Cari Blog Ini

Kamis, 28 Januari 2021

DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA DAN BERKEPERCAYAAN LAIN

 

DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA DAN BERKEPERCAYAAN LAIN

 

Hans Kung, seorang penggagas rumusan etika global, mengatakan bahwa:

”Tidak akan ada perdamaian dunia tanpa adanya perdamaian agama-agama, tidak akan ada perdamaian agama tanpa adanya dialog antaragama, tidak akan ada dialog antaragama tanpa melacak nilai fundamental dari setiap agama.”

 

Perkataan tersebut masih relevan dengan dunia sekarang. Kasus-kasus kekerasan antar sekolompok umat beragama di Indonesia bisa menjadi bukti pembenaran hipotesis Hans Kung tersebut. Karena itu, dialog antarumat beragama dan kepercayaan lain di Indonesia menjadi sangat penting, bahkan menjadi sebuah kebutuhan dalam hidup bermasyarakat.

 

Nilai-nilai fundamental dari setiap agama di Indonesia memang sebaiknya diajarkan kepada seluruh anak bangsa, sehingga mereka dapat memahami dan menghargai keberadaan agama-agama lain.

 

Pada pokok bahasan sebelumnya, peserta didik telah diajarkan tentang ciri khas ajaran setiap agama di Indonesia. Tujuannya agar para peserta didik mengenal, memahami serta dapat bersikap positif terhadap agama-agama lain, sehingga dapat bergaul tanpa curiga serta membangun  komunitas masyarakat yang damai dan sejahtera serta bebas dari kekerasan.

 

Kompendium Ajaran Sosial Gereja juga melarang kekerasan atas nama agama dengan menyatakan: Tindak kekerasan tidak pernah menjadi tanggapan yang benar. Dengan keyakinan akan imannya di dalam Kristus dan dengan kesadaran akan misinya, Gereja mewartakan “bahwa tindak kekerasan adalah kejahatan, bahwa tindak kekerasan tidak dapat diterima sebagai suatu jalan keluar atas masalah, bahwa tindak kekerasan tidak layak bagi manusia. Tindak kekerasan adalah sebuah dusta, karena ia bertentangan dengan kebenaran iman kita, kebenaran tentang kemanusiaan kita. Tindak kekerasan justru merusakkan apa yang diklaim dibelanya: martabat, kehidupan, kebebasan manusia”.

 

Ajaran Gereja Katolik tentang Dialog Antarumat Beragama dalam Dokumen Konsili Vatikan II, Dekrit Nostra Aetate art. 2 berikut ini:

“Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci di dalam agama- agama ini. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya. Maka Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang iman serta perihidup kristiani, mengakui, memelihara dan mengembangkan harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya, yang terdapat pada mereka.” (NA.2)

 

Sikap Gereja

“Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci di dalam agama- agama ini. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang”.

 

Bentuk-Bentuk Dalog

1.       Dialog Kehidupan

Kita sering hidup bersama dengan umat beragama lain dalam suatu lingkungan atau daerah. Dalam hidup bersama itu, kita tentu berusaha untuk bertegur sapa, bergaul, dan saling mendukung serta saling membantu satu sama lain. Hal itu dilakukan bukan saja demi tuntutan sopan santun dan etika pergaulan, tetapi juga tuntutan iman kita. Dengan demikian terjadilah dialog kehidupan.

2.       Dialog Karya

Dalam  hidup  bersama  dengan  umat  beragama  lain,  kita  sering  diajak dan didorong untuk bekerja sama demi kepentingan bersama atau kepentingan yang lebih luas dan luhur. Kita bekerja sama dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, kegiatan sosial karitatif, kegiatan rekreatif, dsb. Dalam kegiatan-kegiatan seperti itu, kita dapat lebih saling mengenal dan menghargai.

3.       Dialog Iman

Dalam hal hidup beriman, kita dapat saling memperkaya, walaupun kita berbeda  agama. Ada  banyak  ajaran  iman  yang  sama,  ada  banyak  visi dan misi agama kita yang sama. Lebih dari itu semua, kita mempunyai perjuangan yang sama dalam menghayati ajaran iman kita. Dalam hal ini, kita dapat saling belajar, saling meneguhkan, dan saling memperkaya. Dari pihak kita, umat Katolik, dapat memberikan kesaksian iman kita tentang bagaimana kita menghayati nilai-nilai Injili seperti: cinta kasih, solidaritas, pengampunan, pemaafan, kebenaran, kejujuran, keadilan, perdamaian, dsb.

 

Rabu, 27 Januari 2021

HAK ASASI MANUSIA

HAK ASASI MANUSIA

PENDAHULUAN

Homo homini  lupus, sebuah frase singkat yang pertama  kali diucapkan  oleh Plautus pada 195 SM, yang berarti bahwa manusia adalah serigala bagi manusia yang lain, sebuah penegasan bahwa manusia itu mengganggap penaklukan terhadap manusia  lainnya adalah sebuah kodrat. Kehidupan manusia  layaknya kehidupan serigala di alam liar. Kita saling menerkam, merampas, menyakiti, dan merebut milik manusia lainnya. Dalam sejarahnya, rentang waktu kita telah dipenuhi oleh darah dan air mata, alirannya bahkan belum akan kering hingga saat ini. Sejarah mencatat pernah terjadi perang dunia, atau perang antar-bangsa dengan blok-bloknya selama dua kali, belum termasuk perang-perang saudara dengan berbagai motifnya. Karena pengalaman  umat  manusia  atas sejarah penderitaan  manusia  yang tak terbilang jumlahnya itulah maka timbullah perjuangan untuk menegakkan hak-hak asasi manusia.

 

Ada hasrat kuat bersama untuk menghentikan segala perkosaan martabat manusia.Hasrat itu menyatakan dengan tegas: orang harus menjamin dan membela hak-hak asasi manusia, dan jangan merampasnya. Karena sejarah penderitaan itulah Perserikatan Bangsa-Bangsa terdorong untuk  mendeklarasikan piagam hak asasi manusia pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris. Hak Asasi Manusia dalam piagam itu dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu: (1) hak-hak sipil dan politik; (2) hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.

Hak-Hak Sipil dan Politik; Hak-hak sipil dan politik lebih menyangkut hubungan warga negara dan pemerintahan,  serta menjamin  agar setiap warga memperoleh kemerdekaan. Hak-hak ini meliputi: hak atas hidup, hak kebebasan berpikir dan hak kebebasan menyatakan pendapat, hak kebebasan hati nurani dan agama, serta hak kebebasan berkumpul atau berserikat; hak atas kebebasan dan kemampuan dirinya; hak atas kesamaan di depan hukum dan hak atas perlindungan hukum di hadapan pengadilan (dalam hal penangkapan, penggeledahan, penahanan, penganiayaan, dan sebagainya); hak atas partisipasi dalam pemerintahan (berpolitik), dan lain-lain. Hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya lebih menyangkut hidup kemasyarakatan dalam arti luas dan menjamin agar orang dapat mempertahankan kemerdekaan. Hak-hak itu meliputi: hak mendirikan keluarga serta hak atas kerja, hak atas pendidikan, hak atas tingkat kehidupan yang layak bagi dirinya sendiri dan keluarga, dan hak atas jaminan waktu sakit dan di hari tua. Ada pula hak atas lingkungan hidup yang sehat serta hak para bangsa atas perdamaian.

 

Penjelasan

-     Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat dalam diri manusia, bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau negara, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Hak-hak itu dimiliki manusia karena ia manusia. Sejak seseorang mulai berada dalam rahim ibunya, ia memiliki hak-hak asasi itu.

-     Dalam paham Hak Asasi Manusia, hak-hak itu tidak dapat dihilangkan. Oleh karena manusia tidak menerima hak itu dari negara, maka negara juga tidak dapat meniadakannya. Walaupun negara tidak mengakuinya, namun hak-hak itu tetap dimiliki manusia dan seharusnya diakui.

-     Hak-hak asasi merupakan hak yang universal. Artinya, hak-hak itu menyangkut semua orang, berlaku dan harus diberlakukan di mana-mana. Misalnya, hak un- tuk hidup layak, hak untuk mendapat pendidikan dan pekerjaan, hak untuk menikah,

-     Perumusan hak-hak asasi tidak pernah lepas dari konteks kultural/budaya tertentu. Rumus dan pengertian hak asasi ditentukan oleh lingkup kebudayaan, seharusnya membuat orang makin peka, agar jangan sampai ada penderitaan yang tidak diperhatikan dan jangan sampai ada hak seseorang yang dilanggar. Menolak sifat universal hak-hak asasi manusia berarti menyangkal unsur manusiawi yang terdapat dalam setiap kebudayaan.

 

MENDALAMI DEKLARASI ATAU PIAGAM PBB TENTANG HAK ASASI MANUSIA

 

PIAGAM PBB TENTANG HAK ASASI MANUSIA (HAM)

(Dideklarasikan pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris)

 

MUKADIMAH

 

Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian di dunia.

 

Menimbang bahwa mengabaikan dan memandang rendah hal-hak asasi manusia telah mengakibatkan perbuatan-perbuatan bengis yang menimbulkan rasa kemarahan hati nurani umat manusia, dan terbentuknya suatu dunia tempat manusia akan mengecap kenikmatan kebebasan berbicara dan beragama serta kebebasan dari ketakutan dan kekurangan telah dinyatakan sebagai cita-cita tertinggi dari rakyat biasa.

 

Menimbang bahwa hak-hak asasi manusia perlu dilindungi oleh peraturan hukum supaya orang tidak akan terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kelaliman dan penindasan.

 

Menimbang  bahwa pembangunan  hubungan  persahabatan  antara  negara-negara perlu digalakkan.

 

Menimbang bahwa bangsa-bangsa dari Perserikatan Bangsa-Bangsa sekali lagi telah menyatakan di dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa kepercayaan mereka akan hak-hak dasar dari manusia, akan martabat dan nilai seseorang manusia dan akan hak-hak yang sama dari pria maupun wanita, dan telah bertekad untuk menggalakkan kemajuan sosial dan taraf hidup yang lebih baik di dalam kemerdekaan yang lebih luas.

 

Menimbang bahwa Negara-Negara Anggota telah berjanji untuk mencapai kemajuan dalam  penghargaan  dan  penghormatan  umum  terhadap  hak-hak  asasi manusia dan kebebasan-kebebasan asasi, dengan bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

 

Menimbang bahwa pengertian umum  tentang hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut sangat penting untuk  pelaksanaan yang sungguh-sungguh  dari janji ini, maka, Majelis Umum  dengan ini memproklamasikan  Pernyataan  Umum  tentang Hak-Hak Asasi Manusia.

 

Sebagai satu standar umum keberhasilan untuk semua bangsa dan semua negara, dengan tujuan agar setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat dengan senantiasa mengingat Pernyataan  ini, akan berusaha dengan jalan mengajar dan mendidik untuk menggalakkan penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut,  dan  dengan  jalan tindakan-tindakan  progresif yang bersifat nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan penghormatannya secara universal dan efektif, baik oleh bangsa-bangsa dari Negara-Negara Anggota sendiri maupun  oleh bangsa-bangsa dari daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan hukum mereka.

 

Pasal 1

Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.

 

Pasal 2

Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam pernyataan ini tanpa perkecualian apa pun, seperti ras, warna kulit, jenis kela- min, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.

Di samping itu, tidak diperbolehkan melakukan perbedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.

 

Pasal 3

Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu.

 

Pasal 4

Tidak  seorang  pun  boleh  diperbudak  atau  diperhambakan,  perbudakan  dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun mesti dilarang.

 

Pasal 5

Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya.

 

Pasal 6

Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai pribadi di mana saja ia berada.

 

Pasal 7

Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam itu.

 

Pasal 8

Setiap orang berhak atas bantuan yang efektif dari pengadilan nasional yang kompeten untuk  tindakan  pelanggaran hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum.

 

Pasal 9

Tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang secara sewenang-wenang.

 

Pasal 10

Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas pengadilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan ke- padanya.

 

Pasal 11

1.    Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu pelanggaran hukum dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang diperlukan untuk pembelaannya.

2.    Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran hukum karena perbuatan  atau kelalaian yang bukan merupakan suatu pelanggaran hukum menurut  undang-undang  nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman lebih berat daripada hukuman yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran hukum itu dilakukan.

 

Pasal 12

Tidak seorang pun dapat diganggu dengan sewenang-wenang urusan pribadinya, rumah-tangganya atau hubungan surat-menyuratnya, juga tidak diperkenankan pelanggaran atas kehormatannya dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran itu.

 

Pasal 13

1.    Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas negara.

2.    Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya.

 

Pasal 14

1.    Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran.

2.    Hak ini tidak berlaku untuk kasus pengejaran yang benar-benar timbul karena kejahatan-kejahatan yang tak berhubungan dengan politik, atau karena perbuatan- perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.

 

Pasal 15

1.    Setiap orang berhak atas sesuatu kewarga-negaraan

2.    Tidak seorang pun dengan semena-mena  dapat dicabut kewarga-negaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti kewarga-negaraannya.

 

Pasal 16

1.    Pria dan wanita yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarga-negaraan atau agama, berhak untuk nikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan pada saat perceraian.

2.    Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai.

3.    Keluarga adalah kesatuan alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan negara.

 

Pasal 17

1.    Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain.

2.    Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena

 

Pasal 18

Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama, dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk me- nyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, mempraktekkan- nya, melaksanakan ibadahnya dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.

 

Pasal 19

Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan  pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah).

 

Pasal 20

1.    Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai.

2.    Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki sesuatu perkumpulan.

 

Pasal 21

1.    Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas.

2.    Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya

3.    Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini ha- rus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan yang tidak membeda-bedakan, dan dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menu- rut cara-cara lain yang menjamin kebebasan memberikan suara.

 

Pasal 22

Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak melaksanakan usaha-usaha nasional dan kerjasama internasional, dan sesuai dengan organisasi serta sumber-sumber kekayaan setiap negara, hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan  bebas prib- adinya.

 

Pasal 23

1.    Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil serta baik, dan berhak atas per- lindungan dari pengangguran.

2.    Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan sama untuk pekerjaan yang sama.

3.    Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik yang menjamin kehidupannya dan keluarganya, suatu kehidupan yang pan- tas untuk manusia yang bermartabat, dan jika perlu di tambah dengan perlind- ungan sosial lainnya.

4.    Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.

 

Pasal 24

Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan-pembatasan jam kerja yang layak dan hari libur berkala, dengan menerima upah.

 

Pasal 25

1.    Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk  dirinya  dan  keluarganya, termasuk  pangan,  pakaian,  perumahan  dan perawatan kesehatannya, serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut atau mengalami kekurangan mata pencarian yang lain karena keadaan yang berada di luar kekuasaannya.

2.    Para ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan khusus. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.

 

Pasal 26

1.    Setiap orang berhak mendapat pendidikan.  Pendidikan harus gratis, setidak- tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan jurusan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus secara adil dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.

2.    Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta  memperkokoh  rasa  penghargaan  terhadap  hak-hak  asasi manusia  dan kebebasan asasi. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian.

3.    Orangtua mempunyai hak utama untuk memilih jenis pendidikan  yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.

 

Pasal 27

1.    Setiap orang berhak untuk turut serta dengan bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, untuk mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan manfaatnya.

2.    Setiap orang berhak untuk  memperoleh  perlindungan  atas kepentingan- kepentingan moril dan material yang diperoleh sebagai hasil dari sesuatu produksi ilmiah, kesusastraan atau kesenian yang diciptakannya.

 

Pasal 28

Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial lokal dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya.

 

Pasal 29

1.    Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat tempat  satu-satunya di mana ia memperoleh kesempatan untuk mengembangkan pribadinya dengan penuh dan leluasa.

2.    Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus tunduk  hanya  pada  pembatasan-pembatasan   yang  ditetapkan  oleh  undang- undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal kesusilaan, ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat demokrasi.

3.    Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dengan jalan bagaimanapun tidak boleh dilaksanakan bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.

 

Pasal 30

Tidak satu pun di dalam pernyataan ini boleh ditafsirkan seolah-olah memberikan sesuatu negara, kelompok ataupun seseorang, hak untuk terlibat di dalam kegiatan apa pun atau melakukan perbuatan yang bertujuan untuk merusak hak-hak dan ke- bebasan-kebebasan yang mana pun yang termaktub di dalam Penyataan ini.

 

 

Penjelasan

PBB terdorong untuk mendeklarasikan Piagam Hak Asasi Manusia pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris untuk menghentikan pelecehan martabat manusia yang terjadi di pelbagai negara di dunia.

 

Hak Asasi Manusia dalam piagam itu dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu:

 

1.       Hak-Hak Sipil dan Politik

Hak-hak sipil dan politik lebih menyangkut hubungan warga negara dan pemerintahan, serta menjamin agar setiap warga memperoleh kemerdekaan. Hak-hak ini meliputi: hak atas hidup, hak kebebasan berpikir dan hak kebebasan menyatakan pendapat, hak kebebasan hati nurani dan agama, serta hak kebebasan berkumpul atau berserikat; hak atas kebebasan dan kemampuan dirinya; hak atas kesamaan di depan hukum dan hak atas perlindungan hukum di hadapan pengadilan (dalam hal penangkapan, penggeledahan, penahanan, penganiayaan, dan sebagainya); hak atas partisipasi dalam pemerintahan (berpolitik), dan lain-lain.

2.       Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya

Hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya lebih menyangkut hidup kemasyarakatan dalam arti luas dan menjamin agar orang dapat mempertahankan  kemerdekaan. Hak-hak itu meliputi: hak mendirikan keluarga serta hak atas kerja, hak atas pendidikan, hak atas tingkat kehidupan yang layak bagi dirinya sendiri dan keluarga, dan hak atas jaminan waktu sakit dan di hari tua. Ada pula hak atas lingkungan hidup yang sehat serta hak para bangsa atas perdamaian dan perkembangan.


Selasa, 26 Januari 2021

TRADISI GEREJA

TRADISI GEREJA

Arti Tradisi

Menurut   Kamus  Bahasa  Indonesia,  tradisi  diartikan   sebagai  adat kebiasaan turun-temurun (berupa  upacara, peralatan, kesenian, adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran) yang masih dijalankan oleh masyarakat. Tradisi dapat  mengalami perubahan  dan  penyesuaian dengan  situasi dan kondisi masyarakat bersangkutan. Bilamana tradisi dianggap tidak lagi relevan dengan tata nilai masyarakat atau tidak mampu menjawab tantangan zaman maka tradisi semacam ini biasanya ditinggalkan dan punah  dengan sendirinya. Jadi sesungguhnya tradisi dapat dipandang sebagai pencerminan  dari penghayatan masyarakat tentang  nilai atau ajaran tertentu, yang kemudian diungkapkan dalam peralatan, kesenian, upacara, norma atau ajaran.

 

Arti Tradisi Gereja

Menurut Kamus Teologi, tradisi berasal dari bahasa Latin traditio yang berarti penerusan. Tradisi adalah proses penerusan (tradisi sebagai tindakan) dan warisan yang diteruskan (tradisi sebagai isi). Kata tradisi dalam bahasa Yunani yaitu paradosis yang secara harafiah berarti sesuatu yang telah “diserahkan”, “diteruskan”, “diwariskan”. Gereja Katolik mewarisi kekayaan tradisi yang luar biasa, walaupun ada juga tradisi yang berubah atau tidak lagi hidup di kalangan umat.

 

Gereja memiliki tradisi yang sangat kaya. Tradisi yang dimaksud bukan sekedar upacara, ajaran atau kebiasaan kuno. Tradisi Gereja lebih merupakan :

·     ungkapan pengalaman iman Gereja akan Yesus Kristus, yang diterima, diwartakan, dirayakan, dan diwariskan kepada angkatan-angkatan  selanjutnya.

·     pengalaman iman bersama jemaat Kristiani, dalam menghayati hidup dan imannya dalam Kristus berkat persatuannya di dalam Roh Kudus.

·     kenyataan yang hidup yang menyimpan pengalaman iman jemaat yang diterima, diwartakan, dirayakan, dan diwariskan kepada angkatan-angkatan selanjutnya.

·     bentuk pengungkapan atas penghayatan iman Gereja.

 

Konsili Vatikan II memandang penting peran Tradisi ”Demikianlah Gereja dalam ajaran, hidup serta ibadatnya melestarikan serta meneruskan kepada semua keturunan, dirinya seluruhnya, imannya seutuhnya”. Tradisi ”berkat bantuan Roh Kudus” berkembang dalam Gereja, ”sebab berkembanglah pengertian  tentang kenyataan-kenyataan  maupun  kata-kata  yang ditanamkan,”  dan  ”Gereja tiada hentinya berkembang menuju kepenuhan kebenaran Ilahi” (Dei Verbum art. 8). Dalam arti ini tradisi mempunyai orientasi ke masa depan.

 

Pemeliharaan Tradisi Gereja

Pemeliharaan tradisi dalam Gereja bertujuan agar pewahyuan Allah dipertahankan dan diungkapkan dalam hidup jemaat. Dan oleh karena Gereja tidak terikat dengan masyarakat, budaya, atau bangsa tertentu, maka penetapan tradisi- tradisi  suci  selalu menekankan  prinsip  universalitas  (berlaku  untuk segenap Gereja) berkesinambungan (dari para saksi/murid Kristus dan para penggantinya), didasari konsensus dalam upaya menjaga kesatuan Tubuh Kristus.

 

Untuk menjaga Tradisi, Gereja perdana mengumpulkan dan menyusun tulisan-tulisan suci yang diakui sebagai iman para Rasul oleh semua Gereja ke dalam kanon Kitab Suci. Kanonisasi Kitab Suci itu menjadi sangat penting terutama untuk membedakan ajaran-ajaran yang salah dari ajaran-ajaran  yang  asli. Gereja  perdana  juga  mengembangkan rumusan  syahadat  sebagai bentuk  pengakuan  iman  yang  normatif. Dengan  cara itu,  pewahyuan Allah dipertahankan  dan  diungkapkan dalam hidup jemaat.

 

 

Dalam tradisi itu ada satu kurun waktu yang istimewa, yakni zaman Yesus dan para Rasul. Pada periode yang disebut zaman Gereja Perdana, Tradisi sebelumnya dipenuhi dan diberi bentuk baru, yang selanjutnya menjadi inti pokok untuk Tradisi berikutnya, “yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.” (bdk. Efesus 2:20). Maka, perumusan pengalaman iman Gereja Perdana yang disebut Perjanjian Baru merupakan pusat dan sumber seluruh Tradisi. Pengalaman itu ditulis dengan ilham Roh Kudus (Dei Verbum Art. 11) dan itu berarti bahwa Kitab Suci mengajarkan dengan teguh dan setia serta tanpa kekeliruan, kebenaran yang oleh Allah mau dicantumkan di dalamnya demi keselamatan kita.

 

Sesudah Gereja perdana, Tradisi mengolah dan memperdalam ungkapan iman yang terdapat dalam Kitab Suci: “sebab berkembanglah pengertian tentang  kenyataan-kenyataan  serta kata-kata  yang  diturunkan,  baik karena kaum  beriman, yang menyimpannya  dalam hati, merenungkan serta mempelajarinya maupun karena mereka menyelami secara mendalami pengalaman-pengalaman rohani mereka” (DV art. 8). Lebih lanjut konsili menegaskan: jelaslah bahwa Tradisi Suci, Kitab Suci dan wewenang mengajar Gereja saling berhubungan dan berpadu (DV 10).

 

Hubungan Tradisi dan Kitab Suci

Tradisi Gereja mempunyai dasar dalam Kitab Suci, tetapi tidak terbatas pada Kitab Suci. Sebaliknya, Tradisi Gereja berusaha terus menghayati dan memahami  kekayaan iman yang terungkap  di dalam Kitab Suci. Kekayaan iman itu salah satunya yang kita sebut syahadat. Di dalam Kitab Suci, kita tidak menemukan syahadat, tetapi apa yang terungkap dalam syahadat jelas dilandaskan pada Kitab Suci. Selain dirumuskan dalam syahadat, tradisi Gereja juga dipelihara dan diungkapkan melalui berbagai bentuk  rumusan  doktrinal,  baik berupa  ensiklik. Rumusan doktrinal  tersebut didasari oleh iman Gereja tentang  kuasa mengajar (magisterium), yang diakui tidak mengandung kesesatan apapun.

Kitab Suci bersama Tradisi Gereja ini merupakan tolok ukur iman Gereja, sebagaimana dikatakan oleh Konsili Vatikan II: “Kitab-Kitab itu (Kitab Suci) bersama dengan Tradisi suci selalu dipandang dan tetap dipandang sebagai norma imannya yang tertinggi”  (DV art. 21). Itu berarti iman Gereja, baik iman Gereja secara keseluruhan (iman objektif ) maupun iman dalam arti sikap masing-masing orang beriman (iman subjektif ) diukur kebenarannya berdasarkan Kitab Suci maupun Tradisi Gereja. Dengan kata “iman”, yang dimaksudkan adalah baik iman objektif maupun iman subjektif. Jadi, “kebenaran-kebenaran iman” yang mengacu kepada realitas yang diimani  dan  sikap hati  serta penghayatannya  merupakan  tanggapan  manusia terhadap pewahyuan Allah.

 

Macam-macam Tradisi dalam Gereja Katolik

      Sudah   kita   ketahui   bersama,   bahwa   Tradisi   Gereja   merupakan pengalaman iman jemaat Kristiani, atas hidup Kristus, dan persatuannya di dalam Roh Kudus yang telah diwariskan hingga kini. Pengalaman iman itu diungkapkan dalam tradisi yang resmi maupun  tidak resmi. Tradisi yang resmi adalah Tradisi Gereja diungkapkan dalam:

1.    Kitab Suci.

2.    syahadat.

3.    liturgi.

4.    sakramen-sakramen Gereja.

5.    rumusan doktrinal dari kuasa mengajar Gereja tertinggi.

      Di dalam Gereja kita, juga dikenal Tradisi Gereja yang tidak resmi. Kita tahu, bahwa Tradisi Gereja itu merupakan pengalaman iman yang dinamis dan terus berkembang. Pengalaman iman itu diungkapkan pula dalam berbagai bentuk seni:

1.    musik Gerejani.

2.    tulisan-tulisan,  sastra kekristenan, baik secara popular dari ajaran para teolog.

3.    melalui spiritualitas dan tradisi-tradisi doa, serta devosi.

4.    melalui ceritera-ceritera para kudus, dan hidup  orang Kristiani dari masa ke masa.

Jadi sesungguhnya, kata “tidak resmi” dimaksudkan, bahwa kekayaan Tradisi Gereja kita ini begitu beragam dan sangat banyak. Kadang ada hal-hal yang belum bisa tertampung. Tetapi kita tahu, bahwa itu semua hidup dan berkembang. Tentu perkembangannya tidak jauh dari iman kepercayaan, dan apa yang telah dibangun Gereja dari masa ke masa. Tradisi Gereja yang tidak resmi ini biasanya berkembang sesuai dengan budaya di mana jemaat atau umat itu tinggal. Maka, walaupun sudah diteruskan, sering ada perkembangan yang disesuaikan dengan hidup dan konteks hidup jemaat. Kita saat ini bisa melihat ada berbagai macam tradisi yang ada dalam Gereja Katolik. Misalnya saja, gua natal, ziarah dan devosi ke Gua Maria, dan lain sebagainya.

 

 

Tradisi Dari Dokumen  Konsili Vatikan II, Konstitusi Tentang Wahyu Ilahi (Dei Verbum) artikel 7, 8, dan 9):

7. (Para Rasul dan pengganti mereka sebagai pewarta Injil)

Dalam kebaikan-Nya Allah telah menetapkan, bahwa apa yang diwahyukan-Nya demi keselamatan semua bangsa, harus tetap utuh untuk selamanya dan diteruskan kepada segala keturunannya. Maka Kristus Tuhan, yang menjadi kepenuhan seluruh wahyu Allah Yang Mahatinggi (lihat 2 Korintus 1:30; 3:16-4:6), memerintahkan kepada para Rasul, supaya Injil, yang dahulu telah dijanjikan melalui para Nabi dan dipenuhi oleh-Nya serta dimaklumkan- Nya dengan mulut-Nya sendiri, mereka wartakan pada semua orang, sebagai sumber segala kebenaran  yang menyelamatkan serta sumber ajaran kesusilaan, dan dengan demikian dibagikan kurnia-kurnia ilahi kepada mereka. Perintah itu dilaksanakan dengan setia oleh para Rasul, yang dalam pewartaan lisan, dengan teladan serta penetapan-penetapan meneruskan entah apa yang telah mereka terima dari mulut, pergaulan dan karya Kristus sendiri, entah apa yang atas dorongan Roh Kudus telah mereka pelajari. Perintah Tuhan dijalankan pula oleh para Rasul dan tokoh-tokoh rasuli, yang atas ilham Roh Kudus itu juga telah membukukan amanat keselamatan.

Adapun supaya Injil senantiasa terpelihara secara utuh dan hidup dalam Gereja, para Rasul meninggalkan Uskup-uskup sebagai pengganti mereka, yang “mereka serahi kedudukan mereka untuk mengajar”. Maka dari itu Tradisi Suci dan Kitab Suci Perjanjian Lama maupun Baru bagaikan cermin bagi Gereja yang mengembara di dunia, untuk memandang Allah yang menganugerahinya segala sesuatu, hingga tiba saatnya Gereja dihantar untuk menghadap Allah tatap muka, sebagaimana ada-Nya (lihat 1Yohanes 3:2).

 

8. (Tradisi Suci)

Oleh karena itu pewartaan para Rasul, yang secara istimewa diungkapkan dalam kitab-kitab yang diilhami, harus dilestarikan sampai kepenuhan zaman melalui penggantian-penggantian yang tiada  putusnya.  Maka  para Rasul, seraya meneruskan apa yang telah mereka terima sendiri, mengingatkan kaum beriman, supaya mereka berpegang teguh pada ajaran-ajaran warisan, yang telah mereka terima entah secara lisan entah secara tertulis (lihat 2 Tesalonika 2:15), dan supaya mereka berjuang untuk  membela iman yang sekali untuk selamanya diteruskan kepada mereka (lihat Yudas 3). Adapun apa yang telah diteruskan oleh para Rasul mencakup segala sesuatu, yang membantu Umat Allah untuk menjalani hidup yang suci dan untuk berkembang dalam imannya. Demikianlah Gereja dalam ajaran, hidup, serta ibadatnya melestarikan serta meneruskan kepada semua keturunan dirinya seluruhnya, imannya seutuhnya.

Tradisi yang berasal dari para rasul itu  berkat bantuan  Roh Kudus berkembang dalam  Gereja: sebab berkembanglah pengertian tentang kenyataan-kenyataan   maupun   kata-kata   yang  diturunkan,   baik  karena kaum  beriman, yang menyimpannya  dalam hati (lih. Lukas 2:19 dan 51), merenungkan serta mempelajarinya, maupun karena mereka menyelami secara mendalam  pengalaman-pengalaman rohani  mereka,  maupun  juga berkat pewartaan mereka, yang sebagai pengganti dalam martabat  Uskup menerima kurnia kebenaran yang pasti. Sebab dalam perkembangan sejarah Gereja tiada hentinya menuju kepenuhan kebenaran ilahi, sampai terpenuhilah padanya sabda Allah. Ungkapan-ungkapan para Bapa Suci memberi kesaksian akan  kehadiran Tradisi itu  pun  Gereja mengenal kanon  Kitab-Kitab Suci selengkapnya, dan dalam Tradisi itu Kitab Suci sendiri dimengerti secara lebih mendalam dan tiada hentinya dihadirkan secara aktif.

Demikianlah Allah, yang dulu telah bersabda, tiada hentinya berwawancara dengan Mempelai Putera-Nya yang terkasih. Dan Roh Kudus, yang menyebabkan suara Injil yang hidup bergema dalam Gereja, dan melalui Gereja dalam dunia, menghantarkan Umat beriman menuju segala kebenaran, dan menyebabkan sabda Kristus menetap dalam diri mereka secara melimpah (lihat Kolose 3:16).

 

9. (Hubungan antara Tradisi dan Kitab Suci)

Jadi Tradisi Suci dan Kitab Suci berhubungan erat sekali dan berpadu. Sebab keduanya mengalir dari sumber ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung menjadi satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama. Sebab Kitab Suci itu pembicaraan Allah sejauh itu termaktub dengan ilham Roh ilahi. Sedangkan oleh Tradisi Suci sabda Allah, yang oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya mereka ini dalam terang Roh kebenaran dengan pewartaan mereka memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya dengan setia. Dengan demikian Gereja menimba kepastian tentang segala sesuatu yang diwahyukan bukan hanya melalui Kitab Suci. Maka dari itu keduanya (baik Tradisi maupun Kitab Suci) harus diterima dan dihormati dengan cita-rasa kesalehan dan hormat yang sama.

21. (Gereja menghormati Kitab-Kitab Suci)

Kitab-kitab ilahi seperti juga Tubuh Tuhan sendiri selalu dihormati oleh Gereja, yang – terutama dalam Liturgi Suci – tiada hentinya menyambut roti kehidupan dari meja sabda Allah maupun Tubuh Kristus, dan menyajikannya kepada Umat beriman. Kitab-kitab itu bersama dengan Tradisi Suci selalu dipandang dan tetap dipandang sebagai norma imannya yang tinggi. Sebab kitab-kitab itu diilhami oleh Allah dan sekali untuk selamanya telah dituliskan, serta tanpa perubahan manapun menyampaikan sabda Allah sendiri, lagi pula mendengarkan suara Roh Kudus dalam sabda para Nabi dan para Rasul. Jadi semua pewartaan dalam Gereja seperti juga agama kristiani sendiri harus dipupuk dan diatur oleh Kitab Suci. Sebab dalam Kitab-Kitab Suci Bapa yang ada di Surga penuh cinta kasih menjumpai para putera-Nya dan berwawancara dengan mereka. Adapun demikian besarlah daya dan kekuatan sabda Allah, sehingga bagi Gereja merupakan tumpuan  serta kekuatan, dan bagi putera- puteri Gereja menjadi kekuatan iman, santapan jiwa, sumber jernih dan kekal hidup rohani. Oleh karena itu bagi Kitab Suci berlakulah secara istimewa kata- kata: “Memang sabda Allah penuh kehidupan dan kekuatan” (Ibrani 4:12), “yang berkuasa membangun dan mengurniakan warisan di antara semua para kudus” (Kisah Para Rasul 20:32; lihat 1Tesalonika 2:13).

 

 

Untuk direnungkan:

    Tradisi Gereja merupakan bentuk pengungkapan atas penghayatan iman Gereja, maka sesungguhnya Tradisi merupakan sarana agar iman Gereja makin berkembang. Tetapi itu semua dapat terjadi bilamana umat turut menghidupi Tradisi tersebut. Kata “menghidupi” dapat diartikan: turut memahami maknanya, turut memelihara, dan menjalankannya.

    Dalam  menjalankan   Tradisi  umat   perlu  melaksanakannya  dengan sungguh-sungguh dengan penuh penghayatan, bukan sekedar ikut-ikutan,  bukan  pula  sekedar kebiasaan. Bila tradisi  dijalankan  tanpa dipahami maknanya, maka tidak akan berdampak apa-apa pada sikap iman dan tindakan hidup sehari-hari.

 

 

Sejarah Jalan Salib

Amatilah sejarah Ibadat Jalan Salib di bawah ini yang merupakan salah satu bentuk Tradisi dalam Gereja Katolik

Awal Sejarah Ibadat Jalan Salib

Sekitar abad 4 St.Helena (ibu Raja Konstantin), melakukan ziarahnya yang sekarang ini dikenal dengan nama Via Dolorosa untuk  melihat dari dekat tempat Yesus lahir sampai dimakamkan. Ziarah ini menjadi terkenal dan sangat mudah mencapai tempat-tempat itu terutama setelah tahun 1199 di mana pasukan Perang Salib (crusader) menguasai Yerusalem. Namun sejak tahun 1291, untuk menuju tempat ini menjadi begitu sulit dan mahal karena sudah tidak dikuasai lagi oleh para crusader. Maka lahirlah tradisi Ibadat Jalan Salib yang bertujuan menghadirkan Tanah Suci bagi mereka yang tidak dapat berziarah ke sana juga bagi mereka yang pernah berziarah ke sana, untuk tetap mengenangnya.

Tahun 1342 Ordo Fransiskan diangkat sebagai ordo yang secara resmi wajib melindungi  semua  tempat  suci di  beberapa  tempat  di  Yerusalem. Sejak saat itulah  biarawan-biarawan  Fransiskan ini mulai memopulerkan devosi Jalan Salib, terlebih sejak St. Fransiskus Asisi mengalami stigmata.

Tradisi ini didukung pula dengan adanya penampakan Bunda Maria di sana, dan  juga pengajaran  dari St. Jerome. Sejak inilah dikenal beberapa versi Jalan Salib, seperti yang ditetapkan  oleh Alvarest Yang Terberkati (1420), Eustochia, Emmerich (1465) dan Ketzel, hingga akhirnya banyak Paus yang menganjurkan Doa Jalan Salib yaitu Paus Innocent XI (1686), Innocent XII (1694), Benedict XIII (1726), Clementius XII (1731), Benediktus XIV (1742), karena ini merupakan cara doa yang paling mudah untuk menghayati kisah sengsara Yesus dan pengorbanan-Nya di kayu salib.

Perkembangan Tradisi

Awalnya umat  membuat  perhentian-perhentian  kecil dalam  gereja, bahkan  kadang dibangun  perhentian-perhentian  yang besarnya seukuran manusia  di  luar  gereja. Para  biarawan  Fransiskan  juga menuliskan  lirik Stabat Mater, yang biasanya dinyanyikan saat Ibadat Jalan Salib, baik dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Latin, maupun dalam bahasa setempat, hingga ditetapkanlah 14 stasi (perhentian) Jalan Salib oleh Paus Clement XII tahun 1731.

 


Kamis, 21 Januari 2021

KEKHASAN AGAMA-AGAMA DI INDONESIA

 

KEKHASAN AGAMA-AGAMA DI INDONESIA

 

BERDIALOG DENGAN UMAT KRISTEN PROTESTAN

 

Hal-hal yang memicu munculnya Protestantisme adalah keadaan Gereja yang sangat jelek, yaitu:

Ø  Paus memegang kekuasaan dalam berbagai urusan Gerejani dan kenegaraan.

Ø  Pemilihan Paus yang tidak pantas (Paus Alexander VI dan Leo IX).

Ø  Terjadi kasus korupsi dan komersialisasi jabatan Gereja.

Ø  Banyak pejabat Gereja yang menjadi pangeran duniawi dan melalaikan tugas rohani.

Ø  Imam-imam paroki tidak terdidik, bodoh, tidak mampu berkhotbah dan mengajar umat, dan hidup dengan istri gelap.

Ø  Banyak persoalan teologi mengambang dan tidak pasti.

Ø  Iman bercampur takhyul dan yang profan bercampur dengan yang sakral.

 

Dalam situasi seperti itu banyak orang ingin memperbaharui hidup Gereja. Termasuk Martin Luther. Semua ditolak oleh Luther karena tidak bermanfaat untuk memperoleh keselamatan.

 

Ajaran-ajaran para teolog yang mendukung perbuatan-perbuatan saleh mulai diragukan oleh Luther, yaitu:

Ø  Indulgensi

Ø  Stipendia untuk misa arwah

Ø  Sumbangan pembangunan gereja dan patung-patung

Ø  Pajak untuk Roma

Ø  Ziarah dan puasa

Ø  Relikui dan patung-patung

Ø  Selibat, hidup membiara dan kaul-kaul serta 7 sakramen tidak berguna lagi.

 

Yang perlu hanya satu yaitu beriman. Orang yang percaya (beriman) dibenarkan oleh Allah tanpa mengindahkan perbuatan baik manusia. Hanya “iman” dan “iman karena mendengarkan”  (sola fide – fides ex audito) sudah cukup untuk menjamin keselamatan.

 

Ciri-ciri protestantisme:

Ø  Orang yang beriman akan memperoleh keselamatan oleh karena imannya (soal fide).

Ø  Kitab Suci adalah prinsip formal Protestantisme. Kitab Suci adalah satu-satunya sumber ajaran dan susunan Gereja (sola scriptura).

Ø  Pembenaran orang dari semula sampai selesai semata-mata karena rahmat ilahi (sola gratia)

Ø  Transsubstantiatio tidak dikenal.

Ø  Pendeta dan orang awam hanya berbeda menurut fungsi saja tanpa perbedaan rohani secara eksistensial.

Persamaan antara Gereja Katolik dan Gereja Protestan jelas sangat banyak dan menyangkut hal-hal yang sangat fundamental karena berasal dari Yesus Kristus yang diakui oleh keduanya sebagai Kepala Gereja. Keduanya mengakui Allah yang sama, para nabi, Kitab Suci, dan Syahadat yang sama. Hanya ada sejumlah perbedaan penafsiran dan penekanan, yaitu:

 

KATOLIK

PROTESTAN

Tekanan ada pada sakramen dan pada segi sakramen (tanda kelihatan) dari karya keselamatan Allah.

Tekanan pada sabda/pewartaan dan pada segi misteri karya Allah.

Kultis, yang mementingkan kurban (Ekaristi). Hubungan dengan Gereja menentukan hubungan dengan Kristus.

Profetis, yang terpusat pada sabda (pewartaan). Hubungan dengan Kristus menentukan hubungan dengan Gereja

Gereja secara hakiki bersifat hirarkis

Segala pelayanan gerejawi adalah ciptaan manusia

Kitab Suci dibaca dan dipahami di bawah pimpinan hirarki

Setiap orang membaca dan mengartikan Kitab Suci

Jumlah Kitab Suci 73, termasuk Deuterokanonika.

Jumlah Kitab Suci 66 buah, tidak menerima Deuterokanonika.

Ada 7 sakramen

Ada 2 sakramen yaitu sakramen baptis dan ekaristi / perjamuan.

Ada devosi kepada para kudus.

Tidak menerima devosi para kudus.

 

              Gerakan ekumenis adalah kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha yang diadakan dan ditujukan untuk mendukung kesatuan umat Kristen. Sejalan dengan saran dari Dekrit tentang Ekumene (UR art. 4) maka untuk mendukung kesatuan umat Kristen itu yang dapat kita lakukan antara lain:

Ø  Menghindari kata-kata, penilaian, perbuatan yang dapat menimbulkan hubungan yang kurang baik antar-umat Kristiani.

Ø  Melaksanakan dialog, baik dialog kehidupan maupun dialog karya.

Ø  Mengadakan dialog di bidang doktrin dan teologi sehingga masing-masing agama dapat saling belajar dan saling mengisi.

Ø  Doa bersama atau ibadat bersama sejauh memungkinkan dapat dirayakan sebagai puncak dari suatu kegiatan yang bersifat ekumenis.

 

BERDIALOG DENGAN UMAT ISLAM

              Islam (bah. Arab) berarti penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, masuk dalam suasana damai, sejahtera, dan hubungan serasi, baik antar sesama manusia maupun antara manusia dan Allah. Orang-orang muslimin merupakan sebuah kelompok yang terjalin erat berkat iman pada agama yang sama. Persekutuan umat tersebut disebut ummah atau ummat. Ikatan berdasarkan agama yang sama ini disebut ukhuwah islamiyah.

 

              Sebagai agama yang monoteis, Islam sangat menekankan keesaan dan dan kebesaran Allah sehingga tak ada toleransi sedikitpun terhadap apa pun juga yang dapat mengaburkan keesaan Allah. Dosa yang terbesar adalah menempatkan sesuatu sejajar atau di samping Allah, betapa pun kecilnya. Ini disebut dengan syirk (men-syarikat-kan Allah).

 

              Dalam Islam dikenal 6 rukun iman yaitu:

Ø  Syahadat (kesaksian akan Allah yang Maha Esa dan kesaksian akan Muhammad sebagai Rasul Allah)

Ø  Kepercayaan pada Malaikat

Ø  Iman akan Kitab Suci (Al-Quran yang memuat Wahyu Ilahi secara sempurna)

Ø   Iman akan Rasul (yaitu Nabi yang diutus untuk mewartakan Wahyu Allah yang diterimanya kepada semua orang).

Ø  Iman akan Hari Kiamat

Ø  Iman akan adanya Takdir Ilahi

 

Selain rukun iman, umat Islam juga mengenal 5 rukun Islam yang merupakan kewajiban-kewajiban pokok umat Islam, yaitu: mengucapkan kalimat syahadat, shalat lima waktu, saum (puasa dalam bulan Ramadhan), zakat, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.

Tujuan hidup manusia adalah mencari perkenaan Allah (Ridha Ilahi). Jika Allah berkenan atas perbuatan manusia maka akan mendatangkan pahala bagi pelakunya tetapi jika tidak maka akan menimbulkan kemarahan dari Allah. Semua itu tergantung pada haram atau halalnya suatu hal. Berkaitan dengan hal tersebut, ada 5 hukum Islam yaitu:

Ø  Wajib atau Fardh (harus dilakukan)

Ø  Sunnah atau Mustahab (sebaiknya dilakukan)

Ø  Mubah atau Jaiz (diperbolehkan sebagai akibat dari keraguan)

Ø  Makruh (sebaiknya tidak dilakukan)

Ø  Haram (dilarang)

Dalam hubungan dengan agama lain, agama Islam mempunyai sikap dasar toleransi yang tinggi. Toleransi Islam digariskan langsung oleh Allah dalam Al-Quran. Misalnya :

Ø  Surat Al Baqarah 62 yang menyatakan bahwa orang-orang Nasrani (Kristen) adalah orang yang percaya pada Allah  dan berhak atas pahala karena kepercayaan mereka pada Allah, hari kiamat, dan beramal saleh.

Ø  Surat Al Maidah 82 yang mennyatakan bahwa orang-orang Nasrani adalah orang-orang yang juga memiliki rasa kasih sayang.

 

Dalam Dekrit Konsili Vatikan II tentang hubungan Gereja Katolik dengan agama-agama non-Kristen, terutama dalam NA art. 3 nampak jelas bagaimana sikap Gereja Katolik terhadap Islam. Inti artikel tersebut adalah :

1.      Gereja Katolik menghargai umat Islam karena:

Ø  Umat Islam menyembah Allah satu-satunya yang Mahakuasa dan menciptakan langit dan bumi.

Ø  Kaum muslimin selalu berusaha menyerahkan diri dengan segenap hati pada ketetapan-ketetapan Allah yang bersifat rahasia.

Ø  Mereka menghormati Yesus sebagai Nabi dan Maria Bunda-Nya yang tetap perawan.

Ø  Mereka juga mendambakan Hari Pengadilan Terakhir dimana Allah akan mengganjar semua orang, maka mereka juga menjunjung tinggi kehidupan susila dan berbakti pada Allah dalam doa, sedekah, dan puasa.

2.      Gereja mendorong semua saja untuk menghindari pertikaian dan permusuhan tetapi dengan tulus hati melatih diri saling memahami dan bersama-sama membela serta mengembangkan keadilan sosial, nilai-nilai moral, maupun perdamaian dan kebebasan.

Untuk itu, diperlukan beberapa bentuk dialog dengan umat Islam, yakni:

a.      Dialog Kehidupan (saling bertegur sapa dan hidup rukun dengan saudara-saudara yang beragama Islam).

b.      Dialog Karya (bekerjasama untuk kepentingan umum dan demi kemanusiaan).

c.       Dialog Iman  dan Teologis (saling sharing tentang ajaran-ajaran agama masing-masing, tanpa prasangka dan selalu berpikir positif).

Hal-hal yang dapat menghambat pelaksanaan dialog antara Kristen dan Islam antara lain:

Ø  Sikap saling curiga kepada satu sama lain

Ø  Issue Kristenisasi dan Islamisasi

Ø  Takut dan rasa benci satu terhadap yang lain

Ø  Menutup diri

Ø  Menganggap diri paling baik dan yang lain salah,

Ø  Dsb.

Kita dapat menghilangkan sikap saling curiga dan antara lain dengan cara:

Ø  Saling membuka diri, berusaha saling mengenal

Ø  Saling mengunjungi dalam kesempatan-kesempatan tertentu, misalnya hari raya.

Ø  Bahu-membahu untuk menyelesaikan masalah bersama.

Ø  Saling menghargai dan menghormati pemeluk agama yang berbeda-beda.

 

 

BERDIALOG DENGAN UMAT HINDU, BUDHA, KONGHUCU DAN ALIRAN KEPERCAYAAN

A. Hindu

              Sejak tahun 1959, agama Hindu di Indonesia yang semula berkembang di Bali diakui pemerintah sebagai salah satu agama resmi di Indonesia. Tradisi Hindu di Bali sangat mementingkan keseimbangan antara roh baik (dharma) dan roh jahat (adharma). Agama Hindu memiliki bangunan-bangunan pura yang tidak hanya merupakan tempat upacara ibadah dilaksanakan tetapi juga menjadi pusat kebudayaan dan hidup sosial.

 

              Dalam Hindu Dharma dikenal beberapa tulisan suci yaitu Kitab Weda, Usana Bali, dan Upanishad. Kitab-kitab ini sebagian besar berisikan doa, hymne, dan ajaran mengenai yang Mahatinggi (Brahman), dewa-dewa, alam, dan manusia. Ajaran-ajaran ini tidak mengikat secara dogmatis sehingga ada ada beraneka-ragam aliran dan pandangan dalam ajaran Hindu.

 

              Adapun tujuan pokok hidup manusia menurut Hindu Dharma adalah moksha (pembebasan dari lingkaran reinkarnasi yang tiada habisnya atau samsara). Moksha ini dapat dicapai melalui tiga jalan (trimarga), yaitu:

1.      Karma-marga (dengan melakukan karya, askese badani, yoga, tapa, taat pada aturan kasta dan samskara).

2.      Jnana-marga (dengan menyucikan diri dalam bentuk askese budi, hening cipta, dan meditasi untuk semakin menyadari kesatuan dirinya dengan Sang Brahma).

3.      Bhakti-marga (dengan menyerahkan diri seutuhnya menuju pertemuan dalam cinta kasih dengan Tuhan).

Agama Hindu (di India) mengenal pembagian masyarakat (caturwarna) yaitu brahmana (raja/bangsawan), ksatria (bangsawan), waiseya (petani, prajurit, dan pedagang), dan sudra/jaba (rakyat jelata). Selain ke-empat kasta tersebut masih ada kasta kelima yaitu paria (mereka yang tersisih, tak memiliki tempat sosial, marjinal, dan terbuang). Sedangkan agama Hindu Dharma (di Indonesia), pembagian tersebut tidak terlalu berarti lagi.

 

Hari raya agama Hindu terdiri dari:

Ø  Hari raya Nyepi (hari untuk menyucikan diri dan memperkuat diri dari pengaruh roh-roh jahat.

Ø  Hari raya Galungan dan Wuku Dungulan yang bertujuan memohonkepada Ida Sanghyang Widhi, Bhatara-bhatari, dan para leluhur agar pekerjaannya dianugrahi keselamatan dan kesejahteraan.

 

B. Budha

Agak berbeda dengan agama Hindu, ajaran agama Budha terletak pada jalan guna memperoleh kebebasan dari lingkaran hukum karmasamsara (lingkaran reinkarnasi yang ditentukan oleh perbuatan atau karma masing-masing orang selama hidupnya). Dalam hukum ini manusia terikat oleh perbuatannya pada roda kehidupannya (cakra).

 

Inti pokok dari ajaran Budha mengenai hidup manusia tercantum dalam Catur Arya Satya (Empat Kasunyatan/Kebenaran Mulia) yaitu:

Ø  Dukkha-Satya  : Hidup dalam segala bentuk adalah penderitaan

Ø  Samudaya-Satya          : Penderitaan disebabkan karena manusi memiliki keinginan dan nafsu.

Ø  Nirodha-Satya : Penderitaan itu dapat dilenyapkan dan orang mencapai nirvana.

Ø  Marga-Satya    : jalan untuk mencapai pelenyapan penderitaan adalah Delapan Jalan Utama, yaitu keyakinan yang benar, pikiran yang benar, perkataan yang benar, perbuatan yang benar, penghidupan yang benar, daya upaya yang benar, perhatian yang benar, dan semedi yang benar.

 

              Dengan menjalani Marga-Satya, orang  dapat mencapai penerangan tertinggi (bodhi), yakni bila jiwa, batin, atau diri manusia secara sempurna dibebaskan dari segala ikatan ketiga ilusi besar tentang adanya roh, diri, dan dunia. Ketiganya hanyalah ilusi besar yang harus digantikan dengan tiga kebenaran yakni anatman (tanpa diri), anitya (tiada apa-apa), dan sunya (kekosongan sempurna) sehingga orang mencapai kebahagiaan, keamanan, dan kedamaian. Inilah yang disebut dengan Nirvana, yakni kelenyapan diri total, jati segalanya dan kebahagiaan sempurna.

 

              Terdapat 3 aliran pokok budhisme (tryana) yaitu:

Ø  Theravada/Hinayana (penganut-penganutnya mencari keselamatan secara individual)

Ø  Mahayana (orang yang sudah memperoleh penerangan tertinggi menunda saat mencapai nirvana guna menolong orang lain mecapai tingkat ini).

Ø  Wajrayana/Tantrayana (Budha dipandang sebagai ‘dhat’ yang menjadi asal dan tujuan hidup manusia).

 

Hari raya umat Budha yang terpenting adalah Waisak yang merupakan pesta peringatan kelahiran, pencerahan, dan wafat Sang Budha.

 

C. Konghucu

Konghucu adalah nabi dan pendiri agama Konghucu. Ia lahir di kota Tsow di negeri Lu di dataran China. Konghucu sangat mementingkan ajaran moral. Jika setiap orang dapat mengusahakan keharmonisan dengan sesama, dengan alam, dan dengan Tuhan maka akan tercipta perdamaian ilahi. Tujuan hidup yang dicita-citakan dalam Konghucu  adalah menjadi seorang Kuncu (manusia budiman) Seorang Kuncu adalah orang yang memiliki moralitas Sang Nabi (Konghucu). Agama Konghucu sangat menghormati arwah leluhur dan Tuhan yang Maha Esa.

 

D. Aliran Kepercayaan

Aliran-aliran kepercayaan di Indonesia bersumber dari tradisi agama-agama asli. Tujuan yang ingin dicapai oleh aliran-aliran kepercayaan adalah mencapai budi luhur untuk mencapai kesempurnaan hidup. Untuk itu sikap batin yang berkisar pada ilham dari diri sendiri menjadi begitu penting. Sikap batin itu mencakup tiga hal yaitu:

Ø  Peningkatan integrasi manusia.

Ø  Pengalaman batin bahwa diri pribadi beralih ke kesatuan dan persatuan yang lebih tinggi

Ø  Partisipasi dalam tata tertib sempurna yang mengatasi daya kemampuan manusia biasa.

 

Unsur ibadat menjadi amat sederhana sebab yang pokok adalah kesadaran, keyakinan serta hati nurani. Oleh sebab itu, pertemuan-pertemuan diarahkan pertama-tama kepada pembinaan hati; meneguhkan tekad dan kewaspadaan batin serta menghaluskan budi pekerti dalam tata pergaulan.

 

F. Konklusi

Setiap agama tentu saja memiliki hal-hal positif yang dapat kita pelajari, misalnya:

Ø  Dari agama Hindu dan Budha (juga aliran kepercayaan) kita dapat belajar tentang hal-hal yang bersifat pengembangan bathiniah seperti doa batin, meditasi, kontemplasi.

Ø  Dari agama Konghucu dan Budha kita dapat belajar tentang penghayatan hidup moral dan perilaku.

Ø  Dari aliran kepercayaan dan agama asli kita dapat belajar tentang kedekatan pada lingkungan hidup serta keharmonisan seluruh kosmis. Kita dapat menimba inspirasi tentang pelestarian ekologi dari agama-agama asli.

 

              Gereja Katolik tidak menolak apa pun yang dalam agama-agama non-Kristen tersebut dianggap benar dan suci. Bahkan, dengan sikap hormat yang tulus, Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran yang memang berbeda dengan Gereja Katolik tetapi tidak jarang memantulkan sinar Kebenaran yang menerangi semua orang. Oleh sebab itu, Gereja mendorong para umatNya supaya dengan bijaksana dan penuh kasih melalui dialog dan kerjasama memberi kesaksian tentang iman serta perihidup Kristiani, serta mengakui, memelihara,dan mengembangkan harta kekayaan rohani, moral dan nilai-nilai sosio-budaya yang terdapat pada agama-agama tersebut.