DIALOG ANTAR
UMAT BERAGAMA DAN BERKEPERCAYAAN LAIN
Hans Kung, seorang penggagas
rumusan etika global, mengatakan bahwa:
”Tidak akan ada perdamaian
dunia tanpa adanya perdamaian agama-agama, tidak akan ada perdamaian
agama tanpa adanya dialog
antaragama, tidak akan ada dialog antaragama tanpa melacak nilai fundamental dari
setiap agama.”
Perkataan tersebut masih
relevan dengan dunia sekarang. Kasus-kasus kekerasan antar sekolompok umat
beragama di Indonesia bisa menjadi bukti pembenaran hipotesis Hans Kung
tersebut. Karena itu, dialog
antarumat beragama dan kepercayaan lain di Indonesia menjadi sangat penting,
bahkan menjadi sebuah kebutuhan
dalam hidup bermasyarakat.
Nilai-nilai fundamental dari setiap agama di Indonesia
memang sebaiknya diajarkan kepada seluruh anak bangsa, sehingga mereka dapat memahami dan menghargai
keberadaan agama-agama lain.
Pada pokok bahasan sebelumnya,
peserta didik telah diajarkan tentang ciri khas ajaran setiap agama di Indonesia.
Tujuannya agar para peserta didik mengenal, memahami serta dapat bersikap positif terhadap agama-agama
lain, sehingga dapat bergaul tanpa curiga serta membangun komunitas masyarakat yang damai dan sejahtera
serta bebas dari kekerasan.
Kompendium Ajaran Sosial
Gereja juga melarang kekerasan atas nama agama dengan menyatakan: “Tindak kekerasan tidak pernah menjadi tanggapan yang benar.
Dengan keyakinan akan imannya di dalam Kristus dan dengan kesadaran akan
misinya, Gereja mewartakan “bahwa
tindak kekerasan adalah kejahatan, bahwa tindak kekerasan tidak dapat diterima
sebagai suatu jalan keluar atas masalah, bahwa tindak kekerasan tidak layak
bagi manusia. Tindak kekerasan adalah sebuah dusta, karena ia bertentangan
dengan kebenaran iman kita, kebenaran tentang kemanusiaan kita. Tindak
kekerasan justru merusakkan apa yang diklaim dibelanya: martabat, kehidupan,
kebebasan manusia”.
Ajaran Gereja Katolik tentang
Dialog Antarumat Beragama dalam Dokumen Konsili Vatikan II, Dekrit Nostra
Aetate art. 2 berikut ini:
“Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci di dalam
agama- agama ini. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara
bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam
banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak
jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun
Gereja tiada hentinya
mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan hidup”
(Yoh 14:6); dalam Dia manusia
menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala
sesuatu dengan diri-Nya. Maka Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih,
melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain, sambil
memberi kesaksian tentang iman serta perihidup kristiani, mengakui, memelihara
dan mengembangkan harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai
sosio-budaya, yang terdapat pada mereka.” (NA.2)
Sikap Gereja
“Gereja Katolik tidak menolak apapun yang
benar dan suci di dalam agama- agama ini. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara
bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam
banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi
tidak jarang memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang”.
Bentuk-Bentuk Dalog
1. Dialog
Kehidupan
Kita sering
hidup bersama dengan umat beragama lain dalam suatu lingkungan atau daerah.
Dalam hidup bersama itu, kita tentu berusaha untuk bertegur sapa, bergaul, dan saling mendukung serta
saling membantu satu sama lain. Hal itu dilakukan bukan saja demi tuntutan sopan santun dan etika
pergaulan, tetapi juga tuntutan iman kita. Dengan demikian terjadilah
dialog kehidupan.
2. Dialog
Karya
Dalam hidup
bersama dengan umat
beragama lain, kita
sering diajak dan didorong untuk
bekerja sama demi kepentingan bersama atau kepentingan yang lebih luas dan
luhur. Kita bekerja
sama dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, kegiatan sosial karitatif, kegiatan
rekreatif, dsb. Dalam kegiatan-kegiatan seperti itu, kita dapat lebih saling
mengenal dan menghargai.
3. Dialog
Iman
Dalam hal
hidup beriman, kita dapat saling
memperkaya, walaupun kita berbeda agama.
Ada banyak ajaran
iman yang sama,
ada banyak visi dan misi agama kita yang sama.
Lebih dari itu semua, kita mempunyai
perjuangan yang sama dalam menghayati ajaran iman kita. Dalam hal ini,
kita dapat saling belajar,
saling meneguhkan, dan saling memperkaya. Dari pihak kita, umat Katolik,
dapat memberikan kesaksian iman kita tentang bagaimana kita menghayati nilai-nilai Injili
seperti: cinta kasih, solidaritas, pengampunan, pemaafan, kebenaran, kejujuran,
keadilan, perdamaian, dsb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar