refleksi tentang bagaimana semangat melayani dimilikinya diwujudkan dalam hidup sehari-hari.

2.    Aksi

Peserta didik bersama kelompok membuat rencana aksi   pelayanan di sekitar rumah, di sekolah, di lingkungan gereja dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Allah Bapa yang Mahabaik, kami bersyukur telah mendengar firman-Mu melalui kegiatan belajar ini. Semoga apa yang kami peroleh dalam pelajaran tentang Gereja yang melayani dapat menumbuhkan semangat kami dalam pelayanan Gereja yang kudus. Demi Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Kemuliaan kepada Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus….

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

1.    Para suster memilih melakukan pelayanan bagi para manula melalui Panti Rukmi. Melalui karya ini, para suster mau menunjukkan kepedulian kepada mereka yang kecil, lemah, miskin, dan tersingkir, khususnya para lansia.

2.    Yesus adalah teladan hidup kita umat kristiani. Yesus mengajarkan kita untuk saling melayani dengan kerendahan hati. Demikian halnya sebagai pemimpin. Seorang pemimpin dipilih untuk melayani umat atau masyarakat dan bukan sebaliknya untuk dilayani.

3.    Dasar pelayanan dalam Gereja adalah semangat pelayanan Kristus sendiri. Yesus berkata, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka  di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena anak manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

4.    Ciri-ciri pelayanan Gereja adalah bersikap sebagai pelayan, setia pada Yesus Kristus, perhatian pada orang miskin dan yang tersingkirkan dalam kehidupan masyarakat serta selalu bersikap rendah hati sebagai murid-murid Yesus.

 

CATATAN:

·     Ada beberapa  ciri pelayanan dalam Gereja, yaitu:

1.       Bersikap sebagai pelayan

2.       Kesetiaan kepada Kristus sebagai Tuhan dan Guru

3.       Orientasi pelayanan Gereja terutama ditunjukkan kepada kaum miskin

4.       Kerendahan hati

·     Pelayanan Gereja dapat bersifat ke dalam dan dapat pula bersifat ke luar. Pelayanan ke dalam adalah pelayanan untuk membangun jemaat. Pelayanan ini pada dasarnya dipercayakan kepada hierarki namun awam pun diharapkan berpartisipasi di dalamnya. Sedangkan pelayanan ke luar adalah pelayanan demi kepentingan masyarakat luas.

·     Bentuk–bentuk pelayanan Gereja Katolik Indonesia untuk masyarakat luas secara garis besar terdapat dalam bidang-bidang berikut:

1.       Pelayanan di bidang kebudayaan dan pendidikan

2.       Pelayanan di bidang kesejahteraan.

3.       Pelayanan di bidang politik dan hukum

 

PENDALAMAN

1.     Sebutkan beberapa ciri pelayanan dalam Gereja!

2.     Pelayanan Gereja dapat bersifat ke dalam dan dapat pula bersifat ke luar. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pelayanan ke dalam dan pelayanan ke luar !

3.     Apa saja bentuk-bentuk pelayanan Gereja Katolik Indonesia untuk masyarakat luas!

 

 


 

PELAJARAN 12

GEREJA YANG BERSAKSI (MARTYRIA)

 

Doa Pembuka

Doa (dapat dimulai dengan lagu “Jadilah Saksi Kristus”)

Jadilah Saksi Kristus

Sesudah dirimu diselamatkan, jadilah saksi Kristus Cahaya hatimu jadi terang, jadilah saksi Kristus Tujuan hidupmu jadi nyata, jadilah saksi Kristus Bagi yang ditimpa azab duka, jadilah saksi Kristus Bagi yang dilanda putus asa, jadilah saksi Kristus Bagi yang didera kegagalan, jadilah saksi Kristus Dimana tiada perhatian, jadilah saksi Kristus Dimana tiada kejujuran, jadilah saksi Kristus

Dimana ada sahabat bermusuhan, jadilah saksi Kristus Dalam memaafkan kawan lawan, jadilah saksi Kristus Dalam menggagahkan persatuan, jadilah saksi Kristus Dalam meluaskan kerja sama, jadilah saksi Kristus Dalam membangunkan masyarakat, jadilah saksi Kristus Dalam meningkatkan nasib rakyat, jadilah saksi Kristus

Dalam membagikan seluruh semangat, jadilah saksi Kristus

(Sumber: Madah Bakti Nomor 455)

 

Langkah pertama: menggali pengalaman hidup

1.    Mengamati kisah hidup

Menjadi Saksi Kristus

Suatu hari, saya akan mengikuti rapat Dewan Pleno Paroki Bomomani Papua. Akan tetapi, pagi hari sebelum rapat, John, anak asrama kami, datang dan mengatakan “Romo, Marten ada pergi bawa pisau”.

“Oh ya, kenapa?” tanya saya. “Tidak tahu Romo. Katanya, dia dipukul. Dia ada balas dendam di Moanemani.”

“Oh ya, kapan dia pergi?” tanya saya lagi.

“Belum lama, Romo,” jawabnya singkat dan meyakinkan.

Segera saya pergi ke aula tempat rapat akan berlangsung. Saya meminta ketua dewan paroki awam dan tokoh yang bekerja di pemerintahan untuk menemani saya mencari anak asrama kami di Moanemani. Mereka pun khawatir karena bermasalah dengan pendatang di Moanemani bisa sangat mengerikan akibatnya. Keterbatasan bahasa menyulitkan anak kami untuk menjelaskan kepada aparat penegak hukum nantinya. Ada rumor yang sudah umum, bahwa setiap ada masalah antara pendatang dengan orang asli Papua, pasti yang dipersalahkan oleh aparat adalah orang Papua.

Rapat pun terpaksa ditunda sampai masalah ini selesai. Kami menggunakan dua sepeda motor. Saya ngebut. Beberapa orang di jalan bertanya mengapa saya pergi padahal akan ada rapat. Saya tidak sempat menjawabnya karena tergesa-gesa pergi ke Moanemani. Akan tetapi, baru sepuluh menit berjalan, di tikungan jalan, saya melihat Marten bersama teman-temannya sedang menggotong-gotong kayu bakar. Saya kaget dan seakan tidak percaya pada apa yang saya lihat. Spontan dalam hati, saya merasa jengkel.

“Marten, kau tidak pergi ke Moanemani?” tanya saya segera. “Ah tidak, Romo. Saya cari kayu sama teman-teman.”

Saya bingung antara jengkel sekaligus senang. Jengkel karena sudah tergesa- gesa dan mengorbankan rapat, senang karena masalah itu ternyata tidak terjadi.

Saya kembali ke pastoran dan mencari John.

“John, apakah kamu melihat sendiri Marten membawa pisau?” tanya saya dengan suara agak berat.

“Tidak Romo, saya diberitahu Ableh, (anak asrama yang bernama asli Agus). Ableh tidak berani bicara sama Romo karena takut salah menyampaikan.”

“Lalu yang benar yang mana? Marten tidak pergi ke Moanemani. Dia cari kayu?” kata saya mengoreksi informasi dari John.

“Ah saya tidak tahu, Romo. Tanya Ableh saja.”

Bertanya pada Ableh akan membuat kepala tambah pusing karena dia memiliki keterbatasan dalam bahasa Indonesia. Pernah suatu hari dia datang dan ingin bertanya kepada saya. Setelah saya tanya tentang apa yang dia mau, dia hanya senyum-senyum dan mengulang kata “saya… saya…” Setelah dia bingung, tanpa diduga-duga dia langsung lari meninggalkan saya sendiri.

Singkat cerita, memang benar Marten ingin membalas dendam. Namun, di tengah perjalanan, teman-temannya menasihati untuk tidak pergi ke sana.

