Cari Blog Ini

Rabu, 06 Oktober 2021

MEMPERJUANGKAN PERDAMAIAN DAN PERSAUDARAAN SEJATI

 

MEMPERJUANGKAN PERDAMAIAN DAN PERSAUDARAAN SEJATI

A.     Mendalami realitas kehidupan

Doa Perdamaian di Vatikan

“Paus Fransiskus menyambut presiden Israel dan presiden Palestina di Vatikan pada Minggu malam (8/6/14) untuk pertemuan doa yang belum pernah terjadi sebelumnya, “Doa untuk Perdamaian.” Patriark Konstantinopel, Bartholomeus I, bergabung dengan tiga pemimpin itu untuk berdoa bagi perdamaian di Tanah Suci dan di seluruh Timur Tengah.

Saya sangat berterima kasih kepada Anda untuk menerima undangan saya untuk datang ke sini dan bergabung dalam doa memohon karunia perdamaian dari Allah. Ini adalah harapan saya bahwa pertemuan ini akan menandai awal dari sebuah perjalanan baru dimana kita mencari hal-hal yang menyatukan guna mengatasi  hal-hal  yang  memecahbelah,”  kata  Paus  Fransiskus pada 8 Juni di taman Vatikan.  Paus telah mengeluarkan undangan pada perjalanan terakhir ke Tanah Suci pada akhir Mei lalu. Kedua presiden tersebut dengan cepat menerima undangan itu. Presiden Shimon Peres dan Presiden Mahmoud Abbas tiba secara terpisah untuk bertemu dengan Paus Fransiskus secara pribadi di Wisma Casa Santa Marta.

Tiga pemimpin itu akhirnya bertemu dan bergabung dengan Patriark Bartholomew I sebelum melanjutkan ke taman Vatikan untuk “Doa bagi Perdamaian.” Doa malam itu diadakan secara berurutan: Yahudi, Kristen, dan Islam. Doa tersebut ditawarkan dalam bahasa Ibrani, Inggris, Italia, dan Arab, memuliakan Tuhan sebagai penciptaan, memohon pengampunan dosa, dan meminta karunia perdamaian.

Doa-doa itu diambil dari mazmur, sebuah doa dari pelayan Hari Atonemen (Penebusan) Yahudi, doa dari St. Fransiskus Assisi, dan beberapa doa Islam. Setelah doa, Paus Fransiskus, Presiden Israel  Shimon  Peres,  dan  Presiden  Palestina  Mahmoud Abbas masing-masing berbicara singkat tentang pentingnya perdamaian. “Pertemuan  doa  ini  bagi  perdamaian  di Tanah  Suci,  di Timur Tengah dan di seluruh dunia bersama orang-orang yang tak terhitung jumlahnya dari berbagai budaya, bangsa, bahasa dan agama: mereka telah berdoa untuk pertemuan ini dan bahkan sekarang mereka bersatu dengan kita dalam doa yang sama,” kata Paus Fransiskus. “Ini adalah pertemuan yang merespon keinginan sungguh-sungguh dari semua orang yang merindukan perdamaian dan memimpikan sebuah dunia dimana pria dan wanita bisa hidup sebagai saudara dan tidak lagi sebagai lawan dan musuh.”

Paus kemudian memperingatkan, “Seruan perdamaian adalah lebih daripada peperangan.” Sejarah mengungkapkan bahwa perdamaian tidak bisa datang hanya melalui kekuatan manusia, kata Paus. “Itulah mengapa kita berada di sini, karena kita tahu dan kita percaya bahwa kita membutuhkan pertolongan Allah. Kita tidak meninggalkan tanggung jawab kita, tapi kita berseru kepada Allah dalam tindakan tanggung jawab tertinggi sebelum hati nurani kita dan sebelum rakyat kita.”

Paus Fransiskus mendorong mereka yang hadir untuk “memutuskan spiral kebencian dan kekerasan” dengan kata “saudara.” Kita harus “mengangkat mata kita ke surga dan mengakui satu sama lain sebagai anak-anak dari satu Bapa,” katanya.

Presiden Peres kemudian berdoa, “Saya datang ke sini untuk menyerukan perdamaian di antara bangsa-bangsa.” Dia juga mengakui,  “Perdamaian  tidak  datang  dengan  mudah.”  Bahkan jika perdamaian “tampaknya jauh,” lanjut presiden Israel itu, “kita harus mengejar untuk membawanya dekat.” “Kita diperintahkan untuk   mengejar   perdamaian,”   katanya   menekankan.Presiden Peres menyatakan keyakinannya, “jika kita mengejar perdamaian dengan tekad, dengan iman, kita akan mencapai perdamaian.”Dia ingat bahwa dalam hidupnya, ia melihat baik perdamaian maupun peperangan. Namun, ia tidak akan pernah melupakan kehancuran yang disebabkan oleh perang.“Kita berutang kepada anak-anak kita,” untuk mencari perdamaian, tekan Presiden Peres.

Presiden  Abbas  berdoa,  memohon  kepada  Tuhan  “atas  nama rakyat saya, rakyat Palestina-Muslim, Kristen, dan Samaria - Anda yang  mendambakan  perdamaian  yang  adil,  hidup  bermartabat, dan kebebasan.”“Berilah, ya Allah, keamanan di wilayah kami dan rakyat kami serta stabilitas. Berkatilah kota kami Yerusalem; kiblah pertama, masjid kedua Kudus, yang ketiga dari dua Masjid Suci, dan berkatilah kota kami dan berilah kami damai dengan semua  orang  di  sekitarnya,”  demikian  doa  Presiden Abbas.  Ia menegaskan, “Bangunkanlah rekonsiliasi dan perdamaian, ya Tuhan, yang merupakan tujuan kami.” Ia berdoa agar Tuhan “membuat   Palestina   dan   Yerusalem   khususnya   tanah   yang aman untuk semua umat beriman, dan tempat untuk doa dan penyembahan bagi para pengikut tiga agama monoteistik Yahudi, Kristen, Islam, dan semua orang yang ingin mengunjungi sebagai dinyatakan dalam Alquran.”

Acara malam itu ditutup dengan jabat tangan perdamaian antara para pemimpin, dan penanaman pohon zaitun, simbolis dari keinginan untuk perdamaian atas nama masing-masing umat beragama.

Sumber: UCA News http://indonesia.ucanews.com (9/6/14)

 

B.      Peneguhan

Doa perdamaian di Vatikan yang diprakarsai Paus Fransiskus merupakan gambaran bahwa kita semua sebagai manusia senantiasa mendambakan hidup yang damai. Namun kenyataannya masih terjadi peperangan atau pertikaian di berbagai tempat di dunia termasuk di negeri kita sendiri.

Untuk itu kita perlu menyadari hal-hal tersebut dan berusaha menjadi agen-agen perdamaian dalam hidup kita di tengah masyarakat, baik di negeri sendiri maupun di dunia internasional.

1.    Fakta-Fakta Pertikaian dan Perang

Kita dapat menyaksikan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir ini terjadi beberapa peristiwa pertikaian dan peperangan baik yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri. Pertikaian-pertikaian tersebut, antara lain:

        Di Timur Tengah hingga kini masih terjadi peperangan yang tidak kunjung selesai antara Israel dan Palestina. Sudah ratusan ribu  nyawa melayang.

        Di  Irak,  masih  terjadi  perang  saudara  pasca  tumbangnya presiden Sadam Husein pada bulan Maret 2003 hingga saat ini. Begitupun di Siria dan beberapa negara tetangga lainnya.

        Di  Eropa  kini  terjadi  perang  saudara  di  Ukraina  yang  telah menelan banyak korban  jiwa.

        Di  Indonesia  masih  sering  terjadi  pertikaian  antarsesama  anak bangsa, oleh karena alasan politik ataupun alasan agama.

2.    Alasan Terjadinya Pertikaian dan Perang

Berikut beberapa alasan besar yang menyebabkan terjadinya pertikaian dan perang, misalnya:

        Fanatisme  agama  dan  suku:  Fanatisme  agama  atau  suku biasanya disebabkan oleh kepicikan dan perasaan bahwa dirinya terancam. Pertikaian dan perang karena fanatisme agama selalu berlangsung lama dan sangat kejam.

        Sikap arogan/angkuh: Sikap arogan/angkuh adalah sifat dimana suku atau bangsa yang merasa diri kuat dan dapat bertindak secara sepihak dan sewenang-wenang.

        Keserakahan: Banyak pertikaian dan perang berlatar belakang ekonomi karena ingin merebut ‘harta karun’ tertentu. Demi harta dan uang, orang dapat berbuat apa saja, termasuk perang. Perang menciptakan peluang pedagangan senjata dan tekhnologi.

        Merebut  kemerdekaan  dan  mempertahankan  hak:  Kadang- kadang perang terpaksa dilaksanakan untuk merebut kemer- dekaan dan mempertahankan hak.

3.    Akibat Pertikaian dan Perang

Ada dua akibat besar yang ditimbulkan oleh pertikaian dan perang, yakni:

        Kehancuran   secara   jasmani   dan   fisik:   Perang   dapat menyebabkan banyak orang mati, sekian banyak sarana dan prasarana hancur, sekian ekologi punah, dsb.

        Kehancuran  secara  rohani:  Dalam  perang  dapat  terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan. Perang menyisakan trauma dan luka perkosaan terhadap martabat dan peradaban manusia. Perang dapat saja membawa akibat yang baik tetapi tidak sebanding dengan kehancuran yang diakibatkannya, apalagi di zaman modern ini.

4.    Kerinduan Manusia pada Perdamaian

        Perdamaian  sangat  penting  bagi  kelangsungan  dan perkembangan hidup manusia. Manusia ingin mencari suatu ketenangan hidup yang memungkinkan setiap orang dapat mengembangkan dirinya dengan lebih manusiawi di dalam persaudaraan. Tidak   mungkinkah   manusia   mewujudkan perdamaian yang pada dasarnya telah diletakkan Allah dalam hati setiap orang?

        Mewujudkan perdamaian memerlukan kesadaran, pengakuan, dan penghormatan terhadap martabat dan hak asasi manusia. Perampasan terhadap hak asasi orang lain membawa bencana yang  besar.  Karena  itu,  menghormati  martabat  dan  hak asasi orang lain merupakan dasar untuk mewujudkan suatu perdamaian sejati. Perdamaian tidak mungkin tercipta selama seseorang merendahkan orang lain dan saling menuding kesalahan kepada orang lain.

 

C.      Menggali ajaran Kitab Suci tentang perdamaian

1.    Ulangan 2:26-29

26 “Kemudian aku menyuruh utusan dari padang gurun Kedemot kepada Sihon, raja Hesybon, menyampaikan pesan perdamaian, bunyinya: 27 Izinkanlah aku berjalan melalui negerimu. Aku akan tetap berjalan mengikuti jalan raya, dengan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri. 28 Juallah makanan kepadaku dengan bayaran uang, supaya aku dapat makan, dan berikanlah air kepadaku ganti uang, supaya aku dapat minum; hanya izinkanlah aku lewat dengan berjalan kaki 29 seperti yang diperbuat kepadaku oleh bani Esau yang diam di Seir dan oleh orang Moab yang diam di Ar -- sampai aku menyeberangi sungai Yordan pergi ke negeri yang diberikan kepada kami oleh TUHAN, Allah kami.

2.    Yoh. 14: 27

27 Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.

3.    Yoh 16: 33

33 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.”

4.    Luk 1: 78-79

78 oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi, 79 untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera.

5.    Mat 5: 39

39 Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.

 

D.     Peneguhan

1.    Yesus berkata: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan dunia kepadamu” (Yoh. 14: 27). Damai macam apakah yang ditinggalkan oleh Yesus bagi kita?

2.    Orang  pada  zaman Yesus  mengharapkan  damai  secara  politis, yakni diusirnya penjajah dari negeri mereka, sehingga tidak ada perang dan penindasan lagi. Yesus menegaskan: “Aku bukan pembawa damai seperti yang kalian pikirkan. Aku memang pembawa damai, sebab inilah salah satu ciri khas mesias sejati” (bdk. Luk 1: 79). Namun, damai itu bukan semacam ketenangan murahan, damai politis, seperti yang biasanya dibayangkan orang. Yesus mengajarkan perdamaian yang jauh lebih mendalam.

3.    Damai yang diajarkan oleh Yesus membersihkan dunia ini dari segala macam kejahatan dan kedurhakaan. Damai itu benar-benar damai bagi mereka yang sejiwa dengan Yesus. Damai adalah suatu pencapaian kebenaran dan hasil perjuangan serta pergulatan batin. Ini bukan damai lahiriah yang tergantung pada manusia lain, tetapi damai batiniah yang sepenuhnya berakar dalam kebenaran, yaitu di dalam diri Yesus.

4.    Damai itu bukan hanya tidak ada perang atau kekacauan. Lebih dari itu, damai berarti suatu rasa ketenangan hati karena orang memiliki hubungan yang bersih dengan Tuhan, sesama, dan dunia. Damai sejahtera yang menampakkan Kerajaan Allah.

5.    Damai  tidak  hanya  ditempatkan  dalam  pengertian  politik  atau lahiriah saja. Yesus sendiri memperingatkan kita bahwa damai- Nya tidak meniadakan derita yang dijumpai para murid-Nya di dalam dunia. Dengan kata lain, damai harus diuji dengan derita. Dunia ini penuh dengan derita, tetapi Yesus penuh dengan damai. Damai yang dimiliki oleh para murid-Nya sebenarnya berasal dalam Kristus. “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku”(Yoh 16: 33).

6.    Damai Tuhan inilah yang seharusnya berada dan tinggal dalam tiap hati orang. Damai yang demikian kuatnya sehingga setiap kejahatan dibalas dengan kebaikan. “Kalau orang menampar pipi kirimu, berikanlah pula pipi kananmu” (lih. Mat 5: 39). Yesus menolak setiap kekerasan dalam perwartaan-Nya.

 

E.      Menggali ajaran Gereja tentang perdamaian

1.      Perdamaian adalah sebuah nilai dan suatu kewajiban universal yang dilandaskan pada suatu tata susunan masyarakat yang rasional dan bermoral yang memiliki akar-akarnya di dalam Allah sendiri,  sumber pertama dari keberadaan, kebenaran hakiki serta kebaikan tertinggi. Perdamaian bukan selalu berarti tidak ada perang, tidak pula dapat diartikan sekedar menjaga keseimbangan saja di antara kekuatan- kekuatan yang berlawanan. Sebaliknya, perdamaian dipijakan pada suatu pemahaman yang tepat tentang pribadi manusia dan menuntut ditegakkannya suatu tata susunan yang dilandaskan pada keadilan serta cinta kasih.

2.      Perdamaian adalah sebuah keadilan (bdk. Yes 32:17) yang dipahami dalam arti luas sebagai sikap hormat terhadap keseimbangan setiap matra pribadi manusia. Perdamaian itu terancam kalau manusia tidak diberikan segala sesuatu yang menjadi haknya sebagai pribadi manusia, tatkala martabatnya tidak dihormati dan manakala kehidupan sipil tidak diarahkan  kepada  kesejahteraan  umum.  Pembelaan  dan  penegakan hak asasi manusia pada hakikatnya ialah demi pembangunan sebuah msyarakat yang damai serta perkembangan terpadu individu-individu, suku serta bangsa-bangsa.

3.      Perdamaian adalah juga buah cinta kasih. Perdamaian sejati dan abadi lebih merupakan persoalan cinta kasih daripada keadilan, karena fungsi keadilan hanyalah sekedar menghapuskan rintangan-rintangan menuju perdamaian.

4.      Damai berarti situasi selamat sejahtera dalam diri manusia. Perdamaian adalah  keadilan.  Perdamaian  adalah  hasil  tata  masyarakat  manusia yang haus akan keadilan yang lebih sempurna. Walaupun demikian, perdamaian tidak pernah sekali jadi, tetapi harus selalu dibangun. Perdamaian akan tercipta bila nafsu-nafsu sombong dan serakah setiap orang dikendalikan.

5.      Perdamaian tidak dapat tercapai di dunia ini apabila manusia dengan rakus mengutamakan kepentingan pribadinya. Perdamaian akan terwujud bila kesejahteraan setiap pribadi terjamin dan manusia dengan penuh kepercayaan melakukan tukar-menukar jiwa dan bakatnya. Tekad yang kuat untuk menghormati martabat setiap orang dan bangsa lain merupakan syarat untuk terciptanya perdamaian. Selain itu, sikap bersaudara mutlak diperlukan untuk membangun perdamaian. Dengan demikian, perdamaian adalah buah cinta kasih. Apabila orang selalu menumbuhkan cinta kasih, maka perdamaian akan bertumbuh subur.

6.      Damai  merupakan  kesejahteraan  tertinggi  yang  sangat  diperlukan untuk perkembangan manusia dan lembaga-lembaga kemanusiaan. Dalam hal ini mengandaikan adanya tatanan sosial yang adil dan yang menjamin ketenangan serta keamanan hidup setiap orang. Setiap orang sadar atau tidak sadar mempunyai empat relasi dasar. Keempat relasi dasar itu ialah relasi dengan Tuhan atau ‘dunia atas’, relasi dengan sesama, relasi dengan alam semesta, dan relasi dengan diri sendiri. Harmoni di antara keempat relasi tersebut sangat menentukan situasi hidup manusia. Damai dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan alam semesta, dan dengan Tuhan merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan.(Kompendium. ASG 494).

 

Beberapa kesimpulan:

Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, sering ditemukan kata “shalom”. Shalom berarti:

Ø  Kesejahteraan pribadi dan masyarakat, sehat jasmani dan kesejahteraan keluarga (Ayb 3).

Ø  Tuhan sertamu dan damai melimpah bagi orang benar (Hak 6:12; Mzm 129:7-8; 37:11-37).

Ø  Shalom juga digunakan dalam hidup sehari-hari sebagai sebuah salam umum (1 Sam 25:6).

 

Salam ini merupakan pengharapan supaya manusia memperoleh kebaikan dan kedamaian dalam hidup. Tampak sekali bahwa damai dipahami dalam arti rohani (Mzm 36 dan 37) sebab damai berupa terciptanya suasana aman berada dalam rumah Tuhan (2 Sam 7:1).

 

Bagi Yesus, damai berarti:

Ø  Suatu pencapaian kebenaran dan hasil perjuangan serta pergulatan batin.

Ø  Suatu rasa ketenangan hati karena orang memiliki hubungan yang bersih dengan Tuhan, sesama, dan dunia. Damai sejahtera yang menampakkan Kerajaan Allah.

 

Menurut Gereja, damai berarti situasi selamat sejahtera dalam diri manusia. Perdamaian adalah keadilan. Perdamaian adalah hasil tata masyarakat manusia yang haus akan keadilan yang lebih sempurna. Situasi damai adalah situasi di mana terjadi harmoni di antara relasi-relasi yang sangat menentukan hidup manusia yaitu relasi antara manusia dengan Tuhan, relasi manusia dengan sesamanya, relasi manusia dengan alam semesta, dan relasi manusia dengan dirinya sendiri.

 

Untuk berjuang menegakkan perdamaian dan persaudaraan sejati, ada baiknya kita menempuh langkah-langkah berikut:

Ø  Mempelajari dengan cermat ajaran Yesus, ajaran Gereja, dan ajaran/teladan tokoh-tokoh pejuang perdamaian.

Ø  Jadikanlah usaha menegakkan perdamaian dan persaudaraan sejati ini sebagai suatu gerakan moral dan gunakan berbagai jaringan serta libatkan sebanyak mungkin orang tanpa membedakan agama, suku/etnis, dan ideologi.

Ø  Jadikanlah gereakan moral ini suatu gerakan yang dimulai dari diri sendiri dan komunitas basis.

Ø  Mulailah dari diri dan kelompok sendiri menghayati budaya damai dan persaudaraan sejati.

 

Pertanyaan:

1.      Jelaskan arti kata “shalom” dalam Kitab Suci Perjanjian Lama!

2.      Bagaimanakah “damai” dapat diartikan berdasarkan pengajaran Yesus?

3.      Bagaimanakah Gereja mengartikan “damai”?

4.      Untuk memperjuangkan perdamaian dan persaudaraan sejati, langkah-langkah apa  saja yang sebaiknya kita tempuh?

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar