Cari Blog Ini

Senin, 15 Juli 2024

GEREJA YANG MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA (KERYGMA)

 GEREJA YANG MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA (KERYGMA)

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Allah yang Mahakuasa, kami bersyukur ke hadapan-Mu atas berkat-Mu yang berlimpah. Yesus telah mengutus para murid-Nya dengan berkata “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu”. Perintah Yesus ini juga merupakan perintah kepada kami sebagai murid-murid Yesus.

Ya Bapa, melalui pembelajaran ini ajarilah kami agar bijaksana dan memiliki hati yang sanggup mencintai, berbakti, terlibat dalam karya pewartaan Gereja-Mu. Karena Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pemahaman tentang hierarki

1.    Apersepsi

Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan berdialog bersama peserta didik dengan mengajak mereka mengingat kembali tema pembelajaran sebelumnya tentang tugas karya Gereja yang menguduskan (liturgia) dan penugasan yang diberikan. Misalnya, adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan tugas Gereja yang menguduskan (liturgia) dalam hidupnya sehari-hari di rumah, dan lingkungan gerejanya.

Selanjutnya guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu tentang tugas Gereja yaitu mewartakan kabar gembira (kerygma). Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat memotivasi belajar peserta didik dengan pertanyaan, misalnya apa makna tugas Gereja yaitu mewartakan Kabar Gembira (kerygma), dan apa bentuk perwujudan tugas pewartaan itu dalam hidup sehari- hari? Untuk memahami hal itu, marilah kita memulai pembelajaran dengan menyimak sebuah kisah berikut ini.

 

2.    Kisah Kehidupan

a.      Membaca/menyimak kisah kehidupan

Peserta didik membaca dan menyimak kisah kehidupan berikut ini.

Menyebarkan Benih Sabda

Ketika seseorang menyebarkan benih sabda, dia tidak tahu apa yang sedang dilakukannya atau apa dampak benih tersebut. H.L. Gee menceritakan hal ini.

Di gereja tempat dia berdoa, ada seorang bapak tua yang kesepian, namanya Thomas. Dia hidup lebih lama dari sahabat-sahabatnya dan hampir tak ada seorang pun yang mengenalinya. Ketika Thomas meninggal, Gee merasa bahwa tak akan ada seorang pun yang akan menghadiri pemakaman Thomas. Sehingga dia memutuskan untuk pergi dan dengan demikian akan ada seorang yang akan mengantarkan orang tua itu ke peristirahatannya yang terakhir.

Tak ada orang lain dan hari itu hujan turun dengan lebatnya. Ketika peti mati sampai di pemakaman, di pintu masuk berdirilah seorang tentara sedang menunggu. Dia adalah seorang perwira. Tentara itu datang ke tempat itu untuk menghadiri pemakaman. Ketika upacara selesai, tentara melangkah ke depan dan di hadapan makam yang masih terbuka itu, dia mengangkat tangannya untuk memberi hormat yang selayaknya diberikan pada seorang raja. H. L. Gee berjalan pergi bersama tentara ini dan ketika dia berjalan, angin yang bertiup menyingkapkan pangkat tentara itu. Ternyata dia adalah seorang Brigadir Jenderal.

Brigadir Jenderal itu berkata kepada Gee, “Mungkin kamu heran mengapa saya berada di sini. Beberapa tahun yang lalu, Thomas menjadi guru Sekolah Minggu, saya sungguh nakal dan merepotkannya. Dia tidak pernah mengetahui hasil pengajarannya tapi saya sangat berhutang kepadanya, dan hari ini saya harus datang untuk memberikan penghormatan akhir kepadanya. Thomas tidak tahu apa yang telah dilakukannya. Tak ada seorang pewarta pun yang akan mengetahuinya. Tugas kita adalah menyebarkan benih dan setelah itu kita serahkan semuanya pada Tuhan.

Sumber: Frank Mihalic, SVD, 1500 Cerita Bermakna, Jilid 2, Obor, Jakarta, 2014

 

b.      Pendalaman

Setelah  membaca/menyimak  kisah  kehidupan,  peserta  didik  diajak  untuk berdialog  dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

1)      Apa yang diceritakan dalam kisah itu?

2)      Apa yang dilakukan tentara itu?

3)      Mengapa tentara melakukan hal itu?

4)      Pesan apa yang kalian dapatkan dari cerita itu untuk hidup kalian sendiri?

Setelah mendengar jawaban peserta didik, guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan bahwa seorang pewarta atau guru agama di Sekolah Minggu seperti Thomas melaksanakan tugasnya dengan sepenuh hati, menghadapi dengan penuh kesabaran anak bandel yang kemudian hari menjadi tentara berpangkat brigadir jenderal datang memberi hormat kepada sang guru yang dianggapnya berjasa dalam perjalanan hidupnya.

 

Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja tentang pewartaan

1.    Membaca/menyimak artikel

Guru mengajak peserta didik untuk membaca dan menyimak artikel berikut ini.

Evangelisasi Orang Muda Katolik

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi, dunia kini digoncangkan oleh sorak-sorai orang muda Katolik di bukit Corcovado (Rio De Janairo). Tema World Youth Day 2013 (23–28 Juli 2013) kali ini yaitu memanggil orang-orang muda Katolik sedunia untuk menerima panggilan misi, hidup sebagai saksi Kristus yang bangkit. “Pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” (Mat. 28:19). Dari kutipan ini kita diajak untuk menjadi Missionaris bagi setiap orang yang membutuhkan kasih Tuhan. Seringkali kita berpikir sebagai orang muda Katolik, 'aku masih terlalu muda' seperti yang dikatakan oleh Nabi Yesaya. Allah tidak memandang orang dari umur, rupa dan jenis kelamin. Kita telah dibaptis di dalam nama Kristus dan telah dicurahi rahmat penguatan dan pendewasaan iman di dalam sakramen Krisma.

Kita mempunyai tanggung jawab besar untuk berani mewartakan iman Katolik. Iman kebenaran bagi dunia yang penuh kegelapan. Banyak anak muda zaman kini yang hidupnya dilanda budaya dan isme-isme yang berdampak buruk bagi hidupnya, sebagai contoh budaya hedonisme, konsumerisme, relativisme, masa bodoh dengan agamanya sendiri. Dan sekarang adalah waktunya dimana kita semua sebagai orang muda Katolik mampu melawan arus buruk tersebut dengan mengejar kekudusan hidup.

Kita bisa melihat riwayat hidup santo-santa yang umurnya masih belia, sebagai contoh Santo Dominikus Savio. Santo Dominikus Savio adalah seorang anak muda yang masih belia namun begitu mencintai kekudusan, ia adalah murid dari Santo Yohanes Bosco, kini apabila kita semua membaca dengan lubuk hati yang terdalam maka kita akan merasa 'ditampar’ oleh kekudusan yang dimiliki oleh Santo Dominikus dan tentu akan merasa malu besar akan kehidupan yang diharumi oleh harum kekudusan.

Sungguh di zaman sekarang, kita harus sadar bahwa kita telah menerima berkat luar biasa dari Konsili Vatikan II dimana setiap orang yang telah dibaptis mempunyai kewajiban untuk mewartakan imannya, dan tentu mewartakan Injil bukan hanya tugas para kaum klerus. Namun kita semua! Yang percaya bahwa Kristus telah wafat dan bangkit dari alam maut, yang telah mendirikan Gereja- Nya sendiri di atas Sang Petrus.

Kita tentu mengenal Rasul Paulus yang merupakan seorang pendosa yang bertobat dan menjadi pewarta iman yang begitu bersemangat mewartakan sabda Kristus. Dia dijebloskan ke dalam penjara, digiring ke pengadilan, diancam dengan hukuman mati. Namun ia sama sekali tidak gentar menghadapi semua itu, ia mewartakan Sabda Kristus sebagai bentuk ungkapan rasa cintanya akan Tuhan. Perjumpaannya dengan Tuhan dalam perjalanannya ke Damsyik, mengubah ia yang dulunya sebagai seorang pembunuh bayaran untuk membunuh murid-murid Kristus, menjadi seorang manusia baru. Semangat Rasul Paulus untuk mewartakan Kristus, dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk juga melakukan tugas pewartaan.

Tugas pewartaan yang dulu dilakukan oleh Rasul Paulus dengan berjalan kaki, menjelajahi samudra luas, mengalami penghinaan dan penderitaan, sampai akhirnya menyerahkan nyawa demi Kristus yang tersalib, kini menjadi tugas yang harus kita emban bersama. Hanya jaman sekarang dan keadaannya berbeda. Dengan kehidupan yang diwarnai dengan informasi digital, cyber space, maka tugas mewartakan Kristus menjadi lebih mudah bagi kita. Kita dapat melakukan semuanya dari rumah, asal terhubung dengan kabel internet.

Berikut ini adalah beberapa prinsip ajaran Rasul Paulus yang mungkin dapat kita jadikan sebagai patokan dasar pewartaan kita yang diambil dari katolisitas. org.

1)      Beritakanlah Injil! “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” (1Kor. 9:16) Rasul Paulus mempunyai kecintaan yang besar kepada Injil. Maka pewartaannya tentang Kristus juga merupakan pewartaan akan segala pengajaran dan perintah Kristus dalam Injil. Semangat Rasul Paulus ini harus mendorong kita untuk juga semakin bersemangat untuk membaca Kitab Suci, merenungkannya dan melaksanakannya; supaya Injil menjadi sungguh hidup di dalam keseharian kita. Dengan kata lain, Injil yang kita imani itu menentukan sikap hidup, pikiran dan tutur kata kita; inilah sesungguhnya bentuk pewartaan yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasul Paulus (Flp. 1:27). Selanjutnya Injil inilah yang harus kita wartakan dalam tugas kerasulan kita sebagai katekis.

2)      Berpegang pada pilar kebenaran: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja -  “Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari  kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis”.  (2Tes. 2:15). Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar berpegang kepada ajaran-ajaran para rasul, baik yang disampaikan secara lisan–yaitu Tradisi Suci– maupun yang tertulis–yaitu Kitab Suci. Dengan demikian, jika kita mengikuti jejak Rasul Paulus dalam pewartaan Sabda Tuhan, selain kita menyampaikan ajaran yang tertulis dalam Kitab Suci, kita harus juga menyampaikan ajaran Tradisi Suci yaitu pengajaran dari para Bapa Gereja dan Magisterium, yang walaupun tidak termasuk di dalam Kitab Suci namun berasal dari sumber yang sama–yaitu dari Kristus, para rasul dan para penerus mereka– sehingga baik Kitab Suci maupun Tradisi Suci perlu mendapat penghormatan yang sama. Di samping sumber Kitab Suci dan Tradisi Suci, Rasul Paulus juga mengajarkan untuk “Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat (ekklesia = Gereja) dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran”. (1Tim. 3:15) Dari sini kita tahu, bahwa Rasul Paulus sangat menghargai Gereja. Dan penghargaan dan ketaatan Rasul Paulus akan keputusan Gereja diwujudkan dengan mentaati segala sesuatu yang diputuskan dalam Konsili Yerusalem I.

3)      Memberitakan Kristus: kebangkitan-Nya tak terlepas dari kurban salib-Nya. “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.” (1Kor. 2:2). Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar tidak ragu untuk mewartakan Kristus yang disalibkan, sebab kebangkitan-Nya tidak pernah terlepas dari sengsara dan wafat-Nya di kayu salib. Maka sebagai umat kristiani, seharusnya kita tidak menekankan hanya pada hal kebangkitan Kristus dan mengabaikan sengsara dan wafat-Nya, sebab tidak ada hari Minggu Paskah tanpa hari Jumat Agung. Sebenarnya tantangan pewartaan Rasul Paulus kepada kaum Yahudi dan kepada kaum Yunani pada jamannya juga masih relevan saat ini. Sebab pewartaan Yesus yang disalibkan itu memang menjadi batu sandungan bagi banyak orang, dan sering dianggap sebagai kebodohan bagi kaum cendekiawan dunia. Namun bagi kita yang percaya, Kristus yang disalibkan merupakan kekuatan dan hikmat Allah (lih. 1Kor. 1:23).

4)      Menjangkau   semua   orang,   karena  Allah   menghendaki   semua   orang diselamatkan. “[Allah] menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan  akan  kebenaran.”  (1Tim.  2:4)  Pesan  pewartaan  berikutnya yang  perlu  disampaikan  sehubungan  dengan  Kristus  yang  disalibkan adalah: melalui kurban salib-Nya itu, Allah menghendaki agar semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Jadi pesan ini jugalah yang harus kita sampaikan saat kita mewartakan Kristus.

5)      Pewartaan iman, pengharapan dan kasih, di dalam Kristus. “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman…. ” (Ef. 2:8)…. “yang bekerja oleh kasih” (Gal. 5:6) … karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, (1Tim. 4:10) “[karena] kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” (Rom. 6:11). Pewartaan Kristus yang tersalib itu adalah pewartaan kebenaran akan kasih karunia Allah kepada kita manusia, dan dengan mengimaninya dan mewujudkan iman itu di dalam perbuatan kasih, kita diselamatkan. Pewartaan akan pentingnya iman yang tak terpisahkan dari kasih ini menjadi salah satu inti pengajaran Rasul Paulus. Walaupun sebelum  bertobat  ia  berlatar  belakang  Farisi  yang  sangat  taat  kepada hukum Taurat, namun setelah perjumpaannya dengan Kristus, Rasul Paulus mengetahui bahwa manusia diselamatkan bukan dari melakukan hukum Taurat tetapi karena kasih karunia Allah yang mengubah seseorang sehingga ia memperoleh hidup yang baru di dalam Kristus. Apalagi yang kita tunggu? Gunakanlah segala-galanya untuk mewartakan kasih, Sabda dan Kurban Kristus bagi setiap orang. Pergilah dan jadilah saksi sukacita perjumpaan dengan Kristus yang bangkit. Dominus illuminatio mea!

Sumber: katolisitas-indonesia.blogspot.com (2013)

 

2.    Pendalaman

Peserta didik dalam kelompok mendalami artikel dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

1)      Apa makna sabda Yesus ini, “Pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid- Ku....” (Mat. 28:19)?

2)      Apa makna pesan ini ajaran Rasul Paulus ini, “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” (1Kor. 9:16)?

3)      Apa  makna  ajaran  Rasul  Paulus  ini,  “Sebab  itu,  berdirilah  teguh  dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari  kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.” (2Tes. 2:15)?

4)      Apa makna   ajaran rasul Paulus ini, “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.” (1Kor. 2:2)?

5)      Apa makna pesan ini, “[Allah] menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1Tim. 2:4)?

6)      Apa makna pesan-pesan dalam ayat-ayat Kitab Suci ini, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman…. ” (Ef. 2:8)…. “yang bekerja oleh kasih” (Gal. 5:6) …karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juru Selamat semua manusia, (1Tim. 4:10) “[karena] kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” (Rom. 6:11)?

7)      Jelaskan mengapa kita semua orang Katolik tanpa kecuali harus menjadi pewarta Injil atau kabar baik dalam hidup sehari-hari!

 

3.    Melaporkan hasil diskusi

Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompok masing-masing, dan peserta lain dapat menanggapi dengan pertanyaan atau mengkritisinya.

4.    Penjelasan

Setelah mendengar laporan hasil diskusi kelompok, guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan.

1)      Perintah resmi Kristus untuk mewartakan kebenaran yang menyelamatkan itu oleh Gereja diterima dari para Rasul, dan harus  dilaksanakan sampai ujung bumi (lih. Kis. 1:8). Maka Gereja mengambil alih sabda Rasul: “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil!” (1Kor. 9:16). Maka dari itu Gereja terus-menerus mengutus para pewarta, sampai Gereja-Gereja baru terbentuk sepenuhnya, dan mereka sendiri pun melanjutkan karya pewartaan Injil...” (LG, 17).

2)      Dalam mewartakan sabda Allah, kita dapat mewartakannya secara verbal melalui kata-kata (kerygma), tetapi juga dengan tindakan nyata.

3)      Pewartaan verbal pada dasarnya merupakan tugas hierarki, tetapi para awam diharapkan untuk berpartisipasi dalam tugas ini, misalnya sebagai katekis, guru agama, fasilitator pendalaman Kitab Suci, guru atau pendamping bina iman anak di paroki atau stasi, dan sebagainya.

4)      Kita mempunyai tanggung jawab  besar  untuk  berani  mewartakan  Iman Katolik. Iman kebenaran bagi dunia yang penuh kegelapan. Banyak anak muda zaman kini yang hidupnya dilanda budaya dan isme-isme yang berdampak buruk bagi hidupnya, sebagai contoh budaya hedonisme, konsumerisme, relativisme, masa bodoh dengan agamanya sendiri. Dan sekarang adalah waktunya dimana kita semua sebagai orang muda Katolik mampu melawan arus buruk tersebut dengan mengejar kekudusan hidup.

 

Langkah ketiga: menghayati tugas pewartaan Gereja dalam hidup

1.    Refleksi

Peserta didik membuat refleksi dengan membuat renungan singkat dari perikop Kitab Suci yang menjadi inspirasi hidupnya sebagai seorang pewarta dalam hidupnya sehari-hari.

2.    Aksi

Peserta didik membacakan/membawakan hasil renungan singkat yang sudah dibuat dalam doa bersama di keluarga dan melaporkan hasilnya dalam buku catatan dan ditandatangani orang tua.

 

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Allah yang Mahabijaksana, pujian dan syukur, kami haturkan kepada-Mu atas rahmat penyertaan-Mu dalam pertemuan ini. Kami bersyukur, ya Tuhan karena ajaran kasih-Mu bagi kami, terlebih karena karya pewartaan kabar sukacita-Mu dalam karya pewartaan Gereja yang hidup. Semoga kami mau dan mampu diutus untuk membawa kabar sukacita bagi sesama demi Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

1.    Setiap   orang   Katolik   yang   telah   dibaptis   mempunyai   tugas   untuk melaksanakan pewartaan Injil atau kerygma. Tugas itu dilaksanakan dengan cara mendengarkan, menghayati, melaksanakan dan mewartakan sabda Allah.

2.    Pewartaan (kerygma) berarti ikut serta membawa Kabar Gembira bahwa Allah telah menyelamatkan dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, Putera-Nya. Bidang karya ini diharapkan dapat membantu umat Allah untuk mendalami kebenaran firman Allah, menumbuhkan semangat menghayati hidup berdasarkan semangat Injil, dan mengusahakan pengenalan yang semakin mendalam akan pokok iman kristiani supaya tidak mudah goyah dan tetap setia.

3.    Beberapa karya yang masuk dalam bidang ini, misalnya pendalaman iman, katekese para calon baptis, dan persiapan penerimaan sakramen-sakramen lainnya. Termasuk dalam kerygma ini adalah pendalaman iman lebih lanjut bagi orang yang sudah Katolik lewat kegiatan-kegiatan katekese.

4.    Dalam mewartakan sabda Allah, kita dapat mewartakannya, baik secara verbal melalui kata-kata (kerygma) maupun dengan tindakan nyata terhadap sesama.

5.    Kita  mempunyai  tanggung  jawab  besar  untuk  berani  mewartakan  iman Katolik. Iman kebenaran bagi dunia yang penuh kegelapan. Banyak anak muda zaman kini yang hidupnya dilanda budaya dan isme-isme yang berdampak buruk bagi hidupnya, sebagai contoh budaya hedonisme, konsumerisme, relativisme, masa bodoh dengan agamanya sendiri. Dan sekarang adalah waktunya dimana kita semua sebagai orang muda Katolik mampu melawan arus buruk tersebut dengan mengejar kekudusan hidup.

Minggu, 14 Juli 2024

PANGGILAN KARYA/PROFESI

 Panggilan Karya/Profesi

 Kompetensi

1.    Bersyukur atas panggilan hidupnya sebagai umat Allah (Gereja) dengan menentukan langkah yang tepat dalam menjawab panggilan hidup tersebut.

2.    Bertanggung jawab atas panggilan hidupnya sebagai umat Allah (Gereja) dengan menentukan langkah yang tepat dalam menjawab panggilan hidup tersebut.

3.    Memahami panggilan hidupnya sebagai umat Allah (Gereja) dengan menentukan langkah yang tepat dalam menjawab panggilan hidup tersebut.

4.    Melakukan aktivitas (misalnya: menuliskan refleksi/doa/puisi) tentang panggilan hidupnya sebagai umat Allah (Gereja) dengan menentukan langkah yang tepat dalam menjawab panggilan hidup tersebut.

 

Indikator

1.       Menjelaskan  jenis-jenis  pekerjaan  dalam  masyarakat  berdasarkan  gambar- gambar jenis profesi yang ditampilkan.

2.       Menganalisis arti dan makna kerja menurut ajaran Gereja (LE, 25, CA 31).

3.       Menuliskan refleksi tentang kerja sebagai panggilan hidup.

 

Bahan Kajian

1.       Jenis-jenis kerja manusia.

2.       Makna dan hakikat bekerja.

3.       Makna kerja menurut ajaran Gereja.

4.       Kerja merupakan panggilan hidup dan partisipasi dalam karya penciptaan.

 

Sumber Belajar

1.       Kitab Suci Perjanjian Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru.

2.       Dokpen KWI (penterj) Dokumen Konsili Vatikan II, Obor, Jakarta, 1993.

3.       Konferensi Waligereja Indonesia, 1995. Iman Katolik, Yogyakarta: Kanisius.

4.       Katekismus Gereja Katolik, Nusa Indah, Ende Flores, 1995.

5.       Paus, Yohanes Paulus II, 1995, Ensiklik ”Laborem Exercens”. Jakarta: Dokpen KWI.

 

Pendekatan

Saintifik dan Kateketis.

 

Metode

Cerita, dialog, tanya jawab, diskusi, informasi, wawancara.

 

Sarana

1.       Kitab Suci (Alkitab).

2.       Buku Siswa SMA/SMK, Kelas XII, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.

 

Pemikiran Dasar

Manusia adalah makhluk pekerja. Tanpa bekerja manusia kehilangan jati dirinya sebagai manusia. Maka apapun suatu pekerjaan, asalkan halal, orang akan merasa dirinya bernilai di hadapan sesamanya. Sebaliknya orang-orang yang berada di usia produktif namun tidak bekerja akan merasa rendah diri dalam pergaulan masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman serta gaya hidup dewasa ini, makna dan nilai bekerja tampaknya telah bergeser. Bekerja dipahami secara sempit sebagai hal duniawi belaka. Kebanyakan orang tanpa sadar melihat makna bekerja sekadar mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di zaman yang semakin kompleks, makna dan nilai bekerja telah menyempit menjadi mengejar nilai ekonomis. Kepuasan dalam bekerja identik dengan kepuasan materialistik. Manusia bekerja tidak lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing, namun untuk mengumpulkan modal. Modal dan uang dikejar demi uang itu sendiri dan tidak lagi mempertimbangkan kesejahteraan bersama (bonum commune). Kerja pun bukan lagi demi pemenuhan kebutuhan hari ini, tetapi melampaui kebutuhan dan memiliki orientasi mengumpulkan sebanyak-banyaknya. Bahkan demi mendapatkan hasil ekonomis seseorang mengabaikan nilai moral dalam bekerja dengan melakukan praktik ketidakjujuran. Kasus korupsi yang menggurita di Indonesia adalah contoh konkret bagaimana orang bekerja mengumpulkan harta secara tidak jujur. Pergeseran kerja pun tampak dalam pilihan bekerja. Bekerja yang meningkatkan gengsi sekaligus meningkatkan hasil ekonomis yang banyak diburu. Demi mendapatkan pekerjaan itu, seseorang menghalalkan segala cara. Di dalam masyarakat pun tercipta pembedaan, mana pekerjaan yang kelas satu dan mana pekerjaan yang kelas dua. Masyarakat kurang menghargai pekerjaan domestik atau pekerjaan biasa, seperti ibu rumah tangga, buruh, dan petani, meskipun pekerjaan itu dijalani dengan penuh ketekunan dan pengorbanan.

Gereja Katolik melalui Ajaran Sosialnya menaruh perhatian yang serius pada nilai kerja manusia. Manusia diciptakan menurut gambar Allah dan diberi mandat untuk mengelola bumi. Dengan ini, manusia hendaknya menyadari, ketika ia melakukan pekerjaan, ia berpartisipasi dalam pekerjaan Tuhan. Dengan tenaganya, manusia memberikan sumbangan merealisasikan rencana Tuhan di bumi. Manusia diharapkan tidak berhenti untuk membangun dunia menjadi lebih baik atau mengabaikan sesama. Manusia memiliki tanggung jawab lebih untuk melakukan hal itu. (LE25). Karena pekerjaan merupakan kunci atau solusi dari masalah sosial. Pekerjaan sangat menentukan manusia dalam membuat hidup menjadi lebih manusiawi. (LE 3). Sebagai citra Allah, peran kerja manusia sangat penting sebagai faktor produktif, untuk memenuhi kepenuhan material dan non material. Hal ini jelas, karena dalam melakukan pekerjaan, seseorang secara alami terhubung dengan manusia atau pekerjaan orang lain. Dengan bekerja, manusia berinteraksi dengan manusia lain. Lewat bekerja pula, manusia menghasilkan sesuatu untuk orang lain. Dengan demikian, pekerjaan membuat manusia menghasilkan sesuatu, menjadi berubah dan produktif. Karena sumber daya manusia yang bekerja jauh lebih luas daripada sumber daya alam dan karena itu membuat manusia semakin sadar untuk mengolahnya. (Centesimus Annus 31).

Pada kegiatan pembelajaran ini peserta didik diajak untuk merefleksikan makna kerja dalam terang Ajaran Sosial Gereja. Sebagai orang beriman kita diajak melihat kembali makna bekerja dengan semangat atau berdasarkan iman. Dengan demikian, kita dapat memahami makna bekerja secara autentik bahwa bekerja merupakan perwujudan iman kepada Tuhan. Budaya kerja hendaknya ditanam dan dikembangkan oleh setiap orang, karena kerja merupakan martabat pribadi setiap manusia. Oleh adanya gaya hidup modern yang materialistis dan hedonistis, banyak dari kalangan generasi muda yang ingin hidup enak, bersenang-senang, santai tanpa mau bekerja. Perilaku seperti ini menimbulkan efek negatif dengan munculnya berbagai tindakan kejahatan sosial.

 

Kegiatan Pembelajaran

Doa Pembuka

Allah, Bapa Yang Mahabijaksana, Engkau menghendaki agar kami menaklukkan bumi dan mengolahnya lewat aneka pekerjaan. Dengan demikian Engkau menbimbing kami memenuhi kebutuhan hidup kami. Kami bersyukur karena melalui kerja yang bermacam-macam Kau ikut sertakan kami dalam karya-Mu. Engkau sendiri terus bekerja sampai sekarang, bahkan Engkau turut bekerja dalam aneka pekerjaan yang digeluti umat-Mu. Bapa, kami bersyukur atas aneka bidang kerja dalam masyarakat kami, yang mencerminkan keragaman karya-Mu sendiri. Teristimewa kami mengucap syukur atas pekerjaan kami saat ini sebagai pelajar; bantulah kami melaksanakannya dengan segenap hati dan penuh tanggung jawab. Kami percaya bahwa melalui pekerjaan ini Engkau sendiri berkarya dalam diri kami. Semoga melalui pekerjaan ini kami dapat membantu orang- orang yang lemah dan semoga pekerjaan ini menjadi menjadi pelayanan bagi sesama.

Bapa, kami mohon semangat kesetiaan, ketekunan, dan pengorbanan, agar kami dapat meneladan Putra-Mu, Yesus Kristus. Sebagaimana karya Bapa mendatangkan keselamatan semoga pekerjaan kami pun mendatangkan kebaikan dan berguna bagi perkembangan kami serta bermanfaat bagi masyarakat. Demikian pula kami berdoa bagi yang sedang berusaha mencari pekerjaan. Bantulah mereka agar tidak putus asa dan segera menemukan apa yang dicita-citakan

Ya Bapa, bantulah kami semua agar bekerja bukan hanya untuk makanan yang akan binasa, melainkan juga untuk makanan yang akan bertahan sampai kehidup yang kekal. Bapa, kami persembahkan kepada-Mu segala usaha dan niat kami, agar menjadi persembahan yang berkenan di hati- Mu, karena Kristus, Tuhan kami. Amin.

Sumber : Puji Syukur nomer 197 (dengan sedikit penyesuaian)

 

Langkah Pertama: Mendalami Arti dan Makna Kerja

1.      Menggali pemahaman peserta didik tentang makna kerja Guru mengajak peserta didik untuk mengamati beberapa gambar yang ada pada buku siswa, halaman 34.

2.      Pendalaman

Berdasarkan pengamatan pada gambar-gambar yang ada pada buku siswa tersebut (juga bisa ditambah dengan gambar jenis-jenis pekerjaan yang lain, seperti, guru, dokter, atau buruh pelabuhan) guru mengajak peserta didik untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang akan didiskusikan. Pertanyaan- pertanyaan itu misalnya:

a.    Apa saja jenis pekerjaan manusia?

b.    Apa yang dimaksudkan dengan kerja?

c.     Apa tujuan manusia bekerja?

 

3.      Peneguhan

Guru memberi masukan setelah mendengarkan hasil diskusi, misalnya sebagai berikut:

a.       Arti Kerja

1)    Kerja   adalah   setiap   kegiatan   manusia   yang   diarahkan   untuk kemajuan manusia, baik kemajuan rohani maupun jasmani, dan mempertahankannya.  Karena  itu,  pekerjaan  memerlukan  pemikiran dan merupakan kegiatan insani.

2)    Kerja  memerlukan  pemikiran.  Kerja  dengan  sadar  harus  diarahkan kepada suatu tujuan tertentu. Pekerjaan merupakan keistimewaan makhluk yang berakal budi. Sebab, hanya manusialah yang dengan sadar dan bebas dapat mengarahkan kegiatannya kepada suatu tujuan tertentu.

3)    Kerja merupakan kegiatan insani yang ada dalam diri manusia sebagai makhluk yang berakal budi. Oleh karenanya, setiap jenis pekerjaan memiliki martabat dan nilai insani yang sama. Dipandang dari segi ini, tidak ada pekerjaan yang kurang atau lebih mulia dan luhur. Apabila dipandang dari sudut lain, yakni dari sudut tujuan dan hasil, setiap pekerjaan sungguh berbeda dan nilai pekerjaan yang satu melebihi nilai pekerjaan yang lain. Akan tetapi, nilai insani dan martabatnya tidak berubah karenanya.

 

b.      Makna Kerja

Ada berbagai makna kerja ditinjau dari berbagai segi. Di sini kita hanya melihat makna kerja ditinjau dari segi ekonomi, sosiologi, dan antropologi.

1)      Makna atau arti ekonomis; Dari sisi ekonomi, bekerja dipandang sebagai pengerahan tenaga untuk menghasilkan sesuatu yang diperlukan atau diinginkan oleh seseorang atau masyarakat. Dalam hal ini dibedakan menjadi pekerjaan produktif (misalnya: pertanian, pertukangan,  dan  sebagainya),  distributif  (misalnya:  perdagangan), dan jasa (misalnya: guru, dokter, dan sebagainya). Kerja merupakan unsur pokok produksi yang ketiga, di samping tanah dan modal. Jadi, makna ekonomis dari kerja ialah memenuhi dan menyelenggarakan kebutuhan-kebutuhan hidup yang primer.

2)      Makna  sosiologis;  Kerja,  selain  sebagai  usaha  untuk  memenuhi kebutuhan sendiri, sekaligus juga mengarah kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat.

3)      Makna antropologis; Kerja memungkinkan manusia untuk membina dan membentuk diri dan pribadinya. Dengan kerja, manusia menjadi lebih manusia dan lebih bisa menjadi teman bagi sesamanya dengan menggunakan akal budi, kehendak, tenaga, daya kreatif, serta rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan umum.

 

c.       Tujuan kerja

1)      Mencari nafkah. Kebanyakan orang bekerja untuk mencari nafkah, mengembangkan kehidupan jasmaninya dan mempertahankannya. Artinya, orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, untuk memperoleh kedudukan serta kejayaan ekonomis, yang menjamin kehidupan jasmaninya untuk masa depan. Nilai yang mau dicapai ini bersifat jasmani.

2)      Memajukan teknik dan kebudayaan. Nilai yang mau dicapai ini lebih bersifat rohaniah. Dengan bekerja orang dapat memajukan salah satu cabang teknologi atau kebudayaan, dari yang paling sederhana sampai kepada yang paling tinggi.

3)      Menyempurnakan  diri  sendiri.  Dengan  bekerja  manusia  lebih menyempurnakan dirinya sendiri. Ia menemukan harga dirinya. Atau lebih tepat: ia mengembangkan kepribadiannya. Dengan kerja, manusia lebih memanusiakan dirinya.

 

Langkah Kedua: Mendalami Arti dan Makna Kerja Menurut

Ajaran Gereja

1.       Menyimak ajaran Gereja tentang Kerja

Guru mengajak peserta didik untuk menyimak ajaran Gereja berikut ini.

 

Kerja Sebagai Partisipasi dalam Kegiatan Sang Pencipta

Menurut Konsili Vatikan II: “Bagi kaum beriman ini merupakan keyakinan: kegiatan manusia baik perorangan maupun kolektif, atau usaha besar-besaran itu sendiri, yang dari zaman ke zaman dikerahkan oleh banyak orang untuk memperbaiki kondisi-kondisi hidup mereka, memang sesuai dengan rencana Allah. Sebab manusia, yang diciptakan menurut gambar Allah, menerima titah- Nya, supaya menaklukkan bumi beserta segala sesuatu yang terdapat padanya, serta menguasai dunia dalam keadilan dan kesucian; ia mengemban perintah untuk mengakui Allah sebagai Pencipta segala-galanya, dan mengarahkan diri beserta seluruh alam kepada-Nya, sehingga dengan terbawanya segala sesuatu kepada manusia nama Allah sendiri dikagumi di seluruh bumi”.

Sabda  perwahyuan  Allah  secara  mendalam  ditandai  oleh  kebenaran  asasi, bahwa manusia, yang diciptakan menurut citra Allah, melalui kerjanya berperan serta dalam kegiatan Sang Pencipta, dan dalam batas-batas daya-kemampuan manusiawinya sendiri ia dalam arti tertentu tetap makin maju dalam menggali sumber-sumber daya serta nilai-nilai yang terdapat dalam seluruh alam tercipta. Kebenaran itu tercantum pada awal Kitab Suci sendiri, dalam Kitab Kejadian, yang menyajikan karya penciptaan dalam bentuk “kerja” yang dijalankan oleh Allah selama “enam hari”, sedangkan Ia “beristirahat” pada hari ketujuh. Selain itu kitab terakhir Kitab Suci menggemakan sikap hormat yang sama terhadap segala yang telah dikerjakan oleh Allah melalui “karya” penciptaan-Nya, bila menyatakan:  “Agung  dan  ajaiblah  segala  karya-Mu,  ya Tuhan, Allah Yang Mahakuasa!” Itu senada dengan Kitab Kejadian, yang menutup lukisan setiap hari penciptaan dengan pernyataan: “Dan Allah melihat bahwa itu baik adanya”

Gambaran penciptaan, yang terdapat dalam bab pertama Kitab Kejadian dalam arti tertentu merupakan “Injil Kerja” yang pertama. Sebab menunjukkan di mana letak martabat kerja: di situ diajarkan, bahwa manusia harus meneladan Allah Penciptanya dalam bekerja, sebab hanya manusialah yang mempunyai ciri unik menyerupai Allah. Manusia harus berpola pada Allah dalam bekerja maupun dalam beristirahat, sebab Allah sendiri bermaksud menyajikan kegiatan-Nya menciptakan alam dalam bentuk kerja dan istirahat. Kegiatan Allah di dunia itu selalu berlangsung, seperti dikatakan oleh Kristus: “Bapa-Ku tetap masih berkarya...”: Ia berkarya dengan kuasa pencipta-Nya dengan melestarikan bumi, yang dipanggil-Nya untuk berada dari ketiadaan, dan Ia berkarya dengan kuasa penyelamat-Nya dalam hati mereka, yang sejak semula telah ditetapkan-Nya untuk “beristirahat” dalam persatuan dengan diri-Nya di “rumah Bapa”-Nya.

Oleh karena itu kerja manusia pun tidak hanya memerlukan istirahat setiap “hari ketujuh”, melainkan tidak dapat pula terdiri hanya dari penggunaan tenaga manusiawi dalam kegiatan lahir. Kerja harus membuka peluang bagi manusia untuk menyiapkan diri, dengan semakin menjadi seperti yang dikehendaki oleh Allah, bagi “istirahat” yang disediakan oleh Tuhan bagi para hamba dan sahabat-Nya.

Kesadaran, bahwa kerja manusia ialah partisipasi dalam kegiatan Allah, menurut Konsili, bahkan harus meresapi “pekerjaan sehari-hari yang biasa sekali. Sebab pria maupun wanita, yang sementara mencari nafkah bagi diri maupun keluarga mereka melakukan pekerjaan mereka sedemikian rupa sehingga sekaligus berjasa bakti bagi masyarakat, memang dengan tepat dapat berpandangan, bahwa dengan jerih payah itu mereka mengembangkan karya Sang Pencipta, ikut memenuhi kepentingan sesama saudara, dan menyumbangkan kegiatan mereka pribadi demi terlaksananya rencana ilahi dalam sejarah”.

Spiritualitas Kristiani kerja itu harus merupakan warisan bagi semua. Khususnya pada zaman modern, spiritualitas kerja harus menampilkan kematangan yang dibutuhkan untuk menanggapi ketegangan-ketegangan dan ketidak-tenangan budi dan hati. “Umat kristiani tidak beranggapan seolah-olah karya-kegiatan, yang dihasilkan oleh bakat-pembawaan serta daya-kekuatan manusia, berlawanan dengan kuasa Allah, seakan-akan ciptaan yang berakal budi menyaingi Penciptanya. Mereka malahan yakin, bahwa kemenangan-kemenangan bangsa manusia justru menandakan keagungan Allah dan merupakan buah rencana-Nya yang tak terperikan. Adapun semakin kekuasaan manusia bertambah, semakin luas pula jangkauan tanggung jawabnya, baik itu tanggung jawab perorangan maupun tanggung jawab bersama. Maka jelaslah pewartaan kristiani tidak menjauhkan orang-orang dari usaha membangun dunia pun tidak mendorong mereka untuk mengabaikan kesejahteraan sesama; melainkan mereka justru semakin terikat tugas untuk melaksanakan itu”.

Kesadaran, bahwa melalui kerja manusia berperan serta dalam karya penciptaan merupakan motif yang terdalam untuk bekerja di pelbagai sektor. “Jadi” menurut Konstitusi “Lumen Gentium”-“kaum beriman wajib mengakui makna sedalam- dalamnya, nilai serta tujuan segenap alam tercipta, yakni: demi kemuliaan Allah. Lagi pula mereka wajib saling membantu juga melalui kegiatan duniawi untuk hidup dengan lebih suci, supaya dunia diresapi semangat Kristus, dan dengan lebih tepat mencapai tujuannya dalam keadilan, cinta kasih dan damai....Maka dengan kompetensinya di bidang profan serta dengan kegiatannya, yang dari dalam diangkat oleh rahmat Kristus, hendaklah mereka memberi sumbangan yang andal, supaya hal-hal tercipta dikelola dengan kerja manusia, keahlian teknis, serta kebudayaan yang bermutu, menurut penetapan Sang Pencipta dan dalam cahaya Sabda-Nya” (LE 25)

2.       Pendalaman

a.    Guru  mengajak  peserta  didik  untuk  mengajukan  pertanyaan-pertanyaan berdasarkan teks-teks Ajaran Gereja tentang Kerja.

b.    Guru mengajak peserta didik untuk berdiskusi kelompok dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1)      Apa arti dan makna dari kerja?

2)      Apa tujuan manusia bekerja?

3)      Apa hubungan kerja dengan doa?

4)      Apa hubungan kerja dengan istiahat?

 

3.       Peneguhan

Guru memberikan penjelasan setelah peserta didik menyampaikan laporan hasil diskusinya.

a.      Arti dan Makna Kerja

Kerja atau bekerja adalah ciri hakiki hidup manusia. Dengan bekerja hidup manusia memperoleh arti. Dengan bekerja, seseorang merasa dirinya berharga di tengah keluarga dan masyarakat. Demi hormat terhadap martabat manusia tidak seorang pun boleh dihalangi bekerja. Demi harga diri setiap orang harus bekerja menanggung hidupnya sendiri dengan nafkah yang ia peroleh dan mendukung hidup bersama.

Namun pekerjaan juga mempunyai makna religius. Allah sendiri dilukiskan sebagai Pencipta yang bekerja dari hari pertama sampai hari yang keenam dan pada hari yang ketujuh beristirahat dari pekerjaan yang dikerjakan-Nya. (Kejadian 1:1-2:3). Maka menyangkut hal ini perlu diperhatikan:

1)    Allah menyuruh manusia untuk bekerja.

2)    Dunia dan makhluk-makhluk lainnya diserahkan oleh Allah kepada manusia  untuk  dikuasai,  ditaklukkan  dan  dipergunakan.  (Kejadian 1:28-30).

3)    Dengan demikian manusia menjadi wakil Allah di dunia ini. Ia menjadi pengurus dan pekerja yang menyelenggarakan ciptaan Tuhan.

4)    Dengan bekerja manusia bukan saja dapat bekerja sama dengan Tuhan, tetapi juga dengan Pekerja yang menyelenggarakan ciptaan Tuhan.

5)    Dengan bekerja manusia mendekatkan dirinya secara pribadi dengan Allah!

6)    Manusia akhirnya teruntuk bagi Allah sebagai yang terakhir. Kerja, akhirnya merupakan salah satu bentuk pengabdian pribadi kepada Allah sebagai tujuan akhir manusia. Disini menjadi nyata bahwa kerja sungguh bisa mempunyai aspek religius, selain aspek pribadi dan sosial.

 

b.      Hubungan antara Kerja dan Doa

1)    Ora et labora! Berdoa dan bekerjalah! Doa mempunyai peranan penting dalam pekerjaan kita. Dapat disebut antara lain:

a)      Doa dapat menjadi daya dorong bagi kita untuk bekerja lebih tekun, lebih tabah, dan tawakal.

b)      Doa dapat memurnikan pola kerja, motivasi, dan orientasi kerja kita, apabila sudah tidak terlalu murni lagi. Doa sering merupakan saat-saat refleksi diri dan kerja yang sangat efektif.

c)       Doa dapat menjadikan kerja manusia mempunyai aspek religius dan adikodrati.

2)    Doa dan kerja memiliki keterkaitan yang sangat erat. Semakin kita bekerja maka seharusnya semakin kita berdoa. Karena:

a)         Ketika kerja semakin banyak, dapat membuat orang semakin tenggelam dan terikat pada kerja. Maka doa sebagai refleksi atas kerja harus ditingkatkan supaya kerja tetap murni dalam segala aspek.

b)        Kalau kerja semakin banyak, tentu semakin dibutuhkan kekuatan dan dorongan. Doa dapat menjadi kekuatan bagi orang beriman. Doa dan kerja seharusnya merupakan ungkapan dan perwujudan iman seseorang.

 

c.       Kerja dan Istirahat

1)      Kerja dan istirahat merupakan dua hal yang saling melengkapi. Karena memerlukan istirahat, manusia seharusnya bekerja menurut irama alam seperti yang dilakukan oleh para petani dalam masyarakat pedesaan: peredaran hari dan pergantian musim menetapkan irama kerja dan istirahat. Namun di dunia industri irama semacam itu hancur: orang bekerja dalam irama mesin dan di bawah perintah orang lain. Tidak jarang orang kehilangan haknya untuk beristirahat demi target produksi. Dengan demikian kerja bukan merupakan bagian hidup manusia lagi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan di luar manusia. Dengan kata lain pekerjaan menjadi sarana produksi melulu dan dengan demikian merendahkan martabat manusia.

2)      Perlu kita ingat pekerjaan itu bernilai karena manusia sendiri bernilai. Dalam situasi di mana manusia tidak dapat menikmati nilai kerjanya secara pribadi dan langsung, maka upah dan kedudukannya dalam masyarakatlah yang mengungkapkan nilai kerjanya. Dalam hal ini manusia dipandang dan diperlakukan sebagai alat produksi, bukan sebagai citra Allah, suatu hal yang merendahkan martabat manusia.

3)      Kitab Kejadian menceritakan bahwa Allah sendiri juga bekerja. Sebagai Pencipta, Ia bekerja enam hari lamanya dan beristirahat pada hari yang ketujuh (Kej 1:1-2:3). Bahkan Ia tetap bekerja sampai hari ini (Yoh 5:17). Sebagai citra Allah, manusia harus meneladani Dia, juga dalam bekerja. Semua orang harus bekerja apa pun kedudukan sosialnya atau jenis kelaminnya; “Enam hari lamanya engkau akan bekerja…..” (Kej 23:12). Dengan bekerja setiap hari manusia berpartisipasi dalam usaha Tuhan Pencipta; ia diajak untuk turut menyempurnakan diri sendiri dan dunia (mengembangkan alam raya dengan kerjanya). Dengan bekerja manusia, sekaligus memuliakan Allah dan mengabdi kepada-Nya sebagai tujuan akhirnya.

4)      Dalam Kitab Suci dikatakan, bahwa Tuhan tidak hanya bekerja, tetapi juga beristirahat. Hari ketujuh merupakan hari istirahat, setelah enam hari sebelumnya Ia bekerja. Ia menyuruh manusia untuk beristirahat juga setelah bekerja: “…hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, Allahmu; maka jangan melakukan suatu pekerjaan” (Kel 20:10). Maka sebagai citra Allah manusia tidak dapat dipaksa untuk bekerja secara terus menerus. Ia juga harus diberi kesempatan untuk beristirahat.

5)      Maka sebetulnya dalam firman Tuhan itu terkandung tiga kewajiban manusia; kewajiban bekerja, kewajiban beristirahat, dan kewajiban melindungi mereka yang harus bekerja dalam ketergantungan. Dengan demikian, hidup semua orang dilindungi. Jadi, jangan sampai kerja menjadi lebih penting daripada hidup dan hasil kerja dinilai lebih tinggi daripada  manusia.  Firman Tuhan  mau  membebaskan  manusia  dari penindasan manusia oleh pekerjaan dan perencanaannya sendiri. Tuhan menghendaki supaya manusia tetap tinggal sebagai “citra Allah” dan bukan alat produksi.

 

Langkah Ketiga: Menghayati Arti dan Makna Kerja

1.       Releksi

Guru mengajak peserta didik untuk menuliskan sebuah refleksi tentang kerja; bagaimana ia mempersiapkan masa depannya untuk bekerja kelak dengan memulainya dari bangku sekolah.

2.       Aksi

a.       Guru mengajak peserta didik untuk rajin belajar untuk mempersiapkan masa depannya untuk bekerja.

b.       Guru  mengajak  peserta  didik  untuk  menghargai  serta  bersikap  hormat, sopan, dan santun pada guru serta semua karyawan di sekolahnya yang bekerja untuk melayani mereka setiap hari.

 

Doa Penutup

Allah Bapa yang penuh kasih,

Kami bersyukur atas anugerah kemampuan, atau talenta yang Engkau anugerahkan kepada kami. Semoga dengan talenta itu, kami dapat berkarya dalam hidup kami untuk kemajuan hidup kami serta kemajuan hidup masyarakat serta untuk memuliakan Engkau sepanjang segala masa. Amin.