Cari Blog Ini

Rabu, 29 September 2021

MEMPERJUANGKAN KEJUJURAN

 

 

MEMPERJUANGKAN KEJUJURAN

Mengamati berbagai ketidakjujuran dalam masyarakat.

“Riauterkini-JAKARTA- Said Faisal Mukhlis alias Hendra ajudan mantan Gubernur Riau Rusli Zainal hari ini, Kamis (10/4/14) kembali diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka keterangan atau sumpah palsu dalam persidangan kasus PON Riau atas terdakwa M Rusli Zainal di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, Riau.Said sendiri mendatangi gedung KPK Kuningan, Jakarta sekitar pukul 09.30 WIB lengkap dengan seragam tahanan KPK, dan tujuh jam kemudian Said keluar dari Gedung KPK pada pukul 16:00 WIB dengan dijemput dengan mobil tahanan. Namun, Said Faisal tetap bungkam serta tidak mau menjawab pertanyaan wartawan dan buru-buru masuk ke mobil tahanan saat diminta komentar.

Setelah ditetapkan tersangka, pertengahan Februari lalu, baru hari ini Said Faisal kembali diperiksa sebagai tersangka oleh KPK. Ia disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur soal penyampaian keterangan palsu.Pasal tersebut memuat ancaman hukuman paling lama 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 600 juta. Bukan hanya itu saja, KPK juga menjerat Said Faisal dengan Pasal 15 juncto Pasal 12 huruf ( a) atau Pasal 11 Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56. Pasal 15 mengatur soal percobaan pembantuan atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Sebelumnya, Said Faisal kepada wartawan sesaat setelah keluar dari Gedung KPK setelah ditahan, dirinya membantah semua sangkaan yang diberikan KPK terhadap dirinya. Penetapan Said sebagai  tersangka  ini  merupakan  hasil  pengembangan  kasus dugaan suap PON Riau. Dan ini pertama kali KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka karena menyampaikan keterangan palsu dalam persidangan”(jor)

http://riauterkini.com/hukum.php?10 April 2014 17:31

 

Peneguhan

Indonesia  terkenal  sebagai  negara  paling  korup,  baik  di  tingkat Asia maupun tingkat dunia. Setiap hari, media massa   di Indonesia memberitakan tentang kasus korupsi yang melibatkan banyak pejabat negara  dan  kroni-kroninya.  Komisi  Pemberantasan  Korupsi  (KPK) pun kewalahan menangani para koruptor itu. Korupsi adalah salah satu wujud perbuatan atau perilaku tidak jujur.

1.       Makna Kejujuran

(1)    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditulis, jujur berarti tidak curang dan tidak berbohong. Jujur juga kerap diartikan satunya kata dengan perbuatan. Apa yang ada dalam hati sama dengan apa yang dikatakan.

(2)    Kejujuran merupakan sebuah keutamaan dan memiliki nilai yang penting karena:

a)      Kejujuran  dapat  menjadi  modal  untuk  perkembangan pribadi dan kemajuan kelompok. Orang yang jujur akan sanggup  menerima  kenyataan  pada  diri  sendiri,  orang lain dan kelompok. Sikap ini dapat membawa banyak perkembangan pribadi dan kelompok.

b)      Kejujuran   menimbulkan   kepercayaan   yang   menjadi landasan pergaulan dan hidup bersama. Tanpa kejujuran orang tidak dapat bergaul dan hidup secara wajar.

c)       Kejujuran  dapat  memecahkan  banyak  persoalan.  Baik persoalan pribadi, persoalan kelompok, masyarakat, maupun negara. Jika kita berpolitik secara jujur, membangun  hidup  ekonomi  secara  jujur,  berbudaya secara jujur, maka krisis multidimensi dapat teratasi.

 

2.       Bentuk-Bentuk Ketidakjujuran

a)      Ketidakjujuran di bidang politik

1)      Penguasa   dapat   bersikap   curang   dan   korup   untuk kepentingan diri dan golongan; memanipulasi undang- undang dan peraturan; menggunakan agama untuk kepentingan politik, dsb.

2)      Sementara itu, rakyat jelata yang menghadapi kekuasaan yang sewenang-wenang akan bersikap munafik, formalitas, ABS, dsb.

b)      Ketidakjujuran di bidang ekonomi

1)      Penguasa dan pengusaha akan bersikap korup, membuat mark up, kredit macet, menggelapkan uang negara, menyusun proyek fiktif, dsb.

2)      Rakyat berusaha untuk menyogok, bersikap ABS, menipu, dsb.

c)       Ketidakjujuran di bidang budaya/pendidikan

1)      Penguasa  merekayasa  pendidikan,  termasuk  undang-undangnya.

2)      Fanatik   budaya   daerah   tertentu   dan   mendiskreditkan budaya daerah lain.

3)      Rakyat dan anak didik akan bersikap formalitas, munafik, dsb.

 

3.       Alasan dan Akar Ketidakjujuran

(1)    Alasan ketidakjujuran di bidang politik tentu saja keserakahan pada kekuasaan. Kekuasaan seperti opium, orang terdorong untuk  menambahkan  kekuasaan  atau  mempertahankannya, apa pun taruhannya. Tujuan (kekuasaan) dapat menghalalkan segala cara. Sementara bagi rakyat kecil ketidakjujuran terpaksa dilakukan demi rasa aman.

(2)    Alasan ketidakjujuran di bidang ekonomi adalah keserakahan pada materi, harta, khususnya pada uang. Uang menjadi dewa baru bagi manusia zaman ini, yang sudah hanyut dalam budaya konsumerisme dan hedonisme. Uang dapat membeli apa saja, termasuk kejujuran.Sementara bagi rakyat kecil ketidakjujuran terpaksa dibuat demi untuk mempertahankan hidup.

(3)    Alasan ketidakjujuran di bidang budaya mungkin adalah demi harmonisasi palsu. Orang bersopan santun hanyalah formalitas dan munafik demi harmonitas palsu itu.

 

4.       Akibat dari Ketidakjujuran

(1)    Untuk para pelaku

a)    Walaupun ia hidup berkelimpahan dan senang, tetapi belum tentu bahagia.

b)   Hati  nurani  tidak  berfungsi  (mati)  jika  ketidakjujuran dilakukan berulang-ulang.

c)    Kemerosotan moral dan kepribadiannya.

d)   Mungkin  saja  suatu  saat  ketidakjujuran  akan  terbongkar dan ia serta keluarganya akan menderita.

(2)    Untuk masyarakat luas

Ketidakjujuran  merupakan  salah  satu  akar  dari  berbagai krisis multi dimensi seperti yang dialami negeri kita. Karena ketidakjujuran (dan ketidakadilan), kita mengalami krisis di bidang politik/hukum, ekonomi, lingkungan hidup, budaya, dsb.

 

Mendalami Kitab Suci

          Matius 23:13 - 16

13 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang  munafik,  karena  kamu  menutup  pintu-pintu  Kerajaan Sorga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk. 14 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat. 15 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri. 16 Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat.

 

          Matius 5:33 - 37

33 Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan. 34 Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, 35 maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; 36 janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambut pun. 37 Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.

 

Peneguhan

Secara khusus Yesus menasihatkan kepada kita supaya kita tidak bersumpah palsu: “Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan. Tetapi Aku berkata kepadamu, janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kakinya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar. Janganlah  juga  engkau  bersumpah  demi  kepalamu,  karena  engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambut pun. Jika ‘ya’, hendaklah kamu katakan ‘ya’, jika ‘tidak’, hendaklah kamu katakan ‘tidak’. Apa yang lebih dari itu berasal dari si jahat (lih. Mat 5: 33-37).

MEMPERJUANGKAN KEBENARAN

 

MEMPERJUANGKAN KEBENARAN

Mengamati kasus

Saya Lalu Imran (29), warga Desa Monggas Kecamatan Kopang Lombok Tengah. Saya akan menceritakan kisah Ahmad Riyadi (27), salah seorang sahabat dekat yang juga tinggal sedesa dengan saya. Dia adalah seorang mantan buruh migran di Malaysia.

Pada tahun 2007, Ahmad Riyadi berangkat bekerja ke Malaysia. Di sana ia ditempatkan di sebuah ladang perkebunan kelapa sawit. Di awal bekerja ia dapat menjalankan semua tanggung jawabnya dengan baik. Bahkan ia dapat menikmatinya. Tetapi, pada bulan keempat mucul kisah menyedihkan. Saat itu Riyadi diminta oleh majikannya pergi ke kota untuk membeli sesuatu barang. Majikan meminjamkan motor kepadanya. Sebelum berangkat, Riyadi meminta surat kendaraan motor kepada majikan. Namun, sang majikan menjawab, “motor ini “legal”. Jadi, kamu tidak perlu khawatir. Jika ada persoalan maka saya yang akan bertanggung jawab.” Dengan perasaan tenang Riyadi pun pergi ke kota membeli barang sebagaimana permintaan majikannya.

Akan tetapi, tiba-tiba majikannya menerima sebuah telepon dari pihak kepolisian  bahwa  mereka  telah  menangkap  Riyadi  dengan  alasan motor ilegal. Namun, sang majikan bukan justru membantu Riyadi, tetapi justru bilang kepada polisi bahwa Riyadi telah melarikan diri dari perusahaannya.

Akhirnya, aparat kepolisian pun menahan Riyadi. Riyadi dipenjaran selama empat bulan. Selepas menjalani hukuman, Pemerintah Malaysia memulangkannya ke tanah air. Sesampai di kampung halaman, Riyadi harus menanggung banyak hutang. Hutang yang harus ia bayar guna melunasi pinjamannya saat hendak berangkat ke Malaysia.

Sumber:  http://buruhmigran.or.id/en/2011/01/15/difitnah-majikan-riyadi-masuk-penjara/

Peneguhan

Kisah  tentang Ahmad  Riyadi  dalam  kisah  tadi  memberikan  gambaran tentang praktik-praktik kebohongan atau ketidakjujuran yang terjadi dalam masyarakat kita. Banyak orang yang telah menjadi korban ketidakjujuran atau kebohongan orang lain di sekitarnya.

1.       Bentuk-Bentuk Kebohongan

Kebohongan menunjukkan bentuk wajahnya dalam kehidupan masyarakat kita. Dapat disebut antara lain:

a)                  Berdusta  dan  saksi  dusta.  Berdusta  berarti  mengatakan  yang tidak benar dengan maksud untuk menyesatkan. Dusta adalah pelanggaran paling langsung terhadap kebenaran. Berdusta berarti berbicara atau berbuat melawan kebenaran untuk menyesatkan seseorang, yang mempunyai hak untuk mengetahui kebenaran.

b)                  Rekayasa atau manipulasi. Rekayasa atau manipulasi berarti menyiasati atau membawa orang lain kepada suatu tujuan yang menguntungkan dirinya sendiri, yang mungkin saja orang lain mendapat rugi. Rekayasa dan manipulasi itu bersifat mengelabui.

c)                   Fitnah dan umpatan. Fitnah dan umpatan adalah tindakan yang sangat jahat, sebab yang difitnah tidak hadir untuk membela diri. Fitnah dapat berkembang tanpa saringan.

2.       Sebab-Sebab orang berbohong

Ada bermacam-macam alasan mengapa orang berbohong, antara lain:

a)                  Pertama, orang berbohong hanya sekedar main-main saja. Orang dapat berbohong hanya karena mau menikmati kesenangan saja. Orang merasa senang karena orang lain tertipu.

b)                  Kedua, orang berbohong untuk memperoleh keuntungan tertentu. Para pedagang, misalnya, dapat berbohong, supaya mendapat untung sebesar-besarnya.

c)                   Ketiga, orang berbohong karena berada dalam situasi tertekan. Kemudian untuk menyelamatkan diri dari situasi tertekan, ia terpaksa berbohong.

3.       Akibat Kebohongan

a)                  Bagi diri sendiri

Memang terkesan bahwa kebohongan dapat membawa kenikmatan dan keberuntungan tertentu. Paling kurang untuk waktu tertentu. Tetapi untuk jangka waktu yang panjang di masa depan, ia akan membawa bencana. Bencana kemerosotan pribadi, karena lama-kelamaan kita akan dikenal sebagai pembohong. Bencana yang lain ialah bahwa kita akan kehilangan kepercayaan.

b)                  Bagi orang yang dibohongi

                                                               i.      Orang yang dibohongi tentu saja mendapat gambaran yang salah dan dapat bertindak fatal bagi dirinya dan mungkin saja bagi orang lain.

                                                             ii.      Orang yang dibohongi dapat masuk ke dalam komunikasi dan relasi yang semu dengan yang membohonginya dan mungkin juga dengan orang lain.

c)                   Bagi masyarakat luas

Tindakan penipuan, rekayasa, dan manipulasi dapat merugikan bagi masyarakat luas.

 

Menggali Ajaran  Kitab Suci

Perjanjian Lama:

          Kel 23: 1-3. 6-8 

          Ul 16:19, Ul 1: 17, Ul 32: 4

Perjanjian Baru:

          Matius 12: 36-37

          Yohanes 8:43 - 47

          Yakobus 3: 1-6

 

1.       Keluaran  23: 1-3, 6-8

1 Janganlah  engkau  menyebarkan  kabar  bohong;  janganlah  engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar. 2 Janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan dalam memberikan ksaksian mengenai sesuatu perkara janganlah janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang membelokkan hukum. 3Juga janganlah memihak kepada orang miskin dalam perkaranya. 6 Janganlah engkau memperkosa hak orang miskin di antaramu dalam perkaranya. 7 Haruslah kaujauhkan dirimu dari perkara dusta. Orang yang tidak bersalah dan orang yang benar tidak boleh kaubunuh, sebab Aku tidak akan membenarkan orang yang bersalah. 8 Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar.”

2.       Ulangan 16: 18-19

18 “Hakim-hakim dan petugas-petugas haruslah kauangkat di segala tempat yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu, menurut suku- sukumu; mereka harus menghakimi bangsa itu dengan pengadilan yang adil. 19 Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang benar.

3.       Matius 5:37

37 Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.

4.       Yohanes 8:43 - 47

43 Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasa-Ku? Sebab kamu tidak dapat menangkap firman-Ku. 44 Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia  sejak  semula  dan  tidak  hidup  dalam  kebenaran,  sebab  di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta. 45 Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku. 46 Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepada-Ku? 47 Barangsiapa berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya kamu tidak mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah.

 

Peneguhan

a)      Dalam Kitab Suci, ditegaskan bahwa kebenaran tidak hanya berarti tidak berbohong, tetapi juga berarti mengambil bagian dalam kehidupan Allah. Allah adalah “sumber kebenaran”, karena Allah selalu berbuat sesuai dengan janji-Nya. Maka Allah berfirman: “Jangan bersaksi dusta.”

b)      Pada  dasarnya  Kitab  Suci  tidak  berkata  saksi  dusta  terhadap sesamamu, melainkan saksi dusta tentang sesamamu manusia, sebab perintah ini semula menyangkut kesaksian di pengadilan. Dengan kesaksian palsu, orang dicelakakan, karena ia dihukum secara tidak adil (malah dihukum mati) dan tata keadilan dijungkirbalikkan. Sebetulnya, masalahnya bukan “bohong”, melainkan tidak adanya kepastian hukum yang dapat diandalkan.

c)       Dalam  Ul  16:19,  ditegaskan  “Jangan  memutar-balikkan  hukum;  jangan  memandang  bulu;  dan  jangan  menerima  suap.” Inilah maksud firman kedelapan. Di muka pengadilan orang menyatakan kesetiaannya baik terhadap si terdakwa, sesama manusia, maupun terhadap masyarakat, umat Allah. Sebab dalam umat Allah, “pengadilan adalah kepunyaan Allah” (lih. Ul 1:17), yakni kepunyaan “Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar” (lih. Ul 32: 4).

d)      Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, dikatakan bahwa Yesus adalah kebenaran. Ia dibenarkan Allah. Dengan kebangkitan-Nya, Allah menyatakan bahwa Yesus adalah orang benar. Ia adalah pewah- yuan dari Allah sendiri. Orang yang percaya kepada-Nya akan selamat (ikut dibenarkan Allah). Percaya di sini bukan hanya yakin bahwa Yesus itu ada dan hidup, tetapi lebih-lebih berarti mau mengandalkan hidupnya kepada Yesus serta menjalankan apa yag dikehendaki-Nya. Maka membela kebenaran berarti ikut dalam karya Allah menyelamatkan manusia. Membela kebenaran berarti juga  memperjuangkan  kehendak  Allah  dan  meneladan  Yesus, Sang Kebenaran sendiri. Karena iman terhadap Yesus inilah, kita berani menyampaikan pemikiran-pemikiran atau maksud kepada siapa pun, termasuk kritik kepada yang melanggar, koreksi kepada siapa  pun  yang  melawan  cinta  kasih Allah.  Kita  harus  selalu mengatakan yang benar, walaupun mungkin dengan risiko. Yesus pernah mengatakan: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak! Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat! (Mat 5: 37). Ia (iblis) adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta (lih. Yoh 8: 44).

 

Menyimak kisah tokoh suci

Menjadi Saksi Kebenaran

Ketika  raja  Henry VIII  dari  Inggris  memisahkan  diri  dari  Gereja Katolik  karena  Paus  tidak  dapat  menerima  pernikahannya  dengan Anna Boleyn (raja masih terikat dengan pernikahan sakramentalnya dengan ratu), terdapat banyak warga Inggris yang tidak dapat menerima kebijaksanaan raja itu, termasuk perdana menterinya, Thomas Morus. Banyak rohaniwan, biarawan-biarawati, dan awam ditangkap dan dibunuh pada masa itu karena mereka tetap setia kepada Gereja Katolik, walaupun mereka tetap setia pula kepada Henry VIII sebagai raja.

Thomas Morus akhirnya juga ditahan dan dimasukkan ke dalam penjara. Banyak anggota keluarga dan teman-teman membujuk Thomas Morus supaya ia menyerah saja kepada raja demi kedudukannya yang tinggi dan keluarganya. Salah seorang putrinya yang sangat dicintainya menulis surat kepada ayahnya supaya sang ayah mengikuti saja kehendak raja karena dengan demikian sang ayah akan dapat kembali ke rumah karena ia sangat mencintai sang ayah. Thomas Morus sangat sedih membaca surat putrinya yang sangat dicintainya itu. Ia mengalami pergumulan batin yang hebat. Akhirnya, ia berhasil menulis surat kepada putrinya itu. Dalam surat itu, Thomas Morus menulis bahwa ia sangat sedih karena putri yang paling disayanginya sampai hati membujuknya untuk menjadi seorang pengkhianat terhadap imannya.

Pada hari ia dihukum mati, Thomas Morus masih berbicara bahwa ia masih seorang warga Inggris yang setia kepada rajanya, tetapi juga setia kepada imannya. Ia tidak dendam kepada siapa pun, termasuk raja dan hakim-hakim yang menghukumnya. Sebelum kepalanya dipenggal, ia masih sempat menciumi algojo yang akan memenggal kepalanya.

Thomas Morus tetap berkata dan bersaksi tentang kebenaran, walaupun dengan itu ia kehilangan segala-galanya, termasuk nyawanya sendiri. Memang, kadang-kadang sulit untuk mengatakan dan bersaksi tentang kebenaran.

Senin, 27 September 2021

KAUM AWAM DALAM GEREJA KATOLIK

 

KAUM AWAM DALAM GEREJA KATOLIK

Doa Pembukaan

Ya Bapa yang Mahabijaksana, Engkau telah mengangkat hamba-hamba-Mu, melalui Imamat yang suci menjadi pemimpin Gereja kami. Engkau juga memanggil semua orang kristiani, mereka yang tak tertahbis, para Awam, untuk terlibat aktif dalam karya-karya Gereja-Mu di dunia ini. Kami mohon ya Bapa, semoga dalam pertemuan ini kami dapat mengerti dan memahami pentingnya keterlibatan Kaum Awam dalam gerak-gerak Gereja. Engkau yang kami puji kini dan sepanjang masa. Amin.

 

Pemikiran Dasar

Istilah “Awam” diterjemahkan dari kata Yunani “Laikos” yang berarti bukan ahli. Dalam  kaitan dengan kehidupan agama Yahudi, kelompok “Awam” adalah anggota umat yang bukan golongan Imam atau Levit yang terkenal sebagai ahli Kitab Suci (Taurat). Kompendium Ajaran Sosial Gereja menjelaskan bahwa “ciri khas hakiki kaum  awam  beriman  yang  bekerja  di  kebun  anggur  Tuhan  (bdk.Mat  20:1-16) adalah corak sekular dari kemuridan mereka sebagai   orang   Kristen, yang justru dilaksanakan di dalam dunia”. Fakta dalam kehidupan Gereja, bagian terbesar dalam Gereja adalah Kaum Awam.  Menurut Lumen Gentium art.31, Kaum Awam adalah semua orang beriman Kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan Imam atau berstatus religius yang diakui dalam Gereja. Jadi, kaum beriman Kristiani, berkat baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah. Dengan cara mereka sendiri, mereka ikut mengemban tugas Imamat, kenabian, dan rajawi Kristus. Dengan demikian, sesuai dengan kemampuannya mereka melaksanakan perutusan segenap umat Kristiani dalam Gereja dan dunia.Tugas khas Kaum Awam adalah melaksanakan dan mewujudkan kabar baik di tengah-tengah dunia, di mana kaum klerus dan biarawan-biarawati tidak dapat masuk ke dalamnya kecuali melalui Kaum Awam.

Dewasa ini, keterlibatan Kaum Awam dalam tugas mengGereja dan memasyarakat semakin aktif. Harus diakui bahwa masih ada Awam yang masih bersifat pasif, menunggu perintah dari hierarki. Namun demikian, hal itu tidak mengurangi meningkatnya partisipasi Kaum Awam dalam kegiatan kerasulan Gerejani.

Melalui pelajaran ini, para peserta didik dibimbing untuk memahami siapa yang dimaksud dengan Kaum Awam dan apa yang menjadi tugas khasnya dalam Gereja dewasa ini. Peserta didik juga dibimbing untuk memahami makna, bentuk-bentuk Kerasulan Awam serta   apa dan bagaimana hubungan antara Awam dan hierarki sebagai  partner kerja yang sederajat untuk membangun Kerajaan Allah.

 

 

Menggali Pemahaman tentang Makna Kaum Awam dalam Gereja Katolik

Menyimak Cerita

Ignatius Joseph Kasimo, Pahlawan Nasional  Indonesia

Pendiri Partai Katolik, Ignatius Joseph Kasimo dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Upacara penganugerahan gelar pahlawan nasional dilakukan di Istana Negara oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa 8 November 2011  sebagai rangkaian dari perayaan hari Pahlawan 2011.

I.J. Kasimo mungkin bagi kebanyakan masyarakat Indonesia merupakan nama yang masih asing dan tidak terlalu dikenal, pun juga bagi sebagian orang Katolik. Ignatius Joseph Kasimo, anak seorang prajurit Keraton Yogyakarta yang menjadi Katolik di bawah asuhan Pater van Lith, SJ telah menjadi teladan bagaimana berpolitik semestinya dihidupi dan mengabdi kepada kepentingan rakyat.

Pernah menjadi murid Pater van Lith, S.J. di Sekolah Guru Muntilan, IJ. Kasimo muda mengabdikan diri dan karyanya di bidang pendidikan. Selain pendidikan, pernah juga I.J. Kasimo muda bekerja sebagai mandor perkebunan karet. Namun karena keberanian I.J. Kasimo membela buruh-buruh yang ditindas, I.J. Kasimo akhirnya dipindah kembali menjadi guru pertanian. Kedalamannya akan penghayatan iman katolik dalam hidup nyata di masyarakat dan bangsanya sangat dipengaruhi oleh pemahaman I.J. Kasimo tentang Ajaran Sosial Gereja. Inspirasi dari ASG yang menekankan kemerdekaan, persamaan hak dan persatuan bangsa mendorong I.J. Kasimo untuk mulai aktif di berbagai organisasi pergerakan dan politik.

Peranan I.J. Kasimo dalam perjuangan kebangsaan dimulai dari kegigihannya membela dan memperjuangkan hak-hak kemerdekaan di dalam Volksraad (Dewan Rakyat) dari tahun 1931-1943. Pidato terkenalnya di Volksraad adalah ketika dia menyerukan kemerdekaan untuk bangsa Indonesia dalam sidang Volksraad 19 Juli 1932. Bagi kalangan Katolik sendiri IJ. Kasimo dipandang sebagai “bapak politik” bagi umat Katolik Indonesia. Lewat Partai Katolik yang didirikannya I.J. Kasimo mau menggarisbawahi bahwa iman katolik adalah iman yang harusnya menggema dalam hidup bermasyarakat sehari-hari. I.J.  Kasimo  melihat  politik  sebagai  sebuah  sarana  perjuangan  yang  harus dilaksanakan dengan menjunjung kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat. Dan ini semua dia yakini sebagai sebuah penghayatan akan iman Katoliknya. Sebagaiseorang Katolik, I.J. Kasimo berani berdiri di persimpangan, mewartakan yang benar, dan atas keyakinan dan imannya dia berani memperjuangkan kebenaran itu.

Diangkatnya I.J. Kasimo menjadi Pahlawan Nasional seharusnyalah membuat kita umat Katolik diajak untuk kembali bercermin pada sosok I.J. Kasimo. Dewasa ini, baik para Uskup, umat dan kita semua, tidak banyak yang berdiri di “persimpangan” untuk mewartakan kebenaran. Mungkin tidak ada lagi para Uskup atau Awam yang berani bersuara lantang secara individu atas ketidakadilan  baik  yang  menimpa umat Katolik atau masyarakat pada umumnya. Bagaimana politikus Katolik? Kita patut prihatin misalnya beberapa skandal di DPR baik hukum dan keuangan yang melibatkan politisi Katolik, yang tidak berani bersuara melantangkan kebenaran.

I.J. Kasimo adalah potret bagaimana iman bersuara dan mungkin merupakan sebuah “sketsa”  Gereja  yang  bersuara.  Dia  adalah  potret  bagaimana  iman  itu menggema dalam hidup dan memberanikan diri berpijak pada “yang benar”.Semoga kita dan Gereja Katolik Indonesia tidak semakin takut kepada “yang bayar” atau malu-malu berbicara lantang tentang “yang benar”. Bila kita takut, semoga bercermin pada Ignatius Joseph Kasimo dan Yesus sendiri membuat kita berani bangkit.

Sumber:  http://www.pmkri.or.id/ dari berbagai sumber

 

Penjelasan

-                      Semangat Ajaran Sosial Gereja (ASG) yang menekankan kemerdekaan, persamaan hak dan persatuan bangsa mendorong I.J. Kasimo untuk aktif di berbagai organisasi pergerakan dan politik.

-                      Melalui Partai Katolik yang didirikannya I.J. Kasimo bersaksi bahwa iman Katolik adalah iman yang harusnya menggema dalam hidup bermasyarakat sehari-hari.

-                      I.J.  Kasimo  melihat  politik  sebagai  sebuah  sarana  perjuangan  yang  harus dilaksanakan dengan menjunjung kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat.

 

Menggali Makna Awam dan Kerasulan Awam dalam Ajaran Gereja Katolik

“Siapakah Kaum Awam Itu?”

Yang dimaksud dengan istilah Awam disini ialah semua orang beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan Imam atau status religius yang diakui dalam Gereja. Jadi, kaum beriman kristiani, yang berkat babtis telah menjadi anggota tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas Imamat, kenabian dan rajawi Kristus, dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap Umat kristiani dalam Gereja dan di dunia. Ciri khas dan istimewa Kaum Awam yakni sifat keduniaannya. Mereka yang termasuk golongan imam, meskipun kadang-kadang memang dapat berkecimpung dalam urusan-urusan keduniaan, juga dengan mengamalkan profesi keduniaan, berdasarkan panggilan khusus dan tugas mereka terutama diperuntukkan bagi pelayanan suci. Sedangkan para religius dengan status hidup mereka memberi kesaksian  yang  cemerlang  dan  luhur,  bahwa  dunia  tidak  dapat  diubah  dan dipersembahkan kepada Allah, tanpa semangat Sabda bahagia. Berdasarkan panggilan mereka yang khas, Kaum Awam wajib mencari kerajaan Allah, dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, artinya: menjalankan segala macam tugas dan pekerjaan duniawi, dan berada ditengah kenyataan biasa hidup berkeluarga dan sosial. Hidup mereka kurang lebih terjalin dengan itu semua. Di situlah mereka dipanggil oleh Allah, untuk menunaikan tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat Injil, dan dengan demikian ibarat ragi membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia bagaikan dari dalam. Begitulah mereka memancarkan iman, harapan dan cinta kasih terutama dengan kesaksian hidup mereka, serta menampakkan Kristus kepada sesama. Jadi tugas mereka yang istimewa yakni: menyinari dan mengatur semua hal-hal fana, yang erat- erat melibatkan mereka, sedemikian rupa, sehingga itu semua selalu terlaksana dan berkembang menurut kehendak Kristus, demi kemuliaan Sang Pencipta dan Penebus”. (Lumen Gentium, Art. 31)

 

Menyimak Ajaran Gereja

(Hubungan Kaum Awam dengan Hierarki)

“Dari harta kekayaan rohani Gereja Kaum Awam, seperti semua orang beriman kristiani, berhak  menerima  secara  melimpah  melalui  pelayanan  para  Gembala hierarkis, terutama bantuan sabda Allah dan sakramen-sakramen. Hendaklah para Awam  mengemukakan  kebutuhan-kebutuhan  dan  keinginan-keinginan  mereka kepada  para  Imam,  dengan  kebebasan  dan  kepercayaan,  seperti  layaknya  bagi anak-anak Allah dan saudara-saudara dalam Kristus. Sekadar ilmu pengetahuan, kompetensi dan kecakapan mereka para Awam mempunyai kesempatan, bahkan kadang-kadang juga kewajiban, untuk menyatakan pandangan mereka tentang hal-hal yang menyangkut kesejahteraan Gereja. Bila itu terjadi, hendaklah itu dijalankan melalui lembaga-lembaga yang didirikan Gereja untuk itu, dan selalu dengan jujur, tegas dan bijaksana, dengan hormat dan cinta kasih terhadap mereka, yang karena tugas suci bertindak atas nama Kristus.

Hendaklah para Awam, seperti semua orang beriman kristiani, mengikuti teladan Kristus, yang dengan ketaatan-Nya sampai mati, membuka jalan yang membahagiakan bagi semua orang, jalan kebebasan anak-anak Allah. Hendaklah mereka dengan ketaatan kristiani bersedia menerima apa yang ditetapkan oleh para Gembala hierarkis sejauh menghadirkan Kristus, sebagai guru dan pemimpin dalam Gereja. Dan janganlah mereka lupa mendoakan di hadirat Allah para pemimpin mereka, sebab para pemimpin itu berjaga karena akan memberi pertanggungjawaban atas jiwa-jiwa kita, supaya itu mereka jalankan dengan gembira tanpa keluh-kesah (lih. Ibr 13:1).

Sebaliknya hendaklah para Gembala hierarkis mengakui dan memajukan martabat serta tanggung jawab Kaum Awam dalam Gereja. Dan Hendaklah mereka diberi kebebasan dan keleluasaan untuk bertindak; bahkan mereka pantas diberi hati, supaya secara spontan memulai kegiatan-kegiatan juga. Hendaklah para Gembala dengan kasih kebapaan, penuh perhatian dalam Kristus, mempertimbangkan prakarsa-prakarsa , usul-usul serta keinginan-keinginan yang diajukan oleh Kaum Awam. Hendaklah para Gembala dengan saksama mengakui kebebasan sewajarnya, yang ada pada semua warga masyarakat duniawi.

Dari pergaulan persaudaraan antara Kaum Awam dan para Gembala itu boleh diharapkan banyak manfaat bagi Gereja. Dengan demikian para Awam diteguhkan kesadaran bertanggung jawab dan ditingkatkan semangat. Lagi pula tenaga Kaum Awam lebih mudah digabungkan dengan karya para Gembala. Sebaliknya, dibantu oleh pengalaman para Awam, para Gembala dapat mengadakan penegasan yang lebih jelas dan tepat dalam perkara-perkara rohani maupun jasmani. Dengan demikian seluruh Gereja, dikukuhkan oleh semua anggotanya akan menunaikan secara lebih tepat perutusannya demi kehidupan dunia. (Lumen Gentium artikel 37)

 

Penjelasan

Pengertian Awam

Yang dimaksud dengan kaum Awam adalah semua orang beriman Kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui dalam Gereja (lih. LG 31). Definisi Awam dalam praktik dan dalam dokumen-dokumen Gereja ternyata mempunyai dua macam:

-                      Definisi teologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi, Awam meliputi Biarawan/Biarawati seperti Suster dan Bruder yang tidak menerima tahbisan suci.

-                      Definisi tipologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan Biarawan/Biarawati. Maka dari itu Awam tidak mencakup para Suster dan Bruder. Definisi ini dikutip dari Lumen Gentium yang rupanya menggunakan definisi tipologis. Dan untuk selanjutnya istilah “Awam” yang digunakan adalah sesuai dengan pengertian tipologis di atas.

 

Hubungan Awam dan Hierarki sebagai Partner Kerja

Sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II, rohaniwan (hierarki) dan Awam memiliki martabat  yang  sama,  hanya  berbeda  fungsi.  Semua  fungsi  sama  luhurnya,  asal dilaksanakan dengan motivasi yang baik, demi Kerajaan Allah.

 

Peranan Awam

Peranan Awam sering diistilahkan sebagai Kerasulan Awam yang tugasnya dibedakan sebagai  Kerasulan  internal  dan  eksternal.  Kerasulan  internal  atau  kerasulan  “di dalam Gereja” adalah Kerasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hierarkis, walaupun Awam dituntut juga untuk mengambil bagian di dalamnya. Kerasulan eksternal atau kerasulan “dalam tata dunia” lebih diperani oleh para Awam. Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini

 

1.       Kerasulan dalam Tata Dunia (eksternal)

Berdasarkan panggilan khasnya, Awam bertugas mencari Kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan dunia. Mereka dipanggil Allah menjalankan tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat Injil. Mereka dapat menguduskan dunia dari dalam laksana ragi (lih. LG 31). Kaum Awam dapat menjalankan Kerasulannya dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan manusia serta meresapkan dan memantapkan semangat Injil ke dalam “tata dunia” sedemikian rupa sehingga kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian tentang karya Kristus dan melayani keselamatan manusia.

Dengan kata lain “tata dunia” adalah medan bakti khas kaum Awam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul dalam bidang-bidang ipoleksosbudhamkamnas hendaknya menjadi medan bakti mereka.

Sampai sekarang ini, masih banyak di antara kita yang melihat Kerasulan dalam tata dunia bukan sebagai kegiatan Kerasulan. Mereka menyangka bahwa Kerasulan hanya berurusan dengan hal-hal rohani yang sakral, kudus, serba keagamaan, dan yang menyangkut kegiatan-kegiatan dalam lingkup Gereja.

Dengan paham Gereja sebagai “Tanda dan Sarana Keselamatan Dunia” yang dimunculkan oleh Gaudium et Spes, di mana otonomi dunia dan sifatnya yang sekuler diakui, maka dunia dan lingkungannya mulai diterima sebagai partner dialog dapat saling memperkaya diri. Orang mulai menyadari bahwa menjalankan tugas-tugas duniawi tidak hanya berdasarkan alasan kewargaan dalam masyarakat atau negara saja, tetapi juga karena dorongan iman dan tugas Kerasulan kita, asalkan dengan motivasi yang baik. Iman tidak hanya menghubungkan kita dengan Tuhan, tetapi sekaligus juga menghubungkan dengan sesama kita di dunia ini.

 

2.       Kerasulan dalam Gereja (internal)

Karena Gereja itu Umat Allah, Gereja harus sungguh-sungguh menjadi Umat Allah.Ia hendaknya mengkonsolidasi diri untuk benar-benar menjadi Umat Allah. Ini adalah tugas membangun Gereja. Tugas ini dapat disebut Kerasulan internal. Tugas ini pada dasarnya dipercayakan kepada golongan hierarkis (kerasulan hierarkis), tetapi Awam dituntut pula untuk ambil bagian di dalamnya. Keterlibatan Awam dalam tugas membangun Gereja ini bukanlah karena menjadi perpanjangan tangan dari hierarki atau ditugaskan hierarki, karena pembabtisan ia mendapat tugas itu dari Kristus. Awam hendaknya berpartisipasi dalam tri tugas Gereja.

1)      Dalam tugas nabiah (pewarta sabda), seorang Awam dapat mengajar agama, sebagai katekis, memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman, dsb

2)      Dalam tugas Imamiah (menguduskan), seorang Awam dapat:

a)    memimpin doa dalam pertemuan umat;

b)    memimpin koor/paduan suara atau nyanyian dalam ibadah;

c)     membagi komuni sebagi prodiakon; dan

d)    menjadi pelayan Altar, dsb

3)      Dalam tugas rajawi, memimpin, atau melayani, seorang Awam dapat:

a)    menjadi anggota dewan paroki,

b)    menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dan sebagainya.

 

3.       Hubungan antara Awam dan hierarki, perlu memerhatikan  hal-hal berikut ini.

a)      Gereja sebagai Umat Allah

Keyakinan bahwa semua anggota warga Gereja memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi dapat menjamin hubungan yang wajar antara semua komponen Gereja.

Tidak boleh ada klaim bahwa komponen-komponen tertentu lebih bermartabat dalam Gereja Kristus dan menyepelekan komponen yang lainnya. Keyakinan ini harus diimplementasikan secara konsekuen dalam hidup dan karya semua anggota Gereja.

b)      Setiap Komponen Gereja memiliki Fungsi yang khas

Setiap  komponen  Gereja  memiliki  fungsi  yang  khas.  Hierarki  yang  bertugas memimpin (melayani) dan mempersatukan Umat Allah. Biarawan/biarawati dengan kaul-kaulnya mengarahkan umat Allah pada dunia yang akan datang (eskatologis). Para awam  bertugas  merasul  dalam  tata  dunia.  Mereka menjadi Rasul dalam keluarga-keluarga dan dalam masyarakat di bidang ipoleksosobudhamkamnas. Jika setiap komponen Gereja menjalankan fungsinya masing-masing dengan baik, maka adanya kerja sama yang baik pasti terjamin.

c)       Kerja sama

Walaupun  tiap  komponen  memiliki  fungsinya  masing-masing,  namun  untuk bidang-bidang tertentu, terlebih dalam kerasulan internal yaitu membangun hidup meng-Gereja, masih dibutuhkan partisipasi dan kerja sama dari semua komponen. Dalam  hal  ini  hendaknya  hierarki  tampil  sebagai pelayan yang memimpin dan mempersatukan. Pimpinan tertahbis, yaitu dewan Diakon, dewan Presbyter, dan dewan Uskup tidak berfungsi untuk mengumpulkan kekuasaan ke dalam tangan mereka,  tetapi  untuk  menyatukan  rupa-rupa  tipe,  jenis,  dan  fungsi  pelayanan (kharisma) yang ada. Hierarki   berperan   untuk   memelihara   keseimbangan   dan   persaudaraan   di antara sekian  banyak  tugas  pelayanan.  Para pemimpin  tertahbis  memperhatikan serta memelihara keseluruhan visi, misi, dan reksa pastoral. Karena itu, tidak mengherankan bahwa di antara mereka termasuk dalam dewan hierarki ini ada yang bertanggung jawab untuk memelihara ajaran yang benar dan memimpin perayaan sakramen-sakramen.

 

Doa Penutup

Tuhan Yesus, terima  kasih  kami  sampaikan  kepada-Mu,  karena  Engkau  telah  berkenan  hadir dan menyertai pembicaraan kami dalam pembelajaran ini. Ya Tuhan kami mohon, buatlah agar para pemimpin Gereja kami dengan seluruh Umat Allah sehati dan sejiwa dalam membangun Gereja. Semangati juga diri kami, agar dapat terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan Gereja. Amin.

 

 

 

Pertanyaan panduan

1.       Definisi awam dalam praktek dan dalam dokumen-dokumen resmi Gereja dapat dibedakan dalam 2 macam. Jelaskan!

2.       Tugas kerasulan kaum awam memiliki 2 (dua) dimensi yang berbeda, yakni kerasulan internal dan kerasulan eksternal. Jelaskan masing-masing!

3.       Sebutkan apa saja yang termasuk dalam tri-tugas Gereja dan bagaimana kaum awam berpartisipasi dalam tiga tugas tersebut!