Cari Blog Ini

Selasa, 05 Oktober 2021

GEREJA YANG MENGUDUSKAN (LITURGIA)

 

GEREJA YANG MENGUDUSKAN (LITURGIA)

A.   Pemikiran Dasar

Di beberapa Gereja, sebelum perayaan ekaristi dimulai, Imam atau Lektor mem- berikan pengumuman bahwa  orang tua diharapkan mengajak dan membantu anak-anaknya untuk menghayati liturgi secara baik. Hal tersebut dapat dimaklumi karena banyak umat yang datang ke gereja pada hari minggu, atau bahkan setiap hari  seke- dar memenuhi kewajibannya sebagai orang Katolik, tanpa atau kurang menyelami hakikat liturgi itu sendiri.

Para Bapa Gereja mengajarkan bahwa “dalam liturgi Kristus yang bertindak, Kepala dan Tubuh. Sebagai Imam Agung kita, Dia merayakan dengan tubuh-Nya, yaitu Gereja, baik di surga maupun di bumi” (Kompendium KGK 233). Ditegaskan pula bahwa “Gereja di dunia merayakan liturgi sebagai umat imami, setiap orang bertindak menurut fungsinya  masing-masing dalam kesatuan dengan Roh Kudus. Orang-orang yang dibaptis menyerahkan diri mereka kedalam kurban rohani, para pelayan yang ditahbiskan  merayakan sesuai dengan tugas yang mereka terima bagi pelayanan seluruh anggota Gereja, para Uskup dan Imam bertindak atas nama Pribadi Kristus, sang Kepala” (KKGK 235). Dengan demikian liturgi merupakan perayaan iman. Perayaan iman tersebut merupakan pengungkapan iman Gereja, di mana orang yang ikut dalam perayaan iman mengambil bagian dalam misteri yang dirayakan. Tentu saja bukan hanya dengan partisipasi lahiriah, tetapi yang pokok adalah hati yang ikut menghayati apa yang diungkapkan dalam doa. Kekhasan doa Gereja ini merupakan sifat resminya, sebab justru karena itu Kristus bersatu dengan umat yang berdoa. Dengan bentuk yang resmi, doa umat menjadi doa seluruh Gereja yang sebagai mempelai Kristus, berdoa bersama Kristus, Sang Penyelamat, sekaligus tetap merupakan doa pribadi setiap anggota jemaat.   Liturgi sungguh-sungguh menjadi doa dalam arti penuh, bila semua yang hadir secara pribadi dapat bertemu dengan Tuhan dalam doa bersama itu. Kalau demikian terjadi apa yang dikatakan Tuhan: “… di mana ada dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Mu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18: 20). Atau dengan rumusan Konsili Vatikan II, “Di dalam jemaat-jemaat, meskipun sering hanya kecil dan miskin, atau tinggal tersebar, hiduplah Kristus, dan berkat kekuatan-Nya terhimpunlah Gereja yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik” (Lumen Gentium, Art. 26). Karena kehadiran Kristus, liturgi membuat jemaat setempat menjadi Gereja dalam arti yang penuh, sebab di dalamnya setiap orang di dorong ke arah kesatuan secara pribadi dengan Kristus dan bersama-sama mereka membentuk Gereja Kristus. Dengan demikian, setiap “paroki dalam arti tertentu menghadirkan Gereja semesta” (SC 42). Doa resmi Gereja tidak sama dengan mendaraskan rumus-rumus hafalan doa-doa resmi, melainkan pertama-tama dan terutama adalah pernyataan iman di hadapan Allah. Doa berarti mengarahkan hati kepada Tuhan. Yang berdoa adalah hati, bukan badan. Hal itu berlaku untuk doa pada umumnya, dan juga untuk doa pribadi. Akan tetapi, untuk doa bersama membutuhkan sedikit keseragaman demi kesatuan doa dan pengungkapan iman. Ibadat resmi Gereja tampak dalam ibadat pagi, ibadat siang, ibadat sore, ibadat malam, dan ibadat bacaan. Yang pokok dalam doa bukan sifat “resmi” atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa. Dengan bentuk yang resmi, doa umat menjadi doa seluruh Gereja, yang sebagai mempelai Kristus berdoa bersama Sang Penyelamat, sekaligus tetap merupakan doa pribadi setiap anggota jemaat. Liturgi sunguh-sungguh menjadi doa dalam arti penuh jika semua yang hadir secara pribadi dapat bertemu dengan Tuhan dalam doa bersama itu.

Pada pelajaran ini para peserta didik diajak untuk memahami liturgi sebagai upaya kita (Gereja) untuk menguduskan dunia. Karenanya kita semua perlu memahami bahwa tidak ada keterpisahan antara hidup dan ibadat di dalam umat. Pengertian mengenai hidup sebagai persembahan dalam Roh dapat memperkaya perayaan Ekaristi yang mengajak seluruh umat, membiarkan diri diikutsertakan dalam penyerahan Kristus kepada Bapa. Dalam pengertian ini, perayaan Ekaristi sungguh-sungguh merupakan sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani. Dalam pelajaran ini, kita akan membatasi diri pada bentuk-bentuk dan kegiatan pengudusan yang sering dilakukan di dalam Gereja, yakni: Doa dan doa resmi Gereja (liturgi), perayaan sakramen-sakramen, perayaan sakramentali,  serta devosi dalam Gereja Katolik.

 

B.    Doa Pembukaan

Ya Allah yang Mahakudus, melalui sakramen pembaptisan Engkau telah mengangkat kami menjadi putra-putriMu. Demikian juga melalui sakramen-sakremen yang Engkau curahkan melalui Gereja-Mu telah menguduskan kami semua, sehingga layaklah  kami memperoleh hidup abadi.

Ya Allah yang Mahakudus, kuduskanlah tempat ini, kuduskanlah kami semua yang hendak melangsungkan pertemuan ini, agar proses pembicaraan pembelajaran kami ini bermanfaat bagi kami dan seluruh umat Allah. Engkau yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin.

 

C.    Mendalami Makna Doa sebagai Sarana Pengudusan

Menyimak cerita

Berteguhlah dalam Iman

Ketika menghadapi aneka kesukaran dalam perutusan evangelisasi, mungkin kalian akan dicobai untuk berkata seperti nabi Yeremia: “Ah, Tuhan, aku tidak pandai bicara karena aku ini masih muda”. Tetapi Tuhan akan berkata kepada kalian juga: “Jangan katakan ‘aku ini masih muda’; tetapi kepada siapa pun engkau Ku-utus, engkau harus pergi” (Yer 1:6-7). Kapan saja kalian merasa tidak cakap, tidak mampu dan rapuh dalam mewartakan dan memberi kesaksian iman, jangan takut. Evangelisasi bukanlah prakarsa kita. Evangelisasi tidak bergantung pada bakat-bakat kita. Evangelisasi adalah sebuah tanggapan yang setia dan taat pada panggilan Tuhan, dan karena itu bukan tergantung pada kekuatan kita melainkan pada kekuatan Tuhan. Santo Paulus mengetahui hal ini dari pengalaman: “Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah bukan dari diri kami” (2Kor 4:7).

Untuk alasan ini, saya menyemangati kalian untuk membuat doa dan sakramen- sakramen sebagai pondasi kalian. Evangelisasi yang asli lahir dari doa dan dilanjutkan dengan doa. Kita pertama-tama harus bercakap-cakap  dengan Tuhan agar mampu bercakap-cakap tentang Tuhan.  Dalam doa, kita mempercayakan pada Tuhan, orang- orang, yang kepada mereka kita telah diutus, memohon Dia agar menjamah hati mereka. Kita mohon Roh Kudus untuk menjadikan kita alat-alat untuk keselamatan mereka. Kita mohon Kristus untuk menaruh kata-kata-Nya di bibir kita dan untuk menjadikan kita tanda-tanda cinta kasih-Nya. Secara lebih umum, kita berdoa bagi missi seluruh Gereja, seperti telah dengan jelas diperintahkan Yesus: “Mintalah kepada tuan yang empunya tuaian supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu” (Mat 9:38). Temukanlah dalam Perayaan Ekaristi, mata air kehidupan iman dan kesaksian Kristen, dengan secara berkala menghadiri Perayaan Ekaristi setiap Minggu dan kapan saja  kalian bisa hadir dalam sepekan. Datanglah ke Sakramen Tobat secara berkala.  Hal ini merupakan perjumpaan yang istimewa dengan belas kasih Allah saat Dia menyambut kita, mengampuni kita, memperbarui hati kita dalam cinta kasih. Berupayalah menerima Sakramen Penguatan atau Krisma, jika kalian belum menerimanya, dan persiapkanlah dengan penuh perhatian dan komitmen. Sakramen Penguatan, seperti Sakramen Ekaristi, ialah sakramen perutusan, karena memberikan kepada kita kekuatan dan cinta kasih dari Roh Kudus untuk mengakui iman kita tanpa takut. Saya juga mendorong kalian untuk melaksanakan Adorasi Ekaristi. Menggunakan waktu untuk mendengarkan dan bercakap-cakap dengan Yesus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus menjadi sumber semangat perutusan yang baru.

Jika kalian mengikuti jalan ini, Kristus sendiri akan memberikan kepada kalian kemampuan untuk setia penuh terhadap sabda-Nya dan menjadi saksi yang   setia dan bersemangat atas Dia. Kadang-kadang kalian akan dipanggil untuk memberikan bukti dari ketekunanmu, khususnya ketika Sabda Allah menemui penolakan atau tantangan. Di wilayah-wilayah dunia tertentu, sebagian dari kalian menderita oleh fakta bahwa kalian tidak dapat menjalankan kesaksian publik atas iman kalian akan Kristus berhubung dengan kurangnya kebebasan agama. Beberapa teman   telah membayar harga dari kenyataan bahwa mereka telah menjadi kepunyaan Gereja dengan nyawa mereka. Saya meminta kalian untuk tetap berteguh dalam iman, percaya bahwa Kristus ada di sisi kalian pada setiap pencobaan.  Kepada kalian pula Ia berkata: “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga” (Mat 5:11-12).

Pesan Paus Fransiskus bagi kaum muda, persiapan menuju WYD 2013

 

D.   Mendalami Ajaran Gereja tentang Doa

1.       Menemukan Makna Ajaran Gereja Tentang Doa

“(Keikut-sertaan kaum awam dalam imamat umum dan ibadat). Imam Tertinggi dan Abadi Kristus Yesus bermaksud melangsungkan kesaksian dan palayanan-Nya melalui kaum awam juga. Maka oleh Roh-Nya Ia tiada hentinya menghidupkan dan mendorong mereka untuk menjalankan segala karya yang baik dan sempurna. Sebab mereka, yang erat-erat disatukan-Nya dengan hidup dan perutusan-Nya, juga diikutsertakan-Nya dalam tugas imamat-Nya untuk melaksanakan ibadat rohani, supaya Allah dimuliakan dan umat manusia diselamatkan. Oleh karena itu para awam, sebagai orang yang menyerahkan diri kepada Kristus dan diurapi dengan Roh Kudus, secara ajaib dipanggil dan disiapkan, supaya secara makin melimpah menghasilkan buah-buah Roh dalam diri mereka. Sebab semua karya, doa-doa dan usaha  kerasulan  mereka,  hidup  mereka  selaku  suami-isteri  dan  dalam  keluarga, jerih-payah mereka sehari-hari, istirahat bagi jiwa dan badan mereka, bila dijalankan dalam Roh, bahkan beban-beban hidup bila ditanggung dengan sabar, menjadi korban rohani, yang dengan perantaraan Yesus Kristus berkenan kepada Allah (lih. 1Ptr 2:5). Korban itu dalam perayaan Ekaristi, bersama dengan persembahan Tubuh Tuhan, penuh khidmat dipersembahkan kepada Bapa. Demikianlah para awam pun juga sebagai penyembah Allah, yang di mana-mana hidup dengan suci, membaktikan dunia kepada Allah”. (Lumen Gentium, artikel 34)

2.       Liturgi   merupakan   perayaan   iman.   Perayaan   iman   tersebut   merupakan pengungkapan iman Gereja, di mana orang yang ikut dalam perayaan iman mengambil bagian dalam misteri yang dirayakan. Tentu saja bukan hanya dengan partisipasi lahiriah, tetapi yang pokok adalah hati yang ikut menghayati apa yang diungkapkan dalam doa. Kekhasan doa Gereja ini merupakan sifat resminya, sebab justru karena itu Kristus bersatu dengan umat yang berdoa. Dengan bentuk yang resmi, doa umat menjadi doa seluruh Gereja sebagai mempelai Kristus, berdoa bersama Kristus, Sang Penyelamat, sekaligus tetap merupakan doa pribadi setiap anggota jemaat.

3.       Doa dan ibadat merupakan salah satu tugas Gereja untuk menguduskan umatnya dan umat manusia. Tugas ini disebut tugas imamiah Gereja. Kristus Tuhan, Imam Agung, yang dipilih dari antara manusia menjadikan umat baru, “kerajaan Imam- Imam bagi Allah dan Bapa-Nya” (Why 1: 6: bdk. 5: 9-10). Mereka yang dibaptis dan diurapi Roh Kudus disucikan menjadi kediaman rohani dan imamat suci untuk (sebagai orang kristiani dengan segala perbuatan mereka) mempersembahkan korban rohani dan untuk mewartakan daya kekuatan-Nya! Oleh sebab itu, Gereja bertekun dalam doa, memuji Allah, dan mempersembahkan diri sebagai korban yang hidup, suci, berkenan kepada Allah. Gereja memiliki imamat umum dan imamat jabatan dengan cara khasnya masing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus.

4.       Imamat  umum  melaksanakan  tugas  pengudusan  antara  lain  dengan  berdoa, menyambut sakramen-sakramen, memberi kesaksian hidup, pengingkaran diri, melaksanakan cinta kasih secara aktif dan kreatif.

5.       Imamat jabatan membentuk dan memimpin umat serta memberikan pelayanan sakramen-sakramen.

6.       Semua umat mengambil bagian dalam imamat Kristus untuk melakukan suatu ibadat rohani demi kemuliaan Allah dan keselamatan manusia. Yang dimaksudkan dengan ibadat rohani adalah setiap ibadat yang dilakukan dalam Roh oleh setiap orang Kristiani. Dalam urapan Roh, seluruh hidup orang Kristiani dapat dijadikan satu ibadat rohani. “Persembahkan tubuhmu sebagai korban hidup, suci, dan berkenan kepada Allah. Itulah ibadat rohani yang sejati” (Rm 12: 1). Dalam arti ini, konstitusi Lumen Gentium menandaskan: “Semua kegiatan mereka, doa dan usaha kerasulan hidup suami-istri dan keluarga, kegiatan sehari-hari, rekreasi jiwa raga, jika dilakukan dalam Roh, bahkan kesulitan hidup, bila diderita dengan sabar, menjadi korban rohani, yang dapat diterima Allah dengan perantaraan Yesus Kristus (bdk. 1Ptr 2: 5). Dalam perayaan Ekaristi, korban ini dipersembahkan dengan sangat hikmat kepada Bapa, bersama dengan persembahan Tubuh Tuhan” (Lumen Gentium, Art. 34).

7.       Tidak  ada  keterpisahan  antara  hidup  dan  ibadat  di  dalam  umat.  Pengertian mengenai hidup sebagai persembahan dalam Roh dapat memperkaya perayaan Ekaristi yang mengajak seluruh umat, membiarkan diri diikutsertakan dalam penyerahan Kristus kepada Bapa. Dalam pengertian ini, Perayaan Ekaristi sungguh-sungguh merupakan sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani.

8.       Arti doa; Doa berarti berkomunikasi/berdialog dengan Tuhan secara pribadi; doa juga merupakan ungkapan iman secara pribadi dan bersama-sama. Oleh sebab itu, doa-doa Kristiani biasanya berakar dari kehidupan nyata. Doa selalu merupakan dialog yang bersifat pribadi antara manusia dan Tuhan dalam hidup yang nyata ini. Dalam dialog tersebut, kita dituntut untuk lebih mendengar daripada berbicara, sebab firman Tuhan akan selalu menjadi pedoman yang menyelamatkan. Bagi umat Kristiani, dialog ini terjadi di dalam Yesus Kristus, sebab Dialah satu-satunya jalan dan perantara kita dalam berkomunikasi dengan Allah. Perantara ini tidak mengurangi sifat dialog antar pribadi dengan Allah.

9.       Fungsi doa; Peranan dan fungsi doa bagi orang Kristiani, antara lain: meng- komunikasikan diri kita kepada Allah;mempersatukan diri kita dengan Tuhan; mengungkapkan cinta, kepercayaan, dan harapan kita kepada Tuhan; membuat diri kita melihat dimensi baru dari hidup dan karya kita, sehingga menyebabkan kita melihat hidup, perjuangan dan karya kita dengan mata iman; mengangkat setiap karya kita menjadi karya yang bersifat apostolis atau merasul.

10.   Syarat dan cara doa yang baik;  didoakan dengan hati; berakar dan bertolak dari pengalaman hidup; diucapkan dengan rendah hati.

11.   Cara-cara berdoa yang baik: Berdoa secara batiniah.“Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamar …” (lih. Mat 6: 5-6). Berdoa dengan cara sederhana dan jujur, “Lagi pula dalam doamu janganlah kamu bertele-tele … “ (lih. Mat 6: 7).

12.   Doa Resmi Gereja; Orang boleh saja berdoa secara pribadi atas nama pribadi dan berdoa bersama dalam suatu kelompok atas nama kelompok. Doa-doa itu tidak mewakili seluruh Gereja. Tetapi doa, di mana suatu kelompok berdoa atas nama dan mewakili Gereja secara resmi, doa kelompok yang resmi itu disebut ibadat atau liturgi. Hal yang pokok bukan sifat “resmi” atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa. Dengan demikian, liturgi adalah “karya Kristus, Imam Agung, serta Tubuh-Nya, yaitu Gereja”. Oleh karena itu, liturgi tidak hanya merupakan “kegiatan suci yang sangat istimewa”, tetapi juga wahana utama untuk mengantar umat Kristiani ke dalam persatuan pribadi dengan Kristus (SC 7).

 

 

E.    Menggali Makna Sakramen sebagai Sarana Pengudusan dalam Gereja

a.    Makna Sakramen;

Sakramen berasal dari kata ‘mysterion’  (Yunani), yang dijabarkan dengan kata ‘mysterium’ dan ‘sacramentum’ (Latin). Sacramentum dipakai untuk menjelaskan tanda yang kelihatan dari kenyataan keselamatan yang tak kelihatan yang disebut sebagai ‘mysterium‘. Kitab Suci menyampaikan dasar pengertian sakramen sebagai misteri/‘mysterium‘  kasih  Allah,  yang  diterjemahkan  sebagai  “rahasia  yang tersembunyi dari abad ke abad… tetapi yang sekarang dinyatakan kepada orang-orang kudus-Nya” (Kol 1:26, Rom 16:25). Rahasia/‘misteri’ keselamatan ini tak lain dan tak bukan adalah Kristus (Kol 2:2; 4:3; Ef 3:3) yang hadir di tengah-tengah kita (Kol 1:27).

Sakramen merupakan hal-hal yang berkaitan dengan yang kudus atau yang ilahi. Sakramen juga berarti tanda dan  sarana  keselamatan Allah yang diberikan kepada Manusia, “Untuk mengkuduskan manusia, membangun Tubuh Kristus dan akhirnya mempersembahkan ibadat kepada Allah”(SC 59).

Karena  Sakramen  sebagai  tanda  dan  sarana  keselamatan,  maka  menerima dan memahami sakramen hendaknya ditempatkan dalam kerangka iman dan didasarkan kepada iman. Sakramen biasanya diungkapkan dengan kata-kata dan tindakan. Maka sakramen dalam Gereja Katolik mengandung dua unsur hakiki yaitu :

1.    Forma artinya kata-kata yang menjelaskan peristiwa ilahi

2.    Materia artinya barang atau tindakan tertentu yang kelihatan

b.    Sakramen adalah Lambang atau Simbol

Dalam hidup sehari-hari kita mengenal banyak benda atau perbuatan yang pada hakikatnya punya makna dan arti jauh lebih dalam daripada benda atau perbuatan itu sendiri (arti yang biasa). “Perayaan liturgi dijalin dengan tanda-tanda dan simbol-simbol yang artinya berakar dalam penciptaan dan budaya manusia, ditentukan dalam peristiwa- peristiwa Perjanjian Lama dan diungkapkan secara penuh dalam Pribadi dan Karya Yesus” (Kompendium Katekismus Gereja Katolik – 236)

“Asal-usul  tanda-tanda/simbol  sakramental  “berasal  dari  ciptaan  (cahaya,  air, api, roti, anggur, minyak), dan yang lain berasal dari kehidupan sosial (mencuci, mengurapi  dengan  minyak,  memecah  roti)  dan  beberapa  yang  lainnya  lagi berasal dari sejarah keselamatan dalam Perjanjian Lama (ritus paskah, korban, penumpangan tangan, pengudusan). Tanda-tanda ini, yang bersifat normatif dan tak berubah, diambil oleh Kristus dan dipakai untuk tindakan penyelamatan dan pengudusan” (Kompendium Katekismus Gereja Katolik – 237).

c.     Sakramen-Sakramen Mengungkapkan Karya Tuhan yang Menyelamatkan

Jika kita memperhatikan karya Allah dalam sejarah penyelamatan akan tampak hal-hal ini: Allah yang tidak kelihatan menjadi kelihatan dalam Yesus Kristus. Dalam Yesus Kristus orang dapat melihat, mengenal, mengalami siapa sebenarnya Allah itu. Namun, Yesus sekarang sudah dimuliakan. Ia tidak kelihatan lagi. Ia hadir secara rohani di tengah kita. Melalui Gereja-Nya, Ia menjadi kelihatan. Maka, Gereja adalah alat dan sarana penyelamatan, di mana Kristus tampak untuk menyelamatkan manusia. Gereja menjadi alat dan sarana penyelamatan, justru dalam kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa, tindakan dan kata-kata yang disebut sakramen. Sakramen-sakramen adalah “Tangan Kristus” yang menjamah kita, merangkul kita, dan menyembuhkan kita. Meskipun yang tampak di mata kita, yang bergaung di telinga kita hanya hal-hal atau tanda-tanda biasa, namun Kristuslah yang berkarya lewat tanda-tanda itu. Dengan perantaraan para pelayanan-Nya, Kristus sungguh aktif berkarya dalam umat Allah.

d.    Sakramen-Sakramen Meningkatkan dan Menjamin Mutu Hidup Kita sebagai Orang Kristiani

Perlu disadari bahwa sakramen-sakramen itu erat sekali hubungannya dengan kenyataan hidup sehari-hari. Dalam hidup sehari-hari orang membutuhkan bantuan. Sementara kualitas dan mutu hidup manusia makin melemah, banyak orang yang jatuh dalam dosa, banyak orang yang butuh peneguhan dan kekuatan. Pada saat itulah kita dapat mendengar suara Kristus yang bergaung di telinga kita: “Aku tidak menghukum engkau, pulanglah dan jangan berdosa lagi …” Singkatnya, sakramen-sakramen adalah cara dan sarana bagi Kristus untuk menjadi “tampak” dan dengan demikian dapat dialami oleh manusia dewasa ini.

e.    Sakramen-sakramen itu tidak bekerja secara otomatis. Sakramen-sakramen sebagai “tanda” kehadiran Kristus menantikan sikap pribadi (sikap batin) dari manusia. Sikap batin itu ialah iman dan kehendak baik.

f.      Perayaan sakramen adalah suatu “pertemuan” antara Kristus dan manusia. Oleh karena itu, meski tidak sama tingkatnya, peran manusia (sikap iman) sangat penting. Walaupun Kristus Mahakuasa, Ia tidak akan menyelamatkan orang yang memang tidak mau diselamatkan atau yang tidak percaya.

 

F.    Pembagian Sakramen-Sakramen Gereja

Sakramen-Sakramen dibagi menjadi: Sakramen inisiasi Kristen; Sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan Ekaristi Kudus. Sakramen-Sakramen Penyembuhan; Tobat dan Pengurapan Orang Sakit dan Sakramen-Sakramen pelayanan pesersekutuan dan perutusan yaitu Sakramen Penahbisan dan Perkawinan (lihat Kompendium KGK 250 - KGK 1210-1211)

1.       Sakramen-Sakramen   inisiasi Kristen; Inisisasi atau bergabung menjadi orang Kristen dilaksanakan melalui Sakramen-Sakramen yang memberikan dasar hidup Kristen. Orang beriman, yang dilahirkan kembali menjadi manusia baru dalam Sakramen Pembaptisan, dikuatkan dengan Sakramen Penguatan dan diberi makanan dengan Sakramen Ekaristi (lihat Kompendium KGK 251).

2.       Sakramen-Sakramen Penyembuhan; Kristus Sang Penyembuh jiwa dan badan kita, menetapkan sakramen ini karena kehidupan baru yang Dia berikan kepada kita dalam Sakramen-sakramen inisiasi Kristiani dapat melemah, bahkan hilang karena dosa. Karena itu, Kristus menghendaki agar Gereja melanjutkan karya penyembuhan dan penyelamatan-Nya melalui Sakramen ini; Tobat dan Pengurapan Orang Sakit (lihat kompendium KGK 295 – KGK 1420-1421. 1426).

3.       Sakramen-Sakramen pelayanan pesersekutuan dan perutusan; Dua Sakramen, Sakramen Penahbisan dan Perkawinan memberikan rahmat khusus untuk perutusan tertentu dalam Gereja untuk melayani dan membangun umat Allah. Sakramen- Sakramen ini memberikan sumbangan dengan cara yang khusus  pada persekutuan gerejawi dan penyelamatan orang-orang lain. (lihat Kompendium KGK 321, KGK 1533-1535).

 

G.   Ketujuh Sakramen

Pada saat-saat penting dalam hidup, Kristus menyertai umat-Nya. Kehadiran Kristus ini dirayakan dalam ketujuh sakramen.

1.       Sakramen Pembaptisan/ Permandian

Jika seseorang secara resmi menyatakan tobat dan imannya kepada Yesus Kristus, serta bertekad untuk bersama umat ikut serta dalam tugas panggilan Kristus, maka dia diterima dalam umat dengan upacara yang sejak zaman para Rasul disebut. Kenyataan yang lebih dalam ialah bahwa orang yang menerima sakramen permandian diterima oleh Kristus menjadi anggota Tubuh-Nya, Umat Allah (Gereja). Orang tersebut laksana baru lahir di dalam Gereja. Peristiwa kelahiran baru menjadi putra Bapa dalam Roh Kudus berarti bahwa selanjutnya ia ikut menghayati hidup Kristus sendiri yang ditandai oleh wafat dan kebangkitan-Nya. Oleh karena itu, orang yang telah dipermandikan harus bersama Kristus “mati bagi dosa” supaya dalam Kristus, ia hidup bagi Allah. Kebenaran itu diperagakan, dirayakan, dan dilambangkan dalam peristiwa pencurahan air pada dahinya, sementara wakil umat (Imam) mengatakan: “Aku mempermandikan engkau dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus.”

Dengan permandian, mulailah babak baru dalam hidup seseorang. Kristus sendiri menjiwai dia melalui Roh-Nya, maka segala pelanggaran dan dosa yang telah diperbuatnya dihapus.

2.       Sakramen Penguatan

Bagi orang dewasa, sakramen penguatan sebetulnya merupakan bagian dari sakramen permandian. Orang yang telah dipermandikan ditandai dengan minyak (krisma), tanda kekuatan Roh Kudus, sebelum diutus untuk memperjuangkan cita-cita Kristus dalam Gereja  dan  masyarakat.  Sakramen  penguatan  menjadi  tanda  kedewasaan, maka orang yang menerima Sakramen Penguatan turut serta bertanggung jawab atas kehidupan Umat Allah. Kepada setiap orang, Roh Kudus memberikan karisma- karisma-Nya  (bakat  kemampuan).  Atas  karisma-karisma  (anugerah)  Tuhan  ini, orang yang bersangkutan menyadari tanggung jawabnya terhadap sesama. Dengan bakat kemampuan yang diterima dari Tuhan, orang yang bersangkutan diharapkan hidup bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk ikut membina Tubuh Kristus (Umat Allah). Bakat kemampuan menyatakan karya Roh, yang melalui setiap orang Kristen, mengantar sesamanya kepada Kristus.

3.       Sakramen Ekaristi

Pada malam menjelang sengsara-Nya, Yesus mengajak murid-murid-Nya untuk merayakan hari kemerdekaan bangsa-Nya (Paska) sesuai dengan adat istiadat Yahudi. Bangsa Yahudi memperingati pembebasan dari Mesir dalam sebuah perjamuan kekeluargaan. Dalam perjamuan Paska itu, Yesus mengambil roti (makanan sehari- hari orang Yahudi), memecahkannya, dan membagi-bagikan roti itu seraya berkata: “Makanlah roti ini, karena inilah Tubuh-Ku yang dikorbankan bagimu.” (Tubuh adalah tanda kehadiran Yesus yang tersalib yang dikorbankan bagi kita).

Kemudian, Yesus mengambil sebuah cawan (piala) berisi air anggur sambil berkata: “Minumlah  semua  dari  cawan  ini,  karena  inilah  Darah-Ku,  darah  perjanjian baru dan kekal yang diadakan dengan kalian dan dengan semua manusia demi pengampunan dosa” (Darah menjadi tanda hidup. Jadi, kalau Yesus memberikan darah-Nya berarti Ia menyerahkan diri-Nya seluruhnya untuk kita). Kata-kata Yesus mengungkapkan wafat-Nya. Injil Matius dan Markus menambahkan bahwa “darah- Nya ditumpahkan….”, yang berarti Ia dipersembahkan sebagai korban persembahan. Jadi, roti dan anggur menyatakan cara Yesus mati (menumpahkan darah). Kemudian disebut juga, mengapa Ia harus mati, yaitu demi pengampunan dosa-dosa. Yesus kemudian berkata: “Kenangkanlah Aku dengan merayakan perjamuan ini.” (Baca: Luk 22: 14-23; Mat 26: 26-29; Mrk 14: 22-25) Maka Sejak zaman para rasul, umat Kristen suka berkumpul untuk bersyukur kepada Allah Bapa yang membangkitkan Yesus dari alam maut dan menjadikannya Tuhan dan Penyelamat.

Berkumpul di sekitar meja Altar untuk menyambut Kristus dalam sabda dan perjamuan-Nya merupakan kehadiran Gereja yang paling nyata dan penuh; ungkapan yang paling konkret dari persatuan umat dan Tuhan serta persatuan para anggotanya.

4.       Sakramen Tobat

Selama hidup di dunia, kita tidak pernah luput dari kesalahan dan dosa. Kita hidup dalam “situasi dosa”. Situasi dosa ini merasuki diri kita dan masyarakat kita sedalam- dalamnya. Perjuangan untuk tetap teguh berdiri, tidak berdosa, memang merupakan proses perjuangan yang tidak kunjung selesai. Oleh karena itu, usaha untuk bangun lagi sesudah jatuh, berbaik lagi dengan Tuhan dan sesama, merupakan unsur yang hakiki dan harus selalu ada dalam hidup kita.

Para pengikut Kristus perlu bertobat dan membaharui diri secara terus-menerus di hadapan Tuhan dan sesama. Tanda pertobatan di hadapan Tuhan dan sesama itu diterima dalam perayaan sakramen tobat. Seseorang yang melakukan sesuatu yang bertolak belakang dengan kehendak Tuhan berarti dia memisahkan diri dari Tuhan dan sesama. Selama suatu kesalahan berat belum diampuni, ia tidak dapat ikut serta dalam ibadat umat secara sempurna. Dia ibarat cabang yang mati dari sebuah tanaman. Agar dia diterima kembali menjadi anggota umat yang hidup, dia harus bertobat dan menghadapi wakil umat (Pastor) untuk mendapatkan pengampunan. Tobat sejati menuntut agar kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan itu diperbaiki.

5.       Sakramen Pengurapan  Orang Sakit

Jika seorang anggota umat sakit keras, keprihatinan Tuhan diungkapkan dengan sakramen perminyakan orang sakit. Kristus menguatkan si sakit dengan Roh Kudus- Nya yang ditandakan dengan minyak suci. Dengan demikian, si sakit dibuat siap dan tabah untuk menerima apa saja dari tangan Allah yang mencintai kita, baik dalam kesembuhan maupun dalam maut. Dengan menderita seperti Kristus, si sakit menjadi lebih serupa dengan Kristus.

6.       Sakramen Tahbisan/ Imamat

Umat membutuhkan pelayan-pelayan yang bertugas menunaikan berbagai tugas pelayanan  di  tengah  umat  demi  kepentingan  dan  perkembangan  umat  dalam hidup beriman dan bermasyarakat. Pelayanan-pelayanan itu juga berfungsi untuk mempersatukan umat, membimbing umat dengan berbagai cara demi penghayatan iman pribadi dan bersama; membantu melancarkan komunikasi iman demi tercapainya persekutuan umat, persekutuan iman. Pelantikan para pelayan itu dirayakan, disahkan, dan dinyatakan dalam tahbisan (sakramen imamat).

 

7.       Sakramen Perkawinan

Membangun keluarga merupakan kejadian yang sangat penting dalam hidup seseorang. Tentu usaha sepenting ini tidak di luar perhatian Kristus serta umat-Nya. Maka, Kristus sendiri hadir dalam cinta mereka antar suami istri.

Cinta mereka menjadi tanda dari cinta Kristus kepada Gereja-Nya. Kristus menguduskan cinta insani menjadi alat dan sarana keselamatan abadi. Umat Kristus merestui dan menyertai pengantin dalam keputusan mereka yang sangat penting. Di hadapan umat, kedua mempelai berjanji satu sama lain untuk setia dan cinta, baik dalam suka maupun duka, selama hayat dikandung badan.

Allah sendiri menjadi penjamin kesetiaan, maka apa yang disatukan Allah jangan diceraikan oleh manusia. Sakramen perkawinan berlangsung selama hidup dan mengandung panggilan luhur untuk membina keluarga sebagai tanda kasih setia Allah bagi setiap insan. Kristus mendampingi suami-istri untuk membina cinta yang semakin dalam dan untuk mendidik anak menjadi warga Gereja dan warga masyarakat yang berguna dan untuk membangun keluarga Katolik yang baik pula. Suami-istri yang hidup dalam perkawinan Katolik dipanggil pula untuk memberi kesaksian kepada dunia tentang cinta Allah kepada umat manusia melalui cinta suami-istri. Hidup cinta mereka menjadi tanda (sakramen) cinta Allah kepada manusia.

 

H.   Mendalami Sakramentali dan Devosi-Devosi sebagai Sarana Pengudusan dalam Gereja

Selain ketujuh sakramen, Gereja juga mengadakan tanda-tanda suci (berupa ibadat/upacara/ pemberkatan) yang mirip dengan sakramen-sakramen yang disebut sakramentali. Berkat tanda-tanda suci ini berbagai buah rohani ditandai dan diperoleh melalui doa-doa permohonan dengan perantaraan Gereja.

Aneka ragam sakramentali:

a.    Pemberkatan, yakni pemberkatan orang, benda/barang rohani, tempat, makanan, dsb. Contoh: pemberkatan ibu hamil atau anak, alat-alat pertanian, mesin pabrik, alat transportasi, rumah, patung, rosario, dan makanan. Pemberkatan atas orang atau benda/barang tersebut adalah pujian kepada Allah dan doa untuk memohon anugerah-anugerah-Nya.

b.    Pemberkatan dalam arti tahbisan rendah, yakni pentahbisan orang dan benda.

Contoh pentahbisan/pemberkatan lektor, akolit, dan katekis; pemberkatan benda atau tempat untuk keperluan liturgi, misalnya pemberkatan gereja/kapel, altar, minyak suci, dan lonceng.

 

I.      Mendalami Devosi dalam Gereja Katolik

Devosi (Latin: devotio = penghormatan) adalah bentuk-bentuk penghormatan/ kebaktian khusus orang atau umat beriman kepada rahasia kehidupan Yesus yang tertentu, misalnya kesengsaraan-Nya, Hati-Nya yang Mahakudus, Sakramen Mahakudus, dan sebagainya. Atau devosi kepada orang-orang kudus, misalnya devosi kepada Bunda Maria dengan   novena 3x salam Maria,   berdoa rosario, berziarah  ke  gua Maria pada bulan Mei dan  Oktober.

Segala macam bentuk devosi ini bersifat sukarela (tidak mengikat/tidak wajib) dan harus bertujuan untuk semakin menguatkan iman kita kepada Allah dalam diri Yesus Kristus.

 

J.     Doa Penutup

Ya Allah yang Mahakudus, puji dan syukur kami  haturkan kepada-Mu,  karena oleh bimbingan-Mu,  apa yang kami  pelajari dalam pertemuan ini telah mengantarkan kami untuk menemukan makna kehadiran-Mu yang kudus melalui Gereja-Mu, yaitu demi keselamatan kami. Kami mohon ya Allah, sertailah kami dalam perziarahan kami ini, agar tetap yakin dan percaya pada penyelenggaraan-Mu melalui Gereja yang kudus. Demi Kristus pengantara kami. Amin.

 

 

 

Pertanyaan:

1.       Apa yang dimaksud dengan doa?

2.       Apa yang dimaksud dengan Ekaristi?

3.       Apa yang dimaksud dengan Liturgi?

4.       Apa yang dimaksud dengan Sakramen?

5.       Apa yang dimaksud dengan Sakramentali?

6.       Apa yang dimaksud dengan Devosi?