PANGGILAN KARYA/ PROFESI
Doa Pembuka
Allah, Bapa yang
mahabijaksana, Engkau menghendaki agar kami menaklukkan bumi dan mengolahnya
lewat aneka kerja. Dengan demikian Engkau menbimbing kami memenuhi kebutuhan
hidup kami. Kami bersyukur karena melalui kerja yang bermacam-macam Kau
ikutsertakan kami dalam karya-Mu. Engkau sendiri terus bekerja sampai sekarang,
bahkan Engkau turut bekerja dalam aneka pekerjaan yang digeluti umat- Mu. Bapa,
kami bersyukur atas
aneka bidang kerja
dalam masyarakat kami, yang
mencerminkan keragaman karya-Mu sendiri. Teristimewa kami mengucap syukur atas
pekerjaan kami saat ini sebagai pelajar; bantulah kami melaksanakannya dengan
segenap hati dan penuh tanggung jawab. Kami percaya bahwa melalui pekerjaan ini
Engkau sendiri berkarya dalam diri kami. Semoga melalui pekerjaan ini kami
dapat membantu orang- orang yang lemah dan semoga pekerjaan menjadi menjadi
pelayanan bagi sesama. Bapa, kami mohon semangat kesetiaan, ketekunan dan
pengorbanan, agar kami dapat meneladan Putra-Mu, Yesus Kristus. Sebagaimana
karya apa mendatangkan keselamatan semoga pekerjaan kami pun mendatangkan
kebaikan dan berguna bagi perkembangan kami serta bermanfaat bagi masyarakat.
Demikian pula kami berdoa bagi yang sedang berusaha mencari pekerjaan. Bantulah
mereka agar tidak putus asa dan segera menemukan apa yang dicita-citakan. Ya
Bapa, bantulah kami semua agar bekerja bukan hanya untuk makanan yang akan
binasa, melainkan juga untuk makanan yang akan bertahan sampai kehidup yang
kekal. Bapa, kami persembahkan kepada-Mu segala usaha dan niat kami, agar
menjadi persembahan yang berkenan di hati- Mu, karena Kristus, Tuhan kami.
Amin.
Sumber : Puji
Syukur no. 197 (dengan sedikit penyesuaian)
Pengantar
Manusia adalah makluk pekerja.
Tanpa bekerja manusia
kehilangan jati dirinya sebagai manusia. Maka apapun suatu pekerjaan,
asalkan halal, orang akan merasa dirinya bernilai di hadapan sesamanya.
Sebaliknya orang-orang yang berada di usia produktif namun tidak bekerja akan
merasa rendah diri dalam pergaulan masyarakat. Seiring dengan perkembangan
zaman serta gaya hidup dewasa ini, makna dan nilai bekerja nampaknya telah
bergeser.
Bekerja dipahami secara sempit sebagai hal duniawi
belaka. Kebanyakan orang tanpa sadar melihat makna bekerja sekadar mencari
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di zaman yang semakin
kompleks, makna dan nilai bekerja telah menyempit menjadi mengejar nilai
ekonomis. Kepuasan dalam bekerja identik dengan kepuasan materialistik. Manusia
bekerja tidak lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing, namun untuk
mengumpulkan modal. Modal dan uang dikejar demi uang itu sendiri dan tidak lagi
mempertimbangkan kesejahteraan bersama (bonum commune). Kerja pun bukan lagi
demi pemenuhan kebutuhan hari ini, tetapi melampaui kebutuhan dan memiliki
orientasi mengumpulkan sebanyak-banyaknya. Bahkan demi mendapatkan hasil
ekonomis seseorang mengabaikan nilai moral dalam bekerja dengan melakukan
praktik ketidakjujuran. Kasus korupsi yang menggurita di Indonesia adalah
contoh konkrit bagaimana orang bekerja mengumpulkan harta secara tidak jujur.
Pergeseran kerja pun tampak dalam pilihan bekerja. Bekerja yang meningkatkan
gengsi sekaligus meningkatkan hasil ekonomis yang banyak diburu. Demi
mendapatkan pekerjaan itu, seseorang menghalalkan segala cara. Di dalam
masyarakat pun tercipta pembedaan, mana pekerjaan yang kelas satu dan mana
pekerjaan yang kelas dua. Masyarakat kurang menghargai pekerjaan domestik atau
pekerjaan biasa, seperti ibu rumah tangga, buruh dan petani, meskipun pekerjaan
itu dijalani dengan penuh ketekunan dan pengorbanan.
Gereja Katolik melalui Ajaran
Sosialnya menaruh perhatian yang serius pada nilai kerja manusia. Manusia
diciptakan menurut gambar Allah dan diberi mandat untuk mengelola bumi. Dengan
ini, manusia hendaknya
menyadari, ketika ia melakukan pekerjaan, ia berpartisipasi dalam pekerjaan
Tuhan. Dengan tenaganya, manusia memberikan sumbangan merealisasikan rencana Tuhan di bumi.
Manusia diharapkan tidak berhenti untuk membangun dunia menjadi lebih baik atau
mengabaikan sesama. Manusia memiliki tanggung jawab lebih untuk
melakukan hal itu. (LE25). Karena pekerjaan merupakan kunci atau solusi dari
masalah sosial. Pekerjaan sangat menentukan manusia dalam membuat hidup menjadi
lebih manusiawi. (LE 3). Sebagai citra Allah, peran kerja manusia sangat penting sebagai faktor
produktif, untuk memenuhi kepenuhan material dan non material. Hal ini
jelas, karena dalam melakukan pekerjaan, seseorang secara alami terhubung
dengan manusia atau pekerjaan orang lain. Dengan bekerja, manusia berinteraksi dengan manusia lain.
Lewat bekerja pula, manusia
menghasilkan sesuatu untuk orang lain. Dengan demikian, pekerjaan
membuat manusia menghasilkan sesuatu, menjadi berubah dan produktif. Karena
sumber daya manusia yang bekerja jauh lebih luas daripada sumber daya alam dan
karena itu membuat manusia semakin sadar untuk mengolahnya. (Centesimus Annus
31).
Pada kegiatan pembelajaran ini
kita diajak untuk merefleksikan makna kerja dalam terang Ajaran Sosial Gereja.
Sebagai orang beriman kita diajak melihat kembali makna bekerja dengan semangat
atau berdasarkan iman. Dengan demikian, kita dapat memahami makna bekerja
secara otentik bahwa bekerja merupakan perwujudan iman kepada Tuhan. Budaya
kerja hendaknya ditanam dan dikembangkan oleh setiap orang, karena kerja
merupakan martabat pribadi setiap manusia. Oleh adanya gaya hidup modern yang
materialistis dan hedonistis, banyak dari kalangan generasi muda yang ingin
hidup enak, bersenang-senang, santai
tanpa mau bekerja. Perilaku seperti ini menimbulkan efek negatif dengan
munculnya berbagai tindakan kejahatan sosial.
Mendalami Arti dan Makna Kerja
a.
Arti Kerja
1) Kerja adalah
setiap kegiatan manusia
yang diarahkan untuk kemajuan manusia, baik kemajuan rohani
maupun jasmani, dan mempertahankannya. Karena itu, pekerjaan memerlukan pemikiran dan merupakan
kegiatan insani.
2) Kerja memerlukan
pemikiran. Kerja dengan
sadar harus diarahkan kepada suatu tujuan tertentu.
Pekerjaan merupakan keistimewaan makhluk yang berakal budi Sebab, hanya manusialah yang dengan sadar
dan bebas dapat mengarahkan kegiatannya kepada suatu tujuan tertentu.
3) Kerja merupakan kegiatan insani yang
ada dalam diri manusia sebagai makhluk yang berakal budi. Oleh
karenanya, setiap jenis pekerjaan memiliki martabat dan nilai insani yang sama.
Dipandang dari segi ini, tidak ada pekerjaan yang kurang atau lebih mulia dan
luhur. Apabila dipandang dari sudut lain, yakni dari sudut tujuan dan hasil,
setiap pekerjaan sungguh berbeda dan nilai pekerjaan yang satu melebihi nilai
pekerjaan yang lain. Akan tetapi, nilai insani dan martabatnya tidak berubah
karenanya.
b.
Makna Kerja
Ada
berbagai makna kerja ditinjau dari berbagai segi. Di sini kita hanya melihat
makna kerja ditinjau dari segi ekonomi, sosiologi, dan antropologi.
1)
Makna
atau arti ekonomis; Dari
sisi ekonomi, bekerja dipandang sebagai pengerahan tenaga untuk menghasilkan
sesuatu yang diperlukan atau diinginkan oleh seseorang atau masyarakat.
Dalam hal ini dibedakan menjadi pekerjaan produktif (misalnya pertanian,
pertukangan, dan sebagainya), distributif (misalnya perdagangan), dan jasa
(misalnya guru, dokter, dan sebagainya). Kerja merupakan unsur pokok produksi
yang ketiga, di samping tanah dan modal. Jadi, makna ekonomis dari kerja ialah
memenuhi dan menyelenggarakan kebutuhan- kebutuhan hidup yang primer.
2)
Makna sosiologis; Kerja, selain sebagai
usaha untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sekaligus juga
mengarah kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat.
3)
Makna
antropologis; Kerja
memungkinkan manusia untuk membina dan membentuk diri dan pribadinya.
Dengan kerja, manusia menjadi
lebih manusia dan lebih bisa menjadi teman bagi sesamanya dengan menggunakan
akal budi, kehendak, tenaga, daya kreatif, serta rasa tanggung jawab terhadap
kesejahteraan umum.
c.
Tujuan kerja
1)
Mencari
nafkah. Kebanyakan orang bekerja untuk mencari nafkah, mengembangkan
kehidupan jasmaninya dan mempertahankannya. Artinya, orang
bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidup, untuk memperoleh kedudukan serta kejayaan
ekonomis, yang menjamin kehidupan jasmaninya untuk masa depan. Nilai yang mau
dicapai ini bersifat jasmani.
2)
Memajukan
teknik dan kebudayaan. Nilai yang mau dicapai ini lebih bersifat
rohaniah. Dengan bekerja orang dapat memajukan salah satu cabang teknologi atau
kebudayaan, dari yang paling sederhana sampai kepada yang paling tinggi.
3)
Menyempurnakan diri sendiri. Dengan
bekerja manusia lebih menyempurnakan dirinya sendiri. Ia
menemukan harga dirinya. Atau lebih tepat: ia mengembangkan kepribadiannya.
Dengan kerja, manusia lebih memanusiakan dirinya.
Mendalami Arti dan Makna Kerja menurut Ajaran Gereja
1.
Menyimak
ajaran Gereja tentang Kerja
Laborem
Exercens art. 25
Kerja
Sebagai Partisipasi dalam Kegiatan Sang Pencipta
Menurut
Konsili Vatikan II: ”Bagi kaum beriman ini merupakan keyakinan: kegiatan
manusia baik perorangan maupun kolektif, atau usaha besar-besaran itu sendiri,
yang dari zaman ke zaman dikerahkan oleh banyak orang untuk memperbaiki
kondisi-kondisi hidup mereka, memang sesuai dengan rencana Allah. Sebab
manusia, yang diciptakan menurut gambar Allah, menerima titah- Nya, supaya
menaklukkan bumi beserta segala sesuatu yang terdapat padanya, serta menguasai
dunia dalam keadilan dan kesucian; ia mengemban perintah untuk mengakui Allah
sebagai Pencipta segala-galanya, dan mengarahkan diri beserta seluruh alam
kepada-Nya, sehingga dengan terbawahnya segala sesuatu kepada mausia nama Allah
sendiri dikagumi di seluruh bumi”.
Sabda perwahyuan
Allah secara mendalam
ditandai oleh kebenaran
asasi, bahwa manusia, yang diciptakan menurut citra Allah, melalui
kerjanya berperan serta dalam kegiatan Sang Pencipta, dan dalam batas-batas
daya-kemampuan manusiawinya sendiri ia dalam arti tertentu tetap makin maju
dalam menggali sumber-sumber daya serta nilai-nilai yang terdapat dalam seluruh
alam tercipta. Kebenaran itu tercantum pada awal Kitab suci sendiri, dalam
Kitab Kejadian , yang menyajikankarya penciptaan dalam bentuk ”kerja” yang
dijalankan oleh Allah selama ”enam hari”, sedangkan Ia ”beristirahat” pada hari
ketujuh. Selain itu kitab terakhir Kitab suci menggemakan sikap hormat yang sama terhadap segala yang
telah dikerjakan oleh Allah melalui ”karya” penciptaan-Nya, bila
menyatakan: ”Agung dan
ajaiblah segala karya-Mu,
ya Tuhan, Allah yang
Mahakuasa!”Itu senada dengan Kitab Kejadian, yang menutup lukisan setiap hari
penciptaan dengan pernyataan: ”Dan Allah melihat bahwa itu baik adanya”
Gambaran
pencitaan, yang terdapat dalam bab pertama Kitab Kejadian dalam arti tertentu
merupakan ”Injil Kerja” yang pertama. Sebab menunjukkan di mana letak martabat
kerja: di situ diajarkan, bahwa manusia harus meneladan Allah Penciptanya dalam
bekerja, sebab hanya manusialah yang mempunyai ciri unik menyerupai Allah.
Manusia harus berpola pada Allah dalam bekerja maupun dalam dalam beristirahat,
sebab Allah sendiri bermaksud menyajikankegiatan- Nya menciptakan alam dalam
bentuk kerja dan istirahat. Kegiatan Allah di dunia itu selalu berlangsung,
seperti dikatakan oleh Kristus: ”Bapa-Ku tetap masih berkarya...”: Ia berkarya
degnankuasa pencipta-Nya dengan melestarikan bumi, yang dipanggil-Nya untuk
berada dari ketiadaan, dan Ia berkarya dengan kuasa penyelamat-Nya dalam hati
mereka, yang sejak semula telah ditetapkan-Nya untuk ”beristirahat” dalam
persatuan dengan diri-Nya di ”rumah Bapa”-Nya. Oleh karena itu kerja manusia
pun tidak hanya memerlukan istirahat setiap”hari ketujuh”, melainkan tidak
dapat pula terdiri hanya dari penggunaan tenaga manusiawi dalam kegiatan lahir.
Kerja harus membuka peluang bagi manusia untuk menyiapkan diri, dengan semakin
menjadi seperti yang dikehendaki oleh Allah, bagi ”istirahat” yang disediakan oleh
Tuhan bagi para hamba dan sahabat- Nya.
Kesadaran,
bahwa kerja manusia ialah partisipasi dalam kegiatan Allah, menurut Konsili,
bahkan harus meresapi ”pekerjaan sehari-hari yang biasa sekali. Sebab pria
maupun wanita, yang-sementara mencari nafkah bagi diri maupun keluarga
mereka-melakukan pekerjaan mereka sedemikian rupa sehingga sekaligus
berjasa-bakti bagi masyarakat, memang dengan tepat dapat berpandangan, bahwa
dengan jerih-payah itu mereka mengembangkan karya Sang Pencipta, ikut memenuhi
kepentingan sesama saudara, dan menyumbangkan kegiatan mereka pribadi demi
terlaksananya rencana ilahi dalam sejarah”. Spiritualitas Kristiani kerja itu
harus merupakan warisan bagi semua. Khususnya pada zaman modern, spiritualitas
kerja harus menampilkan kematangan yang dibutuhkan untuk menanggapi
ketegangan-ketegangan dan ketidak-tenangan budi dan hati. ”Umat kristiani tidak
beranggapan seolah-olah karya-kegiatan, yang dihasilkan oleh bakat-pembawaan
serta daya-kekuatan manusia, berlawanan dengan kuasa Allah, seakan-akan ciptaan
yang berakalbudi menyaingi Penciptanya. Mereka malahan yakin, bahwa
kemenangan-kemenangan bangsa manusia justru menandakan keagungan Allah dan
merupakan buah rencana-Nya yang tak terperikan. Adapun semakin kekuasaan
manusia bertambah, semakin luas pula jangkauan tanggung jawabnya, baik itu
tanggung jawab perorangan maupun
tanggung jawab bersama.
Maka jelaslah pewartaan
kristiani tidak menjauhkan
orang-orang dari usaha membangun dunia pun tidak mendorong mereka untuk
mengabaikan kesejahteraan sesama; melainkan mereka justru semakin terikat tugas
untuk melaksanakan itu”.
Kesadaran,
bahwa melalui kerja manusia berperan serta dalam karya penciptaan merupakan
motif yang terdalam untuk bekerja di pelbagai sektor. ”Jadi”-menurut Konstitusi
”Lumen Gentium”-”kaum beriman wajib mengakui makna sedalam- dalamnya, nilai
serta tujuan segenap alam tercipta, yakni: demi kemuliaan Allah. Lagi pula
mereka wajib saling membantu juga melalui kegiatan duniawi untuk hidup dengan
lebih suci, supaya dunia diresapi semangat Kristus, dan dengan lebih tepat
mencapai tujuannya dalam keadilan, cinta kasih dan damai....Maka dengan
kompetensinya di bidang profan serta dengan kegiatannya, yang dari dalam
diangkat oleh rahmat Kristus, hendaklah mereka memberi sumbangan yang andal,
supaya hal-hal tercipta dikelola dengan kerja manusia, keahlian teknis, serta
kebudayaan yang bermutu, menurut penetapan Sang Pencipta dan dalam cahaya
Sabda-Nya”(LE 25)
Centesimus
Annus (Ulang tahun ke seratus)
“....Sumber
pertama segala sesuatu yang baik ialah karya Allah sendiri yang menciptakan
bumi dan manusia, serta mengurniakan bumi kepada manusia, supaya manusia dengan
jerih-payahnya menguasainya dan menikmati buah- hasilnya (bdk.
Kej 1:28-29). Allah menganugerahkan bumi
kepada seluruh umat manusia,
supaya bumi menjadi sumber kehidupan bagi semua anggotanya, tanpa mengecualikan
atau mengutamakan siapapun juga. Itulah yang menjadi dasar mengapa harta-benda
bumi diperuntukkan bagi semua orang. Sebab berkat kesuburannya dan kemampuannya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia,; bumi merupakan kurnia Allah yang
pertama untuk menjadi sumber kehidupan baginya. Tetapi bumi tidak menghasilkan
buah-buahnya tanpa tanggapan manusia yang khusus terhadap anugerah Allah, atau
: tanpa kerja. Melalui kerja manusia dengan menggunakan akal-budi dan
kebebasannya menguasai bumi, dan menjadikannya kediaman yang layak bagi
dirinya. Begitulah manusia menjadikan miliknya sebagian bumi yang diperolehnya
denganbekerja. Itulah asal-mula milik perorangan. Sudah jelaslah ia terikat
kewajiban untuk tidak menghalang-halangi sesamanya mendapat bagiannya dari
kurnia Allah. Bahkan ia harus bekerja sama dengan mereka untuk bersama-sama
menguasai seluruh bumi.....” (CA 31).
2. Pendalaman
a.
Arti dan Makna Kerja
Kerja atau bekerja adalah ciri
hakiki hidup manusia. Dengan bekerja hidup manusia memperoleh arti. Dengan bekerja, seseorang merasa dirinya berharga di
tengah keluarga dan masyarakat. Demi hormat terhadap martabat manusia
tidak seorang pun boleh dihalangi bekerja. Demi harga diri setiap orang
harus bekerja menanggung hidupnya
sendiri dengan nafkah yang ia peroleh dan mendukung hidup bersama.
Namun
pekerjaan juga mempunyai makna
religius. Allah sendiri dilukiskan sebagai Pencipta yang bekerja dari hari
pertama sampai hari yang keenam dan pada hari yang ketujuh beristirahat dari
pekerjaan yang dikerjakan-Nya. (Kej 1:1-2:3). Maka menyangkut hal ini perlu diperhatikan:
1) Allah menyuruh manusia untuk bekerja.
2) Dunia dan makhluk-makhluk lainnya
diserahkan oleh Allah kepada manusia untuk dikuasai, ditaklukkan dan
dipergunakan. (Kej 1:28-30).
3) Dengan demikian manusia menjadi
wakil Allah di dunia ini. Ia menjadi pengurus dan pekerja yang
menyelenggarakan ciptaan Tuhan.
4) Dengan bekerja manusia bukan saja
dapat bekerja sama dengan Tuhan, tetapi juga dengan ikut serta menyelenggarakan
ciptaan Tuhan.
5)
Dengan
bekerja manusia mendekatkan dirinya secara pribadi dengan Allah!
6) Manusia
akhirnya teruntuk bagi Allah sebagai yang terakhir. Kerja, akhirnya merupakan salah satu bentuk pengabdian
pribadi kepada Allah sebagai tujuan akhir manusia. Disini menjadi nyata
bahwa kerja sungguh bisa mempunyai aspek religius, selain aspek pribadi dan
sosial.
b.
Hubungan antara Kerja dan Doa
1) Ora
et labora! Berdoa dan bekerjalah! Doa mempunyai peranan penting dalam pekerjaan kita. Dapat disebut antara
lain:
a)
Doa
dapat menjadi daya dorong bagi kita untuk bekerja lebih tekun, lebih tabah dan
tawakal.
b)
Doa
dapat memurnikan pola kerja, motivasi dan orientasi kerja kita, apabila sudah
tidak terlalu murni lagi. Doa sering merupakan saat-saat refleksi diri
dan kerja yang sangat efektif.
c)
Doa
dapat menjadikan kerja manusia mempunyai aspek religius dan adikodrati.
2)
Doa
dan kerja memiliki keterkaitan yang sangat erat. Semakin kita bekerja maka
seharusnya semakin kita berdoa. Karena:
a)
Ketika
kerja semakin banyak,
dapat membuat orang
semakin tenggelam dan terikat pada kerja. Maka doa sebagai refleksi atas kerja harus ditingkatkan
supaya kerja tetap murni dalam segala aspek.
b)
Kalau kerja semakin banyak, tentu semakin
dibutuhkan kekuatan dan dorongan. Doa dapat menjadi kekuatan bagi orang beriman. Doa dan kerja
seharusnya merupakan ungkapan dan perwujudan iman seseorang.
c.
Kerja dan Istirahat
1) Kerja dan istirahat merupakan dua
hal yang saling melengkapi. Karena memerlukan istirahat, manusia
seharusnya bekerja menurut irama alam seperti yang dilakukan oleh para petani
dalam masyarakat pedesaan: peredaran hari dan pergantian musim menetapkan irama
kerja dan istirahat. Namun di dunia industri irama semacam itu hancur: orang
bekerja dalam irama mesin dan di bawah perintah orang lain. Tidak jarang orang
kehilangan haknya untuk beristirahat demi target produksi. Dengan demikian
kerja bukan merupakan bagian hidup manusia lagi, tetapi hanya merupakan sarana
untuk mencapai suatu tujuan di luar manusia. Dengan kata lain pekerjaan menjadi
sarana produksi melulu dan dengan demikian merendahkan martabat manusia.
2) Perlu
kita ingat pekerjaan itu
bernilai karena manusia sendiri bernilai. Dalam situasi di mana manusia
tidak dapat menikmati nilai kerjanya secara pribadi dan langsung, maka upah dan
kedudukannya dalam masyarakatlah yang mengungkapkan nilai kerjanya. Dalam hal
ini manusia dipandang dan diperlakukan sebagai alat produksi, bukan sebagai
citra Allah, suatu hal yang merendahkan martabat manusia.
3) Kitab
Suci Kejadian menceritakan bahwa Allah sendiri juga bekerja. Sebagai Pencipta, Ia bekerja enam hari
lamanya dan beristirahat pada hari yang ketujuh (Kej 1:1-2:3). Bahkan Ia tetap
bekerja sampai hari ini (Yoh 5:17). Sebagai citra Allah, manusia harus
meneladani Dia, juga dalam bekerja. Semua orang harus bekerja apa pun kedudukan
sosialnya atau jenis kelaminnya; “Enam hari lamanya engkau akan bekerja…..”
(Kej 23:12). Dengan bekerja
sehari-hari manusia berpartisipasi dalam usaha Tuhan Pencipta; ia diajak
untuk turut menyempurnakan
diri sendiri dan dunia (mengembangkan alam raya dengan kerjanya).
Sekaligus dengan bekerja manusia memuliakan Allah dan mengabdi kepada-Nya
sebagai tujuan akhirnya.
4) Dalam
Kitab Suci dikatakan, bahwa Tuhan
tidak hanya bekerja, tetapi juga beristirahat. Hari ketujuh merupakan
hari istirahat, setelah enam hari sebelumnya Ia bekerja. Ia menyuruh manusia
untuk beristirahat juga setelah bekerja:
“…hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, Allahmu; maka jangan melakukan suatu
pekerjaan” (Kel 20:10). Maka sebagai citra Allah manusia tidak dapat dipaksa
untuk bekerja secara terus menerus. Ia juga harus diberi kesempatan untuk
beristirahat.
5) Maka
sebetulnya dalam firman Tuhan itu terkandung tiga kewajiban manusia; kewajiban bekerja, kewajiban beristirahat, dan
kewajiban melindungi mereka yang harus bekerja dalam ketergantungan.
Dengan demikian, hidup semua orang dilindungi. Jadi, jangan sampai kerja
menjadi lebih penting daripada hidup dan hasil kerja dinilai lebih tinggi
daripada manusia. Firman Tuhan
mau membebaskan manusia
dari penindasan manusia oleh pekerjaan dan perencanaannya sendiri. Tuhan
menghendaki supaya manusia tetap tinggal sebagai “citra Allah” dan bukan alat
produksi.
Doa Penutup
Allah Bapa yang penuh kasih,
Kami bersyukur atas anugerah kemampuan, atau talenta yang Engkau anugerahkan
kepada kami. Semoga dengan talenta itu, kami dapat berkarya dalam hidup
kami untuk kemajuan hidup kami serta
kemajuan hidup masyarakat serta untuk memuliakan Engkau sepanjang segala masa.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar