HIRARKI DALAM GEREJA KATOLIK
Doa Pembukaan
Ya Bapa yang Mahabijaksana,
Syukur dan terima kasih kami haturkan kepada-Mu, Atas para Gembala utusan-Mu ke
tengah-tengah kami. Mereka adalah Bapa Paus, para Uskup, para Imam dan Diakon
untuk menuntun dan mendampingi kami para dombanya menuju ke tempat yang akan
menyejahterakan hidup kami. Kini kami hendak merenungkan kehadiran para Gembala
kami dalam pertemuan ini. Arahkanlah pembicaraan kami ini agar kami dapat
memahami dan menghayati kehadiran sebagai wujud cinta kasih-Mu. Demi Kristus
Tuhan kami. Amin.
Pengantar
Kata “Hierarki” berasal dari bahasa Yunani hierarchy yang
berarti “asal usul suci atau tata susunan”. Menurut ajaran resmi Gereja
Katolik, susunan, struktur hierarki sekaligus merupakan hakikat kehidupannya
juga. Kitab Suci menjelaskan bahwa perutusan ilahi, yang dipercayakan Kristus
kepada para Rasul, akan berlangsung sampai akhir zaman (lih. Mat 28:20). Sebab
Injil, yang harus mereka wartakan, bagi Gereja merupakan azas seluruh kehidupan
untuk selamanya. Maka dari itu, dalam himpunan yang tersusun secara hierarkis
yaitu para Rasul telah berusaha mengangkat para pengganti mereka. Maka Konsili
mengajarkan “atas penetapan ilahi para Uskup menggantikan para Rasul sebagai
gembala Gereja”. Kepada para Rasul
berpesan, agar menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat
mereka untuk menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis 20:28).(LG 20). Pengganti
meraka yakni, para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya
hingga akhir zaman (LG 18). Maksud dari “penetapan ilahi para Uskup
menggantikan para Rasul sebagai gembala Gereja” ialah bahwa dari hidup dan
kegiatan Yesus timbullah kelompok orang yang kemudian berkembang menjadi
Gereja, seperti yang dikenal sekarang.
Struktur Hierarkis Gereja yang
sekarang terdiri atas dewan para Uskup dengan Paus sebagai kepalanya, dan para
Imam serta Diakon sebagai pembantu Uskup. Para Uskup pengganti para Rasul yang
dipimpin oleh Paus pengganti Petrus bertugas melayani, menggembalakan jemaat
(bdk. Yoh 21: 15-19) bersama para pembantu
mereka, yakni para Imam dan Diakon. Sebagai wakil Kristus, mereka memimpin
kawanan yang mereka gembalakan (pimpin), sebagai guru dalam ajaran, Imam dalam
ibadat suci, dan pelayan dalam bimbingan (bdk. Lumen Gentium, Art. 20).
Pada pembelajaran ini para
peserta didik dibimbing untuk memahami arti, susunan, dan fungsi/peranan
hierarki Gereja Katolik serta tanggung jawab umat beriman terhadap hierarki dan
pemuka agama Katolik sehingga mereka dapat ambil bagian dalam tugas
penggembalaan Gereja.
Menggali Makna Hierarki dalam Gereja Katolik
Mgr.
Yohanes Harun Yuwono Resmi Menjadi Uskup Tanjungkarang
Kabut tipis perlahan mulai
menyingkir di hembus angin pagi di tanah seribu “way” ini. Pagi melipat
selimutnya dan berganti dengan kecerahan mentari, seolah- olah ikut merasakan
kegembiraan umat Katolik keuskupan Tanjung Karang. Hari ini, Kamis (10/10),
merupakan hari yang bersejarah bagi umat Katolik Keuskupan Tanjungkarang karena
pada hari ini sebagian dari mereka menyaksikan tahbisan Uskup Tanjungkarang
yang baru. Upacara tahbisan yang diselenggarakan di lapangan Kompleks Sekolah
Xaverius Pahoman, Bandar Lampung, ini dihadiri oleh ribuan umat dan berlangsung
meriah.
Antusiasme baik umat Keuskupan
Tanjungkarang sendiri maupun dari kalangan kaum religius sungguh besar.
Diperkirakan umat yang hadir mengikuti misa tahbisan ini sekitar 10.000 orang,
jauh lebih banyak daripada undangan yang disebar yaitu 7.000. Umat terlihat
tumpah ruah menyesaki halaman Kompleks Sekolah Xaverius dan bahkan ruang-ruang
kelas dipakai untuk mengikuti misa Penahbisan Uskup Tanjungkarang yang baru
ini. Sementara itu, acara tersebut juga dihadiri oleh 27 Uskup dari seluruh
Indonesia, empat Uskup emeritus serta lebih dari 200 orang Imam yang datang
dari berbagai keuskupan, antara lain: Keuskupan Agung Medan, Keuskupan Agung
Palembang, Keuskupan Pangkalpinang, Keuskupan Agung Jakarta, dan Keuskupan
Bogor.
Acara Tahbisan Uskup baru
Tanjungkarang ini juga dihadiri oleh Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr.
Antonio Guido Filipazzi yang secara langsung mewakili Bapa Suci, Fransiskus. Di
antara sejumlah tamu undangan yang hadir, tampak antara lain: Bapak Kardinal
Yulius Darmaatmaja S.J. Ketua KWI, Mgr. Ignatius Suharyo, dan Dirjen Bimas
Katolik RI, Bp. Antonius Semara Duran. Acara tahbisan Uskup baru Tanjungkarang,
Mgr. Yohanes Harun Yuwono yang dimulai pada pukul 09.00 WIB tersebut berjalan
dengan hikmat. Bertindak sebagai Uskup Penahbis adalah Mgr. Aloysius Sudarso
S.C.J, Uskup Agung Keuskupan Agung Palembang yang sekaligus adalah mantan
Administrator Apostolik KeUskupan Tanjungkarang sebelum terpilihnya Mgr. Harun
Yuwono didampingi oleh Mgr. Anicetus Sinaga O.F.M.Cap sebagai penahbis pertama,
serta Mgr Hilarius Moa Nurak S.V.D, Uskup Keuskupan Pangkalpinang, sebagai
penahbis kedua.
Sebelum berkat meriah penutup
Mgr. Ignatius Suharyo, Ketua KWI, menyampaikan kata sambutannya yang antara
lain menyebutkan bahwa motto yang dipilih oleh Mgr. Yuwono, “Non Est Personarum
Acceptor Deus” (Kis 10:34) mencerminkan keluasan hati beliau. Mgr. Suharyo
mengharapkan bahwa Uskup Harun Yuwono tetap menjadi Harun seperti cerita dalam
Perjanjian Lama untuk mendampingi “Musa-Musa kecil” di KeUskupan Tanjungkarang
memimpin umat Allah.
Sementara itu, Duta Besar
Vatikan dalam kata sambutannya antara lain menyebutkan bahwa
rasa suka cita umat Keuskupan Tanjungkarang karena memperoleh gembala yang baru
harus diperdalam dan diperluas. Hal ini membutuhkan fondasi yang kuat, yaitu
iman. Duta Vatikan mengharapkan dengan mengutip sebagian isi dokumen Lumen Fidei
no. 18 – bahwa Uskup Tanjungkarang yang baru juga harus memandang dirinya,
visinya, umat yang dipercayakan Tuhan dengan pandangan penuh kasih, bahkan
dengan kasih seperti Yesus sendiri. Menjadi Uskup bukanlah menjadi manajer atau
penguasa, melainkan gembala seperti Yesus. Sementara itu, di lain pihak umat
pun tidak perlu bertanya-tanya tentang asal-usul, suku, gelar akademis, ataupun
keterbatasan Uskup baru. Mereka diharapkan memandang segala situasi dengan mata
Yesus sendiri, yaitu mata iman. Dalam diri Uskup yang memiliki keterbatasan,
tetap ada Yesus yang hadir di sana.
Uskup terpilih, Mgr. Yohanes
Harun Yuwono dalam kata sambutannya antara lain menyampaikan rasa terima kasih
kepada Mgr. A. Henrisoesanto S.C.J. yang memberikan fondasi dasar baginya untuk
menjadi seorang Imam Diosesan hingga saat ini serta mengajak umat dalam
keterbatasan dirinya mau berjalan bersama untuk mewujudkan kehendak baik. Uskup
Yuwono juga mengharapkan dukungan dari semua umat beriman, baik Imam maupun
Awam untuk bersama-sama menciptakan kerukunan dan kedamaian. “Inilah
persaudaraan sejati dalam perziarahan menuju keselamatan berdasarkan iman akan
Allah yang menghendaki semua orang selamat,” ucapnya. (Dokpen KWI)
Sumber:
http://www.mirifica.net/11/10/13
Menggali Ajaran Gereja tentang Hierarki dan Ajaran Kitab Suci tentang
Panggilan dan Pilihan Tuhan untuk Menjadi Gembala Umat
Menyimak Ajaran Kitab Suci
Yoh 21: 15-19
Gembalakanlah Domba-dombaku
15Sesudah sarapan
Yesus berkata kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau
mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Jawab Petrus kepada- Nya: “Benar
Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau”. Kata Yesus kepadanya:
“Gembalakanlah domba-domba-Ku.” 16 Kata Yesus pula kepadanya untuk
kedua kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus
kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus
kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
17 Kata Yesus
kepadanya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi
Aku?” Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: “Apakah
engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tahu segala
sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya:
“Gembalakanlah domba-domba-Ku. 18 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya
ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan
ke mana saja kau kehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan
mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke
tempat yang tidak kau kehendaki.” 19 Dan hal ini dikatakan-Nya untuk
menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan
demikian Ia berkata kepada Petrus: “Ikutlah Aku.”
Penjelasan
·
Yesus memilih Petrus menjadi gembala dan
pemimpin kawanan-Nya, walaupun Petrus sering ceroboh dan labil, bahkan pernah
menyangkal-Nya sampai tiga kali. Pemilihan oleh Tuhan sungguh berdasarkan kasih karunia-Nya semata.
Manusia tidak memiliki andil apa-apa untuk itu.
·
Yang dituntut oleh Tuhan dari Petrus (dan semua penggantinya) hanyalah
kasih. Kasih dapat menghapus banyak dosa. Mungkin Tuhan berpikir seorang
pemimpin yang tahu kelemahannya akan bersikap penuh pengertian dalam memimpin
orang lain. Petrus akan banyak belajar dari kelemahannya. Yang penting adalah
cintanya kepada Tuhan tidak diragukan.
·
Sekalipun Petrus sebagai gembala atau siapa pun
juga yang menjadi gembala, Yesus selalu menyebut domba-domba itu sebagai
“domba-domba-Ku.” Kawanan domba itu tidak menjadi milik sang gembala manusia. Tidak seorang pun dapat
menggantikan Yesus. Dengan demikian, seorang pimpinan Gereja atau gembala dalam
Gereja adalah orang yang sangat mengasihi Yesus dan bersedia menyerahkan
nyawanya untuk Yesus dan umat gembalaannya.
Ajaran Gereja tentang hierarki Gereja Katolik
1. Lumen
Gentium artikel 18
Untuk
menggembalakan dan senantiasa mengembangkan umat Allah, Kristus Tuhan
mengadakan dalam Gereja-Nya aneka pelayanan, yang tujuannya kesejahteraan
seluruh Tubuh. Para pelayan, yang mempunyai kekuasaan kudus, melayani saudara-
saudara mereka, supaya semua yang termasuk Umat Allah. Karena itu, mempunyai
martabat kristiani sejati, dengan bebas dan teratur bekerja sama untuk mencapai
tujuan tadi, dan dengan demikian mencapai keselamatan. Mengikuti jejak Konsili
Vatikan I, Konsili suci ini mengajarkan dan menyatakan, bahwa Yesus Kristus
Gembala kekal telah mendirikan Gereja Kudus, dengan mengutus para Rasul seperti
Ia sendiri di utus oleh Bapa (lih. Yoh 20:21). Para pengganti mereka yakni para
Uskup, dikehendaki-Nya untuk menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir
zaman. Namun, supaya episkopat itu sendiri tetap satu dan tak terbagi, Ia
mengangkat Santo Petrus menjadi ketua para Rasul lainnya. Dan dalam diri Petrus
itu Ia menetapkan adanya azas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang
tetap dan kelihatan. Ajaran tentang penetapan, kelestarian, kuasa dan arti
Primat Kudus Imam Agung di Roma maupun tentang Wewenang Mengajarnya yang tak
dapat sesat, oleh Konsili suci sekali lagi dikemukakan kepada semua orang
beriman untuk diimani dengan teguh. Dan melanjutkan apa yang sudah dimulai itu
Konsili memutuskan, untuk menyatakan dan memaklumkan dihadapan mereka semua
ajaran tentang para Uskup, pengganti para Rasul, yang beserta pengganti Petrus,
Wakil Kristus dan Kepala Gereja semesta yang kelihatan, memimpin rumah Allah
yang hidup.
2.
Lumen Gentium artikel 22 (Kolegialitas Dewan para Uskup)
Seperti
Santo Petrus dan para Rasul lainnya atas penetapan Tuhan merupakan satu Dewan
para Rasul, begitu pula Imam Agung di Roma, pengganti Petrus, bersama para
Rasul, merupakan himpunan yang serupa. Adanya kebiasaan amat kuno, bahwa para
Uskup di seluruh dunia berhubungan satu dengan lainnya serta dengan Uskup di
Roma dalam ikatan kesatuan, cinta kasih dan damai, begitu pula adanya
Konsili-konsili yang dihimpun untuk mengambil keputusan-keputusan bersama yang
amat penting, sesudah ketetapan
dipertimbangkan dalam musyawarah
banyak orang, semua itu
memperlihatkan sifat dan hakekat kolegial pangkat Uskup. Sifat itu dengan jelas
sekali terbukti dari Konsili-Konsili Ekumenis, yang diselenggarakan disepanjang
abad-abad yang lampau.
Sifat itu tercermin
pula pada kebiasaan
yang berlaku sejak zaman kuno,
yakni mengundang Uskup-Uskup untuk ikut berperan dalam mengangkat orang
terpilih baru bagi pelayanan Imamat Agung. Seseorang menjadi anggota Dewan para
Uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan
hierarkis dengan Kepala maupun para anggota Dewan.
Adapun
Dewan atau Badan para Uskup hanyalah berwibawa bila bersatu dengan Imam Agung
di Roma, pengganti Petrus, sebagai Kepalanya, dan selama kekuasaan Primatnya
terhadap semua, baik para Gembala maupun para beriman, tetap berlaku seutuhnya.
Sebab Imam Agung di Roma berdasarkan tugasnya, yakni sebagai Wakil Kristus dan
Gembala Gereja semesta, mempunyai kuasa penuh, tertinggi dan universal terhadap
Gereja; dan kuasa itu selalu dapat dijalankannya dengan bebas. Sedangkan Badan
para Uskup, yang menggantikan Dewan para Rasul, dan tugas mengajar dan bimbingan
Pastoral, bahkan yang melestarikan Badan para Rasul, bersama dengan Imam Agung
di Roma selaku Kepalanya, dan tidak pernah tanpa Kepala, merupakan subjek kuasa
tertinggi dan penuh juga terhadap Gereja; tetapi kuasa itu hanyalah dapat
dijalankan dengan persetujuan Imam Agung di Roma. Hanya Simonlah yang oleh
Tuhan ditempatkan sebagai batu karang dan juru kunci Gereja (lih.
Mat 16:18-19), dan
diangkat menjadi Gembala
seluruh kawanan- Nya (lih. Yoh
21:15 dsl.). Tetapi tugas mengikat dan melepaskan, yang diserahkan kepada
Petrus (lih. Mat 16:19), ternyata diberikan juga kepada Dewan para Rasul dalam
persekutuan dengan Kepalanya (lih. Mat 18:18; 28:16-20)[64]. Sejauh terdiri
dari banyak orang, Dewan itu mengungkapkan macam-ragam dan sifat universal Umat
Allah; tetapi sejauh terhimpun dibawah satu kepala, mengungkapkan kesatuan
kawanan Kristus. Dalam Dewan itu para Uskup, sementara mengakui dengan setia
kedudukan utama dan tertinggi Kepalanya, melaksanakan kuasanya sendiri demi
kesejahteraan umat beriman mereka, bahkan demi kesejahteraan Gereja semesta;
dan Roh Kudus tiada hentinya meneguhkan tata-susunan organis serta
kerukunannya. Kuasa tertinggi terhadap Gereja seluruhnya, yang ada pada dewan
itu, secara meriah dijalankan dalam Konsili Ekumenis. Tidak pernah ada Konsili
Ekumenis, yang tidak disahkan atau sekurang-kurangnya diterima baik oleh
pengganti Petrus. Adalah hak khusus Imam Agung di Roma untuk mengundang Konsili
itu, dan memimpin serta mengesahkannya. Kuasa kolegial itu dapat juga dijalankan
oleh para Uskup bersama Paus, kalau mereka tersebar diseluruh dunia, asal saja
Kepala Dewan mengundang mereka untuk melaksanakan tindakan kolegial, atau
setidak-tidaknya menyetujui atau dengan bebas menerima kegiatan bersama para
Uskup yang terpencar, sehingga sungguh-sungguh terjadi tindakan kolegial.
3.
Lumen Gentium artikel 27 (Tugas menggembalakan)
Para Uskup
membimbing Gereja-Gereja khusus yang dipercayakan kepada mereka sebagai wakil
dan utusan Kristus, dengan petunjuk-petunjuk, nasihat-nasihat dan teladan
mereka, tetapi juga dengan kewibawaan dan kuasa suci. Kuasa itu hanyalah
mereka gunakan untuk
membangun kawanan mereka
dalam kebenaran dan kesucian, dengan mengingat bahwa yang
terbesar hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai
pelayan (lih. Luk 22:26-27). Kuasa, yang mereka jalankan sendiri atas nama
Kristus, bersifat pribadi, biasa dan langsung, walaupun penggunaannya akhirnya
diatur oleh kewibawaan tertinggi Gereja, dan dapat diketahui batasan-batasan
tertentu, demi faedahnya bagi Gereja atau Umat beriman. Berkat kuasa itu para
Uskup mempunyai hak suci dan kewajiban dihadapan Tuhan untuk menyusun
undang-undang bagi bawahan mereka, untuk bertindak sebagai hakim, dan mengatur
segala-sesuatu, termasuk ibadat dan keRasulan. Secara penuh mereka diserahi
tugas kegembalaan, atau pemeliharaan biasa dan sehari-hari terhadap kawanan
mereka. Mereka itu jangan dianggap sebagai wakil Imam Agung di Roma, sebab
mereka mengemban kuasa mereka sendiri, dan dalam arti yang sesungguhnya disebut
pembesar umat yang mereka bimbing. Maka kuasa mereka tidak dihapus oleh kuasa
tertinggi dan universal, melainkan justru ditegaskan, diteguhkan dan
dipertahankan. Sebab Roh Kudus memelihara secara utuh bentuk pemerintahan yang
ditetapkan oleh Kristus Tuhan dalam Gereja-Nya.
Uskup
diutus oleh Bapa keluarga untuk memimpin keluarga-Nya. Maka hendaknya ia
mengingat teladan Gembala Baik, yang datang tidak untuk dilayani melainkan
untuk melayani (lih. Mat 20:28; Mrk 10:45), dan menyerahkan nyawa-Nya untuk domba-
domba-Nya (lih. Yoh 10:11). Ia diambil dari manusia dan merasa lemah sendiri.
Maka ia dapat memahami mereka yang tidak tahu dan sesat (lih. Ibr 5:1-2).
Hendaklah ia selalu bersedia mendengarkan bawahannya, yang dikasihinya sebagai
anak- anaknya sendiri dan diajak untuk gembira bekerja sama dengannya. Ia kelak
akan memberikan pertanggungjawaban atas jiwa-jiwa mereka dihadapan Allah (lih.
Ibr 13:17). Maka hendaklah ia dalam doa, pewartaan dan segala macam amal cinta
kasih memperhatikan mereka maupun orang-orang, yang telah dipercayakan
kepadanya dalam Tuhan. Seperti Rasul Paulus ia berhutang kepada semua. Maka
hendaklah ia bersedia mewartakan Injil kepada semua orang (lih. Rom 1:14-15),
dan mendorong Umatnya yang beriman untuk ikut serta dalam kegiatan keRasulan
dan misi. Adapun kaum beriman wajib patuh terhadap Uskup, seperti Gereja
terhadap Yesus Kristus, dan seperti Yesus Kristus terhadap Bapa. Demikianlah
semua akan sehati karena bersatu [98], dan melimpah rasa syukurnya demi
kemuliaan Allah (lih. 2Kor 4:15).
4.
Lumen Gentium artikel 29 (Para Diakon)
Pada
tingkat hierarki yang lebih rendah terdapat para Diakon, yang ditumpangi tangan
“bukan untuk Imamat, melainkan untuk pelayanan”. Sebab dengan diteguhkan rahmat
sakramental mereka mengabdikan diri kepada Umat Allah dalam perayaan liturgi,
sabda dan amal kasih, dalam persekutuan dengan Uskup dan para Imamnya. Adapun
tugas Diakon, sejauh dipercayakan kepadanya oleh kewibawaan yang berwenang,
yakni: menerimakan Babtis secara meriah, menyimpan dan membagikan Ekaristi,
atas nama Gereja menjadi saksi perkawinan dan memberkatinya, mengantarkan
Komuni Suci terakhir kepada orang yang mendekati ajalnya, membacakan Kitab
suci kepada kaum
beriman, mengajar dan
menasehati Umat, memimpin
ibadat dan doa kaum beriman, menerimakan sakramen-sakramentali, memimpin
upacara jenazah dan pemakaman. Sambil membaktikan diri kepada tugas-tugas cinta
kasih dan administrasi, hendaklah para Diakon mengingat nasehat Santo
Polikarpus: “Hendaknya mereka selalu bertindak penuh belaskasihan dan rajin,
sesuai dengan kebenaran Tuhan, yang telah menjadi hamba semua orang”.
Namun,
karena tugas-tugas yang bagi kehidupan Gereja sangat penting itu menurut
tata-tertib yang sekarang berlaku di Gereja latin di pelbagai daerah sulit
dapat dijalankan, pada masa mendatang Diakonat dapat diadakan lagi sebagai
tingkat hierarki tersendiri dan tetap. Adalah tugas berbagai macam konferensi
Uskup setempat yang berwewenang, untuk menetapkan dengan persetujuan Imam Agung
Tertinggi sendiri, apakah dan dimanakah sebaiknya diangkat Diakon-Diakon
seperti itu demi pemeliharaan
jiwa-jiwa. Dengan ijin
Imam Agung di
Roma Diakonat itu dapat
diterimakan kepada pria yang sudah lebih masak usianya, juga yang
berkeluargapun juga kepada pemuda yang cakap tetapi bagi mereka ini hukum
selibat harus dipertahankan.
Rangkuman
Dasar kepemimpinan (hierarki)
dalam Gereja adalah persekutuan
yang semua anggotanya
sungguh-sungguh sederajat
martabatnya, sederajat pula kegiatan umum dalam membangun Tubuh Kristus (LG
31). Ada fungsi khusus dalam Gereja yang diemban oleh hierarki, ada corak hidup
khusus yang dijalani Biarawan/Biarawati, ada fungsi dan corak hidup keduniaan
yang menjadi medan khas para Awam. Tetapi yang pokok adalah iman yang sama akan
Allah dalam Kristus oleh Roh Kudus. Yang umum lebih penting daripada yang
khusus.
Hierarki dalam Gereja Katolik
Kata hierarki berasal dari bahasa Yunani “hierarchy” yang
berarti jabatan (hieros) suci (archos). Itu berarti bahwa yang termasuk
dalam hierarki adalah mereka
yang mempunyai jabatan karena mendapat penyucian melalui tahbisan. Maka
mereka sering disebut sebagai kuasa
tahbisan. Dan orang yang termasuk hieraki disebut sebagai para
tertahbis. Namun, pada umumnya hierarki diartikan sebagai tata susunan. Hieraki sebagai pejabat umat
beriman kristiani dipanggil untuk menghadirkan Kristus yang tidak kelihatan
sebagai tubuh-Nya, yaitu Gereja.
1. Dalam
tingkatan hieraki tertahbis (hierarchia ordinis), Gereja terdiri dari Uskup,
Imam, dan Diakon (KHK 330-572).
2. Menurut
tata susunan yurisdiksi (hierarchia yurisdictionis), yurisdiksi ada pada Paus
dan para Uskup yang disebut kolegialitas.
Kekhasan hierarki terletak
pada hubungan khusus mereka dengan Kristus sebagai gembala umat.
Sejarah hierarki
Struktur hierarki
bukanlah suatu yang
ditambahkan atau dikembangkan
dalam sejarah Gereja. Menurut ajaran Konsili Vatikan II, struktur itu
dikehendaki Tuhan dan akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Hal ini dapat
dilihat dalam sejarah hierarki di bawah ini:
1. Zaman
Para Rasul
Awal
perkembangan hierarki adalah kelompok kedua belas Rasul. Kelompok inilah yang
pertama-tama disebut Rasul. Rasul atau “Apostolos” adalah utusan. Akan tetapi setelah
kebangkitan Kristus, sebutan Rasul tidak hanya untuk kelompok kedua belas, melainkan juga
utusan-utusan selain kelompok kedua belas itu. Bahkan akhirnya, semua “utusan jemaat” (2Kor8:22) dan
semua “utusan Kristus”
(2Kor 5:20) disebut Rasul.
Lama kelamaan, kelompok Rasul lebih luas dari pada kelompok kedua belas Rasul.
Sesuai dengan namanya, Rasul diutus untuk mewartakan iman dan memberi kesaksian
tentang kebangkitan Kristus.
2. Zaman
sesudah Para Rasul
Setelah
kedua belas Rasul tidak ada, muncul aneka sebutan, seperti “penatua-penatua”
(Kis 15:2), dan “Rasul-Rasul”, “Nabi-Nabi”, Pemberita-Pemberita Injil”,
Gembala-Gembala”, “Pengajar” (Ef
4:11), “Episkopos” (Kis
20:28), dan “Diakonos”
(1Tim 4:14). Dari sebutan itu ada banyak hal yang tidak jelas arti dan
maksudnya. Namun pada akhir perkembangannya, ada struktur dari Gereja St.
Ignatius dari Antiokhia yang mengenal sebutan “Penilik” (Episkopos), “Penatua” (Prebyteros), dan
“Pelayan” (Diakonos). Struktur inilah yang selanjutnya menjadi struktur
hierarki Gereja yang menjadi Uskup,
Imam, dan Diakon. Di sini yang penting, bukanlah kepemimpinan Gereja
yang terbagi atas aneka fungsi dan peran, melainkan bahwa tugas pewartaan para
Rasul lama-kelamaan menjadi tugas kepemimpinan jemaat.
Dasar kepemimpinan (hierarki) dalam Gereja
Berdasarkan sejarah di atas,
kepemimpinan dalam Gereja diserahkan kepada hierarki. Konsili mengajarkan bahwa
“atas penetapan Ilahi,
para Uskup menggantikan para Rasul sebagai penggembala Gereja” (lih LG
20). “Konsili suci ini
mengajarkan dan mengatakan bahwa Yesus Kristus, Gembala kekal, mendirikan
Gereja kudus dengan mengutus para Rasul seperti Dia diutus oleh Bapa (lih Yoh
20:21). Para pengganti mereka, yakni para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi
gembala dalam gereja-Nya sampai akhir zaman (lih. LG 18).
Pernyataan di atas dimaksudkan
bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbullah kelompok orang yang kemudian
berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang. Proses perkembangan
pokok itu terjadi dalam umat perdana (Gereja Perdana), yakni Gereja yang
mengarang Kitab Suci Perjanjian Baru. Jadi, dalam kurun waktu antara
kebangkitan Yesus dan awal abad kedua secara prinsip terbentuklah hierarki
gereja yang dikenal sekarang. Wujud Gereja perdana beserta struktur
kepemimpinannya menjadi patokan bagi perkembangan Gereja selanjutnya.
Struktur kepemimpinan (hierarki) dalam Gereja
Secara struktural kepemimpinan
dalam Gereja sekarang dapat diurutkan sebagai berikut:
1. Paus
2. Uskup
3. Imam
4. Diakon
Beberapa istilah yang perlu
dipahami menyangkut strutur tersebut:
1. Dewan Para Uskup dengan Paus sebagai Kepalanya.
Ketika Kristus
mengangkat kedua belas
Rasul, Ia membentuk
mereka menjadi semacam dewan atau
badan tetap. Sebagai ketua dewan, Yesus mengangkat Petrus yang dipilih-Nya dari
antara para Rasul itu. Seperti Santo Petrus dan para Rasul lainnya, atas
penetapan Kristus merupakan satu dewan para Rasul. Begitu pula Paus (penganti
Petrus) bersama Uskup (pengganti Rasul) merupakan satu himpunan yang serupa. Pada
akhir masa Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para Uskup adalah
pengganti para Rasul. Tetapi hal itu bukan berarti bahwa hanya ada dua belas
Uskup (karena ada dua belas Rasul). Bukan Rasul satu per satu diganti orang
lain, tetapi kalangan para Rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh para
Uskup. Tegasnya Dewan para
Uskup adalah pengganti para Rasul (LG 20). Yang menjadi pimpinan Gereja
adalah Dewan para Uskup. Seseorang menjadi Uskup karena diterima ke dalam
dewan. “Seseorang menjadi
anggota Dewan Para Uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan
persekutuan hierarkis dengan kepala maupun para anggota Dewan” (LG 22).
Sebagai lambang kolegial ini, tahbisan Uskup selalu dilakukan paling sedikit
tiga Uskup, sebab tahbisan Uskup berarti bahwa seorang anggota baru diterima ke
dalam Dewan Uskup” (LG 11). Uskup itu pertama-tama adalah pemimpin Gereja
setempat. Namun, dalam persekutuan gereja-gereja setempat hiduplah Gereja
Universal. Dalam persekutuan dengan Uskup-Uskup lain itu, para Uskup setempat
menjadi pemimpin Gereja Universal. Maka, Uskup merupakan pemimipin Gereja
setempat sekaligus pemimpin Gereja Universal.
2. Paus
Konsili
Vatikan II menegaskan, “adapun dewan atau badan para Uskup hanyalah berwibawa
bila bersatu dengan Imam Agung di Roma pengganti Petrus sebagai kepala dan
selama kekuasaan primatnya terhadap semua, baik para gembala maupun kaum
beriman, tetap berlaku seutuhnya.” Imam Agung di Roma berdasarkan tugasnya,
yakni sebagai wakil Kristus dan gembala Gereja semesta mempunyai kuasa penuh,
tertinggi, dan universal terhadap Gereja, dan kuasa itu selalu dapat dijalankan
dengan bebas (LG 22).
Penegasan itu
didasarkan bahwa Kristus
mengangkat Petrus sebagai
ketua para Rasul. Yesus
mengangkat Santo Petrus menjadi ketua para Rasul lainnya. Dalam diri Petrus,
Yesus menetapkan adanya asas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang
tetap dan kelihatan (bdk. LG 18) Petrus diangkat menjadi pemimpin para Rasul.
Paus sebagai pengganti Petrus juga pemimpin para Uskup. Menurut kesaksian
tradisi, Petrus adalah Uskup Roma yang pertama. Karena itu, Roma dipandang
sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Menurut keyakinan tradisi, Uskup Roma
itu pengganti Petrus, bukan hanya sebagai Uskup lokal melainkan terutama dalam
fungsinya sebagai ketua Dewan Pimpinan Gereja. Paus adalah Uskup Roma, dan sebagai Uskup Roma, ia adalah
pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa seperti Petrus.
Tugas dan
kuasa Petrus, menurut Perjanjian Baru, begitu istimewa (Mat 16:16-19; Yoh
21:15-19), Ia diakui sebagai pemimpin Gereja. “Para Rasul menghimpun Gereja
semesta, yang oleh Tuhan didirikan dalam diri mereka dan di atas Rasul Petrus,
ketua mereka, sedangkan Yesus Kristus sendiri sebagai batu sendinya” (LG 19). Fungsi dan kedudukan Petrus
sebagai pemimpin Gereja diakui pula sebagai unsur prinsip hierarki, yang
akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Itulah tugas dan wewenang Paus,
pengganti Petrus.
3. Uskup
Pada
dasarnya Paus adalah seorang Uskup. Seorang Uskup selalu berkarya dalam
persekutuan dengan para Uskup lain dan mengakui Paus sebagai kepala. Karya
seorang Uskup adalah “menjadi
asas dan dasar kelihatan bagi kesatuan dalam Gereja-Nya (LG 23). Tugas
pokok Uskup di tempatnya sendiri adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama
dan utama adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas ini dapat disebut
tugas kepemimpinan dari para Uskup “dalam arti sesungguhnya disebut pembesar
umat yang mereka bimbing” (LG 27).
Tugas pemersatu ini selanjutnya
dibagi menjadi tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan gereja, yaitu
pewartaan, perayaan, dan pelayanan, tempat dimungkinkan komunikasi iman dalam
Gereja. Dan dalam bidang-bidang itulah para Uskup dan Paus menjalankan
tugas kepemimpinannya. Pewartaan Injil menjadi tugas terpenting (LG 25). Tugas
penting selanjutnya adalah perayaan, “mempersembahkan ibadat agama Kristen
kepada Allah yang Mahaagung dan mengaturnya menurut perintah Tuhan dan hukum
Gereja” (LG 26). Selanjutnya adalah pelayanan, “membimbing Gereja- gereja yang
dipecayakan kepada mereka sebagai wakil dan utusan Kristus, dengan
petunjuk-petunjuk, nasihat-nasihat, dan teladan hidup mereka, tetapi juga
dengan kewibawaan dan kuasa suci” (LG 27). Dalam ketiga bidang kehidupan
menggereja, Uskup bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam
komunikasi iman.
4. Pembantu Uskup: Imam dan Diakon
Dalam
mengemban tugas dan fungsinya, para Uskup memerlukan “pembantu” dan rekan “kerja”, mereka sebagai berikut:
a)
Para
Imam: adalah Wakil Uskup
Dalam
setiap jemaat setempat dalam arti tertentu, mereka menghadirkan Uskup. “Para
Imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan Uskup,
sebagai penolong dan organ mereka “(LG 28). Tugas konkret para Imam sama seperti Uskup. Mereka
ditahbiskan pertama-tama untuk mewartakan Injil (lih. PO 4) dan menggembalakan
umat (lih. PO 6)
b)
Diakon:
pelayan, hierarki tingkat yang lebih rendah
Ditumpangi
tangan bukan untuk Imamat tetapi untuk pelayanan (LG 29). Mereka ini juga
pembantu Uskup, tetapi tidak mewakili. Para Diakon adalah pembantu Uskup dengan tugas terbatas.
Dengan kata lain Diakon adalah pembantu khusus Uskup, sedangkan Imam
adalah pembantu umum Uskup.
5. Kardinal:
Kardinal bukan jabaran hierarkis
dan tidak termasuk struktur hierarkis. Kardinal adalah penasihat dan pembantu
Paus dalam tugas reksa harian seluruh Gereja. Mereka membentuk suatu
dewan Kardinal. Jumlah dewan yang berhak memilih Paus dibatasi 120 orang di
bawah usia 80 tahun. Seorang Kardinal dipilih oleh Paus secara bebas.
Fungsi Khusus Hierarki
Seluruh umat Allah mengambil
bagian di dalam tugas Kristus sebagai nabi (mengajar), Imam (menguduskan), dan
Raja (menggembalakan). Pada kenyataannya umat tidak seragam, maka Gereja
mengenal pembagian tugas tiap komponen umat (hierarki, biarawan/biarawati, dan awam). Setiap komponen menjalankan tugas
dengan cara yang
berbeda.
Berdasarkan keterangan
yang telah diungkapkan
di atas, fungsi
khusus hierarki sebagai berikut:
1.
Menjalankan tugas Gerejani,
yakni tugas-tugas yang
langsung dan eksplistis menyangkut kehidupan beriman
Gereja, seperti: pelayanan sakramen-sakramen, dan mengajar.
2.
Menjalankan tugas kepemimpinan
dalam komunikasi iman.
Hierarki mempersatukan umat dalam
iman dengan petunjuk, nasihat, dan teladan.
Corak Kepemimpinan dalam
Gereja
1. Kepemimpinan dalam Gereja
merupakan suatu panggilan khusus dan campur tangan Tuhan
merupakan unsur yang
dominan. Kepemimpinan
Gereja tidak diangkat oleh
manusia berdasarkan bakat,
kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja
tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku,
tetapi Akulah yang memilih kamu.” Kepemimpinan
dalam masyarakat dapat diperjuangkan
oleh manusia, tetapi kepemimpinan dalam Gereja tidaklah
demikian.
2.
Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti
semurni-murninya, walaupun ia sungguh mempunyai wewenang yang berasal dari
Kristus sendiri.
3. Kepemimpinan gerejani adalah
kepemimpinan melayani, bukan untuk dilayani, sebagaimana yang ditunjukkan oleh
Yesus sendiri. Maka Paus disebut
sebagai “Servus Servorum Dei”=hamba dari hamba-hamba Allah. Kepemimpinan
hierarki berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapuskan oleh manusia. Kepemimpinan
dalam masyarakat dapat
diturunkan oleh manusia, karena ia memang diangkat dan
diteguhkan oleh manusia.
Doa Penutup
Ya Bapa, baru saja kami Kau
tuntun untuk mengerti lebih mendalam dalam pertemuan ini, makna kehadiran para
Gembala kami di tengah himpitan dunia ini. Kami mohon kepada-Mu, berilah kepada
kami kerendahan hati untuk mengikuti teladannya dan juga anugerahkanlah kepada
para gembala kami: Bapa Suci, para Uskup, para Imam dan Diakon kesehatan yang
baik, kesejahteraan dan tambahkanlah iman agar semakin setia menuntun hidup
kami. Engkau kami puji kini dan sepanjang masa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar