GEREJA YANG MENGUDUSKAN (LITURGIA)
A.
Pemikiran
Dasar
Di beberapa
Gereja, sebelum perayaan ekaristi dimulai, Imam atau Lektor mem- berikan
pengumuman bahwa orang tua diharapkan
mengajak dan membantu anak-anaknya untuk menghayati liturgi secara baik. Hal
tersebut dapat dimaklumi karena banyak umat yang datang ke gereja pada hari
minggu, atau bahkan setiap hari seke-
dar memenuhi kewajibannya sebagai orang Katolik, tanpa atau kurang menyelami
hakikat liturgi itu sendiri.
Para Bapa
Gereja mengajarkan bahwa “dalam
liturgi Kristus yang bertindak, Kepala dan Tubuh. Sebagai Imam Agung kita, Dia
merayakan dengan tubuh-Nya, yaitu Gereja, baik di surga maupun di bumi”
(Kompendium KGK 233). Ditegaskan pula bahwa “Gereja di dunia merayakan liturgi sebagai umat imami,
setiap orang bertindak menurut fungsinya
masing-masing dalam kesatuan dengan Roh Kudus. Orang-orang yang
dibaptis menyerahkan diri mereka kedalam kurban rohani, para pelayan yang
ditahbiskan merayakan sesuai dengan
tugas yang mereka terima bagi pelayanan seluruh anggota Gereja, para Uskup dan
Imam bertindak atas nama Pribadi Kristus, sang Kepala” (KKGK 235). Dengan
demikian liturgi merupakan
perayaan iman. Perayaan iman tersebut merupakan pengungkapan iman
Gereja, di mana orang yang ikut dalam perayaan iman mengambil bagian dalam
misteri yang dirayakan. Tentu saja bukan hanya dengan partisipasi lahiriah,
tetapi yang pokok adalah hati yang ikut menghayati apa yang diungkapkan dalam
doa. Kekhasan doa Gereja ini merupakan sifat resminya, sebab justru karena itu
Kristus bersatu dengan umat yang berdoa. Dengan bentuk yang resmi, doa umat
menjadi doa seluruh Gereja yang sebagai mempelai Kristus, berdoa bersama
Kristus, Sang Penyelamat, sekaligus tetap merupakan doa pribadi setiap anggota
jemaat. Liturgi sungguh-sungguh menjadi
doa dalam arti penuh, bila semua yang hadir secara pribadi dapat bertemu dengan
Tuhan dalam doa bersama itu. Kalau demikian terjadi apa yang dikatakan Tuhan:
“… di mana ada dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Mu, di situ Aku ada di
tengah-tengah mereka” (Mat 18: 20). Atau dengan rumusan Konsili Vatikan II, “Di
dalam jemaat-jemaat, meskipun sering hanya kecil dan miskin, atau tinggal
tersebar, hiduplah Kristus, dan berkat kekuatan-Nya terhimpunlah Gereja yang
Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik” (Lumen Gentium, Art. 26). Karena kehadiran
Kristus, liturgi membuat jemaat setempat menjadi Gereja dalam arti yang penuh,
sebab di dalamnya setiap orang di dorong ke arah kesatuan secara pribadi dengan
Kristus dan bersama-sama mereka membentuk Gereja Kristus. Dengan demikian,
setiap “paroki dalam arti tertentu menghadirkan Gereja semesta” (SC 42). Doa
resmi Gereja tidak sama dengan mendaraskan rumus-rumus hafalan doa-doa resmi,
melainkan pertama-tama dan terutama adalah pernyataan iman di hadapan Allah.
Doa berarti mengarahkan hati kepada Tuhan. Yang berdoa adalah hati, bukan
badan. Hal itu berlaku untuk doa pada umumnya, dan juga untuk doa pribadi. Akan
tetapi, untuk doa bersama membutuhkan sedikit keseragaman demi kesatuan doa dan
pengungkapan iman. Ibadat resmi Gereja tampak dalam ibadat pagi, ibadat siang,
ibadat sore, ibadat malam, dan ibadat bacaan. Yang pokok dalam doa bukan sifat
“resmi” atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa.
Dengan bentuk yang resmi, doa umat menjadi doa seluruh Gereja, yang sebagai
mempelai Kristus berdoa bersama Sang Penyelamat, sekaligus tetap merupakan doa
pribadi setiap anggota jemaat. Liturgi sunguh-sungguh menjadi doa dalam arti
penuh jika semua yang hadir secara pribadi dapat bertemu dengan Tuhan dalam doa
bersama itu.
Pada
pelajaran ini para peserta didik diajak untuk memahami liturgi sebagai upaya
kita (Gereja) untuk menguduskan dunia. Karenanya kita semua perlu memahami
bahwa tidak ada keterpisahan antara hidup dan ibadat di dalam umat. Pengertian
mengenai hidup sebagai persembahan dalam Roh dapat memperkaya perayaan Ekaristi
yang mengajak seluruh umat, membiarkan diri diikutsertakan dalam penyerahan
Kristus kepada Bapa. Dalam pengertian ini, perayaan Ekaristi sungguh-sungguh merupakan sumber dan
puncak seluruh hidup Kristiani. Dalam pelajaran ini, kita akan membatasi
diri pada bentuk-bentuk dan kegiatan pengudusan yang sering dilakukan di dalam
Gereja, yakni: Doa dan doa resmi Gereja (liturgi), perayaan sakramen-sakramen,
perayaan sakramentali, serta devosi
dalam Gereja Katolik.
B.
Doa
Pembukaan
Ya Allah
yang Mahakudus, melalui sakramen pembaptisan Engkau telah mengangkat kami
menjadi putra-putriMu. Demikian juga melalui sakramen-sakremen yang Engkau
curahkan melalui Gereja-Mu telah menguduskan kami semua, sehingga layaklah kami memperoleh hidup abadi.
Ya Allah
yang Mahakudus, kuduskanlah tempat ini, kuduskanlah kami semua yang hendak
melangsungkan pertemuan ini, agar proses pembicaraan pembelajaran kami ini
bermanfaat bagi kami dan seluruh umat Allah. Engkau yang hidup dan berkuasa
kini dan sepanjang masa. Amin.
C. Mendalami
Makna Doa sebagai Sarana Pengudusan
Menyimak cerita
Berteguhlah dalam Iman
Ketika
menghadapi aneka kesukaran dalam perutusan evangelisasi, mungkin kalian akan
dicobai untuk berkata seperti nabi Yeremia: “Ah, Tuhan, aku tidak pandai bicara
karena aku ini masih muda”. Tetapi Tuhan akan berkata kepada kalian juga:
“Jangan katakan ‘aku ini masih muda’; tetapi kepada siapa pun engkau Ku-utus,
engkau harus pergi” (Yer 1:6-7). Kapan saja kalian merasa tidak cakap, tidak
mampu dan rapuh dalam mewartakan dan memberi kesaksian iman, jangan takut.
Evangelisasi bukanlah prakarsa kita. Evangelisasi tidak bergantung pada
bakat-bakat kita. Evangelisasi adalah sebuah tanggapan yang setia dan taat pada
panggilan Tuhan, dan karena itu bukan tergantung pada kekuatan kita melainkan
pada kekuatan Tuhan. Santo Paulus mengetahui hal ini dari pengalaman: “Tetapi
harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan
yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah bukan dari diri kami” (2Kor 4:7).
Untuk
alasan ini, saya menyemangati kalian untuk membuat doa dan sakramen- sakramen
sebagai pondasi kalian. Evangelisasi yang asli lahir dari doa dan dilanjutkan
dengan doa. Kita pertama-tama harus bercakap-cakap dengan Tuhan agar mampu bercakap-cakap
tentang Tuhan. Dalam doa, kita
mempercayakan pada Tuhan, orang- orang, yang kepada mereka kita telah diutus,
memohon Dia agar menjamah hati mereka. Kita mohon Roh Kudus untuk menjadikan
kita alat-alat untuk keselamatan mereka. Kita mohon Kristus untuk menaruh
kata-kata-Nya di bibir kita dan untuk menjadikan kita tanda-tanda cinta
kasih-Nya. Secara lebih umum, kita berdoa bagi missi seluruh Gereja, seperti
telah dengan jelas diperintahkan Yesus: “Mintalah kepada tuan yang empunya
tuaian supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu” (Mat 9:38).
Temukanlah dalam Perayaan Ekaristi, mata air kehidupan iman dan kesaksian
Kristen, dengan secara berkala menghadiri Perayaan Ekaristi setiap Minggu dan
kapan saja kalian bisa hadir dalam
sepekan. Datanglah ke Sakramen Tobat secara berkala. Hal ini merupakan perjumpaan yang istimewa
dengan belas kasih Allah saat Dia menyambut kita, mengampuni kita, memperbarui
hati kita dalam cinta kasih. Berupayalah menerima Sakramen Penguatan atau
Krisma, jika kalian belum menerimanya, dan persiapkanlah dengan penuh perhatian
dan komitmen. Sakramen Penguatan, seperti Sakramen Ekaristi, ialah sakramen
perutusan, karena memberikan kepada kita kekuatan dan cinta kasih dari Roh
Kudus untuk mengakui iman kita tanpa takut. Saya juga mendorong kalian untuk
melaksanakan Adorasi Ekaristi. Menggunakan waktu untuk mendengarkan dan
bercakap-cakap dengan Yesus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus menjadi sumber
semangat perutusan yang baru.
Jika kalian
mengikuti jalan ini, Kristus sendiri akan memberikan kepada kalian kemampuan
untuk setia penuh terhadap sabda-Nya dan menjadi saksi yang setia dan bersemangat atas Dia. Kadang-kadang
kalian akan dipanggil untuk memberikan bukti dari ketekunanmu, khususnya ketika
Sabda Allah menemui penolakan atau tantangan. Di wilayah-wilayah dunia
tertentu, sebagian dari kalian menderita oleh fakta bahwa kalian tidak dapat
menjalankan kesaksian publik atas iman kalian akan Kristus berhubung dengan
kurangnya kebebasan agama. Beberapa teman
telah membayar harga dari kenyataan bahwa mereka telah menjadi kepunyaan
Gereja dengan nyawa mereka. Saya meminta kalian untuk tetap berteguh dalam
iman, percaya bahwa Kristus ada di sisi kalian pada setiap pencobaan. Kepada kalian pula Ia berkata: “Berbahagialah
kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala
yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga” (Mat
5:11-12).
Pesan Paus Fransiskus bagi
kaum muda, persiapan menuju WYD 2013
D. Mendalami
Ajaran Gereja tentang Doa
1. Menemukan
Makna Ajaran Gereja Tentang Doa
“(Keikut-sertaan
kaum awam dalam imamat umum dan ibadat). Imam Tertinggi dan Abadi Kristus Yesus
bermaksud melangsungkan kesaksian dan palayanan-Nya melalui kaum awam juga.
Maka oleh Roh-Nya Ia tiada hentinya menghidupkan dan mendorong mereka untuk
menjalankan segala karya yang baik dan sempurna. Sebab mereka, yang erat-erat
disatukan-Nya dengan hidup dan perutusan-Nya, juga diikutsertakan-Nya dalam
tugas imamat-Nya untuk melaksanakan ibadat rohani, supaya Allah dimuliakan dan
umat manusia diselamatkan. Oleh karena itu para awam, sebagai orang yang
menyerahkan diri kepada Kristus dan diurapi dengan Roh Kudus, secara ajaib
dipanggil dan disiapkan, supaya secara makin melimpah menghasilkan buah-buah
Roh dalam diri mereka. Sebab semua karya, doa-doa dan usaha kerasulan
mereka, hidup mereka
selaku suami-isteri dan
dalam keluarga, jerih-payah
mereka sehari-hari, istirahat bagi jiwa dan badan mereka, bila dijalankan dalam
Roh, bahkan beban-beban hidup bila ditanggung dengan sabar, menjadi korban
rohani, yang dengan perantaraan Yesus Kristus berkenan kepada Allah (lih. 1Ptr
2:5). Korban itu dalam perayaan Ekaristi, bersama dengan persembahan Tubuh
Tuhan, penuh khidmat dipersembahkan kepada Bapa. Demikianlah para awam pun juga
sebagai penyembah Allah, yang di mana-mana hidup dengan suci, membaktikan dunia
kepada Allah”. (Lumen Gentium, artikel 34)
2. Liturgi merupakan
perayaan iman. Perayaan
iman tersebut merupakan pengungkapan iman Gereja, di mana
orang yang ikut dalam perayaan iman mengambil bagian dalam misteri yang
dirayakan. Tentu saja bukan hanya dengan partisipasi lahiriah, tetapi
yang pokok adalah hati yang ikut menghayati apa yang diungkapkan dalam doa.
Kekhasan doa Gereja ini merupakan sifat resminya, sebab justru karena itu
Kristus bersatu dengan umat yang berdoa. Dengan bentuk yang resmi, doa umat
menjadi doa seluruh Gereja sebagai mempelai Kristus, berdoa bersama Kristus,
Sang Penyelamat, sekaligus tetap merupakan doa pribadi setiap anggota jemaat.
3. Doa dan ibadat merupakan salah satu
tugas Gereja untuk menguduskan umatnya dan umat manusia. Tugas ini
disebut tugas imamiah Gereja. Kristus Tuhan, Imam Agung, yang dipilih dari
antara manusia menjadikan umat baru, “kerajaan Imam- Imam bagi Allah dan
Bapa-Nya” (Why 1: 6: bdk. 5: 9-10). Mereka yang dibaptis dan diurapi Roh Kudus
disucikan menjadi kediaman rohani dan imamat suci untuk (sebagai orang
kristiani dengan segala perbuatan mereka) mempersembahkan korban rohani dan
untuk mewartakan daya kekuatan-Nya! Oleh sebab itu, Gereja bertekun dalam doa,
memuji Allah, dan mempersembahkan diri sebagai korban yang hidup, suci,
berkenan kepada Allah. Gereja memiliki imamat umum dan imamat jabatan dengan
cara khasnya masing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus.
4. Imamat umum
melaksanakan tugas pengudusan
antara lain dengan
berdoa, menyambut sakramen-sakramen, memberi kesaksian hidup,
pengingkaran diri, melaksanakan cinta kasih secara aktif dan kreatif.
5. Imamat
jabatan membentuk dan memimpin umat serta memberikan pelayanan
sakramen-sakramen.
6. Semua
umat mengambil bagian dalam imamat Kristus untuk melakukan suatu ibadat rohani
demi kemuliaan Allah dan keselamatan manusia. Yang dimaksudkan dengan ibadat
rohani adalah setiap ibadat yang dilakukan dalam Roh oleh setiap orang
Kristiani. Dalam urapan Roh, seluruh hidup orang Kristiani dapat dijadikan satu
ibadat rohani. “Persembahkan tubuhmu sebagai korban hidup, suci, dan berkenan
kepada Allah. Itulah ibadat rohani yang sejati” (Rm 12: 1). Dalam arti ini,
konstitusi Lumen Gentium menandaskan: “Semua kegiatan mereka, doa dan usaha
kerasulan hidup suami-istri dan keluarga, kegiatan sehari-hari, rekreasi jiwa
raga, jika dilakukan dalam Roh, bahkan kesulitan hidup, bila diderita dengan
sabar, menjadi korban rohani, yang dapat diterima Allah dengan perantaraan
Yesus Kristus (bdk. 1Ptr 2: 5). Dalam perayaan Ekaristi, korban ini
dipersembahkan dengan sangat hikmat kepada Bapa, bersama dengan persembahan
Tubuh Tuhan” (Lumen Gentium, Art. 34).
7. Tidak ada
keterpisahan antara hidup
dan ibadat di
dalam umat. Pengertian mengenai hidup sebagai persembahan
dalam Roh dapat memperkaya perayaan Ekaristi yang mengajak seluruh umat,
membiarkan diri diikutsertakan dalam penyerahan Kristus kepada Bapa. Dalam
pengertian ini, Perayaan Ekaristi sungguh-sungguh merupakan sumber dan puncak
seluruh hidup Kristiani.
8. Arti doa; Doa berarti berkomunikasi/berdialog dengan Tuhan secara
pribadi; doa juga merupakan ungkapan iman secara pribadi dan bersama-sama. Oleh
sebab itu, doa-doa Kristiani biasanya berakar dari kehidupan nyata. Doa selalu
merupakan dialog yang bersifat pribadi antara manusia dan Tuhan dalam hidup
yang nyata ini. Dalam dialog tersebut, kita dituntut untuk lebih
mendengar daripada berbicara, sebab firman Tuhan akan selalu menjadi pedoman
yang menyelamatkan. Bagi umat Kristiani, dialog ini terjadi di dalam Yesus
Kristus, sebab Dialah satu-satunya jalan dan perantara kita dalam berkomunikasi
dengan Allah. Perantara ini tidak mengurangi sifat dialog antar pribadi dengan
Allah.
9. Fungsi doa; Peranan dan fungsi doa bagi
orang Kristiani, antara lain: meng- komunikasikan diri kita kepada
Allah;mempersatukan diri kita dengan Tuhan; mengungkapkan cinta, kepercayaan,
dan harapan kita kepada Tuhan; membuat diri kita melihat dimensi baru dari
hidup dan karya kita, sehingga menyebabkan kita melihat hidup, perjuangan dan
karya kita dengan mata iman; mengangkat setiap karya kita menjadi karya yang
bersifat apostolis atau merasul.
10. Syarat dan cara doa yang baik; didoakan dengan hati; berakar dan bertolak
dari pengalaman hidup; diucapkan dengan rendah hati.
11. Cara-cara berdoa yang baik: Berdoa
secara batiniah.“Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamar …” (lih.
Mat 6: 5-6). Berdoa dengan cara sederhana dan jujur, “Lagi pula dalam doamu
janganlah kamu bertele-tele … “ (lih. Mat 6: 7).
12. Doa Resmi Gereja; Orang boleh saja
berdoa secara pribadi atas nama pribadi dan berdoa bersama dalam suatu kelompok
atas nama kelompok. Doa-doa itu tidak mewakili seluruh Gereja. Tetapi doa, di
mana suatu kelompok berdoa atas nama dan mewakili Gereja secara resmi, doa
kelompok yang resmi itu disebut ibadat atau liturgi. Hal yang pokok bukan sifat
“resmi” atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa.
Dengan demikian, liturgi
adalah “karya Kristus, Imam Agung, serta Tubuh-Nya, yaitu Gereja”. Oleh karena
itu, liturgi tidak hanya merupakan “kegiatan suci yang sangat istimewa”, tetapi
juga wahana utama untuk mengantar umat Kristiani ke dalam persatuan pribadi
dengan Kristus (SC 7).
E. Menggali
Makna Sakramen sebagai Sarana Pengudusan dalam Gereja
a.
Makna
Sakramen;
Sakramen
berasal dari kata ‘mysterion’ (Yunani),
yang dijabarkan dengan kata ‘mysterium’ dan ‘sacramentum’ (Latin). Sacramentum
dipakai untuk menjelaskan tanda yang kelihatan dari kenyataan keselamatan yang
tak kelihatan yang disebut sebagai ‘mysterium‘. Kitab Suci menyampaikan dasar
pengertian sakramen sebagai misteri/‘mysterium‘
kasih Allah, yang
diterjemahkan sebagai “rahasia
yang tersembunyi dari abad ke abad… tetapi yang sekarang dinyatakan
kepada orang-orang kudus-Nya” (Kol 1:26, Rom 16:25). Rahasia/‘misteri’
keselamatan ini tak lain dan tak bukan adalah Kristus (Kol 2:2; 4:3; Ef 3:3)
yang hadir di tengah-tengah kita (Kol 1:27).
Sakramen merupakan hal-hal yang
berkaitan dengan yang kudus atau yang ilahi. Sakramen juga berarti tanda dan sarana
keselamatan Allah yang diberikan kepada Manusia, “Untuk mengkuduskan
manusia, membangun Tubuh Kristus dan akhirnya mempersembahkan ibadat kepada
Allah”(SC 59).
Karena Sakramen
sebagai tanda dan
sarana keselamatan, maka menerima dan memahami
sakramen hendaknya ditempatkan dalam kerangka iman dan didasarkan kepada iman.
Sakramen biasanya diungkapkan dengan kata-kata dan tindakan. Maka
sakramen dalam Gereja Katolik mengandung dua unsur hakiki yaitu :
1. Forma
artinya kata-kata yang menjelaskan peristiwa ilahi
2. Materia
artinya barang atau tindakan tertentu yang kelihatan
b. Sakramen
adalah Lambang atau Simbol
Dalam hidup
sehari-hari kita mengenal banyak benda atau perbuatan yang pada hakikatnya
punya makna dan arti jauh lebih dalam daripada benda atau perbuatan itu sendiri
(arti yang biasa). “Perayaan liturgi dijalin dengan tanda-tanda dan simbol-simbol
yang artinya berakar dalam penciptaan dan budaya manusia, ditentukan dalam
peristiwa- peristiwa Perjanjian Lama dan diungkapkan secara penuh dalam Pribadi
dan Karya Yesus” (Kompendium Katekismus Gereja Katolik – 236)
“Asal-usul tanda-tanda/simbol sakramental
“berasal dari ciptaan
(cahaya, air, api, roti, anggur,
minyak), dan yang lain berasal dari kehidupan sosial (mencuci, mengurapi dengan
minyak, memecah roti)
dan beberapa yang
lainnya lagi berasal dari sejarah
keselamatan dalam Perjanjian Lama (ritus paskah, korban, penumpangan tangan,
pengudusan). Tanda-tanda ini, yang bersifat normatif dan tak berubah, diambil
oleh Kristus dan dipakai untuk tindakan penyelamatan dan pengudusan”
(Kompendium Katekismus Gereja Katolik – 237).
c. Sakramen-Sakramen
Mengungkapkan Karya Tuhan yang Menyelamatkan
Jika kita
memperhatikan karya Allah dalam sejarah penyelamatan akan tampak hal-hal ini:
Allah yang tidak kelihatan menjadi kelihatan dalam Yesus Kristus. Dalam Yesus
Kristus orang dapat melihat, mengenal, mengalami siapa sebenarnya Allah itu.
Namun, Yesus sekarang sudah dimuliakan. Ia tidak kelihatan lagi. Ia hadir
secara rohani di tengah kita. Melalui Gereja-Nya, Ia menjadi kelihatan. Maka,
Gereja adalah alat dan sarana penyelamatan, di mana Kristus tampak untuk
menyelamatkan manusia. Gereja menjadi alat dan sarana penyelamatan, justru
dalam kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa, tindakan dan kata-kata yang
disebut sakramen. Sakramen-sakramen adalah “Tangan Kristus” yang menjamah kita,
merangkul kita, dan menyembuhkan kita. Meskipun yang tampak di mata kita, yang
bergaung di telinga kita hanya hal-hal atau tanda-tanda biasa, namun Kristuslah
yang berkarya lewat tanda-tanda itu. Dengan perantaraan para pelayanan-Nya,
Kristus sungguh aktif berkarya dalam umat Allah.
d. Sakramen-Sakramen
Meningkatkan dan Menjamin Mutu Hidup Kita sebagai Orang Kristiani
Perlu
disadari bahwa sakramen-sakramen itu erat sekali hubungannya dengan kenyataan
hidup sehari-hari. Dalam hidup sehari-hari orang membutuhkan bantuan. Sementara
kualitas dan mutu hidup manusia makin melemah, banyak orang yang jatuh dalam
dosa, banyak orang yang butuh peneguhan dan kekuatan. Pada saat itulah kita
dapat mendengar suara Kristus yang bergaung di telinga kita: “Aku tidak
menghukum engkau, pulanglah dan jangan berdosa lagi …” Singkatnya,
sakramen-sakramen adalah cara dan sarana bagi Kristus untuk menjadi “tampak”
dan dengan demikian dapat dialami oleh manusia dewasa ini.
e. Sakramen-sakramen
itu tidak bekerja secara otomatis. Sakramen-sakramen sebagai “tanda” kehadiran
Kristus menantikan sikap pribadi (sikap batin) dari manusia. Sikap batin itu
ialah iman dan kehendak baik.
f. Perayaan
sakramen adalah suatu “pertemuan” antara Kristus dan manusia. Oleh karena itu,
meski tidak sama tingkatnya, peran manusia (sikap iman) sangat penting.
Walaupun Kristus Mahakuasa, Ia tidak akan menyelamatkan orang yang memang tidak
mau diselamatkan atau yang tidak percaya.
F. Pembagian
Sakramen-Sakramen Gereja
Sakramen-Sakramen
dibagi menjadi: Sakramen inisiasi Kristen; Sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan
Ekaristi Kudus. Sakramen-Sakramen Penyembuhan; Tobat dan Pengurapan Orang Sakit
dan Sakramen-Sakramen pelayanan pesersekutuan dan perutusan yaitu Sakramen
Penahbisan dan Perkawinan (lihat Kompendium KGK 250 - KGK 1210-1211)
1. Sakramen-Sakramen inisiasi Kristen; Inisisasi atau bergabung
menjadi orang Kristen dilaksanakan melalui Sakramen-Sakramen yang memberikan
dasar hidup Kristen. Orang beriman, yang dilahirkan kembali menjadi manusia baru
dalam Sakramen Pembaptisan, dikuatkan dengan Sakramen Penguatan dan diberi
makanan dengan Sakramen Ekaristi (lihat Kompendium KGK 251).
2. Sakramen-Sakramen
Penyembuhan; Kristus Sang Penyembuh jiwa dan badan kita, menetapkan sakramen
ini karena kehidupan baru yang Dia berikan kepada kita dalam Sakramen-sakramen
inisiasi Kristiani dapat melemah, bahkan hilang karena dosa. Karena itu,
Kristus menghendaki agar Gereja melanjutkan karya penyembuhan dan
penyelamatan-Nya melalui Sakramen ini; Tobat dan Pengurapan Orang Sakit (lihat
kompendium KGK 295 – KGK 1420-1421. 1426).
3. Sakramen-Sakramen
pelayanan pesersekutuan dan perutusan; Dua Sakramen, Sakramen Penahbisan dan
Perkawinan memberikan rahmat khusus untuk perutusan tertentu dalam Gereja untuk
melayani dan membangun umat Allah. Sakramen- Sakramen ini memberikan sumbangan
dengan cara yang khusus pada persekutuan
gerejawi dan penyelamatan orang-orang lain. (lihat Kompendium KGK 321, KGK
1533-1535).
G. Ketujuh
Sakramen
Pada
saat-saat penting dalam hidup, Kristus menyertai umat-Nya. Kehadiran Kristus ini
dirayakan dalam ketujuh sakramen.
1. Sakramen
Pembaptisan/ Permandian
Jika
seseorang secara resmi menyatakan tobat dan imannya kepada Yesus Kristus, serta
bertekad untuk bersama umat ikut serta dalam tugas panggilan Kristus, maka dia
diterima dalam umat dengan upacara yang sejak zaman para Rasul disebut.
Kenyataan yang lebih dalam ialah bahwa orang yang menerima sakramen permandian
diterima oleh Kristus menjadi anggota Tubuh-Nya, Umat Allah (Gereja). Orang
tersebut laksana baru lahir di dalam Gereja. Peristiwa kelahiran baru menjadi
putra Bapa dalam Roh Kudus berarti bahwa selanjutnya ia ikut menghayati hidup
Kristus sendiri yang ditandai oleh wafat dan kebangkitan-Nya. Oleh karena itu,
orang yang telah dipermandikan harus bersama Kristus “mati bagi dosa” supaya
dalam Kristus, ia hidup bagi Allah. Kebenaran itu diperagakan, dirayakan, dan
dilambangkan dalam peristiwa pencurahan air pada dahinya, sementara wakil umat
(Imam) mengatakan: “Aku mempermandikan engkau dalam nama Bapa, Putra, dan Roh
Kudus.”
Dengan permandian,
mulailah babak baru dalam hidup seseorang. Kristus sendiri menjiwai dia melalui
Roh-Nya, maka segala pelanggaran dan dosa yang telah diperbuatnya dihapus.
2. Sakramen
Penguatan
Bagi orang
dewasa, sakramen penguatan sebetulnya merupakan bagian dari sakramen
permandian. Orang yang telah dipermandikan ditandai dengan minyak (krisma),
tanda kekuatan Roh Kudus, sebelum diutus untuk memperjuangkan cita-cita Kristus
dalam Gereja dan masyarakat.
Sakramen penguatan menjadi
tanda kedewasaan, maka orang yang
menerima Sakramen Penguatan turut serta bertanggung jawab atas kehidupan Umat
Allah. Kepada setiap orang, Roh Kudus memberikan karisma- karisma-Nya (bakat
kemampuan). Atas karisma-karisma (anugerah)
Tuhan ini, orang yang bersangkutan
menyadari tanggung jawabnya terhadap sesama. Dengan bakat kemampuan yang
diterima dari Tuhan, orang yang bersangkutan diharapkan hidup bukan untuk diri
sendiri, melainkan untuk ikut membina Tubuh Kristus (Umat Allah). Bakat
kemampuan menyatakan karya Roh, yang melalui setiap orang Kristen, mengantar
sesamanya kepada Kristus.
3. Sakramen
Ekaristi
Pada malam
menjelang sengsara-Nya, Yesus mengajak murid-murid-Nya untuk merayakan hari
kemerdekaan bangsa-Nya (Paska) sesuai dengan adat istiadat Yahudi. Bangsa
Yahudi memperingati pembebasan dari Mesir dalam sebuah perjamuan kekeluargaan.
Dalam perjamuan Paska itu, Yesus mengambil roti (makanan sehari- hari orang
Yahudi), memecahkannya, dan membagi-bagikan roti itu seraya berkata: “Makanlah
roti ini, karena inilah Tubuh-Ku yang dikorbankan bagimu.” (Tubuh adalah tanda
kehadiran Yesus yang tersalib yang dikorbankan bagi kita).
Kemudian,
Yesus mengambil sebuah cawan (piala) berisi air anggur sambil berkata:
“Minumlah semua dari
cawan ini, karena
inilah Darah-Ku, darah
perjanjian baru dan kekal yang diadakan dengan kalian dan dengan semua
manusia demi pengampunan dosa” (Darah menjadi tanda hidup. Jadi, kalau Yesus
memberikan darah-Nya berarti Ia menyerahkan diri-Nya seluruhnya untuk kita).
Kata-kata Yesus mengungkapkan wafat-Nya. Injil Matius dan Markus menambahkan
bahwa “darah- Nya ditumpahkan….”, yang berarti Ia dipersembahkan sebagai korban
persembahan. Jadi, roti dan anggur menyatakan cara Yesus mati (menumpahkan
darah). Kemudian disebut juga, mengapa Ia harus mati, yaitu demi pengampunan
dosa-dosa. Yesus kemudian berkata: “Kenangkanlah Aku dengan merayakan perjamuan
ini.” (Baca: Luk 22: 14-23; Mat 26: 26-29; Mrk 14: 22-25) Maka Sejak zaman para
rasul, umat Kristen suka berkumpul untuk bersyukur kepada Allah Bapa yang membangkitkan
Yesus dari alam maut dan menjadikannya Tuhan dan Penyelamat.
Berkumpul
di sekitar meja Altar untuk menyambut Kristus dalam sabda dan perjamuan-Nya
merupakan kehadiran Gereja yang paling nyata dan penuh; ungkapan yang paling
konkret dari persatuan umat dan Tuhan serta persatuan para anggotanya.
4. Sakramen
Tobat
Selama
hidup di dunia, kita tidak pernah luput dari kesalahan dan dosa. Kita hidup
dalam “situasi dosa”. Situasi dosa ini merasuki diri kita dan masyarakat kita
sedalam- dalamnya. Perjuangan untuk tetap teguh berdiri, tidak berdosa, memang
merupakan proses perjuangan yang tidak kunjung selesai. Oleh karena itu, usaha
untuk bangun lagi sesudah jatuh, berbaik lagi dengan Tuhan dan sesama,
merupakan unsur yang hakiki dan harus selalu ada dalam hidup kita.
Para
pengikut Kristus perlu bertobat dan membaharui diri secara terus-menerus di
hadapan Tuhan dan sesama. Tanda pertobatan di hadapan Tuhan dan sesama itu
diterima dalam perayaan sakramen tobat. Seseorang yang melakukan sesuatu yang
bertolak belakang dengan kehendak Tuhan berarti dia memisahkan diri dari Tuhan
dan sesama. Selama suatu kesalahan berat belum diampuni, ia tidak dapat ikut
serta dalam ibadat umat secara sempurna. Dia ibarat cabang yang mati dari
sebuah tanaman. Agar dia diterima kembali menjadi anggota umat yang hidup, dia
harus bertobat dan menghadapi wakil umat (Pastor) untuk mendapatkan
pengampunan. Tobat sejati menuntut agar kerugian yang diakibatkan oleh
kesalahan itu diperbaiki.
5. Sakramen
Pengurapan Orang Sakit
Jika
seorang anggota umat sakit keras, keprihatinan Tuhan diungkapkan dengan
sakramen perminyakan orang sakit. Kristus menguatkan si sakit dengan Roh Kudus-
Nya yang ditandakan dengan minyak suci. Dengan demikian, si sakit dibuat siap
dan tabah untuk menerima apa saja dari tangan Allah yang mencintai kita, baik
dalam kesembuhan maupun dalam maut. Dengan menderita seperti Kristus, si sakit
menjadi lebih serupa dengan Kristus.
6. Sakramen
Tahbisan/ Imamat
Umat
membutuhkan pelayan-pelayan yang bertugas menunaikan berbagai tugas
pelayanan di tengah
umat demi kepentingan
dan perkembangan umat
dalam hidup beriman dan bermasyarakat. Pelayanan-pelayanan itu juga
berfungsi untuk mempersatukan umat, membimbing umat dengan berbagai cara demi
penghayatan iman pribadi dan bersama; membantu melancarkan komunikasi iman demi
tercapainya persekutuan umat, persekutuan iman. Pelantikan para pelayan itu
dirayakan, disahkan, dan dinyatakan dalam tahbisan (sakramen imamat).
7. Sakramen
Perkawinan
Membangun
keluarga merupakan kejadian yang sangat penting dalam hidup seseorang. Tentu
usaha sepenting ini tidak di luar perhatian Kristus serta umat-Nya. Maka,
Kristus sendiri hadir dalam cinta mereka antar suami istri.
Cinta
mereka menjadi tanda dari cinta Kristus kepada Gereja-Nya. Kristus menguduskan
cinta insani menjadi alat dan sarana keselamatan abadi. Umat Kristus merestui
dan menyertai pengantin dalam keputusan mereka yang sangat penting. Di hadapan
umat, kedua mempelai berjanji satu sama lain untuk setia dan cinta, baik dalam
suka maupun duka, selama hayat dikandung badan.
Allah
sendiri menjadi penjamin kesetiaan, maka apa yang disatukan Allah jangan
diceraikan oleh manusia. Sakramen perkawinan berlangsung selama hidup dan
mengandung panggilan luhur untuk membina keluarga sebagai tanda kasih setia
Allah bagi setiap insan. Kristus mendampingi suami-istri untuk membina cinta
yang semakin dalam dan untuk mendidik anak menjadi warga Gereja dan warga
masyarakat yang berguna dan untuk membangun keluarga Katolik yang baik pula.
Suami-istri yang hidup dalam perkawinan Katolik dipanggil pula untuk memberi
kesaksian kepada dunia tentang cinta Allah kepada umat manusia melalui cinta
suami-istri. Hidup cinta mereka menjadi tanda (sakramen) cinta Allah kepada
manusia.
H. Mendalami
Sakramentali dan Devosi-Devosi sebagai Sarana Pengudusan dalam Gereja
Selain
ketujuh sakramen, Gereja juga mengadakan tanda-tanda suci (berupa ibadat/upacara/ pemberkatan) yang
mirip dengan sakramen-sakramen yang disebut sakramentali. Berkat
tanda-tanda suci ini berbagai buah rohani ditandai dan diperoleh melalui
doa-doa permohonan dengan perantaraan Gereja.
Aneka ragam
sakramentali:
a. Pemberkatan,
yakni pemberkatan orang, benda/barang rohani, tempat, makanan, dsb. Contoh:
pemberkatan ibu hamil atau anak, alat-alat pertanian, mesin pabrik, alat
transportasi, rumah, patung, rosario, dan makanan. Pemberkatan atas orang atau
benda/barang tersebut adalah pujian kepada Allah dan doa untuk memohon anugerah-anugerah-Nya.
b. Pemberkatan
dalam arti tahbisan rendah, yakni pentahbisan orang dan benda.
Contoh
pentahbisan/pemberkatan lektor, akolit, dan katekis; pemberkatan benda atau
tempat untuk keperluan liturgi, misalnya pemberkatan gereja/kapel, altar, minyak
suci, dan lonceng.
I. Mendalami
Devosi dalam Gereja Katolik
Devosi (Latin: devotio =
penghormatan) adalah bentuk-bentuk penghormatan/ kebaktian khusus orang atau
umat beriman kepada rahasia kehidupan Yesus yang tertentu, misalnya
kesengsaraan-Nya, Hati-Nya yang Mahakudus, Sakramen Mahakudus, dan sebagainya.
Atau devosi kepada orang-orang
kudus, misalnya devosi kepada Bunda Maria dengan novena 3x salam Maria, berdoa rosario, berziarah ke gua
Maria pada bulan Mei dan Oktober.
Segala
macam bentuk devosi ini
bersifat sukarela (tidak mengikat/tidak wajib) dan harus bertujuan untuk
semakin menguatkan iman kita kepada Allah dalam diri Yesus Kristus.
J. Doa
Penutup
Ya Allah
yang Mahakudus, puji dan syukur kami
haturkan kepada-Mu, karena oleh
bimbingan-Mu, apa yang kami pelajari dalam pertemuan ini telah
mengantarkan kami untuk menemukan makna kehadiran-Mu yang kudus melalui
Gereja-Mu, yaitu demi keselamatan kami. Kami mohon ya Allah, sertailah kami
dalam perziarahan kami ini, agar tetap yakin dan percaya pada
penyelenggaraan-Mu melalui Gereja yang kudus. Demi Kristus pengantara kami. Amin.
Pertanyaan:
1. Apa
yang dimaksud dengan doa?
2. Apa
yang dimaksud dengan Ekaristi?
3. Apa
yang dimaksud dengan Liturgi?
4. Apa
yang dimaksud dengan Sakramen?
5. Apa
yang dimaksud dengan Sakramentali?
6. Apa
yang dimaksud dengan Devosi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar