Cari Blog Ini

Rabu, 27 Oktober 2021

YESUS KRISTUS, PEJUANG KEADILAN, KEJUJURAN, KEBENARAN, DAN KEDAMAIAN

 

YESUS KRISTUS, PEJUANG KEADILAN, KEJUJURAN, KEBENARAN, DAN KEDAMAIAN

 

Kompetensi Dasar

3.2 Memahami nilai-nilai keadilan, kejujuran, kebenaran, perdamaian dan keutuhan ciptaan sesuai dengan ajaran Yesus Kristus.

4.2 Menerapkan nilai-nilai keadilan, kejujuran, kebenaran, perdamaian dan keutuhan ciptaan sesuai dengan ajaran Yesus Kristus.

 

Tujuan Pembelajaran

Melalui pendekatan kateketis (yang menggunakan metode cerita, tanya-jawab, diskusi, presentasi, informasi, dan refleksi), peserta didik dapat menganalisis   makna perjuangan tokoh-tokoh tertentu yang memperjuangan keadilan, kejujuran, kebenaran dan kedamaian  sesuai  teladan Yesus; menjelaskan peran Yesus dalam memperjuangkan keadilan, kejujuran, kebenaran dan kedamaian berdasarkan Mrk 10:17- 25; Mat 23:1- 15; menjelaskan  ajaran  dan  upaya  Gereja  mewujudkan  keadilan,  kejujuran, kebenaran dan kedamaian dalam hidup masyarakat dengan baik dan menampakkan sikap disiplin, jujur, partisipatif, daya cipta, bela rasa, peduli, menyadari kehadiran Allah, serta apresiatif.

 

Bahan Kajian

1.    Tokoh-tokoh tertentu yang memperjuangan keadilan, kejujuran, kebenaran dan kedamaian sesuai teladan Yesus.

2.    Peran  Yesus  dalam  memperjuangkan  memperjuangan  keadilan,  kejujuran, kebenaran dan kedamaian.

3.    Ajaran  dan  upaya  Gereja  mewujudkan  keadilan,  kejujuran,  kebenaran  dan kedamaian dalam hidup masyarakat.

 

Sumber Belajar

1.       Kitab Suci

2.       Dokpen KWI (penterj) Dokumen Konsili Vatikan II,  Obor, Jakarta, 1993

3.       KWI, Iman Katolik,  Kanisius, Yogyakarta, 1995

4.       Katekismus Gereja Katolik,  Nusa Indah, Ende Flores, 1995

5.       Ajaran Sosial Gereja

 

Sarana

1.       Kitab Suci (Alkitab)

2.       Buku Siswa SMA/SMK, Kelas XII, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti

 

Waktu

3 x 45 menit

 

Pemikiran Dasar

Beberapa saat setelah Paus Yohanes Paulus II wafat (2 April 2005) di kota Vatikan, hampir seluruh pemimpin negara dan tokoh agama menyampaikan ucapan dukacitanya. Semuanya mengungkapkan rasa hormat atas kebijaksanaan, keteladanan, kebapaan dari pemimpin umat Katolik sedunia itu. Salah satu tokoh itu adalah Syeikh Agung Al-Azhar, Prof Dr. Mohamad Sayed Tantawi. Ia  menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Sri Paus Johanes Paulus II seraya mengenang bahwa pemimpin umat Katholik se-dunia itu telah mewariskan prinsip-prinsip dasar dialog antar-agama. Baginya, mendiang Sri Paus Paulus II telah meletakkan prinsip-prinsip dasar dialog antaragama yang merupakan warisan pemikiran berharga bagi perdamaian umat manusia. Pemimpin universitas Islam tertua di dunia ini telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan Sri Paus untuk upaya dialog-antar Islam-Kristen itu. Syekh memuji Sri Paus sebagai tokoh dunia yang ikhlas dan tabah memperjuangkan perdamaian antar-umat beragama. Menurut Syeikh dunia membutuhkan keikhlasan dan kejujuran seorang pemimpin dalam memperjuangkan perdamaian dan kedamaian umat manusia.

Hidup dan karya Paus Yohanes Paulus II yang kini telah dinobatkan menjadi seorang Santo ini tentu tidak terlepas dari pribadi Yesus Kristus sendiri sebagai tokoh sentral iman kita. Gereja hadir dalam sejarah dunia pun untuk melanjutkan perutusan Yesus yakni: “mewartakan kabar baik bagi kaum miskin membebaskan yang tertawan dan menyembuhkan yang terluka” (bdk. Luk 4:19-19; Yes. 61:1-2). Artinya bahwa Gereja tidak hanya mengurus hal-hal rohani saja tetapi terlibat dalam seluruh pergulatan hidup manusia. Gereja ikut berusaha membangun kehidupan bersama yang jujur, adil dan benar. Iman Katolik tidak cukup hanya dengan berdoa tetapi mesti juga tampak dalam perjuangan mewujudkan kehidupan sosial (bdk. Mrk. 12:28-34). Yesus Kristus mewartakan Kerajaan Allah yang memerdekakan. Kekuatan iman dalam tindakan cinta kasih serta keadilan  dapat mengubah situasi menjadi semakin mendekati cita-cita damai sejahtera sebagaimana yang diwartakan oleh Yesus Kristus.

Melalui kegiatan pembelajaran ini, kita diajak untuk semakin memahami, menghayati, dan meneladani Yesus Kristus sebagai pejuang sempurna dalam hal keadilan, kejujuran, kebenaran dan kedamaian melalui pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah. Kisah tentang  Mama Gisela Borowka  (mama putih) dalam pembelajaran ini, yang meninggalkan negerinya yang makmur untuk berkarya melayani para penderita kusta di Lewoleba-Lembata dengan penuh kasih dan persaudaraan,  tidak lain karena mengikuti teladan hidup Yesus sendiri.

 

Kegiatan Pembelajaran

Doa Pembuka

Ya Allah, Engkau yang menyebut anak-anak-Mu sebagai alat pembawa damai, bantulah kami untuk bekerja tanpa lelah untuk membangun keadilan agar perdamaian dapat terjamin. Kami mohon, utuslah Roh KudusMu atas kami sekalian, agar kami dapat mewartakan nilai-nilai kerajaanMu kepada setiap insan, ciptaan yang Engkau cintai. Bantulah kami untuk membangun hidup masyarakat yang benar, harmonis, adil dan damai. Kami mohonkan dengan perantaraan Yesus Kristus Putera-Mu, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, yang hidup dan berkuasa sekarang dan selama-lamanya. Amin

 

A.   Mendalami Pengalaman Hidup Pengikut Yesus

1.    Menyimak cerita

Mama Gisela Borowka;  Semangat  Kasihnya tak terhingga!!

Saat berusia sepuluh tahun, Gisela Borowka sungguh terkesan membaca kisah Pastor Damian de Veuster SSCC. “Sejak itu, saya bertekad ingin mengikuti jejaknya,” ungkapnya.Keinginan itu tak lekang seiring bergulirnya waktu. Tatkala studi keperawatan di Wuezburg, Jerman, Gisela berkarib dengan Isabella Diaz Gonzales. Sobatnya itu kerap bertutur tentang kondisi para penderita kusta di Lembata, Flores. Lalu, keinginan berkarya di seberang lautan itu menyeruak di benaknya.

Tahun 1958-1962, setelah menyelesaikan studi keperawatan, Gisela mendapat tugas melayani penderita kusta di Etiopia. Setahun berselang, pada 28 Agustus 1963, impian Gisela melayani penderita kusta di Lembata mulai terwujud. “Waktu itu, setiap hari selalu ada penderita kusta meminta obat kepada saya,” kenangnya. Karena disisihkan oleh masyarakat, Gisela menampung mereka di sebuah pondok yang terbuat dari bambu dan beratap rumbia. Situasi di pondok itu sangat memprihatinkan. Banyak kutu busuk, tikus, dan nyamuk mengusik mereka. Tikus-tikus itu kerap menggigit kaki penderita kusta hingga darah pun berceceran. “Karena sudah mati rasa, mereka tidak merasakannya,” sambung wanita berusia 75 tahun ini.

Tahun 1968, Gisela mendirikan RS Lepra Damian di Lembata atas sokongan dana dari Jerman. Perlahan-lahan penyakit kusta di wilayah itu bisa diatasi. Sementara penderita kusta yang baru terjangkit segera diobati sehingga organ-organ tubuhnya tidak sampai cacat. Akhirnya, penyakit kusta di Lembata lenyap. Tahun 1980, RS Lepra Damian diserahkan kepada suster-suster CIJ.Tahun 1987, Uskup Kupang Mgr Gregorius Manteiro SVD mengundang Gisela berkarya di Pulau Alor. Wanita yang memilih tetap melajang ini menyanggupinya. Saat pertama kali tiba di Kampung Kusta Benlelang, Kalabagi, Ibu Kota Kabupaten Alor, keprihatinan menyergapnya. Banyak di antara penderita kusta terlanjur cacat. “Dengan fisik demikian, mereka bisa memecah batu-batu besar di sungai dengan palu,” ucapnya kagum.

Tahun 1989, Gisela mendirikan RS Kusta Padma di Alor. Dua tahun berselang, pemerintah mengirim dokter-dokter spesialis dari RS Kusta Sitanala, Tangerang untuk mendukung karya Gisela. Seiring waktu, kusta beranjak dari Alor. “Saya sungguh bahagia setiap kali melihat penderita kusta telah sembuh!” ujarnya dengan mata berbinar.

Kemudian, Gisela yang akrab disapa Mama Putih ini membangun Panti Asuhan Damian di Alor. Dewasa ini, ada 50 anak menghuni panti asuhan tersebut. “Mama Gisela memiliki keterikatan iman dengan St Damian. Ia sangat menjunjung semangat kasih dan kebersamaan di panti asuhan itu,” ungkap penulis buku “Gisela Borowka: Hidupku Kuabdikan bagi Penderita Lepra dan Yatim Piatu”, Pastor Maxi Bria Pr melalui surat elektronik kepada HIDUP.Gisela sungguh yakin, Tuhan telah menata segenap langkahnya dengan begitu indah. “Saya tidak berpikir untuk kembali ke Jerman karena tenaga saya masih dibutuhkan di Indonesia,” kata wanita yang sejak 20 September 1996 telah menjadi warga negara Indonesia.

Tahun 1999 dan 2003, Gisela memperoleh kesempatan mengunjungi Molokai. Ia menapak tilas karya-karya Damian. “Masih ada beberapa mantan penderita kusta yang memilih tetap tinggal di Molokai,” lanjutnya. Ketika mendengar Damian akan dikanonisasi menjadi Santo, kebahagiaan Gisela meluap. “Sejak dulu, saya telah menganggap Damian sebagai orang kudus,” tegasnya.Saat ditemui di Jakarta, Senin, 5 Oktober 2009, dengan sukacita ia mengungkapkan, bahwa ia bersama sekelompok orang Jerman akan menghadiri kanonisasi St Damian yang dipimpin Paus Benediktus XVI di Basilika St Petrus, Vatikan pada 11 Oktober 2009.

(Maria Etty - hidupkatolik.com/2013/02/14/menapaki-jejak-damian#sthash.OUgw4hzG.dpuf )

 

2.    Pendalaman

1)    Apa yang dikisahkan dalam cerita tersebut?

2)    Mengapa Mama Gisela Borowka melakukan karya itu?

3)    Nilai-nilai apa yang diperjuangkan oleh tokoh cerita itu?

4)    Apa yang dapat kamu teladani dari Mama Gisela dan mama Isabella?

 

3.    Penjelasan

1)    Mama Gisela Borowka adalah seorang dengan jiwa kemanusiaan yang rela meninggalkan kampung halamannya di Jerman untuk melaksanakan karya karitatif (kasih) kepada sesamanya yang, miskin, menderita dan bahkan dipinggirkan karena penyakit yang mereka alami. Ia melawan diskriminasi terhadap para penderita lepra atau kusta itu dengan berbuat amal saleh. Dia berani berbuat jujur sesuai bisikan hatinuraninya sehingga menciptakan kedamaian hati bagi para pasien kusta bahkan seluruh masyarakat yang ada di sekitar. Di mana ada mama Putih (panggilan populernya di Lembata), di situ orang merasa damai, gembira. Para pasien kusta   juga merasakan diperlakukan secara adil, dan akhirnya ketika mereka sembuh mereka dapat kembali hidup di tengah masyarakat yang sebelumnya selalu bersikap menjauh terhadap mereka.

2)    Apa yang dilakukan mama Putih, juga sama dilakukan oleh mama Isabela yang juga dikenal dengan nama Mama Hitam. Keduanya bersinergi mewujudkan Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus Kristus bagi para orang sakit dan masyarakat pada umumnya. Meskipun mereka tidak menuntut penghargaan duniawi, tetapi akhirnya karya kemanusian yang mereka lakukan mendapat penghargaan baik oleh pemerintah RI maupun di dunia internasional.

 

B.    Menggali Ajaran Kitab Suci

1.    Menelusuri ajaran Kitab Suci

Mrk 2:27; Mrk 10:17-25; Mark 12:1-17; Mat 23:1-4; Mat 18:1-4; Mat 5:20-24; Mat 5:43-44; Yoh 8:2-12; Luk 6:27-28,32.

 

2.    Menyimak teks Kitab Suci

Mrk 10:17- 25

17Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya ia bertanya: “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” 18Jawab Yesus: “Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain dari pada Allah saja. 19Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!” 20 Lalu kata orang itu kepada-Nya: “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku.” 21Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” 22Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya. 23Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata kepada mereka: “Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah.”

 

Mat 23:1- 15

1Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: 2 “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. 3Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. 4Mereka mengikat beban- beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. 5Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; 6mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; 7mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. 8Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. 9Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. 10Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. 11Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. 12Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan. 13Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena  kamu  menutup  pintu-pintu  Kerajaan  Sorga  di  depan  orang.  Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk. 14Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat. 15Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri.

 

3.    Pendalaman

a.    Apa pesan dari teks Kitab Suci Mrk 10:17- 25?

b.    Apa pesan dari teks Kitab Suci Mat 23:1- 15?

c.     Nilai apa yang diwartakan Yesus dalam teks-teks tersebut?

d.    Apa yang dapat kamu teladani dari warta dan tindakan Yesus bagi hidupmu sehari-hari?

 

4.    Peneguhan

Beberapa nilai utama dalam Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus:

a.    Uang/Harta dan Kerajaan Allah

Uang, harta, dan kekayaan pasti mempunyai nilai, maka kita harus berusaha untuk memilikinya. Namun, kita yang harus menguasai harta, bukan harta yang menguasai kita. Uang, harta, dan kekayaan tidak boleh dimutlakkan, sehingga menghalangi kita untuk mencapai nilai-nilai yang lebih luhur, yakni Kerajaan Allah. Jika kita hanya terobsesi dan bernafsu untuk mengutamakan kekayaan, maka kita sudah mendewakan harta.

Nafsu (ambisi) untuk mengumpulkan uang atau kekayaan agaknya bertentangan dengan usaha mencari Kerajaan Allah. Betapa sulitnya orang kaya masuk dalam Kerajaan Allah, seperti halnya seekor unta masuk ke dalam  lubang  jarum  (bdk.  Mrk  10:25).  Maksudnya, Yesus  mendorong agar orang tidak terbelenggu uang/harta dan kekayaan. Yesus mendorong agar orang kaya memiliki semangat solidaritas terhadap orang miskin dan menderita dan suka membatu mereka dengan kekayaannya. Yang dituntut oleh Yesus bukan hanya sekedar derma, melainkan usaha nyata dari orang kaya untuk membebaskan orang dari kemiskinan dan penderitaan.

b.    Kekuasaan dan Kerajaan Allah

Kekuasaan itu sangat bernilai. Namun, orang tidak boleh memutlakkannya sehingga usaha kita membangun Kerajaan Allah terhalang. Kekuasaan dalam Kerajaan Allah tidak mementingkan diri sendiri dan kelompoknya. Kebanyakan pemimpin Yahudi (imam-imam kepala, tua-tua, ahli kitab, dan orang Farisi) kebanyakan adalah penindas. Kekuasaan sering membuat mereka menguasai dan menindas orang lain (terlebih yang lemah) dengan memanipulasi hukum Taurat. Yesus tidak menentang hukum Taurat sebagai hukum. Tetapi, Yesus menentang cara orang menggunakan hukum dan sikap  mereka  terhadap  hukum.  Para  ahli  kitab  dan  orang-orang  farisi telah menjadikan hukum sebagai beban, padahal seharusnya merupakan pelayanan (bdk. Mat 23: 4; Mrk 2: 27). Yesus juga menolak setiap hukum dan penafsiran yang digunakan untuk menindas orang. Menurut Yesus, hukum harus berciri pelayanan, belas kasih, dan cinta. Dalam Kerajaan Allah, kekuasaan, wewenang, dan hukum melulu fungsional.

c.     Kehormatan/Gengsi dan Kerajaan Allah

Kehormatan atau gengsi adalah nilai yang sangat dipertahankan orang. Gengsi dan kedudukan sering dianggap lebih penting daripada segala sesuatu. Orang akan memilih bunuh diri atau berkelahi sampai mati daripada kehilangan gengsi atau harga dirinya. Kedudukan dan gengsi/harga diri sering didasarkan pada keturunan, kekayaan, kekuasaan, pendidikan, dan keutamaan. Akibat adanya gengsi dan kedudukan inilah masyarakat dapat terpecah-pecah di dalam kelompok-kelompok. Ada kelompok yang memiliki status sosial tinggi dan ada kelompok yang memiliki status sosial rendah. Sebenarnya, siapa saja yang begitu lekat pada gengsi dan harga diri tidak sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah yang dicanangkan oleh Yesus.

Yesus mengatakan: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga (Allah)? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga” (Mat 18:1-4). Anak adalah perumpamaan mengenai “kerendahan” sebagai lawan dari kebesaran, status, gengsi, dan harga diri. Ini tidak berarti bahwa hanya orang-orang dalam kelas tertentu yang akan diterima dalam Kerajaan Allah. Setiap orang dapat masuk ke dalamnya jika ia mau berubah dan menjadi seperti anak kecil (Mat 18: 3), menjadikan dirinya kecil seperti anak-anak kecil (Mat 18: 4).

Kerajaan yang diwartakan dan dikehendaki oleh Yesus adalah suatu masyarakat yang tidak membeda-bedakan lebih rendah atau lebih tinggi. Setiap orang akan dicintai dan dihormati, bukan karena pendidikan, kekayaan, asal usul, kekuasaan, status, keutamaan, atau keberhasilan-keberhasilan lain, tetapi karena ia adalah pribadi yang diciptakan Allah sebagai citra-Nya.

d.    Solidaritas dan Kerajaan Allah.

Perbedaan  pokok  kerajaan  dunia  dan  Kerajaan  Allah  bukan  karena keduanya mempunyai bentuk solidaritas yang berbeda. Kerajaan dunia sering dilandaskan pada solidaritas kelompok yang eksklusif (suku, agama, ras, keluarga, dsb.) dan demi kepentingan sendiri. Sedangkan Kerajaan Allah dilandasi solidaritas yang mencakup semua umat manusia. “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesama manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku  berkata  kepadamu:  kasihilah  musuhmu  dan  berdoalah  bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5: 43-44). Dalam kutipan ini, Yesus memperluas pengertian “saudara”. Saudara tidak hanya teman, tetapi juga mencakup  musuh:  “Kasihilah  musuhmu,  berbuatlah  baik  kepada  orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu, berdoalah untuk orang yang mencaci kamu” (Luk 6: 27-28). “Dan jika kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka” (Luk 6: 32).

Solidaritas kelompok (mengasihi orang yang mengasihi kamu) bukanlah solidaritas menurut Yesus. Solidaritas yang dikehendaki oleh Yesus adalah solidaritas terhadap semua orang tanpa memandang bulu, termasuk juga musuh.

 

C.    Menghayati Yesus Kristus, Pejuang Keadilan, Kejujuran, Kebenaran dan Kedamaian

Tulislah sebuah refleksi tentang upayanya mewujudkan keadilan, kejujuran, dan kebenaran dalam lingkup sekolah dan keluarga sesuai teladan Yesus Kristus!

 

Doa Penutup

Bapa di Surga, kami mengucap syukur untuk Sabda-Mu yang mengingatkan kami tentang indahnya Kerajaan-Mu. Kami bersyukur karena Engkau telah mengangkat kami untuk menjadi anggota Kerajaan-Mu lewat Sakramen Pembaptisan. Bapa, bantulah kami supaya dapat hidup sesuai dengan ajaran-Mu agar dengan demikian kami dapat menjadi saksi yang hidup untuk mewartakan kasih Putera-Mu Yesus Kristus. Bantulah kami ya Bapa, untuk taat kepada mereka yang telah Engkau pilih sebagai penerus para rasul-Mu, agar bersama-sama dengan mereka, kami dapat turut mewartakan kasih-Mu dalam hidup kami sehari-hari dengan bersikap jujur, adil, benar, damai dengan sesama kami sebagaimana yang telah diteladankan oleh Yesus  Putera-Mu. Bapa, terimalah doa ini yang kami sampaikan di dalam nama Putera-Mu Yesus Kristus. Amin.

 


 

PERTANYAAN PANDUAN:

1.       Bagaimanakah seharusnya sikap kita terhadap uang/harta dan kekayaan?

2.       Bagaimanakah model kekuasaan yang digambarkan oleh Yesus di dalam Kerajaan Allah?

3.       Bagaimanakah Yesus memandang hukum?

4.       Bagaimanakah solidaritas yang dikehendaki Yesus?

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar