Cari Blog Ini

Selasa, 14 September 2021

HIRARKI DALAM GEREJA KATOLIK

 

HIRARKI DALAM GEREJA KATOLIK

Doa Pembukaan

Ya Bapa yang Mahabijaksana, Syukur dan terima kasih kami haturkan kepada-Mu, Atas para Gembala utusan-Mu ke tengah-tengah kami. Mereka adalah Bapa Paus, para Uskup, para Imam dan Diakon untuk menuntun dan mendampingi kami para dombanya menuju ke tempat yang akan menyejahterakan hidup kami. Kini kami hendak merenungkan kehadiran para Gembala kami dalam pertemuan ini. Arahkanlah pembicaraan kami ini agar kami dapat memahami dan menghayati kehadiran sebagai wujud cinta kasih-Mu. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.

 

Pengantar

Kata “Hierarki” berasal dari bahasa Yunani hierarchy yang berarti “asal usul suci atau tata susunan”. Menurut ajaran resmi Gereja Katolik, susunan, struktur hierarki sekaligus merupakan hakikat kehidupannya juga. Kitab Suci menjelaskan bahwa perutusan ilahi, yang dipercayakan Kristus kepada para Rasul, akan berlangsung sampai akhir zaman (lih. Mat 28:20). Sebab Injil, yang harus mereka wartakan, bagi Gereja merupakan azas seluruh kehidupan untuk selamanya. Maka dari itu, dalam himpunan yang tersusun secara hierarkis yaitu para Rasul telah berusaha mengangkat para pengganti mereka. Maka Konsili mengajarkan “atas penetapan ilahi para Uskup menggantikan para Rasul sebagai gembala Gereja”. Kepada para Rasul   berpesan, agar menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis 20:28).(LG 20). Pengganti meraka yakni, para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir zaman (LG 18). Maksud dari “penetapan ilahi para Uskup menggantikan para Rasul sebagai gembala Gereja” ialah bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbullah kelompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang.

Struktur Hierarkis Gereja yang sekarang terdiri atas dewan para Uskup dengan Paus sebagai kepalanya, dan para Imam serta Diakon sebagai pembantu Uskup. Para Uskup pengganti para Rasul yang dipimpin oleh Paus pengganti Petrus bertugas melayani, menggembalakan jemaat (bdk. Yoh 21: 15-19)  bersama para pembantu mereka, yakni para Imam dan Diakon. Sebagai wakil Kristus, mereka memimpin kawanan yang mereka gembalakan (pimpin), sebagai guru dalam ajaran, Imam dalam ibadat suci, dan pelayan dalam bimbingan (bdk. Lumen Gentium, Art. 20).

Pada pembelajaran ini para peserta didik dibimbing untuk memahami arti, susunan, dan fungsi/peranan hierarki Gereja Katolik serta tanggung jawab umat beriman terhadap hierarki dan pemuka agama Katolik sehingga mereka dapat ambil bagian dalam tugas penggembalaan Gereja.

 

Menggali Makna Hierarki dalam Gereja Katolik

Mgr. Yohanes Harun Yuwono Resmi Menjadi Uskup Tanjungkarang

 

Kabut tipis perlahan mulai menyingkir di hembus angin pagi di tanah seribu “way” ini. Pagi melipat selimutnya dan berganti dengan kecerahan mentari, seolah- olah ikut merasakan kegembiraan umat Katolik keuskupan Tanjung Karang. Hari ini, Kamis (10/10), merupakan hari yang bersejarah bagi umat Katolik Keuskupan Tanjungkarang karena pada hari ini sebagian dari mereka menyaksikan tahbisan Uskup Tanjungkarang yang baru. Upacara tahbisan yang diselenggarakan di lapangan Kompleks Sekolah Xaverius Pahoman, Bandar Lampung, ini dihadiri oleh ribuan umat dan berlangsung meriah.

Antusiasme baik umat Keuskupan Tanjungkarang sendiri maupun dari kalangan kaum religius sungguh besar. Diperkirakan umat yang hadir mengikuti misa tahbisan ini sekitar 10.000 orang, jauh lebih banyak daripada undangan yang disebar yaitu 7.000. Umat terlihat tumpah ruah menyesaki halaman Kompleks Sekolah Xaverius dan bahkan ruang-ruang kelas dipakai untuk mengikuti misa Penahbisan Uskup Tanjungkarang yang baru ini. Sementara itu, acara tersebut juga dihadiri oleh 27 Uskup dari seluruh Indonesia, empat Uskup emeritus serta lebih dari 200 orang Imam yang datang dari berbagai keuskupan, antara lain: Keuskupan Agung Medan, Keuskupan Agung Palembang, Keuskupan Pangkalpinang, Keuskupan Agung Jakarta, dan Keuskupan Bogor.

Acara Tahbisan Uskup baru Tanjungkarang ini juga dihadiri oleh Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Antonio Guido Filipazzi yang secara langsung mewakili Bapa Suci, Fransiskus. Di antara sejumlah tamu undangan yang hadir, tampak antara lain: Bapak Kardinal Yulius Darmaatmaja S.J. Ketua KWI, Mgr. Ignatius Suharyo, dan Dirjen Bimas Katolik RI, Bp. Antonius Semara Duran. Acara tahbisan Uskup baru Tanjungkarang, Mgr. Yohanes Harun Yuwono yang dimulai pada pukul 09.00 WIB tersebut berjalan dengan hikmat. Bertindak sebagai Uskup Penahbis adalah Mgr. Aloysius Sudarso S.C.J, Uskup Agung Keuskupan Agung Palembang yang sekaligus adalah mantan Administrator Apostolik KeUskupan Tanjungkarang sebelum terpilihnya Mgr. Harun Yuwono didampingi oleh Mgr. Anicetus Sinaga O.F.M.Cap sebagai penahbis pertama, serta Mgr Hilarius Moa Nurak S.V.D, Uskup Keuskupan Pangkalpinang, sebagai penahbis kedua.

Sebelum berkat meriah penutup Mgr. Ignatius Suharyo, Ketua KWI, menyampaikan kata sambutannya yang antara lain menyebutkan bahwa motto yang dipilih oleh Mgr. Yuwono, “Non Est Personarum Acceptor Deus” (Kis 10:34) mencerminkan keluasan hati beliau. Mgr. Suharyo mengharapkan bahwa Uskup Harun Yuwono tetap menjadi Harun seperti cerita dalam Perjanjian Lama untuk mendampingi “Musa-Musa kecil” di KeUskupan Tanjungkarang memimpin umat Allah.

Sementara itu, Duta Besar Vatikan dalam   kata   sambutannya antara lain menyebutkan bahwa rasa suka cita umat Keuskupan Tanjungkarang karena memperoleh gembala yang baru harus diperdalam dan diperluas. Hal ini membutuhkan fondasi yang kuat, yaitu iman. Duta Vatikan mengharapkan dengan mengutip sebagian isi dokumen Lumen Fidei no. 18 – bahwa Uskup Tanjungkarang yang baru juga harus memandang dirinya, visinya, umat yang dipercayakan Tuhan dengan pandangan penuh kasih, bahkan dengan kasih seperti Yesus sendiri. Menjadi Uskup bukanlah menjadi manajer atau penguasa, melainkan gembala seperti Yesus. Sementara itu, di lain pihak umat pun tidak perlu bertanya-tanya tentang asal-usul, suku, gelar akademis, ataupun keterbatasan Uskup baru. Mereka diharapkan memandang segala situasi dengan mata Yesus sendiri, yaitu mata iman. Dalam diri Uskup yang memiliki keterbatasan, tetap ada Yesus yang hadir di sana.

Uskup terpilih, Mgr. Yohanes Harun Yuwono dalam kata sambutannya antara lain menyampaikan rasa terima kasih kepada Mgr. A. Henrisoesanto S.C.J. yang memberikan fondasi dasar baginya untuk menjadi seorang Imam Diosesan hingga saat ini serta mengajak umat dalam keterbatasan dirinya mau berjalan bersama untuk mewujudkan kehendak baik. Uskup Yuwono juga mengharapkan dukungan dari semua umat beriman, baik Imam maupun Awam untuk bersama-sama menciptakan kerukunan dan kedamaian. “Inilah persaudaraan sejati dalam perziarahan menuju keselamatan berdasarkan iman akan Allah yang menghendaki semua orang selamat,” ucapnya. (Dokpen KWI)

Sumber: http://www.mirifica.net/11/10/13

 

Menggali Ajaran Gereja tentang Hierarki dan Ajaran Kitab Suci tentang Panggilan dan Pilihan Tuhan untuk Menjadi Gembala Umat

 

Menyimak Ajaran Kitab Suci

Yoh 21: 15-19

Gembalakanlah Domba-dombaku

15Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Jawab Petrus kepada- Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau”. Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” 16 Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”

17 Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: “Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku. 18 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kau kehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kau kehendaki.” 19 Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: “Ikutlah Aku.”

 

Penjelasan

·       Yesus memilih Petrus menjadi gembala dan pemimpin kawanan-Nya, walaupun Petrus sering ceroboh dan labil, bahkan pernah menyangkal-Nya sampai tiga kali. Pemilihan oleh Tuhan sungguh berdasarkan kasih karunia-Nya semata. Manusia tidak memiliki andil apa-apa untuk itu.

·       Yang dituntut oleh Tuhan dari Petrus (dan semua penggantinya) hanyalah kasih. Kasih dapat menghapus banyak dosa. Mungkin Tuhan berpikir seorang pemimpin yang tahu kelemahannya akan bersikap penuh pengertian dalam memimpin orang lain. Petrus akan banyak belajar dari kelemahannya. Yang penting adalah cintanya kepada Tuhan tidak diragukan.

·       Sekalipun Petrus sebagai gembala atau siapa pun juga yang menjadi gembala, Yesus selalu menyebut domba-domba itu sebagai “domba-domba-Ku.” Kawanan domba itu tidak menjadi milik sang gembala manusia. Tidak seorang pun dapat menggantikan Yesus. Dengan demikian, seorang pimpinan Gereja atau gembala dalam Gereja adalah orang yang sangat mengasihi Yesus dan bersedia menyerahkan nyawanya untuk Yesus dan umat gembalaannya.

 

Ajaran Gereja tentang hierarki Gereja Katolik

1.       Lumen Gentium  artikel 18

Untuk menggembalakan dan senantiasa mengembangkan umat Allah, Kristus Tuhan mengadakan dalam Gereja-Nya aneka pelayanan, yang tujuannya kesejahteraan seluruh Tubuh. Para pelayan, yang mempunyai kekuasaan kudus, melayani saudara- saudara mereka, supaya semua yang termasuk Umat Allah. Karena itu, mempunyai martabat kristiani sejati, dengan bebas dan teratur bekerja sama untuk mencapai tujuan tadi, dan dengan demikian mencapai keselamatan. Mengikuti jejak Konsili Vatikan I, Konsili suci ini mengajarkan dan menyatakan, bahwa Yesus Kristus Gembala kekal telah mendirikan Gereja Kudus, dengan mengutus para Rasul seperti Ia sendiri di utus oleh Bapa (lih. Yoh 20:21). Para pengganti mereka yakni para Uskup, dikehendaki-Nya untuk menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir zaman. Namun, supaya episkopat itu sendiri tetap satu dan tak terbagi, Ia mengangkat Santo Petrus menjadi ketua para Rasul lainnya. Dan dalam diri Petrus itu Ia menetapkan adanya azas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap dan kelihatan. Ajaran tentang penetapan, kelestarian, kuasa dan arti Primat Kudus Imam Agung di Roma maupun tentang Wewenang Mengajarnya yang tak dapat sesat, oleh Konsili suci sekali lagi dikemukakan kepada semua orang beriman untuk diimani dengan teguh. Dan melanjutkan apa yang sudah dimulai itu Konsili memutuskan, untuk menyatakan dan memaklumkan dihadapan mereka semua ajaran tentang para Uskup, pengganti para Rasul, yang beserta pengganti Petrus, Wakil Kristus dan Kepala Gereja semesta yang kelihatan, memimpin rumah Allah yang hidup.

 

2.       Lumen Gentium  artikel 22 (Kolegialitas Dewan para Uskup)

Seperti Santo Petrus dan para Rasul lainnya atas penetapan Tuhan merupakan satu Dewan para Rasul, begitu pula Imam Agung di Roma, pengganti Petrus, bersama para Rasul, merupakan himpunan yang serupa. Adanya kebiasaan amat kuno, bahwa para Uskup di seluruh dunia berhubungan satu dengan lainnya serta dengan Uskup di Roma dalam ikatan kesatuan, cinta kasih dan damai, begitu pula adanya Konsili-konsili yang dihimpun untuk mengambil keputusan-keputusan bersama yang amat penting,  sesudah  ketetapan  dipertimbangkan  dalam  musyawarah  banyak  orang, semua itu memperlihatkan sifat dan hakekat kolegial pangkat Uskup. Sifat itu dengan jelas sekali terbukti dari Konsili-Konsili Ekumenis, yang diselenggarakan disepanjang abad-abad  yang  lampau.  Sifat  itu  tercermin  pula  pada  kebiasaan  yang  berlaku sejak zaman kuno, yakni mengundang Uskup-Uskup untuk ikut berperan dalam mengangkat orang terpilih baru bagi pelayanan Imamat Agung. Seseorang menjadi anggota Dewan para Uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan hierarkis dengan Kepala maupun para anggota Dewan.

Adapun Dewan atau Badan para Uskup hanyalah berwibawa bila bersatu dengan Imam Agung di Roma, pengganti Petrus, sebagai Kepalanya, dan selama kekuasaan Primatnya terhadap semua, baik para Gembala maupun para beriman, tetap berlaku seutuhnya. Sebab Imam Agung di Roma berdasarkan tugasnya, yakni sebagai Wakil Kristus dan Gembala Gereja semesta, mempunyai kuasa penuh, tertinggi dan universal terhadap Gereja; dan kuasa itu selalu dapat dijalankannya dengan bebas. Sedangkan Badan para Uskup, yang menggantikan Dewan para Rasul, dan tugas mengajar dan bimbingan Pastoral, bahkan yang melestarikan Badan para Rasul, bersama dengan Imam Agung di Roma selaku Kepalanya, dan tidak pernah tanpa Kepala, merupakan subjek kuasa tertinggi dan penuh juga terhadap Gereja; tetapi kuasa itu hanyalah dapat dijalankan dengan persetujuan Imam Agung di Roma. Hanya Simonlah yang oleh Tuhan ditempatkan sebagai batu karang dan juru kunci Gereja  (lih.  Mat  16:18-19),  dan  diangkat  menjadi  Gembala  seluruh  kawanan- Nya (lih. Yoh 21:15 dsl.). Tetapi tugas mengikat dan melepaskan, yang diserahkan kepada Petrus (lih. Mat 16:19), ternyata diberikan juga kepada Dewan para Rasul dalam persekutuan dengan Kepalanya (lih. Mat 18:18; 28:16-20)[64]. Sejauh terdiri dari banyak orang, Dewan itu mengungkapkan macam-ragam dan sifat universal Umat Allah; tetapi sejauh terhimpun dibawah satu kepala, mengungkapkan kesatuan kawanan Kristus. Dalam Dewan itu para Uskup, sementara mengakui dengan setia kedudukan utama dan tertinggi Kepalanya, melaksanakan kuasanya sendiri demi kesejahteraan umat beriman mereka, bahkan demi kesejahteraan Gereja semesta; dan Roh Kudus tiada hentinya meneguhkan tata-susunan organis serta kerukunannya. Kuasa tertinggi terhadap Gereja seluruhnya, yang ada pada dewan itu, secara meriah dijalankan dalam Konsili Ekumenis. Tidak pernah ada Konsili Ekumenis, yang tidak disahkan atau sekurang-kurangnya diterima baik oleh pengganti Petrus. Adalah hak khusus Imam Agung di Roma untuk mengundang Konsili itu, dan memimpin serta mengesahkannya. Kuasa kolegial itu dapat juga dijalankan oleh para Uskup bersama Paus, kalau mereka tersebar diseluruh dunia, asal saja Kepala Dewan mengundang mereka untuk melaksanakan tindakan kolegial, atau setidak-tidaknya menyetujui atau dengan bebas menerima kegiatan bersama para Uskup yang terpencar, sehingga sungguh-sungguh terjadi tindakan kolegial.

 

3.       Lumen Gentium  artikel 27 (Tugas menggembalakan)

Para Uskup membimbing Gereja-Gereja khusus yang dipercayakan kepada mereka sebagai wakil dan utusan Kristus, dengan petunjuk-petunjuk, nasihat-nasihat dan teladan mereka, tetapi juga dengan kewibawaan dan kuasa suci. Kuasa itu hanyalah mereka  gunakan  untuk  membangun  kawanan  mereka  dalam  kebenaran  dan kesucian, dengan mengingat bahwa yang terbesar hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan (lih. Luk 22:26-27). Kuasa, yang mereka jalankan sendiri atas nama Kristus, bersifat pribadi, biasa dan langsung, walaupun penggunaannya akhirnya diatur oleh kewibawaan tertinggi Gereja, dan dapat diketahui batasan-batasan tertentu, demi faedahnya bagi Gereja atau Umat beriman. Berkat kuasa itu para Uskup mempunyai hak suci dan kewajiban dihadapan Tuhan untuk menyusun undang-undang bagi bawahan mereka, untuk bertindak sebagai hakim, dan mengatur segala-sesuatu, termasuk ibadat dan keRasulan. Secara penuh mereka diserahi tugas kegembalaan, atau pemeliharaan biasa dan sehari-hari terhadap kawanan mereka. Mereka itu jangan dianggap sebagai wakil Imam Agung di Roma, sebab mereka mengemban kuasa mereka sendiri, dan dalam arti yang sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing. Maka kuasa mereka tidak dihapus oleh kuasa tertinggi dan universal, melainkan justru ditegaskan, diteguhkan dan dipertahankan. Sebab Roh Kudus memelihara secara utuh bentuk pemerintahan yang ditetapkan oleh Kristus Tuhan dalam Gereja-Nya.

Uskup diutus oleh Bapa keluarga untuk memimpin keluarga-Nya. Maka hendaknya ia mengingat teladan Gembala Baik, yang datang tidak untuk dilayani melainkan untuk melayani (lih. Mat 20:28; Mrk 10:45), dan menyerahkan nyawa-Nya untuk domba- domba-Nya (lih. Yoh 10:11). Ia diambil dari manusia dan merasa lemah sendiri. Maka ia dapat memahami mereka yang tidak tahu dan sesat (lih. Ibr 5:1-2). Hendaklah ia selalu bersedia mendengarkan bawahannya, yang dikasihinya sebagai anak- anaknya sendiri dan diajak untuk gembira bekerja sama dengannya. Ia kelak akan memberikan pertanggungjawaban atas jiwa-jiwa mereka dihadapan Allah (lih. Ibr 13:17). Maka hendaklah ia dalam doa, pewartaan dan segala macam amal cinta kasih memperhatikan mereka maupun orang-orang, yang telah dipercayakan kepadanya dalam Tuhan. Seperti Rasul Paulus ia berhutang kepada semua. Maka hendaklah ia bersedia mewartakan Injil kepada semua orang (lih. Rom 1:14-15), dan mendorong Umatnya yang beriman untuk ikut serta dalam kegiatan keRasulan dan misi. Adapun kaum beriman wajib patuh terhadap Uskup, seperti Gereja terhadap Yesus Kristus, dan seperti Yesus Kristus terhadap Bapa. Demikianlah semua akan sehati karena bersatu [98], dan melimpah rasa syukurnya demi kemuliaan Allah (lih. 2Kor 4:15).

 

4.       Lumen Gentium artikel 29 (Para Diakon)

Pada tingkat hierarki yang lebih rendah terdapat para Diakon, yang ditumpangi tangan “bukan untuk Imamat, melainkan untuk pelayanan”. Sebab dengan diteguhkan rahmat sakramental mereka mengabdikan diri kepada Umat Allah dalam perayaan liturgi, sabda dan amal kasih, dalam persekutuan dengan Uskup dan para Imamnya. Adapun tugas Diakon, sejauh dipercayakan kepadanya oleh kewibawaan yang berwenang, yakni: menerimakan Babtis secara meriah, menyimpan dan membagikan Ekaristi, atas nama Gereja menjadi saksi perkawinan dan memberkatinya, mengantarkan Komuni Suci terakhir kepada orang yang mendekati ajalnya, membacakan Kitab suci  kepada  kaum  beriman,  mengajar  dan  menasehati  Umat,  memimpin  ibadat dan doa kaum beriman, menerimakan sakramen-sakramentali, memimpin upacara jenazah dan pemakaman. Sambil membaktikan diri kepada tugas-tugas cinta kasih dan administrasi, hendaklah para Diakon mengingat nasehat Santo Polikarpus: “Hendaknya mereka selalu bertindak penuh belaskasihan dan rajin, sesuai dengan kebenaran Tuhan, yang telah menjadi hamba semua orang”.

Namun, karena tugas-tugas yang bagi kehidupan Gereja sangat penting itu menurut tata-tertib yang sekarang berlaku di Gereja latin di pelbagai daerah sulit dapat dijalankan, pada masa mendatang Diakonat dapat diadakan lagi sebagai tingkat hierarki tersendiri dan tetap. Adalah tugas berbagai macam konferensi Uskup setempat yang berwewenang, untuk menetapkan dengan persetujuan Imam Agung Tertinggi sendiri, apakah dan dimanakah sebaiknya diangkat Diakon-Diakon seperti itu  demi  pemeliharaan  jiwa-jiwa.  Dengan  ijin  Imam  Agung  di  Roma  Diakonat itu dapat diterimakan kepada pria yang sudah lebih masak usianya, juga yang berkeluargapun juga kepada pemuda yang cakap tetapi bagi mereka ini hukum selibat harus dipertahankan.

 

Rangkuman

Dasar kepemimpinan (hierarki) dalam Gereja  adalah  persekutuan  yang  semua  anggotanya  sungguh-sungguh  sederajat martabatnya, sederajat pula kegiatan umum dalam membangun Tubuh Kristus (LG 31). Ada fungsi khusus dalam Gereja yang diemban oleh hierarki, ada corak hidup khusus yang dijalani Biarawan/Biarawati, ada fungsi dan corak hidup keduniaan yang menjadi medan khas para Awam. Tetapi yang pokok adalah iman yang sama akan Allah dalam Kristus oleh Roh Kudus. Yang umum lebih penting daripada yang khusus.

 

Hierarki dalam Gereja Katolik

Kata hierarki berasal dari bahasa Yunani “hierarchy” yang berarti jabatan (hieros) suci (archos). Itu berarti bahwa yang termasuk dalam hierarki adalah mereka yang mempunyai jabatan karena mendapat penyucian melalui tahbisan. Maka mereka sering disebut sebagai kuasa tahbisan. Dan orang yang termasuk hieraki disebut sebagai para tertahbis. Namun, pada umumnya hierarki diartikan sebagai tata susunan. Hieraki sebagai pejabat umat beriman kristiani dipanggil untuk menghadirkan Kristus yang tidak kelihatan sebagai tubuh-Nya, yaitu Gereja.

1.       Dalam tingkatan hieraki tertahbis (hierarchia ordinis), Gereja terdiri dari Uskup, Imam, dan Diakon (KHK 330-572).

2.       Menurut tata susunan yurisdiksi (hierarchia yurisdictionis), yurisdiksi ada pada Paus dan para Uskup yang disebut kolegialitas.

Kekhasan hierarki terletak pada hubungan khusus mereka dengan Kristus sebagai gembala umat.

 

Sejarah hierarki

Struktur  hierarki  bukanlah  suatu  yang  ditambahkan  atau  dikembangkan  dalam sejarah Gereja. Menurut ajaran Konsili Vatikan II, struktur itu dikehendaki Tuhan dan akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam sejarah hierarki di bawah ini:

1.       Zaman Para Rasul

Awal perkembangan hierarki adalah kelompok kedua belas Rasul. Kelompok inilah yang pertama-tama disebut Rasul. Rasul atau “Apostolos” adalah utusan. Akan tetapi setelah kebangkitan Kristus, sebutan Rasul tidak hanya untuk kelompok kedua belas, melainkan juga utusan-utusan selain kelompok kedua belas itu. Bahkan akhirnya, semua “utusan jemaat” (2Kor8:22) dan semua “utusan Kristus” (2Kor 5:20) disebut Rasul. Lama kelamaan, kelompok Rasul lebih luas dari pada kelompok kedua belas Rasul. Sesuai dengan namanya, Rasul diutus untuk mewartakan iman dan memberi kesaksian tentang kebangkitan Kristus.

2.       Zaman sesudah Para Rasul

Setelah kedua belas Rasul tidak ada, muncul aneka sebutan, seperti “penatua-penatua” (Kis 15:2), dan “Rasul-Rasul”, “Nabi-Nabi”, Pemberita-Pemberita Injil”, Gembala-Gembala”,  “Pengajar”  (Ef  4:11),  “Episkopos”  (Kis  20:28),  dan  “Diakonos”  (1Tim 4:14). Dari sebutan itu ada banyak hal yang tidak jelas arti dan maksudnya. Namun pada akhir perkembangannya, ada struktur dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia yang mengenal sebutan “Penilik” (Episkopos), “Penatua” (Prebyteros), dan “Pelayan” (Diakonos). Struktur inilah yang selanjutnya menjadi struktur hierarki Gereja yang menjadi Uskup, Imam, dan Diakon. Di sini yang penting, bukanlah kepemimpinan Gereja yang terbagi atas aneka fungsi dan peran, melainkan bahwa tugas pewartaan para Rasul lama-kelamaan menjadi tugas kepemimpinan jemaat.

 

Dasar kepemimpinan (hierarki) dalam Gereja

Berdasarkan sejarah di atas, kepemimpinan dalam Gereja diserahkan kepada hierarki. Konsili mengajarkan bahwa “atas penetapan Ilahi, para Uskup menggantikan para Rasul sebagai penggembala Gereja” (lih LG 20). “Konsili suci ini mengajarkan dan mengatakan bahwa Yesus Kristus, Gembala kekal, mendirikan Gereja kudus dengan mengutus para Rasul seperti Dia diutus oleh Bapa (lih Yoh 20:21). Para pengganti mereka, yakni para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam gereja-Nya sampai akhir zaman (lih. LG 18).

Pernyataan di atas dimaksudkan bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbullah kelompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang. Proses perkembangan pokok itu terjadi dalam umat perdana (Gereja Perdana), yakni Gereja yang mengarang Kitab Suci Perjanjian Baru. Jadi, dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus dan awal abad kedua secara prinsip terbentuklah hierarki gereja yang dikenal sekarang. Wujud Gereja perdana beserta struktur kepemimpinannya menjadi patokan bagi perkembangan Gereja selanjutnya.

 

Struktur kepemimpinan (hierarki) dalam Gereja

Secara struktural kepemimpinan dalam Gereja sekarang dapat diurutkan sebagai berikut:

1.       Paus

2.       Uskup

3.       Imam

4.       Diakon

 

Beberapa istilah yang perlu dipahami menyangkut strutur tersebut:

1.       Dewan Para Uskup dengan Paus sebagai Kepalanya.

Ketika  Kristus  mengangkat  kedua  belas  Rasul,  Ia  membentuk  mereka  menjadi semacam dewan atau badan tetap. Sebagai ketua dewan, Yesus mengangkat Petrus yang dipilih-Nya dari antara para Rasul itu. Seperti Santo Petrus dan para Rasul lainnya, atas penetapan Kristus merupakan satu dewan para Rasul. Begitu pula Paus (penganti Petrus) bersama Uskup (pengganti Rasul) merupakan satu himpunan yang serupa. Pada akhir masa Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para Uskup adalah pengganti para Rasul. Tetapi hal itu bukan berarti bahwa hanya ada dua belas Uskup (karena ada dua belas Rasul). Bukan Rasul satu per satu diganti orang lain, tetapi kalangan para Rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh para Uskup. Tegasnya Dewan para Uskup adalah pengganti para Rasul (LG 20). Yang menjadi pimpinan Gereja adalah Dewan para Uskup. Seseorang menjadi Uskup karena diterima ke dalam dewan. “Seseorang menjadi anggota Dewan Para Uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan hierarkis dengan kepala maupun para anggota Dewan” (LG 22). Sebagai lambang kolegial ini, tahbisan Uskup selalu dilakukan paling sedikit tiga Uskup, sebab tahbisan Uskup berarti bahwa seorang anggota baru diterima ke dalam Dewan Uskup” (LG 11). Uskup itu pertama-tama adalah pemimpin Gereja setempat. Namun, dalam persekutuan gereja-gereja setempat hiduplah Gereja Universal. Dalam persekutuan dengan Uskup-Uskup lain itu, para Uskup setempat menjadi pemimpin Gereja Universal. Maka, Uskup merupakan pemimipin Gereja setempat sekaligus pemimpin Gereja Universal.

 

2.       Paus

Konsili Vatikan II menegaskan, “adapun dewan atau badan para Uskup hanyalah berwibawa bila bersatu dengan Imam Agung di Roma pengganti Petrus sebagai kepala dan selama kekuasaan primatnya terhadap semua, baik para gembala maupun kaum beriman, tetap berlaku seutuhnya.” Imam Agung di Roma berdasarkan tugasnya, yakni sebagai wakil Kristus dan gembala Gereja semesta mempunyai kuasa penuh, tertinggi, dan universal terhadap Gereja, dan kuasa itu selalu dapat dijalankan dengan bebas (LG 22).

Penegasan  itu  didasarkan  bahwa  Kristus  mengangkat  Petrus  sebagai  ketua  para Rasul. Yesus mengangkat Santo Petrus menjadi ketua para Rasul lainnya. Dalam diri Petrus, Yesus menetapkan adanya asas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap dan kelihatan (bdk. LG 18) Petrus diangkat menjadi pemimpin para Rasul. Paus sebagai pengganti Petrus juga pemimpin para Uskup. Menurut kesaksian tradisi, Petrus adalah Uskup Roma yang pertama. Karena itu, Roma dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Menurut keyakinan tradisi, Uskup Roma itu pengganti Petrus, bukan hanya sebagai Uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua Dewan Pimpinan Gereja. Paus adalah Uskup Roma, dan sebagai Uskup Roma, ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa seperti Petrus.

Tugas dan kuasa Petrus, menurut Perjanjian Baru, begitu istimewa (Mat 16:16-19; Yoh 21:15-19), Ia diakui sebagai pemimpin Gereja. “Para Rasul menghimpun Gereja semesta, yang oleh Tuhan didirikan dalam diri mereka dan di atas Rasul Petrus, ketua mereka, sedangkan Yesus Kristus sendiri sebagai batu sendinya” (LG 19). Fungsi dan kedudukan Petrus sebagai pemimpin Gereja diakui pula sebagai unsur prinsip hierarki, yang akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Itulah tugas dan wewenang Paus, pengganti Petrus.

 

3.       Uskup

Pada dasarnya Paus adalah seorang Uskup. Seorang Uskup selalu berkarya dalam persekutuan dengan para Uskup lain dan mengakui Paus sebagai kepala. Karya seorang Uskup adalah “menjadi asas dan dasar kelihatan bagi kesatuan dalam Gereja-Nya (LG 23). Tugas pokok Uskup di tempatnya sendiri adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas ini dapat disebut tugas kepemimpinan dari para Uskup “dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing” (LG 27).

Tugas pemersatu ini selanjutnya dibagi menjadi tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan gereja, yaitu pewartaan, perayaan, dan pelayanan, tempat dimungkinkan komunikasi iman dalam Gereja. Dan dalam bidang-bidang itulah para Uskup dan Paus menjalankan tugas kepemimpinannya. Pewartaan Injil menjadi tugas terpenting (LG 25). Tugas penting selanjutnya adalah perayaan, “mempersembahkan ibadat agama Kristen kepada Allah yang Mahaagung dan mengaturnya menurut perintah Tuhan dan hukum Gereja” (LG 26). Selanjutnya adalah pelayanan, “membimbing Gereja- gereja yang dipecayakan kepada mereka sebagai wakil dan utusan Kristus, dengan petunjuk-petunjuk, nasihat-nasihat, dan teladan hidup mereka, tetapi juga dengan kewibawaan dan kuasa suci” (LG 27). Dalam ketiga bidang kehidupan menggereja, Uskup bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi iman.

 

4.       Pembantu Uskup: Imam dan Diakon

Dalam mengemban tugas dan fungsinya, para Uskup memerlukan “pembantu” dan  rekan “kerja”, mereka sebagai berikut:

a)      Para Imam: adalah Wakil Uskup

Dalam setiap jemaat setempat dalam arti tertentu, mereka menghadirkan Uskup. “Para Imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan Uskup, sebagai penolong dan organ mereka “(LG 28). Tugas konkret para Imam sama seperti Uskup. Mereka ditahbiskan pertama-tama untuk mewartakan Injil (lih. PO 4) dan menggembalakan umat (lih. PO 6)

b)      Diakon: pelayan, hierarki tingkat yang lebih rendah

Ditumpangi tangan bukan untuk Imamat tetapi untuk pelayanan (LG 29). Mereka ini juga pembantu Uskup, tetapi tidak mewakili. Para Diakon adalah pembantu Uskup dengan tugas terbatas. Dengan kata lain Diakon adalah pembantu khusus Uskup, sedangkan Imam adalah pembantu umum Uskup.

 

5.       Kardinal:

Kardinal bukan jabaran hierarkis dan tidak termasuk struktur hierarkis. Kardinal adalah penasihat dan pembantu Paus dalam tugas reksa harian seluruh Gereja. Mereka membentuk suatu dewan Kardinal. Jumlah dewan yang berhak memilih Paus dibatasi 120 orang di bawah usia 80 tahun. Seorang Kardinal dipilih oleh Paus secara bebas.

 

Fungsi Khusus Hierarki

Seluruh umat Allah mengambil bagian di dalam tugas Kristus sebagai nabi (mengajar), Imam (menguduskan), dan Raja (menggembalakan). Pada kenyataannya umat tidak seragam, maka Gereja mengenal pembagian tugas tiap komponen umat (hierarki, biarawan/biarawati, dan awam).  Setiap komponen menjalankan  tugas  dengan  cara  yang  berbeda.

Berdasarkan  keterangan  yang  telah  diungkapkan  di  atas,  fungsi  khusus  hierarki sebagai berikut:

1.       Menjalankan  tugas  Gerejani,  yakni  tugas-tugas  yang  langsung  dan  eksplistis menyangkut kehidupan beriman Gereja, seperti: pelayanan sakramen-sakramen, dan mengajar.

2.       Menjalankan  tugas  kepemimpinan  dalam  komunikasi  iman.  Hierarki  mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat, dan teladan.

 

Corak Kepemimpinan dalam Gereja

1.       Kepemimpinan dalam Gereja merupakan suatu panggilan khusus dan campur tangan   Tuhan   merupakan   unsur   yang   dominan. Kepemimpinan   Gereja tidak  diangkat  oleh  manusia  berdasarkan  bakat,  kecakapan,  atau  prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” Kepemimpinan  dalam masyarakat  dapat  diperjuangkan  oleh  manusia,  tetapi kepemimpinan dalam Gereja tidaklah demikian.

2.       Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia sungguh mempunyai wewenang yang berasal dari Kristus sendiri.

3.       Kepemimpinan gerejani adalah kepemimpinan melayani, bukan untuk dilayani, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Yesus sendiri. Maka   Paus disebut sebagai “Servus Servorum Dei”=hamba dari hamba-hamba Allah. Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapuskan oleh manusia.  Kepemimpinan  dalam  masyarakat  dapat  diturunkan  oleh  manusia, karena ia memang diangkat dan diteguhkan oleh manusia.

 

 

Doa Penutup

Ya Bapa, baru saja kami Kau tuntun untuk mengerti lebih mendalam dalam pertemuan ini, makna kehadiran para Gembala kami di tengah himpitan dunia ini. Kami mohon kepada-Mu, berilah kepada kami kerendahan hati untuk mengikuti teladannya dan juga anugerahkanlah kepada para gembala kami: Bapa Suci, para Uskup, para Imam dan Diakon kesehatan yang baik, kesejahteraan dan tambahkanlah iman agar semakin setia menuntun hidup kami. Engkau kami puji kini dan sepanjang masa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar