KEBERAGAMAN SEBAGAI REALITAS ASALI
KEHIDUPAN MANUSIA
a) Menyadari
Keanekaan Kita
Kemajemukan
adalah ciri asli dari kehidupan manusia di dunia ini. Tuhan menciptakan umat
manusia dalam keperbedaan yang tak terhindarkan. Maka, kemajemukan merupakan
keadaan yang tak terhindarkan. Orang harus belajar mengambil sikap yang tepat
dan belajar bertindak secara arif untuk biasa hidup dan membangun masyarakat
dalam keanekaan. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk.
Kemajemukan ini tampak dalam berbagai bentuk, antara lain: agama, suku, bahasa,
adat-istiadat, dan sebagainya. Contoh keanekaragaman ini dapat disebut lebih
banyak lagi. Namun, hal yang terpenting ialah menyadari bahwa bangsa Indonesia
ini adalah bangsa yang multi kultur bukan suatu bangsa monokultur.
b) Menyadari
Kesatuan Kita
Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang plural yang berciri keanekaragaman dalam
aspek-aspek kehidupan. Keanekaragaman itu juga diterima dan dihayati dalam satu
kesatuan sebagai bangsa. Suku yang berasal dari ribuan pulau dengan budaya,
adat-istiadat, bahasa, dan agama yang berbeda-beda itu, semuanya mengikrarkan
diri sebagai satu bangsa satu bahasa dan satu tanah air Indonesia. Bangsa
Indonesia yang berbeda-beda itu selain diikat oleh satu sejarah masa lampau
yang sama, yakni penjajahan oleh bangsa asing dalam kurun waktu yang panjang,
juga diikat oleh satu cita-cita yang sama yakni membangun masa depan bangsa
yang berketuhanan, berperikemanusiaan, bersatu, berkeadilan, dan berdaulat.
Berdasarkan
pemahaman seperti itu, maka setiap individu mempunyai hak dan kewajiban yang
sama. Suku yang satu tidak lebih diunggulkan dari suku lain, agama yang satu
tidak mendominasi agama lain. Kodrat bangsa Indonesia memang berbeda-beda dalam
kesatuan. Hal tersebut dirumuskan dengan sangat bijak dan tepat oleh bangsa
Indonesia, yakni “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti beranekaragaman atau
berbeda- beda namun satu. Kenyataannya keberadaan bangsa Indonesia memang
berbeda-beda namun tetap satu bangsa. Bangsa yang utuh dan bersatu serta yang
berbeda-beda itu adalah saudara sebangsa dan setanah air. Sumpah Pemuda yang
diikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928 menegaskan kita adalah satu nusa, satu
bangsa, satu bahasa Indonesia.
c) Kesatuan
tidak sama dengan keseragaman
Dalam
sejarah bangsa kita terdapat gejala-gejala dari rezim tertentu (ORBA) yang
mencoba menekan keanekaragaman bangsa ini dan mencoba menggiring bangsa kita
kepada keseragaman demi stabilitas. Kebhinnekatunggalikaan itu bukan hal yang
sudah selesai, tuntas sempurna, dan statis, tetapi perlu terus-menerus
dipertahankan, diperjuangkan, diisi, dan diwujudkan terus-menerus.
Menjaga
kebhinnekaan, keutuhan, kesatuan, dan keharmonisan kehidupan merupakan
panggilan tugas bangsa Indonesia. Keberagaman adalah kekayaan, sedang kesatuan
persaudaraan sejati adalah semangat dasar. Kehidupan yang berbeda-beda itu
harus saling menyumbang dalam kebersamaan dan kesejahteraan bersama.
Menyimak
Diserang
Saat Ibadat Rosario
Metrotvnews.com, Jakarta:
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengecam penyerangan terhadap sekumpulan umat
Katolik yang sedang menggelar ibadat Rosario dalam rangka penghormatan terhadap
Bunda Maria di kediaman Direktur Galang Press, Julius Felicianus, di Desa
Tanjungsari, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Kamis (29/5/14)
malam. “Kami mengecam keras tindakan intoleransi yang dilakukan segelintir
kelompok yang merusak sendi-sendi kehidupan berbhinneka dan berbangsa plural.
Kami memintah aparat kepolisian mengusut secepatnya dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya dan diproses secara hukum agar tindakan yang sama tidak
merembes ke tempat-tempat lain di tengah tingginya tensi politik saat ini,”
tandas Komisoner Komnas HAM Natalius Pigai dalam pesan singkatnya yang diterima
Media Indonesia di Jakarta, Jumat (30/5/2014). Menurut Natalis, tindakan
pembubaran, perusakan dan pemukulan kepada umat Katolik itu telah mencederai
prinsip penghormatan terhadap hak beribadah dan berkeyakinan agama yang dianut
berdasarkan Konvenan PBB tentang Hak Sipil dan Politik Undang-Undang Nomor 39
tahun 1999; dan Pancasila.
“Kita memegang prinsip yang
sama yaitu Undang-Undang Dasar 1945 yang secara substansial mengandung nilai
adagium Bhineka Tunggal Ika yang menjadi modal persatuan dan kesatuan bangsa
kita. Ini harus diusut tuntas,” tegasnya. Seperti diberitakan, rumah Direktur
Penerbitan Galang Press Julius Felicianus diserang dan dirusak oleh sekelompok
orang berjubah putih. Penyerangan terjadi ketika rumah tersebut dipakai untuk
ibadat doa Rosario, sebagai bentuk penghormatan Umat Katolik terhadap Bunda
Maria. Saat penyerangan Julius menjadi bulan-bulanan kelompok penyerang.
Menurut Julius, para penyerang datang menggunakan sepeda motor. Kepala Julius
dipukul menggunakan besi dan pot bunga. Tak hanya Julius, ibu-ibu yang sedang
menjalankan ibadah pun dipukul. Tak luput dari penyerangan itu, seorang
wartawan Kompas TV, Michael Ariawan, juga
menjadi korban pemukulan. (Jco) http://news.metrotvnews.com/read/2014/05/30/247298/komnas-ham-kecam-penyerangan-umat-
katolik-di-yogyakarta
Penjelasan
a) Kasus
kekerasan bernuansa agama menimpa bapak Julius Felicianus dan sejumlah umat
katolik yang sedang berdoa rosario di Desa Tanjungsari, Kelurahan Sukoharjo,
Kecamatan Ngaglik, Sleman, Kamis (29/5/14). Kasus tersebut menunjukan bahwa ada
kelompok tertentu, sesama anak bangsa belum menghayati keberagaman atau
pluralitas yang menjadi ciri hakiki bangsa Indonesia.
b) Indonesia, salah
satu negara dengan
keanekaragaman budaya, bahasa, agama, dan lain sebagainya. Namun,
tak jarang kita melihat perbedaan itu menjadi salah satu alasan adanya
kekerasan di negeri ini. Mulai dari isu suku, agama, dan lain-lain. Pribadi
atau kelompok tertentu di negeri ini yang intoleran atau tidak toleran
cenderung menggunakan cara-cara kekerasan, entah melalui teror, penganiayaan, pengrusakan fasilitas rumah
ibadat. Mereka berpikir bahwa seolah-olah kelompok mereka yang paling benar.
c) Salah
satu alasan ialah bahwa ada suku/daerah atau pemeluk agama tertentu merasa
diperlakukan secara tidak adil. Jika orang, suku, etnis, atau pemeluk agama
tertentu diperlakukan secara tidak adil, maka akan muncul semangat
primordialisme dan fanatisme suku atau agama, yang dapat menjurus kepada
tuntutan untuk memisahkan diri dari suatu lembaga, bahkan negara.
d) Ketidakadilan
di bidang politik dan ekonomi, mungkin juga budaya yang secara berlarut-larut
terjadi di beberapa wilayah konflik dapat memunculkan bahaya disintegrasi
bangsa.
e) Tuhan
menciptakan kita berbeda, bukan agar kita terpecah belah. Tapi kita sendiri
yang membuat perbedaan itu menjadi kelemahan, dan membuat kita terpecah belah.
Dahulu, para pejuang kemerdekaan dari berbagai macam suku serta agama bersatu
demi kemerdekaan Indonesia. Di dunia ini tak ada yang sempurna, kesempurnaan
itu bukan tidak mungkin kalau kita mau bersatu. Meskipun berbeda suku, berbeda
agama, kita harus bersatu. Semboyan Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika, yang
berarti “Berbeda- beda tetapi tetap satu”.
Kejadian 35:1-15
1Allah berfirman
kepada Yakub: “Bersiaplah, pergilah ke Betel, tinggallah di situ, dan buatlah
di situ mezbah bagi Allah, yang telah menampakkan diri kepadamu, ketika engkau
lari dari Esau, kakakmu.” 2Lalu berkatalah Yakub kepada seisi
rumahnya dan kepada semua orang yang bersama-sama dengan dia: “Jauhkanlah
dewa-dewa asing yang ada di tengah-tengah kamu, tahirkanlah dirimu dan tukarlah
pakaianmu. 3Marilah kita bersiap dan pergi ke Betel; aku akan
membuat mezbah di situ
bagi Allah, yang telah
menjawab aku pada
masa kesesakanku dan yang telah menyertai aku di jalan yang kutempuh.” 4Mereka
menyerahkan kepada Yakub segala dewa asing yang dipunyai mereka dan
anting-anting yang ada pada telinga mereka, lalu Yakub menanamnya di bawah
pohon besar yang dekat Sikhem. 5Sesudah itu berangkatlah mereka. Dan
kedahsyatan yang dari Allah meliputi kota- kota sekeliling mereka, sehingga
anak-anak Yakub tidak dikejar. 6Lalu sampailah Yakub ke Lus yang di
tanah Kanaan -- yaitu Betel --, ia dan semua orang yang bersama-sama dengan
dia. 7Didirikannyalah mezbah di situ, dan dinamainyalah tempat itu
El-Betel, karena Allah telah menyatakan diri kepadanya di situ, ketika ia lari
terhadap kakaknya. 8Ketika Debora, inang pengasuh Ribka, mati,
dikuburkanlah ia di sebelah hilir Betel di bawah pohon besar, yang dinamai
orang: Pohon Besar Penangisan. 9Setelah Yakub datang dari
Padan-Aram, maka Allah menampakkan diri pula kepadanya dan memberkati dia. 10Firman
Allah kepadanya: “Namamu Yakub; dari sekarang namamu bukan lagi Yakub,
melainkan Israel, itulah yang akan menjadi namamu.” Maka Allah menamai dia
Israel. 11Lagi firman Allah kepadanya: “Akulah Allah Yang Mahakuasa.
Beranakcuculah dan bertambah banyak; satu bangsa, bahkan sekumpulan
bangsa-bangsa, akan terjadi dari padamu dan raja- raja akan berasal dari padamu.
12Dan negeri ini yang telah Kuberikan kepada Abraham dan kepada
Ishak, akan Kuberikan kepadamu dan juga kepada keturunanmu.” 13Lalu
naiklah Allah meninggalkan Yakub dari tempat Ia berfirman kepadanya. 14Kemudian
Yakub mendirikan tugu di tempat itu, yakni tugu batu; ia mempersembahkan korban
curahan dan menuangkan minyak di atasnya. 15Yakub menamai tempat di
mana Allah telah berfirman kepadanya “Betel”.
Yohanes 4:1- 42
1 Ketika
Tuhan Yesus mengetahui, bahwa
orang-orang Farisi telah mendengar, bahwa
Ia memperoleh dan
membaptis murid lebih banyak dari pada Yohanes. 2 meskipun
Yesus sendiri tidak membaptis, melainkan murid-murid-Nya, 3 Ia pun
meninggalkan Yudea dan kembali lagi ke Galilea. 4 Ia harus melintasi
daerah Samaria. 5 Maka sampailah Ia ke sebuah kota di Samaria, yang
bernama Sikhar dekat tanah yang diberikan Yakub dahulu kepada anaknya, Yusuf. 6
Di situ terdapat sumur Yakub. Yesus sangat letih oleh perjalanan, karena
itu Ia duduk di pinggir sumur itu. Hari kira-kira pukul dua belas. 7 Maka
datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air. Kata Yesus kepadanya:
“Berilah Aku minum.” 8Sebab murid-murid-Nya telah pergi ke kota
membeli makanan. 9Maka kata perempuan Samaria itu kepada-Nya:
“Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?” (Sebab
orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria) 10 Jawab Yesus
kepadanya: “Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata
kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia
telah memberikan kepadamu air
hidup.” 11 Kata perempuan
itu kepada-Nya: “Tuhan,
Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau
memperoleh air hidup itu? 12Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa
kami Yakub, yang memberikan sumur ini kepada kami dan yang telah minum sendiri
dari dalamnya, ia serta anak-anaknya dan ternaknya?” 13Jawab Yesus
kepadanya: “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, 14 tetapi
barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk
selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata
air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang
kekal.” 15Kata perempuan itu kepada-Nya: “Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya
aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air.” 16Kata
Yesus kepadanya: “Pergilah, panggillah suamimu dan datang ke sini.” 17Kata
perempuan itu: “Aku tidak mempunyai suami.” Kata Yesus kepadanya: “Tepat
katamu, bahwa engkau tidak mempunyai suami, 18sebab engkau sudah
mempunyai lima suami dan yang ada sekarang padamu, bukanlah suamimu. Dalam hal
ini engkau berkata benar.” 19Kata perempuan itu kepada-Nya: “Tuhan,
nyata sekarang padaku, bahwa Engkau seorang nabi. 20 Nenek moyang
kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahwa Yerusalemlah
tempat orang menyembah.” 21Kata Yesus kepadanya: “Percayalah
kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa
bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. 22 Kamu menyembah
apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab
keselamatan datang dari bangsa Yahudi. 23Tetapi saatnya akan datang
dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa
dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. 24
Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam
roh dan kebenaran.” 25Jawab perempuan itu kepada-Nya: “Aku tahu,
bahwa Mesias akan datang, yang disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan
memberitakan segala sesuatu kepada kami.” 26 Kata Yesus kepadanya:
“Akulah Dia, yang sedang berkata- kata dengan engkau.” 27Pada waktu
itu datanglah murid-murid-Nya dan mereka heran, bahwa Ia sedang bercakap-cakap
dengan seorang perempuan. Tetapi tidak seorang pun yang berkata: “Apa yang
Engkau kehendaki? Atau: Apa yang Engkau percakapkan dengan dia?” 28 Maka
perempuan itu meninggalkan tempayannya di situ lalu pergi ke kota dan berkata
kepada orang-orang yang di situ: “Mari, lihat! Di sana ada seorang yang
mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus
itu?” 30 Maka mereka pun pergi ke luar kota lalu datang kepada
Yesus. 31 Sementara itu murid-murid-Nya mengajak Dia, katanya:
“Rabi, makanlah.” 32Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Pada-Ku
ada makanan yang tidak kamu kenal.” 33Kata murid-murid itu berkata
seorang kepada yang lain: “Adakah orang yang telah membawa sesuatu kepada-Nya
untuk dimakan?” 34Kata Yesus kepada mereka: “Makanan-Ku ialah
melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. 35Bukankah
kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi Aku berkata
kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang- ladang yang sudah
menguning dan matang untuk dituai. 36Sekarang juga penuai telah
menerima upahnya dan ia mengumpulkan buah untuk hidup yang kekal, sehingga
penabur dan penuai sama-sama bersukacita. 37Sebab dalam hal ini
benarlah peribahasa: Yang seorang menabur dan yang lain menuai. 38Aku
mengutus kamu untuk menuai apa yang tidak kamu usahakan; orang-orang lain
berusaha dan kamu datang memetik hasil usaha mereka.” 39 Dan banyak
orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan
perempuan itu, yang bersaksi: “Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah
kuperbuat.” 40 Ketika orang-orang Samaria itu sampai kepada Yesus,
mereka meminta kepada-Nya, supaya Ia tinggal pada mereka; dan Ia pun tinggal di
situ dua hari lamanya. 41 Dan lebih banyak lagi orang yang menjadi
percaya karena perkataan-Nya, 42 dan mereka berkata kepada perempuan
itu: “Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami
sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat
dunia.
(NA) artikel 5
“Tetapi kita tidak dapat
menyerukan nama Allah Bapa semua orang, bila terhadap orang-orang tertentu,
yang diciptakan menurut citra kesamaan Allah, kita tidak mau bersikap sebagai
saudara. Hubungan manusia dengan Allah Bapa dan hubungannya dengan sesama
manusia saudaranya begitu erat, sehingga
Alkitab berkata: “Barang
siapa tidak mencintai, ia tidak mengenal Allah” (1Yoh 4:8). Jadi
tiadalah dasar bagi setiap teori atau praktik, yang mengadakan pembedaan
mengenai martabat manusia serta hak-hak yang bersumber padanya antara manusia
dan manusia, antara bangsa dan bangsa. Maka Gereja mengecam setiap dikriminasi
antara orang-orang atau penganiayaan berdasarkan keturunan atau warna kulit,
kondisi hidup atau agama, sebagai berlawanan dengan semangat kristus. Oleh
karena itu Konsili suci, mengikuti jejak para Rasul kudus Petrus dan Paulus,
meminta dengan sangat kepada Umat beriman kristiani, supaya bila ini mungkin
“memelihara cara hidup yang baik
diantara bangsa-bangsa bukan Yahudi” (1Ptr 2:12), dan sejauh
tergantung dari mereka hidup dalam damai dengan semua orang[13], sehingga
mereka sungguh-sungguh menjadi putera Bapa di sorga”. (NA.5)
Gaudium et Spes (GS) artikel 24
(Sifat kebersamaan panggilan manusia
dalam rencana Allah)
Allah, yang sebagai Bapa
memelihara semua orang, menghendaki agar mereka semua merupakan satu keluarga,
dan saling menghadapi dengan sikap persaudaraan. Sebab mereka semua diciptakan
menurut gambar Allah, yang “menghendaki segenap bangsa manusia dari satu asal
mendiami seluruh muka bumi” (Kis 17:26). Mereka semua dipanggil untuk satu
tujuan yang sama, yakni Allah sendiri.
Oleh karena itu cinta kasih
terhadap Allah dan sesama merupakan perintah yang pertama dan terbesar. Kita
belajar dari Kitab suci, bahwa kasih terhadap Allah tidak terpisahkan dari
kasih terhadap sesama: “… sekiranya ada perintah lain, itu tercakup dalam
amanat ini: Hendaknya engkau mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri … jadi
kepenuhan hukum ialah cinta kasih” (Rom 13:9-10; lih. 1Yoh 4:20). Menjadi makin
jelaslah, bahwa itu sangat penting bagi orang-orang yang semakin saling
tergantung dan bagi dunia yang semakin bersatu.
Bahkan ketika Tuhan Yesus
berdoa kepada Bapa, supaya “semua orang menjadi satu …, seperti kita pun satu”
(Yoh 17:21-22), dan membuka cakrawala yang tidak terjangkau oleh akalbudi
manusiawi, ia mengisyaratkan kemiripan
antara persatuan Pribadi-Pribadi ilahi dan persatuan putera-puteri Allah dalam
kebenaran dan cinta kasih. Keserupaan itu menampakkan, bahwa manusia, yang di
dunia ini merupakan satu-satunya makhluk yang oleh Allah dikehendaki demi
dirinya sendiri, tidak dapat menemukan diri sepenuhnya tanpa dengan tulus hati
memberikan dirinya” (GS.24)
Sikap Yesus harus menjadi
sikap setiap orang Kristiani, maka perlu diusahakan, antara lain:
a) Sikap-Sikap
yang Bersifat Mencegah Perpecahan
Upaya-upaya konkret
untuk membangun kehidupan
bersama harus dikembangkan dengan menghapus semangat primordial dan
semangat sektarian dengan menghapus sekat-sekat dan pengkotak- kotakan
masyarakat menurut kelompok-kelompok agama, etnis, dll.
b) Sikap-Sikap
yang Positif/Aktif
• Dalam
masyarakat majemuk, setiap
orang harus berani menerima perbedaan sebagai suatu
rahmat. Perbedaan/ keanekaragaman
adalah keindahan dan merupakan faktor yang memperkaya. Adanya perbedaan itu
memberi kesempatan untuk berpartisipasi menyumbangkan keunikan dan
kekhususannya demi kesejahteraan bersama.
• Perlu dikembangkan sikap saling
menghargai, toleransi, menahan
diri, rendah hati, dan rasa solidaritas demi kehidupan yang tenteram, harmonis,
dan dinamis.
• Setiap
orang bahu-membahu menata masa depan yang lebih cerah, lebih adil, makmur, dan
sejahtera.
• Mengusahakan
tata kehidupan yang adil dan beradab.
• Mengusahakan
kegiatan dan komunikasi lintas suku, agama, dan ras.
Indonesia adalah negara dengan
struktur masyarakat yang majemuk dan memiliki banyak keragaman dalam banyak
hal. Keragaman tersebut dapat mempengaruhi kehidupan kita. Banyak pengaruh yang
timbul karena adanya keragaman, diantaranya adalah: 1) Didalam
kelompok-kelompok sering kali terjadi segmentasi karena memiliki kebudayaan
yang berbeda. 2) Struktur sosial terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang
bersifat non komplemeter. 3) Kurang adanya pengembangan konsesus diantara para
anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar. 4) Secara
relatif sering kali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang
lainnya, karena adanya perbedaan. 5) Secara relatif intergrasi sosial
tumbuh diatas paksaan
dan saling ketergantungan didalam
bidang ekonomi. 6) Adanya dominasi politik oleh suatu
kelompok terhadap kelompok yang lain. Selain pengaruh diatas, jika keterbukaan
dan kedewasaan sikap dikesampingkan, besar kemungkinan tercipta masalah-masalah
yang menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa seperti: 1) Terjadinya
disharmonisasi, dimana tidak ada penyesuaian atas keragaman antara manusia
dengan dunia lingkungannya. 2) Terjadi diskriminatif terhadap suatu kelompok
masyarakat tertentu yang akan memunculkan masalah yang lain, yaitu kesenjangan
dalam berbagai bidang yang merugikan kita dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. 3) Terjadi eksklusivisme, rasialis, bersumber dari superioritas
diri, alasannya dapat bermacam-macam, antara lain keyakinan bahwa secara
kodrati ras/sukunya kelompoknya lebih tinggi dari ras/suku/kelompok lain,
menganggap kelompok lain derajatnya lebih rendah dari pada kelompoknya sendiri.
Ada beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh pengaruh negatif dari
keragaman, yaitu : 1) Semangat Religius; 2)
Semangat Nasionalisme; 3) Semangat Pluralisme; 4) Semangat Humanisme; 5)
Dialog antar umat beragama; 6) Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi
maupun konfigurasi hubungan antar agama, media, masa, dan harmonisasinya.
Problematika yang sedang
dialami bangsa Indonesia saat ini adalah adanya gejala diskriminasi dalam
masyarakat yang beragam. Diskriminasi adalah setiap tindakan yang melakukan
pembedaan terhadap seseorang atau sekelompok orang berdasarkan ras, agama,
suku, etnis, kelompok, golongan, status, kelas sosial ekonomi, jenis kelamin, kondisi
fisik, usia, orientasi seksual, pandangan ideologi, dan politik. Tentu saja
kondisi ini bertolak belakang dengan semangat kebangsaan kita sebagaimana
ditegaskan dalam pasal 28 ayat 2 UUD 1945 bahwa “Setiap orang berhak bebas dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan
yang bersifat diskriminatif
itu”. Sangat jelas sekali bahwa setiap orang mendapat
perlindungan saat dia mendapat perlakuan diskriminasi. Meskipun begitu diskriminasi
masih terjadi diberbagai belahan dunia, dan prinsip non diskriminasi harus
mengawali kesepakatan antar bangsa untuk dapat hidup dalam kebebasan, keadilan,
dan perdamaian.
Dalam Kitab Suci Perjanjian
Lama, diceritakan bahwa Bangsa Terpilih sering kali menghayati rasa satu
bangsa, satu Tuhan, satu negeri, satu tempat ibadat, dan satu tata hukum
(bdk.Ul 12). Dari sejarahnya, ternyata ketika mereka bersatu, mereka menjadi
kuat, sanggup mengalahkan musuh dan menjadikan dirinya bangsa yang jaya. Namun,
ketika mereka tidak bersatu, mereka menjadi bangsa yang tak berdaya dan tiap
kali secara gampang dikalahkan oleh musuh-musuh mereka. Kitab Suci menceritakan
bahwa ketika mereka dari Mesir memasuki tanah Kanaan di bawah pimpinan Yosua,
mereka sungguh bersatu dan dapat merebut Tanah Terjanji itu. (bdk. Yos 6: 1-15,
63). Ketika mereka sudah menempati Tanah Terjanji yang dibagi menurut suku-suku
keturunan Yakob, maka mereka lama-kelamaan terpecah dan menjadi lemah. Pada
saat-saat itu, mereka menjadi lemah dan gampang dikalahkan oleh musuh-musuh
mereka. Mereka pernah bersatu di bawah pimpinan raja Daud dan menjadi bangsa
yang kuat dan jaya. Kemudian mereka terpecah lagi dan menjadi lemah. Dalam
Kitab Suci Perjanjian Baru, dikisahkan bahwa ketika saat Mesias datang, umat
Israel telah dijajah oleh bangsa Romawi. Akibatnya mereka menjadi bangsa yang
lemah dan terpecah belah. Ketika Yesus ingin mempersatukan mereka dalam suatu
Kerajaan dan Bangsa yang baru yang bercorak rohani, Yesus mengeluh bahwa betapa
sulit untuk mempersatukan bangsa ini. Mereka seperti anak-anak ayam yang
kehilangan induknya (bdk. Mat 23: 37-38). Yesus bahkan berusaha untuk menyapa
suku yang dianggap bukan Yahudi lagi seperti orang-orang Samaria. Kita tentu
masih ingat akan sapaan dan dialog Yesus dengan wanita Samaria di sumur Yakob.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar