MEMPERJUANGKAN KEBENARAN
Mengamati kasus
Saya Lalu Imran (29), warga
Desa Monggas Kecamatan Kopang Lombok Tengah. Saya akan menceritakan kisah Ahmad
Riyadi (27), salah seorang sahabat dekat yang juga tinggal sedesa dengan saya.
Dia adalah seorang mantan buruh migran di Malaysia.
Pada tahun 2007, Ahmad Riyadi
berangkat bekerja ke Malaysia. Di sana ia ditempatkan di sebuah ladang
perkebunan kelapa sawit. Di awal bekerja ia dapat menjalankan semua tanggung
jawabnya dengan baik. Bahkan ia dapat menikmatinya. Tetapi, pada bulan keempat
mucul kisah menyedihkan. Saat itu Riyadi diminta oleh majikannya pergi ke kota
untuk membeli sesuatu barang. Majikan meminjamkan motor kepadanya. Sebelum
berangkat, Riyadi meminta surat kendaraan motor kepada majikan. Namun, sang
majikan menjawab, “motor ini “legal”. Jadi, kamu tidak perlu khawatir. Jika ada
persoalan maka saya yang akan bertanggung jawab.” Dengan perasaan tenang Riyadi
pun pergi ke kota membeli barang sebagaimana permintaan majikannya.
Akan tetapi, tiba-tiba
majikannya menerima sebuah telepon dari pihak kepolisian bahwa
mereka telah menangkap
Riyadi dengan alasan motor ilegal. Namun, sang majikan
bukan justru membantu Riyadi, tetapi justru bilang kepada polisi bahwa Riyadi
telah melarikan diri dari perusahaannya.
Akhirnya, aparat kepolisian
pun menahan Riyadi. Riyadi dipenjaran selama empat bulan. Selepas menjalani
hukuman, Pemerintah Malaysia memulangkannya ke tanah air. Sesampai di kampung
halaman, Riyadi harus menanggung banyak hutang. Hutang yang harus ia bayar guna
melunasi pinjamannya saat hendak berangkat ke Malaysia.
Sumber:
http://buruhmigran.or.id/en/2011/01/15/difitnah-majikan-riyadi-masuk-penjara/
Peneguhan
Kisah tentang Ahmad
Riyadi dalam kisah
tadi memberikan gambaran tentang praktik-praktik kebohongan
atau ketidakjujuran yang terjadi dalam masyarakat kita. Banyak orang yang telah
menjadi korban ketidakjujuran atau kebohongan orang lain di sekitarnya.
1.
Bentuk-Bentuk Kebohongan
Kebohongan menunjukkan
bentuk wajahnya dalam kehidupan masyarakat kita. Dapat disebut antara lain:
a)
Berdusta dan
saksi dusta. Berdusta berarti
mengatakan yang tidak benar
dengan maksud untuk menyesatkan. Dusta adalah pelanggaran paling langsung
terhadap kebenaran. Berdusta berarti berbicara atau berbuat melawan kebenaran
untuk menyesatkan seseorang, yang mempunyai hak untuk mengetahui kebenaran.
b)
Rekayasa
atau manipulasi. Rekayasa atau manipulasi berarti menyiasati atau
membawa orang lain kepada suatu tujuan yang menguntungkan dirinya sendiri, yang
mungkin saja orang lain mendapat rugi. Rekayasa dan manipulasi itu bersifat
mengelabui.
c)
Fitnah
dan umpatan. Fitnah dan umpatan adalah tindakan yang sangat jahat, sebab
yang difitnah tidak hadir untuk membela diri. Fitnah dapat berkembang tanpa
saringan.
2.
Sebab-Sebab orang berbohong
Ada
bermacam-macam alasan mengapa orang berbohong, antara lain:
a)
Pertama,
orang berbohong hanya sekedar main-main saja. Orang dapat berbohong
hanya karena mau menikmati kesenangan saja. Orang merasa senang karena orang
lain tertipu.
b)
Kedua,
orang berbohong untuk memperoleh keuntungan tertentu. Para pedagang,
misalnya, dapat berbohong, supaya mendapat untung sebesar-besarnya.
c)
Ketiga,
orang berbohong karena berada dalam situasi tertekan. Kemudian untuk
menyelamatkan diri dari situasi tertekan, ia terpaksa berbohong.
3.
Akibat Kebohongan
a)
Bagi
diri sendiri
Memang terkesan
bahwa kebohongan dapat membawa kenikmatan dan keberuntungan tertentu. Paling
kurang untuk waktu tertentu. Tetapi untuk jangka waktu yang panjang di masa depan, ia akan membawa bencana.
Bencana kemerosotan pribadi, karena lama-kelamaan kita akan dikenal sebagai pembohong. Bencana yang
lain ialah bahwa kita
akan kehilangan kepercayaan.
b)
Bagi
orang yang dibohongi
i.
Orang yang dibohongi tentu saja mendapat
gambaran yang salah dan dapat bertindak fatal bagi dirinya dan mungkin saja
bagi orang lain.
ii.
Orang yang dibohongi dapat masuk ke dalam
komunikasi dan relasi yang semu dengan yang membohonginya dan mungkin juga
dengan orang lain.
c)
Bagi
masyarakat luas
Tindakan
penipuan, rekayasa, dan manipulasi dapat merugikan bagi masyarakat luas.
Menggali Ajaran Kitab Suci
Perjanjian Lama:
•
Kel 23: 1-3. 6-8
•
Ul 16:19, Ul 1: 17, Ul 32: 4
Perjanjian Baru:
•
Matius 12: 36-37
•
Yohanes 8:43 - 47
•
Yakobus 3: 1-6
1.
Keluaran 23: 1-3, 6-8
1 Janganlah engkau
menyebarkan kabar bohong;
janganlah engkau membantu orang
yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar. 2 Janganlah
engkau turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan dalam memberikan
ksaksian mengenai sesuatu perkara janganlah janganlah engkau turut-turut
kebanyakan orang membelokkan hukum. 3Juga janganlah memihak kepada
orang miskin dalam perkaranya. 6 Janganlah engkau memperkosa hak
orang miskin di antaramu dalam perkaranya. 7 Haruslah kaujauhkan
dirimu dari perkara dusta. Orang yang tidak bersalah dan orang yang benar tidak
boleh kaubunuh, sebab Aku tidak akan membenarkan orang yang bersalah. 8
Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat
dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar.”
2.
Ulangan 16: 18-19
18 “Hakim-hakim
dan petugas-petugas haruslah kauangkat di segala tempat yang diberikan TUHAN,
Allahmu, kepadamu, menurut suku- sukumu; mereka harus menghakimi bangsa itu
dengan pengadilan yang adil. 19 Janganlah memutarbalikkan keadilan,
janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta
mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang
benar.
3.
Matius 5:37
37 Jika
ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa
yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.
4.
Yohanes 8:43 - 47
43 Apakah
sebabnya kamu tidak mengerti bahasa-Ku? Sebab kamu tidak dapat menangkap
firman-Ku. 44 Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan
keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak
semula dan tidak
hidup dalam kebenaran,
sebab di dalam dia tidak ada kebenaran.
Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah
pendusta dan bapa segala dusta. 45 Tetapi karena Aku mengatakan
kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku. 46 Siapakah di
antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan
kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepada-Ku? 47 Barangsiapa
berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya kamu tidak
mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah.
Peneguhan
a) Dalam
Kitab Suci, ditegaskan bahwa kebenaran
tidak hanya berarti tidak berbohong, tetapi juga berarti mengambil bagian dalam
kehidupan Allah. Allah adalah “sumber kebenaran”, karena Allah selalu
berbuat sesuai dengan janji-Nya. Maka Allah berfirman: “Jangan bersaksi dusta.”
b) Pada dasarnya
Kitab Suci tidak
berkata saksi dusta
terhadap sesamamu, melainkan saksi dusta tentang sesamamu manusia, sebab perintah ini semula menyangkut
kesaksian di pengadilan. Dengan kesaksian palsu, orang dicelakakan,
karena ia dihukum secara tidak adil (malah dihukum mati) dan tata keadilan
dijungkirbalikkan. Sebetulnya, masalahnya bukan “bohong”, melainkan tidak
adanya kepastian hukum yang dapat diandalkan.
c) Dalam Ul
16:19, ditegaskan “Jangan
memutar-balikkan hukum; jangan
memandang bulu; dan
jangan menerima suap.” Inilah maksud firman kedelapan. Di muka pengadilan orang
menyatakan kesetiaannya baik terhadap si terdakwa, sesama manusia, maupun
terhadap masyarakat, umat Allah. Sebab dalam umat Allah, “pengadilan adalah
kepunyaan Allah” (lih. Ul 1:17), yakni kepunyaan “Allah yang setia,
dengan tiada kecurangan, adil dan benar” (lih. Ul 32: 4).
d) Dalam Kitab Suci Perjanjian
Baru, dikatakan bahwa Yesus
adalah kebenaran. Ia
dibenarkan Allah. Dengan
kebangkitan-Nya, Allah menyatakan bahwa Yesus adalah orang benar. Ia
adalah pewah- yuan dari Allah sendiri. Orang yang percaya kepada-Nya akan
selamat (ikut dibenarkan Allah). Percaya di sini bukan hanya yakin bahwa Yesus
itu ada dan hidup, tetapi lebih-lebih berarti mau mengandalkan hidupnya kepada
Yesus serta menjalankan apa yag dikehendaki-Nya. Maka membela kebenaran berarti ikut dalam karya Allah
menyelamatkan manusia. Membela kebenaran berarti juga memperjuangkan kehendak
Allah dan meneladan
Yesus, Sang Kebenaran sendiri. Karena iman terhadap Yesus inilah,
kita berani menyampaikan pemikiran-pemikiran atau maksud kepada siapa pun,
termasuk kritik kepada yang melanggar, koreksi kepada siapa pun
yang melawan cinta
kasih Allah. Kita harus
selalu mengatakan yang benar, walaupun mungkin dengan risiko. Yesus
pernah mengatakan: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak hendaklah
kamu katakan tidak! Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat! (Mat 5:
37). Ia (iblis) adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam
kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia
berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala
dusta (lih. Yoh 8: 44).
Menyimak kisah tokoh suci
Menjadi
Saksi Kebenaran
Ketika raja
Henry VIII dari Inggris
memisahkan diri dari
Gereja Katolik karena Paus
tidak dapat menerima
pernikahannya dengan Anna Boleyn
(raja masih terikat dengan pernikahan sakramentalnya dengan ratu), terdapat
banyak warga Inggris yang tidak dapat menerima kebijaksanaan raja itu, termasuk
perdana menterinya, Thomas Morus. Banyak rohaniwan, biarawan-biarawati, dan
awam ditangkap dan dibunuh pada masa itu karena mereka tetap setia kepada
Gereja Katolik, walaupun mereka tetap setia pula kepada Henry VIII sebagai
raja.
Thomas Morus akhirnya juga
ditahan dan dimasukkan ke dalam penjara. Banyak anggota keluarga dan
teman-teman membujuk Thomas Morus supaya ia menyerah saja kepada raja demi
kedudukannya yang tinggi dan keluarganya. Salah seorang putrinya yang sangat
dicintainya menulis surat kepada ayahnya supaya sang ayah mengikuti saja
kehendak raja karena dengan demikian sang ayah akan dapat kembali ke rumah
karena ia sangat mencintai sang ayah. Thomas Morus sangat sedih membaca surat
putrinya yang sangat dicintainya itu. Ia mengalami pergumulan batin yang hebat.
Akhirnya, ia berhasil menulis surat kepada putrinya itu. Dalam surat itu,
Thomas Morus menulis bahwa ia sangat sedih karena putri yang paling
disayanginya sampai hati membujuknya untuk menjadi seorang pengkhianat terhadap
imannya.
Pada hari ia dihukum mati,
Thomas Morus masih berbicara bahwa ia masih seorang warga Inggris yang setia
kepada rajanya, tetapi juga setia kepada imannya. Ia tidak dendam kepada siapa
pun, termasuk raja dan hakim-hakim yang menghukumnya. Sebelum kepalanya
dipenggal, ia masih sempat menciumi algojo yang akan memenggal kepalanya.
Thomas Morus tetap berkata dan
bersaksi tentang kebenaran, walaupun dengan itu ia kehilangan segala-galanya,
termasuk nyawanya sendiri. Memang, kadang-kadang sulit untuk mengatakan dan
bersaksi tentang kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar