Cari Blog Ini

Rabu, 27 Oktober 2021

YESUS KRISTUS, PEJUANG KEADILAN, KEJUJURAN, KEBENARAN, DAN KEDAMAIAN

 

YESUS KRISTUS, PEJUANG KEADILAN, KEJUJURAN, KEBENARAN, DAN KEDAMAIAN

 

Kompetensi Dasar

3.2 Memahami nilai-nilai keadilan, kejujuran, kebenaran, perdamaian dan keutuhan ciptaan sesuai dengan ajaran Yesus Kristus.

4.2 Menerapkan nilai-nilai keadilan, kejujuran, kebenaran, perdamaian dan keutuhan ciptaan sesuai dengan ajaran Yesus Kristus.

 

Tujuan Pembelajaran

Melalui pendekatan kateketis (yang menggunakan metode cerita, tanya-jawab, diskusi, presentasi, informasi, dan refleksi), peserta didik dapat menganalisis   makna perjuangan tokoh-tokoh tertentu yang memperjuangan keadilan, kejujuran, kebenaran dan kedamaian  sesuai  teladan Yesus; menjelaskan peran Yesus dalam memperjuangkan keadilan, kejujuran, kebenaran dan kedamaian berdasarkan Mrk 10:17- 25; Mat 23:1- 15; menjelaskan  ajaran  dan  upaya  Gereja  mewujudkan  keadilan,  kejujuran, kebenaran dan kedamaian dalam hidup masyarakat dengan baik dan menampakkan sikap disiplin, jujur, partisipatif, daya cipta, bela rasa, peduli, menyadari kehadiran Allah, serta apresiatif.

 

Bahan Kajian

1.    Tokoh-tokoh tertentu yang memperjuangan keadilan, kejujuran, kebenaran dan kedamaian sesuai teladan Yesus.

2.    Peran  Yesus  dalam  memperjuangkan  memperjuangan  keadilan,  kejujuran, kebenaran dan kedamaian.

3.    Ajaran  dan  upaya  Gereja  mewujudkan  keadilan,  kejujuran,  kebenaran  dan kedamaian dalam hidup masyarakat.

 

Sumber Belajar

1.       Kitab Suci

2.       Dokpen KWI (penterj) Dokumen Konsili Vatikan II,  Obor, Jakarta, 1993

3.       KWI, Iman Katolik,  Kanisius, Yogyakarta, 1995

4.       Katekismus Gereja Katolik,  Nusa Indah, Ende Flores, 1995

5.       Ajaran Sosial Gereja

 

Sarana

1.       Kitab Suci (Alkitab)

2.       Buku Siswa SMA/SMK, Kelas XII, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti

 

Waktu

3 x 45 menit

 

Pemikiran Dasar

Beberapa saat setelah Paus Yohanes Paulus II wafat (2 April 2005) di kota Vatikan, hampir seluruh pemimpin negara dan tokoh agama menyampaikan ucapan dukacitanya. Semuanya mengungkapkan rasa hormat atas kebijaksanaan, keteladanan, kebapaan dari pemimpin umat Katolik sedunia itu. Salah satu tokoh itu adalah Syeikh Agung Al-Azhar, Prof Dr. Mohamad Sayed Tantawi. Ia  menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Sri Paus Johanes Paulus II seraya mengenang bahwa pemimpin umat Katholik se-dunia itu telah mewariskan prinsip-prinsip dasar dialog antar-agama. Baginya, mendiang Sri Paus Paulus II telah meletakkan prinsip-prinsip dasar dialog antaragama yang merupakan warisan pemikiran berharga bagi perdamaian umat manusia. Pemimpin universitas Islam tertua di dunia ini telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan Sri Paus untuk upaya dialog-antar Islam-Kristen itu. Syekh memuji Sri Paus sebagai tokoh dunia yang ikhlas dan tabah memperjuangkan perdamaian antar-umat beragama. Menurut Syeikh dunia membutuhkan keikhlasan dan kejujuran seorang pemimpin dalam memperjuangkan perdamaian dan kedamaian umat manusia.

Hidup dan karya Paus Yohanes Paulus II yang kini telah dinobatkan menjadi seorang Santo ini tentu tidak terlepas dari pribadi Yesus Kristus sendiri sebagai tokoh sentral iman kita. Gereja hadir dalam sejarah dunia pun untuk melanjutkan perutusan Yesus yakni: “mewartakan kabar baik bagi kaum miskin membebaskan yang tertawan dan menyembuhkan yang terluka” (bdk. Luk 4:19-19; Yes. 61:1-2). Artinya bahwa Gereja tidak hanya mengurus hal-hal rohani saja tetapi terlibat dalam seluruh pergulatan hidup manusia. Gereja ikut berusaha membangun kehidupan bersama yang jujur, adil dan benar. Iman Katolik tidak cukup hanya dengan berdoa tetapi mesti juga tampak dalam perjuangan mewujudkan kehidupan sosial (bdk. Mrk. 12:28-34). Yesus Kristus mewartakan Kerajaan Allah yang memerdekakan. Kekuatan iman dalam tindakan cinta kasih serta keadilan  dapat mengubah situasi menjadi semakin mendekati cita-cita damai sejahtera sebagaimana yang diwartakan oleh Yesus Kristus.

Melalui kegiatan pembelajaran ini, kita diajak untuk semakin memahami, menghayati, dan meneladani Yesus Kristus sebagai pejuang sempurna dalam hal keadilan, kejujuran, kebenaran dan kedamaian melalui pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah. Kisah tentang  Mama Gisela Borowka  (mama putih) dalam pembelajaran ini, yang meninggalkan negerinya yang makmur untuk berkarya melayani para penderita kusta di Lewoleba-Lembata dengan penuh kasih dan persaudaraan,  tidak lain karena mengikuti teladan hidup Yesus sendiri.

 

Kegiatan Pembelajaran

Doa Pembuka

Ya Allah, Engkau yang menyebut anak-anak-Mu sebagai alat pembawa damai, bantulah kami untuk bekerja tanpa lelah untuk membangun keadilan agar perdamaian dapat terjamin. Kami mohon, utuslah Roh KudusMu atas kami sekalian, agar kami dapat mewartakan nilai-nilai kerajaanMu kepada setiap insan, ciptaan yang Engkau cintai. Bantulah kami untuk membangun hidup masyarakat yang benar, harmonis, adil dan damai. Kami mohonkan dengan perantaraan Yesus Kristus Putera-Mu, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, yang hidup dan berkuasa sekarang dan selama-lamanya. Amin

 

A.   Mendalami Pengalaman Hidup Pengikut Yesus

1.    Menyimak cerita

Mama Gisela Borowka;  Semangat  Kasihnya tak terhingga!!

Saat berusia sepuluh tahun, Gisela Borowka sungguh terkesan membaca kisah Pastor Damian de Veuster SSCC. “Sejak itu, saya bertekad ingin mengikuti jejaknya,” ungkapnya.Keinginan itu tak lekang seiring bergulirnya waktu. Tatkala studi keperawatan di Wuezburg, Jerman, Gisela berkarib dengan Isabella Diaz Gonzales. Sobatnya itu kerap bertutur tentang kondisi para penderita kusta di Lembata, Flores. Lalu, keinginan berkarya di seberang lautan itu menyeruak di benaknya.

Tahun 1958-1962, setelah menyelesaikan studi keperawatan, Gisela mendapat tugas melayani penderita kusta di Etiopia. Setahun berselang, pada 28 Agustus 1963, impian Gisela melayani penderita kusta di Lembata mulai terwujud. “Waktu itu, setiap hari selalu ada penderita kusta meminta obat kepada saya,” kenangnya. Karena disisihkan oleh masyarakat, Gisela menampung mereka di sebuah pondok yang terbuat dari bambu dan beratap rumbia. Situasi di pondok itu sangat memprihatinkan. Banyak kutu busuk, tikus, dan nyamuk mengusik mereka. Tikus-tikus itu kerap menggigit kaki penderita kusta hingga darah pun berceceran. “Karena sudah mati rasa, mereka tidak merasakannya,” sambung wanita berusia 75 tahun ini.

Tahun 1968, Gisela mendirikan RS Lepra Damian di Lembata atas sokongan dana dari Jerman. Perlahan-lahan penyakit kusta di wilayah itu bisa diatasi. Sementara penderita kusta yang baru terjangkit segera diobati sehingga organ-organ tubuhnya tidak sampai cacat. Akhirnya, penyakit kusta di Lembata lenyap. Tahun 1980, RS Lepra Damian diserahkan kepada suster-suster CIJ.Tahun 1987, Uskup Kupang Mgr Gregorius Manteiro SVD mengundang Gisela berkarya di Pulau Alor. Wanita yang memilih tetap melajang ini menyanggupinya. Saat pertama kali tiba di Kampung Kusta Benlelang, Kalabagi, Ibu Kota Kabupaten Alor, keprihatinan menyergapnya. Banyak di antara penderita kusta terlanjur cacat. “Dengan fisik demikian, mereka bisa memecah batu-batu besar di sungai dengan palu,” ucapnya kagum.

Tahun 1989, Gisela mendirikan RS Kusta Padma di Alor. Dua tahun berselang, pemerintah mengirim dokter-dokter spesialis dari RS Kusta Sitanala, Tangerang untuk mendukung karya Gisela. Seiring waktu, kusta beranjak dari Alor. “Saya sungguh bahagia setiap kali melihat penderita kusta telah sembuh!” ujarnya dengan mata berbinar.

Kemudian, Gisela yang akrab disapa Mama Putih ini membangun Panti Asuhan Damian di Alor. Dewasa ini, ada 50 anak menghuni panti asuhan tersebut. “Mama Gisela memiliki keterikatan iman dengan St Damian. Ia sangat menjunjung semangat kasih dan kebersamaan di panti asuhan itu,” ungkap penulis buku “Gisela Borowka: Hidupku Kuabdikan bagi Penderita Lepra dan Yatim Piatu”, Pastor Maxi Bria Pr melalui surat elektronik kepada HIDUP.Gisela sungguh yakin, Tuhan telah menata segenap langkahnya dengan begitu indah. “Saya tidak berpikir untuk kembali ke Jerman karena tenaga saya masih dibutuhkan di Indonesia,” kata wanita yang sejak 20 September 1996 telah menjadi warga negara Indonesia.

Tahun 1999 dan 2003, Gisela memperoleh kesempatan mengunjungi Molokai. Ia menapak tilas karya-karya Damian. “Masih ada beberapa mantan penderita kusta yang memilih tetap tinggal di Molokai,” lanjutnya. Ketika mendengar Damian akan dikanonisasi menjadi Santo, kebahagiaan Gisela meluap. “Sejak dulu, saya telah menganggap Damian sebagai orang kudus,” tegasnya.Saat ditemui di Jakarta, Senin, 5 Oktober 2009, dengan sukacita ia mengungkapkan, bahwa ia bersama sekelompok orang Jerman akan menghadiri kanonisasi St Damian yang dipimpin Paus Benediktus XVI di Basilika St Petrus, Vatikan pada 11 Oktober 2009.

(Maria Etty - hidupkatolik.com/2013/02/14/menapaki-jejak-damian#sthash.OUgw4hzG.dpuf )

 

2.    Pendalaman

1)    Apa yang dikisahkan dalam cerita tersebut?

2)    Mengapa Mama Gisela Borowka melakukan karya itu?

3)    Nilai-nilai apa yang diperjuangkan oleh tokoh cerita itu?

4)    Apa yang dapat kamu teladani dari Mama Gisela dan mama Isabella?

 

3.    Penjelasan

1)    Mama Gisela Borowka adalah seorang dengan jiwa kemanusiaan yang rela meninggalkan kampung halamannya di Jerman untuk melaksanakan karya karitatif (kasih) kepada sesamanya yang, miskin, menderita dan bahkan dipinggirkan karena penyakit yang mereka alami. Ia melawan diskriminasi terhadap para penderita lepra atau kusta itu dengan berbuat amal saleh. Dia berani berbuat jujur sesuai bisikan hatinuraninya sehingga menciptakan kedamaian hati bagi para pasien kusta bahkan seluruh masyarakat yang ada di sekitar. Di mana ada mama Putih (panggilan populernya di Lembata), di situ orang merasa damai, gembira. Para pasien kusta   juga merasakan diperlakukan secara adil, dan akhirnya ketika mereka sembuh mereka dapat kembali hidup di tengah masyarakat yang sebelumnya selalu bersikap menjauh terhadap mereka.

2)    Apa yang dilakukan mama Putih, juga sama dilakukan oleh mama Isabela yang juga dikenal dengan nama Mama Hitam. Keduanya bersinergi mewujudkan Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus Kristus bagi para orang sakit dan masyarakat pada umumnya. Meskipun mereka tidak menuntut penghargaan duniawi, tetapi akhirnya karya kemanusian yang mereka lakukan mendapat penghargaan baik oleh pemerintah RI maupun di dunia internasional.

 

B.    Menggali Ajaran Kitab Suci

1.    Menelusuri ajaran Kitab Suci

Mrk 2:27; Mrk 10:17-25; Mark 12:1-17; Mat 23:1-4; Mat 18:1-4; Mat 5:20-24; Mat 5:43-44; Yoh 8:2-12; Luk 6:27-28,32.

 

2.    Menyimak teks Kitab Suci

Mrk 10:17- 25

17Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya ia bertanya: “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” 18Jawab Yesus: “Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain dari pada Allah saja. 19Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!” 20 Lalu kata orang itu kepada-Nya: “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku.” 21Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” 22Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya. 23Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata kepada mereka: “Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah.”

 

Mat 23:1- 15

1Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: 2 “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. 3Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. 4Mereka mengikat beban- beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. 5Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; 6mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; 7mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. 8Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. 9Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. 10Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. 11Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. 12Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan. 13Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena  kamu  menutup  pintu-pintu  Kerajaan  Sorga  di  depan  orang.  Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk. 14Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat. 15Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri.

 

3.    Pendalaman

a.    Apa pesan dari teks Kitab Suci Mrk 10:17- 25?

b.    Apa pesan dari teks Kitab Suci Mat 23:1- 15?

c.     Nilai apa yang diwartakan Yesus dalam teks-teks tersebut?

d.    Apa yang dapat kamu teladani dari warta dan tindakan Yesus bagi hidupmu sehari-hari?

 

4.    Peneguhan

Beberapa nilai utama dalam Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus:

a.    Uang/Harta dan Kerajaan Allah

Uang, harta, dan kekayaan pasti mempunyai nilai, maka kita harus berusaha untuk memilikinya. Namun, kita yang harus menguasai harta, bukan harta yang menguasai kita. Uang, harta, dan kekayaan tidak boleh dimutlakkan, sehingga menghalangi kita untuk mencapai nilai-nilai yang lebih luhur, yakni Kerajaan Allah. Jika kita hanya terobsesi dan bernafsu untuk mengutamakan kekayaan, maka kita sudah mendewakan harta.

Nafsu (ambisi) untuk mengumpulkan uang atau kekayaan agaknya bertentangan dengan usaha mencari Kerajaan Allah. Betapa sulitnya orang kaya masuk dalam Kerajaan Allah, seperti halnya seekor unta masuk ke dalam  lubang  jarum  (bdk.  Mrk  10:25).  Maksudnya, Yesus  mendorong agar orang tidak terbelenggu uang/harta dan kekayaan. Yesus mendorong agar orang kaya memiliki semangat solidaritas terhadap orang miskin dan menderita dan suka membatu mereka dengan kekayaannya. Yang dituntut oleh Yesus bukan hanya sekedar derma, melainkan usaha nyata dari orang kaya untuk membebaskan orang dari kemiskinan dan penderitaan.

b.    Kekuasaan dan Kerajaan Allah

Kekuasaan itu sangat bernilai. Namun, orang tidak boleh memutlakkannya sehingga usaha kita membangun Kerajaan Allah terhalang. Kekuasaan dalam Kerajaan Allah tidak mementingkan diri sendiri dan kelompoknya. Kebanyakan pemimpin Yahudi (imam-imam kepala, tua-tua, ahli kitab, dan orang Farisi) kebanyakan adalah penindas. Kekuasaan sering membuat mereka menguasai dan menindas orang lain (terlebih yang lemah) dengan memanipulasi hukum Taurat. Yesus tidak menentang hukum Taurat sebagai hukum. Tetapi, Yesus menentang cara orang menggunakan hukum dan sikap  mereka  terhadap  hukum.  Para  ahli  kitab  dan  orang-orang  farisi telah menjadikan hukum sebagai beban, padahal seharusnya merupakan pelayanan (bdk. Mat 23: 4; Mrk 2: 27). Yesus juga menolak setiap hukum dan penafsiran yang digunakan untuk menindas orang. Menurut Yesus, hukum harus berciri pelayanan, belas kasih, dan cinta. Dalam Kerajaan Allah, kekuasaan, wewenang, dan hukum melulu fungsional.

c.     Kehormatan/Gengsi dan Kerajaan Allah

Kehormatan atau gengsi adalah nilai yang sangat dipertahankan orang. Gengsi dan kedudukan sering dianggap lebih penting daripada segala sesuatu. Orang akan memilih bunuh diri atau berkelahi sampai mati daripada kehilangan gengsi atau harga dirinya. Kedudukan dan gengsi/harga diri sering didasarkan pada keturunan, kekayaan, kekuasaan, pendidikan, dan keutamaan. Akibat adanya gengsi dan kedudukan inilah masyarakat dapat terpecah-pecah di dalam kelompok-kelompok. Ada kelompok yang memiliki status sosial tinggi dan ada kelompok yang memiliki status sosial rendah. Sebenarnya, siapa saja yang begitu lekat pada gengsi dan harga diri tidak sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah yang dicanangkan oleh Yesus.

Yesus mengatakan: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga (Allah)? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga” (Mat 18:1-4). Anak adalah perumpamaan mengenai “kerendahan” sebagai lawan dari kebesaran, status, gengsi, dan harga diri. Ini tidak berarti bahwa hanya orang-orang dalam kelas tertentu yang akan diterima dalam Kerajaan Allah. Setiap orang dapat masuk ke dalamnya jika ia mau berubah dan menjadi seperti anak kecil (Mat 18: 3), menjadikan dirinya kecil seperti anak-anak kecil (Mat 18: 4).

Kerajaan yang diwartakan dan dikehendaki oleh Yesus adalah suatu masyarakat yang tidak membeda-bedakan lebih rendah atau lebih tinggi. Setiap orang akan dicintai dan dihormati, bukan karena pendidikan, kekayaan, asal usul, kekuasaan, status, keutamaan, atau keberhasilan-keberhasilan lain, tetapi karena ia adalah pribadi yang diciptakan Allah sebagai citra-Nya.

d.    Solidaritas dan Kerajaan Allah.

Perbedaan  pokok  kerajaan  dunia  dan  Kerajaan  Allah  bukan  karena keduanya mempunyai bentuk solidaritas yang berbeda. Kerajaan dunia sering dilandaskan pada solidaritas kelompok yang eksklusif (suku, agama, ras, keluarga, dsb.) dan demi kepentingan sendiri. Sedangkan Kerajaan Allah dilandasi solidaritas yang mencakup semua umat manusia. “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesama manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku  berkata  kepadamu:  kasihilah  musuhmu  dan  berdoalah  bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5: 43-44). Dalam kutipan ini, Yesus memperluas pengertian “saudara”. Saudara tidak hanya teman, tetapi juga mencakup  musuh:  “Kasihilah  musuhmu,  berbuatlah  baik  kepada  orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu, berdoalah untuk orang yang mencaci kamu” (Luk 6: 27-28). “Dan jika kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka” (Luk 6: 32).

Solidaritas kelompok (mengasihi orang yang mengasihi kamu) bukanlah solidaritas menurut Yesus. Solidaritas yang dikehendaki oleh Yesus adalah solidaritas terhadap semua orang tanpa memandang bulu, termasuk juga musuh.

 

C.    Menghayati Yesus Kristus, Pejuang Keadilan, Kejujuran, Kebenaran dan Kedamaian

Tulislah sebuah refleksi tentang upayanya mewujudkan keadilan, kejujuran, dan kebenaran dalam lingkup sekolah dan keluarga sesuai teladan Yesus Kristus!

 

Doa Penutup

Bapa di Surga, kami mengucap syukur untuk Sabda-Mu yang mengingatkan kami tentang indahnya Kerajaan-Mu. Kami bersyukur karena Engkau telah mengangkat kami untuk menjadi anggota Kerajaan-Mu lewat Sakramen Pembaptisan. Bapa, bantulah kami supaya dapat hidup sesuai dengan ajaran-Mu agar dengan demikian kami dapat menjadi saksi yang hidup untuk mewartakan kasih Putera-Mu Yesus Kristus. Bantulah kami ya Bapa, untuk taat kepada mereka yang telah Engkau pilih sebagai penerus para rasul-Mu, agar bersama-sama dengan mereka, kami dapat turut mewartakan kasih-Mu dalam hidup kami sehari-hari dengan bersikap jujur, adil, benar, damai dengan sesama kami sebagaimana yang telah diteladankan oleh Yesus  Putera-Mu. Bapa, terimalah doa ini yang kami sampaikan di dalam nama Putera-Mu Yesus Kristus. Amin.

 


 

PERTANYAAN PANDUAN:

1.       Bagaimanakah seharusnya sikap kita terhadap uang/harta dan kekayaan?

2.       Bagaimanakah model kekuasaan yang digambarkan oleh Yesus di dalam Kerajaan Allah?

3.       Bagaimanakah Yesus memandang hukum?

4.       Bagaimanakah solidaritas yang dikehendaki Yesus?

 

Senin, 25 Oktober 2021

GEREJA YANG MEMBANGUN PERSEKUTUAN (KOINONIA)

 

GEREJA YANG MEMBANGUN PERSEKUTUAN (KOINONIA)

 

Doa Pembuka

Bapa yang penuh kasih, terima kasih atas kasih karunia-Mu yang telah menghimpun kami di sini menjadi satu persekutuan atas nama Yesus Putera-Mu. Berkatilah kami dalam kegiatan belajar ini sehingga semakin memahami makna persekutuan dalam Gereja, dan menghayatinya dalam hidup menggereja kami, demi Yesus Kristus Putra-Mu, Tuhan dan Juruselamat kami. Amin.

 

Pemikiran Dasar

Gereja bukan sekadar organisasi saja, tetapi merupakan kumpulan anggota Umat Allah yang hidup bersekutu, bersatu dalam nama Tuhan. Apa beda Perusahaan (Organisasi) dan  Gereja?  Dalam  suatu  organisasi  kalau  salah  satu  departemennya  “mogok” paling-paling yang mogok itu di-PHK, kemudian manajemen mencari orang lain menggantikan. Akan tetapi di dalam Gereja kalau ada salah satu anggotanya mogok, kita akan usahakan supaya dia kembali. Kita akan berusaha memahami kesulitannya, kita akan mendoakan dia, kita akan menolong dia, kita akan membesuk dia, kita akan turut simpati keadaannya. Singkat kata, kita dalam semangat kebersamaan berusaha menolong anggota Gereja yang mengalami kesulitan atau kesusahan karena kita adalah satu kesatuan keluarga Allah (Gereja).

Dalam  Kitab  Suci,  dikatakan;  Demikianlah  kamu  bukan  lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah (Efesus 2:19). Artinya, bahwa kesatuan dan kebersamaan orang-orang percaya di dalam Kristus disebut persekutuan. Kata yang dipakai untuk persekutuan dalam bahasa Yunani adalah Koinonia yang berasal dari kata dasar koinos yang berarti lazim atau umum. Artinya, berkaitan dengan kebersamaan. Dalam Galatia 2:9, digambarkan bahwa Paulus dan Barnabas dengan berjabatan tangan sebagai tanda persekutuan diterima secara penuh dalam persekutuan yang dijadikan oleh iman bersama kepada Kristus. Tanda hubungan erat antara kedua belah pihak, bahwa mereka bersekutu dalam Kristus. Maka, koinonia (persekutuan) mempunyai dasar dan tujuan yang berasal dari Yesus Kristus. Dasar dan tujuan ini tidak dapat diganti dengan dasar dan tujuan yang lain. Jikalau persekutuan ini mengganti dasar, yang sudah diletakkan oleh dan di dalam Yesus Kristus, maka persekutuan ini kehilangan hakikatnya dan secara azasi bukan persekutuan (koinonia) lagi. Koinonia adalah persekutuan jemaat di dalam Kristus, walaupun banyak anggota, membentuk satu tubuh Kristus. Di dalam Koinonia ini kita tidak hanya sekedar bersekutu, tetapi kita mengabarkan Injil Kerajaan Allah melalui perkataan/kesaksian (Martyria) maupun perbuatan/pelayanan (Diakonia) dimana saja kita berada.

Pada pelajaran ini, para peserta didik dibimbing untuk memahami makna dan hakikat Gereja yang membangun persekutuan, antara lain melalui gerakan Komunitas Basis Gerejani (KBG) yang telah dicanangkan pada Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI). Peserta didik diharapkan menghayati semangat persekutuan umat itu di lingkungan dimana ia berada.

 

Menggali Pemahaman tentang Makna Gereja yang Membangun Persekutuan

Mengamati Makna Persekutuan Umat

“Sekitar 60 orang yang terdiri atas Pastor, Bruder, Suster, dan Awam dari tujuh paroki di Kevikepan Kepulauan Bangka-Belitung sepakat untuk terus mengembangkan Komunitas Basis Gerejani (KBG). Kesepakatan tersebut dibuat pada akhir sinode yang diadakan pada 14-15 Juni di Rumah Retret Puri Sadhana, Bangka Tengah. Uskup Pangkalpinang Mgr. Hilarius Moa Nurak, S.V.D. turut hadir pada pertemuan tersebut.“Semua orang menyarankan agar KBG terus dikembangkan di sini,” kata Pastor Fransiskus Tatu Mukin. Ia mengatakan ada dua alasan untuk terus mengembangkan komunitas basisi. Pertama karena Keuskupan Pangkalpinang melayani wilayah yang terdiri atas beberapa pulau. Kedua, umat Katolik tinggal berjauhan, bahkan ada yang tinggal di pulau kecil yang sama sekali tidak terhubungkan dengan paroki terdekat. “KBG memungkinkan umat Katolik membangun semangat persaudaraan di antara mereka dan juga dengan pengikut agama lain. Melalui KBG, orang-orang yang punya jiwa melayani bisa tampil,” katanya. Kevikepan Bangka-Belitung sudah memulai komunitas basis sejak tahun 1995 dan dijadikan prioritas pada sinode tahun 2000.

Dalam homili pada penutupan sinode, Mgr Hilarius mengatakan pemberdayaan komunitas basis merupakan perwujudan dari Gereja partisipatif di Kevikepan tersebut.“KBG bisa diartikan sebagai persatuan antara Umat Tuhan yang selalu melihat Kristus sebagai pusat dari segala sesuatu dan yang melanjutkan misi Kristus dalam kehidupan mereka sehari-hari,” kata Uskup. KBG merupakan kelompok orang Kristen di tingkat keluarga atau tetangga, yang datang dan berkumpul bersama untuk berdoa, membaca Kitab Suci, katekese, serta diskusi tentang masalah keseharian manusia dan gereja dengan tujuan untuk tercapai komitmen bersama.” (ucanews. com)

 

Menggali Ajaran Kitab Suci tentang  Persekutuan Umat (Komunitas Basis Gerejani)

Kisah Para Rasul 4:32-37

32Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.

33Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.

34Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa

35dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.

36Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus.

37Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul.

 

Penjelasan

Gambaran tentang persekutuan umat atau komunitas basis model jemaat perdana (Kis 4:32-37) dapat menjadi model atau cermin bagi kita untuk membangun persekutuan umat atau Komunitas Basis. Model Komunitas Umat perdana itu tidak dimaksudkan hanya untuk kelompok kecil umat saja, tetapi sesungguhnya model hidup (gaya hidup) Jemaat Perdana itu juga merupakan patron dan acuan untuk model atau cara hidup Gereja (umat beriman) sepanjang waktu, partikular maupun universal. Artinya bahwa cara hidup jemat perdana itu juga tetap merupakan cita-cita yang terus-menerus diupayakan, diperjuangkan, dan diwujudkan oleh umat beriman sepanjang waktu.

Ciri-ciri utama cara hidup jemaat perdana itu nampak sangat menonjol dalam lima hal yaitu adanya:

a)      persaudaraan/persekutuan,

b)      mendengarkan Sabda/pengajaran,

c)       pelayanan terhadap sesama/solidaritas,

d)      perayaan iman/pemecahan roti/doa, dan

e)      memberi kesaksian iman (tentang Tuhan) melalui cara hidup mereka.

Karena cara hidup mereka itu, mereka disukai semua orang, jumlah mereka makin lama makin bertambah dan mereka sangat dihormati orang banyak.

Perlu dipahami bahwa cara hidup berkomunitas seperti yang mereka miliki itu muncul karena tuntutan situasi dan lingkungan yang mengharuskan mereka untuk menemukan cara baru sebagai orang-orang yang telah dibaptis, yang percaya kepada Tuhan. Bisa dimengerti pada waktu itu, sekitar awal-awal abad pertama mereka masih merupakan kelompok kecil di tengah kelompok (lingkungan) lain yang jauh lebih besar, bahkan mungkin mengancam mereka juga. Sebagai kelompok kecil, yang baru memiliki identitas sendiri sebagai orang beriman, yang berbeda dari orang-orang lain di sekitar mereka, mau tidak mau mereka harus bersekutu, bersaudara, saling memperhatikan, saling membantu, dan harus memberikan kesaksian bahwa mereka adalah orang-orang yang baik (sebagai orang yang percaya) agar mereka dapat diterima dan dihargai oleh orang-orang lain di sekitar mereka. Itu semua mereka lakukan demi iman mereka akan Tuhan Yesus. Iman mereka menjadi penggerak utama dan sekaligus menjadi sumber kekuatan bagi mereka, untuk melakukan apa yang terbaik bagi diri mereka sendiri dan juga bagi orang lain di sekitar mereka.

Apa yang mereka lakukan sebetulnya merupakan suatu proses pemahaman akan jati diri mereka sebagai orang beriman. Kiranya karena keadaan lingkungan yang menuntut, mereka berusaha mengenal diri mereka sendiri, sesungguhnya siapa mereka atau apa ciri khas mereka sebagai orang beriman, bagaimana mereka harus berada di tengah lingkungan masyarakat dan apa yang harus mereka lakukan? Juga cara mereka mengatur persekutuan (paguyuban) dan melayani kebutuhan sesama warga komunitas sejauh kita bisa amati dalam Kisah Para Rasul itu, lebih bersifat spontan dan sukarela, muncul dari dorongan hati nurani, dengan kerendahan hati dan ketulusan masing-masing. Kiranya tidak bisa dikatakan bahwa mereka merupakan komunitas yang sudah jadi atau sudah mapan. Kegiatan mereka pastilah belum berdasarkan rumusan visi, misi, strategi, dan program kerja serta anggaran dana operasional seperti yang kita mau lakukan. Mereka belum mengenal ilmu manajemen yang sangat menekankan sistem, struktur serta mekanisme kerja yang jelas dan rapi, dengan aturan main dan batasan-batasan kewenangan yang jelas. Kiranya cara mereka mengatur kebersamaan jauh dari kecanggihan sistim dan metode-metode seperti yang kita gulati sekarang.

Namun tampak sekali dari cerita seperti yang dipaparkan dalam Kisah para rasul itu bahwa mereka merupakan komunitas yang sangat hidup, sangat terbuka, sangat aktif dan sangat dinamis. Yang paling menarik ialah cara hidup mereka, cara berada mereka sangat efektif, berdampak sangat positif bagi orang-orang lain di sekitar mereka, sehingga mereka disukai semua orang (Kis 2:47), jumlah orang yang percaya kepada Tuhan makin hari makin bertambah (Kis.2:47; Kis. 5:14), dan mereka sangat dihargai oleh orang banyak (Kis. 5:13).

Hal yang sangat penting bahwa iman mereka akan Tuhan adalah landasan atau sokoguru atau tulang pungggung dari segala upaya yang mereka lakukan untuk meneguhkan  keberadaan  mereka  di  tengah  lingkungan  (di  tengah  dunia),  dan untuk mewartakan atau memberikan kesaksian tentang apa yang mereka percaya. Sementara itu, hal-hal lain yang pada permukaan tampak dalam wujud tindakan sosial dan ekonomi, aksi solidaritas, kepedulian kepada sesama, menolong, dan menyembuhkan orang sakit (Kis. 5:16) merupakan buah, hasil atau dampak dari iman mereka kepada Tuhan, merupakan hasil dari upaya meneguhkan dan mewartakan iman mereka sendiri. Maka, komunitas Jemaat Perdana adalah komunitas iman, komunitas spiritual, komunitas yang digerakkan oleh Roh Kudus, komunitas orang- orang yang bertobat (mau berubah), bukan komunitas yang terbentuk pertama-tama karena alasan-alasan (kepentingan) sosial, ekonomi atau kekuasaan. Tatanan duniawi, urusan sosial-ekonomi justru diresapi, dijiwai, digerakkan, oleh/karena iman mereka akan Tuhan itu dan bukan sebaliknya.

 

Doa Penutup

Allah Bapa yang Mahabaik, kami bersyukur telah mendengar firman-Mu melalui kegiatan belajar ini. Semoga apa yang kami peroleh dalam pelajaran tentang Gereja yang membangun persekutuan ini, dapat menguatkan kami untuk ikut ambil bagian sebagai anggota Gereja dalam membangun persekutuan umat demi kemuliaan-Mu sepanjang segala masa. Amin.

Pertanyaan:

1. Bagaimanakah komunitas jemaat perdana berdasarkan Kisah Para Rasul 4:32-37?

2. Ciri-ciri utama cara hidup jemaat perdana nampak dalam 5 hal. Sebutkan!

3. Apa perbedaan antara Gereja dan perusahaan sebagai sebuah organisasi?

4. Apa makna koinonia berdasarkan Efesus 2:19 dan Galatia 2:9?


GEREJA YANG MEMBANGUN PERSEKUTUAN (KOINONIA)

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Allah Bapa yang Mahakuasa, Roh Kudus telah menyatukan kami untuk berbakti, bersatu, berkomunitas untuk menimba semangat cinta kesatuan dan persaudaraan. Melalui pertemuan ini, sanggupkanlah kami untuk termotivasi menghayati semangat Putera-Mu, semangat persekutuan yang menguduskan sebagaimana tubuh Kristus menguduskan kami dan Gereja-Nya. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

 

Langkah pertama: menggali pengalaman hidup persekutuan

1.    Apersepsi

Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan berdialog bersama   peserta didik dan mengajak mereka mengingat kembali tema pembelajaran sebelumnya tentang tugas karya Gereja menjadi saksi Kristus dan penugasan yang diberikan. Misalnya, adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan tugas Gereja menjadi saksi Kristus dalam hidupmu sehari-hari di rumah, lingkungan Gereja dan masyarakat?

Selanjutnya guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu tentang tugas Gereja yang membangun persekutuan (koinonia). Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat memotivasi peserta didik dengan pertanyaan, misalnya apa tugas Gereja yang membangun persekutuan (koinonia) dan apa bentuk perwujudan tugas membangun persekutuan itu dalam hidup sehari-hari? Untuk memahami hal itu, marilah kita memulai pembelajaran dengan menyimak cerita  berikut ini.

 

2.    Mengamati realita kehidupan

Peserta didik membaca dan menyimak artikel berita tentang salah satu gerakan komunitas basis Gerejawi di masyarakat. (Guru dapat menggunakan cerita lain yang sesuai).

Aksi Solidaritas Umat Katolik Menolong Sesamanya Membangun Rumah Warga

Persekutuan umat Katolik yang terhimpun dalam Komunitas Basis Gerejawi (KBG) St. Kristoforus, Paroki St. Paulus, Depok, Keuskupan Bogor bergotong royong membangun rumah salah satu warganya dengan penuh semangat persaudaraan.

Kisah ini terjadi pada tahun 1998 dimana  ada seorang warga di KBG St. Kristoforus yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari sebuah kedutaan asing di Jakarta. Sebagian dari uang PHK –nya digunakan untuk membeli tanah kosong   di daerah Susukan, Bojonggede, Kabupten Bogor. Ternyata setelah membeli lahan kosong itu,  ia mengalami kekurangan dana untuk membangun rumah tempat tinggal bersama keluarganya. Lokasi tanah yang dibeli kala itu cukup jauh dari jalan raya, dan untuk mecapai lokasi tersebut, harus melalui jalan setapak melewati semak  belukar perkebunan penduduk setempat.

Meski di tengah kebun yang  cukup jauh dari perkampungan, warga Katolik ini membangun rumah sementara atau tepatnya pondok untuk tempat mereka bernaung. Bahan baku rumah dibuat dari bambu dan dipasang dibawah sebuah pohon besar. Sebagai dinding rumah, ia membuatnya dari seng. Selama hampir setahun keluarga dengan empat orang anak saat itu berdiam di dalam rumah sederhananya dengan penerangan petromax atau lampu gas di malam hari. Sebelumnya mereka tinggal di rumah kontrakan di Jakarta Selatan. “Dari pada membayar kontrakan, lebih baik tinggal di rumah sendiri, meski sederhana di tengah kebun yang sepih”, kata bapak ini.

Beberapa bulan kemudian, keluarga ini melaporkan keberadaannya pada pengurus  komunitas umat Katolik yang ada di sekitar tempat tinggalnya, yang kemudian hari diberi nama Wilayah St. Kristoforus, Paroki St. Paulus Depok. Pengurus KBG berkunjung ke tempat kediaman keluarga itu dan merasa tersentuh hatinya melihat kondisi rumah yang sangat sederhna itu.

Pengurus KBG pun berdiskusi dan memutuskan agar umat bergotongroyong membangun rumah warganya tersebut. Pastor Paroki St. Paulus Depok pun mendukung gerakan solidaritas umat untuk membangun rumah yang layak huni bagi keluarga itu.

Sumbangan umat pun berdatangan, ada yang menyumbang semen, ada yang menyumbang pasir, ada yang menyumbang batu kali, tripleks, ubin, batang bambu, balok, usuk, dan lain-lain. Setelah terkumpul, dicarikan tukang di kalangan umat sendiri dan mulailah dibangun rumah itu. Dalam waktu sebulan rumah itu telah berdiri meski belum sepenuhnya utuh. Prinsipnya rumah itu layak untuk dihuni, sehingga terhindar dari panas matahari dan guyuran air di musim hujan.

Selain keluarga ini, ada juga keluarga Katolik di lingkungan atau KBG yang nasibnya serupa. Umat di lingkungan atau wilayah pun melakukan hal yang sama yaitu bersatu, bergotong royong membangun rumah warga seiman yang sangat membutuhkan uluran tangan sesamanya itu.

Solidaritas Umat Katolik di masa Pandemi  Covid -19

Selama masa pandemi Covid-19 ini, gerakan solidaritas  umat di wilayah rohani ini terus berkobar membantu yang terpapar covid dengan suplemen dan obat- obatan, maupun memberikan paket sembako bagi keluarga-keluarga yang terdampak pada pekerjaannya. Paroki pun turut mensupport bansos selama masa covid ini untuk keterpenuhan kebutuhan dasar umat yang terkena dampak secara ekonomi keluarga.  (Daniel Boli Kotan).

 

3.    Pendalaman

Peserta didik berdiskusi dalam kelompok kecil untuk mendalami artikel berita dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

a.      Apa isi artikel berita di atas?

b.      Mengapa umat Katolik mau membangun rumah salah satu warganya?

c.       Apa yang kalian ketahui dan pahami tentang Komunitas Basis Gerejawi?

d.      Apa nama kelompok basis umat Katolik di parokimu? Apa saja kegiatan dalam kelompok umatmu itu?

 

4.    Melaporkan hasil diskusi

Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain dapat menanggapinya.

 

5.    Penjelasan

Setelah mendengar laporan hasil diskusi kelompok, guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan.

a.    Umat dari KBG atau wilayah St. Kristoforus, Paroki St. Paulus Depok sebagai sebuah komunitas umat beriman kristiani merasa terpanggil untuk membantu sesamanya yang sangat membutuhkan pertolongan. Semangat persaudaraan dan solidaritas diwujudkan dengan cara berbagi apa yang mereka miliki dan tenaga untuk bersama-sama bekerja gotong royong membangun rumah salah satu warganya.

b.    Semangat persaudaraan, solidaritas dan gotongroyong   dalam komunitas umat beriman kristiani tetap hidup dan berkobar hingga saat ini ketika negeri kita dan dunia mengalami bencana pandemi covid-19. Umat saling bahu membahu memerhatikan anggota umat yang terdampak langsung Covid-19.

c.     Pengertian KBG. Menurut Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun  2000  adalah  cara  hidup  berdasarkan  iman,  jumlah  anggotanya tidak terlalu banyak, komunikasi terbuka antar-anggota dalam semangat persaudaraan, membangun solidaritas dengan sesama, khususnya dengan saudara yang miskin dan tertindas. Inspirasi dasar pemahaman demikian adalah teladan hidup jemaat perdana sehingga komunitas basis merupakan Gereja mini yang hidup dinamis dalam pergumulan iman. Dengan cara seperti ini, diyakini bahwa kehadiran Gereja bisa lebih mengakar, lebih kontekstual dan mampu menjalankan perannya untuk menjadi terang dan menggarami dunia seturut irama zaman.

d.    SAGKI 2000 mengakui bahwa sebagai bagian integral dari bangsa, umat Katolik Indonesia sepenuhnya ikut menghadapi permasalahan dan tantangan- tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia, seperti reformasi, situasi penuh ketakutan dan penderitaan. Peserta sidang berkeyakinan bahwa KBG merupakan jawaban yang tepat untuk pertanyaaan: “Bagaimana kita umat Katolik sebagai warga masyarakat melibatkan diri dalam pergumulan bangsa ini mewujudkan Indonesia baru yang lebih adil, lebih manusiawi, lebih damai dan memiliki keputusan hukum?”

 

Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci tentang persekutuan (koinonia)

1.    Membaca dan menyimak teks Kitab Suci

Peserta didik membaca dan menyimak Kisah Para Rasul 4:32–37.

32Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.

33Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.

34Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa

35dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.

36Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang  Lewi dari Siprus.

37Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul

 

2.    Pendalaman

Setelah menyimak teks Kitab Suci, peserta didik mendalami dengan pertanyaan- pertanyaan berikut:

a.    Apa yang dikisahkan pada cerita Kitab Suci tadi?

b.    Apa arti persekutuan menurut Kitab Suci?

c.     Apa ciri-ciri persekutuan umat?

d.    Apa fungsi persekutuan umat?

 

3.    Penjelasan

Setelah berdiskusi guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan.

a.    Gambaran tentang persekutuan umat atau komunitas basis model jemaat perdana (Kis. 4:32–37) dapat menjadi model atau cermin bagi kita untuk membangun persekutuan umat atau Komunitas Basis, atau lingkungan rohani atau apapun istilahnya sesuai kebiasaan Gereja setempat atau Gereja lokal.

b.    Model  komunitas  umat  perdana  itu  tidak  dimaksudkan  hanya  untuk kelompok kecil umat saja, tetapi sesungguhnya model hidup (gaya hidup) jemaat perdana itu juga merupakan patron dan acuan untuk  model atau cara hidup Gereja (umat beriman) sepanjang waktu, partikular maupun universal. Artinya bahwa cara hidup jemat perdana itu juga tetap merupakan cita-cita yang terus-menerus diupayakan, diperjuangkan dan diwujudkan oleh umat beriman sepanjang waktu.

c.     Ciri-ciri utama cara hidup jemaat perdana itu tampak sangat menonjol dalam lima hal, yaitu adanya:

1)      persaudaraan/persekutuan;

2)      mendengarkan sabda/pengajaran;

3)      pelayanan terhadap sesama/solidaritas;

4)      perayaan iman/pemecahan roti/doa;

5)      memberi kesaksian iman (tentang Tuhan) melalui cara hidup mereka.

d.    Karena cara hidup mereka itu, mereka disukai semua orang, jumlah mereka makin lama makin bertambah dan mereka sangat dihormati orang banyak.

 

Langkah ketiga: menghayati persektuan (koinonia)

1.    Refleksi

Peseta didik menuliskan refleksi tentang semangat membangun persekutuan umat (koinonia) dalam hidupnya sebagai anggota Gereja.

2.    Aksi

Peserta didik menulis rencana aksi untuk mengambil bagian dalam persekutuan umat di sekolah, lingkungan rohani, komunitas umat basis atau dan lain-lain.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin. Allah Bapa di surga, bersama Gereja-Mu yang kudus, kami bersyukur dan berterima kasih,

telah menyelesaikan pembelajaran ini, kami memperoleh pengetahuan dan tumbuhnya iman. Tuhan, semoga kami sanggup dan mampu membangun, berpartisipasi dalam komunitas Gereja-Mu, menciptakan kerukunan, kedamaian, kemajuan, saling mengasihi dalam persaudaraan atau persekutuan; mendengarkan sabda pengajaran, pelayanan terhadap sesama atau solidaritas serta perayaan iman atau pemecahan roti/doa; sanggupkan kami untuk memberi diri kami dalam kesaksian iman melalui cara hidup kami. Karena Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin. Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

1.    Perjuangan KBG di tengah masayarakat antara lain mewujudkan nilai toleransi kehidupan beragama   dan dapat terus diwariskan kepada anak cucu   serta mendapat jaminan dari pemerintah.

2.    Pengertian KBG. Menurut Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun  2000  adalah  cara  hidup  berdasarkan  iman,  jumlah  anggotanya  tidak terlalu banyak, komunikasi terbuka antaranggota dalam semangat persaudaraan, membangun solidaritas dengan sesama, khususnya dengan saudara yang miskin dan tertindas. Inspirasi dasar pemahaman demikian adalah teladan hidup jemaat perdana sehingga komunitas basis merupakan Gereja mini yang hidup dinamis dalam pergumulan iman.

3.    Gereja purba atau Gereja perdana telah menunjukkan satu sikap komuniter yang sangat menyolok. Menurut Kisah Para Rasul, komunitas perdana di Yerusalem hidup “sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.”(Kis. 4:32) Jadi, sejak awal mulanya, Gereja lebih menyerupai sebuah komunitas yang rukun dan saling mengasihi, daripada sebuah perkumpulan orang yang beraskese secara individualistis.

4.    Ciri-ciri utama cara hidup jemaat perdana itu nampak sangat menonjol dalam lima hal yaitu adanya: persaudaraan/persekutuan; mendengarkan sabda/ pengajaran; pelayanan terhadap sesama/solidaritas; perayaan iman/pemecahan roti/doa; memberi kesaksian iman (tentang Tuhan) melalui cara hidup mereka.