Menjadi saksi tidaklah mudah. Ia harus kredibel dan sungguh-sungguh menyaksikan peristiwa yang terjadi. Ia juga harus punya dasar dan bukti atas kesaksiannya. Datanya tepat dan bukan hanya “kata orang” atau hoax. Menjadi saksi pun harus bisa menyampaikan dengan baik kesaksiannya sehingga tidak disalahartikan. Ketika seorang saksi tidak bisa menjelaskan apa yang dilihatnya tentang kapan, siapa, dan bagaimana peristiwa itu terjadi bahkan mengatakan tidak tahu – maka kesaksiannya diragukan. John dan Agus sulit menjadi saksi. John tidak melihat langsung dan Agus sulit menyampaikan kesaksian.

Bagaimana dengan menjadi saksi Kristus? Kita tidak pernah melihat Yesus. Kita tidak melihat Yesus yang memberi makan kepada lima ribu orang. Kalau demikian, kita tidak bisa menjadi saksi Kristus. Akan tetapi dalam pengalaman saya, ketika ada doa penyembuhan yang dibawakan oleh seorang romo di Rumah Retret Samadi, saya melihat sendiri bahwa seorang romo yang stroke bisa berjalan tanpa bantuan tongkat. Ada seorang anak yang kesulitan bernapas sepanjang hari, lalu datang ke pastoran dan didoakan dalam nama Tuhan Yesus, langsung bernapas dengan lancar.  Itulah pengalaman iman dan saya menjadi saksi atas karya Tuhan. Kita bisa menjadi saksi Kristus ketika kita menemukan pengalaman-pengalaman iman dalam kehidupan kita.

Sumber: kerahimanilahi.org (2019)

 

Catatan:

Guru dapat menggunakan cerita lain yang sesuai dengan tema pokok bahasan ini. Misalnya, kesaksian iman Katolik Kobe Bryant, seorang pemain basket terkenal dunia  (Sumber: ikatolik.com).

 

2.    Pendalaman

a.       Apa yang dikisahkan dalam cerita itu?

b.      Apa syarat menjadi seorang saksi?

c.       Bagaimana menjadi saksi Kristus menurut cerita itu?

d.      Apa saja pengalaman kalian menjadi saksi dalam hidup sebagai orang Katolik atau pengikut Yesus?

3.    Penjelasan

·     Menjadi  saksi  tidaklah  mudah.  Ia  harus  kredibel  dan  sungguh-sungguh menyaksikan peristiwa yang terjadi. Ia juga harus punya dasar dan bukti atas kesaksiannya. Datanya tepat dan bukan hanya “kata orang” atau hoax.

·     Kita tidak pernah melihat langsung Yesus dan tidak melihat langsung karya Yesus sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Suci namun dalam pengalaman ketika ada doa penyembuhan yang dibawakan oleh seorang romo seperti dalam kisah tadi dimana ia melihat sendiri seorang romo yang stroke bisa berjalan tanpa bantuan tongkat. Ada seorang anak yang kesulitan bernapas sepanjang hari, lalu datang ke pastoran dan didoakan dalam nama Tuhan Yesus, langsung bernapas dengan lancar. Itulah pengalaman iman sang pencerita yang menjadi saksi atas karya Tuhan. Kita bisa menjadi saksi Kristus ketika kita menemukan pengalaman-pengalaman iman dalam kehidupan kita.

·     Kita  sendiri  juga  mempunyai  pengalaman  masing-masing  menjadi  saksi Kristus  dalam  hidup  sehari-hari  dalam  bentuk  kata-kata  dan  perbuatan yang mencerminkan diri kita sebagai pengikut Yesus. Apakah kita berani menunjukkan identitas kita sebagai orang Katolik, misalnya dengan membuat tanda salib ketika memulai dan mengakhiri suatu kegiatan. Itu sekadar salah contoh sederhana yang menjadi ciri orang Katolik

 

Langkah kedua:  mendalami pesan Kitab Suci

1.    Membaca dan menyimak teks Kitab Suci

Peserta didik membaca dan menyimak Kis. 7:51–60, 8:1a.

51Hai orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu.

52Siapakah dari nabi-nabi yang tidak dianiaya oleh nenek moyangmu? Bahkan mereka membunuh orang-orang yang lebih dahulu memberitakan tentang kedatangan orang benar, yang sekarang telah kamu khianati dan kamu bunuh.

53Kamu telah menerima hukum Taurat yang disampaikan oleh malaikat- malaikat, akan tetapi kamu tidak menurutinya."

54Ketika anggota-anggota Mahkamah Agama itu mendengar semuanya itu, sangat tertusuk hati mereka. Maka mereka menyambutnya dengan gertakan gigi.

55Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah.

56Lalu katanya: "Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah."

57Maka berteriak-teriaklah mereka dan sambil menutup telinga serentak menyerbu dia.

58Mereka menyeret dia ke luar kota, lalu melemparinya. Dan saksi-saksi meletakkan jubah mereka di depan kaki seorang muda yang bernama Saulus.

59Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku."

60Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" Dan dengan perkataan itu meninggallah ia.

(8)1a – Saulus juga setuju, bahwa Stefanus mati dibunuh

 

2.    Pendalaman

a.    Siapakah Stefanus?

b.    Apa yang Stefanus katakan yang membuat para pemimpin agama sangat marah?

c.     Ketika orang-orang menyeret Stefanus ke luar kota, apa yang mereka lakukan kepadanya?

d.    Sebelum meninggal, Stefanus berdoa meminta apa kepada Allah?

e.    Seperti Stefanus, apa yang harus kalian lakukan sewaktu seseorang berbuat jahat kepada kalian?

f.      Apa makna menjadi saksi Yesus?

 

3.    Penjelasan

§  Menjadi  saksi  Kristus  akan  menuai  banyak  risiko  seperti  yang  dialami Stefanus, martir pertama, dan para martir atau saksi Kristus lainnya di sepanjang segala  abad.

§  Menjadi saksi Kristus  berarti  menyampaikan  atau  menunjukkan  apa yang dialami dan diketahuinya tentang Yesus Kristus kepada orang lain. Penyampaian penghayatan dan pengalaman akan Yesus itu dapat dilaksanakan melalui kata-kata, sikap, dan perbuatan nyata.

§  Menjadi saksi Kristus ternyata dapat menuai banyak risiko. Yesus telah berkata: “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah (Yoh. 16:2). Yesus sendiri telah menjadi martir. Ia menderita dan wafat di salib demi kerajaan Allah.

·     Dalam   sejarah,   kita   juga   tahu   bahwa   banyak   orang   telah   bersedia menumpahkan darahnya demi imannya akan Kristus dan ajaran-Nya. Mereka mati demi imannya kepada Kristus. Banyak yang bersedia mati daripada harus  mengkhianati  imannya  akan  Kristus.  Ada  pula  martir  yang  mati karena memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi orang-orang yang tertindas.

 

Langkah ketiga: menghayati kesaksian (martyria) dalam hidup sehari-hari

1.    Refleksi

Peserta didik menuliskan sebuah refleksi   tentang menjadi saksi Yesus dalam hidup saya sehari-hari.

2.    Aksi

Peserta didik menuliskan rencana aksi untuk mewujudkan tugas Gereja sebagai saksi Yesus dengan bersikap jujur, adil, bergaul dengan siapa saja tanpa sikap diskriminatif.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Tuhan Yesus Kristus, kami berterima kasih atas sabda-Mu yang menyelamatkan. Ajaran-Mu kepada kami untuk setia pada iman kami membuat kami berani dan mampu menjadi saksi yang nyata bagi sesama. Bersama-Mu kami menjadi saksi Kristus, saksi yang membawa persaudaraan, cinta, kegembiraan, kedamaian, dan saksi yang setia melakukan kebaikan bagi sesama dan Gereja-Mu. Buatlah kami untuk tidak takut pada tantangan yang menggoda iman kami, jadikanlah kami saksi dan martir yang hidup menyebarkan ajaran pewartaan-Mu. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

 

Rangkuman

1.    Kita mempunyai pengalaman masing-masing menjadi saksi Kristus dalam hidup sehari-hari dalam bentuk kata-kata dan perbuatan yang mencerminkan diri kita sebagai pengikut Yesus. Apakah kita berani menunjukkan identitas kita sebagai orang Katolik, misalnya dengan membuat tanda salib ketika memulai dan mengakhiri suatu kegiatan. Itu sekadar salah contoh sederhana yang menjadi ciri orang Katolik.

2.    Menjadi  saksi  Kristus  akan  menuai  banyak  risiko  seperti  yang  dialami Stefanus, martir pertama, dan para martir atau saksi Kristus lainnya di sepanjang segala abad.

3.    Menjadi  saksi  Kristus  berarti  menyampaikan  atau  menunjukkan  apa yang dialami dan diketahuinya tentang Yesus Kristus kepada orang lain. Penyampaian  penghayatan  dan  pengalaman  akan Yesus  itu  dapat  dilak- sanakan melalui kata-kata, sikap, dan perbuatan nyata.

4.    Menjadi saksi Kristus ternyata dapat menuai banyak risiko. Yesus telah berkata: “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah (Yoh. 16:2). Yesus sendiri telah menjadi martir. Ia menderita dan wafat di salib demi kerajaan Allah.

5.    Dalam   sejarah,   kita   juga   tahu   bahwa   banyak   orang   telah   bersedia menumpahkan darahnya demi imannya akan Kristus dan ajaran-Nya. Mereka mati demi imannya kepada Kristus. Banyak yang bersedia mati daripada harus mengkhianati imannya akan Kristus. Ada pula martir yang mati karena memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi banyak orang.

 

CATATAN:

·     Kata “saksi” sering diartikan sebagai “orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa atau kejadian”. Orang tersebut diminta hadir apabila diperlukan untuk memberikan keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi. “Saksi” menunjuk pada personal atau pribadi yang “mengetahui” atau “mengalami” dan “mampu memberikan keterangan yang benar”.

·     Menjadi saksi Kristus berarti menyampaikan atau menunjukkan apa yang dialami dan diketahui tentang Kristus kepada orang lain. Penyampaian, penghayatan atau pengalaman itu dapat dilaksanakan melalui kata-kata, sikap, dan tindakan nyata.

·     Umat Kristiani dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di tengah-tengah dunia dengan perkataan dan perbuatan di manapun mereka berada. Hal ini sesuai dengan pesan Kristus sebelum Dia naik ke surga : “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”. Pesan tersebut terdapat pada Kis 1, 8.

·     Bagi kita sekarang ini, menjadi saksi Kristus mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria sampai ke ujung bumi berarti menjadi saksi Kristus mulai dari rumah/keluarga, sanak saudara, tetangga, lingkungan, sekolah sampai ke ujung dimana hidup kita nanti berakhir.

·     Menjadi saksi Kristus harus siap menjadi martir. Ada dua macam martir yang dikenal, yaitu:

1.       Martir putih adalah mereka yang memberi kesaksian dengan hidup yang baik dan berdaya pikat, hidup alternatif yang memberi inspirasi kepada dunia. Mereka rela berbuat apa saja termasuk menghadapi tantangan demi memberi kesaksian tentang Tuhan.

2.       Martir merah yaitu mereka yang memberi kesaksian tentang Tuhan dengan menumpahjkan darahnya seperti Yesus sendiri yang rela menumpahkan darahNya untuk memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah.

 

 

PENDALAMAN

1.     Bagaimanakah kata saksi sering diartikan?

2.     Apa yang dimaksud dengan “menjadi saksi Kristus”?

3.     Umat Kristiani dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di tengah-tengah dunia dengan perkataan dan perbuatan di manapun mereka berada. Hal ini sesuai dengan pesan Kristus sebelum Dia naik ke Surga : “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”. Di manakah dalam Kitab Suci terdapat pesan tersebut? Apa maknanya bagi kita sekarang ini?

4.     Menjadi saksi Kristus harus siap menjadi martir. Jelaskan 2 macam martir!

PELAJARAN 13

GEREJA YANG MEMBANGUN PERSEKUTUAN (KOINONIA)

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Allah Bapa yang Mahakuasa, Roh Kudus telah menyatukan kami untuk berbakti, bersatu, berkomunitas untuk menimba semangat cinta kesatuan dan persaudaraan. Melalui pertemuan ini, sanggupkanlah kami untuk termotivasi menghayati semangat Putera-Mu, semangat persekutuan yang menguduskan sebagaimana tubuh Kristus menguduskan kami dan Gereja-Nya. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pengalaman hidup persekutuan

1.    Mengamati realita kehidupan

Aksi Solidaritas Umat Katolik Menolong Sesamanya Membangun Rumah Warga

Persekutuan umat Katolik yang terhimpun dalam Komunitas Basis Gerejawi (KBG) St. Kristoforus, Paroki St. Paulus, Depok, Keuskupan Bogor bergotong royong membangun rumah salah satu warganya dengan penuh semangat persaudaraan.

Kisah ini terjadi pada tahun 1998 dimana  ada seorang warga di KBG St. Kristoforus yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari sebuah kedutaan asing di Jakarta. Sebagian dari uang PHK –nya digunakan untuk membeli tanah kosong   di daerah Susukan, Bojonggede, Kabupten Bogor. Ternyata setelah membeli lahan kosong itu,  ia mengalami kekurangan dana untuk membangun rumah tempat tinggal bersama keluarganya. Lokasi tanah yang dibeli kala itu cukup jauh dari jalan raya, dan untuk mecapai lokasi tersebut, harus melalui jalan setapak melewati semak  belukar perkebunan penduduk setempat.

Meski di tengah kebun yang  cukup jauh dari perkampungan, warga Katolik ini membangun rumah sementara atau tepatnya pondok untuk tempat mereka bernaung. Bahan baku rumah dibuat dari bambu dan dipasang dibawah sebuah pohon besar. Sebagai dinding rumah, ia membuatnya dari seng. Selama hampir setahun keluarga dengan empat orang anak saat itu berdiam di dalam rumah sederhananya dengan penerangan petromax atau lampu gas di malam hari. Sebelumnya mereka tinggal di rumah kontrakan di Jakarta Selatan. “Dari pada membayar kontrakan, lebih baik tinggal di rumah sendiri, meski sederhana di tengah kebun yang sepih”, kata bapak ini.

Beberapa bulan kemudian, keluarga ini melaporkan keberadaannya pada pengurus  komunitas umat Katolik yang ada di sekitar tempat tinggalnya, yang kemudian hari diberi nama Wilayah St. Kristoforus, Paroki St. Paulus Depok. Pengurus KBG berkunjung ke tempat kediaman keluarga itu dan merasa tersentuh hatinya melihat kondisi rumah yang sangat sederhna itu.

Pengurus KBG pun berdiskusi dan memutuskan agar umat bergotongroyong membangun rumah warganya tersebut. Pastor Paroki St. Paulus Depok pun mendukung gerakan solidaritas umat untuk membangun rumah yang layak huni bagi keluarga itu.

Sumbangan umat pun berdatangan, ada yang menyumbang semen, ada yang menyumbang pasir, ada yang menyumbang batu kali, tripleks, ubin, batang bambu, balok, usuk, dan lain-lain. Setelah terkumpul, dicarikan tukang di kalangan umat sendiri dan mulailah dibangun rumah itu. Dalam waktu sebulan rumah itu telah berdiri meski belum sepenuhnya utuh. Prinsipnya rumah itu layak untuk dihuni, sehingga terhindar dari panas matahari dan guyuran air di musim hujan.

Selain keluarga ini, ada juga keluarga Katolik di lingkungan atau KBG yang nasibnya serupa. Umat di lingkungan atau wilayah pun melakukan hal yang sama yaitu bersatu, bergotong royong membangun rumah warga seiman yang sangat membutuhkan uluran tangan sesamanya itu.

Solidaritas Umat Katolik di masa Pandemi  Covid -19

Selama masa pandemi Covid-19 ini, gerakan solidaritas  umat di wilayah rohani ini terus berkobar membantu yang terpapar covid dengan suplemen dan obat- obatan, maupun memberikan paket sembako bagi keluarga-keluarga yang terdampak pada pekerjaannya. Paroki pun turut mensupport bansos selama masa covid ini untuk keterpenuhan kebutuhan dasar umat yang terkena dampak secara ekonomi keluarga.  (Daniel Boli Kotan).

 

2.    Pendalaman

Peserta didik berdiskusi dalam kelompok kecil untuk mendalami artikel berita dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

a.       Apa isi artikel berita di atas?

b.      Mengapa umat Katolik mau membangun rumah salah satu warganya?

c.       Apa yang kalian ketahui dan pahami tentang Komunitas Basis Gerejawi?

d.      Apa nama kelompok basis umat Katolik di parokimu? Apa saja kegiatan dalam kelompok umatmu itu?

3.    Penjelasan

Setelah mendengar laporan hasil diskusi kelompok, guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan.

a.    Umat dari KBG atau wilayah St. Kristoforus, Paroki St. Paulus Depok sebagai sebuah komunitas umat beriman kristiani merasa terpanggil untuk membantu sesamanya yang sangat membutuhkan pertolongan. Semangat persaudaraan dan solidaritas diwujudkan dengan cara berbagi apa yang mereka miliki dan tenaga untuk bersama-sama bekerja gotong royong membangun rumah salah satu warganya.

b.    Semangat persaudaraan, solidaritas dan gotongroyong   dalam komunitas umat beriman kristiani tetap hidup dan berkobar hingga saat ini ketika negeri kita dan dunia mengalami bencana pandemi covid-19. Umat saling bahu membahu memerhatikan anggota umat yang terdampak langsung Covid-19.

c.     Pengertian KBG. Menurut Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun  2000  adalah  cara  hidup  berdasarkan  iman,  jumlah  anggotanya tidak terlalu banyak, komunikasi terbuka antar-anggota dalam semangat persaudaraan, membangun solidaritas dengan sesama, khususnya dengan saudara yang miskin dan tertindas. Inspirasi dasar pemahaman demikian adalah teladan hidup jemaat perdana sehingga komunitas basis merupakan Gereja mini yang hidup dinamis dalam pergumulan iman. Dengan cara seperti ini, diyakini bahwa kehadiran Gereja bisa lebih mengakar, lebih kontekstual dan mampu menjalankan perannya untuk menjadi terang dan menggarami dunia seturut irama zaman.

d.    SAGKI 2000 mengakui bahwa sebagai bagian integral dari bangsa, umat Katolik Indonesia sepenuhnya ikut menghadapi permasalahan dan tantangan- tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia, seperti reformasi, situasi penuh ketakutan dan penderitaan. Peserta sidang berkeyakinan bahwa KBG merupakan jawaban yang tepat untuk pertanyaaan: “Bagaimana kita umat Katolik sebagai warga masyarakat melibatkan diri dalam pergumulan bangsa ini mewujudkan Indonesia baru yang lebih adil, lebih manusiawi, lebih damai dan memiliki keputusan hukum?”

 

Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci tentang persekutuan (koinonia)

1.    Membaca dan menyimak teks Kitab Suci

Peserta didik membaca dan menyimak Kisah Para Rasul 4:32–37.

32Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.

33Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.

34Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa

35dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.

36Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang  Lewi dari Siprus.

37Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul

 

2.    Pendalaman

Setelah menyimak teks Kitab Suci, peserta didik mendalami dengan pertanyaan- pertanyaan berikut:

a.    Apa yang dikisahkan pada cerita Kitab Suci tadi?

b.    Apa arti persekutuan menurut Kitab Suci?

c.     Apa ciri-ciri persekutuan umat?

d.    Apa fungsi persekutuan umat?

 

3.    Penjelasan

Setelah berdiskusi guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan.

a.    Gambaran tentang persekutuan umat atau komunitas basis model jemaat perdana (Kis. 4:32–37) dapat menjadi model atau cermin bagi kita untuk membangun persekutuan umat atau Komunitas Basis, atau lingkungan rohani atau apapun istilahnya sesuai kebiasaan Gereja setempat atau Gereja lokal.

b.    Model  komunitas  umat  perdana  itu  tidak  dimaksudkan  hanya  untuk kelompok kecil umat saja, tetapi sesungguhnya model hidup (gaya hidup) jemaat perdana itu juga merupakan patron dan acuan untuk  model atau cara hidup Gereja (umat beriman) sepanjang waktu, partikular maupun universal. Artinya bahwa cara hidup jemat perdana itu juga tetap merupakan cita-cita yang terus-menerus diupayakan, diperjuangkan dan diwujudkan oleh umat beriman sepanjang waktu.

c.     Ciri-ciri utama cara hidup jemaat perdana itu tampak sangat menonjol dalam lima hal, yaitu adanya:

1)      persaudaraan/persekutuan;

2)      mendengarkan sabda/pengajaran;

3)      pelayanan terhadap sesama/solidaritas;

4)      perayaan iman/pemecahan roti/doa;

5)      memberi kesaksian iman (tentang Tuhan) melalui cara hidup mereka.

d.    Karena cara hidup mereka itu, mereka disukai semua orang, jumlah mereka makin lama makin bertambah dan mereka sangat dihormati orang banyak.

 

Langkah ketiga: menghayati persektuan (koinonia)

1.    Refleksi

Peseta didik menuliskan refleksi tentang semangat membangun persekutuan umat (koinonia) dalam hidupnya sebagai anggota Gereja.

2.    Aksi

Peserta didik menulis rencana aksi untuk mengambil bagian dalam persekutuan umat di sekolah, lingkungan rohani, komunitas umat basis atau dan lain-lain.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin. Allah Bapa di surga, bersama Gereja-Mu yang kudus, kami bersyukur dan berterima kasih,

telah menyelesaikan pembelajaran ini, kami memperoleh pengetahuan dan tumbuhnya iman. Tuhan, semoga kami sanggup dan mampu membangun, berpartisipasi dalam komunitas Gereja-Mu, menciptakan kerukunan, kedamaian, kemajuan, saling mengasihi dalam persaudaraan atau persekutuan; mendengarkan sabda pengajaran, pelayanan terhadap sesama atau solidaritas serta perayaan iman atau pemecahan roti/doa; sanggupkan kami untuk memberi diri kami dalam kesaksian iman melalui cara hidup kami. Karena Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin. Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

1.    Perjuangan KBG di tengah masayarakat antara lain mewujudkan nilai toleransi kehidupan beragama   dan dapat terus diwariskan kepada anak cucu   serta mendapat jaminan dari pemerintah.

2.    Pengertian KBG. Menurut Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun  2000  adalah  cara  hidup  berdasarkan  iman,  jumlah  anggotanya  tidak terlalu banyak, komunikasi terbuka antaranggota dalam semangat persaudaraan, membangun solidaritas dengan sesama, khususnya dengan saudara yang miskin dan tertindas. Inspirasi dasar pemahaman demikian adalah teladan hidup jemaat perdana sehingga komunitas basis merupakan Gereja mini yang hidup dinamis dalam pergumulan iman.

3.    Gereja purba atau Gereja perdana telah menunjukkan satu sikap komuniter yang sangat menyolok. Menurut Kisah Para Rasul, komunitas perdana di Yerusalem hidup “sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.”(Kis. 4:32) Jadi, sejak awal mulanya, Gereja lebih menyerupai sebuah komunitas yang rukun dan saling mengasihi, daripada sebuah perkumpulan orang yang beraskese secara individualistis.

4.    Ciri-ciri utama cara hidup jemaat perdana itu nampak sangat menonjol dalam lima hal yaitu adanya: persaudaraan/persekutuan; mendengarkan sabda/ pengajaran; pelayanan terhadap sesama/solidaritas; perayaan iman/pemecahan roti/doa; memberi kesaksian iman (tentang Tuhan) melalui cara hidup mereka.