Cari Blog Ini

Senin, 25 Oktober 2021

GEREJA YANG MEMBANGUN PERSEKUTUAN (KOINONIA)

 

GEREJA YANG MEMBANGUN PERSEKUTUAN (KOINONIA)

 

Doa Pembuka

Bapa yang penuh kasih, terima kasih atas kasih karunia-Mu yang telah menghimpun kami di sini menjadi satu persekutuan atas nama Yesus Putera-Mu. Berkatilah kami dalam kegiatan belajar ini sehingga semakin memahami makna persekutuan dalam Gereja, dan menghayatinya dalam hidup menggereja kami, demi Yesus Kristus Putra-Mu, Tuhan dan Juruselamat kami. Amin.

 

Pemikiran Dasar

Gereja bukan sekadar organisasi saja, tetapi merupakan kumpulan anggota Umat Allah yang hidup bersekutu, bersatu dalam nama Tuhan. Apa beda Perusahaan (Organisasi) dan  Gereja?  Dalam  suatu  organisasi  kalau  salah  satu  departemennya  “mogok” paling-paling yang mogok itu di-PHK, kemudian manajemen mencari orang lain menggantikan. Akan tetapi di dalam Gereja kalau ada salah satu anggotanya mogok, kita akan usahakan supaya dia kembali. Kita akan berusaha memahami kesulitannya, kita akan mendoakan dia, kita akan menolong dia, kita akan membesuk dia, kita akan turut simpati keadaannya. Singkat kata, kita dalam semangat kebersamaan berusaha menolong anggota Gereja yang mengalami kesulitan atau kesusahan karena kita adalah satu kesatuan keluarga Allah (Gereja).

Dalam  Kitab  Suci,  dikatakan;  Demikianlah  kamu  bukan  lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah (Efesus 2:19). Artinya, bahwa kesatuan dan kebersamaan orang-orang percaya di dalam Kristus disebut persekutuan. Kata yang dipakai untuk persekutuan dalam bahasa Yunani adalah Koinonia yang berasal dari kata dasar koinos yang berarti lazim atau umum. Artinya, berkaitan dengan kebersamaan. Dalam Galatia 2:9, digambarkan bahwa Paulus dan Barnabas dengan berjabatan tangan sebagai tanda persekutuan diterima secara penuh dalam persekutuan yang dijadikan oleh iman bersama kepada Kristus. Tanda hubungan erat antara kedua belah pihak, bahwa mereka bersekutu dalam Kristus. Maka, koinonia (persekutuan) mempunyai dasar dan tujuan yang berasal dari Yesus Kristus. Dasar dan tujuan ini tidak dapat diganti dengan dasar dan tujuan yang lain. Jikalau persekutuan ini mengganti dasar, yang sudah diletakkan oleh dan di dalam Yesus Kristus, maka persekutuan ini kehilangan hakikatnya dan secara azasi bukan persekutuan (koinonia) lagi. Koinonia adalah persekutuan jemaat di dalam Kristus, walaupun banyak anggota, membentuk satu tubuh Kristus. Di dalam Koinonia ini kita tidak hanya sekedar bersekutu, tetapi kita mengabarkan Injil Kerajaan Allah melalui perkataan/kesaksian (Martyria) maupun perbuatan/pelayanan (Diakonia) dimana saja kita berada.

Pada pelajaran ini, para peserta didik dibimbing untuk memahami makna dan hakikat Gereja yang membangun persekutuan, antara lain melalui gerakan Komunitas Basis Gerejani (KBG) yang telah dicanangkan pada Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI). Peserta didik diharapkan menghayati semangat persekutuan umat itu di lingkungan dimana ia berada.

 

Menggali Pemahaman tentang Makna Gereja yang Membangun Persekutuan

Mengamati Makna Persekutuan Umat

“Sekitar 60 orang yang terdiri atas Pastor, Bruder, Suster, dan Awam dari tujuh paroki di Kevikepan Kepulauan Bangka-Belitung sepakat untuk terus mengembangkan Komunitas Basis Gerejani (KBG). Kesepakatan tersebut dibuat pada akhir sinode yang diadakan pada 14-15 Juni di Rumah Retret Puri Sadhana, Bangka Tengah. Uskup Pangkalpinang Mgr. Hilarius Moa Nurak, S.V.D. turut hadir pada pertemuan tersebut.“Semua orang menyarankan agar KBG terus dikembangkan di sini,” kata Pastor Fransiskus Tatu Mukin. Ia mengatakan ada dua alasan untuk terus mengembangkan komunitas basisi. Pertama karena Keuskupan Pangkalpinang melayani wilayah yang terdiri atas beberapa pulau. Kedua, umat Katolik tinggal berjauhan, bahkan ada yang tinggal di pulau kecil yang sama sekali tidak terhubungkan dengan paroki terdekat. “KBG memungkinkan umat Katolik membangun semangat persaudaraan di antara mereka dan juga dengan pengikut agama lain. Melalui KBG, orang-orang yang punya jiwa melayani bisa tampil,” katanya. Kevikepan Bangka-Belitung sudah memulai komunitas basis sejak tahun 1995 dan dijadikan prioritas pada sinode tahun 2000.

Dalam homili pada penutupan sinode, Mgr Hilarius mengatakan pemberdayaan komunitas basis merupakan perwujudan dari Gereja partisipatif di Kevikepan tersebut.“KBG bisa diartikan sebagai persatuan antara Umat Tuhan yang selalu melihat Kristus sebagai pusat dari segala sesuatu dan yang melanjutkan misi Kristus dalam kehidupan mereka sehari-hari,” kata Uskup. KBG merupakan kelompok orang Kristen di tingkat keluarga atau tetangga, yang datang dan berkumpul bersama untuk berdoa, membaca Kitab Suci, katekese, serta diskusi tentang masalah keseharian manusia dan gereja dengan tujuan untuk tercapai komitmen bersama.” (ucanews. com)

 

Menggali Ajaran Kitab Suci tentang  Persekutuan Umat (Komunitas Basis Gerejani)

Kisah Para Rasul 4:32-37

32Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.

33Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.

34Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa

35dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.

36Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus.

37Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul.

 

Penjelasan

Gambaran tentang persekutuan umat atau komunitas basis model jemaat perdana (Kis 4:32-37) dapat menjadi model atau cermin bagi kita untuk membangun persekutuan umat atau Komunitas Basis. Model Komunitas Umat perdana itu tidak dimaksudkan hanya untuk kelompok kecil umat saja, tetapi sesungguhnya model hidup (gaya hidup) Jemaat Perdana itu juga merupakan patron dan acuan untuk model atau cara hidup Gereja (umat beriman) sepanjang waktu, partikular maupun universal. Artinya bahwa cara hidup jemat perdana itu juga tetap merupakan cita-cita yang terus-menerus diupayakan, diperjuangkan, dan diwujudkan oleh umat beriman sepanjang waktu.

Ciri-ciri utama cara hidup jemaat perdana itu nampak sangat menonjol dalam lima hal yaitu adanya:

a)      persaudaraan/persekutuan,

b)      mendengarkan Sabda/pengajaran,

c)       pelayanan terhadap sesama/solidaritas,

d)      perayaan iman/pemecahan roti/doa, dan

e)      memberi kesaksian iman (tentang Tuhan) melalui cara hidup mereka.

Karena cara hidup mereka itu, mereka disukai semua orang, jumlah mereka makin lama makin bertambah dan mereka sangat dihormati orang banyak.

Perlu dipahami bahwa cara hidup berkomunitas seperti yang mereka miliki itu muncul karena tuntutan situasi dan lingkungan yang mengharuskan mereka untuk menemukan cara baru sebagai orang-orang yang telah dibaptis, yang percaya kepada Tuhan. Bisa dimengerti pada waktu itu, sekitar awal-awal abad pertama mereka masih merupakan kelompok kecil di tengah kelompok (lingkungan) lain yang jauh lebih besar, bahkan mungkin mengancam mereka juga. Sebagai kelompok kecil, yang baru memiliki identitas sendiri sebagai orang beriman, yang berbeda dari orang-orang lain di sekitar mereka, mau tidak mau mereka harus bersekutu, bersaudara, saling memperhatikan, saling membantu, dan harus memberikan kesaksian bahwa mereka adalah orang-orang yang baik (sebagai orang yang percaya) agar mereka dapat diterima dan dihargai oleh orang-orang lain di sekitar mereka. Itu semua mereka lakukan demi iman mereka akan Tuhan Yesus. Iman mereka menjadi penggerak utama dan sekaligus menjadi sumber kekuatan bagi mereka, untuk melakukan apa yang terbaik bagi diri mereka sendiri dan juga bagi orang lain di sekitar mereka.

Apa yang mereka lakukan sebetulnya merupakan suatu proses pemahaman akan jati diri mereka sebagai orang beriman. Kiranya karena keadaan lingkungan yang menuntut, mereka berusaha mengenal diri mereka sendiri, sesungguhnya siapa mereka atau apa ciri khas mereka sebagai orang beriman, bagaimana mereka harus berada di tengah lingkungan masyarakat dan apa yang harus mereka lakukan? Juga cara mereka mengatur persekutuan (paguyuban) dan melayani kebutuhan sesama warga komunitas sejauh kita bisa amati dalam Kisah Para Rasul itu, lebih bersifat spontan dan sukarela, muncul dari dorongan hati nurani, dengan kerendahan hati dan ketulusan masing-masing. Kiranya tidak bisa dikatakan bahwa mereka merupakan komunitas yang sudah jadi atau sudah mapan. Kegiatan mereka pastilah belum berdasarkan rumusan visi, misi, strategi, dan program kerja serta anggaran dana operasional seperti yang kita mau lakukan. Mereka belum mengenal ilmu manajemen yang sangat menekankan sistem, struktur serta mekanisme kerja yang jelas dan rapi, dengan aturan main dan batasan-batasan kewenangan yang jelas. Kiranya cara mereka mengatur kebersamaan jauh dari kecanggihan sistim dan metode-metode seperti yang kita gulati sekarang.

Namun tampak sekali dari cerita seperti yang dipaparkan dalam Kisah para rasul itu bahwa mereka merupakan komunitas yang sangat hidup, sangat terbuka, sangat aktif dan sangat dinamis. Yang paling menarik ialah cara hidup mereka, cara berada mereka sangat efektif, berdampak sangat positif bagi orang-orang lain di sekitar mereka, sehingga mereka disukai semua orang (Kis 2:47), jumlah orang yang percaya kepada Tuhan makin hari makin bertambah (Kis.2:47; Kis. 5:14), dan mereka sangat dihargai oleh orang banyak (Kis. 5:13).

Hal yang sangat penting bahwa iman mereka akan Tuhan adalah landasan atau sokoguru atau tulang pungggung dari segala upaya yang mereka lakukan untuk meneguhkan  keberadaan  mereka  di  tengah  lingkungan  (di  tengah  dunia),  dan untuk mewartakan atau memberikan kesaksian tentang apa yang mereka percaya. Sementara itu, hal-hal lain yang pada permukaan tampak dalam wujud tindakan sosial dan ekonomi, aksi solidaritas, kepedulian kepada sesama, menolong, dan menyembuhkan orang sakit (Kis. 5:16) merupakan buah, hasil atau dampak dari iman mereka kepada Tuhan, merupakan hasil dari upaya meneguhkan dan mewartakan iman mereka sendiri. Maka, komunitas Jemaat Perdana adalah komunitas iman, komunitas spiritual, komunitas yang digerakkan oleh Roh Kudus, komunitas orang- orang yang bertobat (mau berubah), bukan komunitas yang terbentuk pertama-tama karena alasan-alasan (kepentingan) sosial, ekonomi atau kekuasaan. Tatanan duniawi, urusan sosial-ekonomi justru diresapi, dijiwai, digerakkan, oleh/karena iman mereka akan Tuhan itu dan bukan sebaliknya.

 

Doa Penutup

Allah Bapa yang Mahabaik, kami bersyukur telah mendengar firman-Mu melalui kegiatan belajar ini. Semoga apa yang kami peroleh dalam pelajaran tentang Gereja yang membangun persekutuan ini, dapat menguatkan kami untuk ikut ambil bagian sebagai anggota Gereja dalam membangun persekutuan umat demi kemuliaan-Mu sepanjang segala masa. Amin.

Pertanyaan:

1. Bagaimanakah komunitas jemaat perdana berdasarkan Kisah Para Rasul 4:32-37?

2. Ciri-ciri utama cara hidup jemaat perdana nampak dalam 5 hal. Sebutkan!

3. Apa perbedaan antara Gereja dan perusahaan sebagai sebuah organisasi?

4. Apa makna koinonia berdasarkan Efesus 2:19 dan Galatia 2:9?


GEREJA YANG MEMBANGUN PERSEKUTUAN (KOINONIA)

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Allah Bapa yang Mahakuasa, Roh Kudus telah menyatukan kami untuk berbakti, bersatu, berkomunitas untuk menimba semangat cinta kesatuan dan persaudaraan. Melalui pertemuan ini, sanggupkanlah kami untuk termotivasi menghayati semangat Putera-Mu, semangat persekutuan yang menguduskan sebagaimana tubuh Kristus menguduskan kami dan Gereja-Nya. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

 

Langkah pertama: menggali pengalaman hidup persekutuan

1.    Apersepsi

Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan berdialog bersama   peserta didik dan mengajak mereka mengingat kembali tema pembelajaran sebelumnya tentang tugas karya Gereja menjadi saksi Kristus dan penugasan yang diberikan. Misalnya, adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan tugas Gereja menjadi saksi Kristus dalam hidupmu sehari-hari di rumah, lingkungan Gereja dan masyarakat?

Selanjutnya guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu tentang tugas Gereja yang membangun persekutuan (koinonia). Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat memotivasi peserta didik dengan pertanyaan, misalnya apa tugas Gereja yang membangun persekutuan (koinonia) dan apa bentuk perwujudan tugas membangun persekutuan itu dalam hidup sehari-hari? Untuk memahami hal itu, marilah kita memulai pembelajaran dengan menyimak cerita  berikut ini.

 

2.    Mengamati realita kehidupan

Peserta didik membaca dan menyimak artikel berita tentang salah satu gerakan komunitas basis Gerejawi di masyarakat. (Guru dapat menggunakan cerita lain yang sesuai).

Aksi Solidaritas Umat Katolik Menolong Sesamanya Membangun Rumah Warga

Persekutuan umat Katolik yang terhimpun dalam Komunitas Basis Gerejawi (KBG) St. Kristoforus, Paroki St. Paulus, Depok, Keuskupan Bogor bergotong royong membangun rumah salah satu warganya dengan penuh semangat persaudaraan.

Kisah ini terjadi pada tahun 1998 dimana  ada seorang warga di KBG St. Kristoforus yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari sebuah kedutaan asing di Jakarta. Sebagian dari uang PHK –nya digunakan untuk membeli tanah kosong   di daerah Susukan, Bojonggede, Kabupten Bogor. Ternyata setelah membeli lahan kosong itu,  ia mengalami kekurangan dana untuk membangun rumah tempat tinggal bersama keluarganya. Lokasi tanah yang dibeli kala itu cukup jauh dari jalan raya, dan untuk mecapai lokasi tersebut, harus melalui jalan setapak melewati semak  belukar perkebunan penduduk setempat.

Meski di tengah kebun yang  cukup jauh dari perkampungan, warga Katolik ini membangun rumah sementara atau tepatnya pondok untuk tempat mereka bernaung. Bahan baku rumah dibuat dari bambu dan dipasang dibawah sebuah pohon besar. Sebagai dinding rumah, ia membuatnya dari seng. Selama hampir setahun keluarga dengan empat orang anak saat itu berdiam di dalam rumah sederhananya dengan penerangan petromax atau lampu gas di malam hari. Sebelumnya mereka tinggal di rumah kontrakan di Jakarta Selatan. “Dari pada membayar kontrakan, lebih baik tinggal di rumah sendiri, meski sederhana di tengah kebun yang sepih”, kata bapak ini.

Beberapa bulan kemudian, keluarga ini melaporkan keberadaannya pada pengurus  komunitas umat Katolik yang ada di sekitar tempat tinggalnya, yang kemudian hari diberi nama Wilayah St. Kristoforus, Paroki St. Paulus Depok. Pengurus KBG berkunjung ke tempat kediaman keluarga itu dan merasa tersentuh hatinya melihat kondisi rumah yang sangat sederhna itu.

Pengurus KBG pun berdiskusi dan memutuskan agar umat bergotongroyong membangun rumah warganya tersebut. Pastor Paroki St. Paulus Depok pun mendukung gerakan solidaritas umat untuk membangun rumah yang layak huni bagi keluarga itu.

Sumbangan umat pun berdatangan, ada yang menyumbang semen, ada yang menyumbang pasir, ada yang menyumbang batu kali, tripleks, ubin, batang bambu, balok, usuk, dan lain-lain. Setelah terkumpul, dicarikan tukang di kalangan umat sendiri dan mulailah dibangun rumah itu. Dalam waktu sebulan rumah itu telah berdiri meski belum sepenuhnya utuh. Prinsipnya rumah itu layak untuk dihuni, sehingga terhindar dari panas matahari dan guyuran air di musim hujan.

Selain keluarga ini, ada juga keluarga Katolik di lingkungan atau KBG yang nasibnya serupa. Umat di lingkungan atau wilayah pun melakukan hal yang sama yaitu bersatu, bergotong royong membangun rumah warga seiman yang sangat membutuhkan uluran tangan sesamanya itu.

Solidaritas Umat Katolik di masa Pandemi  Covid -19

Selama masa pandemi Covid-19 ini, gerakan solidaritas  umat di wilayah rohani ini terus berkobar membantu yang terpapar covid dengan suplemen dan obat- obatan, maupun memberikan paket sembako bagi keluarga-keluarga yang terdampak pada pekerjaannya. Paroki pun turut mensupport bansos selama masa covid ini untuk keterpenuhan kebutuhan dasar umat yang terkena dampak secara ekonomi keluarga.  (Daniel Boli Kotan).

 

3.    Pendalaman

Peserta didik berdiskusi dalam kelompok kecil untuk mendalami artikel berita dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

a.      Apa isi artikel berita di atas?

b.      Mengapa umat Katolik mau membangun rumah salah satu warganya?

c.       Apa yang kalian ketahui dan pahami tentang Komunitas Basis Gerejawi?

d.      Apa nama kelompok basis umat Katolik di parokimu? Apa saja kegiatan dalam kelompok umatmu itu?

 

4.    Melaporkan hasil diskusi

Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain dapat menanggapinya.

 

5.    Penjelasan

Setelah mendengar laporan hasil diskusi kelompok, guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan.

a.    Umat dari KBG atau wilayah St. Kristoforus, Paroki St. Paulus Depok sebagai sebuah komunitas umat beriman kristiani merasa terpanggil untuk membantu sesamanya yang sangat membutuhkan pertolongan. Semangat persaudaraan dan solidaritas diwujudkan dengan cara berbagi apa yang mereka miliki dan tenaga untuk bersama-sama bekerja gotong royong membangun rumah salah satu warganya.

b.    Semangat persaudaraan, solidaritas dan gotongroyong   dalam komunitas umat beriman kristiani tetap hidup dan berkobar hingga saat ini ketika negeri kita dan dunia mengalami bencana pandemi covid-19. Umat saling bahu membahu memerhatikan anggota umat yang terdampak langsung Covid-19.

c.     Pengertian KBG. Menurut Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun  2000  adalah  cara  hidup  berdasarkan  iman,  jumlah  anggotanya tidak terlalu banyak, komunikasi terbuka antar-anggota dalam semangat persaudaraan, membangun solidaritas dengan sesama, khususnya dengan saudara yang miskin dan tertindas. Inspirasi dasar pemahaman demikian adalah teladan hidup jemaat perdana sehingga komunitas basis merupakan Gereja mini yang hidup dinamis dalam pergumulan iman. Dengan cara seperti ini, diyakini bahwa kehadiran Gereja bisa lebih mengakar, lebih kontekstual dan mampu menjalankan perannya untuk menjadi terang dan menggarami dunia seturut irama zaman.

d.    SAGKI 2000 mengakui bahwa sebagai bagian integral dari bangsa, umat Katolik Indonesia sepenuhnya ikut menghadapi permasalahan dan tantangan- tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia, seperti reformasi, situasi penuh ketakutan dan penderitaan. Peserta sidang berkeyakinan bahwa KBG merupakan jawaban yang tepat untuk pertanyaaan: “Bagaimana kita umat Katolik sebagai warga masyarakat melibatkan diri dalam pergumulan bangsa ini mewujudkan Indonesia baru yang lebih adil, lebih manusiawi, lebih damai dan memiliki keputusan hukum?”

 

Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci tentang persekutuan (koinonia)

1.    Membaca dan menyimak teks Kitab Suci

Peserta didik membaca dan menyimak Kisah Para Rasul 4:32–37.

32Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.

33Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.

34Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa

35dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.

36Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang  Lewi dari Siprus.

37Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul

 

2.    Pendalaman

Setelah menyimak teks Kitab Suci, peserta didik mendalami dengan pertanyaan- pertanyaan berikut:

a.    Apa yang dikisahkan pada cerita Kitab Suci tadi?

b.    Apa arti persekutuan menurut Kitab Suci?

c.     Apa ciri-ciri persekutuan umat?

d.    Apa fungsi persekutuan umat?

 

3.    Penjelasan

Setelah berdiskusi guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan.

a.    Gambaran tentang persekutuan umat atau komunitas basis model jemaat perdana (Kis. 4:32–37) dapat menjadi model atau cermin bagi kita untuk membangun persekutuan umat atau Komunitas Basis, atau lingkungan rohani atau apapun istilahnya sesuai kebiasaan Gereja setempat atau Gereja lokal.

b.    Model  komunitas  umat  perdana  itu  tidak  dimaksudkan  hanya  untuk kelompok kecil umat saja, tetapi sesungguhnya model hidup (gaya hidup) jemaat perdana itu juga merupakan patron dan acuan untuk  model atau cara hidup Gereja (umat beriman) sepanjang waktu, partikular maupun universal. Artinya bahwa cara hidup jemat perdana itu juga tetap merupakan cita-cita yang terus-menerus diupayakan, diperjuangkan dan diwujudkan oleh umat beriman sepanjang waktu.

c.     Ciri-ciri utama cara hidup jemaat perdana itu tampak sangat menonjol dalam lima hal, yaitu adanya:

1)      persaudaraan/persekutuan;

2)      mendengarkan sabda/pengajaran;

3)      pelayanan terhadap sesama/solidaritas;

4)      perayaan iman/pemecahan roti/doa;

5)      memberi kesaksian iman (tentang Tuhan) melalui cara hidup mereka.

d.    Karena cara hidup mereka itu, mereka disukai semua orang, jumlah mereka makin lama makin bertambah dan mereka sangat dihormati orang banyak.

 

Langkah ketiga: menghayati persektuan (koinonia)

1.    Refleksi

Peseta didik menuliskan refleksi tentang semangat membangun persekutuan umat (koinonia) dalam hidupnya sebagai anggota Gereja.

2.    Aksi

Peserta didik menulis rencana aksi untuk mengambil bagian dalam persekutuan umat di sekolah, lingkungan rohani, komunitas umat basis atau dan lain-lain.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin. Allah Bapa di surga, bersama Gereja-Mu yang kudus, kami bersyukur dan berterima kasih,

telah menyelesaikan pembelajaran ini, kami memperoleh pengetahuan dan tumbuhnya iman. Tuhan, semoga kami sanggup dan mampu membangun, berpartisipasi dalam komunitas Gereja-Mu, menciptakan kerukunan, kedamaian, kemajuan, saling mengasihi dalam persaudaraan atau persekutuan; mendengarkan sabda pengajaran, pelayanan terhadap sesama atau solidaritas serta perayaan iman atau pemecahan roti/doa; sanggupkan kami untuk memberi diri kami dalam kesaksian iman melalui cara hidup kami. Karena Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin. Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

1.    Perjuangan KBG di tengah masayarakat antara lain mewujudkan nilai toleransi kehidupan beragama   dan dapat terus diwariskan kepada anak cucu   serta mendapat jaminan dari pemerintah.

2.    Pengertian KBG. Menurut Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun  2000  adalah  cara  hidup  berdasarkan  iman,  jumlah  anggotanya  tidak terlalu banyak, komunikasi terbuka antaranggota dalam semangat persaudaraan, membangun solidaritas dengan sesama, khususnya dengan saudara yang miskin dan tertindas. Inspirasi dasar pemahaman demikian adalah teladan hidup jemaat perdana sehingga komunitas basis merupakan Gereja mini yang hidup dinamis dalam pergumulan iman.

3.    Gereja purba atau Gereja perdana telah menunjukkan satu sikap komuniter yang sangat menyolok. Menurut Kisah Para Rasul, komunitas perdana di Yerusalem hidup “sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.”(Kis. 4:32) Jadi, sejak awal mulanya, Gereja lebih menyerupai sebuah komunitas yang rukun dan saling mengasihi, daripada sebuah perkumpulan orang yang beraskese secara individualistis.

4.    Ciri-ciri utama cara hidup jemaat perdana itu nampak sangat menonjol dalam lima hal yaitu adanya: persaudaraan/persekutuan; mendengarkan sabda/ pengajaran; pelayanan terhadap sesama/solidaritas; perayaan iman/pemecahan roti/doa; memberi kesaksian iman (tentang Tuhan) melalui cara hidup mereka.


 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar