YESUS KRISTUS, PEJUANG KEADILAN, KEJUJURAN,
KEBENARAN, DAN KEDAMAIAN
Kompetensi Dasar
3.2 Memahami nilai-nilai
keadilan, kejujuran, kebenaran, perdamaian dan keutuhan ciptaan sesuai dengan
ajaran Yesus Kristus.
4.2 Menerapkan nilai-nilai
keadilan, kejujuran, kebenaran, perdamaian dan keutuhan ciptaan sesuai dengan
ajaran Yesus Kristus.
Tujuan Pembelajaran
Melalui pendekatan kateketis
(yang menggunakan metode cerita, tanya-jawab, diskusi, presentasi, informasi, dan
refleksi), peserta didik dapat menganalisis
makna perjuangan tokoh-tokoh tertentu yang memperjuangan keadilan,
kejujuran, kebenaran dan kedamaian
sesuai teladan Yesus; menjelaskan
peran Yesus dalam memperjuangkan keadilan, kejujuran, kebenaran dan kedamaian
berdasarkan Mrk 10:17- 25; Mat 23:1- 15; menjelaskan ajaran
dan upaya Gereja
mewujudkan keadilan, kejujuran, kebenaran dan kedamaian dalam
hidup masyarakat dengan baik dan menampakkan sikap disiplin, jujur, partisipatif,
daya cipta, bela rasa, peduli, menyadari kehadiran Allah, serta apresiatif.
Bahan Kajian
1. Tokoh-tokoh
tertentu yang memperjuangan keadilan, kejujuran, kebenaran dan kedamaian sesuai
teladan Yesus.
2. Peran Yesus
dalam memperjuangkan memperjuangan
keadilan, kejujuran, kebenaran
dan kedamaian.
3. Ajaran dan
upaya Gereja mewujudkan
keadilan, kejujuran, kebenaran
dan kedamaian dalam hidup masyarakat.
Sumber Belajar
1. Kitab
Suci
2. Dokpen
KWI (penterj) Dokumen Konsili Vatikan II,
Obor, Jakarta, 1993
3. KWI,
Iman Katolik, Kanisius, Yogyakarta, 1995
4. Katekismus
Gereja Katolik, Nusa Indah, Ende Flores,
1995
5. Ajaran
Sosial Gereja
Sarana
1. Kitab
Suci (Alkitab)
2. Buku
Siswa SMA/SMK, Kelas XII, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti
Waktu
3 x 45 menit
Pemikiran Dasar
Beberapa saat setelah Paus
Yohanes Paulus II wafat (2 April 2005) di kota Vatikan, hampir seluruh pemimpin
negara dan tokoh agama menyampaikan ucapan dukacitanya. Semuanya mengungkapkan
rasa hormat atas kebijaksanaan, keteladanan, kebapaan dari pemimpin umat
Katolik sedunia itu. Salah satu tokoh itu adalah Syeikh Agung Al-Azhar, Prof
Dr. Mohamad Sayed Tantawi. Ia
menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Sri Paus Johanes Paulus II
seraya mengenang bahwa pemimpin umat Katholik se-dunia itu telah mewariskan
prinsip-prinsip dasar dialog antar-agama. Baginya, mendiang Sri Paus Paulus II
telah meletakkan prinsip-prinsip dasar dialog antaragama yang merupakan warisan
pemikiran berharga bagi perdamaian umat manusia. Pemimpin universitas Islam
tertua di dunia ini telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan Sri Paus
untuk upaya dialog-antar Islam-Kristen itu. Syekh memuji Sri Paus sebagai tokoh
dunia yang ikhlas dan tabah memperjuangkan perdamaian antar-umat beragama.
Menurut Syeikh dunia membutuhkan keikhlasan dan kejujuran seorang pemimpin
dalam memperjuangkan perdamaian dan kedamaian umat manusia.
Hidup dan karya Paus Yohanes
Paulus II yang kini telah dinobatkan menjadi seorang Santo ini tentu tidak
terlepas dari pribadi Yesus Kristus sendiri sebagai tokoh sentral iman kita.
Gereja hadir dalam sejarah dunia pun untuk melanjutkan perutusan Yesus yakni:
“mewartakan kabar baik bagi kaum miskin membebaskan yang tertawan dan
menyembuhkan yang terluka” (bdk. Luk 4:19-19; Yes. 61:1-2). Artinya bahwa
Gereja tidak hanya mengurus hal-hal rohani saja tetapi terlibat dalam seluruh
pergulatan hidup manusia. Gereja ikut berusaha membangun kehidupan bersama yang
jujur, adil dan benar. Iman Katolik tidak cukup hanya dengan berdoa tetapi
mesti juga tampak dalam perjuangan mewujudkan kehidupan sosial (bdk. Mrk.
12:28-34). Yesus Kristus mewartakan Kerajaan Allah yang memerdekakan. Kekuatan
iman dalam tindakan cinta kasih serta keadilan
dapat mengubah situasi menjadi semakin mendekati cita-cita damai
sejahtera sebagaimana yang diwartakan oleh Yesus Kristus.
Melalui kegiatan pembelajaran
ini, kita diajak untuk semakin memahami, menghayati, dan meneladani Yesus
Kristus sebagai pejuang sempurna dalam hal keadilan, kejujuran, kebenaran dan
kedamaian melalui pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah. Kisah tentang Mama Gisela Borowka (mama putih) dalam pembelajaran ini, yang
meninggalkan negerinya yang makmur untuk berkarya melayani para penderita kusta
di Lewoleba-Lembata dengan penuh kasih dan persaudaraan, tidak lain karena mengikuti teladan hidup
Yesus sendiri.
Kegiatan Pembelajaran
Doa Pembuka
Ya Allah, Engkau yang menyebut
anak-anak-Mu sebagai alat pembawa damai, bantulah kami untuk bekerja tanpa
lelah untuk membangun keadilan agar perdamaian dapat terjamin. Kami mohon,
utuslah Roh KudusMu atas kami sekalian, agar kami dapat mewartakan nilai-nilai
kerajaanMu kepada setiap insan, ciptaan yang Engkau cintai. Bantulah kami untuk
membangun hidup masyarakat yang benar, harmonis, adil dan damai. Kami mohonkan
dengan perantaraan Yesus Kristus Putera-Mu, dalam persekutuan dengan Roh Kudus,
yang hidup dan berkuasa sekarang dan selama-lamanya. Amin
A.
Mendalami
Pengalaman Hidup Pengikut Yesus
1.
Menyimak
cerita
Mama
Gisela Borowka; Semangat Kasihnya tak terhingga!!
Saat berusia
sepuluh tahun, Gisela Borowka sungguh terkesan membaca kisah Pastor Damian de
Veuster SSCC. “Sejak itu, saya bertekad ingin mengikuti jejaknya,”
ungkapnya.Keinginan itu tak lekang seiring bergulirnya waktu. Tatkala studi
keperawatan di Wuezburg, Jerman, Gisela berkarib dengan Isabella Diaz Gonzales.
Sobatnya itu kerap bertutur tentang kondisi para penderita kusta di Lembata,
Flores. Lalu, keinginan berkarya di seberang lautan itu menyeruak di benaknya.
Tahun
1958-1962, setelah menyelesaikan studi keperawatan, Gisela mendapat tugas
melayani penderita kusta di Etiopia. Setahun berselang, pada 28 Agustus 1963,
impian Gisela melayani penderita kusta di Lembata mulai terwujud. “Waktu itu,
setiap hari selalu ada penderita kusta meminta obat kepada saya,” kenangnya.
Karena disisihkan oleh masyarakat, Gisela menampung mereka di sebuah pondok
yang terbuat dari bambu dan beratap rumbia. Situasi di pondok itu sangat
memprihatinkan. Banyak kutu busuk, tikus, dan nyamuk mengusik mereka.
Tikus-tikus itu kerap menggigit kaki penderita kusta hingga darah pun
berceceran. “Karena sudah mati rasa, mereka tidak merasakannya,” sambung wanita
berusia 75 tahun ini.
Tahun 1968,
Gisela mendirikan RS Lepra Damian di Lembata atas sokongan dana dari Jerman.
Perlahan-lahan penyakit kusta di wilayah itu bisa diatasi. Sementara penderita
kusta yang baru terjangkit segera diobati sehingga organ-organ tubuhnya tidak
sampai cacat. Akhirnya, penyakit kusta di Lembata lenyap. Tahun 1980, RS Lepra
Damian diserahkan kepada suster-suster CIJ.Tahun 1987, Uskup Kupang Mgr
Gregorius Manteiro SVD mengundang Gisela berkarya di Pulau Alor. Wanita yang
memilih tetap melajang ini menyanggupinya. Saat pertama kali tiba di Kampung
Kusta Benlelang, Kalabagi, Ibu Kota Kabupaten Alor, keprihatinan menyergapnya.
Banyak di antara penderita kusta terlanjur cacat. “Dengan fisik demikian,
mereka bisa memecah batu-batu besar di sungai dengan palu,” ucapnya kagum.
Tahun 1989,
Gisela mendirikan RS Kusta Padma di Alor. Dua tahun berselang, pemerintah
mengirim dokter-dokter spesialis dari RS Kusta Sitanala, Tangerang untuk
mendukung karya Gisela. Seiring waktu, kusta beranjak dari Alor. “Saya sungguh
bahagia setiap kali melihat penderita kusta telah sembuh!” ujarnya dengan mata
berbinar.
Kemudian,
Gisela yang akrab disapa Mama Putih ini membangun Panti Asuhan Damian di Alor.
Dewasa ini, ada 50 anak menghuni panti asuhan tersebut. “Mama Gisela memiliki
keterikatan iman dengan St Damian. Ia sangat menjunjung semangat kasih dan
kebersamaan di panti asuhan itu,” ungkap penulis buku “Gisela Borowka: Hidupku
Kuabdikan bagi Penderita Lepra dan Yatim Piatu”, Pastor Maxi Bria Pr melalui
surat elektronik kepada HIDUP.Gisela sungguh yakin, Tuhan telah menata segenap
langkahnya dengan begitu indah. “Saya tidak berpikir untuk kembali ke Jerman
karena tenaga saya masih dibutuhkan di Indonesia,” kata wanita yang sejak 20
September 1996 telah menjadi warga negara Indonesia.
Tahun 1999
dan 2003, Gisela memperoleh kesempatan mengunjungi Molokai. Ia menapak tilas
karya-karya Damian. “Masih ada beberapa mantan penderita kusta yang memilih
tetap tinggal di Molokai,” lanjutnya. Ketika mendengar Damian akan dikanonisasi
menjadi Santo, kebahagiaan Gisela meluap. “Sejak dulu, saya telah menganggap
Damian sebagai orang kudus,” tegasnya.Saat ditemui di Jakarta, Senin, 5 Oktober
2009, dengan sukacita ia mengungkapkan, bahwa ia bersama sekelompok orang
Jerman akan menghadiri kanonisasi St Damian yang dipimpin Paus Benediktus XVI
di Basilika St Petrus, Vatikan pada 11 Oktober 2009.
(Maria Etty -
hidupkatolik.com/2013/02/14/menapaki-jejak-damian#sthash.OUgw4hzG.dpuf )
2.
Pendalaman
1) Apa
yang dikisahkan dalam cerita tersebut?
2) Mengapa
Mama Gisela Borowka melakukan karya itu?
3) Nilai-nilai
apa yang diperjuangkan oleh tokoh cerita itu?
4) Apa
yang dapat kamu teladani dari Mama Gisela dan mama Isabella?
3.
Penjelasan
1) Mama
Gisela Borowka adalah seorang dengan jiwa kemanusiaan yang rela meninggalkan
kampung halamannya di Jerman untuk melaksanakan karya karitatif (kasih) kepada sesamanya yang, miskin,
menderita dan bahkan dipinggirkan karena penyakit yang mereka alami. Ia melawan diskriminasi terhadap para
penderita lepra atau kusta itu dengan berbuat amal saleh. Dia berani berbuat jujur sesuai bisikan hatinuraninya
sehingga menciptakan kedamaian
hati bagi para pasien kusta bahkan seluruh masyarakat yang ada di
sekitar. Di mana ada mama Putih (panggilan populernya di Lembata), di situ
orang merasa damai, gembira. Para pasien kusta
juga merasakan diperlakukan
secara adil, dan akhirnya ketika mereka sembuh mereka dapat kembali
hidup di tengah masyarakat yang sebelumnya selalu bersikap menjauh terhadap
mereka.
2) Apa
yang dilakukan mama Putih, juga sama dilakukan oleh mama Isabela yang juga
dikenal dengan nama Mama Hitam. Keduanya bersinergi mewujudkan Kerajaan Allah yang diwartakan
Yesus Kristus bagi para orang sakit dan masyarakat pada umumnya. Meskipun
mereka tidak menuntut penghargaan duniawi, tetapi akhirnya karya kemanusian
yang mereka lakukan mendapat penghargaan baik oleh pemerintah RI maupun di
dunia internasional.
B.
Menggali
Ajaran Kitab Suci
1.
Menelusuri
ajaran Kitab Suci
Mrk 2:27;
Mrk 10:17-25; Mark 12:1-17; Mat 23:1-4; Mat 18:1-4; Mat 5:20-24; Mat 5:43-44;
Yoh 8:2-12; Luk 6:27-28,32.
2.
Menyimak
teks Kitab Suci
Mrk
10:17- 25
17Pada
waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seorang
berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya ia bertanya:
“Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” 18Jawab
Yesus: “Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain dari pada
Allah saja. 19Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan
membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta,
jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!” 20 Lalu
kata orang itu kepada-Nya: “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa
mudaku.” 21Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya,
lalu berkata kepadanya: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa
yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan
beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” 22Mendengar
perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak
hartanya. 23Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya
dan berkata kepada mereka: “Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam
Kerajaan Allah.”
Mat
23:1- 15
1Maka
berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: 2
“Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. 3Sebab
itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu,
tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka
mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. 4Mereka mengikat beban-
beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak
mau menyentuhnya. 5Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya
dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan
jumbai yang panjang; 6mereka suka duduk di tempat terhormat dalam
perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; 7mereka suka
menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. 8Tetapi
kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua
adalah saudara. 9Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi
ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. 10Janganlah
pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. 11Barangsiapa
terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. 12Dan
barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan
diri, ia akan ditinggikan. 13Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu
menutup pintu-pintu Kerajaan
Sorga di depan
orang. Sebab kamu sendiri tidak
masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk. 14Celakalah
kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang
munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang
dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman
yang lebih berat. 15Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan
dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut
agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua
kali lebih jahat dari pada kamu sendiri.
3.
Pendalaman
a. Apa
pesan dari teks Kitab Suci Mrk 10:17- 25?
b. Apa
pesan dari teks Kitab Suci Mat 23:1- 15?
c. Nilai
apa yang diwartakan Yesus dalam teks-teks tersebut?
d. Apa
yang dapat kamu teladani dari warta dan tindakan Yesus bagi hidupmu
sehari-hari?
4.
Peneguhan
Beberapa
nilai utama dalam Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus:
a.
Uang/Harta dan Kerajaan Allah
Uang,
harta, dan kekayaan pasti mempunyai nilai, maka kita harus berusaha untuk
memilikinya. Namun, kita yang
harus menguasai harta, bukan harta yang menguasai kita. Uang, harta, dan kekayaan tidak
boleh dimutlakkan, sehingga menghalangi kita untuk mencapai nilai-nilai yang
lebih luhur, yakni Kerajaan Allah. Jika kita hanya terobsesi dan
bernafsu untuk mengutamakan kekayaan, maka kita sudah mendewakan harta.
Nafsu (ambisi) untuk mengumpulkan
uang atau kekayaan agaknya bertentangan dengan usaha mencari Kerajaan Allah.
Betapa sulitnya orang kaya masuk dalam Kerajaan Allah, seperti halnya seekor
unta masuk ke dalam lubang jarum
(bdk. Mrk 10:25).
Maksudnya, Yesus mendorong agar orang tidak terbelenggu uang/harta dan kekayaan.
Yesus mendorong agar orang
kaya memiliki semangat solidaritas terhadap orang miskin dan menderita dan suka
membatu mereka dengan kekayaannya. Yang dituntut oleh Yesus bukan hanya
sekedar derma, melainkan usaha
nyata dari orang kaya untuk membebaskan orang dari kemiskinan dan penderitaan.
b.
Kekuasaan dan Kerajaan Allah
Kekuasaan
itu sangat bernilai. Namun, orang
tidak boleh memutlakkannya sehingga usaha kita membangun Kerajaan Allah
terhalang. Kekuasaan dalam
Kerajaan Allah tidak mementingkan diri sendiri dan kelompoknya. Kebanyakan pemimpin Yahudi
(imam-imam kepala, tua-tua, ahli kitab, dan orang Farisi) kebanyakan adalah
penindas. Kekuasaan sering membuat mereka menguasai dan menindas orang lain
(terlebih yang lemah) dengan memanipulasi hukum Taurat. Yesus tidak
menentang hukum Taurat sebagai hukum. Tetapi, Yesus menentang cara orang menggunakan hukum dan sikap mereka
terhadap hukum. Para ahli kitab
dan orang-orang farisi telah menjadikan hukum sebagai beban,
padahal seharusnya merupakan pelayanan (bdk. Mat 23: 4; Mrk 2: 27). Yesus juga menolak setiap hukum dan
penafsiran yang digunakan untuk menindas orang. Menurut Yesus, hukum harus
berciri pelayanan, belas kasih, dan cinta. Dalam Kerajaan Allah,
kekuasaan, wewenang, dan hukum melulu fungsional.
c.
Kehormatan/Gengsi dan Kerajaan Allah
Kehormatan
atau gengsi adalah nilai yang sangat dipertahankan orang. Gengsi dan kedudukan sering dianggap
lebih penting daripada segala sesuatu. Orang akan memilih bunuh diri
atau berkelahi sampai mati daripada kehilangan gengsi atau harga dirinya. Kedudukan dan gengsi/harga diri
sering didasarkan pada keturunan, kekayaan, kekuasaan, pendidikan, dan
keutamaan. Akibat adanya gengsi dan kedudukan inilah masyarakat dapat
terpecah-pecah di dalam kelompok-kelompok. Ada kelompok yang memiliki
status sosial tinggi dan ada kelompok yang memiliki status sosial rendah.
Sebenarnya, siapa saja yang begitu lekat pada gengsi dan harga diri tidak
sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah yang dicanangkan oleh Yesus.
Yesus
mengatakan: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga (Allah)? Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil
ini, kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga” (Mat 18:1-4). Anak adalah
perumpamaan mengenai “kerendahan” sebagai lawan dari kebesaran, status, gengsi,
dan harga diri. Ini tidak berarti bahwa hanya orang-orang dalam kelas tertentu
yang akan diterima dalam Kerajaan Allah. Setiap orang dapat masuk ke dalamnya
jika ia mau berubah dan menjadi seperti anak kecil (Mat 18: 3), menjadikan
dirinya kecil seperti anak-anak kecil (Mat 18: 4).
Kerajaan yang diwartakan dan
dikehendaki oleh Yesus adalah suatu masyarakat yang tidak membeda-bedakan lebih
rendah atau lebih tinggi. Setiap orang akan dicintai dan dihormati, bukan
karena pendidikan, kekayaan, asal usul, kekuasaan, status, keutamaan, atau
keberhasilan-keberhasilan lain, tetapi karena ia adalah pribadi yang diciptakan
Allah sebagai citra-Nya.
d.
Solidaritas dan Kerajaan Allah.
Perbedaan pokok kerajaan
dunia dan Kerajaan
Allah bukan karena keduanya mempunyai bentuk solidaritas
yang berbeda. Kerajaan dunia
sering dilandaskan pada solidaritas kelompok yang eksklusif (suku, agama, ras,
keluarga, dsb.) dan demi kepentingan sendiri. Sedangkan Kerajaan Allah dilandasi solidaritas
yang mencakup semua umat manusia. “Kamu telah mendengar firman:
Kasihilah sesama manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata
kepadamu: kasihilah musuhmu
dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5:
43-44). Dalam kutipan
ini, Yesus memperluas pengertian “saudara”. Saudara tidak hanya teman, tetapi
juga mencakup musuh: “Kasihilah
musuhmu, berbuatlah baik
kepada orang yang membenci kamu;
mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu, berdoalah untuk orang yang
mencaci kamu” (Luk 6: 27-28). “Dan jika kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu,
apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang
mengasihi mereka” (Luk 6: 32).
Solidaritas
kelompok (mengasihi orang yang mengasihi kamu) bukanlah solidaritas menurut
Yesus. Solidaritas yang
dikehendaki oleh Yesus adalah solidaritas terhadap semua orang tanpa memandang
bulu, termasuk juga musuh.
C.
Menghayati
Yesus Kristus, Pejuang Keadilan, Kejujuran, Kebenaran dan Kedamaian
Tulislah
sebuah refleksi tentang upayanya mewujudkan keadilan, kejujuran, dan kebenaran
dalam lingkup sekolah dan keluarga sesuai teladan Yesus Kristus!
Doa Penutup
Bapa di Surga, kami mengucap
syukur untuk Sabda-Mu yang mengingatkan kami tentang indahnya Kerajaan-Mu. Kami
bersyukur karena Engkau telah mengangkat kami untuk menjadi anggota Kerajaan-Mu
lewat Sakramen Pembaptisan. Bapa, bantulah kami supaya dapat hidup sesuai
dengan ajaran-Mu agar dengan demikian kami dapat menjadi saksi yang hidup untuk
mewartakan kasih Putera-Mu Yesus Kristus. Bantulah kami ya Bapa, untuk taat
kepada mereka yang telah Engkau pilih sebagai penerus para rasul-Mu, agar
bersama-sama dengan mereka, kami dapat turut mewartakan kasih-Mu dalam hidup
kami sehari-hari dengan bersikap jujur, adil, benar, damai dengan sesama kami
sebagaimana yang telah diteladankan oleh Yesus
Putera-Mu. Bapa, terimalah doa ini yang kami sampaikan di dalam nama
Putera-Mu Yesus Kristus. Amin.
PERTANYAAN PANDUAN:
1. Bagaimanakah
seharusnya sikap kita terhadap uang/harta dan kekayaan?
2. Bagaimanakah
model kekuasaan yang digambarkan oleh Yesus di dalam Kerajaan Allah?
3. Bagaimanakah
Yesus memandang hukum?
4. Bagaimanakah
solidaritas yang dikehendaki Yesus?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar