PELAJARAN 1
GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH
Doa Pembuka
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Ya
Bapa sumber keselamatan hidup kami, puji dan syukur kami haturkan kepada-Mu
karena Engkau telah menyatukan kami dari berbagai tempat, suku, bangsa, dan
bahasa menjadi umat kudus-Mu, yaitu Gereja. Melalui pertemuan ini, kami ingin
memahami lebih mendalam tentang Gereja sebagai umat Allah dan kemudian
menghayatinya dalam kehidupan keseharian kami. Mampukanlah kami membuka hati,
budi dan pikiran kami dalam pertemuan ini agar selanjutnya dapat hidup sebagai
anggota Gereja-Mu. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali pemahaman tentang Gereja sebagai umat
Allah
1.
Permainan
a.
Peserta didik berbagi pengalaman hidup
sebagai umat Allah dengan sebuah sebuah permainan. (Guru dapat menggunakan
permainan lain yang sesuai dengan tema pembelajaran ini).
b.
Guru membagi dua atau tiga kelompok
peserta didik dan telah mempersiapkan dua atau tiga gambar gedung gereja
(sebaiknya dalam kertas karton yang tidak mudah robek) yang telah digunting
menjadi beberapa potongan sesuai dengan jumlah kelompok. Kemudian guru
membagikan potongan gambar gereja secara acak bisa juga guru mengambil satu dua
potongan gambar tersebut. Peserta diminta untuk menuliskan nama dan
cita-citanya di balik potongan gambar gereja. Kemudian peserta diminta untuk
menyatukan potongan membentuk sebuah gambar. Kelompok yang satu dengan yang
lain berusaha agar lebih dahulu selesai menyatukan gambar tersebut.
c.
Setelah selesai permainan, guru
memberikan beberapa catatan, antara
lain:
1)
Gedung gereja terdiri dari: atap,
pintu, tiang, ubin, jendela, dinding, salib, menara, dan seterusnya. sesuai
potongan-potongan gambar gereja dalam permainan tersebut.
2)
Kita semua adalah anggota Gereja atau
anggota umat Allah yang terdiri dari berbagai macam profesi: guru, pelajar,
dokter, pengusaha, jaksa, pengacara, petani, pilot, artis, pegawai swasta, ASN,
dan seterusnya.
2.
Mengungkapkan pemahaman pribadi
tentang makna Gereja
Peserta
didik diajak untuk mengungkapkan pengalaman dan pemahaman pribadi sebagai orang
Katolik tentang makna Gereja yang ia ketahui.
a)
Gereja menurut kalian adalah?
b)
Gereja menurut pandangan orang luar
(non kristiani) adalah?
3.
Penjelasan
· Gereja adalah gedung. Gereja adalah
rumah Allah, tempat beribadat, misa, atau merayakan Ekaristi bagi umat Katolik
atau umat kristiani pada umumnya.
· Gereja adalah ibadat. Gereja adalah
lembaga rohani yang menyalurkan kebutuhan manusia dalam relasinya dengan Allah
lewat ibadat-ibadat. Atau, Gereja adalah lembaga yang mengatur dan
menyelenggarakan ibadat-ibadat. Gereja adalah persekutuan umat yang beribadat.
· Gereja adalah ajaran. Gereja adalah
lembaga untuk mempertahankan dan mempropagandakan seperangkat ajaran yang
biasanya dirangkum dalam sebuah buku yang disebut Katekismus. Untuk bisa
menjadi anggota Gereja, si calon harus mengetahui sejumlah ajaran/doktrin/
dogma. Menjadi anggota Gereja berarti menerima sejumlah “kebenaran”.
· Gereja adalah organisasi/lembaga sejagat/internasional. Gereja
adalah organisasi dengan pemimpin tertinggi di Roma dengan
cabang-cabangnya sampai ke pelosok-pelosok seantero jagat. Garis komando dan
koordinasinya diatur dengan rapi
dan teliti. Ada pimpinan
dari yang tertinggi
sampai terendah: paus, uskup-uskup, pastor-pastor, biarawan, dan umat.
· Gereja adalah umat pilihan. Gereja
adalah kumpulan orang yang dipilih dan dikhususkan Allah untuk diselamatkan.
· Gereja adalah badan sosial. Gereja
adalah lembaga yang menyelenggarakan sekolah-sekolah, rumah sakit-rumah sakit
dan macam-macam usaha untuk menolong orang miskin.
· Kata “Gereja”, berasal dari bahasa
Portugis, igreja yang diambil dari kata bahasa Yunani ekklesia, berarti
‘kumpulan’, ‘pertemuan’, ‘rapat’.
Gambaran-gambaran
Gereja yang diungkapkan di atas mungkin ada benarnya, tetapi belum
mengungkapkan hakekat Gereja yang sebenarnya. Untuk itu marilah menyimak kisah
berikut ini untuk semakin mengetahui makna hakikat Gereja yang sebenarnya.
Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja
tentang makna Gereja sebagai umat Allah
Membaca
dan menyimak pesan Kitab Suci
Kisah
Para Rasul 2:41–47.
41Orang-orang yang menerima perkataannya
itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira
tiga ribu jiwa.
42Mereka bertekun dalam pengajaran
rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan
roti dan berdoa.
43Maka ketakutanlah mereka semua, sedang
rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda.
44Dan semua orang yang telah menjadi percaya
tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama,
45dan selalu ada dari mereka yang
menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai
dengan keperluan masing-masing.
46Dengan bertekun dan dengan sehati
mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam bait Allah. Mereka memecahkan roti di
rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama- sama dengan gembira dan
dengan tulus hati,
47sambil memuji Allah. Dan mereka
disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan
orang yang diselamatkan.
Catatan:
untuk pengayaan, bisa dibaca juga 1Korintus 12:7–18
Pendalaman
Peserta
didik mendalami bacaan teks Kitab Suci dalam kelompok kecil, atau sesuai
kondisi kelasnya, dengan beberapa pertanyaan diskusi berikut ini.
a.
Apa pesan keseluruhan teks Kisah Para
Rasul 2:41–47?
b.
Apa makna Gereja menurut teks Kitab
Suci tersebut? Sebutkan ayat-ayat terkait!
c.
Apa ciri-ciri Gereja sebagai umat
Allah dalam perikop Kitab Suci tersebut?
d.
Apa saja konsekuensinya bagi kita sebagai
anggota Gereja, umat Allah?
Melaporkan
hasil diskusi
Setiap
kelompok diskusi melaporkan hasil diskusinya, dan peserta didik yang lain
memberikan tanggapan atau pertanyaan-pertanyaan unttuk pendalaman lebih lanjut.
Penjelasan/peneguhan
Setelah proses diskusi,
guru memberikan penjelasan
untuk peneguhan hasil diskusi, misalnya:
·
Hidup mengumat pada dasarnya merupakan
hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan cinta
kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup umat perdana (lih. Kis. 2: 41–47).
·
Dalam hidup mengumat banyak karisma
dan rupa-rupa karunia dapat dilihat, diterima, dan digunakan untuk kekayaan
seluruh Gereja. Hidup Gereja yang terlalu menampilkan segi organisatoris dan
struktural dapat mematikan banyak kharisma dan karunia yang muncul dari bawah
(1Kor. 12:7–10).
·
Dalam hidup mengumat, semua orang yang
merasa menghayati martabat yang sama akan bertanggung jawab secara aktif dalam
fungsinya masing- masing untuk membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada
dunia (Ef. 4:11–13; 1Kor. 12:12–18;26–27).
·
Gereja menjadi nyata ketika karunia
Roh Kudus memenuhi hati para rasul dan membakar semangat mereka untuk pergi ke
luar dan memulai perjalanan mereka untuk mewartakan Injil, menyebarkan kasih
Allah.
·
Ciri-ciri Gereja sebagai umat Allah
yang tampak dalam cerita tersebut adalah kesatuan dalam persaudaraan sejati.
2.
Mendalami ajaran Gereja tentang Gereja
sebagai umat Allah
Membaca/menyimak
ajaran Gereja
Gereja sebagai Umat Allah
Gereja,
umat Allah bukan semata-mata merupakan hal fisik melainkan rohani. Gereja
adalah umat Allah berarti terpilih dari Allah. Sebutan umat Allah menekankan
pada dua hal penting, yaitu 1) Gereja bukanlah pertama-tama organisasi
manusiawi, melainkan perwujudan karya Allah yang konkret. Tekanan pada pilihan dan
kasih Allah; 2) Gereja bukan hanya kaum awam atau hierarki saja, melainkan
keseluruhannya sebagai umat Allah.
Gereja,
umat Allah berkembang dan semakin meluas karena pemberitaan Injil oleh para
murid dan orang-orang yang selalu mengamini, yang mendapat pengalaman Paskah,
percaya dan bertobat, dan terus dijiwai dan dibimbing oleh Roh Kudus.
Pengalaman inilah yang akhirnya menciptakan persekutuan yang terus-menerus
dibangun tanpa henti hingga di pelosok-pelosok negeri. Pemberitaan Injil
tentang Yesus yang bangkit dan mulia sebagai satu-satunya penyelamat dunia.
Tanpa pemberitaan Injil, orang tidak dapat percaya dengan tepat, tidak dapat
secara sadar dan manusiawi bertobat kepada Allah yang menyelamatkan melalui
Yesus Kristus, tidak secara sadar dan manusiawi menyambut keselamatan menurut
kebenaran. Maka, Gereja pada pokoknya tidak lain adalah persekutuan semua orang
yang dari dalam hatinya tersentuh oleh Allah (bdk. Kis. 2:37; 16:14) menanggapi
pemberitaan Injil dengan percaya dan tobat. Maka, Gereja ada bukan karena
kehendak manusia, melainkan karena rencana Allah. Umat Allah adalah persekutuan
orang yang “dipanggil” Allah.
Ciri
Gereja sebagai umat Allah terlihat dalam panggilan dan inisiatif Allah,
persekutuan, hubungan mesra antara manusia dan Allah, serta karya keselamatan
dan peziarahannya. Gereja sebagai umat Allah menunjuk pada umat Allah yang
telah berlangsung sejak lama dan menjadi sempurna oleh karena Kristus, menuju
kesatuan paripurna sebagai umat yang baru.
Dasar
dan konsekuensi yang terus dikembangkan sebagai Gereja umat Allah. Hidup
menjemaat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat
Gereja adalah persaudaraan, cinta kasih, seperti dicerminkan dalam hidup jemaat
perdana. Dalam hidup menjemaat, ada banyak karisma dan rupa-rupa karunia yang
dapat dilihat, diterima, dan digunakan untuk kekayaan bagi seluruh anggota
Gereja. Begitu pula dalam hidup menjemaat, semua orang mempunyai martabat dan
tanggung jawab sama dan secara aktif terlibat sesuai fungsinya masing-masing.
Sebagai umat Allah, tidak lagi dibedakan antara mereka yang tertahbis dan
non-tertahbis, biarawan atau non-biarawan, dan umat, melainkan semua orang yang
telah dipilih Tuhan menjadi umat-Nya. Kesatuan tidak lagi didasarkan pada
struktural-organisatoris, tetapi pada Roh Allah sendiri yang telah menjadikan
umat-Nya sebagai bangsa atau umat pilihan. Artinya, baik hierarki maupun awam
memiliki hakikat yang sama, yaitu sebagai umat Allah dengan fungsi atau peranan
yang berbeda. Dengan kata lain, yang membedakan hierarki dan awam adalah
fungsinya dan bukan hakikatnya (lihat LG artikel 4, 7, 9).
Pendalaman
1)
Apa makna Gereja sebagai umat Allah?
2)
Apa ciri-ciri Gereja sebagai umat
Allah?
3)
Apa dasar dan konsekuensi Gereja
sebagai umat Allah?
Penjelasan
a)
Gereja sebagai umat Allah merupakan
suatu pilihan dan panggilan dari Allah sendiri. Umat Allah adalah bangsa
terpilih, bangsa terpanggil.
b)
Umat
Allah dipanggil dan
dipilih Allah untuk
misi tertentu, yaitu menyelamatkan dunia.
c)
Hubungan antara Allah dan umat-Nya
dimeteraikan oleh suatu perjanjian. Umat harus menaati perintah-perintah Allah
dan Allah akan selalu menepati janji-janji-Nya.
d)
Umat Allah selalu dalam perjalanan,
melewati padang pasir, menuju Tanah Terjanji. Artinya kita sebagai Gereja, umat
Allah sedang berziarah di dunia menuju rumah Bapa di surga.
e)
Ciri Gereja sebagai umat Allah
terlihat dalam dari panggilan dan inisiatif Allah, persekutuan, hubungan mesra
antara manusia dengan Allah, karya keselamatan
dan peziarahannya. Gereja
sebagai umat Allah menunjuk kepada umat Allah yang telah
berlangsung sejak lama dan menjadi sempurna oleh karena Kristus, menuju
kesatuan paripurna sebagai umat yang baru.
f)
Dasar dan konsekuensi Gereja sebagai
umat Allah.
a.
Hakikat Gereja sendiri adalah
persaudaraan cinta kasih, sebagaimana jelas tampak dalam praktik hidup Gereja
perdana (bdk. Kis. 2:41–47; 4:32–37)
b.
Adanya aneka macam karisma dan karunia
yang tumbuh di kalangan umat yang semestinya dipelihara dan dikembangkan untuk
pelayanan dalam jemaat (bdk. 1Kor. 12:7–10)
c.
Seluruh anggota
Gereja memiliki martabat
yang sama sebagai
satu anggota umat Allah meskipun di antara mereka terdapat fungsi yang
berbeda-beda (bdk. 1Kor. 12:12–18)
Langkah ketiga: menghayati makna Gereja sebagai umat Allah
1.
Refleksi
Bacalah
cerita berikut ini!
Penglihatan
Seorang Rahib
Ada
seorang rahib tua yang saleh. Selama bertahun-tahun, ia berdoa agar dapat
mengalami suatu penglihatan dari Tuhan demi menguatkan imannya. Namun ia tidak
pernah mengalami penglihatan itu. Hampir saja ia putus asa, ketika pada suatu
hari terjadi penglihatan. Rahib itu gembira sekali. Tetapi apa yang terjadi
kemudian? Pada saat ia mengalami penglihatan itu, lonceng biara berdentang.
Bunyi lonceng itu menandakan saat para rahib memberi makan orang-orang miskin
yang setiap hari berkumpul di depan pintu biara.
Dan
sekarang adalah gilirannya untuk memberi makan kepada mereka. Apabila ia tidak
membawa makanan, maka mereka akan pergi dengan diam-diam, karena berpikir bahwa
hari itu biara tidak mempunyai makanan untuk mereka.
Rahib
tua itu harus membuat pilihan, antara pekerjaan yang hilang atau penglihatan.
Akan tetapi, sebelum lonceng biara berhenti berdentang, si rahib sudah membuat
keputusan. Dengan berat hati, ia meninggalkan penglihatan dan pergi memberikan
makanan kepada orang-orang miskin. Sekitar satu jam kemudian, si rahib tua itu
kembali ke kamarnya. Ketika ia membuka pintu, ia hampir tidak percaya akan apa
yang dilihatnya. Di dalam kamarnya itu, ia mendapat suatu penglihatan: ada
seseorang di dalam kamarnya. Ketika ia hendak berlutut untuk mengucap syukur,
ia mendengar orang itu berkata: “Anak-Ku, jika saja engkau tidak memberi makan
orang-orang miskin itu, tentu saja Aku telah pergi meninggalkanmu.”
Jalan
terbaik untuk melayani Tuhan adalah melayani sesama kita, lebih-lebih mereka
yang miskin dan menderita.
Sumber: Lawrence Le Shan dalam 1500 Cerita bermakna, jilid dua,
Obor, Jakarta
Peserta
didik membuat refleksi berdasarkan cerita tersebut sebagai anggota Gereja, umat
Allah dalam kehidupannya sehari-hari.
2.
Aksi
Peserta
didik diajak untuk mewujudnyatakan semangat cara hidup jemaat pertama sebagai
anggota Gereja (umat Allah) yang bisa dilakukan di rumah dan lingkungan rohani,
paroki, lingkungan sosial baik secara rohani maupun jasmani (kegiatan rohani
dan sosial-karitatif).
Doa Penutup
Dalam nama Bapa,
Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Ya Bapa yang
Mahabijaksana, dalam pertemuan pembelajaran ini, Engkau telah memberkati,
menyegarkan pikiran, dan pemahaman kami tentang Gereja sebagai umat Allah.
Kini kami mohon,
rahmatilah dengan Roh Kudus-Mu agar kami semakin bangga dan dengan penuh
semangat menjalani hidup kami sebagai anggota Gereja, sebagai umat-Mu yang Kau
pilih dan selamatkan. Terpujilah Engkau Tuhan yang hidup dan meraja, kini, dan
sepanjang segala masa.
Amin.
Dalam nama Bapa,
Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Rangkuman
A.
Hakikat Gereja sebagai umat Allah
1)
Umat Allah merupakan suatu pilihan dan
panggilan dari Allah sendiri. Umat Allah adalah bangsa terpilih, bangsa
terpanggil.
2)
Umat Allah dipanggil dan dipilih untuk
Allah untuk misi tertentu, yaitu menyelamatkan dunia.
3)
Hubungan antara Allah dan umat-Nya
dimeteraikan oleh suatu perjanjian. Umat harus menaati perintah-perintah Allah
dan Allah akan selalu menepati janji-janji-Nya.
4)
Umat Allah selalu dalam perjalanan,
melewati padang pasir, menuju Tanah Terjanji. Artinya kita sebagai Gereja, umat
Allah sedang berziarah menuju di dunia menuju rumah Bapa di surga.
5)
Gereja, umat Allah berkembang dan
semakin meluas karena pemberitaan Injil oleh para murid dan orang-orang yang
selalu mengamini, yang mendapat pengalaman Paskah, percaya dan bertobat dan
terus dijiwai dan dibimbing oleh Roh Kudus. Pengalaman inilah yang akhirnya
menciptakan Pereskutuan yang terus menerus dibangun tanpa henti hingga di
pelosok- pelosok negeri. Pemberitaan injil tentang Yesus yang bangkit dan mulia
sebagai satu-satunya penyelamat dunia. Tanpa pemberitaan Injil, orang tidak
dapat percaya dengan tepat, tidak dapat secara sadar dan manusiawi bertobat
kepada Allah yang menyelamatkan melalui Yesus Kristus, tidak secara sadar dan
manusiawi menyambut keselamatan menurut
kebenaran. Maka Gereja pada pokoknya
tidak lain adalah persekutuan semua orang yang dari dalam hatinya
tersentuh oleh Allah (bdk. Kis. 2:37; 16:14) menanggapi pemberitaan Injil
dengan percaya dan tobat. Maka Gereja ada bukan karena kehendak manusia,
melainkan karena rencana Allah. Umat Allah adalah persektuan orang yang
“dipanggil” oleh Allah.
B.
Dasar dan konsekuensi Gereja sebagai
umat Allah
1)
Hakikat Gereja sendiri adalah
persaudaraan cinta kasih, sebagaimana jelas tampak dalam praktik hidup Gereja
perdana (bdk. Kis. 2:41–47; 4:32–37).
2)
Adanya aneka macam karisma dan karunia
yang tumbuh di kalangan umat yang semestinya dipelihara dan dikembangkan untuk
pelayanan dalam jemaat (bdk. 1Kor. 12:7–10).
3)
Seluruh anggota Gereja memiliki
martabat yang sama sebagai satu anggota umat Allah meskipun di antara mereka
terdapat fungsi yang berbeda-beda (bdk. 1Kor. 12:12–18).
4)
Dasar dan konsekuensi yang terus
dikembangkan sebagai Gereja, umat Allah. Hidup menjemaat pada dasarnya merupakan
hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat gereja adalah persaudaraan, cinta
kasih, seperti yang dicerminkan oleh hidup jemaat perdana. Dalam hidup
menjemaat, ada banyak kharisma dan rupa-rupa karunia yang dapat dilihat,
diterima dan digunakan untuk kekayaan bagi seluruh anggota Gereja. Begitu pula
dalam hidup menjemaat, semua orang mempunyai
martabat dan tanggung jawab yang sama dan secara aktif terlibat sesuai
dengan fungsinya masing-masing.
5)
Sebagai umat Allah,
tidak lagi dibedakan
antara mereka yang
tertahbis dan non tertahbis, biarawan atau non biarawan dan umat
melainkan semua orang yang telah dipilih oleh Tuhan mnjadi umat-Nya. Kesatuan
tidak lagi didasarkan pada struktural-organisatoris, tetapi pada Roh Allah
sendiri yang telah menjadikan umat-Nya sebagai bangsa atau umat pilihan.
Artinya baik hierarki maupun awam memiliki hakikat yang sama, yaitu sebagai
umat Allah dengan fungsi atau peranan yang berbeda. Dengan kata lain, yang
membedakan hierarki dan awam adalah fungsinya dan bukan hakikatnya.
6)
Gereja, umat Allah bukan semata-mata
merupakan hal fisik melainkan rohani. Gereja adalah umat Allah berarti terpilih
dari Allah. Sebutan umat Allah
menekankan pada dua hal penting yaitu: 1) Gereja bukanlah pertama-tama
organisasi manusiawi, melainkan perwujudan karya Allah yang konkret. Tekanan
ada pada pilihan dan kasih Allah. 2) Gereja itu bukan hanya kaum awam atau
hiereraki saja, melainkan keseluruhannya sebagai umat Allah.
7)
Ciri Gereja sebagai umat Allah
terlihat dalam dari panggilan dan inisiatif Allah, persekutuan, hubungan mesra
antara manusia dengan Allah, karya keselamatan
dan peziarahannya. Gereja
sebagai umat Allah menunjuk kepada umat Allah yang telah
berlangsung sejak lama dan menjadi sempurna oleh karena Kristus, menuju kesatuan
paripurna sebagai umat yang baru.
CATATAN:
Gereja adalah
persekutuan orang-orang beriman yang dipanggil oleh Bapa melalui Yesus Kristus
dan dibimbing oleh Roh Kudus untuk menjadi garam dan terang dunia.
Gereja sebagai Umat Allah artinya Gereja sebagai milik/kepunyaan Allah
yang dipanggil dan dipilih oleh Allah untuk menyelamatkan dunia ini. Umat Allah meliputi seluruh
umat, bukan hierarki saja tetapi juga kaum awam. Awam bukanlah tambahan,
pendengar, dan pelaksana saja tetapi juga merupakan bagian dari persekutuan
itu.
Jika Gereja
sungguh Umat Allah, maka konsekuensinya bagi Gereja itu sendiri adalah:
1)
Konsekuensi bagi pimpinan Gereja (hierarki)
-
Menyadari fungsi pimpinan sebagai fungsi pelayanan.
-
Harus peka untuk melihat dan mendengar karisma dan karunia – karunia
yang bertumbuh di kalangan umat.
2)
Konsekuensi bagi setiap anggota umat.
-
Menyadari dan menghayati persatuannya dengan
umat lain.
-
Semua bertanggung jawab dalam kehidupan dan misi gereja.
3) Konsekuensi bagi hubungan awam dan hierarki. Paham gereja sebagai umat Allah jelas membawa konsekuensi dalam hubungan antara hierarki dan kaum awam.
-
Awam dan hierarki memiliki martabat yang sama, hanya berbeda dalam hal
fungsi.
Ciri khas Umat Allah adalah sebagai berikut:
1.
Merupakan suatu pilihan dan dan panggilan dari Allah sendiri.
2.
Dipanggil dan dipilih untuk Allah dan untuk misi tertentu, yaitu
menyelamatkan dunia.
3. Umat
harus menaati perintah perintah – perintah Allah dan Allah akan selalu menepati
janji-janjiNya.
4. Umat
Allah selalu dalam perjalanan, melewati padang pasir, menuju Tanah Terjanji.
Gereja
Umat Allah yang siklis adalah Gereja dimana semua orang memiliki kedudukan yang
sama dan semartabat. Kristus tetap sebagai pemimpin dan jiwa gereja. Dalam ciri
ini semua ikut menentukan kualitas gereja dalam menjawab panggilan-Nya.
Sedangkan Gereja Umat Allah yang hierarkis adalah Gereja yang menempatkan
hierarki dalam keseluruhan gereja sebagai suatu fungsi sehingga sifat
pengabdian hierarki menjadi lebih kentara. Hierarki tidak lagi ditempatkan di
atas umat, tetapi di dalam umat.
Pandangan gereja sebagai Umat Allah membawa
gagasan baru, yaitu:
-
Memperlihatkan sifat gereja yang hidup “inter tempora”. Disini, gereja dilihat
menurut perkembangan.
-
Di bawah dorongan Roh Kudus. Gereja berkembang “dari
bawah”, dari kalangan umat sendiri.
-
Hierarki mempunyai fungsi pelayanan. Hierarki tidak di tempatkan lagi di
atas umat, tetapi di dalam umat.
-
Pandangan ini memungkinkan pluriformitas
dalam hidup Gereja.
Istilah
umat Allah dipopulerkan kembali oleh Konsili Vatikan II untuk menjelaskan
pengertian Gereja karena pada abad-abad terakhir, Gereja sudah menjadi sangat
organisatoris dan struktural hierarkis. Konsili suci merasa perlu untuk kembali
pada Kitab Suci terutama Perjanjian Baru dimana Gereja lebih merupakan satu
Umat Allah yang sehati sejiwa seperti jemaat perdana yang imannya kita anut
sampai saat ini.
Dasar dari Gereja yang mengumat adalah :
-
Persaudaraan cinta kasih seperti yang
dicerminkan oleh hidup umat purba.(Kis 2:41-47)
-
Banyak karisma dan rupa – rupa
karunia dapat dilihat, diterima, dan digunakan bagi kekayaan seluruh gereja.(1
Kor 12:7-10)
-
Semua orang yang merasa menghayati
martabat yang sama akan bertanggung jawab secara aktif dalam fungsinya masing –
masing untuk membangun gereja dan memberi kesaksian kepada dunia.
Namun demikian, Gereja tetaplah merupakan misteri karena :
Ø Dipikirkan dan direncanakan oleh Allah sejak keabadian.
Ø Kehadiran dan karya Tuhan yang tetap dalam GerejaNya walaupun tidak
tampak.
Ø Persatuan Gereja dengan Bapa, Putera,
dan Roh Kudus.
PENDALAMAN
- Apa yang
dimaksud dengan Gereja?
- Mengapa
Gereja disebut sebagai Umat Allah?
- Pandangan
Gereja sebagai Umat Allah membawa banyak gagasan baru. Sebutkan
gagasan-gagasan tersebut!
- Mengapa
istilah Umat Allah dipopulerkan lagi oleh Konsili Vatikan II untuk menjelaskan
pengertian Gereja?
- Apa saja
ciri khas Umat Allah?
- Apa saja
dasar dari Gereja yang mengumat?
- Sebutkan
konsekuensi dari Gereja yang mengumat?
PELAJARAN 2
GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN YANG
TERBUKA
Doa Pembuka
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Ya
Bapa yang Mahabaik, kami bersyukur untuk semua berkat yang kami terima. Pada
pertemuan ini kami memohon berkat-Mu dan bimbingan Roh Kudus-Mu agar melalui
Gereja-Mu terbentuk persekutuan cinta kasih sejati sebagaimana yang telah
diteladankan Yesus Kristus Putera-Mu kepada kami. Bantulah kami agar melalui
perjumpaan pembelajaran ini, kami semakin
memahami dan menghayati persekutuan sebagai anggota Gereja dan semakin
terlibat dalam masyarakat.
Engkau
yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa. Amin.
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali pengalaman tentang keterbukaan Gereja
1.
Membaca/menyimak artikel
Dokumen Abu Dhabi:
Tentang Persaudaraan Manusia untuk
Perdamaian Dunia dan Hidup Beragama
Pada
3 tanggal Februari 2019 Paus Fransiskus mengadakan kunjungan bersejarah ke Uni
Emirat Arab (UEA). Kunjungan pimpinan Gereja Katolik se-dunia ini merupakan
wujud perjuangan Gereja Katolik dalam membangun dialog terus menerus antaragama
dan membuka pintu-pintu untuk pembicaraan tentang toleransi yang perlu didengar
oleh seluruh dunia.
Paus
menegaskan bahwa “iman
kepada Allah memersatukan dan
tidak memecah-belah. Iman itu mendekatkan kita, kendatipun ada berbagai
macam perbedaan, dan menjauhkan kita dari permusuhan dan kebencian.“
Pada
tanggal 4 Februari 2019 di Abu Dhabi Paus Fransiskus bersama Imam Besar
Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb telah menandatangani “The Document on Human
Fraternity for World Peace and Living Together.” Peristiwa ini merupakan
tonggak sejarah baru Gereja Katolik yang selalu membuka diri membangun
persaudaraan sejati umat manusia.
Dokumen
Abu Dhabi ini menjadi peta jalan yang sungguh berharga untuk membangun
perdamaian dan menciptakan hidup harmonis di antara umat beragama, dan berisi
beberapa pedoman yang harus disebarluaskan ke seluruh dunia. Paus Fransiskus
meminta agar dokumen ini disebarluaskan sampai ke akar rumput, kepada semua
umat yang beriman kepada Allah.
Dokumen
ini, selaras dengan dokumen internasional sebelumnya yang telah menekankan
pentingnya peran agama-agama dalam membangun perdamaian dunia, menjunjung
tinggi hal-hal berikut:
a.
Keyakinan yang teguh bahwa
ajaran-ajaran otentik agama mengundang kita untuk tetap berakar pada
nilai-nilai perdamaian; untuk mempertahankan nilai-nilai pengertian
timbal-balik, persaudaraan manusia dan hidup bersama yang harmonis; untuk
membangun kembali kebijaksanaan, keadilan dan kasih; dan untuk membangkitkan
kembali kesadaran beragama di kalangan orang-orang muda sehingga generasi
mendatang dapat dilindungi dari ranah pemikiran materialistis dan dari
kebijakan berbahaya akan keserakahan dan ketidakpedulian tak terkendali
berdasarkan pada hukum kekuatan dan bukan pada kekuatan hukum.
b.
Kebebasan adalah hak setiap orang:
setiap individu menikmati kebebasan berkeyakinan, berpikir, berekspresi dan
bertindak. Pluralisme dan keragaman agama,
warna kulit, jenis
kelamin, ras, dan
bahasa dikehendaki Tuhan dalam kebijaksanaan-Nya, yang
melaluinya Ia menciptakan umat manusia. Kebijaksanaan ilahi ini adalah sumber
dari mana hak atas kebebasan berkeyakinan dan kebebasan untuk menjadi berbeda
berasal. Oleh karena itu, fakta bahwa orang dipaksa untuk mengikuti agama atau
budaya tertentu harus ditolak, demikian juga pemaksaan cara hidup budaya yang
tidak diterima orang lain.
c.
Keadilan yang berlandaskan belas
kasihan adalah jalan yang harus diikuti untuk mencapai hidup bermartabat yang
setiap manusia berhak atasnya.
d.
Dialog, pemahaman dan promosi luas
terhadap budaya toleransi, penerimaan sesama dan hidup bersama secara damai
akan sangat membantu untuk mengurangi pelbagai masalah ekonomi, sosial, politik
dan lingkungan yang sangat membebani sebagian besar umat manusia.
e.
Dialog antarumat beragama berarti
berkumpul bersama dalam ruang luas nilai-nilai rohani, manusiawi, dan sosial
bersama dan dari sini, meneruskan keutamaan-keutamaan moral tertinggi yang
dituju oleh agama-agama. Hal ini juga berarti menghindari perdebatan-perdebatan
yang tidak produktif.
f.
Perlindungan tempat ibadah sinagoga,
gereja dan masjid adalah kewajiban yang dijamin oleh agama, nilai-nilai
kemanusiaan, hukum dan perjanjian internasional. Setiap upaya untuk menyerang
tempat-tempat ibadah atau mengancam mereka dengan serangan kekerasan, pemboman
atau perusakan, merupakan penyimpangan dari ajaran agama-agama serta
pelanggaran jelas terhadap hukum internasional.
g.
Terorisme menyedihkan dan mengancam
keamanan orang, baik mereka di Timur atau Barat, Utara atau Selatan, dan
menyebarkan kepanikan, teror dan pesimisme, tetapi ini bukan karena agama,
bahkan ketika para teroris memperalatnya. Ini lebih disebabkan oleh akumulasi
penafsiran yang salah atas teks-teks agama dan oleh kebijakan yang terkait
dengan kelaparan, kemiskinan, ketidakadilan, penindasan, dan kesombongan.
Inilah sebabnya mengapa sangat penting menghentikan dukungan terhadap gerakan teroris
dalam penyediaan dana, penyediaan senjata dan strategi, dan dengan upaya
untuk membenarkan gerakan
ini bahkan dengan
menggunakan media. Semua ini
harus dianggap sebagai kejahatan internasional yang mengancam keamanan dan
perdamaian dunia. Terorisme semacam itu harus dikutuk dalam segala bentuk dan
ekspresinya.
h.
Konsep kewarganegaraan berlandaskan
pada kesetaraan hak dan kewajiban, di mana semua menikmati keadilan. Karena
itu, pentinglah untuk membentuk dalam masyarakat kita konsep kewarganegaraan
penuh dan menolak penggunaan istilah minoritas secara diskriminatif yang
menimbulkan perasaan terisolasi dan inferioritas. Penyalahgunaannya melicinkan
jalan bagi permusuhan dan perselisihan; hal itu mengurangi setiap keberhasilan
dan menghilangkan hak-hak agama dan sipil dari beberapa warga negara yang
terdiskriminasi karenanya.
i.
Hubungan baik antara Timur dan Barat
tidak dapat disangkal diperlukan bagi keduanya. Keduanya tidak boleh diabaikan,
sehingga masing-masing dapat diperkaya oleh budaya yang lain melalui pertukaran dan dialog yang
bermanfaat. Barat dapat menemukan di Timur obat bagi penyakit rohani dan agama
yang disebabkan oleh materialisme yang tersebar luas. Dan Timur dapat menemukan
banyak unsur di Barat yang dapat membantu membebaskannya dari kelemahan,
perpecahan, konflik dan kemunduran pengetahuan, teknik dan budaya. Pentinglah
memerhatikan perbedaan agama, budaya dan sejarah yang merupakan unsur vital
dalam membentuk karakter, budaya, dan peradaban Timur. Juga penting untuk
memperkuat ikatan hak asasi manusia mendasar demi membantu menjamin hidup yang
bermartabat bagi semua perempuan dan laki-laki di Timur dan Barat, dengan
menghindari politik standar ganda.
j.
Adalah sebuah keharusan untuk mengakui
hak perempuan atas pendidikan dan pekerjaan, dan untuk mengakui kebebasan
mereka untuk menggunakan hak
politik mereka sendiri.
Selain itu, berbagai
upaya harus dilakukan untuk membebaskan perempuan dari
pengondisian historis dan sosial yang bertentangan dengan prinsip-prinsip iman
dan martabat mereka. Juga penting untuk melindungi perempuan dari eksploitasi
seksual dan dari diperlakukan sebagai barang dagangan atau objek kesenangan
atau keuntungan finansial. Oleh
karena itu, harus
dihentikan praktik-praktik yang
tidak manusiawi dan vulgar yang
merendahkan martabat perempuan. Harus dilakukan berbagai upaya untuk mengubah
undang-undang yang mencegah perempuan menikmati sepenuhnya hak-hak mereka.
k.
Perlindungan hak-hak
dasar anak untuk
bertumbuh kembang dalam lingkungan keluarga, untuk memperoleh
gizi baik, pendidikan dan dukungan, adalah tugas keluarga dan masyarakat.
Tugas-tugas semacam itu harus dijamin dan dilindungi agar tidak diabaikan atau
ditolak untuk anak mana pun di belahan dunia mana pun. Semua praktik yang melanggar
martabat dan hak anak harus dikecam. Sama pentingnya untuk waspada terhadap
bahaya yang mereka hadapi, khususnya di dunia digital, dan untuk menganggap
sebagai kejahatan perdagangan manusia tidak bersalah dan semua pelanggaran masa
muda mereka.
l.
Perlindungan hak-hak orang lanjut
usia, mereka yang lemah, penyandang disabilitas, dan mereka yang tertindas
adalah kewajiban agama dan sosial yang harus dijamin dan dibela melalui
undang-undang yang ketat dan pelaksanaan perjanjian internasional yang relevan.
Untuk
tujuan ini, melalui kerja sama timbal balik, Gereja Katolik dan Al-Azhar
mengumumkan dan berjanji untuk menyampaikan dokumen ini kepada pihak-pihak
berwenang, pemimpin yang berpengaruh, umat beragama di seluruh dunia,
organisasi regional dan internasional yang terkait, organisasi dalam masyarakat
sipil, lembaga keagamaan dan para pemikir terkemuka. Mereka selanjutnya
berjanji untuk menyebarluaskan prinsip-prinsip yang terkandung dalam deklarasi
ini di semua tingkat regional dan internasional, seraya meminta agar
prinsip-prinsip ini diterjemahkan ke dalam kebijakan, keputusan, teks
legislatif, program studi dan materi yang akan diedarkan.
Sumber: Dokumen Abu Dhabi. Dokumen
tentang Persaudaraan Manusia. untuk perdamaian dunia dan hidup beragama.
Perjalanan Apostolik Bapa Suci Paus
Fransiskus ke Uni Emirat Arab pada 3-5 Februari 2019. (Dokpen KWI, 2019)
2.
Pendalaman
a.
Apa itu dokumen Abu Dhabi?
b.
Mengapa dokumen ini dianggap sangat
penting?
c.
Apa kaitan dokumen ini dengan Gereja
sebagai persekutuan yang terbuka?
d.
Sebagai anggota Gereja, apa
pandanganmu sendiri tentang Gereja sebagai persekutuan yang terbuka?
3.
Penjelasan
a.
Paus Fransiskus bersama Imam Besar
Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb telah menandatangani “The Document on Human
Fraternity for World Peace and Living Together.” Peristiwa ini merupakan
tonggak sejarah baru Gereja Katolik yang selalu membuka diri membangun
persaudaraan sejati umat manusia.
b.
Dokumen Abu Dhabi
menjadi peta jalan
yang sungguh berharga
untuk membangun perdamaian dan menciptakan hidup harmonis di antara umat
beragama, dan berisi beberapa pedoman yang harus disebarluaskan ke seluruh
dunia.
Langkah kedua: menggali ajaran Gereja tentang makna Gereja
sebagai persekutuan yang terbuka
1.
Membaca/menyimak ajaran Gereja
“Gereja
adalah persekutuan umat
Allah. Dalam persekutuan
umat itu, semua anggota
mempunyai martabat sama,
memiliki fungsi berbeda-beda, serta semakin terbuka dan
terlibat mewarnai dunia. Gereja hadir dan berada untuk dunia.
Kegembiraan dan harapan,
duka dan kecemasan
orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang
menderita, merupakan kegembiraan dan
harapan, duka dan
kecemasan murid-murid Kristus.
Sebab persekutuan murid-murid Kristus terdiri atas orang-orang yang
dipersatukan di dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan menuju
Allah Bapa. Semua murid Kristus telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan
kepada semua orang
(bdk. Gaudium et
Spes, artikel 1).
Panggilan
Gereja yang utama ialah menjadi utusan Kristus untuk menampakkan dan
menyalurkan cinta kasih Allah kepada semua orang dan segala bangsa. Tugas
perutusan ini adalah tugas seluruh umat Allah (LG, artikel 17), masing-masing
seturut kemampuannya. Baik kaum hierarki maupun kaum awam serta biarawan-
biarawati mendapat tugas perutusan yang sama. Konsili menegaskan dengan jelas
kewajiban ini, yaitu untuk umat Allah yang hidup dalam jemaat-jemaat, terutama
dalam keuskupan-keuskupan dan paroki-paroki, jemaat-jemaat wajib memberi
kesaksian akan Kristus di hadapan segala bangsa.
Persekutuan
umat Allah harus menampakkan karya keselamatan Allah di dunia ini. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa Gereja menjadi tanda dan sarana (sakramen)
keselamatan bagi dunia. Setiap anggota Gereja dengan caranya sendiri terlibat
dan menggeluti persoalan-persoalan dunia untuk membangun dan menyejahterakan
umat manusia. Setiap anggota Gereja mendapat tugas berdasarkan potensi dan
kemampuannya bagi terciptanya tata dunia yang lebih baik. Dengan demikian,
anggota Gereja sungguh menyadari bahwa bukan hanya dirinya satu-satunya yang
terlibat di dalam masyarakat dengan segala persoalan yang ada.
Gereja
pada zaman sekarang harus menjadi persekutuan terbuka. Perlu disadari
pentingnya keterbukaan, bukan hanya keterbukaan dengan sesama dalam iman dan
keyakinan, melainkan keterbukaan terhadap agama yang lain, artinya kita membuka
berbagai kemungkinan dialog dan kerja sama yang baik dengan sesama pihak yang
berjuang bersama. Dialog iman dan kerja sama lintas agama dapat menumbuhkembangkan
realitas sosial sebagai milik bersama. Dialog kehidupan dan karya yang
dikembangkan dapat menjadi tempat kerja sama dalam menyikapi
persoalan-persoalan kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan, demi memajukan semua
manusia ke taraf yang lebih manusiawi dan luhur.
Santo
Paulus dalam Kisah Para Rasul 4:32–37 memberikan gambaran ideal tentang suasana
dan cara sebuah persekutuan umat perdana. Cara hidup umat perdana memberikan
kita buah kesadaran bahwa kebersamaan dalam persekutuan itu penting. Hal-hal
yang dapat terlihat, misalnya, segala sesuatu adalah milik bersama, hidup
dalam persaudaraan kasih,
saling memberi dan
menerima sesuai kebutuhan, terbuka untuk semua orang, semangat dan
keteladanan inilah yang dapat kita contoh, yaitu kepekaan terhadap situasi
sosial ekonomi sesama saudara dalam persekutuan umat. Kebersamaan kita dalam
hidup menggereja tidak hanya terbatas pada hal-hal rohani, tetapi juga harus
menyentuh kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Persekutuan umat
Allah harus terbuka dan menyentuh relung jiwa setiap anggotanya.
Gereja
hadir di dunia bukan untuk dirinya sendiri, melainkan bagi dunia itu sendiri.
Dalam persekutuan, mereka mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan
umat manusia serta sejarahnya (bdk. Gaudium et Spes, artikel 1) karena
persekutuan mereka terdiri atas orang-orang yang dipersatukan dalam Kristus,
dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka menuju kerajaan Bapa, dan
telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang.
Cara-cara yang ditempuh Gereja untuk menunjukkan keterbukaannya: pertama,
berdialog dengan agama lain. Gereja sesudah Konsili Vatikan II sungguh
menyadari bahwa di luar agama Katolik terdapat pula benih-benih kebenaran dan
keselamatan. Untuk itu, dibutuhkan dialog untuk saling mengenal, menghargai,
dan memperkaya; kedua, kerja sama atau dialog. Gereja hendaknya membangun kerja
sama yang lebih intensif dan mendalam dengan para pengikut agama lain.
Sasaran
yang hendak diraih adalah pembangunan manusia dan peningkatan martabat manusia.
Berpartisipasi secara aktif dan bekerja sama dengan siapa saja dalam membangun
masyarakat yang adil, damai, dan sejahtera.
2.
Pendalaman
a.
Apa makna Gereja sebagai persekutuan?
b.
Apa makna Gereja sebagai persekutuan
yang terbuka?
c.
Jelaskan beberapa contoh kegiatan
Gereja sebagai Persekutuan yang terbuka di paroki atau keuskupan kalian
sendiri!
d.
Apa sikapmu sendiri sebagai anggota
Gereja yang bermakna Persekutuan yang terbuka?
3.
Penjelasan
a)
Gereja adalah persekutuan umat Allah.
Dalam persekutuan umat itu, semua anggota mempunyai martabat sama, memiliki
fungsi berbeda-beda, serta semakin terbuka dan terlibat mewarnai dunia.
b)
Gereja
hadir dan berada
untuk dunia. Kegembiraan
dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman
sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan
kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan murid-murid Kristus.
c)
Panggilan Gereja
yang utama ialah
menjadi utusan Kristus
untuk menampakkan dan menyalurkan cinta kasih Allah kepada semua orang
dan segala bangsa.
d)
Persekutuan umat Allah harus
menampakkan karya keselamatan Allah di dunia ini. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa Gereja menjadi tanda dan sarana (sakramen) keselamatan bagi
dunia.
e)
Setiap anggota Gereja mendapat tugas
berdasarkan potensi dan kemam- puannya bagi terciptanya tata dunia yang lebih
baik. Dengan demikian, anggota Gereja sungguh menyadari bahwa bukan hanya
dirinya satu-satunya yang terlibat di dalam masyarakat dengan segala persoalan
yang ada.
f)
Gereja pada zaman sekarang harus menjadi
persekutuan terbuka. Pentingnya keterbukaan, bukan hanya keterbukaan dengan
sesama dalam iman dan keyakinan, melainkan keterbukaan terhadap agama yang
lain, artinya kita membuka berbagai kemungkinan dialog dan kerja sama yang baik
dengan sesama pihak yang berjuang bersama.
g)
Cara
hidup umat perdana
memberikan kita buah
kesadaran bahwa kebersamaan
dalam persekutuan itu penting. Hal-hal yang dapat terlihat, misalnya, segala
sesuatu adalah milik bersama, hidup dalam persaudaraan kasih, saling
memberi dan menerima
sesuai kebutuhan, terbuka
untuk semua orang, semangat dan keteladanan inilah yang dapat kita
contoh, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial ekonomi sesama saudara dalam
persekutuan umat.
Langkah ketiga: menghayati Gereja sebagai persekutuan yang terbuka
1.
Refleksi
Paus
Fransiskus meneladani semangat persaudaraan universal dalam cara hidup
Fransiskus Assisi: Ia memperlakukan segenap makhluk sebagai saudara dan
saudari. Santo Fransiskus Assisi mengajak kita untuk mencintai sesama baik yang
jauh maupun yang dekat. Bagi Santo Fransiskus Assisi, semua makhluk adalah
saudara.
Berdasarkan
pengamatan kalian terhadap gambar perjumpaan Paus Fransiskus dengan tokoh agama
Yahudi dan tokoh agama Islam, juga tokoh-tokoh agama lain di dunia, sekarang
cobalah kalian membuat sebuah refleksi pribadi
tentang perwujudan Gereja sebagai persekutuan yang terbuka di lingkungan
rohani atau di parokimu.
2.
Aksi
Peserta
didik membuat rencana aksi untuk ikut terlibat dalam kegiatan sosial
kemasyarakatan, khususnya di lingkungan
rohani dan lingkungan sosial.
Doa Penutup
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus, amin.
Ya
Bapa yang Mahakasih, kami bersyukur atas berkat-Mu yang sungguh agung dan
mulia.
Dalam
perjalanan Gereja-Mu di dunia, Engkau memberi janji dan membuka pintu kebaikan
cinta kasih-Mu. Umat-Mu yang berziarah di dunia Engkau sertai dan satukan dalam
persekutuan Gereja yang kudus. Jadikanlah kami menjadi orang yang terpanggil
dan terlibat dalam karya dan misi Gereja-Mu yang membawa kabar kegembiraan,
iman, harapan dan kasih bagi sesama. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami.
Amin
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Rangkuman
·
Paus Fransiskus bersama Imam Besar
Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb telah menandatangani “The Document on Human
Fraternity for World Peace and Living Together.” Peristiwa ini merupakan
tonggak sejarah baru Gereja Katolik yang selalu membuka diri membangun persaudaraan sejati
umat manusia.
·
Dokumen Abu Dhabi
menjadi peta jalan
yang sungguh berharga
untuk membangun perdamaian dan menciptakan hidup harmonis di antara umat
beragama, dan berisi beberapa pedoman yang harus disebarluaskan ke seluruh
dunia
·
Gereja sebagai persekutuan yang
terbuka harus selalu siap untuk berdialog dengan agama dan budaya manapun.
·
Gereja perlu membangun kerja sama yang
lebih intensif dengan siapa saja yang berkehendak baik.
·
Gereja harus berpartisipasi aktif dan
mau bekerja sama dengan siapa saja dalam membangun masyarakat yang adil, damai
dan sejahtera.
·
Persekutuan umat Allah harus menampakkan
karya keselamatan Allah di dunia ini. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
Gereja menjadi tanda dan sarana (sakramen) keselamatan bagi dunia.
·
Setiap anggota Gereja mendapat tugas
berdasarkan potensi dan kemam- puannya bagi terciptanya tata dunia yang lebih
baik. Dengan demikian, anggota Gereja sungguh menyadari bahwa bukan hanya
dirinya satu-satunya yang terlibat di dalam masyarakat dengan segala persoalan
yang ada.
·
Gereja pada zaman sekarang harus
menjadi persekutuan terbuka. Pentingnya keterbukaan, bukan hanya keterbukaan
dengan sesama dalam iman dan keyakinan, melainkan keterbukaan terhadap agama
yang lain, artinya kita membuka berbagai kemungkinan dialog dan kerja sama yang
baik dengan sesama pihak yang berjuang bersama.
·
Cara
hidup umat perdana
memberikan kita buah
kesadaran bahwa kebersamaan dalam
persekutuan itu penting. Hal-hal yang dapat terlihat, misalnya, segala sesuatu
adalah milik bersama, hidup dalam persaudaraan kasih, saling
memberi dan menerima
sesuai kebutuhan, terbuka
untuk semua orang, semangat dan keteladanan inilah yang dapat kita
contoh, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial ekonomi sesama saudara dalam
persekutuan umat.
CATATAN:
· Seperti sudah disinggung dalam pelajaran
terdahulu, paham Gereja sebagai Persekutuan
Umat Allah muncul disebabkan antara lain oleh paham dan penghayatan Gereja institusional yang berkembang
sebelum KV II yang terlalu menekankan segi organisatoris dan struktural
hirarkis piramidal. Perbedaan antara keduanya sangat
menonjol.
· Gereja
yang institusional dan hirarkis pyramidal lebih menekankan:
1.
Organisasi dan struktur Gereja
2.
Kepemimpinan orang-orang tertahbis
(hirarki)
3.
Hukum dan peraturan-peraturan
4.
Sikap triumfalistik dan tertutup
· Sedangkan Gereja sebagai persekutuan umat
lebih menampakkan :
1.
Persaudaraan antar-umat
2.
Keterlibatan semua anggota umat dalam
hidup menggereja baik awam maupun hirarki.
3.
Peranan hati nurani dan tanggung jawab
setiap anggota umat
4.
Semangat kemiskinan/kesederhanaan dan
sikap terbuka, berdialog dengan kalangan mana saja.
· Gereja adalah persekutuan Umat Allah untuk
membangun Kerajaan Allah di bumi ini. Dalam persekutan umat ini, semua anggota
mempunyai martabat yang sama namun dari segi fungsinya dapat berbeda.
Berdasarkan fungsinya Umat Allah dapat dikategorikan dalam golongan hirarki,
biarawan/ti, dan kaum awam.
· Dalam
kaitannya dengan Gereja sebagai persekutuan yang terbuka teks Kis 4 : 32 – 37
ingin mengungkapkan:
· mengungkapkan
kebersamaan. Dalam perikop tersebut terlihat bahwa semua anggota jemaat
dicukupi kebutuhannya dan tidak seorang pun menyimpan kekayaan bagi dirinya
sendiri sementara yang lain berkekurangan.
1.
memiliki semangat kepekaan terhadap
situasi sosial ekonomi sesama saudara dan persekutuan umat.
2.
Cara hidup Jemaat Perdana pada perikop
tersebut tidak dapat kita tiru secara harafiah sebab situasi sosial-ekonomi
kita sudah sangat berbeda. Akan tetapi semangat dasarnya dapat kita tiru, yaitu
kepekaan terhadap situasi sosial-ekonomi sesama saudara dalam persekutuan umat.
· Gereja sebagai Persekutuan Umat harus
bersifat terbuka karena :
1.
Gereja hadir bukan untuk dirinya
sendiri tetapi untuk dunia.
2.
Gereja mewartakan keselamatan kepada
semua orang.
3.
Gereja memiliki hubungan yang erat
dengan umat manusia dan sejarahnya.
· Ada 3 cara yang dapat dilakukan Gereja
untuk menunjukkan keterbukaannya yaitu:
1.
Gereja selalu siap untuk berdialog
dengan agama dan budaya mana saja.
2.
Kerjasama atau dialog karya.
3.
Berpartisipasi secara aktif dan
bekerja sama dengan siapa saja dalam membangun masyarakat yang adil, damai, dan
sejahtera.
· Gereja
harus membangun kerjasama yang lebih intens dan mendalam dengan para
pengikut agama-agama lain. Sasaran yang
hendak diraih melalui kerjasama tersebut adalah pembangunan manusia dan
peningkatan martabat manusia.
PENDALAMAN
1. Dalam gambar ini, terdapat 2 model Gereja
yang kiranya dihayati umat dewasa ini
2. Sebutkan perbedaan antara :
a.
Gereja institusional / Hirarkis
Piramidal!
b.
Gereja sebagai persekutuan umat!
3. Apa saja yang menarik dari cara hidup
Jemaat Perdana dalam Kis 4:32-37?
4. Mengapa cara hidup Jemaat Perdana tidak
dapat kita tiru secara harafiah?
5. Semangat apa yang dapat kita tiru dari
Kisah Jemaat Perdana tersebut?
6. Gereja sebagai Persekutuan Umat yang
Terbuka
7. Mengapa Gereja sebagai Persekutuan Umat
harus bersifat terbuka?
8. Sebutkan 3 cara yang dapat dilakukan
Gereja untuk menunjukkan keterbukaannya!
9. Gereja harus membangun kerjasama yang
lebih intens dan mendalam dengan para pengikut agama-agama lain. Sasaran apa
yang hendak diraih melalui kerjasama tersebut?
PELAJARAN 3
GEREJA YANG SATU
Doa Pembuka
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Bapa
yang kekal, Gereja-Mu telah menjadi tanda keselamatan kami di dunia ini.
Gereja-Mu yang bersifat satu, kudus, katolik, dan apostolik sebagaimana iman
Para Rasul yang telah kami yakini hingga kini, telah menjadi tanda kehadiran-Mu
yang memersatukan dan menguduskan umat pilihan-Mu. Kami mohon kepada-Mu, ya
Bapa, kunjungi dan hadirlah dalam pertemuan ini agar kami memahami Gereja yang
utuh dan semakin mencintai Gereja kudus-Mu. Demi Kristus Tuhan dan pengantara
kami.
Amin.
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Langkah
pertama: menggali pengalaman tentang kesatuan Gereja di dunia
- Apersepsi
Guru membuka dialog bersama peserta didik dengan mengajak peserta didik mengingat kembali
tema atau pokok
bahasan dan penugasan
sebelumnya tentang paham dan makna Gereja. misalnya adakah kesulitan
atau hambatan dalam melaksanakan aksi-aksi nyata sebagai anggota Gereja di
tengah keluarga, lingkungan, dan masyarakat.
Selanjutnya guru menyampaikan materi
pembelajaran saat ini yaitu sifat-sifat Gereja. Berkaitan dengan materi
pembelajaran ini, guru dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik
dengan beberapa pertanyaan, misalnya: apa saja sifat-sifat Gereja: satu, kudus, katolik, dan apostolik.
Untuk memahami sifat- sifat Gereja itu, marilah kita memulai pembelajaran saat
ini tentang sifat Gereja yang satu dengan menyimak artikel berita berikut ini.
2.
Membaca/menyimak
cerita kehidupan
Peserta didik membaca dan
menyimak artikel berita berikut ini.
Delegasi Orang Muda Katolik Sedunia
Berkumpul di Panama
World Youth Day (WYD) adalah gagasan
Santo Paus Yohanes II. Paus asal Polandia dengan nama Carol Wojtila melihat dua
pertemuan internasional orang muda sebelumnya sangat sukses yaitu pertemuan di
Roma tahun 1984 dan 1985, akhirnya terbentuknya di bulan Desember 1985.
Sejak 1985, WYD dirayakan setiap tahun
pada Minggu Palma di tingkat- tingkat keuskupan dan lokal seluruh Gereja
sedunia. Setiap dua atau tiga tahun, WYD dirayakan secara internasional di
tempat yang dipilih oleh Paus. Orang muda Katolik (OMK) seluruh dunia berkumpul
bersama Bapa Suci di sana.
Selama WYD peserta mengunjungi negara
tuan rumah, melakukan pelayanan masyarakat, mengunjungi keuskupan, dan ikut
serta dalam berbagai perayaan. Ada seminar, pertemuan katekese, diakhiri dengan
misa kepausan yang dipimpin oleh Bapa Suci atau Sri Paus. Pertemuan terakhir
tahun 2019 di Panama, Amerika Latin. Pertemuan berikutnya tahun 2022, namun
Paus Fransiskus mengundurkannya ke tahun 2023, karena adanya pandemi Covid-19
saat ini.
Paus
Fransiskus Menutup WYD ke-34 di Panama
Hari Pemuda Sedunia ke-34 2019 ditutup
pada hari Minggu tanggal 27 Januari 2019 di hadapan 700.000 orang dan di antaranya adalah delegasi puluhan ribu
orang Katolik dari seluruh dunia bersatu di Campo San Juan Pablo II–Metro Park
(Panama City, Panama), dengan Misa Kudus yang dipimpin oleh Paus Fransiskus.
Bapa
Suci menyampaikan homilinya
berdasarkan tema dari
bacaan injil hari Minggu: “Mata semua orang di sinagoga tertuju padanya.
Dan dia mulai berkata kepada mereka: 'Hari ini Kitab Suci ini telah digenapi
dalam pendengaranmu' ”(Luk. 4:20–21).
Paus
menjelaskan bahwa "hari
ini" yang Yesus
maksudkan, bukan 2.000 tahun yang
lalu, tetapi masih berlaku hari ini, "sekarang" kita. “Yesus
mengungkapkan sekarang dari Tuhan”.
“Di dalam Yesus, masa
depan yang dijanjikan dimulai dan
menjadi hidup”. Sayangnya, “kita tidak selalu percaya bahwa Tuhan bisa menjadi
yang konkret dan biasa, sedekat itu dan nyata… [karena] Tuhan yang dekat dan setiap
hari, seorang teman dan saudara, menuntut agar kita peduli dengan lingkungan
kita… Tuhan itu nyata karena cinta adalah nyata".
Kita
semua bisa mengalami
bahaya hidup di
"semacam ruang tunggu, duduk-duduk sampai kita
dipanggil". Baik orang dewasa maupun orang muda berisiko berpikir
“Sekarang Anda belum tiba…. bahwa Anda terlalu muda untuk terlibat dalam mimpi
dan bekerja untuk masa depan”. Dia menekankan bahwa kita membutuhkan satu sama
lain "untuk mendorong mimpi dan bekerja untuk hari esok, mulai hari ini
... Bukan besok tapi sekarang ... Sadarilah bahwa Anda memiliki misi dan jatuh
cinta .... Kita mungkin memiliki segalanya, tetapi jika kita kekurangan gairah
cinta, kita tidak akan memiliki apa-apa”.
Bapa Suci menjelaskan bahwa bagi Yesus
tidak ada kata 'sementara': “Dia bukanlah jeda dalam hidup atau mode yang
lewat. Dia adalah cinta yang murah hati yang mengundang kita untuk memercayakan
diri kita sendiri”. Dia menasihati semua orang muda untuk tidak “dilumpuhkan
[oleh] ketakutan dan pengucilan, spekulasi dan manipulasi [melainkan, untuk
mengenali] kasih yang nyata, dekat, dan nyata” dari Yesus. Tuhan dan misi-Nya
bukanlah “sesuatu yang sementara, itu adalah hidup kita”.
Dia mengingatkan kita semua bahwa kita
“sedang dalam perjalanan…. teruslah berjalan, terus hidupkan iman dan bagikan”.
Jadi, jangan lupa, katanya, bahwa “kamu bukan hari esok, kamu bukan 'waktu',
kamu adalah masa kini Allah.
(diterjemahkan Daniel Boli Kotan dari
catholic.gi/34th-world-youth-day-2019-concluded-panama/)
- Pendalaman
a.
Siapa
yang memprakarsai WYD?
b.
Apa
tujuan hari kaum muda sedunia?
c.
Apa
yang dilakukan selama pertemuan kaum muda sedunia?
d.
Apa
pesan Paus Fransiskus untuk kaum muda sedunia?
e.
Apa
makna sifat kesatuan Gereja dalam pertemuan kaum muda sedunia itu?
4.
Penjelasan
· World Youth Day (WYD) adalah gagasan
Paus Yohanes Paulus II sejak tahun 1985. Setiap dua atau tiga tahun, WYD
dirayakan secara internasional di tempat yang dipilih oleh Paus. OMK seluruh
dunia berkumpul bersama Bapa Suci di sana.
· Selama WYD peserta mengunjungi negara
tuan rumah, melakukan pelayanan masyarakat, mengunjungi keuskupan, dan ikut
serta dalam berbagai perayaan. Ada seminar, pertemuan katekese, diakhiri dengan
misa Kepausan yang dipimpin oleh Bapa Suci atau Sri Paus.
· Pesan Paus Fransiskus kepada kaum muda
Katolik di WYD Panama bahwa kita semua
“sedang dalam perjalanan …. teruslah berjalan, terus hidupkan iman dan
bagikan”.
· Sifat kesatuan Gereja tercermin dari
persekutuan atau komunio kaum muda dan umat Katolik yang berkumpul di Panama
atas nama satu iman, harapan dan kasih.
Langkah
kedua: menggali ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja tentang kesatuan Gereja
- Kitab Suci
Kesatuan Gereja (1Ptr. 2:5–10; bdk.
1Kor. 12:12)
5Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai
batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk
mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada
Allah.
6Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci:
"Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah
batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan
dipermalukan."
7Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal,
tetapi bagi mereka yang tidak
percaya: "Batu yang
telah dibuang oleh
tukang-tukang bangunan, telah
menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu
sandungan."
8Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak
taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan.
9Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat
yang rajawi, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu
memberitakan perbuatan- perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil
kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:
10kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi
yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang
sekarang telah beroleh belas kasihan.
a.
Pendalaman
1)
Apa
pesan teks Kitab Suci 1Ptr. 2:5–10?
2)
Apa
arti Gereja yang satu menurut Rasul Petrus?
b.
Penjelasan
Kesatuan iman tidak lain merupakan
keyakinan umat Allah kepada Allah Tritunggal; Bapa, Putera, dan Roh Kudus.
Keyakinan iman demikian tentu menunjuk kepada apa yang diimani oleh Gereja dari
dulu hingga sekarang bahwa Kristus sendiri menghendaki kesatuan Gereja dan menjadikannya satu tubuh (bdk. 1Ptr.
2:5–10).
2.
Ajaran
Gereja
a.
Membaca/menyimak
ajaran Gereja
"Itulah satu-satunya Gereja
Kristus, yang dalam syahadat iman kita akui sebagai Gereja yang satu, kudus,
katolik, dan apostolik" (LG 8). Keempat sifat ini, yang tidak boleh
dipisahkan (bdk. DS 2888) satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat
Gereja dan perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui
Roh Kudus, Kristus menjadikan Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik, dan
apostolik. Ia memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu. (KGK 811).
Hanya iman dapat mengakui bahwa Gereja
menerima sifat-sifat ini dari asal ilahinya. Namun akibat-akibatnya dalam
sejarah merupakan tanda yang juga jelas mengesankan akal budi manusia. Seperti
yang dikatakan Konsili Vatikan I, Gereja "oleh penyebarluasannya yang mengagumkan,
oleh kekudusannya yang luar biasa, dan oleh kesuburannya yang tidak
habis-habisnya dalam segala sesuatu yang baik, oleh kesatuan katoliknya
dan oleh kestabilannya yang tak terkalahkan, adalah alasan yang kuat dan berkelanjutan
sehingga pantas dipercaya dan satu kesaksian yang tidak dapat dibantah mengenai
perutusan ilahinya" (DS 3013), (KGK 812).
Gereja itu satu menurut asalnya.
"Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan Allah tunggal dalam
tiga Pribadi, Bapa, Putera, dan Roh Kudus" (UR 2). Gereja itu satu menurut
Pendiri-Nya. "Sebab Putera sendiri
yang menjelma telah mendamaikan semua
orang dengan Allah, dan
mengembalikan kesatuan semua orang
dalam satu bangsa
dan satu tubuh"
(GS 78,3 ).
Gereja itu satu menurut jiwanya. "Roh Kudus, yang
tinggal di hati umat beriman, dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja,
menciptakan persekutuan umat beriman yang mengagumkan itu,
dan sedemikian erat
menghimpun mereka sekalian
dalam Kristus, sehingga menjadi prinsip kesatuan Gereja" (UR 2).
Dengan demikian, kesatuan termasuk
dalam hakikat Gereja: "Sungguh keajaiban yang penuh rahasia! Satu adalah
Bapa segala sesuatu, juga satu adalah Logos segala sesuatu, dan Roh Kudus
adalah satu dan sama dimana-mana, dan juga ada hanya satu Bunda Perawan; aku
mencintainya, dan menamakan dia Gereja" (Klemens dari Aleksandria, paed.
1,6,42; KGK 813).
Namun sejak awal, Gereja yang satu ini
memiliki kemajemukan yang luar biasa. Di satu pihak kemajemukan itu disebabkan
oleh perbedaan anugerah- anugerah Allah, di lain pihak oleh keanekaan orang
yang menerimanya. Dalam kesatuan umat Allah berhimpunlah perbedaan bangsa dan
budaya. Di antara anggota-anggota Gereja ada keanekaragaman anugerah, tugas,
syarat-syarat hidup dan cara hidup; "maka dalam persekutuan Gereja
selayaknya pula terdapat. Gereja-Gereja khusus, yang memiliki tradisi mereka
sendiri" (LG 13). Kekayaan yang luar biasa akan perbedaan tidak
menghalang-halangi kesatuan Gereja, tetapi dosa dan akibat-akibatnya membebani
dan mengancam anugerah kesatuan ini secara terus-menerus. Karena itu santo
Paulus harus menyampaikan nasihatnya, "supaya memelihara kesatuan Roh oleh
ikatan damai sejahtera" (Ef. 4:3; KGK 814).
Manakah ikatan-ikatan kesatuan?
Terutama cinta, "ikatan kesempurnaan" (Kol. 3:14). Tetapi kesatuan
Gereja penziarah juga diamankan oleh ikatan persekutuan yang tampak berikut
ini:
•
pengakuan
iman yang satu dan sama, yang diwariskan oleh para rasul;
•
perayaan
ibadat bersama, terutama sakramen-sakramen; suksesi apostolik, yang oleh sakramen
Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai
saudara-saudari dalam keluarga Allah (bdk. UR 2; LG 14: CIC. Can. 205; KGK
815).
"Itulah satu-satunya Gereja
Kristus.... Sesudah kebangkitan-Nya, Penebus kita menyerahkan Gereja kepada
Petrus untuk digembalakan. Ia mempercayakannya kepada Petrus dan para Rasul
lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing... Gereja itu, yang di dunia ini
disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam [subsistit in] Gereja Katolik,
yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya
(LG 8). Dekrit Konsili Vatikan II mengenai ekumene menyatakan: "Hanya
melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk keselamatan,
dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya,
bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petruslah Tuhan telah
mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu tubuh Kristus
di dunia. Dalam tubuh itu harus disatu-ragakan sepenuhnya siapa saja, yang
dengan suatu cara telah termasuk umat Allah" (UR 3; KGK 816).
Luka-Luka
Kesatuan
"Dalam satu dan satu-satunya
Gereja Allah itu sejak awal mula telah timbul berbagai perpecahan, yang oleh
Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak dihukum. Dalam abad-abad
sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya, dan
jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya dengan
Gereja Katolik, kadang-kadang bukannya tanpa kesalahan kedua pihak" (UR
3). Perpecahan-perpecahan yang melukai
kesatuan tubuh Kristus (perlu dibedakan di sini bidah, apostasi, dan skisma,
bdk. CIC, can. 751), tidak terjadi tanpa dosa manusia: "Di mana ada dosa,
di situ ada keaneka- ragaman, di situ ada perpecahan, sekte-sekte dan
pertengkaran. Di mana ada kebajikan, di situ ada kesepakatan, di situ ada
kesatuan; karena itu semua umat beriman bersatu hati dan bersatu jiwa"
(Origenes, hom. in Ezech. 9,1; KGK 817).
"Tetapi mereka, yang sekarang
lahir dan dibesarkan dalam iman akan Kristus di jemaat-jemaat itu, tidak dapat
dipersalahkan dan dianggap berdosa karena memisahkan diri. Gereja Katolik
merangkul mereka dengan sikap bersaudara penuh hormat dan cinta kasih...
Sungguhpun begitu, karena mereka dalam Baptis dibenarkan berdasarkan iman,
mereka disatu-ragakan dalam Kristus. Oleh karena itu mereka memang dengan tepat
menyandang nama kristiani, dan tepat pula oleh putera-puteri Gereja Katolik
diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan" (UR 3; 818).
b.
Pendalaman
1)
Apa
makna kesatuan Gereja menurut Katekismus Gereja Katolik?
2)
Ikatan
apa saja dalam kesatuan Gereja Katolik?
3)
Apa
saja yang menjadi luka-luka kesatuan dalam perjalanan hidup Gereja?
c.
Penjelasan
· Gereja itu satu menurut asalnya.
"Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan Allah tunggal dalam
tiga Pribadi, Bapa, Putera, dan Roh Kudus".
· Gereja itu satu menurut Pendiri-Nya.
"Sebab Putera sendiri yang menjelma telah mendamaikan semua orang dengan
Allah, dan mengembalikan kesatuan semua orang dalam satu bangsa dan satu
tubuh" (GS 78, 3).
· Gereja itu satu menurut jiwanya.
"Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, dan memenuhi serta
membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang
mengagumkan itu, dan sedemikian erat menghimpun mereka sekalian dalam Kristus,
sehingga menjadi prinsip kesatuan Gereja"
· Kesatuan termasuk dalam hakikat
Gereja: "Sungguh keajaiban yang penuh rahasia. Satu adalah Bapa segala
sesuatu, juga satu adalah Logos segala sesuatu, dan Roh Kudus adalah satu dan
sama di mana-mana, dan juga ada hanya satu Bunda Perawan.
· Ikatan
persekutuan yang tampak
dalam pengakuan iman
yang satu dan sama, yang diwariskan oleh para rasul;
perayaan ibadat bersama, terutama sakramen-sakramen; suksesi apostolik, yang
oleh sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam
keluarga Allah.
· Luka-luka dalam kesatuan; Sejak awal
mula telah timbul berbagai perpecahan, yang oleh Rasul dikecam dengan tajam
sebagai hal yang layak dihukum. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah
pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang
cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya dengan Gereja Katolik,
kadang-kadang bukannya tanpa kesalahan kedua pihak.
Langkah ketiga: menghayati sifat
Gereja yang satu dalam kehidupan sehari-hari
- Refleksi
“Maju Bersama”
Marilah saudara melangkah maju, Tuhan
serta kita
Sepanjang jalan penuh liku, Tuhan
serta kita
Maju bersama bersatulah kita, Maju
dalam cahaya
Maju bersama satu harapan kita, Hidup
Kristus Jaya Alelluia alleluia
Hidup Kristus nan jaya.
Sumber:
gema.sabda.org/marilah_saudara_melangkah_maju
Berdasarkan lagu tersebut peserta
didik membuat refleksi tentang bagaimana ia membangun semangat kesatuan Gereja
dalam hidupnya.
2.
Aksi
Peserta didik merencanakan aksi nyata
untuk melaksanakan semangat kesatuan Gereja dalam hidupnya sehari-hari di
rumah, di lingkungan rohani dan lingkungan sosial, misalnya bersatu dalam doa,
berderma. Kegiatan nyata ini dicatat dalam buku catatan dan ditandatangani oleh
orang tua atau wali muridnya.
Doa Penutup
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin. Berlimpah rasa syukur kami haturkan
kepada-Mu, ya Tuhan atas bimbingan dan berkat-Mu dalam menyelesaikan pertemuan
ini.
Tuhan,
Engkau telah mengingatkan kami akan sifat Gereja-Mu yang satu, kudus, katolik
dan apostolik sebagaimana iman para rasul.
Kami
mohon, tambahkanlah iman kami agar kuat dan teguh sebagaimana para rasul-Mu
mewartakan Gereja-Mu yang hidup. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Rangkuman
· Gereja itu satu karena sumber dan
teladannya adalah Allah Tritunggal; Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Yesus Kristus,
Putera Allah sebagai pendiri dan kepala Gereja menetapkan kesatuan semua umat
manusia dalam satu tubuh. Sebagai jiwa Gereja, Roh Kudus memersatukan semua
umat beriman dalam kesatuan dengan Kristus.
· Gereja
hanya mempunyai satu
iman, satu kehidupan
sakramental, satu warisan
apostolik, satu pengharapan yang umum dan cinta kasih yang satu dan sama. Meski
demikian, kesatuan Gereja tetap menghargai
kebinekaan yang ada di dalamnya.
· Ikatan
persekutuan yang tampak
dalam pengakuan iman
yang satu dan sama, yang diwariskan oleh para rasul;
perayaan ibadat bersama, terutama sakramen-sakramen; suksesi apostolik, yang
oleh sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam keluarga
Allah
· Luka-luka dalam kesatuan Gereja. Sejak
awal mula telah timbul berbagai perpecahan, yang oleh Rasul dikecam dengan
tajam sebagai hal yang layak dihukum. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah
pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang
cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya dengan Gereja Katolik,
kadang-kadang bukannya tanpa kesalahan kedua pihak.
CATATAN:
· Gereja yang satu adalah Gereja yang
tampak sebagai perwujudan kehendak tunggal Yesus Kristus untuk dalam Roh tetap
hadir kini di tengah manusia untuk menyelamatkan. Kesatuan Gereja itu nampak
dalam :
1. Kesatuan iman para anggotanya
2. Kesatuan dalam pimpinannya, yaitu
hirarki.
3. Kesatuan dalam kebaktian dan hidup
sakramental
· Usaha-usaha yang dapat kita galakkan
untuk memperkuat kesatuan ke dalam adalah :
1. Aktif berpatisipasi dalam kehidupan
ber-Gereja.
2. Setia dan taat kepada persekutuan
umat, termasuk hierarki, dsb.
· Usaha-usaha yang dapat kita galakkan
untuk menguatkan persatuan antar-Gereja adalah:
1. Lebih
bersifat jujur dan terbuka satu sama lain. Lebih melihat kesamaan daripada
perbedaan.
2. Mengadakan
berbagai kegiatan sosial dan peribadatan bersama, dsb.
· Sebagai catatan, keseragaman tidak
sama dengan kesatuan. Keseragaman (uniformitas) lebih menyangkut pada kesamaan
secara luar saja (uniform), semua perbedaan harus disamaratakan (menuntut
kesamaan dalam segalanya), sedangkan kesatuan memungkinkan dan harus lebih
tampak dalam keanekaragaman, artinya tidak peduli adanya perbedaan, semuanya
dapat menjadi satu kesatuan.
PENDALAMAN
1. Apa yang dimaksud dengan Gereja yang
Satu?
2. Dalam hal apakah kesatuan Gereja harus
diwujudkan?
3. Usaha-usaha apa yang dapat kita
galakkan untuk memperkuat kesatuan ke dalam?
4. Usaha-usaha apa yang dapat kita
galakkan untuk menguatkan persatuan antar-Gereja?
5. Apa perbedaan antara keseragaman
(uniformitas) dan kesatuan?
PELAJARAN
4
GEREJA
YANG KUDUS
Doa Pembuka
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Ya
Allah pokok keselamatan kami, Gereja-Mu telah menjadi tanda keselamatan bagi
banyak jiwa di bumi ini. Kehadiran Gereja-Mu yang satu, kudus, katolik, dan
apostolik menjadi tanda kehadiran yang menyatukan kami umat-Mu. Kami
mengundang-Mu ya Allah dalam pertemuan ini. Semoga kami semakin terbuka dan
mengadirkan diri kami dalam Gereja-Mu secara nyata. Demi Kristus Tuhan dan
pengantara kami. Amin.
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali pengalaman
tentang kekudusan hidup
1.
Membaca/menyimak
cerita kehidupan
Carlo Acutis, Orang Kudus Generasi
Milenial
Carlo Acutis, seorang anak generasi
milenial, berusia lima belas tahun, dibeatifikasi di basilika St. Fransiskus
Assisi, Italia pada hari Sabtu tanggal 10 Oktober 2020. Sebuah biografi singkat
menceritakan bagaimana kecintaan Carlos pada Ekaristi dan pengetahuan internet
telah meninggalkan hubungan yang nyata dengannya. Carlos baru berusia 15 tahun
ketika dia meninggal di sebuah rumah sakit di Monza, Italia, pada tahun 2006,
mempersembahkan semua penderitaannya untuk Gereja dan untuk Paus.
Carlo adalah anak laki-laki yang
normal, tampan dan populer. Dia seorang pelawak alami yang senang membuat teman
sekelas dan gurunya tertawa. Dia suka bermain sepak bola, video game, dan
memiliki gigi manis. Carlo tidak bisa mengatakan "tidak" pada Nutella
atau es krim. Menambah berat badan membuatnya memahami perlunya pengendalian
diri. Itu adalah salah satu dari banyak perjuangan yang harus diatasi Carlo
untuk belajar bagaimana menguasai seni pengendalian diri, untuk menguasai
keutamaan kesederhanaan, dimulai dengan hal-hal sederhana. Dia biasa berkata,
"Apa gunanya memenangkan 1.000 pertempuran jika Anda tidak bisa
mengalahkan hasrat Anda sendiri?"
Motto Carlo mencerminkan kehidupan
seorang remaja normal yang berjuang untuk menjadi versi terbaik dari dirinya
sendiri, menjalani kehidupan biasa dengan cara yang luar biasa. Dia menggunakan
tabungan pertamanya untuk membeli kantong tidur bagi seorang tunawisma yang
sering dia temui dalam perjalanan ke gereja untuk misa. Dia bisa saja membeli
video game lain untuk koleksi konsol game miliknya. Dia suka bermain video
game. Sebaliknya, dia memilih untuk bermurah hati. Ini bukan contoh yang
terisolasi. Pemakamannya dipenuhi dengan banyak penduduk miskin kota yang telah
dibantu oleh Carlo, menunjukkan bahwa kemurahan hati yang telah dia berikan
kepada gelandangan dalam perjalanannya mengikuti Misa telah ditawarkan kepada
banyak orang lain juga.
Ketika dia diberi buku harian, dia
memutuskan untuk menggunakannya untuk melacak kemajuannya: "nilai
bagus" jika dia berperilaku baik dan "nilai buruk" jika dia
tidak memenuhi harapannya. Beginilah cara dia melacak kemajuannya. Dalam buku
catatan yang sama dia menuliskan, “Kesedihan melihat diri sendiri, kebahagiaan
melihat Tuhan. Konversi tidak lain hanyalah gerakan mata”.
Carlo adalah "pelawak alami"
seperti yang pernah dikomentari ibunya, Antonia Salzano dalam sebuah wawancara.
Teman-teman sekelasnya akan tertawa terbahak-bahak mendengar ucapannya, begitu
pula para guru. Karena dia menyadari itu dapat mengganggu orang lain, dia
berusaha untuk mengubah hal itu juga. Membuat hidup menyenangkan bagi
orang-orang di sekitarnya melalui tindakan kecil adalah hal yang konstan dalam
hidupnya. Dia tidak suka staf kebersihan menjemputnya, bahkan jika mereka
dibayar untuk itu. Jadi dia menyetel jam weker beberapa menit lebih awal untuk
merapikan kamarnya dan merapikan tempat tidur. Raejsh, seorang Hindu yang
membersihkan rumah Carlo, terkesan bahwa dia seseorang yang "tampan, muda
dan kaya" memutuskan untuk menjalani hidup sederhana. "Dia memikat saya
dengan iman yang dalam, kasih amal dan kemurnian," katanya. Melalui contoh
Carlo, Raejsh memutuskan untuk dibaptis di Gereja Katolik.
Kemurnian sangat penting dalam
kehidupan Carlo. "Setiap orang memantulkan cahaya Tuhan", adalah
sesuatu yang biasa dia katakan. Hal yang meyakitkannya adalah ketika melihat
teman-teman sekelasnya tidak hidup sesuai dengan moral kristiani. Dia akan
mendorong mereka untuk melakukannya, mencoba membantu mereka memahami bahwa
tubuh manusia adalah anugerah dari Tuhan dan bahwa seksualitas harus dijalani
seperti yang Tuhan inginkan.
"Martabat setiap manusia begitu
besar, sehingga Carlo memandang seksualitas sebagai sesuatu yang sangat
istimewa, karena ia berkolaborasi dengan ciptaan Tuhan," kenang ibunya.
Beato kita yang baru ini juga suka memakai kacamata selamnya dan bermain
"mengambil sampah dari dasar laut". Ketika dia membawa anjing-anjing
itu jalan-jalan, dia selalu memungut sampah apa pun yang dia temukan.
Semangat sejati Carlo adalah Ekaristi:
"jalan raya menuju surga". Hal inilah yang menyebabkan ibunya bertobat. Seorang wanita
yang hanya pergi "tiga kali ke misa dalam hidupnya" akhirnya
ditaklukkan oleh kasih sayang anak laki-laki itu kepada Yesus. Dia mendaftarkan
dirinya dalam kursus teologi sehingga dia dapat menjawab semua pertanyaan
puteranya yang masih kecil.
Pada usia 11 tahun, Carlo mulai
menyelidiki mukjizat Ekaristi yang terjadi dalam sejarah. Dia menggunakan semua
pengetahuan dan bakat komputernya untuk membuat situs web yang menelusuri
sejarah itu. Ini terdiri dari 160 panel dan dapat diunduh dengan mengklik di
sini dan itu juga telah berkeliling di lebih dari 10.000 paroki di dunia.
Carlo tidak dapat memahami mengapa
stadion penuh dengan orang dan gereja kosong. Dia berulang kali berkata,
"Mereka harus melihat, mereka harus mengerti."
Pada musim panas 2006, Carlo bertanya
kepada ibunya: "Menurutmu apakah aku harus menjadi seorang imam?" Dia
menjawab: "Kamu akan melihatnya sendiri, Tuhan akan mengungkapkannya
kepadamu." Pada awal tahun ajaran itu dia merasa tidak enak badan. Sepertinya
flu biasa. Tetapi ketika kondisinya tidak membaik, orang tuanya membawanya ke
rumah sakit. "Aku tidak akan keluar dari sini," katanya saat memasuki
gedung.
Tak lama setelah itu, ia didiagnosis
dengan salah satu jenis leukemia terburuk– Leukemia Myeloid Akut (AML atau M3).
Reaksinya sangat mengejutkan: "Saya mempersembahkan kepada Tuhan
penderitaan yang harus saya alami untuk paus dan Gereja, agar tidak harus
berada di Api Pencucian dan dapat langsung pergi ke surga."
Dia meninggal tak lama setelah itu.
“Dia menjadi imam dari surga,” kata ibunya.
(Angela Mengis
Palleck/diterjemahkan Daniel Boli Kotan) Sumber artikel dan gambar:
www.vaticannews.va (2020)
2.
Pendalaman
1)
Siapakah
Carlo Acutis?
2)
Apa
gambaran perjalanan hidupnya?
3)
Mengapa
ia disahkan menjadi seorang beato?
4)
Apa
pesan cerita ini untuk hidup kalian sendiri?
3.
Penjelasan
· Carlo Acutis menjadi teladan spirit
kekudusaan orang muda zaman milenial untuk membangun kehidupan manusia yang
bermartabat. Orang muda adalah Gereja masa kini dan masa depan, maka semangat
atau spiritualitas untuk kekudusan hidup perlu ditanam dalam diri orang Katolik
sejak kecil, mulai dari hal-hal yang sederhana dalam hidup di keluarga, Gereja
dan masyarakat.
· Petistiwa beatifikasi Carlo Acutis
hendaknya menjadi pemicu bagi orang muda untuk lebih giat dan cermat
menggunakan media informatika untuk kabar baik dan keselamatan banyak orang,
dan itu cara lain untuk mewujudkan kekudusan Gereja di dunia pada zaman ini.
Langkah kedua: menggali ajaran Kitab
Suci dan ajaran Gereja tentang kekudusan Gereja
1.
Kitab
Suci
a.
Roma
1:1–7
1Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang
dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah.
2Injil itu telah dijanjikan-Nya sebelumnya
dengan perantaraan nabi-nabi-Nya dalam kitab-kitab suci,
3tentang Anak-Nya, yang menurut daging
diperanakkan dari keturunan Daud,
4dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh
kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang
berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita.
5Dengan perantaraan-Nya kami menerima kasih
karunia dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya
dan taat kepada nama-Nya.
6Kamu juga termasuk di antara mereka, kamu yang
telah dipanggil menjadi milik Kristus.
7Kepada kamu sekalian yang tinggal di Roma,
yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus: Kasih
karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari
Tuhan Yesus Kristus.
b.
Pendalaman
1)
Apa
makna kekudusan dalam teks Kitab Suci ini (Roma 1:1–7)?
2)
Apa
makna kekudusan menurut kalian sendiri?
3)
Bagaimana
cara kalian menguduskan diri di keluarga, sekolah, Gereja dan masyarakat?
c.
Penjelasan
· Kita dikuduskan karena terpanggil
(lih. Roma 1:7). Dari pihak manusia, kekudusan (kesucian) hanya berarti
tanggapan atas karya Allah, terutama dengan sikap iman dan pengharapan. Sikap
iman dinyatakan dalam segala perbuatan dan kegiatan kehidupan yang serba biasa.
· Kesucian bukan soal bentuk kehidupan
khusus (seperti menjadi biarawan), melainkan sikap yang dinyatakan dalam hidup
sehari-hari.
· Kekudusan itu terungkap dengan aneka
cara pada setiap orang. Kehidupan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam,
yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu
kekudusan Gereja, yang berasal dari Kristus. Kesucian ini adalah kekudusan yang
harus diperjuangkan terus-menerus.
· Membaca dan merenungkan sabda Tuhan
sebagai sumber pedoman hidup merupakan salah cara untuk menguduskan hidup.
2.
Ajaran
Gereja
“Kita mengimani bahwa Gereja, yang misterinya
diuraikan oleh Konsili suci, tidak dapat kehilangan kesuciannya. Sebab Kristus,
Putera Allah, yang bersama Bapa dan Roh Kudus dipuji bahwa “hanya Dialah
Kudus”[122], mengasihi Gereja sebagai mempelai-Nya, dengan menyerahkan diri
baginya untuk menguduskannya (lih. Ef. 5:25–26). Ia menyatukannya dengan diri-Nya
sebagai tubuh-Nya sendiri dan menyempurnakannya dengan kurnia Roh Kudus, demi
kemuliaan Allah. Maka dalam Gereja semua anggota, entah termasuk hierarki entah
digembalakan olehnya, dipanggil untuk kekudusan, yang menurut amanat Rasul:
“Sebab inilah kehendak Allah: pengudusanmu” (1Tes. 4:3; lih. Ef. 1:4). Adapun
kekudusan Gereja itu tiada hentinya dinyatakan dan harus dinyatakan di dalam
buah-buah rahmat, yang dihasilkan oleh Roh Kudus dalam kaum beriman. Kekudusan
itu dengan aneka cara terungkapkan pada masing-masing orang, yang dalam jalan
hidupnya menuju kesempurnaan cinta kasih, sehingga memberi teladan baik kepada
sesama. Secara khas pula kekudusan ini nampak dalam pelaksanaan
nasihat-nasihat, yang lazim disebut “nasihat Injil”. Pelaksanaan nasehat-nasehat
itu di bawah dorongan Roh Kudus yang ditempuh oleh banyak orang kristiani,
entah secara perorangan, entah dalam corak atau status hidup yang disahkan oleh
Gereja, memberikan dan harus memberikan
di dunia ini kesaksian dan teladan yang ulung tentang kekudusan itu (LG 39)”.
a.
Pendalaman
1)
Apa
itu kekudusan menurut ajaran Gereja?
2)
Apa
contoh kekudusan Gereja menurut dokumen tersebut?
3)
Bagaiamana cara
kalian mewujudkan kekudusan
Gereja menurut ajaran Gereja ini (LG 39)?
b.
Penjelasan
· Gereja itu kudus karena Kristus,
Putera Allah, bersama Bapa dan Roh Kudus mengasihi Gereja sebagai mempelai-Nya,
dengan menyerahkan diri baginya untuk menguduskannya.
· Tuhan kita sendiri adalah sumber dari
segala kekudusan.
· Kristus menguduskan Gereja, dan pada
gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia, Gereja adalah agen pengudusan-Nya.
· Kekudusan itu juga “terungkapkan
dengan aneka cara pada masing-masing orang”. Kekudusan Gereja bukanlah suatu
sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil
bagian dalam satu kesucian Gereja, yang berasal dari Kristus, yang
mengikutsertakan Gereja dalam gerakan-Nya kepada Bapa oleh Roh Kudus. Pada
taraf misteri ilahi Gereja sudah suci: “Di dunia ini Gereja sudah ditandai oleh
kesucian yang sesungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48).
Langkah ketiga: menghayati kekudusan
dalam hidup
1.
Refleksi
Peserta didik membuat refleksi tentang
menghayati kekudusan Gereja dalam hidupnya sebagai orang muda Katolik
berdasarkan kisah Beato Carlo Acutis, atau berdasarkan semangat orang suci yang
dijadikan nama baptis masing-masing.
2.
Aksi
Peserta didik membuat rencana aksi
nyata untuk mewujudkan kekudusan Gereja dalam hidupnya sehari-hari dengan
berinspirasi pada Beato Carlo Acutis, misalnya dengan rajin berdoa, mengikuti
perayaan Ekaristi, berbuat amal baik pada teman, menjaga kebersihan lingkungan
sekitar.
Doa Penutup
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Ya
Allah yang Mahakudus. Kami berterima kasih atas penyertaan dan cinta-Mu dalam
kegiatan dan pertemuan ini. Melalui pertemuan ini kami mengetahui sifat-sifat
Gereja-Mu yang Kudus. Tambahkanlah iman kami untuk semakin percaya kepada-Mu
dan kami pun menjadi saksi iman yang hidup. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Rangkuman
1.
Setiap
kita dikuduskan karena terpanggil oleh Allah (lih. Rm. 1:7). Dari pihak
manusia, kekudusan (kesucian) hanya berarti tanggapan atas karya Allah,
terutama dengan sikap iman dan pengharapan. Sikap iman dinyatakan dalam segala
perbuatan dan kegiatan kehidupan yang serba biasa.
2.
Kesucian bukan
soal bentuk kehidupan
khusus (seperti menjadi
biarawan), melainkan sikap yang dinyatakan dalam hidup sehari-hari,
seperti yang dilakukan oleh Beato Carlo Acutis dalam hidupnya.
3.
Kekudusan
itu terungkap dengan aneka cara pada setiap orang. Kehidupan Gereja bukanlah
suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua
mengambil bagian dalam satu kekudusan Gereja, yang berasal dari Kristus.
Kesucian ini adalah kekudusan yang harus diperjuangkan terus- menerus.
4.
Membaca dan
merenungkan Sabda Tuhan
sebagai sumber pedoman
hidup merupakan salah cara untuk menguduskan hidup.
5.
Gereja
itu kudus karena Kristus, Putera Allah, bersama Bapa dan Roh Kudus mengasihi
Gereja sebagai mempelai-Nya, dengan menyerahkan diri baginya untuk
menguduskannya.
6.
Tuhan
sendiri adalah sumber dari segala kekudusan.
7.
Kristus
menguduskan Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia, Gereja
adalah agen pengudusan-Nya.
8.
Kekudusan
itu juga “terungkapkan dengan aneka cara pada masing-masing orang”.
9.
Kekudusan
Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua,
melainkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang berasal dari
Kristus, yang mengikutsertakan Gereja dalam gerakan-Nya kepada Bapa oleh Roh
Kudus. Pada taraf misteri ilahi Gereja sudah suci: “Di dunia ini Gereja sudah
ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48).
CATATAN:
· Gereja yang kudus berarti Gereja
menjadi perwujudan kehendak yang Mahakudus untuk sekarang juga mau bersatu
dengan manusia dan mempersatukan manusia dalam kekudusannya.
· “Di dalam dunia ini, Gereja sudah
ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG art.
48). Letak ketidaksempurnaannya adalah menyangkut pelaksanaan insani, sama
seperti kesatuannya. Dengan demikian, meskipun di dunia ini, Gereja tidaklah
sempurna namun Gereja sudah ditandai oleh kesucian.
· Kekudusan Gereja nampak pada:
1. Sumber darimana Gereja berasal adalah
kudus, yaitu Allah Bapa melalui Putera dan dalam Roh Kudus.
2. Tujuan dan arah Gereja adalah kudus,
yakni Kemuliaan Allah dan penyelamatan umat manusia.
3. Jiwa Gereja adalah kudus, yakni Roh
Kudus sendiri.
4. Unsur-unsur ilahi yang otentik yang
berada di dalam Gereja adalah kudus.
5. Anggotanya adalah kudus karena
ditandai oleh Kristus melalui pembaptisan dan diserahkan kepada Kristus serta
dipersatukan melalui iman, harapan dan cinta yang kudus. Kita semua dipanggil
untuk kekudusan.
· Usaha-usaha yang dapat kita lakukan
untuk memperjuangkan kekudusan Gereja adalah:
1. Saling memberi kesaksian untuk hidup
sebagai putra – putri Allah
2. Memperkenalkan anggota – anggota
Gereja yang sudah hidup secara heroik untuk mencapai kekudusan
3. Merenungkan dan mendalami Kitab Suci,
khususnya ajaran dan hidup Yesus yang merupakan pedoman dan arah hidup kita,
dsb.
PENDALAMAN
1. Apa yang dimaksud dengan Gereja yang
Kudus?
2. “Di dunia ini, Gereja sudah ditandai
oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48). Dimanakah
letak ketidaksempurnaannya?
3. Usaha-usaha apa yang dapat kita
lakukan untuk memperjuangkan kekudusan Gereja?
PELAJARAN 5
GEREJA
YANG KATOLIK
Doa Pembuka
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Ya
Bapa sumber kehidupan sejati. Dalam pertemuan ini dengan kerendahan hati, kami
mengundang-Mu untuk membuka hati dan pikiran kami untuk semakin memahami sifat
Gereja-Mu yang katolik. Bekalilah pemahaman kami untuk senantiasa terbuka bagi
karya ilahi-Mu, dimana kami harus berbuat dan bersaksi bahwa Gereja-Mu yang
katolik adalah Gereja yang terbuka bagi sesama dengan penuh cinta kasih. Karena
Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin.
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali pengalaman
tentang kekatolikan
1.
Menggali
pengalaman tentang sifat kekatolikan Gereja
Inkulturasi, sebuah Proses Pertobatan
Paul Widyawan mengakui, tanpa
inkulturasi, celah pertobatan akan tertutup. Inkulturasi hanya mungkin melalui
proses tobat di mana unsur kebudayaan menjadi sarana untuk berjumpa dengan
Allah.
Indonesia hingga saat ini masih
dipandang sebagai “negara misi”. Pantaslah inkulturasi menjadi salah satu hal
penting dalam pewartaan Injil. Inkulturasi ini secara nyata masih terekam dalam
liturgi suci. Paling pertama dari bentuk inkulturasi dalam liturgi adalah
penggunaan bahasa vernakular setempat dalam Misa Kudus. Tentu bahasa Latin
sebagai bahasa resmi masih dipertahankan hingga saat ini dalam Ritus Roma.
Terdapat pula bentuk inkulturasi
lainnya dalam arsitektur Gereja dan pakaian Misa. Satu yang tak kalah penting
adalah rupa-rupa nyanyian dalam Misa. Di Indonesia, nyanyian inkulturasi
liturgi ini tak lepas dari sosok Paul Widyawan. Dalam memainkan perannya
sebagai musikus liturgi, nama Paul tak pernah lepas dari Pusat Musik Liturgi
(PML) yang resmi berdiri pada 11 Juli 1971.
Wajah
Pribumi
Dalam buku Perjalanan Musik Gereja
Katolik Indonesia tahun 1957–2007, Romo Karl-Edmund Prier, SJ menceritakan soal
gagasan berdirinya PML dari oborolan berkala dengan Paul sejak tahun 1967.
Dalam pertemuan berkala ini, kedua tokoh musik liturgi Indonesia ini punya satu
pemikiran: agar memajukan musik Gereja lebih profesional. Ada upaya untuk
membuat eksperiman lagu liturgi baru sesuai cita-cita liturgi di Indonesia.
Cita-cita ini didasarkan atas
keprihatinan Romo Prier dan Paul terkait liturgi pada “zaman pra-sejarah PML”.
Memang di zaman itu, ada upaya berbagai pihak untuk mengembangkan musik Gereja
dalam bahasa pribumi. Hal ini sudah dimulai Mgr. Van Bekkum, SVD di Manggarai,
Pater Vincent Lechovic, SVD di Timor, dan Mgr. Albertus Soegijapranata di Jawa.
Akan tetapi usaha tersebut tidak ditangani secara profesional dan tidak
berkelanjutan.
Sejak kehadiran Romo Prier di
Indonesia tahun 1964, umat Katolik Indonesia masih terpaku pada nyanyian
Gregorian. Tidak salah dengan genre lagu ini, cuma sulit dan seringkali
“menyiksa” umat. “Bagi saya hal ini semacam kemunduran liturgi karena tahun
1962–1963 saat betugas di Kolese Stella Matutina di Feldkirch, Austria, angin
pembaharuan liturgi sudah terasa. Tetapi di Indonesia itu tidak nampak,”
ungkapnya.
Keprihatinan ini diungkapkan dalam
usahanya untuk ingin mengaktifkan lagi organis, dirigen, dan orang-orang yang
terlatih secara profesional. Ada harapan juga bahwa liturgi Indonesia harusnya
berwajah pribumi, mengena di kedalaman hati umat. Banyak tradisi musik
tradisional dan kekayaan budaya Indonesia sudah menjadi nilai utama
mengembangkan liturgi yang berwajah nusantara.
Paul seorang figur yang sangat
antusias ketika diundang oleh Romo Prier untuk memberi nafas baru pada musik
liturgi. Paul menyadari bahwa wajah Nusantara liturgi Gereja ini bisa dikuatkan
lewat musik dan lagu tradisional. Dengan begini kekhawatiran dan kecemasan umat
beriman di mana menduduki peran utama dalam liturgi juga teratasi.
Di buku Perjalanan Musik Gereja, Paul
menyebutkan bahwa musik liturgi hendaknya mengabdi pada kepentingan umat. Musik
liturgi senantiasa mendorong partisipasi umat secara aktif dalam perayaan
liturgi. Hal ini bukan berarti musik liturgi semakin miskin sehubungan dengan
sifat massal dari umat, sebaliknya harus semakin bermutu dan berkesan. “Oleh
karena itu, potensi di kalangan umat perlu dilibatkan dan musik inkulturasi
dapat menjawab kebutuhan hal ini,” tulis Paul.
Sumber:
www.hidupkatolik.com/ Yusti H. Wuarmanuk/H. Bambang S (2019)
2.
Pendalaman
a.
Apa
itu inkulturasi dalam Gereja?
b.
Mengapa
Gereja Katolik Indonesia mendukung
inkulturasi?
c.
Inkulturasi
apa saja yang tampak dalam Gereja Katolik Indonesia?
d.
Apakah
inkulturasi sesuai dengan sifat kekatolikan Gereja yang universal?
3.
Penjelasan
· Ada
hubugan dekat antara
agama dan kebudayaan.
Hubungan ini telah mewajibkan Gereja Katolik untuk setia
mendengarkan bisikan kebudayaan. Kewajiban lain yang lebih luas adalah untuk
merefleksikan dan merenungkan proses terbentuknya interaksi budaya manusia.
Proses inkulturasi dapat dilihat sebagai perjalanan dari kebudayaan yang satu
menuju kebudayaan lain. Agama dan kristianitas akhirnya adalah bagian dari
kebudayaan manusia.
· Konsili Vatikan
II menegaskan agar
Gereja Katolik membuka
diri dan menerima unsur-unsur
kebudayaan setempat. Tentu sejauh unsur-unsur kebudayaan itu tidak secara
prinsipiil bertolak belakang dengan ajaran Gereja.
Langkah kedua: mendalami ajaran Gereja
1.
Membaca/menyimak
ajaran Gereja
Peserta didik membaca/menyimak ajaran
Gereja, “Lumen Gentium artikel 13” berikut ini.
Sifat Umum dan Katolik Umat Allah yang
Satu
Semua orang dipanggil kepada umat
Allah yang baru. Maka umat itu, yang tetap
satu dan tunggal,
harus disebarluaskan ke
seluruh dunia dan
melalui segala abad, supaya terpenuhilah rencana kehendak Allah, yang
pada awal mula menciptakan satu kodrat manusia, dan menetapkan untuk akhirnya
menghimpun dan memersatukan lagi anak-anak-Nya yang tersebar (lih. Yoh. 11:52).
Sebab demi tujuan itulah Allah mengutus Putera-Nya, yang dijadikan-Nya ahli
waris alam semesta (lih. Ibr. 1:2), agar Ia menjadi Guru, Raja dan Imam bagi
semua orang, Kepala umat, anak-anak Allah yang baru dan universal. Demi tujuan
itu pulalah Allah mengutus Roh Putera-Nya, Tuhan yang menghidupkan, yang bagi
seluruh Gereja dan masing-masing serta segenap orang beriman menjadi azas
penghimpun dan pemersatu dalam ajaran para rasul dan persekutuan, dalam
pemecahan roti, dan doa-doa (lih. Kis. 1:42).
Jadi
satu umat Allah
itu hidup di
tengah segala bangsa
dunia, warga kerajaan Allah
yang tidak bersifat
duniawi melainkan surgawi. Sebab semua
orang beriman, yang
tersebar di seluruh
dunia, dalam Roh Kudus
berhubungan dengan anggota-anggota lain.
Demikianlah “dia yang tinggal
di Roma mengakui
orang-orang India sebagai
saudaranya” [23].
Namun karena kerajaan Kristus bukan
dari dunia ini (lih. Yoh. 18:36), maka Gereja dan umat Allah, dengan membawa
masuk kerajaan itu, tidak mengurangi sedikitpun kesejahteraan materiil bangsa
manapun juga. Malahan sebaliknya, Gereja memajukan dan menampung segala
kemampuan, kekayaan dan adat-istiadat bangsa- bangsa sejauh itu baik; tetapi
dengan menampungnya juga memurnikan, menguatkan serta mengangkatnya. Sebab
Gereja tetap ingat, bahwa harus ikut mengumpulkan bersama dengan Sang Raja, yang
diserahi segala bangsa sebagai warisan (lih. Mzm. 2:8), untuk mengantarkan
persembahan dan upeti ke dalam kota-Nya (lih. Mzm. 71/72:10; Yes. 60:4–7; Why.
21:24). Sifat universal, yang menyemarakkan umat Allah itu, merupakan kurnia
Tuhan sendiri. Karenanya Gereja yang katolik secara tepat-guna dan tiada
hentinya berusaha merangkum segenap umat manusia beserta segala harta
kekayaannya di bawah Kristus Kepala, dalam kesatuan Roh-Nya [24]. (LG 13).
2.
Pendalaman
a.
Apa
makna katolik?
b.
Mengapa
Gereja disebut katolik?
c.
Bagaimana
kalian mewujudkan kekatolikan Gereja dalam hidupmu?
3.
Penjelasan
· Katolik makna aslinya berarti
universal atau umum. Arti universal dapat dilihat secara kuantitatif dan
kualitatif.
· Gereja itu katolik karena Gereja dapat
hidup di tengah segala bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa. Gereja
sebagai sakramen Roh Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang tidak
terbatas pada anggota Gereja saja, melainkan juga terarah kepada seluruh dunia.
· Dengan
sifat katolik ini
dimaksudkan bahwa Gereja
mampu mengatasi keterbatasannya
sendiri untuk berkiprah ke seluruh penjuru dunia.
· Gereja itu katolik karena ajarannya
dapat diwartakan kepada segala bangsa dan segala harta kekayaan bangsa-bangsa
dapat ditampungnya sejauh itu baik dan luhur.
· Gereja terbuka
terhadap semua kemampuan,
kekayaan, dan adat- istiadat yang
luhur tanpa kehilangan
jati dirinya. Sebenarnya,
Gereja bukan saja dapat
menerima dan merangkum
segala sesuatu, tetapi Gereja dapat
menjiwai seluruh dunia
dengan semangatnya. Oleh
sebab itu, yang Katolik bukan saja Gereja universal, melainkan juga
setiap anggotanya, sebab dalam setiap jemaat hadirlah seluruh Gereja. Setiap
jemaat adalah Gereja yang lengkap, bukan sekadar “cabang” Gereja universal.
Gereja setempat merupakan seluruh Gereja yang bersifat katolik.
· Gereja bersifat katolik berarti
terbuka bagi dunia, tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan
tertentu, waktu atau golongan masyarakat tertentu.
· Kekatolikan Gereja
tampak dalam rahmat
dan keselamatan yang ditawarkannya.
· Iman dan ajaran Gereja yang bersifat
umum, dapat diterima dan dihayati oleh siapa pun juga.
· Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa
Gereja meleburkan diri ke dalam dunia. Dalam keterbukaan itu, Gereja tetap
mempertahankan identitas dirinya.
· Kekatolikan justru terbukti dengan
kenyataan bahwa identitas Gereja tidak tergantung pada bentuk lahiriah
tertentu, melainkan merupakan suatu identitas yang dinamis, yang selalu dan
dimana-mana dapat mempertahankan diri, bagaimanapun juga bentuk pelaksanaannya.
Kekatolikan Gereja bersumber dari firman Tuhan sendiri.
· Gereja itu bersifat dinamis. Maka
Gereja dapat dikembangkan lebih nyata atau diwujudkan dengan cara: bersikap
terbuka dan menghormati kebudayaan, adat istiadat, bahkan agama bangsa mana
pun. Bekerja sama dengan pihak mana pun yang berkehendak baik untuk mewujudkan
nilai-nilai yang luhur di dunia ini.
· Berusaha untuk memprakarsai dan
memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk umat manusia. Terlibat dalam
kehidupan bermasyarakat, sehingga kita dapat memberi kesaksian bahwa “katolik”
artinya terbuka untuk apa saja yang baik dan siapa yang berhendak baik.
Langkah ketiga: menghayati kekatolikan
Gereja dalam hidup
1.
Refleksi
Peserta didik membuat refleksi tentang
apa dan bagaimana ia mewujudkan sifat kekatolikan Gereja dalam hidupnya.
2.
Aksi
Peserta didik membuat rencana aksi
nyata untuk mewujudkan kekatolikan dirinya dalam hidup sehari-hari di rumah,
sekolah, gereja dan masyarakat.
Doa Penutup
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Ya
Tuhan, melalui pertemuan ini kami sudah disuguhi bekal pengetahuan akan
Gereja-Mu yang abadi, satu, kudus, katolik, dan apostolik. Semoga dengan
bertambahnya pengetahuan yang kami terima, hati kami terbuka, dan senantiasa
kami mengundang Roh Kudus-Mu untuk menggiatkan kami agar kami semakin mencitai
Gereja yang hidup yang berziarah di dunia ini.
Dengan
perantaraan Kristus Tuhan dan Juru selamat kami. Amin.
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Rangkuman
· Ada hubungan dekat antara agama dan
kebudayaan. Hubungan ini telah
mewajibkan Gereja Katolik untuk setia mendengarkan bisikan kebudayaan.
Kewajiban lain yang lebih luas adalah untuk merefleksikan dan merenungkan
proses terbentuknya interaksi budaya manusia. Proses inkulturasi dapat dilihat
sebagai perjalanan dari kebudayaan yang satu menuju kebudayaan lain. Agama dan
kristianitas akhirnya adalah bagian dari kebudayaan manusia.
· Konsili Vatikan
II menegaskan agar
Gereja Katolik membuka
diri dan menerima unsur-unsur
kebudayaan setempat. Tentu sejauh unsur-unsur kebudayaan itu tidak secara
prinsipil bertolak belakang dengan ajaran Gereja.
· Katolik makna aslinya berarti
universal atau umum. Arti universal dapat dilihat secara kuantitatif dan
kualitatif.
· Gereja itu katolik karena Gereja dapat
hidup di tengah segala bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa. Gereja
sebagai sakramen Roh Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang tidak
terbatas pada anggota Gereja saja, melainkan juga terarah kepada seluruh dunia.
· Dengan
sifat katolik ini
dimaksudkan bahwa Gereja
mampu mengatasi keterbatasannya
sendiri untuk berkiprah ke seluruh penjuru dunia.
· Gereja itu katolik karena ajarannya
dapat diwartakan kepada segala bangsa dan segala harta kekayaan bangsa-bangsa
dapat ditampungnya sejauh itu baik dan luhur.
· Gereja terbuka terhadap semua
kemampuan, kekayaan, dan adat-istiadat yang luhur tanpa kehilangan jati
dirinya. Sebenarnya, Gereja bukan saja dapat menerima dan merangkum segala
sesuatu, tetapi Gereja dapat menjiwai seluruh dunia dengan semangatnya. Oleh
sebab itu, yang katolik bukan saja Gereja universal, melainkan juga setiap
anggotanya, sebab dalam setiap jemaat hadirlah seluruh Gereja. Setiap jemaat
adalah Gereja yang lengkap, bukan sekadar “cabang” Gereja universal. Gereja
setempat merupakan seluruh Gereja yang bersifat katolik.
· Gereja bersifat katolik berarti
terbuka bagi dunia, tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan
tertentu, waktu atau golongan masyarakat tertentu.
· Kekatolikan Gereja
tampak dalam rahmat
dan keselamatan yang ditawarkannya.
· Iman dan ajaran Gereja yang bersifat
umum, dapat diterima dan dihayati oleh siapa pun juga.
· Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa
Gereja meleburkan diri ke dalam dunia. Dalam keterbukaan itu, Gereja tetap
mempertahankan identitas dirinya.
· Kekatolikan justru terbukti dengan
kenyataan bahwa identitas Gereja tidak tergantung pada bentuk lahiriah
tertentu, melainkan merupakan suatu identitas yang dinamis, yang selalu dan
dimana-mana dapat mempertahankan diri, bagaimanapun juga bentuk pelaksanaannya.
Kekatolikan Gereja bersumber dari firman Tuhan sendiri.
· Gereja itu bersifat dinamis. Maka
Gereja dapat dikembangkan lebih nyata atau diwujudkan dengan cara: bersikap
terbuka dan menghormati kebudayaan, adat istiadat, bahkan agama bangsa mana
pun. Bekerja sama dengan pihak mana pun yang berkehendak baik untuk mewujudkan
nilai-nilai yang luhur di dunia ini.
· Berusaha untuk memprakarsai dan
memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk umat manusia. Terlibat dalam
kehidupan bermasyarakat, sehingga kita dapat memberi kesaksian bahwa “katolik”
artinya terbuka untuk apa saja yang baik dan siapa yang berhendak baik.
CATATAN:
· Kata
katolik berarti “umum”, “universal”, dan “menyeluruh”.
· Gereja
yang Katolik adalah Gereja dapat hidup di tengah segala bangsa dan memperoleh
warganya dari semua bangsa dan terarah pada seluruh dunia. Selain itu, Gereja
terbuka terhadap semua kemampuan, kekayaan, dan adat-istiadat yang baik dan
luhur tanpa kehilangan jati dirinya, bahkan dapat menjiwai seluruh dunia.
Singkatnya, Gereja bersifat katolik berarti terbuka bagi dunia, tidak terbatas
pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan tertentu, waktu atau golongan
masyarakat tertentu. Kekatolikan Gereja nampak dalam rahmat dan keselamatan
yang ditawarkannya serta iman dan ajaran Gereja yang bersifat umum, dapat
diterima dan dihayati oleh siapapun juga.
· Sehubungan
dengan penggunaan nama “Katolik”, diperlukan dua hal yang hakiki, yaitu persetujuan dari otoritas Gerejawi yang
berwenang dan persetujuan itu tertulis. Hal ini terungkap pada:
1.
KHK Kan. 300: “ Janganlah satu
perserikatan pun memakai nama “Katolik” tanpa
persetujuan otoritas Gerejawi yang berwenang menurut norma Kan.312.
2.
KHK Kan. 312: “ Otoritas yang
berwenang, unutuk mendirikan perserikatan-perserikatan publik ialah:
a.
Takhta Suci, untuk
perserikatan-perserikatan universal dan internasional.
b.
Konferensi Wali Gereja di wilayah
masing-masing untuk perserikatan Nasional yakni yang berdasarkan pendiriannya
diperuntukkan bagi kegiatan yang meliputi seluruh Negara.
c.
Uskup diosesan di wilayah
masing-masing, tetapi administrator diosesan tidak, untuk
perserikatan-perserikatan diosesan, terkecuali perserikatan – perserikatan yang
pendiriannya menurut priviligi apostolik direservasi bagi orang lain.”
· Mewujudkan
kekatolikan Gereja dapat dilakukan dengan cara:
1.
Sikap terbuka dan menghormati
kebudayaan, adat-istiadat, bahkan agama dan bangsa manapun.
2.
Bekerja sama dengan pihak mana pun
yang berkehendak baik untuk mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini.
3.
Selalu berusaha untuk memprakarsai dan
memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk umat manusia.
4.
Untuk setiap orang kristiani
diharapkan memiliki jiwa besar dan keterlibatan penuh dalam kehidupan
bermasyarakat.
PENDALAMAN:
1.
Jelaskan arti kata “Katolik”!
2.
Apa yang dimaksud dengan Gereja yang
Katolik?
3.
Adakah aturan khusus mengenai
penggunaan predikat “Katolik” dalam berbagai lembaga Gereja Katolik dan
lembaga-lembaga umum? Bagaimana bunyinya?
4.
Bagaimanakah mewujudkan Kekatolikan Gereja?
PELAJARAN 6
GEREJA
YANG APOSTOLIK
Doa Pembuka
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Ya
Tuhan yang Mahabaik, melalui iman para rasul-Mu, Engkau telah menubuatkan
ajaran iman bagi para rasul-Mu untuk menjadi wadah yang kokoh, iman yang kuat,
iman yang merasul dan menjadi saksi. Teristimewa pada pertemuan ini kami akan
belajar tentang sifat Gereja yang apostolik, Gereja yang merasul. Semoga kami
menjadi rasul seperti para murid perdana-Mu yang setia menjadi saksi-Mu dalam
situasi apapun. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami.
Amin.
Dalam
nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali pemahaman tentang keapostolikan Gereja
1.
Membaca/menyimak
artikel berita
Tahbisan Uskup
Tanjung Selor, Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF
Pastor Paulinus Yan Olla MSF resmi
menjadi Uskup Tanjung Selor. Tahbisan episkopal Pastor Paulinus berlangsung di
Lapangan Agatis, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Sabtu, (5/5). Uskup
Agung Samarinda (sebelumnya sebagai Uskup Tanjung Tanjung Selor), Mgr. Yustinus
Harjosusanto, MSF menjadi pentahbis utama Pastor Paulinus. Sementara sebagai
pentahbis pendamping adalah Uskup Banjarmasin, Mgr. Petrus Boddeng Timang dan
Uskup Palangkaraya Mgr. Aloysius Sutrisnaatmaka, MSF.
Pada
kesempatan itu hadir
pula Duta Besar
Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Piero Pioppo. Mgr. Pioppo
memperlihatkan dan membacakan surat resmi dari Paus Fransiskus ihwal penunjukan
Pastor Paulinus sebagai Uskup Tanjung Selor. Dalam sambutannya, Mgr. Paulinus
mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah hadir dan berdoa untuk acara
tahbisannya. “Kita berkumpul di tempat ini karena Tuhan telah berkenan memilih
saya, hamba-Nya yang hina ini untuk bekerja di kebun anggur-Nya, di Keuskupan
Tanjung Selor,” tuturnya. Kehadiran Mgr. Paulinus menjadi berkat sekaligus
memberi harapan bagi seluruh umat
Keuskupan Tanjung Selor. Ini
merupakan bentuk jawaban Tuhan
atas kerinduan dan doa yang senantiasa dipanjatkan oleh seluruh umat.
“Perjuangan para pendahulu akan dilanjutkan melalui pengabdian kami di
keuskupan ini (Tanjung Selor),” lanjutnya. (Marchella A. Vieba)
Sumber:
www.hidupkatolik.com/Marchella A. Vieba (2018)
2.
Pendalaman
a.
Apa yang
dikisahkan pada berita
Tahbisan Uskup Tanjung
Selor, Mgr. Paulinus Yan Olla
MSF?
b.
Apa
yang dibacakan dan diperlihatkan Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Piero
Pioppo?
c.
Apa
yang disampaikan Mgr. Paulinus setelah ia ditahbiskan?
d.
Dari
cerita tahbisan ini, apa yang kalian ketahui tentang Gereja yang bersifat
apostolik?
3.
Penjelasan
· Dalam setiap acara tahbisan uskup
dimanapun di seluruh dunia , Duta Besar Vatikan atau yang mewakilinya
membacakan surat penetapan oleh Sri Paus untuk calon uskup baru yang akan
ditahbiskan. Paus sebagai kepala Gereja universal, penerus tahta santo Petrus
sesuai kedudukannya menujuk seorang imam menjadi uskup atau gembala Gereja
lokal.
· Dalam kisah/berita tahbisan uskup
Tanjung Selor, Mgr. Paulinus mengucapkan terima kasih kepada semua umat yang
hadir dan mendoakan ia pada acara tahbisannya karena rahmat Tuhan. Mgr.
Paulinus bersaksi bahwa Tuhan telah berkenan memilih dirinya, seorang hamba
yang hina untuk bekerja di kebun anggur-Nya, di Keuskupan Tanjung Selor.
Langkah kedua: mendalami ajaran Gereja
tentang sifat apostolik Gereja
1.
Membaca/menyimak
ajaran Gereja
Peserta didik membaca dan menyimak
ajaran Gereja berikut ini.
Gereja Diutus
oleh Kristus
Sejak semula Tuhan Yesus “memanggil
mereka yang dikehendaki-Nya serta untuk diutus-Nya mewartakan Injil” (Mrk.
3:13; lih. Mat. 10:1–42). Begitulah para rasul merupakan benih-benih Israel baru,
pun sekaligus awal mula hierarki suci.
Kemudian, sesudah wafat
dan kebangkitan-Nya, Tuhan menyelesaikan dalam diri-Nya rahasia-rahasia
keselamatan kita serta pembaharuan segala sesuatu, menerima segala kuasa di
surga dan di bumi (lih. Mat. 28:18), sebelum Ia diangkat ke surga (lih. Kis.
1:11), Ia mendirikan Gereja-Nya sebagai sakramen keselamatan. Ia mengutus para
rasul ke seluruh dunia, seperti Ia sendiri telah diutus oleh Bapa (lih. Yoh.
20:21), perintah-Nya kepada mereka: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua
bangsa murid-Ku, dan baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh
Kudus; ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan
kepadamu” (Mat. 28:19 dsl.); “pergilah ke seluruh dunia, dan wartakanlah Injil
kepada semua makhluk. Barang siapa percaya dan dibaptis akan selamat; tetapi
siapa tidak percaya, akan dihukum” (Mrk. 16:15 dsl.). Maka dari itu Gereja
mengemban tugas menyiarkan iman serta keselamatan Kristus, baik atas perintah
oleh para rasul telah diwariskan kepada dewan para uskup yang dibantu oleh para
imam, bersama dengan pengganti Petrus serta Gembala Tertinggi Gereja, maupun
atas daya-kekuatan kehidupan, yang oleh Kristus disalurkan kepada para
anggota-Nya; “dari pada-Nyalah seluruh tubuh, yang rapih tersusun dan diikat
menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan
setiap anggota, menerima pertumbuhan dan membangun dirinya dalam kasih” (Ef.
4:16). Oleh karena itu perutusan Gereja terlaksana dengan karya-kegiatannya.
Demikianlah Gereja,
mematuhi perintah Kristus
dan digerakkan oleh rahmat serta cinta kasih Roh Kudus,
hadir bagi semua orang dan bangsa dengan kenyataannya sepenuhnya, untuk dengan
teladan hidup maupun pewartaannya, dengan sakramen-sakramen serta upaya-upaya
rahmat lainnya menghantarkan mereka kepada iman, kebebasan dan damai Kristus,
sehingga bagi mereka terbukalah jalan yang bebas dan teguh, untuk ikut serta
sepenuhnya dalam misteri Kristus. Perutusan itu terus berlangsung, dan di
sepanjang sejarah menjabarkan perutusan Kristus sendiri, yang diutus untuk
mewartakan Kabar Gembira kepada kaum miskin. Atas dorongan Roh Kristus, Gereja
harus menempuh jalan yang sama seperti yang dilalui oleh Kristus sendiri, yakni
jalan kemiskinan, ketaatan, pengabdian dan pengorbanan diri sampai mati, dan
dari kematian itu muncullah Ia melalui kebangkitan-Nya sebagai Pemenang. Sebab
demikianlah semua rasul berjalan dalam harapan. Dengan mengalami banyak
kemalangan dan duka derita mereka menggenapi apa yang masih kurang pada
penderitaan Kristus bagi tubuh- Nya yakni Gereja (lih. Kol. 1:24). Sering pula
darah orang-orang kristiani menjadi benih. (AG 5).
2.
Pendalaman
a.
Apa
maksudnya Gereja yang bersifat atau berciri apostolik?
b.
Mengapa
Gereja Katolik mementingkan hubungan historis, turun temurun, antara para rasul
dan pengganti mereka, yaitu para uskup?
c.
Apa
peran Roh Kudus bagi Gereja yang apostolik?
d.
Apa
yang diperintahkan Yesus kepada para rasul-Nya?
3.
Penjelasan
· Gereja yang apostolik merupakan
warisan iman Gereja seperti yang ditulis dalam Kitab Suci dan Tradisi suci,
dilestarikan, diajarkan dan diwariskan oleh para rasul. Dengan ciri apostolik ini, Gereja “dibangun atas dasar
para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef.
2:20).
· Gereja Katolik mementingkan hubungan historis,
turun temurun, antara para rasul dan pengganti mereka, yaitu para uskup. Dengan
demikian juga menjadi jelas mengapa Gereja Katolik tidak hanya mendasarkan diri
dalam hal ajaran-ajaran dan eksistensinya pada Kitab Suci melainkan juga kepada
Tradisi suci dan Magisterium Gereja sepanjang masa.
· Di bawah bimbingan Roh Kudus, Roh
kebenaran, Magisterium (= otoritas mengajar) Gereja yang dipercayakan kepada
para rasul dan penerus mereka berkewajiban untuk melestarikan, mengajarkan,
membela dan mewariskan warisan iman.
· Roh Kudus melindungi Gereja dari
kesalahan dalam otoritas mengajarnya. Yesus mengutus para rasul dan bersabda:
“Pergilah, ajarilah semua bangsa, dan baptislah mereka atas nama Bapa, dan
Putera, dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka menaati segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu” (lih. Mat. 28:19–20).
· Perintah resmi Kristus untuk
mewartakan kebenaran yang menyelamatkan itu oleh Gereja diterima dari para
rasul dan harus dilaksanakan sampai ke ujung bumi. Gereja terus-menerus
mengutus para pewarta sampai Gereja- Gereja baru terbentuk sepenuhnya untuk
melanjutkan karya pewartaan Injil.
· Gereja sekarang sama dengan Gereja
para rasul. Bahkan identitas Gereja sekarang mempunyai kesatuan dan kesamaan
fundamental dengan Gereja para rasul.
Langkah ketiga: menghayati sifat
keapostolikan Gereja
1.
Refleksi
a.
Peserta
didik membuat refleksi tentang sifat Gereja yang apostolik. Bila fasilitas di
kelas memungkinkan, peserta didik diajak menyaksikan video dokumenter
pengumuman hasil pemilihan Paus Fransiskus atau biasa disebut Habemus Papam
(kita mempunyai paus baru) dengan menggunakan kode QR berikut: Youtube Channel,
Patriarcado de Lisboa
Kata Kunci Pencarian: Eleição do Papa
Francisco
b.
Selanjutnya
peserta didik membuat refleksi keapostolikan Gereja, bisa dalam bentuk
renungan, doa, puisi, dan lain-lain.
2.
Aksi
Buatlah rencana aksi untuk selalu mendoakan para pemimpin Gereja
Katolik dalam doa pribadi atau doa bersama keluarga atau bersama umat di
lingkungan atau waktu perayaan misa di gereja.
Doa Penutup
Dalam
Nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Kami
haturkan terima kasih, ya Tuhan, atas berkat-Mu kami boleh menyelesaikan
pertemuan ini. Semoga kami menjadi Gereja yang apostolik, yang membawa karya
keselamatan bagi sesama. Jadikanlah kami menjadi pewarta sejati yang tangguh
membawa kabar gembira bagi semua orang. Karena Kristus Tuhan dan Juru Selamat
kami. Amin.
Dalam
Nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Rangkuman
· Gereja yang apostolik merupakan
warisan iman Gereja seperti yang ditulis dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci,
dilestarikan, diajarkan dan diwariskan oleh para rasul. Dengan ciri apostolik ini Gereja “dibangun atas dasar
para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef.
2:20).
· Gereja Katolik mementingkan hubungan
historis, turun temurun,
antara para rasul dan pengganti mereka, yaitu para uskup. Dengan
demikian juga menjadi jelas mengapa Gereja Katolik tidak hanya mendasarkan diri
dalam hal ajaran-ajaran dan eksistensinya pada Kitab Suci melainkan juga kepada
Tradisi Suci dan Magisterium Gereja sepanjang masa.
· Di bawah bimbingan Roh Kudus, Roh
kebenaran, Magisterium (=otoritas mengajar) Gereja yang dipercayakan kepada
para rasul dan penerus mereka berkewajiban untuk melestarikan, mengajarkan,
membela dan mewariskan warisan iman.
· Roh Kudus melindungi Gereja dari
kesalahan dalam otoritas mengajarnya. Yesus mengutus para rasul dan bersabda:
“Pergilah, ajarilah semua bangsa, dan baptislah mereka atas nama Bapa, dan
Putera, dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka menaati segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu” (lih. Mat. 28:19-20).
· Perintah resmi Kristus untuk
mewartakan kebenaran yang menyelamatkan itu oleh Gereja diterima dari para
rasul dan harus dilaksanakan sampai ke ujung bumi. Gereja terus-menerus
mengutus para pewarta sampai Gereja- Gereja baru terbentuk sepenuhnya untuk
melanjutkan karya pewartaan Injil.
· Gereja sekarang sama dengan Gereja
para rasul. Bahkan identitas Gereja sekarang mempunyai kesatuan dan kesamaan
fundamental dengan Gereja para rasul.
CATATAN:
· Apostolik
berasal dari kata “apostolos” (bhs. Yunani) yang berarti utusan, suruhan, wakil
resmi yang diserahi misi tertentu. Istilah ini juga kemudian dipakai untuk
menyebut para rasul Yesus. Maka, Gereja yang apostolik berarti Gereja yang
berasal dari para rasul dan tetap berpegang teguh pada kesaksian iman mereka.
Hubungan antara Gereja dan para rasul tersebut nampak dalam:
1.
Legitimasi fungsi dan kuasa hirarki
dari para rasul.
2.
Ajaran-ajaran Gereja diturunkan dan
berasal dari kesaksian para rasul.
3.
Ibadat dan struktur Gereja pada
dasarnya berasal dari para rasul.
· Selain
memiliki sifat Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik, pada zaman ini Gereja juga
dituntut memiliki sifat-sifat yang lain, misalnya:
1.
Gereja yang lebih merakyat dan
mengutamakan kaum miskin dan lemah (preferential option for the poor)
2.
Gereja yang bersifat kenabian (membela
kebenaran dan menegakkan keadilan)
3.
Gereja yang membebaskan (menjadi tanda
keselamatan bagi umat manusia)
4.
Gereja yang merupakan ragi (membangun
dunia baru yang lebih baik, merombak tembok-tembok yang memisahkan
bangsa/manusia yang satu dengan yang lainnya).
5.
Gereja yang dinamis (Gereja yang
ber-agrionamento)
6.
Gereja yang bersifat Kharismatis
(dijiwai oleh Roh Kudus untuk memberi hidup secara bebas dan leluasa kepada
semua lapisan umat).
PENDALAMAN:
1.
Kata apostolik berasal dari bahasa
Yunani yaitu …………… yang berarti
……………….............................................................................................................................Kemudian
kata tersebut digunakan oleh Gereja untuk menyebut para rasul Yesus.
2.
Apa yang dimaksud dengan Gereja yang
Apostolik?
3.
Bagaimanakah hubungan antara para
rasul yang diutus Kristus dengan Gereja?
4.
Usaha-usaha apa yang dapat kita
lakukan untuk keapostolikan Gereja?
5.
Secara tradisional kita meyakini sifat
Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Apakah ada sifat-sifat atau
ciri-ciri lain yang sungguh dituntut pada zaman ini? Sebutkan dan jelaskan!
PELAJARAN 7
PERAN HIERARKI DALAM GEREJA KATOLIK
Doa Pembuka
Dalam nama Bapa,
Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Ya Bapa yang
Mahabijaksana, terima kasih kami panjatkan kepada-Mu, atas panggilan suci yang
Engkau anugerahkan kepada hierarki Gereja-Mu yang setia melayani umat-Mu.
Mereka adalah
bapa paus, para uskup, para imam dan diakon. Mereka adalah tangan kanan-Mu yang
menuntun dan mendampingi kami para dombanya menuju ke tempat yang akan
menyejahterakan hidup iman kami. Pada kesempatan ini, izinkan kami memahami,
merenungkan pengabdian hidup mereka dengan kerelaan hatinya untuk setia
kepada-Mu dan Gereja suci-Mu dalam pelayanan suci dan kudus. Semoga kehadiran
para gembala kami menjadi tanda kehadiran-Mu yang menyelamatkan dalam iman,
harapan dan kasih. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.
Dalam nama Bapa,
Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali pemahaman tentang hierarki
1.
Membaca/menyimak cerita kehidupan
a.
Guru mengajak peserta didik untuk
berdialog sejenak tentang hierarki dalam pemerintahan negara. Peserta didik
dalam kelompok atau secara mandiri, membuat gambar struktur atau hierarki
pemerintahan negara Indonesia (Presiden – Gubernur – Bupati/Walikota – Camat –
Lurah/Kepala Desa - RW - RT).
b.
Setelah berdiskusi, guru menjelaskan
bahwa apa yang telah digambarkan itu merupakan hierarki dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dalam Gereja Katolik kita juga mengenal apa yang
disebut hierarki. Bahkan hierarki dalam Gereja Katolik seumur Gereja itu sendiri yaitu dua ribu tahun lebih, atau
sejak zaman para rasul dengan pimpinan Santo Petrus hingga Paus Fransiskus
sekarang.
c.
Guru mengajak peserta didik mengamati
gambar-gambar berikut ini.
d.
Guru
mengajak peserta didik
untuk menebak, apa
jabatan/kedudukan tokoh-tokoh pada gambar tersebut (paus, uskup, imam,
diakon) kemudian mengurutkannya sesuai hierarki Gereja Katolik.
2.
Pendalaman/diskusi
a.
Apa itu hierarki?
b.
Siapakah paus itu?
c.
Siapakah uskup itu?
d.
Siapakah imam itu?
e.
Siapakah diakon itu?
Langkah kedua: menggali ajaran Gereja tentang hierarki
1.
Membaca/menyimak artikel berikut:
Hierarki
Perutusan
Allah yang dipercayakan Kristus kepada para rasul itu akan berlangsung sampai
akhir zaman (lih. Mat. 28:20). Tugas para rasul adalah mewartakan Injil untuk
selama-lamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun secara hierarkis
yaitu para rasul telah berusaha mengangkat para pengganti mereka. Maka konsili mengajarkan
bahwa "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai
gembala Gereja". Kepada mereka itu para rasul berpesan, agar mereka
menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk
menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis. 20:28; LG 20). Pengganti mereka yakni,
para uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir zaman
(LG 18).
Maksud
dari "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai
gembala Gereja" ialah bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbulah
kelompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal
sekarang. Proses perkembangan pokok itu terjadi dalam Gereja perdana atau
Gereja para rasul, yakni Gereja yang mengarang Kitab Suci Perjanjian Baru.
Jadi, dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus dan kemartiran Santo Ignatius
dari Antiokhia pada awal abad kedua, secara prinsip terbentuklah hierarki
Gereja sebagaimana dikenal dalam Gereja sekarang.
Struktur/susunan
hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para uskup dengan paus
sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu uskup.
a.
Para Rasul
Sejarah
awal perkembangan hierarki adalah kelompok keduabelas rasul. Inilah kelompok
yang sudah terbentuk waktu Yesus masih hidup. Seperti Paulus juga menyebutnya
kelompok itu "mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku" (Gal.
1:17). Demikian juga Paulus pun seorang rasul, sebagaimana dalam Kitab Suci
(1Kor. 9:1, 15:9), dan sebagainya.
Pada
akhir perkembangannya ada struktur dari Gereja Santo Ignatius dari Antiokhia,
yang mengenal "penilik" (episkopos), "penatua"
(presbyteros), dan "pelayan" (diakonos). Struktur ini kemudian
menjadi struktur hierarkis yang terdiri dari uskup, imam dan diakon.
b.
Dewan Para Uskup
Pada
akhir zaman Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah
pengganti para rasul, seperti juga dinyatakan dalam Konsili Vatikan II (LG 20).
Tetapi hal itu tidak berarti bahwa hanya ada dua belas uskup (karena dua belas
rasul). Di sini dimaksud bukan rasul satu persatu diganti oleh orang lain,
tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh kalangan para
uskup. Hal tersebut juga dipertegas dalam Konsili Vatikan II (LG 20 dan LG 22).
Tegasnya,
dewan para uskup menggantikan dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja
adalah dewan para
uskup. Seseorang diterima
menjadi uskup karena diterima ke dalam dewan itu. Itulah tahbisan uskup,
"Seseorang menjadi anggota dewan para uskup dengan menerima tahbisan
sakramental dan berdasarkan persekutuan hierarkis dengan kepada maupun para
anggota dewan" (LG 22). Sebagai sifat kolegial ini, tahbisan uskup selalu
dilakukan oleh paling sedikit tiga uskup, sebab dengan tahbisan uskup berarti
bahwa seorang anggota baru diterima ke dalam dewan para uskup (LG 21).
c.
Paus
Kristus
mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan
umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para uskup. Menurut kesaksian
Tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu dipandang
sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja.
Maka
menurut keyakinan Tradisi, uskup Roma itu pengganti Petrus, bukan hanya sebagai
uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan
Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma, ia adalah pengganti
Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus. Hal ini dapat kita
lihat dalam sabda Yesus sendiri: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus
sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa- Ku yang di
surga. Dan Aku pun berkata kepadamu: “Engkau adalah Petrus dan di atas batu
karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.
Kepadamu akan Kuberikan kunci kerajaan surga. Apa yang kauikat di dunia ini
akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di
surga." (Mat. 16:17–19).
d.
Uskup
Paus adalah
juga seorang uskup.
Kekhususannya sebagai paus,
bahwa dia ketua dewan para uskup.
Tugas pokok uskup di tempatnya sendiri dan paus bagi seluruh Gereja adalah
pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah memersatukan dan
mempertemukan umat. Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan, dan para uskup
"dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing"
(LG 27).
Tugas
pemersatu dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan
Gereja. Komunikasi iman Gereja terjadi dalam pewartaan, perayaan dan pelayanan.
Maka dalam tiga bidang itu para uskup, dan paus untuk seluruh Gereja, menjalankan
tugas kepemimpinannya. "Diantara tugas-tugas
utama para uskup pewartaan Injillah yang terpenting" (LG 25). Dalam
ketiga bidang kehidupan Gereja uskup bertindak sebagai pemersatu, yang
mempertemukan orang dalam komunikasi iman.
e.
Imam
Pada
zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut
paroki. Seorang uskup dapat disebut "pastor kepala" pada zaman itu,
dan imam-imam "pastor pembantu", lama kelamaan pastor pembantu
mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah-daerah
keuskupan makin besar. Dengan demikian, para uskup semakin diserap oleh tugas
organisasi dan administrasi. Tetapi itu sebetulnya tidak menyangkut tugasnya
sendiri sebagai uskup, melainkan cara melaksanakannya, sehingga uskup sebagai
pemimpin Gereja lokal, jarang kelihatan di tengah-tengah umat.
Melihat
perkembangan demikian, para imam menjadi wakil uskup. "Di masing-masing
jemaat setempat dalam arti tertentu mereka menghadirkan uskup. Para imam
dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup,
sebagai penolong dan organ mereka" (LG 28).
Tugas
konkret mereka sama seperti uskup: "Mereka ditahbiskan untuk mewartakan
Injil serta menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat
ilahi".
f.
Diakon
“Pada
tingkat hierarki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan
“bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan” [111]. Sebab dengan diteguhkan
rahmat sakramental mereka mengabdikan diri kepada umat Allah dalam perayaan
liturgi, sabda dan amal kasih, dalam persekutuan dengan uskup dan para
imamnya. Adapun tugas
diakon, sejauh dipercayakan
kepadanya oleh kewibawaan yang berwenang, yakni: menerimakan baptis
secara meriah, menyimpan dan membagikan Ekaristi, atas nama Gereja menjadi
saksi perkawinan dan memberkatinya, mengantarkan komuni suci terakhir kepada
orang yang mendekati ajalnya, membacakan Kitab Suci kepada kaum beriman,
mengajar dan menasihati umat, memimpin ibadat dan doa kaum beriman, menerimakan
sakramen-sakramentali, memimpin upacara jenazah dan pemakaman. Sambil
membaktikan diri kepada tugas-tugas cinta kasih dan administrasi, hendaklah
para diakon mengingat nasihat Santo Polikarpus: “Hendaknya mereka selalu
bertindak penuh belas kasihan dan rajin, sesuai dengan kebenaran Tuhan, yang
telah menjadi hamba semua orang” [112]. (LG29).
Catatan
tentang Kardinal
Seorang
kardinal adalah seorang uskup yang diberi tugas dan wewenang memilih paus baru,
bila ada seorang paus yang meninggal. Sejarah awalnya, karena paus adalah uskup
Roma, maka Paus baru sebetulnya dipilih oleh pastor-pastor kota Roma, khususnya
pastor-pastor dari gereja-gereja “utama” (cardinalis). Dewasa ini para kardinal
dipilih dan diangkat langsung oleh paus dari uskup-uskup seluruh dunia. Lama
kelamaan para kardinal juga berfungsi sebagai penasihat Paus, bahkan fungsi
kardinal menjadi suatu jabatan kehormatan. Sejak abad ke-13 warna pakaian khas
adalah merah lembayung. Kardinal bukan jabatan hierarkis dan tidak termasuk
struktur hierarkis. Jabatannya sebagai uskuplah yang merupakan jabatan
hierarkis dan masuk dalam struktur hierarki. Para uskup yang dipilih oleh paus
sebagai kardinal kemudian membentuk suatu Dewan Kardinal. Jumlah dewan yang
berhak memilih paus dibatasi sebanyak 120 orang dan di bawah usia 80 tahun.
Fungsi
khusus hierarki
Seluruh
umat Allah mengambil bagian di dalam tugas Kristus sebagai nabi (mengajar),
imam (menguduskan), dan raja (memimpin/menggembalakan). Meskipun menjadi tugas
umum dari seluruh umat beriman, namun Gereja atas dasar sejarahnya di mana
Kristus memilih para rasul untuk melaksanakan tugas itu secara khusus, kemudian
menetapkan pembagian tugas tiap komponen umat. Gereja menetapkan pembagian
tugas tiap komponen umat (hierarki, biarawan/ biarawati, dan kaum awam) untuk
menjalankan tri-tugas dengan cara dan fungsi yang berbeda.
Berdasarkan keterangan
yang telah diungkapkan
di atas, fungsi
khusus hierarki adalah:
1)
menjalankan tugas Gerejani, yakni
tugas-tugas yang langsung dan eksplisit menyangkut kehidupan beriman Gereja,
seperti: pelayanan sakramen- sakramen, mengajar, dan sebagainya;
2)
menjalankan tugas
kepemimpinan dalam komunikasi
iman. Hierarki memersatukan umat
dalam iman dengan petunjuk, nasihat dan teladan.
Corak
kepemimpinan dalam Gereja
1)
Kepemimpinan dalam Gereja merupakan
suatu panggilan khusus di mana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang
dominan. Kepemimpinan Gereja tidak diangkat oleh manusia berdasarkan bakat,
kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak diperoleh
oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang
memilih kamu” (Yoh. 15:16). Kepemimpinan dalam masyarakat dapat diperjuangkan
oleh manusia, tetapi kepemimpinan dalam Gereja tidaklah demikian.
2)
Kepemimpinan dalam Gereja bersifat
mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia sungguh
mempunyai wewenang yang ber- asal dari Kristus sendiri.
3)
Kepemimpinan gerejani
adalah kepemimpinan melayani,
bukan untuk dilayani, sebagaimana
yang ditunjukkan oleh Yesus
sendiri. Maka Paus disebut sebagai “Servus Servorum Dei” (=
Hamba dari hamba-hamba Allah).
4)
Kepemimpinan hierarki
berasal dari Tuhan
karena sakramen Tahbisan yang diterimanya maka tidak dapat
dihapuskan oleh manusia. Sedangkan kepemimpinan dalam masyarakat dapat
diturunkan oleh manusia, karena ia memang diangkat dan diteguhkan oleh manusia.
2.
Pendalaman
Peserta
didik berdiskusi dalam kelompok dengan panduan pertanyaan-pertanyaan berikut
ini.
a.
Sebutkan struktur kepemimpinan
(hierarki) dalam Gereja Katolik?
b.
Siapakah paus dan apa fungsinya?
c.
Siapakah uskup dan apa fungsinya?
d.
Siapakah imam dan apa fungsinya?
e.
Siapakah diakon dan apa fungsinya?
f.
Apa fungsi khusus hierarki?
g.
Apa corak kepemimpinan dalam Gereja?
Setelah
berdiskusi kelompok, peserta didik melaporkan hasil diskusinya dan mendapat
tanggapan dari kelompok lain, dan guru dapat melengkapi jawaban hasil diskusi tersebut.
Langkah ketiga: mewujudkan sikap syukur atas peran hierarki Gereja
1.
Refleksi
Bacalah ayat-ayat
Kitab Suci berikut
ini (Mat. 28: 18–20).
18Yesus
mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di
surga dan di bumi.
19Karena
itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus,
20dan
ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan
ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
Berdasarkan
pesan Injil di atas, peserta didik menulis sebuah refleksi tentang peran dan
fungsi hierarki Gereja. Refleksi bisa dalam bentuk doa, puisi, dan lain-lain.
2.
Aksi
a.
Peserta didik membuat rencana aksi
untuk selalu mendoakan para pemimpin Gereja Katolik agar selalu setia pada
tugas panggilan imamatnya dan menjadi gembala yang baik seperti gembala agung
kita Yesus Kristus.
b.
Bersikap hormat kepada para pemimpin
Gereja Katolik.
Doa Penutup
Dalam nama Bapa,
dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Allah Bapa di
surga, kami bersyukur atas cinta-Mu, melalui pertemuan ini, Engkau telah
membuat kami mengerti dan memahami bahwa hierarki Gereja-Mu: paus, imam, dan
diakon, Engkau panggil demi Gereja suci-Mu juga demi pewartaan kabar
sukacita-Mu. Semoga melalui kehadiran mereka di tengah jemaat-Mu, banyak
umat-Mu yang terpanggil untuk membantu dan mau bekerja sama demi kemajuan
Gereja. Kami berdoa secara khusus untuk mereka, bantulah mereka dalam tugas dan
buatlah mereka setia dalam panggilan sucinya. Karena mereka adalah pelayan
altar yang hidup, pemimpin yang nyata, dan tangan kanan-Mu yang memersatukan
dan mempertemukan kami dengan Dikau. Karena Kristus Tuhan kami.
Bapa Kami… Salam
Maria… Kemuliaan…
Dalam nama Bapa,
dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Rangkuman
1.
Struktur hierarkis Gereja yang
sekarang terdiri dari dewan para uskup dengan paus sebagai kepalanya, dan para
imam serta diakon sebagai pembantu uskup.
2.
Paus adalah pemimpin para uskup.
Kristus mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan
umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para uskup.
3.
Menurut kesaksian Tradisi, Petrus
adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu dipandang sebagai pusat dan
pedoman seluruh Gereja. Maka menurut keyakinan Tradisi, uskup Roma itu pengganti
Petrus, bukan hanya sebagai uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya
sebagai ketua dewan pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup
Roma ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan
Petrus.
4.
Uskup adalah sebuah jabatan suci yang
diberikan kepada seseorang yang telah menerima sakramen tahbisan tingkat ketiga
(diakon-imam-uskup).
5.
Tugas pokok uskup di tempatnya sendiri
dan paus bagi seluruh Gereja adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan
utama adalah memersatukan dan mempertemukan umat. Tugas itu boleh disebut tugas
kepemimpinan, dan para uskup “dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat
yang mereka bimbing” (LG 27).
6.
Imam adalah seorang yang ditahbiskan
oleh uskup atau menerima sakramen tahbisan tingkat kedua (diakon=tahbisan
tingkat pertama). Pada zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar
daripada sekarang yang disebut paroki. Seorang uskup dapat disebut “pastor
kepala” pada zaman itu dan imam-imam menjadi “pastor pembantu”. Lama kelamaan pastor
pembantu mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah-
daerah keuskupan makin besar. Dengan demikian, para uskup memiliki tugas dan
tanggungjawab pelayanan yang semakin besar seiring pertumbuhan dinamika umat di
wilayah keuskupannya.
7.
Para imam dipanggil melayani umat
Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup, sebagai penolong dan organ
mereka” (LG 28). Tugas konkret mereka sama seperti uskup: “Mereka ditahbiskan
untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan
ibadat ilahi.
8.
“Pada
tingkat hierarki yang
lebih rendah terdapat
para diakon, yang ditumpangi tangan oleh uskup dan
menerima sakramen Tahbisan tingkat pertama. Tahbisan itu ‘bukan untuk imamat,
melainkan untuk pelayanan” (LG 29). Mereka pembantu uskup tetapi tidak
mewakilinya.
9.
Fungsi khusus hierarki adalah:
a.
Menjalankan tugas gerejani, yakni
tugas-tugas yang langsung dan eksplisit menyangkut kehidupan beriman Gereja,
seperti: pelayanan sakramen-sakramen, mengajar, dan sebagainya.
b.
Menjalankan tugas
kepemimpinan dalam komunikasi
iman. Hierarki memersatukan umat
dalam iman dengan petunjuk, nasihat dan teladan.
10. Corak
kepemimpinan dalam Gereja:
a.
Kepemimpinan dalam
Gereja merupakan suatu
panggilan khusus dimana campur
tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Kepemimpinan Gereja tidak diangkat
oleh manusia berdasarkan bakat, kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan
dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang
memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” (Yoh. 15:16).
b.
Kepemimpinan dalam Gereja bersifat
mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia sungguh
mempunyai wewenang yang berasal dari Kristus sendiri.
c.
Kepemimpinan gerejani adalah
kepemimpinan melayani, bukan untuk dilayani, sebagaimana yang ditunjukkan oleh
Yesus sendiri. Maka Paus disebut sebagai “Servus Servorum Dei” = Hamba dari
hamba-hamba Allah.
d.
Kepemimpinan hierarki berasal dari
Tuhan karena sakramen Tahbisan yang diterimanya maka tidak dapat dihapuskan oleh
manusia. Sedangkan kepemimpinan dalam masyarakat dapat diturunkan oleh manusia,
karena ia memang diangkat dan diteguhkan oleh manusia.
CATATAN:
·
Kata Hierarki berasal dari bahasa
Yunani “hierarchy” yang berarti jabatan suci. Dengan demikian, yang termasuk
dalam golongan hirarki adalah mereka yang mempunyai jabatan karena mendapat
penyucian melalui tahbisan. Hirarki dipanggil untuk menghadirkan Kristus yang
tidak kelihatan bagi Gereja. Singkatnya, otoritas Kristus atas GerejaNya
ditandai oleh hirarki.
·
Hirarki terbagi atas hirarki tertahbis
(hierarchia ordinis) dan hirarki yang berdasar atas tata susunan yurisdiksi
(hierarchia yurisdictionis).
1.
Hierarki tertahbis adalah pejabat umat
beriman Kristiani dipanggil untuk menghadirkan Kristus yang tidak kelihatan
sebagai TubuhNya, yaitu Gereja yang terdiri dari Uskup, Imam, dan Diakon (KHK
330-572)
2.
Hierarki yuridiksi adalah tata susunan
hierarki berdasarkan yuridiksi yang
terdiri dari Paus dan Dewan Para Uskup yang disebut kolegialitas.
·
Yang dimaksud dengan :
1.
Dewan Para Uskup yaitu pengganti dewan
para rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para uskup. Selain itu,
seseorang menjadi uskup, karena diterima dalam dewan itu.
2.
Paus adalah gembala Gereja semesta,
mempunyai kuasa penuh, tertinggi, dan universal terhadap Gereja, dan kuasa itu
selalu dapat dijalankannya dengan bebas. Selain itu, Paus adalah pengganti
Petrus yang merupakan pemimpin para uskup.
3.
Uskup adalah orang yang bertugas
mempersatukan dan mempertemukan umat .Tugas pemersatu itu. Selanjutnya dibagi
menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan Gereja, yaitu tugas
pewartaan, perayaan, dan pelayanan. Tugas utama dan terpenting dari para uskup
adalah pewartaan Injil.
4.
Imam adalah wakil uskup yang
ditahbiskan untuk mewartakan Injil dan menggembalakan umat beriman.
5.
Diakon adalah pembantu khusus uskup di
bidang materi, yang ditumpangi tangan bukan imamat, melainkan untuk pelayanan.
6.
Kardinal adalah penasihat utama Paus.
Ia membantu Paus terutama dalam reksa harian seluruh Gereja. Kardinal bukan
jabatan hierarkis dan tidak termasuk dalam struktur hierarki. Para Kardinal
membentuk suatu Dewan Kardinal yang berhak memilih Paus yang baru.
·
Dokumen yang dapat menjadi dasar
kepemimpinan hirarki dalam Gereja adalah LG art. 18, 20, dan 21, serta KHK 330
– 572. Selain itu, InjilYoh 20,21; 21,15-19; Mat 28,20 juga menjadi dasar
biblis bagi kepemimpinan hirarki.
·
Kepemimpinan dalam Gereja dapat
diurutkan secara struktural sebagai berikut:
1.
Dewan Para uskup dengan Paus sebagai
kepalanya
2.
Paus
3.
Uskup
4.
Pembantu uskup: imam dan diakon
·
Fungsi khusus hirarki adalah:
1.
Menjalankan tugas Gerejani, yakni
tugas- tugas yang secara langsung dan eksplisit menyangkut kehidupan beriman
Gereja, seperti, melayani sakramen- sakramen, mengajar agama, dan sebagainya.
2.
Menjalankan tugas kepemimpinan dalam
komunikasi iman. Hierarki mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk,
nasihat, dan teladan.
·
Ada 3 point penting yang menjadi corak
dalam kepemimpinan Gereja, yaitu:
1.
Kepemimpinan merupakan suatu panggilan
khusus, dimana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan.
2.
Kepemimpinan dalam Gereja bersifat
mengabdi dan melayani dalam arti semurni
murninya.
3.
Kepemimpinan hierarki berasal dari
Tuhan, maka tidak dapat dihapus oleh manusia.
PENDALAMAN
1.
Dokumen apa saja yang dapat menjadi dasar
Kepemimpinan (Hirarki) dalam Gereja?
2.
Bagaimanakah kepemimpinan dalam Gereja
dapat diurutkan secara strukutral?
3.
Apa perbedaan antara hierachia ordinis
dan hierarchia yurisdictionis?
4.
Apa saja fungsi khusus hirarki?
5.
Ada 3 point penting yang menjadi corak
dalam kepemimpinan Gereja. Jelaskan!
PELAJARAN 8
PERAN KAUM AWAM DALAM GEREJA KATOLIK.
Doa Pembuka
Dalam nama Bapa,
dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Ya Bapa yang
Mahabijaksana, dalam Gereja suci-Mu, Engkau menanamkan panggilan bagi setiap
insan untuk melayani-Mu. Engkau telah mengangkat hamba-hamba-Mu, melalui imamat
yang suci menjadi pemimpin Gereja kami. Engkau juga memanggil semua orang
kristiani, mereka yang tak tertahbis, para awam, untuk terlibat aktif dalam
karya-karya Gereja-Mu di dunia ini. Kami mohon ya Bapa, semoga dalam
pembelajaran ini kami dapat mengerti, memahami dan mau terlibat dalam kegiatan
Gereja-Mu. Sebagai kaum awam, semangatilah kami dalam tindakan nyata Gereja.
Engkau yang kami puji kini dan sepanjang masa. Amin.
Dalam nama Bapa,
dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali pemahaman tentang kaum awam
1.
Membaca/menyimak cerita kehidupan
Kaum Awam
Tema
Temu Pastoral (Tepas) 2014 untuk para imam se-Keuskupan Agung Jakarta yakni
kiat mengelola gerakan kaum awam untuk karya kerasulan. Inti tema ini adalah
bagaimana kaum awam yang selama ini sudah terlibat dengan baik dalam tugas
menggereja, semakin ditingkatkan partisipasinya.
Sebuah
kabar baik dituturkan resi manajemen Peter Drucker yang menyoal tentang peran
awam dalam karya sosial. Drucker meneliti para awam yang berkarya pada lembaga
sosial maupun keagamaan. Kata Drucker, “Dalam tugas sosial, relawan (kaum awam)
harus mendapatkan kepuasan yang jauh lebih besar sebagai hasil dari pencapaian
mereka; dan memberi kontribusi yang lebih besar, terutama karena mereka tidak
menerima bayaran.” Ada tiga hal pokok yang perlu mendapat penekanan: kepuasan,
kontribusi, dan pembayaran.
Ketika
awam yang berkarya sosial, ia justru memberi kontribusi lebih untuk karya
sosialnya. Transaksional berubah menjadi pelayanan. Mengapa? Karena ia tidak
mendapat pembayaran atau upah. Kepuasan yang diharapkan melampaui dari upah
yang diterima, jika ia bekerja. Kaum awam puas, karena memberikan tenaga,
pemikiran, bahkan dana untuk panggilan kemanusiaan (sosial).
Kesimpulan
dari sang resi manajemen ini menjadi kabar gembira untuk kaum awam dan Gereja.
Bagi kaum awam, mereka akan memberikan diri terbaik untuk tugas kerasulan
daripada panggilan tugas dia sebagai profesional. Sementara bagi Gereja, ada
kesempatan untuk mengoptimalkan peran awam dalam karya kerasulan, asalkan
mereka mendapat kepuasan lebih dibanding bekerja dalam sektor formal. Dengan
demikian, tugas Gereja tak lain memberi wadah terbaik, sehingga kaum awam
merasa nyaman dalam pelayanan.
Umum
diketahui bahwa ada beberapa tantangan ketika kaum awam hendak berpartisipasi
dalam karya kerasulan. Tantangan pertama dalam diri kaum awam, seperti:
pertama, yang aktif terbatas, hanya itu-itu saja. Kedua, keterbatasan
pengetahuan tentang Ajaran Sosial Gereja sebagai landasan karya kerasulan.
Ketiga, takut menerima risiko dalam melaksanakan wewenang jabatan. Keempat,
yang terlalu aktif mendominasi, bahkan merasa yang paling hebat di antara awam
yang lain.
Tantangan
kedua berasal dari dalam Gereja: hierarki maupun kelembagaan Gereja. Sering
muncul istilah pastor sentris, birokrasi dalam Gereja yang menimbulkan kelompok
sendiri, atau kelambanan hierarki dalam melakukan eksekusi terhadap rencana
yang telah ditetapkan. Dari diskusi dengan para imam dalam Tepas beberapa waktu
lalu, ada tiga hal utama yang layak dilakukan, sehingga karya kerasulan kaum
awam semakin optimal.
Pertama,
semakin mempererat kemitraan antara imam dengan awam. Kata kunci dalam karya
kerasulan tak lain adalah kemitraan. Dengan demikian, kemitraan imam dan awam
harus terus ditingkatkan dan diperlebar untuk memenuhi tuntutan umat yang
semakin beragam.
Kedua,
mengembangkan pastoral partisipatif dan transformatif sesuai prioritas. Pastor
sentris memang tidak
selalu jelek. Bahkan,
dalam banyak kasus, pastor
sentris akan memperkuat organisasi. Namun ketika perubahan semakin kencang dan
perilaku umat semakin beragam, pastor sentris lebih baik diminimalkan. Ia
diganti dengan pastoral partisipatif dan transformatif. Artinya, awam semakin
aktif dan pastor selalu siap melakukan transformasi diri dan kelembagaan,
sehingga awam yang partisipatif mendapat wadah terbaik.
Ketiga,
pastoral berbasis data. Untuk memperkuat karya kerasulan sekaligus juga
memperkuat kelembagaan, data menjadi tak terbantahkan. Melalui data yang
akurat, awam bersama dengan pastor bisa merencanakan kegiatan kerasulan yang
sesuai dengan perubahan zaman. Pastoral berbasis data juga akan memberikan
berbagai alternatif bagi kaum awam untuk merasul. Data mematahkan opini. Data memberikan
legitimasi dalam bertindak dan berkarya.
Apresiasi
tinggi kepada kaum awam yang sudah memberikan diri terbaik dalam hidup
menggereja. Gereja masa depan memang tak lepas dari kemitraan yang solid antara
awam dan imam (A.M. Lilik Agung HIDUP NO. 32, 10 Agustus 2014).
Sumber:
www.hidupkatolik.com/A.M. Lilik Agung (2018)
2.
Pendalaman
a.
Apa isi secara keseluruhan artikel di
atas?
b.
Apa saja peran kaum awam dalam karya
sosial menurut Peter Drucker?
c.
Apa itu kaum awam?
Langkah kedua: menggali ajaran Gereja tentang kaum awam
1.
Membaca dan menyimak ajaran Gereja
Lumen Gentium, artikel 31.
“Yang
dimaksud dengan istilah awam di sini ialah semua orang beriman kristiani
kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius yang diakui
dalam Gereja. Jadi kaum beriman kristiani, yang berkat baptis telah menjadi
anggota tubuh Kristus, terhimpun menjadi umat Allah, dengan cara mereka sendiri
ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus, dan dengan demikian
sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap umat kristiani
dalam Gereja dan di dunia.
Ciri
khas dan istimewa kaum awam yakni sifat keduniaannya. Sebab mereka yang
termasuk golongan imam, meskipun kadang-kadang memang dapat berkecimpung dalam
urusan-urusan keduniaan, juga dengan mengamalkan profesi keduniaan, berdasarkan
panggilan khusus dan tugas mereka terutama diperuntukkan bagi pelayanan suci.
Sedangkan para religius dengan status hidup mereka memberi kesaksian yang
cemerlang dan luhur, bahwa dunia tidak dapat diubah dan dipersembahkan kepada
Allah, tanpa semangat Sabda Bahagia. Berdasarkan panggilan mereka yang khas,
kaum awam wajib mencari kerajaan Allah, dengan mengurusi hal-hal yang fana dan
mengaturnya seturut kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, artinya:
menjalankan segala macam tugas dan pekerjaan duniawi, dan berada di tengah
kenyataan biasa hidup berkeluarga dan sosial. Hidup mereka kurang lebih
terjalin dengan itu semua. Di situlah mereka dipanggil oleh Allah, untuk
menunaikan tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat Injil, dan dengan
demikian ibarat ragi membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia bagaikan
dari dalam. Begitulah mereka memancarkan iman, harapan dan cinta kasih terutama
dengan kesaksian hidup mereka, serta menampakkan Kristus kepada sesama. Jadi tugas
mereka yang istimewa yakni: menyinari dan mengatur semua hal-hal fana, yang
erat-erat melibatkan mereka, sedemikian rupa, sehingga itu semua selalu
terlaksana dan berkembang menurut kehendak Kristus, demi kemuliaan Sang
Pencipta dan Penebus. (LG 31).
2.
Pendalaman
a.
Apa makna kaum awam menurut ajaran
Gereja?
b.
Apa ciri khas kaum awam menurut ajaran
Gereja?
c.
Apa tugas istimewa kaum awam menurut ajaran Gereja?
d.
Apa peran kaum awam dalam Gereja?
3.
Penjelasan
a.
Kaum awam adalah semua orang beriman
kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima Tahbisan suci dan status
kebiarawanan yang diakui dalam Gereja (lih. LG 31).
b.
Hubungan awam dan hierarki sebagai
partner kerja; sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II, rohaniwan (hierarki)
dan awam memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi.
c.
Peranan awam sering diistilahkan
sebagai kerasulan awam yang tugasnya dibedakan sebagai kerasulan internal dan
eksternal. Kerasulan internal atau kerasulan “di dalam Gereja” adalah kerasulan
membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hierarkis, walaupun
awam dituntut juga untuk mengambil bagian di dalamnya. Kerasulan eksternal atau
kerasulan “dalam tata dunia” lebih diperani oleh para awam. Namun harus
disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja tidak
hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir
untuk membangun kerajaan Allah di dunia ini.
Kerasulan
dalam tata dunia (eksternal)
a.
Berdasarkan panggilan khasnya, awam bertugas mencari
kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya
sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan
tiap jabatan serta kegiatan dunia.
b.
Mereka dipanggil Allah menjalankan
tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat Injil. Mereka dapat menguduskan dunia
dari dalam laksana ragi (lih. LG 31). Kaum awam dapat menjalankan kerasulannya
dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan manusia serta meresapkan dan
memantapkan semangat Injil ke dalam “tata dunia” sedemikian rupa sehingga
kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian tentang karya Kristus dan
melayani keselamatan manusia.
c.
“Tata dunia” adalah medan bakti khas
kaum awam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul dalam bidang-bidang
ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan, dan sebagainya hendaknya menjadi
medan bakti mereka. Sampai sekarang ini, masih banyak di antara kita yang
melihat kerasulan dalam tata dunia bukan sebagai kegiatan kerasulan. Mereka
menyangka bahwa kerasulan hanya berurusan dengan hal-hal rohani yang sakral,
kudus, serba keagamaan, dan yang menyangkut kegiatan-kegiatan dalam lingkup
Gereja.
Kerasulan
dalam Gereja (internal)
a.
Keterlibatan awam dalam tugas
membangun Gereja ini bukanlah karena menjadi perpanjangan tangan dari hierarki
atau ditugaskan hierarki, tetapi karena pembaptisan ia mendapat tugas itu dari
Kristus. Awam hendaknya berpartisipasi dalam tri-tugas Gereja.
1)
Dalam tugas nabi (pewarta sabda),
seorang awam dapat mengajar agama, sebagai katekis, memimpin kegiatan
pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman, dan sebagainya.
2)
Dalam tugas imam (menguduskan),
seorang awam dapat:
·
memimpin doa dalam pertemuan umat,
·
memimpin koor atau nyanyian dalam
ibadah,
·
membagi komuni sebagai prodiakon,
·
menjadi pelayan putera altar, dan
sebagainya.
3)
Dalam tugas raja (pemimpin), seorang awam dapat:
·
menjadi anggota dewan paroki,
·
menjadi ketua seksi, ketua lingkungan
atau wilayah, dan sebagainya.
b.
Setiap komponen Gereja memiliki fungsi
yang khas:
·
hierarki yang bertugas memimpin
(melayani) dan memersatukan umat Allah. Biarawan/biarawati dengan kaul-kaulnya
mengarahkan umat Allah pada dunia yang akan datang (eskatologis).
·
para awam bertugas merasul dalam tata
dunia. Mereka menjadi Rasul dalam keluarga-keluarga dan dalam masyarakat di
bidang ideologi politik ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan nasional
(ipoleksosbudhankamnas). Jika setiap komponen Gereja menjalankan fungsinya
masing-masing dengan baik, maka adanya kerja sama yang baik pasti terjamin.
c.
Semua komponen perlu kerja sama.
Walaupun tiap komponen memiliki fungsinya masing-masing, namun untuk
bidang-bidang tertentu, terlebih dalam kerasulan internal yaitu membangun hidup
menggereja, masih dibutuhkan partisipasi dan kerja sama dari semua komponen.
Langkah ketiga: menghayati kekudusan dalam hidup
1.
Refleksi
I. J. Kasimo, Sosok yang Tegas,
Berprinsip Teguh dan Cinta Kebenaran
Ignatius
Joseph Kasimo Hendrowahyono atau yang biasa dikenal dengan I.J. Kasimo lahir di
Yogya- karta, 10 April 1900 silam. Beliau adalah salah satu pendiri Universitas
Katolik (Unika) Atma
Jaya yang juga aktif dalam
memperjuangkan Indonesia. I.J.
Kasimo merupakan anak dari seorang tentara keraton, sehing-
ga sejak kecil
ia dididik sesuai tradisi keraton. Saat menempuh
pendidikan di sekolah
Muntilan yang didirikan oleh Romo Van Lith, ia kemudian tertarik untuk
mendalami agama Katolik dan dibaptis secara Katolik dengan nama baptis Ignatius
Joseph.
Tahun
1918, beliau kembali melanjutkan pendidikannya di Bogor dan bergabung dengan
Jong Java. Beliau mulai aktif dalam dunia politik pada tahun 1923 dengan
mendirikan partai politik Katolik, dan menjadi anggota Volksraad pada
1931–1942.
Sejak itu,
I.J. Kasimo beberapa
kali diangkat sebagai
menteri. Beliau berperan aktif
dalam berbagai kegiatan
kenegaraan, seperti mengikuti
konferensi dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, memperjuangkan Pancasila
sebagai dasar negara saat menjadi anggota dewan, sampai keikutsertaannya dalam
perjuangan perebutan Irian Barat. Pada masa orde baru, ia diangkat sebagai
anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Beliau dikenal sebagai
pribadi yang tegas dan berpegang teguh pada prinsip serta menjunjung tinggi
kebenaran. Hermawi Fransiskus Taslim selaku Ketua Forum Alumni PMKRI, dikutip
dari m.biokristi.sabda.org, mengatakan bahwa meskipun I.J. Kasimo adalah tokoh
minoritas, namun dalam berpolitik di benaknya tidak ada minoritas dalam konsep
kewarganegaraan. Baginya, istilah minoritas dan mayoritas merupakan konsep
statistik bukan kewarganegaraan.
I.J.
Kasimo mendapat anugerah Bintang Ordo Gregorius Agung dari Paus Yohanes Paulus
II dan diangkat menjadi Komandator Golongan Sipil dari Ordo Gregorius Agung
karena perjuangan yang telah ia lakukan. I.J. Kasimo juga dianugerahi gelar
pahlawan nasional pada tahun 2011 lalu.
Sebagai
salah satu pendiri Unika Atma Jaya dan untuk mengenang jasa- jasanya, nama I.J.
Kasimo diabadikan sebagai salah satu nama gedung di Unika Atma Jaya,
yaitu gedung I.J.
Kasimo yang juga
dikenal dengan gedung C. (RFS).
Sumber: atmajaya.ac.id
Setelah membaca
kisah I.J. Kasimo,
peserta didik menulis
sebuah refleksi tentang
nilai-nilai apa saja yang diperjuangkan pahlawan nasional ini yang dapat mereka
kembangkan dalam hidupnya sehari-hari sebagai anggota kaum awam Katolik.
2.
Aksi
Peserta
didik membuat rencana aksi untuk mewujudkan kerasulan awam di rumah dan
sekolah.
Doa Penutup
Dalam nama Bapa,
Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Tuhan Yesus,
terima kasih kami sampaikan kepada-Mu, karena Engkau telah berkenan hadir dalam
pelajaran kami. Tuhan Yesus, Engkau telah memanggil kami untuk mau terlibat
dalam karya Gereja-Mu. Semoga umat-Mu sehati sejiwa, mampu bekerja sama dengan
hierarki Gereja-Mu. Dan jadikanlah kami umat-Mu untuk setia dan penuh semangat
dalam karya perutusan kami. Demi Kristus Tuhan kami.
Bapa kami...
Salam Maria… Kemuliaan…
Dalam nama Bapa,
Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Rangkuman
a.
Dalam
kehidupan menggereja, kaum
awam merupakan bagian
terbesar. Menurut Lumen Gentium artikel 31, kaum awam adalah semua orang
beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau berstatus
religius yang diakui dalam Gereja.
b.
Maka kaum beriman kristiani, berkat
baptis telah menjadi anggota tubuh Kristus,
terhimpun menjadi umat Allah.
Dengan caranya sendiri,
kaum awam ikut mengemban tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus.
Dengan demikian, sesuai dengan kemampuannya kaum awam melaksanakan perutusan
segenap umat kristiani dalam Gereja dan dunia.
c.
Tugas khas kaum awam adalah
melaksanakan dan mewujudkan kabar baik di tengah-tengah dunia, di mana kaum
klerus dan biarawan-biarawati tidak dapat masuk ke dalamnya kecuali melalui
kaum awam.
d.
Peranan awam sering diistilahkan
sebagai kerasulan awam yang tugasnya dibedakan sebagai kerasulan internal dan
eksternal. Kerasulan internal atau kerasulan “di dalam Gereja” adalah kerasulan
membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hierarkis, walaupun
awam dituntut juga untuk mengambil bagian di dalamnya. Kerasulan eksternal atau
kerasulan “dalam tata dunia” lebih diperani oleh para awam. Namun harus
disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja tidak
hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir
untuk membangun kerajaan Allah di dunia ini.
CATATAN:
· Berdasarkan LG art.
31 kaum awam diartikan sebagai semua orang beriman Kristiani yang tidak
termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang
diakui dalam Gereja.
· Definisi awam dalam
praktek dan dalam dokumen – dokumen resmi Gereja dapat dibedakan menjadi:
1.
Secara teologis, awam adalah warga
Gereja yang tidak ditahbiskan (bdk. LG
art. 43). Jadi awam meliputi biarawan seperti suster dan bruder yang tidak
menerima tahbisan suci.
2.
Secara tipologis, awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan
biarawan (KHK pasal 204 ayat 1).
· Peranan kaum awam
tugas kerasulan memiliki 2 (dua) dimensi yang berbeda, yakni kerasulan internal
dan kerasulan eksternal.
1.
Kerasulan
internal atau kerasulan “di dalam Gereja“ adalah kerasulan membangun jemaat.
Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hierarki,walaupun awam dituntut pula
untuk mengambil bagian di dalamnya.
2.
Kerasulan
eksternal atau kerasulan “tata dunia” lebih diperani oleh para awam. Namun
harus disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia.
· Kerasulan internal
kaum awam nampak dalam partisipasi mereka dalam tritugas Gereja yaitu:
1.
Dalam tugas nabiah, pewartaan sabda, awam dapat :
a.
mengajar agama sebagai
katekis atau guru agama
b.
memimpin pendalaman kitab suci atau pendalaman iman ,dsb
2.
Dalam tugas imamiah, menguduskan, seorang awam dapat:
a.
memimpin doa dalam
pertemuan-pertemuan umat
b.
memimpin koor atau
nyanyian dalam ibadah
c.
membagi komuni sebagai
prodiakon
d.
menjadi pelayan altar,
dsb
3.
Dalam tugas Gerejawi, memimpin, atau melayani seorang awam dapat:
a.
menjadi anggota dewan
paroki
b.
menjadi ketua seksi,
ketua lingkungan atau wilayah, dsb.
· Hubungan antara
awam dan hirarki dapat dijelaskan berdasarkan konteks:
1.
Gereja adalah Umat
Allah. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa semua anggota Umat Allah
(hierarki, biarawan/biarawati, dan awam) memiliki martabat yang sama dan yang berbeda hanyalah
fungsinya, sehingga dapat menjamin hubungan yang wajar antara semua komponen
Gereja.
2.
Setiap komponen
Gereja memiliki fungsi yang khas. Artinya masing- masing
komponen Gereja itu memiliki fungsinya sendiri. Misalnya, hierarki bertugas
memimpin/melayani dan mempersatukan seluruh Umat Allah. Biarawan/biarawati
bertugas mengarahkan umat Allah kepada dunia yang akan datang (eskatologis). Para awam bertugas merasul
dalam tata dunia dan di bidang ipoleksosbudhankamnas.
3.
Kerjasama dari tiap
komponen Gereja. Walaupun tiap komponen Gereja memiliki fungsinya masing-masing, namun
untuk bidang-bidang dan kegiatan tertentu, terlebih dalam kerasulan internal
Gereja yaitu membangun hidup meng-Gereja, masih dibutuhkan partisipasi dan
kerjasama dari semua komponen.
PENDALAMAN
1.
Definisi awam dalam praktek dan dalam dokumen-dokumen
resmi Gereja dapat dibedakan dalam 2 macam. Jelaskan!
2.
Peranan kaum awam tugas kerasulan memiliki 2 (dua)
dimensi yang berbeda, yakni kerasulan internal dan kerasulan eksternal. Jelaskan!
3.
Sebutkan apa saja
yang termasuk dalam tri-tugas Gereja dan bagaimana kaum awam berpartisipasi
dalam tiga tugas tersebut!
4.
Bagaimanakah
hubungan antara awam dan hirarki dapat dijelaskan berdasarkan konteks:
a.
Gereja adalah
Umat Allah ?
b.
Setiap komponen Gereja memiliki fungsi yang khas ?
c.
Kerjasama dari tiap komponen Gereja?
PELAJARAN 9
GEREJA YANG MENGUDUSKAN (LITURGIA).
Doa Pembuka
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus, Amin.
Allah Bapa yang Mahamurah,
hadirlah dalam pertemuan kami ini. Sudilah tilik hati dan pikiran kami agar
kami memperoleh semangat. Tuhan, kami akan dibekali dengan pembelajaran tentang
liturgi. Semoga dengan pembelajaran liturgi, kami semakin paham akan maknanya
dalam perayaan iman kami, iman yang nyata, iman yang menghayati, iman yang
dapat memersatukan, menyemangatkan, dan menyelamatkan. Dan mampukan kami untuk
tetap merindukan, menyempatkan diri dalam perayaan liturgi sabda dan Ekaristi.
Dengan perantaraan Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin.
Bapa kami yang ada di surga…
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus, Amin.
Langkah pertama: menggali pemahaman tentang hierarki
1. Membaca
kisah kehidupan
Santo Yohanes Paulus II, Seorang Pendoa,
Seorang yang Dekat dan Adil
Paus
Fransiskus merayakan peringatan 100 tahun kelahiran Santo Yohanes Paulus II
dengan mempersembahkan Misa Kudus di altar tempat Paus Polandia dimakamkan di
Basilika Santo Petrus. Bergabung dengan jumlah umat yang sangat terbatas,
liturgi pada hari Senin pagi (18/05/20) adalah misa pertama yang dibuka untuk
umum setelah hampir dua bulan pembatasan karena pandemi virus Corona.
Tuhan telah Mengunjungi Umat-Nya
Paus
Fransiskus memulai homilinya dengan mengingatkan kita bahwa Allah mengasihi
umat-Nya, dan pada masa-masa sulit “mengunjungi” mereka dengan mengutus orang
suci atau seorang nabi. Dalam kehidupan Paus Yohanes Paulus II, kita dapat
melihat seorang pria diutus oleh Tuhan, disiapkan oleh-Nya, dan menjadikan
Uskup dan Paus untuk membimbing Gereja Tuhan. “Hari ini, kita dapat mengatakan
bahwa Tuhan mengunjungi umat-Nya”.
Seorang Pria yang Berdoa
Paus
Fransiskus memusatkan perhatian pada tiga sifat khusus yang menandai kehidupan
Yohanes Paulus II: doa, kedekatan, dan belas kasihan. Terlepas dari banyak
tugasnya sebagai Paus, Yohanes Paulus II selalu menemukan waktu untuk berdoa.
“Dia tahu betul bahwa tugas pertama uskup adalah berdoa,” kata Paus Fransiskus,
seraya mencatat bahwa ini adalah ajaran Santo Petrus dalam Kisah Para Rasul.
“Tugas pertama uskup adalah berdoa,” Paus mengulangi. Yohanes Paulus
“mengetahui hal ini, dan melakukannya”.
Dekat dengan Orang-orang
Santo
Yohanes Paulus II juga dekat dengan orang-orang, tidak terlepas atau terpisah
dari mereka, tetapi berkeliling dunia untuk mencari mereka. Sudah dalam
Perjanjian Lama, kita dapat melihat bagaimana Allah secara unik dekat dengan
umat-Nya. Kedekatan ini memuncak dalam inkarnasi, ketika Yesus sendiri berdiam
di antara umat-Nya. Yohanes Paulus mengikuti teladan Yesus, Gembala yang Baik,
yang mendekat baik yang besar maupun yang kecil, kepada mereka yang dekat dan
mereka yang secara fisik jauh.
Keadilan Penuh Belas Kasihan
Akhirnya,
Paus Fransiskus berkata, Santo Yohanes Paulus II sangat luar biasa karena
cintanya pada keadilan. Tetapi cintanya pada keadilan adalah hasrat akan
keadilan yang dipenuhi oleh belas kasihan. Karena itu, Yohanes Paulus II juga
seorang yang berbelaskasih, “karena keadilan dan belas kasihan berjalan
seiring”. Yohanes Paulus II begitu banyak untuk mempromosikan devosi rahmat
Ilahi, percaya bahwa keadilan Tuhan “memiliki wajah belas kasihan ini,”
Paus
Fransiskus mengakhiri kotbahnya dengan doa, semoga Tuhan berikan kepada kita
semua, dan khususnya kepada para imam, rahmat doa, kedekatan, dan rahmat
keadilan dalam belas kasihan, dan keadilan yang berbelaskasihan.
(Christopher
Wells/vaticannews.va/terjemahan Daniel Boli Kotan) Sumber artikel dan gambar:
komkat-kwi.org, www.vaticannews.va (2020)
2. Pendalaman
a. Apa
yang diceritakan dalam artikel itu?
b. Apa
yang menjadi spirit kehidupan Paus Santo Yohanes Paulus II?
c. Apa
makna doa menurut kalian?
d. Apa
fungsi doa menurut kalian?
e. Bagaimana
pengalaman hidup doamu sendiri sebagai orang Katolik?
Setelah
peserta didik mendalami artikel, dengan menjawab pertanyaan- pertanyaan, guru
memberi penjelasan sebagai peneguhan dan mengajak peserta didik masuk pada langkah pembelajaran selanjutnya.
Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja tentang liturgi, doa, dan sakramen
Yesus
Mengajarkan Doa (Matius 6:5–13)
5Dan
apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka
mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada
tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata
kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.
6Tetapi
jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah
kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang
tersembunyi akan membalasnya kepadamu.
7Lagipula
dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak
mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan
dikabulkan.
8Jadi
janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan,
sebelum kamu minta kepada-Nya.
9Karena
itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah nama-Mu,
10datanglah
kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.
11Berikanlah
kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya
12dan
ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang
bersalah kepada kami;
13dan
janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada
yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan
sampai selama-lamanya. Amin].
1. Pendalaman
Dalam
kelompok diskusi, peserta didik menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini
(peserta didik diminta untuk menemukan jawaban pertanyaan-pertanyaan yang lain
dalam kelompoknya dengan mencari sumber-sumber literasi yang lain).
a. Apa
yang diajarkan Yesus tentang doa?
b. Bagaimana
cara berdoa menurut ajaran Yesus?
c. Apa
pesan Injil Matius 6:5–13 ini menurut kelompokmu?
d. Apa
makna doa?
e. Apa
fungsi doa?
f.
Apa itu liturgi?
g. Apa
itu sakramen?
h. Sebutkan
dan jelaskan ketujuh sakramen Gereja?
i.
Mengapa kalian mau berdoa setiap hari?
2. Melaporkan
hasil diskusi
Peserta
didik melaporkan hasil diskusi kelompoknya masing-masing dan peserta atau
kelompok lain dapat menanggapinya.
3. Penjelasan
Setelah
peserta didik menjawab pertanyaan, guru memberi peneguhan jawaban peserta didik
dengan menyimak ajaran Gereja tentang doa, liturgi dan sakramen.
Liturgi
dan Doa
a) Liturgi merupakan
perayaan iman. Perayaan
iman tersebut merupakan pengungkapan iman
Gereja, di mana
orang yang ikut
dalam perayaan iman mengambil
bagian dalam misteri yang dirayakan. Tentu saja bukan hanya dengan partisipasi
lahiriah, tetapi yang pokok adalah hati yang ikut menghayati apa yang
diungkapkan dalam doa. Kekhasan doa Gereja ini merupakan sifat resminya, sebab
justru karena itu Kristus bersatu dengan umat yang berdoa.
b) Doa
dan ibadat merupakan salah satu tugas Gereja untuk menguduskan umatnya dan umat
manusia. Tugas ini disebut tugas imam Gereja. Kristus Tuhan, Imam Agung, yang
dipilih dari antara manusia menjadikan umat baru, “kerajaan imam-imam bagi
Allah dan Bapa-Nya” (Why. 1:6, bdk. 5:9–10).
c) Tidak
ada keterpisahan antara hidup dan ibadat di dalam umat. Pengertian mengenai
hidup sebagai persembahan dalam roh dapat memperkaya perayaan Ekaristi yang
mengajak seluruh umat, membiarkan diri diikutsertakan dalam penyerahan Kristus
kepada Bapa. Dalam pengertian ini, perayaan Ekaristi sungguh-sungguh merupakan
sumber dan puncak seluruh hidup kristiani.
d) Doa
berarti berbicara dengan Tuhan secara pribadi; doa juga merupakan ungkapan iman
secara pribadi dan bersama-sama. Oleh sebab itu, doa-doa kristiani biasanya
berakar dari kehidupan nyata. Doa selalu merupakan dialog yang bersifat pribadi
antara manusia dan Tuhan dalam hidup yang nyata ini. Dalam dialog tersebut,
kita dituntut untuk lebih mendengar daripada berbicara, sebab firman Tuhan akan
selalu menjadi pedoman yang menyelamatkan. Bagi umat kristiani, dialog ini
terjadi di dalam Yesus Kristus, sebab Dialah satu-satunya jalan dan perantara
kita dalam berkomunikasi dengan Allah. Perantara ini tidak mengurangi sifat
dialog antar-pribadi dengan Allah.
e) Fungsi doa.
Peranan dan fungsi
doa bagi orang
kristiani, antara lain: mengkomunikasikan diri kita kepada
Allah; memersatukan diri kita dengan Tuhan; mengungkapkan cinta, kepercayaan,
dan harapan kita kepada Tuhan; membuat diri kita melihat dimensi baru dari
hidup dan karya kita, sehingga menyebabkan kita melihat hidup, perjuangan dan
karya kita dengan mata iman; mengangkat setiap karya kita menjadi karya yang
bersifat apostolis atau merasul.
f)
Syarat dan cara doa yang baik; didoakan dengan
hati; berakar dan bertolak dari pengalaman hidup; diucapkan dengan rendah hati.
g) Cara-cara
berdoa yang baik: berdoa secara batiniah. “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah
ke dalam kamar …” (lih. Mat. 6:5–6). Berdoa dengan cara sederhana dan jujur,
“Lagi pula dalam doamu janganlah kamu bertele-tele … “ (lih. Mat. 6:7).
h) Doa
resmi Gereja. Orang boleh saja berdoa secara pribadi atas nama pribadi dan
berdoa bersama dalam suatu kelompok atas nama kelompok. Doa-doa itu tidak
mewakili seluruh Gereja. Tetapi doa, di mana suatu kelompok berdoa atas nama
dan mewakili Gereja secara resmi, doa kelompok yang resmi itu disebut ibadat
atau liturgi. Hal yang pokok bukan sifat “resmi” atau kebersamaan, melainkan
kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa. Dengan demikian, liturgi adalah
“karya Kristus, Imam Agung, serta tubuh-Nya, yaitu Gereja”. Oleh karena itu,
liturgi tidak hanya merupakan “kegiatan suci yang sangat istimewa”, tetapi juga
wahana utama untuk mengantar umat kristiani ke dalam persatuan pribadi dengan
Kristus (SC 7).
i)
Semua
umat mengambil bagian
dalam imamat Kristus
untuk melakukan suatu ibadat
rohani demi kemuliaan Allah dan
keselamatan manusia. Yang
dimaksudkan dengan ibadat
rohani adalah setiap ibadat yang
dilakukan dalam Roh
oleh setiap orang
kristiani. Dalam urapan Roh,
seluruh hidup orang
kristiani dapat dijadikan
satu ibadat rohani. “Persembahkan tubuhmu
sebagai korban hidup,
suci, dan berkenan kepada
Allah. Itulah ibadat
rohani yang sejati”
(Rm. 12:1). Dalam arti ini,
konstitusi Lumen Gentium menandaskan: “Semua kegiatan mereka, doa dan usaha
kerasulan hidup suami-istri dan keluarga, kegiatan sehari-hari, rekreasi jiwa
raga, jika dilakukan dalam roh, bahkan kesulitan hidup, bila diderita dengan
sabar, menjadi korban rohani, yang dapat diterima Allah dengan perantaraan
Yesus Kristus (bdk. 1Ptr. 2:5). Dalam perayaan Ekaristi, korban ini
dipersembahkan dengan sangat hikmat kepada Bapa, bersama dengan persembahan
tubuh Tuhan” (Lumen Gentium, artikel 34).
Sakramen
a) Jika kita
memerhatikan karya Allah
dalam sejarah penyelamatan
akan tampak hal-hal ini: Allah yang tidak kelihatan menjadi kelihatan
dalam Yesus Kristus. Dalam Yesus Kristus orang dapat melihat, mengenal,
mengalami siapa sebenarnya Allah itu. Namun, Yesus sekarang sudah dimuliakan.
Ia tidak kelihatan lagi. Ia hadir secara rohani di tengah kita. Melalui
Gereja-Nya, Ia menjadi kelihatan. Maka, Gereja adalah alat dan sarana
penyelamatan, di mana Kristus tampak untuk menyelamatkan manusia. Gereja
menjadi alat dan sarana penyelamatan, justru dalam kejadian-kejadian,
peristiwa-peristiwa, tindakan dan kata-kata yang disebut sakramen.
Sakramen-sakramen adalah “Tangan Kristus” yang menjamah kita, merangkul kita,
dan menyembuhkan kita. Meskipun yang tampak di mata kita, yang bergaung di
telinga kita hanya hal-hal atau tanda-tanda biasa, namun Kristuslah yang
berkarya lewat tanda- tanda itu. Dengan perantaraan para pelayanan-Nya, Kristus
sungguh aktif berkarya dalam umat Allah.
b) Perlu
disadari bahwa sakramen-sakramen itu erat sekali hubungannya dengan kenyataan
hidup sehari-hari. Dalam hidup sehari-hari orang membutuhkan bantuan. Sementara
kualitas dan mutu hidup manusia makin melemah, banyak orang yang jatuh dalam
dosa, banyak orang yang butuh peneguhan dan kekuatan. Pada saat itulah kita
dapat mendengar suara Kristus yang bergaung di telinga kita: “Aku tidak
menghukum engkau, pulanglah dan jangan berdosa lagi …” Singkatnya,
sakramen-sakramen adalah cara dan sarana bagi Kristus untuk menjadi “tampak”
dan dengan demikian dapat dialami oleh manusia dewasa ini.
c) Sakramen-sakramen
itu tidak bekerja secara otomatis. Sakramen-sakramen sebagai “tanda” kehadiran
Kristus menantikan sikap pribadi (sikap batin) dari manusia. Sikap batin itu
ialah iman dan kehendak baik. Perayaan sakramen adalah suatu “pertemuan” antara
Kristus dan manusia. Oleh karena itu, meski tidak sama tingkatnya, peran
manusia (sikap iman) sangat penting. Walaupun Kristus mahakuasa, Ia tidak akan
menyelamatkan orang yang memang tidak mau diselamatkan atau yang tidak percaya.
Pembagian
sakramen-sakramen Gereja
Sakramen-sakramen
dibagi menjadi: sakramen inisiasi kristiani: sakramen Pembaptisan, Penguatan,
dan Ekaristi Kudus. Sakramen-sakramen penyembuhan: Tobat dan Pengurapan Orang
Sakit dan sakramen-sakramen pelayanan persekutuan dan perutusan yaitu sakramen
Pentahbisan dan Perkawinan (lihat Kompendium KGK 250 – KGK 1210–1211).
1) Sakramen-sakramen
inisiasi kristiani; inisisasi atau
bergabung menjadi orang kristiani
dilaksanakan melalui sakramen-sakramen yang memberikan dasar hidup kristiani.
Orang beriman, yang dilahirkan kembali menjadi manusia baru dalam sakramen
Pembaptisan, dikuatkan dengan sakramen Penguatan dan diberi makanan dengan
sakramen Ekaristi (lihat Kompendium KGK 251).
2) Sakramen-sakramen penyembuhan;
Kristus Sang Penyembuh
jiwa dan badan kita, menetapkan sakramen
ini karena kehidupan baru yang Dia berikan kepada kita dalam sakramen-sakramen
inisiasi kristiani dapat melemah, bahkan hilang karena dosa. Karena itu,
Kristus menghendaki agar Gereja melanjutkan karya penyembuhan dan
penyelamatan-Nya melalui sakramen ini: Tobat dan Pengurapan Orang Sakit
(lihat Kompendium KGK 295 – KGK
1420–1421, 1426).
3) Sakramen-sakramen
pelayanan persekutuan dan perutusan: dua sakramen, sakramen Pentahbisan dan Perkawinan
memberikan rahmat khusus untuk perutusan tertentu dalam Gereja untuk melayani
dan membangun umat Allah. Sakramen-sakramen ini memberikan sumbangan dengan
cara yang khusus pada persekutuan gerejani dan penyelamatan orang-orang lain.
(lihat Kompendium KGK 321, KGK 1533–1535).
Ketujuh
Sakramen
Pada
saat-saat penting dalam hidup, Kristus menyertai umat-Nya. Kehadiran Kristus
ini dirayakan dalam ketujuh sakramen.
1) Sakramen
Pembaptisan/Permandian
Sakramen
Pembaptisan (Mat. 28:19, Yoh. 3:5) adalah sakramen pertama yang kita terima.
Umat beriman wajib menerima Pembaptisan sebelum menerima sakramen-sakramen yang
lain. Pembaptisan mengampuni dosa asal, semua dosa pribadi, serta mengalirkan
rahmat pengudusan ke dalam jiwa (Yeh. 36:25–26, Kis. 2:38, 22:16, 1Kor. 6:11,
Gal. 3:26–27). Pembaptisan menganugerahkan jasa-jasa wafat Kristus di salib ke
dalam jiwa kita, serta membersihkan kita dari dosa. Pembaptisan menjadikan kita
anak- anak Allah, saudara-saudara Kristus, dan kenisah Roh Kudus. Pembaptisan
hanya diterimakan satu kali untuk selamanya namun meninggalkan meterai rohani
yang tidak dapat dihapuskan.
2) Sakramen
Penguatan
Sakramen
Penguatan menjadikan kita dewasa secara rohani dan menjadikan kita saksi-saksi
Kristus. Penguatan hanya diterimakan satu kali untuk selamanya namun
meninggalkan meterai rohani yang tidak dapat dihapuskan (Kis. 2:14–18, 9:17–19,
10:45, 19:5–6, Titus 3:4–8).
3) Sakramen
Ekaristi
Sakramen
Ekaristi disebut juga sakramen mahakudus atau komuni kudus. Ekaristi bukanlah
sekadar lambang belaka, tetapi adalah sungguh tubuh, darah, jiwa dan keallahan
Yesus Kristus. Dalam mukjizat perayaan Ekaristi, imam mengkonsekrasikan roti
dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus dengan kata- kata penetapan yang
diambil dari Kitab Suci: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu;
perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!". Demikian juga Ia mengambil
cawan, sesudah makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang
dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi
peringatan akan Aku!" (1Kor. 11:23–25). Misa disebut kurban karena misa
menghadirkan secara tak berdarah kurban Kristus yang wafat di salib satu kali
untuk selamanya. Kristus mengatakan: “Akulah roti hidup yang telah turun dari
surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan
roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup
dunia." (Yoh 6:48–52). Jika kita melakukan dosa berat, kita harus
mengakukan dosa kita terlebih dahulu sebelum menerima komuni kudus, jika tidak,
komuni kudus bukannya mendatangkan rahmat bagi jiwa, malahan akan mengakibatkan
dosa sakrilegi (1Kor. 11:27–29). Untuk menerima komuni, kita harus bangkit
berdiri menuju altar dengan tangan terkatup di dada sambil berdoa. Ketika tiba
di hadapan imam, ia akan mengatakan: “Tubuh Kristus”. Kita menunjukkan iman
dengan menjawab, “Amin”, kemudian kita mengulurkan tangan, telapak tangan kiri
di atas telapak tangan kanan, menerima hosti di tangan dan segera memasukkan
hosti ke dalam mulut (cara umum), atau kita membuka mulut dan menerima komuni
kudus dengan lidah (alternatif). (baca: Yoh. 6:25–71, Mat. 26:26–28, 1Kor.
11:23–26, Luk. 24:30-31).
4) Sakramen
Tobat
Sakramen
Tobat disebut juga pengakuan atau rekonsiliasi (Yoh 20:21–23, Amsal 28:13).
Kristus memberikan kuasa kepada para rasul untuk mengampuni dosa atas nama-Nya,
dan para rasul meneruskan kuasa tersebut kepada penerus-penerus mereka, yaitu
para uskup dan imam. Sakramen Tobat mengampuni dosa-dosa yang dilakukan setelah
baptis. Ketika mengaku dosa, umat beriman harus mengakui semua dosa-dosa berat
yang disadarinya, menurut jenisnya (misalnya perzinahan atau pencurian) serta
jumlahnya (misalnya satu kali, beberapa kali, atau sering kali). Setelah
mengakui segala dosa-dosa, orang beriman mendengarkan nasihat- nasihat yang
diberikan imam, mengucapkan doa tobat, menerima absolusi (pengampunan Kristus)
dari imam, meninggalkan kamar pengakuan, serta melakukan penitensimu.
Imam
diwajibkan dengan ancaman siksa yang sangat berat, supaya berdiam diri secara
absolut, untuk tidak mengungkapkan apa pun yang telah ia dengar dalam
pengakuan. Rahasia pengakuan ini dinamakan 'meterai sakramental'. Seorang imam
lebih suka dipenjarakan atau bahkan mati daripada mengungkapkan dosa- dosa yang
diakukan umat kepadanya (Luk. 15, Yeh. 33).
5) Sakramen
Pengurapan Orang Sakit
Bantuan
Tuhan melalui kekuatan Roh-Nya hendak membawa orang sakit menuju kesembuhan
jiwa, tetapi juga menuju kesembuhan badan, kalau itu sesuai dengan kehendak
Allah. Dan “jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni” (Mrk.
6:13, Yak. 5:14–15).
6) Sakramen
Imamat/Tahbisan
Tahbisan
memungkinkan para rasul Kristus dan penerus-penerus mereka untuk menerimakan
sakramen-sakramen. Ada tiga jenjang sakramen Tahbisan: diakon, imam, dan uskup.
Hanya para imam dan uskup yang boleh menerimakan sakramen pengakuan serta
memersembahkan kurban misa (baca Kej. 14:18, Ibr. 5:5–10, Luk. 22:19, Kis. 6:6,
14:23). Para imam adalah
bapa rohani Gereja.
Mereka mempersembahkan hidup mereka bagi Gereja dengan mewartakan Injil
dan menganugerahkan pengampunan Tuhan melalui sakramen-sakramen (1Kor. 4:14–15,
1Tes. 2:8–12). Para imam hidup seturut teladan dan ajaran Yesus Kristus (imam
yang selibat), untuk mengurbankan kehidupan berkeluarga demi kerajaan Allah
(Mat. 19:12, Luk. 18:29–30, 1Kor. 7).
7) Sakramen
Perkawinan
Sakramen
ini, dengan kuasa Allah, mengikat seorang pria dan seorang wanita dalam suatu
kehidupan bersama dengan tujuan kesatuan (kasih) dan kesuburan yaitu lahirnya
keturunan (baca Mrk. 10:2–12, Ef.
5:22–33). Perkawinan tidak terceraikan, mengikat seumur hidup (1Kor.
7:10–11,39, Mat. 19:4–9). Pembatalan perkawinan adalah suatu pernyataan yang
dikeluarkan oleh Gereja yang menyatakan bahwa setelah dilakukan suatu
penyelidikan yang mendalam oleh pengadilan Gereja yang berwenang, unsur-unsur
yang diperlukan untuk suatu perkawinan yang sah tidak ada pada saat perkawinan,
dan oleh karena itu suatu perkawinan yang sah tidak pernah terjadi. Pembatalan
perkawinan bukanlah suatu perceraian “Katolik” dan sama sekali tidak mempengaruhi
hak anak-anak dari perkawinan tersebut.
Langkah ketiga: menghayati liturgi dalam hidup sehari-hari
1. Refleksi
Peserta
didik membuat refleksi tentang makna doa bertitik tolak dari pengalaman hidup
doanya setiap hari. Refleksi ditulis di buku catatannya.
2. Aksi
Peserta
didik membuat niat dan melaksanakannya: mengajak anggota keluarga berdoa novena
dan melaporkan tertulis dan ditandatangani orang tua.
Doa Penutup
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus, Amin.
Allah Bapa yang rahim, kami
bersyukur atas kebaikan-Mu, kami dapat bertemu dan belajar bersama hari ini.
Dalam setiap hidup kami, Engkau mengajak kami untuk setia pada ajaran iman dan
kepercayaan kami, terutama Engkau selalu mengundang kami untuk hadir dan
berpartisipasi dalam perayaan iman kami. Undangan-Mu Tuhan menjadi semangat dan
kehidupan. Semoga dalam pembelajaran ini kami sebagai sakramen yang hidup,
menjadi sarana yang membawa kegembiraan dan turut serta ambil bagian dalam
karya Gereja-Mu. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami, Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus, Amin.
Rangkuman
1) Liturgi merupakan
perayaan iman. Perayaan
iman tersebut merupakan pengungkapan iman Gereja, dimana
orang yang ikut dalam perayaan iman mengambil bagian dalam misteri yang
dirayakan. Tentu saja bukan hanya dengan partisipasi lahiriah, tetapi yang
pokok adalah hati yang ikut menghayati apa yang diungkapkan dalam doa. Kekhasan
doa Gereja ini merupakan sifat resminya, sebab justru karena itu Kristus
bersatu dengan umat yang berdoa.
2) Doa
dan ibadat merupakan salah satu tugas Gereja untuk menguduskan umatnya dan umat
manusia.
3) Fungsi doa.
Peranan dan fungsi
doa bagi orang
kristiani, antara lain: mengkomunikasikan diri kita kepada
Allah; memersatukan diri kita dengan Tuhan; mengungkapkan cinta, kepercayaan,
dan harapan kita kepada Tuhan
4) Liturgi
adalah “karya Kristus, Imam Agung, serta tubuh-Nya, yaitu Gereja”. Oleh karena
itu, liturgi tidak hanya merupakan “kegiatan suci yang sangat istimewa”, tetapi
juga wahana utama untuk mengantar umat kristiani ke dalam persatuan pribadi
dengan Kristus (Sacrosantum Concilium, 7).
5) Sakramen-sakramen adalah
“Tangan Kristus” yang
menjamah kita, merangkul kita,
dan menyembuhkan kita. Meskipun yang tampak di mata kita, yang bergaung di
telinga kita hanya hal-hal atau tanda-tanda biasa, namun Kristuslah yang
berkarya lewat tanda-tanda itu. Dengan perantaraan para pelayanan-Nya, Kristus
sungguh aktif berkarya dalam umat Allah.
6) Sakramen-sakramen adalah
cara dan sarana
bagi Kristus untuk menjadi “tampak” dan dengan demikian
dapat dialami oleh manusia dewasa ini.
7) Ada
tujuh sakramen yaitu: Pembaptisan/Permandian, Penguatan, Ekaristi, Tobat,
Pengurapan Orang Sakit, Imamat/Tahbisan dan Perkawinan.
CATATAN:
·
Doa dan ibadat merupakan
tugas imamiah Gereja yang berarti masing- masing anggota Gereja mengambil
bagian dalam satu imamat Kristus dengan cara khasnya masing – masing.
· Ada 2 macam imamat dalam Gereja yaitu
1. Imamat umum melaksanakan
tugas pengudusan antara lain dengan berdoa, menyambut sakramen – sakramen,
memberi kesaksian hidup, pengingkaran diri, serta melaksanakan cinta kasih
secara aktif dan kreatif.
2.
Imamat jabatan membentuk dan memimpin umat serta
memberikan pelayanan sakramen-sakramen.
·
Doa
berarti berkomunikasi dengan Tuhan secara pribadi, doa juga merupakan ungkapan
iman secara pribadi dan bersama-sama. Doa selalu merupakan dialog yang bersifat
pribadi antara manusia dan Tuhan dalam hidup nyata ini.
·
Fungsi
doa adalah :
1.
Mengkomunikasikan
diri kita kepada Allah
2.
Mempersatukan
diri kita dengan Tuhan
3.
Mengungkapkan
cinta, kepercayaan, dan harapan kita kepada Tuhan
4.
Membuat diri kita melihat dimensi baru
dari hidup dan karya kita dengan mata iman
5.
Mengangkat setiap karya kita menjadi karya
yang bersifat apostolis atau merasul
·
Syarat-syarat
doa yang baik :
1.
Didoakan
dengan hati
2.
Berakar
dan bertolak dari pengalaman hidup
3.
Diucapkan
dengan rendah hati
·
Cara –
cara berdoa yang baik :
1.
Berdoa
secara batiniah.
“Tetapi jika engkau berdoa, masuklah dalam kamar…” (lih Mat 6 : 5
– 6)
2.
Berdoa
dengan cara sederhana dan jujur
“Lagi pula dalam doamu janganlah kamu bertele-tele…” (lih Mat 6 :
7)
·
Liturgi
adalah doa resmi dan merupakan “karya Kristus, Imam Agung, serta tubuh-Nya,
yaitu Gereja”. Oleh karena itu, liturgi tidak hanya merupakan “kegiatan suci
yang sangat istimewa”, tetapi juga wahana utama untuk mengantar umat Kristiani
ke dalam persatuan pribadi dengan Kristus (Sacrosanctum
Concilium, art. 17). Selain itu,
Liturgi juga merupakan perayaan iman di mana orang yang ikut serta di dalamnya
mengambil bagian dalam misteri iman yang dirayakan.
· Perayaan Ekaristi terdiri atas 2 macam Liturgi, yaitu:
1.
Liturgi
Sabda yang diambil dari ibadat sinagoga Yahudi (terdiri atas doa pembukaan, dua
bacaan dari Kitab Suci yang diikuti dengan homili dan beberapa doa lainnya).
2.
Liturgi
Ekaristi atau Perjamuan Tuhan yang dirayakan dalam konteks makan bersama dalam
jemaat-jemaat paling awal.
· Ekaristi merupakan “sumber dan puncak hidup Kristiani” (LG 11) sebab
Ekaristi memancarkan misteri penyelamatan Allah
dalam Yesus Kristus. Ekaristi merupakan perjamuan sakramental, kesatuan
dalam Tubuh dan Darah Kristus, kenangan akan wafat dan kebangkitan-Nya, doa
syukur, korban dan tanda Kerajaan Allah.
· Perlu diingat bahwa hal yang paling pokok dalam doa resmi Gereja
bukanlah karena sifatnya yang “resmi” atau kebersamaan, melainkan kesatuan
Gereja dengan Kristus dalam doa dimana iman dinyatakan di hadapan Allah secara
seragam demi kesatuan doa dan pengungkapan iman. Dengan kata lain, doa ini
menjadi doa seluruh Gereja (sebagai mempelai Kristus) bersama Sang Penyelamat
sekaligus tetap merupakan doa pribadi setiap anggota jemaat karena doa tersebut
menjadi penuh jika semua yang hadir secara pribadi dapat bertemu dengan Tuhan
dalam doa bersama itu.
· Sakramen adalah tanda dan sarana keselamatan Allah kepada manusia. Secara
garis besar, makna sakramen dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu:
1.
sakramen
adalah lambang atau simbol.
2.
Sakramen-sakramen
mengungkapkan karya Tuhan yang menyelamatkan.
3.
Sakramen-sakramen
bertujuan untuk meningkatkan dan menjamin mutu hidup kita sebagai orang
Kristiani.
·
Ada
tujuh sakramen yang diterima oleh Gereja yaitu:
1.
Sakramen
permandian/baptis (Tanda Iman). Melalui sakramen ini, mulailah babak baru dalam
hidup seseorang di mana secara resmi ia menyatakan tobat dan imannya kepada
Yesus Kristus dan diterima secara resmi menjadi anggota TubuhNya. Kristus
sendiri yang menjiwai dia melalui RohNya.
2.
Sakramen
Penguatan (Tanda Kedewasaan), sebagai tanda kekuatan Roh Kudus, sebelum diutus
untuk memperjuangkan cita – cita Kristus dalam Gereja dan masyarakat, serta
sebagai tanda kedewasaan dan tanggung jawab atas kehidupan Umat Allah,
menghantar sesamanya kepada Kristus.
3.
Sakramen
Tobat. Para pengikut Kristus perlu bertobat untuk memperbaharui diri secara
terus – menerus di hadapan Tuhan dan sesama.
4.
Sakramen
Ekaristi (Tanda Kesatuan), sebagai kehadiran Gereja yang paling nyata dan penuh
dalam perjamuan Tuhan serta ungkapan yang paling konkret dari persatuan umat
dan Tuhan serta persatuan para anggotanya.
5.
Sakramen
Perminyakan Orang Sakit, untuk menguatkan yang sakit sehingga menjadi siap dan
tabah untuk menerima apa saja dari tangan Allah yang mencintai kita, baik dalam
kesembuhan maupun dalam maut. Dengan menderita seperti Kristus, si sakit
menjadi lebih serupa dengan Kristus.
6.
Sakramen Pernikahan, sebagai panggilan
luhur untuk membina keluarga sebagai tanda kasih setia Allah bagi manusia dan
tanda cinta Kristus kepada GerejaNya.
7.
Sakramen Imamat, untuk merayakan, mengesahkan, dan menyatakan
pelantikan para pelayan yang melayani kepentingan dan perkembangan umat dalam
hidup beriman dan bermasyarakat. Mereka bertugas untuk mempersatukan umat,
membimbing umat dalam penghayatan iman pribadi dan bersama serta membantu
melancarkan komunikasi iman.
· Sakramentali
adalah tanda – tanda suci (berupa ibadat/upacara/pemberkatan) yang mirip dengan
sakramen-sakramen. Berkat tanda-tanda suci ini berbagai buah rohani ditandai
dan diperoleh melalui doa-doa permohonan dengan perantaraan Gereja.
·
Terdapat
aneka ragam sakramentali, yaitu:
1.
Pemberkatan,
yakni pemberkatan orang, benda/barang rohani, tempat, makanan, dsb. Pemberkatan
atas orang atau benda/barang tersebut adalah pujian kepada Allah dan doa untuk
memohon anugerah – anugerah-Nya.
2.
Pemberkatan
dalam arti tahbisan rendah, yakni pentahbisan orang dan benda. Contoh:
pentahbisan/pemberkatan lektor, akolit, dan katekis; pemberkatan benda atau
tempat untuk keperluan liturgi, misalnya pemberkatan Gereja/kapel, altar,
minyak suci, lonceng, dan sebagainya.
·
Devosi (Latin: devotio = penghormatan) adalah bentuk–bentuk penghormatan kebaktian
khusus orang atau umat beriman kepada rahasia kehidupan Yesus yang tertentu,
misalnya kesengsaraan-Nya, Hati-Nya yang Mahakudus, dsb. Atau devosi kepada orang–orang kudus,
misalnya devosi kepada santo–santa pelindung, Bunda Maria, dsb.
PENDALAMAN
1.
Doa
dan ibadat merupakan tugas imamiah Gereja yang berarti masing-masing anggota
Gereja mengambil bagian dalam satu imamat Kristus dengan cara khasnya
masing-masing. Sebutkan 2 macam imamat dalam Gereja! Jelaskan!
2.
Apa
yang dimaksud dengan “doa”?
3.
Apa
saja fungsi doa?
4.
Sebutkan
syarat dan cara berdoa yang baik!
5.
Doa
Resmi Gereja (Ibadat atau Liturgi)
6.
Apa
yang dimaksud dengan Liturgi?
7.
Perayaan Ekaristi
terdiri atas 2 macam liturgi. Sebutkan dan jelaskan secara singkat darimanakah
liturgi tersebut bermula!
8.
Ekaristi
merupakan “sumber dan puncak hidup Kristiani” (LG 11). Mengapa demikian?
9.
Apakah
hal yang paling pokok dalam doa?
10.
Apa yang dimaksud
dengan “sakramen” dan apa saja fungsinya?
11.
Sebutkan
ketujuh sakramen yang diterima oleh Gereja dan fungsinya masing-masing!
12.
Apa
yang dimaksud dengan sakramentali?
13.
Sebutkan
aneka ragam sakramentali! Jelaskan!
14.
Apa
yang dimaksud dengan devosi?
PELAJARAN 10
GEREJA YANG MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA
(KERYGMA)
Doa Pembuka
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Ya Allah yang Mahakuasa, kami
bersyukur ke hadapan-Mu atas berkat-Mu yang berlimpah. Yesus telah mengutus
para murid-Nya dengan berkata “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu”. Perintah Yesus ini
juga merupakan perintah kepada kami sebagai murid-murid Yesus.
Ya Bapa, melalui pembelajaran
ini ajarilah kami agar bijaksana dan memiliki hati yang sanggup mencintai,
berbakti, terlibat dalam karya pewartaan Gereja-Mu. Karena Kristus Tuhan dan
pengantara kami. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali pemahaman tentang hierarki
1. Kisah
Kehidupan
a. Membaca/menyimak
kisah kehidupan
Menyebarkan Benih Sabda
Ketika
seseorang menyebarkan benih sabda, dia tidak tahu apa yang sedang dilakukannya
atau apa dampak benih tersebut. H.L. Gee menceritakan hal ini.
Di gereja
tempat dia berdoa, ada seorang bapak tua yang kesepian, namanya Thomas. Dia
hidup lebih lama dari sahabat-sahabatnya dan hampir tak ada seorang pun yang
mengenalinya. Ketika Thomas meninggal, Gee merasa bahwa tak akan ada seorang
pun yang akan menghadiri pemakaman Thomas. Sehingga dia memutuskan untuk pergi
dan dengan demikian akan ada seorang yang akan mengantarkan orang tua itu ke
peristirahatannya yang terakhir.
Tak ada
orang lain dan hari itu hujan turun dengan lebatnya. Ketika peti mati sampai di
pemakaman, di pintu masuk berdirilah seorang tentara sedang menunggu. Dia
adalah seorang perwira. Tentara itu datang ke tempat itu untuk menghadiri
pemakaman. Ketika upacara selesai, tentara melangkah ke depan dan di hadapan
makam yang masih terbuka itu, dia mengangkat tangannya untuk memberi hormat
yang selayaknya diberikan pada seorang raja. H. L. Gee berjalan pergi bersama
tentara ini dan ketika dia berjalan, angin yang bertiup menyingkapkan pangkat
tentara itu. Ternyata dia adalah seorang Brigadir Jenderal.
Brigadir
Jenderal itu berkata kepada Gee, “Mungkin kamu heran mengapa saya berada di
sini. Beberapa tahun yang lalu, Thomas menjadi guru Sekolah Minggu, saya
sungguh nakal dan merepotkannya. Dia tidak pernah mengetahui hasil
pengajarannya tapi saya sangat berhutang kepadanya, dan hari ini saya harus
datang untuk memberikan penghormatan akhir kepadanya. Thomas tidak tahu apa
yang telah dilakukannya. Tak ada seorang pewarta pun yang akan mengetahuinya.
Tugas kita adalah menyebarkan benih dan setelah itu kita serahkan semuanya pada
Tuhan.
Sumber: Frank Mihalic, SVD,
1500 Cerita Bermakna, Jilid 2, Obor, Jakarta, 2014
b. Pendalaman
1) Apa
yang diceritakan dalam kisah itu?
2) Apa
yang dilakukan tentara itu?
3) Mengapa
tentara melakukan hal itu?
4) Pesan
apa yang kalian dapatkan dari cerita itu untuk hidup kalian sendiri?
Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja tentang
pewartaan
1. Membaca/menyimak
artikel
Evangelisasi Orang Muda Katolik
Sudah tidak
dapat dipungkiri lagi, dunia kini digoncangkan oleh sorak-sorai orang muda
Katolik di bukit Corcovado (Rio De Janairo). Tema World Youth Day 2013 (23–28
Juli 2013) kali ini yaitu memanggil orang-orang muda Katolik sedunia untuk
menerima panggilan misi, hidup sebagai saksi Kristus yang bangkit. “Pergilah
dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” (Mat. 28:19). Dari kutipan ini kita
diajak untuk menjadi Missionaris bagi setiap orang yang membutuhkan kasih
Tuhan. Seringkali kita berpikir sebagai orang muda Katolik, 'aku masih terlalu
muda' seperti yang dikatakan oleh Nabi Yesaya. Allah tidak memandang orang dari
umur, rupa dan jenis kelamin. Kita telah dibaptis di dalam nama Kristus dan
telah dicurahi rahmat penguatan dan pendewasaan iman di dalam sakramen Krisma.
Kita
mempunyai tanggung jawab besar untuk berani mewartakan iman Katolik. Iman
kebenaran bagi dunia yang penuh kegelapan. Banyak anak muda zaman kini yang
hidupnya dilanda budaya dan isme-isme yang berdampak buruk bagi hidupnya,
sebagai contoh budaya hedonisme, konsumerisme, relativisme, masa bodoh dengan
agamanya sendiri. Dan sekarang adalah waktunya dimana kita semua sebagai orang
muda Katolik mampu melawan arus buruk tersebut dengan mengejar kekudusan hidup.
Kita bisa
melihat riwayat hidup santo-santa yang umurnya masih belia, sebagai contoh
Santo Dominikus Savio. Santo Dominikus Savio adalah seorang anak muda yang
masih belia namun begitu mencintai kekudusan, ia adalah murid dari Santo
Yohanes Bosco, kini apabila kita semua membaca dengan lubuk hati yang terdalam
maka kita akan merasa 'ditampar’ oleh kekudusan yang dimiliki oleh Santo
Dominikus dan tentu akan merasa malu besar akan kehidupan yang diharumi oleh
harum kekudusan.
Sungguh di
zaman sekarang, kita harus sadar bahwa kita telah menerima berkat luar biasa
dari Konsili Vatikan II dimana setiap orang yang telah dibaptis mempunyai
kewajiban untuk mewartakan imannya, dan tentu mewartakan Injil bukan hanya
tugas para kaum klerus. Namun kita semua! Yang percaya bahwa Kristus telah
wafat dan bangkit dari alam maut, yang telah mendirikan Gereja- Nya sendiri di
atas Sang Petrus.
Kita tentu
mengenal Rasul Paulus yang merupakan seorang pendosa yang bertobat dan menjadi
pewarta iman yang begitu bersemangat mewartakan sabda Kristus. Dia dijebloskan
ke dalam penjara, digiring ke pengadilan, diancam dengan hukuman mati. Namun ia
sama sekali tidak gentar menghadapi semua itu, ia mewartakan Sabda Kristus
sebagai bentuk ungkapan rasa cintanya akan Tuhan. Perjumpaannya dengan Tuhan
dalam perjalanannya ke Damsyik, mengubah ia yang dulunya sebagai seorang
pembunuh bayaran untuk membunuh murid-murid Kristus, menjadi seorang manusia
baru. Semangat Rasul Paulus untuk mewartakan Kristus, dapat menjadi inspirasi
bagi kita semua untuk juga melakukan tugas pewartaan.
Tugas
pewartaan yang dulu dilakukan oleh Rasul Paulus dengan berjalan kaki,
menjelajahi samudra luas, mengalami penghinaan dan penderitaan, sampai akhirnya
menyerahkan nyawa demi Kristus yang tersalib, kini menjadi tugas yang harus
kita emban bersama. Hanya jaman sekarang dan keadaannya berbeda. Dengan
kehidupan yang diwarnai dengan informasi digital, cyber space, maka tugas
mewartakan Kristus menjadi lebih mudah bagi kita. Kita dapat melakukan semuanya
dari rumah, asal terhubung dengan kabel internet.
Berikut ini
adalah beberapa prinsip ajaran Rasul Paulus yang mungkin dapat kita jadikan
sebagai patokan dasar pewartaan kita yang diambil dari katolisitas. org.
1) Beritakanlah
Injil! “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” (1Kor. 9:16) Rasul
Paulus mempunyai kecintaan yang besar kepada Injil. Maka pewartaannya tentang
Kristus juga merupakan pewartaan akan segala pengajaran dan perintah Kristus
dalam Injil. Semangat Rasul Paulus ini harus mendorong kita untuk juga semakin
bersemangat untuk membaca Kitab Suci, merenungkannya dan melaksanakannya;
supaya Injil menjadi sungguh hidup di dalam keseharian kita. Dengan kata lain,
Injil yang kita imani itu menentukan sikap hidup, pikiran dan tutur kata kita;
inilah sesungguhnya bentuk pewartaan yang sesuai dengan yang diajarkan oleh
Rasul Paulus (Flp. 1:27). Selanjutnya Injil inilah yang harus kita wartakan
dalam tugas kerasulan kita sebagai katekis.
2) Berpegang
pada pilar kebenaran: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja - “Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah
pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari
kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis”. (2Tes. 2:15). Rasul Paulus mengajarkan kepada
kita agar berpegang kepada ajaran-ajaran para rasul, baik yang disampaikan
secara lisan–yaitu Tradisi Suci– maupun yang tertulis–yaitu Kitab Suci. Dengan
demikian, jika kita mengikuti jejak Rasul Paulus dalam pewartaan Sabda Tuhan,
selain kita menyampaikan ajaran yang tertulis dalam Kitab Suci, kita harus juga
menyampaikan ajaran Tradisi Suci yaitu pengajaran dari para Bapa Gereja dan
Magisterium, yang walaupun tidak termasuk di dalam Kitab Suci namun berasal
dari sumber yang sama–yaitu dari Kristus, para rasul dan para penerus mereka– sehingga
baik Kitab Suci maupun Tradisi Suci perlu mendapat penghormatan yang sama. Di
samping sumber Kitab Suci dan Tradisi Suci, Rasul Paulus juga mengajarkan untuk
“Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup
sebagai keluarga Allah, yakni jemaat (ekklesia = Gereja) dari Allah yang hidup,
tiang penopang dan dasar kebenaran”. (1Tim. 3:15) Dari sini kita tahu, bahwa
Rasul Paulus sangat menghargai Gereja. Dan penghargaan dan ketaatan Rasul
Paulus akan keputusan Gereja diwujudkan dengan mentaati segala sesuatu yang
diputuskan dalam Konsili Yerusalem I.
3) Memberitakan
Kristus: kebangkitan-Nya tak terlepas dari kurban salib-Nya. “Sebab aku telah
memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus,
yaitu Dia yang disalibkan.” (1Kor. 2:2). Rasul Paulus mengajarkan kepada kita
agar tidak ragu untuk mewartakan Kristus yang disalibkan, sebab kebangkitan-Nya
tidak pernah terlepas dari sengsara dan wafat-Nya di kayu salib. Maka sebagai
umat kristiani, seharusnya kita tidak menekankan hanya pada hal kebangkitan
Kristus dan mengabaikan sengsara dan wafat-Nya, sebab tidak ada hari Minggu
Paskah tanpa hari Jumat Agung. Sebenarnya tantangan pewartaan Rasul Paulus
kepada kaum Yahudi dan kepada kaum Yunani pada jamannya juga masih relevan saat
ini. Sebab pewartaan Yesus yang disalibkan itu memang menjadi batu sandungan
bagi banyak orang, dan sering dianggap sebagai kebodohan bagi kaum cendekiawan
dunia. Namun bagi kita yang percaya, Kristus yang disalibkan merupakan kekuatan
dan hikmat Allah (lih. 1Kor. 1:23).
4) Menjangkau semua
orang, karena Allah
menghendaki semua orang diselamatkan. “[Allah] menghendaki
semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan
kebenaran.” (1Tim. 2:4)
Pesan pewartaan berikutnya yang perlu
disampaikan sehubungan dengan
Kristus yang disalibkan adalah: melalui kurban salib-Nya
itu, Allah menghendaki agar semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan
akan kebenaran. Jadi pesan ini jugalah yang harus kita sampaikan saat kita
mewartakan Kristus.
5) Pewartaan
iman, pengharapan dan kasih, di dalam Kristus. “Sebab karena kasih karunia kamu
diselamatkan oleh iman…. ” (Ef. 2:8)…. “yang bekerja oleh kasih” (Gal. 5:6) …
karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua
manusia, (1Tim. 4:10) “[karena] kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup
bagi Allah dalam Kristus Yesus.” (Rom. 6:11). Pewartaan Kristus yang tersalib
itu adalah pewartaan kebenaran akan kasih karunia Allah kepada kita manusia,
dan dengan mengimaninya dan mewujudkan iman itu di dalam perbuatan kasih, kita
diselamatkan. Pewartaan akan pentingnya iman yang tak terpisahkan dari kasih
ini menjadi salah satu inti pengajaran Rasul Paulus. Walaupun sebelum bertobat
ia berlatar belakang
Farisi yang sangat
taat kepada hukum Taurat, namun
setelah perjumpaannya dengan Kristus, Rasul Paulus mengetahui bahwa manusia
diselamatkan bukan dari melakukan hukum Taurat tetapi karena kasih karunia
Allah yang mengubah seseorang sehingga ia memperoleh hidup yang baru di dalam
Kristus. Apalagi yang kita tunggu? Gunakanlah segala-galanya untuk mewartakan
kasih, Sabda dan Kurban Kristus bagi setiap orang. Pergilah dan jadilah saksi
sukacita perjumpaan dengan Kristus yang bangkit. Dominus illuminatio mea!
Sumber:
katolisitas-indonesia.blogspot.com (2013)
2. Pendalaman
1) Apa
makna sabda Yesus ini, “Pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid- Ku....”
(Mat. 28:19)?
2) Apa
makna pesan ini ajaran Rasul Paulus ini, “Celakalah aku, jika aku tidak
memberitakan Injil.” (1Kor. 9:16)?
3) Apa makna
ajaran Rasul Paulus
ini, “Sebab itu,
berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu
terima dari kami, baik secara lisan,
maupun secara tertulis.” (2Tes. 2:15)?
4) Apa
makna ajaran rasul Paulus ini, “Sebab
aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus
Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.” (1Kor. 2:2)?
5) Apa
makna pesan ini, “[Allah] menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh
pengetahuan akan kebenaran.” (1Tim. 2:4)?
6) Apa
makna pesan-pesan dalam ayat-ayat Kitab Suci ini, “Sebab karena kasih karunia
kamu diselamatkan oleh iman…. ” (Ef. 2:8)…. “yang bekerja oleh kasih” (Gal.
5:6) …karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juru
Selamat semua manusia, (1Tim. 4:10) “[karena] kamu telah mati bagi dosa, tetapi
kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” (Rom. 6:11)?
7) Jelaskan
mengapa kita semua orang Katolik tanpa kecuali harus menjadi pewarta Injil atau
kabar baik dalam hidup sehari-hari!
3. Penjelasan
1) Perintah
resmi Kristus untuk mewartakan kebenaran yang menyelamatkan itu oleh Gereja
diterima dari para Rasul, dan harus
dilaksanakan sampai ujung bumi (lih. Kis. 1:8). Maka Gereja mengambil
alih sabda Rasul: “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil!” (1Kor. 9:16).
Maka dari itu Gereja terus-menerus mengutus para pewarta, sampai Gereja-Gereja
baru terbentuk sepenuhnya, dan mereka sendiri pun melanjutkan karya pewartaan
Injil...” (LG, 17).
2) Dalam
mewartakan sabda Allah, kita dapat mewartakannya secara verbal melalui
kata-kata (kerygma), tetapi juga dengan tindakan nyata.
3) Pewartaan
verbal pada dasarnya merupakan tugas hierarki, tetapi para awam diharapkan
untuk berpartisipasi dalam tugas ini, misalnya sebagai katekis, guru agama,
fasilitator pendalaman Kitab Suci, guru atau pendamping bina iman anak di
paroki atau stasi, dan sebagainya.
4) Kita
mempunyai tanggung jawab besar untuk
berani mewartakan Iman Katolik. Iman kebenaran bagi dunia yang
penuh kegelapan. Banyak anak muda zaman kini yang hidupnya dilanda budaya dan
isme-isme yang berdampak buruk bagi hidupnya, sebagai contoh budaya hedonisme,
konsumerisme, relativisme, masa bodoh dengan agamanya sendiri. Dan sekarang
adalah waktunya dimana kita semua sebagai orang muda Katolik mampu melawan arus
buruk tersebut dengan mengejar kekudusan hidup.
Langkah ketiga: menghayati tugas pewartaan Gereja dalam hidup
1. Refleksi
Peserta
didik membuat refleksi dengan membuat renungan singkat dari perikop Kitab Suci
yang menjadi inspirasi hidupnya sebagai seorang pewarta dalam hidupnya
sehari-hari.
2. Aksi
Peserta
didik membacakan/membawakan hasil renungan singkat yang sudah dibuat dalam doa
bersama di keluarga dan melaporkan hasilnya dalam buku catatan dan
ditandatangani orang tua.
Doa Penutup
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Ya Allah yang Mahabijaksana,
pujian dan syukur, kami haturkan kepada-Mu atas rahmat penyertaan-Mu dalam
pertemuan ini. Kami bersyukur, ya Tuhan karena ajaran kasih-Mu bagi kami,
terlebih karena karya pewartaan kabar sukacita-Mu dalam karya pewartaan Gereja
yang hidup. Semoga kami mau dan mampu diutus untuk membawa kabar sukacita bagi
sesama demi Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Rangkuman
1. Setiap orang
Katolik yang telah
dibaptis mempunyai tugas
untuk melaksanakan pewartaan Injil atau kerygma. Tugas itu dilaksanakan
dengan cara mendengarkan, menghayati, melaksanakan dan mewartakan sabda Allah.
2. Pewartaan
(kerygma) berarti ikut serta membawa Kabar Gembira bahwa Allah telah menyelamatkan
dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, Putera-Nya. Bidang karya
ini diharapkan dapat membantu umat Allah untuk mendalami kebenaran firman
Allah, menumbuhkan semangat menghayati hidup berdasarkan semangat Injil, dan
mengusahakan pengenalan yang semakin mendalam akan pokok iman kristiani supaya
tidak mudah goyah dan tetap setia.
3. Beberapa
karya yang masuk dalam bidang ini, misalnya pendalaman iman, katekese para
calon baptis, dan persiapan penerimaan sakramen-sakramen lainnya. Termasuk
dalam kerygma ini adalah pendalaman iman lebih lanjut bagi orang yang sudah
Katolik lewat kegiatan-kegiatan katekese.
4. Dalam
mewartakan sabda Allah, kita dapat mewartakannya, baik secara verbal melalui
kata-kata (kerygma) maupun dengan tindakan nyata terhadap sesama.
5. Kita mempunyai
tanggung jawab besar
untuk berani mewartakan
iman Katolik. Iman kebenaran bagi dunia yang penuh kegelapan. Banyak
anak muda zaman kini yang hidupnya dilanda budaya dan isme-isme yang berdampak
buruk bagi hidupnya, sebagai contoh budaya hedonisme, konsumerisme,
relativisme, masa bodoh dengan agamanya sendiri. Dan sekarang adalah waktunya
dimana kita semua sebagai orang muda Katolik mampu melawan arus buruk tersebut
dengan mengejar kekudusan hidup.
CATATAN:
· Kerygma
berarti pewartaan dan apa yang diwartakan. Kerygma berkaitan dengan pewartaan
Sabda Allah yang berpuncak pada Yesus Kristus. Dia merupakan puncak dari
sejarah pewahyuan Allah karena dalam Dia, Allah menyelamatkan semua orang.
Meskipun Sabda Allah yang menjadi manusia itu tidak dapat tinggal dalam sejarah
manusia tetapi Gereja masih mengenal bentuk-bentuk lain dari Sabda Allah yang
otentik untuk diteruskan kepada semua orang. Ada tiga bentuk Sabda Allah dalam Gereja, yaitu:
1.
Sabda/pewartaan
para rasul sebagai daya yang membangun Gereja.
2.
Sabda
Allah dalam Kitab Suci sebagai kesaksian normatif.
3. Sabda Allah
dalam pewartaan aktual Gereja sepanjang zaman.
· Secara umum, ada 2 (dua) pola pewartaan Sabda Allah yang kita kenal
yaitu: Pewartaan verbal (kerygma) dan pewartaan melalui tindakan/kesaksian
(martyria). Pewartaan verbal
ini memiliki empat bentuk yakni:
1.
Khotbah
atau Homili : khotbah adalah pewartaan tematis. Homili adalah pewartaan yang
berdasarkan suatu perikop Kitab Suci. Kedua – duanya merupakan pewartaan dari
mimbar, dan harus menyapa manusia dan dapat menciptakan komunikasi dua arah,
bukan satu arah.
2.
Pelajaran
Agama: Dalam pelajaran agama diharapkan para guru agama mendampingi para siswa
untuk menemukan makna hidupnya dalam terang Kitab Suci dan ajaran Gereja.
Pelajaran agama adalah proses pergumulan hidup nyata dalam terang iman.
3.
Katakese
Umat: adalah kegiatan suatu kelompok umat, dimana mereka aktif bekomunikasi
untuk menafsirkan hidup nyata dalam terang Injil, yang diharapkan berkelanjutan
dengan aksi nyata, sehingga dapat membawa perubahan dalam masyarakat ke arah
yang lebih baik.
4.
Pendalaman
Kitab Suci: dapat dilakukan dalam keluarga, kelompok, atau pada
kesempatan–kesempatan khusus seperti pada masa Prapaskah (APP), masa Adven, dan
pada bulan Kitab Suci (September).
· Tugas pewartaan mengaktualisasi Sabda
Tuhan yang disampaikan dalam Kristus sebagaimana diwartakan oleh para rasul.
Usaha mengaktualisasi Sabda Tuhan itu mengandaikan berbagai tuntutan yang harus
dipenuhi. Tuntutan-tuntutan tersebut antara lain:
1.
Mendalami
dan menghayati sabda Tuhan yang terkandung dalam Kitab Suci, ajaran-ajaran
resmi Gereja, dan keseluruhan tradisi Gereja.
2.
Mengenal
umat/masyarakat konteksnya sehingga pewartaan yang disampaikan sungguh menyapa
para pendengarnya (bersifat inkulturatif).
· Magisterium atau wewenang
mengajar, yaitu kuasa mengajar dalam Gereja yang berkaitan dengan “tugas
pewartaan”. Wewenang ini mengajar ini merupakan tugas hirarki karena mereka
adalah pengajar otentik. Wewenang tertinggi dan tidak dapat sesat tentang
ajaran iman dan moral ada pada Paus (imam agung di Roma sekaligus kepala dewan
para uskup).
· Akan tetapi, sifat tidak dapat sesat itu ada pula pada Dewan Para Uskup
jika dalam melaksanakan wewanang tertinggi untuk mengajar bersama dengan
pengganti Petrus memenuhi empat syarat berikut:
1. Ajaran harus
menyangkut iman dan kesusilaan
2. Ajaran harus
bersifat ajaran otentik, artinya jelas dikemukakan dengan kewibawaan Kristus
3. Ajaran
dinyatakan dengan tegas atau definitif (tidak dapat diganggu gugat)
4. Ajaran itu
disepakati bersama (sejauh hal ini menyangkut pernyataan para uskup sebagai
dewan)
· Tugas pewartaan tidaklah ringan karena ketika mewartakan Yesus, ia harus
mengambil bagian dalam nasib Yesus. Menjadi pewarta juga merupakan suatu
panggilan. Keharusan untuk menjadi seorang pewarta adalah sebagai berikut:
1.
Dekat
dengan yang diwartakannya
2.
Menjadi
senasib dengan yang diwartakannya
3. Berani
menanggung derita seperti yang diwartakannya
4. Siap untuk
diutus dan “diserahkan” kepada umat yang mendengar pewartaannya
5. Memiliki
komitmen yang utuh kepada umat
· Mereka yang secara khusus melibatkan diri secara agak penuh dalam tugas
pewartaan adalah:
1.
Para
pengkhotbah
2.
Para
Katekis
3.
Guru
agama
PENDALAMAN
1. Apa yang dimaksud dengan Kerygma?
2. Sebutkan 3 bentuk sabda Allah dalam Gereja!
3. Sebutkan 2 (dua) pola pewartaan Sabda Allah!
4. Jelaskan 4 (empat) bentuk pewartaan masa kini!
5.
Tugas pewartaan
mengaktualisasi Sabda Tuhan yang disampaikan dalam Kristus sebagaimana
diwartakan oleh para rasul. Usaha mengaktualisasi Sabda Tuhan itu mengandaikan
berbagai tuntutan yang harus dipenuhi. Sebutkan 2 tuntutan dalam pewartaan tersebut!
6. Apakah yang dimaksud dengan Magisterium Gereja?
7.
Ada empat syarat yang
harus dipenuhi oleh Dewan Para Uskup dalam melaksanakan wewenang tertinggi
untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus. Sebutkan!
8.
Tugas
pewarta tidaklah ringan karena ketika mewartakan Yesus, ia harus mengambil
bagian dalam nasib Yesus. Menjadi pewarta juga merupakan suatu panggilan.
Sebutkan apa saja yang menjadi keharusan dari seorang pewarta!
9.
Siapa
sajakah yang biasanya secara khusus melibatkan diri secara agak penuh dalam
tugas pewartaan?
PELAJARAN 11
GEREJA YANG MELAYANI (DIAKONIA)
Doa Pembuka
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus. Amin. Bapa yang penuh kasih, terima kasih atas kasih karunia-Mu yang
telah menghimpun kami di sini.
Berkatilah kami agar dalam
kegiatan belajar ini kami beroleh pengetahuan, iman yang mengakar dan kuat
sehingga kami terbuka selalu pada karya Roh-Mu dalam tugas pelayanan Gereja-Mu.
Tuhan Yesus, Engkau mengajak kami untuk saling melayani dalam hidup kami.
Tumbuhkanlah kesadaran kami melalui pembelajaran ini, agar kami melibatkan diri
dalam tugas pelayanan Gereja. Demi Yesus Kristus Putera-Mu, Tuhan, dan Juru
Selamat kami. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali pengalaman hidup persekutuan
1. Permainan
1)
Kelas dibagi menjadi 5 kelompok (5 karya
pastoral Gereja).
2)
Setiap kelompok berdiri membentuk barisan.
3)
Di depan kelas (bangku) disiapkan
potongan-potongan kertas berisi contoh-contoh nyata/konkret dari karya
pastoral Gereja (yang terbanyak adalah contoh nyata melayani).
4)
Pemimpin permainan akan menyebut satu karya
pastoral Gereja (liturgia, misalnya) dan anggota kelompok yang di depan,
berlari untuk mengambil satu kertas di depan kelas yang berisi contoh nyata
dari liturgia lalu mengangkat/menunjukkan kepada juri.
5)
Juri akan menentukan benar atau salah.
6)
Pemain pertama tersebut kemudian kembali ke
barisannya dengan posisi di paling belakang.
7)
Lalu lanjut ke pemain kedua dari setiap baris
akan maju mengambil contoh karya pastoral Gereja lalu menunjukkan ke juri.
8)
Pemenangnya adalah yang bisa menebak contoh
konkret karya pastoral Gereja dengan benar.
a. Pendalaman
1)
Mengapa kalian memilih pilihan-pilihan tadi?
2)
Apa yang membedakan karya pastoral Gereja
sehingga kalian bisa memilih contohnya dengan tepat?
3)
Contoh yang paling banyak dari pastoral Gereja
tadi apa?
4)
Apa makna
Gereja yang melayani?
b. Penjelasan
Gereja
(umat Allah) dipanggil untuk melayani seluruh umat manusia. “Melayani” adalah ajaran dan tindakan Yesus yang terus
diwariskan pada Gereja-Nya, yaitu kita semua sebagai umat Allah. Melayani dapat
dilakukan dengan berbagai cara, baik secara individu maupun kelompok atau
komunitas seperti yang diceritakan dalam kisah berikut ini.
2. Kisah
kehidupan
a. Peserta
didik diajak untuk membaca dan menyimak
kisah berikut ini.
Wisma Lansia Panti Rukmi: Setia Melayani
Lansia
Sejak
empat tahun silam para suster SFD membuka pelayanan bagi para lansia di Pati,
Jawa Tengah. Melalui wisma lansia ini, mereka menebarkan jala kasih Allah.
Saban
pagi, aura kebahagiaan nampak terpancar dengan jelas dari para penghuni Wisma
Lansia Panti Rukmi Pati, Jawa Tengah. Salah seorang penghuni panti ini, Mbah
Sriah yang telah berusia 70 tahun, suatu pagi disambut gembira oleh sesama
penghuni panti. Tiap pagi menjadi kesempatan untuk memulai berbagi cerita
pengalaman hidup, baik suka maupun duka. Selain berbagi pengalaman, di wisma
ini mereka hidup dengan saling mengasihi dan menganggap satu dengan yang
lainnya sebagai keluarga besar.
Pengalaman
serupa juga dialami Setyawati yang sudah berusia 83 tahun dan Masripah yang
usianya telah berkepala sembilan. Mereka memilih tinggal di Panti Rukmi agar
ada yang memerhatikan dan merawat mereka.
Keputusan
untuk tinggal dan menghabiskan sisa hidup di panti menjadi pilihan yang tepat
bagi Mbah Sriah. Pada masa produktif, ia seorang bidan. Hal demikian pun
dirasakan Diana, janda tanpa anak ini mengidap diabetes. Ia juga berharap
mendapatkan perawatan pada usia senja, sebab tak ada saudara yang merawatnya.
Melayani
Penanggung
jawab Panti Rukmi, Sr. Luisa SFD menjelaskan, Panti Rukmi merupakan rumah bagi
orang lanjut usia. Mereka akan dirawat, disapa, dilayani sepenuh kasih dan
bertanggung jawab. Biarawati dari Kongregasi Suster Fransiskus Dina
(Congregation of Minor Francis Sisters/SFD) ini menambahkan, di rumah ini, para
lansia leluasa berbagi pengalaman cerita hidup, baik suka maupun duka pada sisa
hidup mereka sampai ajal menjemput.
Sr. Luisa
melihat, kebanyakan orang pada masa tuanya kurang mendapatkan kasih sayang
maupun perhatian dari keluarga, saudara, ataupun kerabat. Berangkat dari
keprihatinan ini, para suster memilih melakukan pelayanan melalui Panti Rukmi.
“Melalui karya ini, kami mau menunjukkan kepedulian kepada mereka yang kecil,
lemah, miskin, dan tersingkir, khususnya para lansia,” ungkap Sr. Luisa.
Panti
Rukmi terbentuk pada 2013. Pada awal perintisan, Panti Rukmi menggunakan bekas
gedung rumah sakit. Ketika itu, Panti mulai mengurus tiga orang lansia. Seiring
perjalanan karya, hingga 2017 pengelola sudah merawat 32 lansia. Dari jumlah
itu, ada yang sudah meninggal akibat usia tua dan juga sakit. Saat ini terdapat
21 orang lansia yang masih menempati kamar-kamar. Mereka berasal dari latar
belakang yang berbeda-beda, baik agama maupun suku.
Pilihan
untuk tinggal dan dirawat di panti datang dengan berbagai alasan. Kebanyakan
dari penghuni panti adalah mereka yang sudah tua dan tidak mampu mengurus diri
sendiri. Ada juga dari mereka yang dirawat karena sakit. Sebagian datang dari
latar belakang ekonomi mampu, namun karena kesibukan, anak-anak mereka tidak
sempat untuk merawat orang tuanya.
Namun,
kebanyakan penghuni berasal dari keluarga dengan ekonomi yang kurang beruntung.
Tiap pagi setelah dimandikan, para lansia yang masih kuat menghangatkan badan
dengan berjemur di bawah terik sang surya. Sedangkan mereka yang tidak
berjemur, akan bersenam ringan bersama dengan panduan seorang suster. Hal ini
dilakukan agar kondisi jasmani tubuh mereka tetap kuat dan segar.
Untuk
melengkapi kebutuhan rohani para lansia, setiap minggu kedua dalam bulan,
selalu ada pendeta yang memimpin ibadat. Seusai ibadat dilanjutkan dengan
mengunjungi penghuni panti satu per satu di kamarnya. Bagi lansia yang beragama
Katolik, setiap Minggu ada penerimaan Komuni Suci dan Misa di Kapel San Damiano
setiap hari Sabtu. “Suasana yang kami ciptakan ini kiranya sungguh membuat
mereka bahagia,” ujar Sr. Luisa.
Selain
kesehatan dan kebutuhan rohani, para Suster SFD juga memerhatikan kebutuhan
sosial mereka dengan menyisipkan agenda rohani dan sharing antarpenghuni Panti
Rukmi. Sr. Luisa
berkata, dengan menciptakan
kondisi sosial yang menyenangkan akan sangat membantu para lansia agar
tetap memiliki kepercayaan diri yang kuat. Terlepas dari itu, Sr. Luisa
berharap, para lansia mendapatkan kehidupan penuh kasih, kedamaian,
kegembiraan, harmonis, serta teman pada masa senja.
Kelengkapan
kebahagiaan melalui sapaan dan perhatian para lansia selain datang dari
keluarga yang berkunjung. Ada juga bentuk perhatian yang datang dari berbagai
komunitas yang ada di Pati dan sekitarnya. Mereka datang menyapa dengan cara
mengajak para lansia bercerita. “Dalam melayani para lansia secara personal dan
menyeluruh diharapkan terjalin hubungan kekeluargaan, bukan lagi hubungan
antara pasien dengan perawat. Kami semua dengan penuh dedikasi mendampingi dan
melayani lansia dan menghadirkan kerajaan Allah bagi mereka yang tinggal di
tempat ini,” ujar Sr. Luisa.
Menanti Izin
Sr. Luisa
menuturkan, dalam pelayanan kepada para lansia, para suster berpegang pada
spiritualitas dan visi kongregasi. Wisma Lansia senantiasa menjadi tempat dan
sarana untuk menghadirkan kasih Tuhan. Ia menyadari, hal ini dapat terwujud
jika terus mendampingi dan melayani mereka dengan semangat kasih dan
persaudaraan.
Para
Suster SFD dalam melayani para lansia berusaha sebisa mungkin menerapkan
nilai-nilai kongregasi, seperti semangat fraternitas dan nilai dina. Semangat
berarti selalu bergembira dan bersukacita dalam melakukan karya yang diemban.
Fraternitas berarti mengutamakan dan meninggikan kaum papa dan semua makhluk
yang ada dengan cinta kasih, keramahan, persaudaraan, dan pembawa damai di mana
pun mereka ditugaskan. Sedangkan dina berarti dengan semangat pertobatan dan
doa yang terus-menerus menumbuhkan sikap sederhana, rendah hati, tulus, rela
berkorban, dan tanpa pamrih. (Ansel Deri)
Sumber:
www.hidupkatolik.com/Ansel Deri (2017)
b. Pendalaman
1)
Apa yang dikisahkan dalam cerita ini?
2)
Apa saja
latar belakang para lansia, penghuni panti Rukmi?
3)
Keprihatinan apa yang mendorong para suster SFD
membangun panti ini?
4)
Semangat apa yang melandasi karya para suster
SFD ini?
5)
Apa yang dirasakan para lansia di panti ini?
6)
Apa kesan dan pesan kalian terhadap karya kasih
para suster SFD ini?
c. Penjelasan
1)
Sebagian besar penghuni panti Rukmi adalah para
orang tua usia lanjut yang tidak mampu mengurus diri sendiri. Ada juga yang
dirawat karena sakit. Sebagian datang dari latar belakang ekonomi mampu, namun
karena kesibukan, anak-anak mereka tidak sempat untuk merawat orang tuanya.
Namun, kebanyakan penghuni berasal dari keluarga dengan ekonomi yang kurang
beruntung.
2)
Keprihatinan: kebanyakan orang pada masa tuanya
kurang mendapatkan kasih sayang maupun perhatian dari keluarga, saudara, atau
pun kerabat.
3)
Para suster memilih melakukan pelayanan bagi
para manula melalui Panti Rukmi. Melalui karya ini, para suster mau menunjukkan
kepedulian kepada mereka yang kecil, lemah, miskin, dan tersingkir, khususnya
para lansia.
Langkah kedua: menggali pesan
Kitab Suci
1.
Membaca dan menyimak teks Kitab Suci
Peserta
didik membaca dan menyimak Injil Markus 10:35–45.
Bukan
Memerintah, Melainkan Melayani
35Lalu Yakobus
dan Yohanes, anak-anak
Zebedeus, mendekati Yesus dan berkata kepada-Nya: “Guru, kami
harap supaya Engkau kiranya mengabulkan suatu permintaan kami!”
36Jawab-Nya
kepada mereka: “Apa yang kamu kehendaki, Aku perbuat bagimu?”
37Lalu
kata mereka: Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang
di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu.
38Tetapi
kata Yesus kepada mereka: “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu
meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus
Kuterima?”
39Jawab
mereka: “Kami dapat.” Yesus berkata kepada mereka “Memang, kamu akan meminum
cawan yang harus Kuminum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima.
40Tetapi
hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak atau
memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah
disediakan”.
41Mendengar
itu kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes.
42Tetapi
Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut
pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan
pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.
43Tidaklah
demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara
kamu,hendaklah ia menjadi pelayanmu,
44dan
barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi
hamba untuk semuanya.
45Karena
anak manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”
2.
Pendalaman
Peserta
didik mendalami teks Kitab Suci dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:
a.
Apa isi pesan Kitab Suci yang telah dibaca?
b.
Sikap apakah yang diajarkan Yesus kepada kita?
c.
Salah satu tugas Gereja adalah melayani.
Sebutkan dan jelaskan ciri-ciri pelayanan Gereja itu!
3.
Penjelasan
Guru
memberi penjelasan sebagai peneguhan, misalnya sebagai berikut:
a.
Yesus
mengajarkan kita untuk
saling melayani dengan kerendahan hati.
Demikian halnya sebagai pemimpin. Seorang pemimpin dipilih untuk melayani umat
atau masyarakat dan bukan sebaliknya untuk dilayani.
b.
Dasar pelayanan dalam Gereja adalah semangat
pelayanan Kristus sendiri. Yesus berkata, “Barangsiapa ingin menjadi besar di
antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang
terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena
anak manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk
memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”
c.
Ciri-ciri pelayanan Gereja adalah bersikap
sebagai pelayan, setia pada Yesus Kristus, perhatian pada orang miskin dan yang
tersingkirkan dalam kehidupan masyarakat serta selalu bersikap rendah hati
sebagai murid-murid Yesus.
Langkah ketiga: menghayati semangat pelayanan/diakonia dalam hidup
sehari-hari
1. Refleksi
Peserta
didik membuat refleksi tentang bagaimana semangat melayani dimilikinya diwujudkan
dalam hidup sehari-hari.
2. Aksi
Peserta
didik bersama kelompok membuat rencana aksi
pelayanan di sekitar rumah, di sekolah, di lingkungan gereja dan
lingkungan masyarakat sekitarnya.
Doa Penutup
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Allah Bapa yang Mahabaik, kami
bersyukur telah mendengar firman-Mu melalui kegiatan belajar ini. Semoga apa
yang kami peroleh dalam pelajaran tentang Gereja yang melayani dapat
menumbuhkan semangat kami dalam pelayanan Gereja yang kudus. Demi Kristus Tuhan
dan Juru Selamat kami. Kemuliaan kepada Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus….
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Rangkuman
1. Para
suster memilih melakukan pelayanan bagi para manula melalui Panti Rukmi.
Melalui karya ini, para suster mau menunjukkan kepedulian kepada mereka yang
kecil, lemah, miskin, dan tersingkir, khususnya para lansia.
2. Yesus
adalah teladan hidup kita umat kristiani. Yesus mengajarkan kita untuk saling
melayani dengan kerendahan hati. Demikian halnya sebagai pemimpin. Seorang
pemimpin dipilih untuk melayani umat atau masyarakat dan bukan sebaliknya untuk
dilayani.
3. Dasar
pelayanan dalam Gereja adalah semangat pelayanan Kristus sendiri. Yesus
berkata, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi
pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba
untuk semuanya. Karena anak manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan
untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak
orang.”
4. Ciri-ciri
pelayanan Gereja adalah bersikap sebagai pelayan, setia pada Yesus Kristus,
perhatian pada orang miskin dan yang tersingkirkan dalam kehidupan masyarakat
serta selalu bersikap rendah hati sebagai murid-murid Yesus.
CATATAN:
· Ada beberapa ciri pelayanan dalam Gereja, yaitu:
1.
Bersikap sebagai pelayan
2.
Kesetiaan kepada
Kristus sebagai Tuhan dan Guru
3.
Orientasi pelayanan
Gereja terutama ditunjukkan kepada kaum miskin
4.
Kerendahan hati
·
Pelayanan Gereja
dapat bersifat ke dalam dan dapat pula bersifat ke luar. Pelayanan ke dalam
adalah pelayanan untuk membangun jemaat. Pelayanan ini pada dasarnya
dipercayakan kepada hierarki namun awam pun diharapkan berpartisipasi di
dalamnya. Sedangkan pelayanan ke luar adalah pelayanan demi kepentingan
masyarakat luas.
·
Bentuk–bentuk
pelayanan Gereja Katolik Indonesia untuk masyarakat luas secara garis besar
terdapat dalam bidang-bidang berikut:
1.
Pelayanan di bidang kebudayaan dan pendidikan
2.
Pelayanan di bidang kesejahteraan.
3.
Pelayanan di bidang politik dan hukum
PENDALAMAN
1.
Sebutkan beberapa ciri pelayanan dalam Gereja!
2.
Pelayanan Gereja dapat bersifat ke dalam dan dapat
pula bersifat ke luar. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pelayanan ke dalam dan
pelayanan ke luar !
3.
Apa saja
bentuk-bentuk pelayanan Gereja Katolik Indonesia untuk masyarakat luas!
PELAJARAN 12
GEREJA YANG BERSAKSI (MARTYRIA)
Doa Pembuka
Doa (dapat dimulai dengan lagu
“Jadilah Saksi Kristus”)
Jadilah Saksi Kristus
Sesudah dirimu diselamatkan,
jadilah saksi Kristus Cahaya hatimu jadi terang, jadilah saksi Kristus Tujuan
hidupmu jadi nyata, jadilah saksi Kristus Bagi yang ditimpa azab duka, jadilah
saksi Kristus Bagi yang dilanda putus asa, jadilah saksi Kristus Bagi yang
didera kegagalan, jadilah saksi Kristus Dimana tiada perhatian, jadilah saksi
Kristus Dimana tiada kejujuran, jadilah saksi Kristus
Dimana ada sahabat bermusuhan,
jadilah saksi Kristus Dalam memaafkan kawan lawan, jadilah saksi Kristus Dalam
menggagahkan persatuan, jadilah saksi Kristus Dalam meluaskan kerja sama,
jadilah saksi Kristus Dalam membangunkan masyarakat, jadilah saksi Kristus
Dalam meningkatkan nasib rakyat, jadilah saksi Kristus
Dalam membagikan seluruh
semangat, jadilah saksi Kristus
(Sumber: Madah Bakti Nomor
455)
Langkah pertama: menggali pengalaman hidup
1. Mengamati
kisah hidup
Menjadi Saksi Kristus
Suatu hari,
saya akan mengikuti rapat Dewan Pleno Paroki Bomomani Papua. Akan tetapi, pagi
hari sebelum rapat, John, anak asrama kami, datang dan mengatakan “Romo, Marten
ada pergi bawa pisau”.
“Oh ya,
kenapa?” tanya saya. “Tidak tahu Romo. Katanya, dia dipukul. Dia ada balas
dendam di Moanemani.”
“Oh ya,
kapan dia pergi?” tanya saya lagi.
“Belum
lama, Romo,” jawabnya singkat dan meyakinkan.
Segera saya
pergi ke aula tempat rapat akan berlangsung. Saya meminta ketua dewan paroki
awam dan tokoh yang bekerja di pemerintahan untuk menemani saya mencari anak
asrama kami di Moanemani. Mereka pun khawatir karena bermasalah dengan
pendatang di Moanemani bisa sangat mengerikan akibatnya. Keterbatasan bahasa
menyulitkan anak kami untuk menjelaskan kepada aparat penegak hukum nantinya.
Ada rumor yang sudah umum, bahwa setiap ada masalah antara pendatang dengan
orang asli Papua, pasti yang dipersalahkan oleh aparat adalah orang Papua.
Rapat pun
terpaksa ditunda sampai masalah ini selesai. Kami menggunakan dua sepeda motor.
Saya ngebut. Beberapa orang di jalan bertanya mengapa saya pergi padahal akan
ada rapat. Saya tidak sempat menjawabnya karena tergesa-gesa pergi ke
Moanemani. Akan tetapi, baru sepuluh menit berjalan, di tikungan jalan, saya
melihat Marten bersama teman-temannya sedang menggotong-gotong kayu bakar. Saya
kaget dan seakan tidak percaya pada apa yang saya lihat. Spontan dalam hati,
saya merasa jengkel.
“Marten,
kau tidak pergi ke Moanemani?” tanya saya segera. “Ah tidak, Romo. Saya cari
kayu sama teman-teman.”
Saya
bingung antara jengkel sekaligus senang. Jengkel karena sudah tergesa- gesa dan
mengorbankan rapat, senang karena masalah itu ternyata tidak terjadi.
Saya
kembali ke pastoran dan mencari John.
“John,
apakah kamu melihat sendiri Marten membawa pisau?” tanya saya dengan suara agak
berat.
“Tidak
Romo, saya diberitahu Ableh, (anak asrama yang bernama asli Agus). Ableh tidak
berani bicara sama Romo karena takut salah menyampaikan.”
“Lalu yang
benar yang mana? Marten tidak pergi ke Moanemani. Dia cari kayu?” kata saya
mengoreksi informasi dari John.
“Ah saya
tidak tahu, Romo. Tanya Ableh saja.”
Bertanya
pada Ableh akan membuat kepala tambah pusing karena dia memiliki keterbatasan
dalam bahasa Indonesia. Pernah suatu hari dia datang dan ingin bertanya kepada
saya. Setelah saya tanya tentang apa yang dia mau, dia hanya senyum-senyum dan
mengulang kata “saya… saya…” Setelah dia bingung, tanpa diduga-duga dia
langsung lari meninggalkan saya sendiri.
Singkat
cerita, memang benar Marten ingin membalas dendam. Namun, di tengah perjalanan,
teman-temannya menasihati untuk tidak pergi ke sana.
Menjadi
saksi tidaklah mudah. Ia harus kredibel dan sungguh-sungguh menyaksikan
peristiwa yang terjadi. Ia juga harus punya dasar dan bukti atas kesaksiannya.
Datanya tepat dan bukan hanya “kata orang” atau hoax. Menjadi saksi pun harus
bisa menyampaikan dengan baik kesaksiannya sehingga tidak disalahartikan.
Ketika seorang saksi tidak bisa menjelaskan apa yang dilihatnya tentang kapan,
siapa, dan bagaimana peristiwa itu terjadi bahkan mengatakan tidak tahu – maka
kesaksiannya diragukan. John dan Agus sulit menjadi saksi. John tidak melihat
langsung dan Agus sulit menyampaikan kesaksian.
Bagaimana
dengan menjadi saksi Kristus? Kita tidak pernah melihat Yesus. Kita tidak
melihat Yesus yang memberi makan kepada lima ribu orang. Kalau demikian, kita
tidak bisa menjadi saksi Kristus. Akan tetapi dalam pengalaman saya, ketika ada
doa penyembuhan yang dibawakan oleh seorang romo di Rumah Retret Samadi, saya
melihat sendiri bahwa seorang romo yang stroke bisa berjalan tanpa bantuan
tongkat. Ada seorang anak yang kesulitan bernapas sepanjang hari, lalu datang
ke pastoran dan didoakan dalam nama Tuhan Yesus, langsung bernapas dengan
lancar. Itulah pengalaman iman dan saya
menjadi saksi atas karya Tuhan. Kita bisa menjadi saksi Kristus ketika kita
menemukan pengalaman-pengalaman iman dalam kehidupan kita.
Sumber: kerahimanilahi.org (2019)
Catatan:
Guru dapat
menggunakan cerita lain yang sesuai dengan tema pokok bahasan ini. Misalnya,
kesaksian iman Katolik Kobe Bryant, seorang pemain basket terkenal dunia (Sumber: ikatolik.com).
2. Pendalaman
a. Apa
yang dikisahkan dalam cerita itu?
b. Apa
syarat menjadi seorang saksi?
c. Bagaimana
menjadi saksi Kristus menurut cerita itu?
d. Apa
saja pengalaman kalian menjadi saksi dalam hidup sebagai orang Katolik atau
pengikut Yesus?
3. Penjelasan
·
Menjadi
saksi tidaklah mudah.
Ia harus kredibel
dan sungguh-sungguh menyaksikan
peristiwa yang terjadi. Ia juga harus punya dasar dan bukti atas kesaksiannya.
Datanya tepat dan bukan hanya “kata orang” atau hoax.
·
Kita tidak pernah melihat langsung Yesus dan
tidak melihat langsung karya Yesus sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Suci
namun dalam pengalaman ketika ada doa penyembuhan yang dibawakan oleh seorang
romo seperti dalam kisah tadi dimana ia melihat sendiri seorang romo yang
stroke bisa berjalan tanpa bantuan tongkat. Ada seorang anak yang kesulitan
bernapas sepanjang hari, lalu datang ke pastoran dan didoakan dalam nama Tuhan
Yesus, langsung bernapas dengan lancar. Itulah pengalaman iman sang pencerita
yang menjadi saksi atas karya Tuhan. Kita bisa menjadi saksi Kristus ketika
kita menemukan pengalaman-pengalaman iman dalam kehidupan kita.
·
Kita
sendiri juga mempunyai
pengalaman masing-masing menjadi
saksi Kristus dalam hidup
sehari-hari dalam bentuk
kata-kata dan perbuatan yang mencerminkan diri kita sebagai
pengikut Yesus. Apakah kita berani menunjukkan identitas kita sebagai orang
Katolik, misalnya dengan membuat tanda salib ketika memulai dan mengakhiri
suatu kegiatan. Itu sekadar salah contoh sederhana yang menjadi ciri orang
Katolik
Langkah kedua: mendalami pesan
Kitab Suci
1.
Membaca dan menyimak teks Kitab Suci
Peserta
didik membaca dan menyimak Kis. 7:51–60, 8:1a.
51Hai orang-orang yang keras
kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh
Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu.
52Siapakah dari nabi-nabi yang
tidak dianiaya oleh nenek moyangmu? Bahkan mereka membunuh orang-orang yang
lebih dahulu memberitakan tentang kedatangan orang benar, yang sekarang telah
kamu khianati dan kamu bunuh.
53Kamu telah menerima hukum
Taurat yang disampaikan oleh malaikat- malaikat, akan tetapi kamu tidak
menurutinya."
54Ketika anggota-anggota Mahkamah
Agama itu mendengar semuanya itu, sangat tertusuk hati mereka. Maka mereka
menyambutnya dengan gertakan gigi.
55Tetapi Stefanus, yang penuh
dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus
berdiri di sebelah kanan Allah.
56Lalu katanya: "Sungguh,
aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan
Allah."
57Maka berteriak-teriaklah mereka
dan sambil menutup telinga serentak menyerbu dia.
58Mereka menyeret dia ke luar
kota, lalu melemparinya. Dan saksi-saksi meletakkan jubah mereka di depan kaki
seorang muda yang bernama Saulus.
59Sedang mereka melemparinya
Stefanus berdoa, katanya: "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku."
60Sambil berlutut ia berseru
dengan suara nyaring: "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada
mereka!" Dan dengan perkataan itu meninggallah ia.
(8)1a – Saulus juga setuju, bahwa
Stefanus mati dibunuh
2.
Pendalaman
a.
Siapakah Stefanus?
b.
Apa yang Stefanus katakan yang membuat para
pemimpin agama sangat marah?
c.
Ketika orang-orang menyeret Stefanus ke luar
kota, apa yang mereka lakukan kepadanya?
d.
Sebelum meninggal, Stefanus berdoa meminta apa
kepada Allah?
e.
Seperti Stefanus, apa yang harus kalian lakukan
sewaktu seseorang berbuat jahat kepada kalian?
f.
Apa makna menjadi saksi Yesus?
3.
Penjelasan
§
Menjadi
saksi Kristus akan
menuai banyak risiko
seperti yang dialami Stefanus, martir pertama, dan para
martir atau saksi Kristus lainnya di sepanjang segala abad.
§
Menjadi saksi Kristus berarti
menyampaikan atau menunjukkan
apa yang dialami dan diketahuinya tentang Yesus Kristus kepada orang
lain. Penyampaian penghayatan dan pengalaman akan Yesus itu dapat dilaksanakan
melalui kata-kata, sikap, dan perbuatan nyata.
§
Menjadi saksi Kristus ternyata dapat menuai
banyak risiko. Yesus telah berkata: “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang
saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat
bakti bagi Allah (Yoh. 16:2). Yesus sendiri telah menjadi martir. Ia menderita
dan wafat di salib demi kerajaan Allah.
·
Dalam
sejarah, kita juga
tahu bahwa banyak
orang telah bersedia menumpahkan darahnya demi imannya
akan Kristus dan ajaran-Nya. Mereka mati demi imannya kepada Kristus. Banyak
yang bersedia mati daripada harus
mengkhianati imannya akan
Kristus. Ada pula
martir yang mati karena memperjuangkan keadilan dan
kesejahteraan bagi orang-orang yang tertindas.
Langkah ketiga: menghayati kesaksian (martyria) dalam hidup sehari-hari
1. Refleksi
Peserta
didik menuliskan sebuah refleksi
tentang menjadi saksi Yesus dalam hidup saya sehari-hari.
2. Aksi
Peserta
didik menuliskan rencana aksi untuk mewujudkan tugas Gereja sebagai saksi Yesus
dengan bersikap jujur, adil, bergaul dengan siapa saja tanpa sikap
diskriminatif.
Doa Penutup
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Tuhan Yesus Kristus, kami
berterima kasih atas sabda-Mu yang menyelamatkan. Ajaran-Mu kepada kami untuk
setia pada iman kami membuat kami berani dan mampu menjadi saksi yang nyata
bagi sesama. Bersama-Mu kami menjadi saksi Kristus, saksi yang membawa
persaudaraan, cinta, kegembiraan, kedamaian, dan saksi yang setia melakukan kebaikan
bagi sesama dan Gereja-Mu. Buatlah kami untuk tidak takut pada tantangan yang
menggoda iman kami, jadikanlah kami saksi dan martir yang hidup menyebarkan
ajaran pewartaan-Mu. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Rangkuman
1. Kita
mempunyai pengalaman masing-masing menjadi saksi Kristus dalam hidup
sehari-hari dalam bentuk kata-kata dan perbuatan yang mencerminkan diri kita
sebagai pengikut Yesus. Apakah kita berani menunjukkan identitas kita sebagai
orang Katolik, misalnya dengan membuat tanda salib ketika memulai dan
mengakhiri suatu kegiatan. Itu sekadar salah contoh sederhana yang menjadi ciri
orang Katolik.
2. Menjadi saksi
Kristus akan menuai
banyak risiko seperti
yang dialami Stefanus, martir
pertama, dan para martir atau saksi Kristus lainnya di sepanjang segala abad.
3. Menjadi saksi
Kristus berarti menyampaikan
atau menunjukkan apa yang dialami dan diketahuinya tentang
Yesus Kristus kepada orang lain. Penyampaian
penghayatan dan pengalaman
akan Yesus itu dapat
dilak- sanakan melalui kata-kata, sikap, dan perbuatan nyata.
4. Menjadi
saksi Kristus ternyata dapat menuai banyak risiko. Yesus telah berkata: “Kamu
akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh
kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah (Yoh. 16:2). Yesus
sendiri telah menjadi martir. Ia menderita dan wafat di salib demi kerajaan
Allah.
5. Dalam sejarah,
kita juga tahu
bahwa banyak orang
telah bersedia menumpahkan
darahnya demi imannya akan Kristus dan ajaran-Nya. Mereka mati demi imannya
kepada Kristus. Banyak yang bersedia mati daripada harus mengkhianati imannya
akan Kristus. Ada pula martir yang mati karena memperjuangkan keadilan dan
kesejahteraan bagi banyak orang.
CATATAN:
·
Kata “saksi”
sering diartikan sebagai “orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu
peristiwa atau kejadian”. Orang tersebut diminta hadir apabila diperlukan untuk
memberikan keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh-sungguh
terjadi. “Saksi” menunjuk pada personal atau pribadi yang “mengetahui” atau
“mengalami” dan “mampu memberikan keterangan yang benar”.
·
Menjadi saksi
Kristus berarti menyampaikan atau menunjukkan apa yang dialami dan diketahui
tentang Kristus kepada orang lain. Penyampaian, penghayatan atau pengalaman itu
dapat dilaksanakan melalui kata-kata, sikap, dan tindakan nyata.
·
Umat Kristiani
dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di tengah-tengah dunia dengan perkataan
dan perbuatan di manapun mereka berada. Hal ini sesuai dengan pesan Kristus
sebelum Dia naik ke surga : “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus
turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh
Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”. Pesan tersebut terdapat pada Kis
1, 8.
·
Bagi kita
sekarang ini, menjadi saksi Kristus mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria sampai
ke ujung bumi berarti menjadi saksi Kristus mulai dari rumah/keluarga, sanak
saudara, tetangga, lingkungan, sekolah sampai ke ujung dimana hidup kita nanti
berakhir.
·
Menjadi saksi
Kristus harus siap menjadi martir. Ada dua macam martir yang dikenal, yaitu:
1.
Martir putih
adalah mereka yang memberi kesaksian dengan hidup yang baik dan berdaya pikat,
hidup alternatif yang memberi inspirasi kepada dunia. Mereka rela berbuat apa
saja termasuk menghadapi tantangan demi memberi kesaksian tentang Tuhan.
2.
Martir merah
yaitu mereka yang memberi kesaksian tentang Tuhan dengan menumpahjkan darahnya
seperti Yesus sendiri yang rela menumpahkan darahNya untuk memberi kesaksian
tentang Kerajaan Allah.
PENDALAMAN
1.
Bagaimanakah kata
saksi sering diartikan?
2.
Apa yang dimaksud
dengan “menjadi saksi Kristus”?
3.
Umat Kristiani
dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di tengah-tengah dunia dengan perkataan
dan perbuatan di manapun mereka berada. Hal ini sesuai dengan pesan Kristus
sebelum Dia naik ke Surga : “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus
turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh
Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”. Di manakah dalam Kitab Suci
terdapat pesan tersebut? Apa maknanya bagi kita sekarang ini?
4.
Menjadi saksi
Kristus harus siap menjadi martir. Jelaskan 2 macam martir!
PELAJARAN 13
GEREJA YANG MEMBANGUN PERSEKUTUAN
(KOINONIA)
Doa Pembuka
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Allah Bapa yang Mahakuasa, Roh
Kudus telah menyatukan kami untuk berbakti, bersatu, berkomunitas untuk menimba
semangat cinta kesatuan dan persaudaraan. Melalui pertemuan ini, sanggupkanlah
kami untuk termotivasi menghayati semangat Putera-Mu, semangat persekutuan yang
menguduskan sebagaimana tubuh Kristus menguduskan kami dan Gereja-Nya. Demi
Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali pengalaman hidup persekutuan
1.
Mengamati realita kehidupan
Aksi Solidaritas Umat Katolik Menolong
Sesamanya Membangun Rumah Warga
Persekutuan
umat Katolik yang terhimpun dalam Komunitas Basis Gerejawi (KBG) St.
Kristoforus, Paroki St. Paulus, Depok, Keuskupan Bogor bergotong royong
membangun rumah salah satu warganya dengan penuh semangat persaudaraan.
Kisah ini
terjadi pada tahun 1998 dimana ada
seorang warga di KBG St. Kristoforus yang terkena pemutusan hubungan kerja
(PHK) dari sebuah kedutaan asing di Jakarta. Sebagian dari uang PHK –nya
digunakan untuk membeli tanah kosong di
daerah Susukan, Bojonggede, Kabupten Bogor. Ternyata setelah membeli lahan
kosong itu, ia mengalami kekurangan dana
untuk membangun rumah tempat tinggal bersama keluarganya. Lokasi tanah yang
dibeli kala itu cukup jauh dari jalan raya, dan untuk mecapai lokasi tersebut,
harus melalui jalan setapak melewati semak
belukar perkebunan penduduk setempat.
Meski di
tengah kebun yang cukup jauh dari
perkampungan, warga Katolik ini membangun rumah sementara atau tepatnya pondok
untuk tempat mereka bernaung. Bahan baku rumah dibuat dari bambu dan dipasang
dibawah sebuah pohon besar. Sebagai dinding rumah, ia membuatnya dari seng.
Selama hampir setahun keluarga dengan empat orang anak saat itu berdiam di
dalam rumah sederhananya dengan penerangan petromax atau lampu gas di malam
hari. Sebelumnya mereka tinggal di rumah kontrakan di Jakarta Selatan. “Dari
pada membayar kontrakan, lebih baik tinggal di rumah sendiri, meski sederhana
di tengah kebun yang sepih”, kata bapak ini.
Beberapa
bulan kemudian, keluarga ini melaporkan keberadaannya pada pengurus komunitas umat Katolik yang ada di sekitar
tempat tinggalnya, yang kemudian hari diberi nama Wilayah St. Kristoforus,
Paroki St. Paulus Depok. Pengurus KBG berkunjung ke tempat kediaman keluarga
itu dan merasa tersentuh hatinya melihat kondisi rumah yang sangat sederhna
itu.
Pengurus
KBG pun berdiskusi dan memutuskan agar umat bergotongroyong membangun rumah
warganya tersebut. Pastor Paroki St. Paulus Depok pun mendukung gerakan
solidaritas umat untuk membangun rumah yang layak huni bagi keluarga itu.
Sumbangan
umat pun berdatangan, ada yang menyumbang semen, ada yang menyumbang pasir, ada
yang menyumbang batu kali, tripleks, ubin, batang bambu, balok, usuk, dan
lain-lain. Setelah terkumpul, dicarikan tukang di kalangan umat sendiri dan
mulailah dibangun rumah itu. Dalam waktu sebulan rumah itu telah berdiri meski
belum sepenuhnya utuh. Prinsipnya rumah itu layak untuk dihuni, sehingga
terhindar dari panas matahari dan guyuran air di musim hujan.
Selain
keluarga ini, ada juga keluarga Katolik di lingkungan atau KBG yang nasibnya
serupa. Umat di lingkungan atau wilayah pun melakukan hal yang sama yaitu
bersatu, bergotong royong membangun rumah warga seiman yang sangat membutuhkan
uluran tangan sesamanya itu.
Solidaritas Umat Katolik di masa
Pandemi Covid -19
Selama masa
pandemi Covid-19 ini, gerakan solidaritas
umat di wilayah rohani ini terus berkobar membantu yang terpapar covid
dengan suplemen dan obat- obatan, maupun memberikan paket sembako bagi
keluarga-keluarga yang terdampak pada pekerjaannya. Paroki pun turut mensupport
bansos selama masa covid ini untuk keterpenuhan kebutuhan dasar umat yang
terkena dampak secara ekonomi keluarga. (Daniel Boli Kotan).
2.
Pendalaman
Peserta
didik berdiskusi dalam kelompok kecil untuk mendalami artikel berita dengan
pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
a.
Apa isi artikel berita di atas?
b.
Mengapa umat Katolik mau membangun rumah salah
satu warganya?
c.
Apa yang kalian ketahui dan pahami tentang
Komunitas Basis Gerejawi?
d.
Apa nama kelompok basis umat Katolik di
parokimu? Apa saja kegiatan dalam kelompok umatmu itu?
3.
Penjelasan
Setelah
mendengar laporan hasil diskusi kelompok, guru memberikan penjelasan sebagai
peneguhan.
a. Umat
dari KBG atau wilayah St. Kristoforus, Paroki St. Paulus Depok sebagai sebuah
komunitas umat beriman kristiani merasa terpanggil untuk membantu sesamanya
yang sangat membutuhkan pertolongan. Semangat persaudaraan dan solidaritas
diwujudkan dengan cara berbagi apa yang mereka miliki dan tenaga untuk
bersama-sama bekerja gotong royong membangun rumah salah satu warganya.
b. Semangat
persaudaraan, solidaritas dan gotongroyong
dalam komunitas umat beriman kristiani tetap hidup dan berkobar hingga
saat ini ketika negeri kita dan dunia mengalami bencana pandemi covid-19. Umat
saling bahu membahu memerhatikan anggota umat yang terdampak langsung Covid-19.
c. Pengertian
KBG. Menurut Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun 2000
adalah cara hidup
berdasarkan iman, jumlah
anggotanya tidak terlalu banyak, komunikasi terbuka antar-anggota dalam
semangat persaudaraan, membangun solidaritas dengan sesama, khususnya dengan
saudara yang miskin dan tertindas. Inspirasi dasar pemahaman demikian adalah
teladan hidup jemaat perdana sehingga komunitas basis merupakan Gereja mini
yang hidup dinamis dalam pergumulan iman. Dengan cara seperti ini, diyakini
bahwa kehadiran Gereja bisa lebih mengakar, lebih kontekstual dan mampu
menjalankan perannya untuk menjadi terang dan menggarami dunia seturut irama
zaman.
d. SAGKI
2000 mengakui bahwa sebagai bagian integral dari bangsa, umat Katolik Indonesia
sepenuhnya ikut menghadapi permasalahan dan tantangan- tantangan yang dihadapi
bangsa Indonesia, seperti reformasi, situasi penuh ketakutan dan penderitaan.
Peserta sidang berkeyakinan bahwa KBG merupakan jawaban yang tepat untuk
pertanyaaan: “Bagaimana kita umat Katolik sebagai warga masyarakat melibatkan
diri dalam pergumulan bangsa ini mewujudkan Indonesia baru yang lebih adil,
lebih manusiawi, lebih damai dan memiliki keputusan hukum?”
Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci tentang persekutuan
(koinonia)
1. Membaca
dan menyimak teks Kitab Suci
Peserta
didik membaca dan menyimak Kisah Para Rasul 4:32–37.
32Adapun
kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak
seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya
sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.
33Dan
dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan
Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.
34Sebab
tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang
yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan
itu mereka bawa
35dan
mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap
orang sesuai dengan keperluannya.
36Demikian
pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak
penghiburan, seorang Lewi dari Siprus.
37Ia
menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan
kaki rasul-rasul
2. Pendalaman
Setelah
menyimak teks Kitab Suci, peserta didik mendalami dengan pertanyaan- pertanyaan
berikut:
a.
Apa yang dikisahkan pada cerita Kitab Suci tadi?
b.
Apa arti persekutuan menurut Kitab Suci?
c.
Apa ciri-ciri persekutuan umat?
d.
Apa fungsi persekutuan umat?
3. Penjelasan
Setelah
berdiskusi guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan.
a.
Gambaran tentang persekutuan umat atau komunitas
basis model jemaat perdana (Kis. 4:32–37) dapat menjadi model atau cermin bagi
kita untuk membangun persekutuan umat atau Komunitas Basis, atau lingkungan
rohani atau apapun istilahnya sesuai kebiasaan Gereja setempat atau Gereja
lokal.
b.
Model
komunitas umat perdana
itu tidak dimaksudkan
hanya untuk kelompok kecil umat
saja, tetapi sesungguhnya model hidup (gaya hidup) jemaat perdana itu juga
merupakan patron dan acuan untuk model
atau cara hidup Gereja (umat beriman) sepanjang waktu, partikular maupun
universal. Artinya bahwa cara hidup jemat perdana itu juga tetap merupakan cita-cita
yang terus-menerus diupayakan, diperjuangkan dan diwujudkan oleh umat beriman
sepanjang waktu.
c.
Ciri-ciri utama cara hidup jemaat perdana itu
tampak sangat menonjol dalam lima hal, yaitu adanya:
1) persaudaraan/persekutuan;
2) mendengarkan
sabda/pengajaran;
3) pelayanan
terhadap sesama/solidaritas;
4) perayaan
iman/pemecahan roti/doa;
5) memberi
kesaksian iman (tentang Tuhan) melalui cara hidup mereka.
d.
Karena cara hidup mereka itu, mereka disukai
semua orang, jumlah mereka makin lama makin bertambah dan mereka sangat
dihormati orang banyak.
Langkah ketiga: menghayati persektuan (koinonia)
1. Refleksi
Peseta
didik menuliskan refleksi tentang semangat membangun persekutuan umat (koinonia)
dalam hidupnya sebagai anggota Gereja.
2. Aksi
Peserta
didik menulis rencana aksi untuk mengambil bagian dalam persekutuan umat di
sekolah, lingkungan rohani, komunitas umat basis atau dan lain-lain.
Doa Penutup
Dalam nama Bapa, Putera, dan
Roh Kudus. Amin. Allah Bapa di surga, bersama Gereja-Mu yang kudus, kami
bersyukur dan berterima kasih,
telah menyelesaikan
pembelajaran ini, kami memperoleh pengetahuan dan tumbuhnya iman. Tuhan, semoga
kami sanggup dan mampu membangun, berpartisipasi dalam komunitas Gereja-Mu,
menciptakan kerukunan, kedamaian, kemajuan, saling mengasihi dalam persaudaraan
atau persekutuan; mendengarkan sabda pengajaran, pelayanan terhadap sesama atau
solidaritas serta perayaan iman atau pemecahan roti/doa; sanggupkan kami untuk
memberi diri kami dalam kesaksian iman melalui cara hidup kami. Karena Kristus
Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin. Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus.
Amin.
Rangkuman
1.
Perjuangan KBG di tengah masayarakat antara lain
mewujudkan nilai toleransi kehidupan beragama
dan dapat terus diwariskan kepada anak cucu serta mendapat jaminan dari pemerintah.
2.
Pengertian KBG. Menurut Sidang Agung Gereja
Katolik Indonesia (SAGKI) tahun
2000 adalah cara
hidup berdasarkan iman,
jumlah anggotanya tidak terlalu banyak, komunikasi terbuka
antaranggota dalam semangat persaudaraan, membangun solidaritas dengan sesama,
khususnya dengan saudara yang miskin dan tertindas. Inspirasi dasar pemahaman
demikian adalah teladan hidup jemaat perdana sehingga komunitas basis merupakan
Gereja mini yang hidup dinamis dalam pergumulan iman.
3.
Gereja purba atau Gereja perdana telah
menunjukkan satu sikap komuniter yang sangat menyolok. Menurut Kisah Para
Rasul, komunitas perdana di Yerusalem hidup “sehati dan sejiwa, dan tidak
seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya
sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.”(Kis. 4:32)
Jadi, sejak awal mulanya, Gereja lebih menyerupai sebuah komunitas yang rukun
dan saling mengasihi, daripada sebuah perkumpulan orang yang beraskese secara
individualistis.
4.
Ciri-ciri utama cara hidup jemaat perdana itu
nampak sangat menonjol dalam lima hal yaitu adanya: persaudaraan/persekutuan;
mendengarkan sabda/ pengajaran; pelayanan terhadap sesama/solidaritas; perayaan
iman/pemecahan roti/doa; memberi kesaksian iman (tentang Tuhan) melalui cara
hidup mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar