Cari Blog Ini

Minggu, 29 Agustus 2021

KELUHURAN MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH (Bagian 2)

 

 

KELUHURAN MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH (Bagian 2)

  

MENDALAMI KITAB SUCI DAN AJARAN GEREJA YANG TENTANG KELUHURAN MARTABAT MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH


DOA PEMBUKAAN

Mari mendaraskan Kitab Suci berikut:

Mazmur 8:2–10

2Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan- Mu yang mengatasi langit dinyanyikan.

3Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam.

4Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan:

5apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?

6Namun  Engkau  telah  membuatnya  hampir  sama  seperti  Allah,  dan  telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.

7Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kau letakkan di bawah kakinya:

8kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang;

9burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan.

10Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi

 

Penjelasan:

Mazmur pujian ini lahir dari kesadaran manusia akan besarnya karya-karya Tuhan kepada manusia. Tuhan telah menganugerahkan kepada manusia untuk berkuasa atas ciptaan-ciptaan yang lain.  Itulah keluhuran martabat manusia sebagai citra Allah.

 

Katekismus Gereja Katolik 357, 358, 360

357 Karena ia diciptakan menurut citra Allah, manusia memiliki martabat sebagai pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seorang. Ia mampu mengenal diri sendiri, menjadi tuan atas dirinya, mengabdikan diri dalam kebebasan dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, dan karena rahmat ia sudah dipanggil ke dalam perjanjian dengan Penciptanya, untuk memberi kepada- Nya jawaban iman dan cinta, yang tidak dapat diberikan suatu makhluk lain sebagai penggantinya.

358 Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk manusia (Bdk. GS 12,1; 24,2; 39,1), tetapi manusia itu sendiri diciptakan untuk melayani Allah, untuk mencintai- Nya dan untuk mempersembahkan seluruh ciptaan kepadaNya: “Makhluk manakah yang diciptakan dengan martabat yang demikian itu? Itulah manusia, sosok yang agung, yang hidup dan patut dikagumi, yang dalam mata Allah lebih bernilai daripada segala makhluk. Itulah manusia; untuk dialah langit dan bumi dan lautan dan seluruh ciptaan. Allah sebegitu prihatin dengan keselamatannya, sehingga Ia tidak menyayangi Putra-Nya yang tunggal untuk dia. Allah malahan tidak ragu-ragu, melakukan segala sesuatu, supaya menaikkan manusia kepada diri-Nya dan memperkenankan ia duduk di sebelah kanan-Nya” (Yohanes Krisostomus, Serm. in Gen. 2,1).

360 Umat manusia merupakan satu kesatuan karena asal yang sama. Karena Allah “menjadikan dari satu orang saja semua bangsa dan umat manusia” (Kis. 17:26, Bdk. Tob 8:6). Pandangan yang menakjubkan, yang memperlihatkan kepada kita umat manusia dalam kesatuan asal yang sama dalam Allah dalam kesatuan kodrat, bagi semua disusun sama dari badan jasmani dan jiwa rohani yang tidak dapat mati dalam kesatuan tujuan yang langsung dan tugasnya di dunia; dalam kesatuan pemukiman di bumi, dan menurut hukum kodrat semua manusia berhak menggunakan hasil-hasilnya, supaya dengan demikian bertahan dalam kehidupan dan berkembang; dalam kesatuan tujuan adikodrati: Allah sendiri, dan semua orang berkewajiban untuk mengusahakannya: dalam kesatuan daya upaya, untuk mencapai tujuan ini;… dalam kesatuan tebusan, yang telah dilaksanakan Kristus untuk semua orang” (Pius XII Ens. “Summi Pontificatus”) Bdk. NA 1.

 

Penjelasan

a.       Mazmur 8:110 ini, menggambarkan bagaimana Allah menciptakan manusia dan menempatkan manusia secara istimewa di antara semua ciptaan dan merefleksikan kemuliaan manusia. Mazmur ini merupakan kidung pujian kepada Allah karena telah memberikan   kepada   manusia   tanggung   jawab   dan martabat. Kej. 1:12:3. Manusia ditempatkan Allah pada kedudukan yang sangat istimewa.  Ia  diciptakan  menurut  gambar  dan  rupa  Sang  Pencipta (Kej. 1:26).

b.      Di zaman kuno “gambar” digunakan untuk mengacu pada patung raja yang di tempat di seluruh penjuru kekuasaannya, tempat dia tidak dapat hadir, sebagai wakil kehadirannya. Demikianlah manusia adalah wakil Allah di dunia ini untuk berkuasa atas alam sesuai dengan kehendak yang diwakilinya. Menurut Sir. 17:34 melihat kesamaan itu dalam kekuatan yang memungkinkan pelaksanaan sebagai raja atas ciptaan lain. Sedangkan menurut Keb. 2:23 kesamaan terletak dalam kebakaan manusia. Maka kedudukan manusia adalah tuan atau raja atas segenap ciptaan, semacam wakil Allah untuk tugas itu. Hal ini diperkuat oleh Mzm. 8 yang mengerti kesamaan dengan Allah juga dalam yang berkuasa atas ciptaan yang lain. Namun demikian manusia juga harus menggambarkan Allah dalam kebaikan, kasih, dan kemurahan hati.

c.       Dengan demikian manusia sebagai citra Allah berarti manusia diberi tugas untuk melakukan apa yang Allah buat yaitu berkuasa atas ciptaan lain. Manusia sungguh akan menjadi gambar Allah kalau ia sungguh melaksanakan tugasnya itu sesuai dengan kehendak Sang Pencipta. Maka  tugas  manusia  ialah  meneruskan  karya  penciptaan  Allah  di dunia ini dengan meneruskan dan melestarikan kehidupan serta melaksanakan kekuasaan atas ciptaan lain. Untuk dapat melaksanakan tugas itu manusia dibekali oleh Allah yaitu berkat-Nya dan terutama dengan kemampuan intelektual.

d.      Karena  manusia  diciptakan  sebagai  citra  Allah,  manusia  memiliki martabat sebagai pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seseorang. Ia mengenal diri sendiri, menjadi tuan atas diri sendiri, mengabdikan diri dalam kebebasan, dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain,  dan  dipanggil  membangun  relasi  dengan  Allah,  penciptanya (KGK 357).

e.       Persaudaraan  sejati  tidak  membedakan  orang  berdasarkan  agama, suku, ras, ataupun golongan, karena semua manusia adalah sama-sama umat Tuhan dan sama-sama dikasihi Tuhan. Maka setiap orang yang membenci sesamanya, ia membenci Tuhan.

 

 

 

Baca dan renungkanlah  Kitab Mazmur 139:7−17 berikut ini dalam suasana hening!

Mazmur 139:7−17

7Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?

8Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situ pun Engkau.

9Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut,

10juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku.

11Jika aku berkata: “Biarlah kegelapan saja melingkupi aku, dan terang sekelilingku menjadi malam,”

12maka kegelapan pun tidak menggelapkan bagi-Mu, dan malam menjadi terang seperti siang; kegelapan sama seperti terang.

13Sebab  Engkaulah  yang  membentuk  buah  pinggangku,  menenun  aku  dalam kandungan ibuku.

14Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.

15Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah;

16mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya.

17Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah! Betapa besar jumlahnya!

 

Rangkuman dan Refleksi:

Pada hari ini kita telah belajar bersama tentang keluhuran martabat manusia sebagai citra Allah. Kita sadar akan cinta Allah yang luar biasa dan menempatkan manusia di tempat yang sangat istimewa, yakni secitra dengan-Nya. Keluhuran martabat manusia inilah yang menjadikan manusia saling mengasihi karena mereka semua adalah saudara di hadapan Allah. Semoga setelah ini kita semua mampu menjadi contoh dalam menjunjung tinggi martabat manusia dalam hidup sehari-hari.

 

DOA PENUTUP

Marilah kita tutup pelajaran kita dengan doa:

 

“Jadikanlah Aku Pembawa Damai”

(Doa St. Fransiskus) dari PS 221.

Tuhan,

Jadikanlah aku pembawa damai,

Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih,

Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan, Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan, Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian, Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran,

Bila terjadi kecemasan, jadikanlah aku pembawa harapan, Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku sumber kegembiraan, Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang,

 

Tuhan semoga aku ingin menghibur daripada dihibur, memahami daripada dipahami, mencintai daripada dicintai, sebab dengan memberi aku menerima,

dengan mengampuni aku diampuni, dengan mati suci aku bangkit lagi, untuk hidup selama-lamanya

 

Amin.

 

PERTANYAAN:

1)      Apa keunggulan manusia dibandingkan ciptaan Allah yang lain?

2)      Apa yang dimaksud dengan manusia sebagai “gambar”/ citra Allah? Jelaskan jawabanmu!

3)      Jelaskan konsep bermartabat sebagai pribadi berdasarkan Katekismus Gereja Katolik?

4)      Apa yang dimaksud dengan “persaudaraan sejati”? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar