Cari Blog Ini

Rabu, 10 Juli 2024

GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH & GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN YANG TERBUKA

 

GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Bapa sumber keselamatan hidup kami, puji dan syukur kami haturkan kepada-Mu karena Engkau telah menyatukan kami dari berbagai tempat, suku, bangsa, dan bahasa menjadi umat kudus-Mu, yaitu Gereja. Melalui pertemuan ini, kami ingin memahami lebih mendalam tentang Gereja sebagai umat Allah dan kemudian menghayatinya dalam kehidupan keseharian kami. Mampukanlah kami membuka hati, budi dan pikiran kami dalam pertemuan ini agar selanjutnya dapat hidup sebagai anggota Gereja-Mu. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pemahaman tentang Gereja sebagai umat Allah

1.      Apersepsi

Guru memberi salam dengan semangat sukacita untuk mengkondisikan  peserta didik agar siap menerima pelajaran Pendidikan Agama Katolik pada awal tahun ajaran baru. Guru mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi ajar apa saja yang telah dipelajari pada kelas X.

Selanjutnya guru memotivasi peserta didik untuk kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan pertanyaan pemantik, misalnya: Apa itu Gereja? Apa itu Gereja sebagai umat Allah? Apa itu Gereja sebagai persekutuan yang terbuka?   Untuk memahami makna Gereja itu, marilah kita memulai kegiatan pembelajaran dengan sebuah permainan.

2.      Permainan

a.      Peserta didik berbagi pengalaman hidup sebagai umat Allah dengan sebuah sebuah permainan. (Guru dapat menggunakan permainan lain yang sesuai dengan tema pembelajaran ini).

b.      Guru membagi dua atau tiga kelompok peserta didik dan telah mempersiapkan dua atau tiga gambar gedung gereja (sebaiknya dalam kertas karton yang tidak mudah robek) yang telah digunting menjadi beberapa potongan sesuai dengan jumlah kelompok. Kemudian guru membagikan potongan gambar gereja secara acak bisa juga guru mengambil satu dua potongan gambar tersebut. Peserta diminta untuk menuliskan nama dan cita-citanya di balik potongan gambar gereja. Kemudian peserta diminta untuk menyatukan potongan membentuk sebuah gambar. Kelompok yang satu dengan yang lain berusaha agar lebih dahulu selesai menyatukan gambar tersebut.

c.       Setelah selesai permainan, guru memberikan   beberapa catatan, antara lain:

1)     Gedung gereja terdiri dari: atap, pintu, tiang, ubin, jendela, dinding, salib, menara, dan seterusnya. sesuai potongan-potongan gambar gereja dalam permainan tersebut.

2)     Kita semua adalah anggota Gereja atau anggota umat Allah yang terdiri dari berbagai macam profesi: guru, pelajar, dokter, pengusaha, jaksa, pengacara, petani, pilot, artis, pegawai swasta, ASN, dan seterusnya.

 

3.      Mengungkapkan pemahaman pribadi tentang makna Gereja

Peserta didik diajak untuk mengungkapkan pengalaman dan pemahaman pribadi sebagai orang Katolik tentang makna Gereja yang ia ketahui.

a)    Gereja menurut kalian adalah?

b)   Gereja menurut pandangan orang luar (non kristiani) adalah?

 

4.      Penjelasan

Setelah para peserta didik menyampaikan pandangan-pandangan tentang makna Gereja, guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan, misalnya: apabila kita bertanya pada orang-orang Katolik maupun yang tidak Katolik tentang apa makna Gereja, maka kurang lebih jawaban-jawaban yang diperoleh adalah:

·     Gereja adalah gedung. Gereja adalah rumah Allah, tempat beribadat, misa, atau merayakan Ekaristi bagi umat Katolik atau umat kristiani pada umumnya.

·     Gereja adalah ibadat. Gereja adalah lembaga rohani yang menyalurkan kebutuhan manusia dalam relasinya dengan Allah lewat ibadat-ibadat. Atau, Gereja adalah lembaga yang mengatur dan menyelenggarakan ibadat-ibadat. Gereja adalah persekutuan umat yang beribadat.

·     Gereja adalah ajaran. Gereja adalah lembaga untuk mempertahankan dan mempropagandakan seperangkat ajaran yang biasanya dirangkum dalam sebuah buku yang disebut Katekismus. Untuk bisa menjadi anggota Gereja, si calon harus mengetahui sejumlah ajaran/doktrin/ dogma. Menjadi anggota Gereja berarti menerima sejumlah “kebenaran”.

·     Gereja  adalah  organisasi/lembaga  sejagat/internasional.  Gereja  adalah organisasi dengan pemimpin tertinggi di Roma dengan cabang-cabangnya sampai ke pelosok-pelosok seantero jagat. Garis komando dan koordinasinya diatur  dengan  rapi  dan  teliti. Ada  pimpinan  dari  yang  tertinggi  sampai terendah: paus, uskup-uskup, pastor-pastor, biarawan, dan umat.

·     Gereja adalah umat pilihan. Gereja adalah kumpulan orang yang dipilih dan dikhususkan Allah untuk diselamatkan.

·     Gereja adalah badan sosial. Gereja adalah lembaga yang menyelenggarakan sekolah-sekolah, rumah sakit-rumah sakit dan macam-macam usaha untuk menolong orang miskin.

·     Kata “Gereja”, berasal dari bahasa Portugis, igreja yang diambil dari kata bahasa Yunani ekklesia, berarti ‘kumpulan’, ‘pertemuan’, ‘rapat’.

Gambaran-gambaran Gereja yang diungkapkan di atas mungkin ada benarnya, tetapi belum mengungkapkan hakekat Gereja yang sebenarnya. Untuk itu marilah menyimak kisah berikut ini untuk semakin mengetahui makna hakikat Gereja yang sebenarnya.

 

Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja tentang makna Gereja sebagai umat Allah

1.      Mendalami warta Kitab Suci (Alkitab) tentang Gereja sebagai umat Allah

Membaca dan menyimak pesan Kitab Suci

Peserta didik membaca dan menyimak teks Kitab Suci yang berisi ajaran tentang Gereja sebagai umat Allah  dalam  Kisah Para Rasul 2:41–47.

41Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.

42Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.

43Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda.

44Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama,

45dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.

46Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama- sama dengan gembira dan dengan tulus hati,

47sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.

 

Catatan: untuk pengayaan, bisa dibaca juga 1Korintus 12:7–18

 

Pendalaman

Peserta didik mendalami bacaan teks Kitab Suci dalam kelompok kecil, atau sesuai kondisi kelasnya, dengan beberapa pertanyaan diskusi berikut ini. Peserta didik dapat menambah juga pertanyaan sesuai kebutuhan dalam diskusinya.

a.      Apa pesan keseluruhan teks Kisah Para Rasul 2:41–47?

b.      Apa makna Gereja menurut teks Kitab Suci tersebut? Sebutkan ayat-ayat terkait!

c.       Apa ciri-ciri Gereja sebagai umat Allah dalam perikop Kitab Suci tersebut?

d.      Apa saja konsekuensinya bagi kita sebagai anggota Gereja, umat Allah?

Melaporkan hasil diskusi

Setiap kelompok diskusi melaporkan hasil diskusinya, dan peserta didik yang lain memberikan tanggapan atau pertanyaan-pertanyaan unttuk pendalaman lebih lanjut.

Penjelasan/peneguhan

Setelah  proses  diskusi,  guru  memberikan  penjelasan  untuk  peneguhan  hasil diskusi, misalnya:

·     Hidup mengumat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup umat perdana (lih. Kis. 2: 41–47).

·     Dalam hidup mengumat banyak karisma dan rupa-rupa karunia dapat dilihat, diterima, dan digunakan untuk kekayaan seluruh Gereja. Hidup Gereja yang terlalu menampilkan segi organisatoris dan struktural dapat mematikan banyak kharisma dan karunia yang muncul dari bawah (1Kor. 12:7–10).

·     Dalam hidup mengumat, semua orang yang merasa menghayati martabat yang sama akan bertanggung jawab secara aktif dalam fungsinya masing- masing untuk membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada dunia (Ef. 4:11–13; 1Kor. 12:12–18;26–27).

·     Gereja menjadi nyata ketika karunia Roh Kudus memenuhi hati para rasul dan membakar semangat mereka untuk pergi ke luar dan memulai perjalanan mereka untuk mewartakan Injil, menyebarkan kasih Allah.

·     Ciri-ciri Gereja sebagai umat Allah yang tampak dalam cerita tersebut adalah kesatuan dalam persaudaraan sejati.

                                                                           

2.      Mendalami ajaran Gereja tentang Gereja sebagai umat Allah

Membaca/menyimak ajaran Gereja

Peserta didik membaca dan menyimak ajaran Gereja tentang Gereja sebagaiumat Allah  dalam dokumen Konsili Vatikan II berikut ini.

Gereja sebagai Umat Allah

Gereja, umat Allah bukan semata-mata merupakan hal fisik melainkan rohani. Gereja adalah umat Allah berarti terpilih dari Allah. Sebutan umat Allah menekankan pada dua hal penting, yaitu 1) Gereja bukanlah pertama-tama organisasi manusiawi, melainkan perwujudan karya Allah yang konkret. Tekanan pada pilihan dan kasih Allah; 2) Gereja bukan hanya kaum awam atau hierarki saja, melainkan keseluruhannya sebagai umat Allah.

Gereja, umat Allah berkembang dan semakin meluas karena pemberitaan Injil oleh para murid dan orang-orang yang selalu mengamini, yang mendapat pengalaman Paskah, percaya dan bertobat, dan terus dijiwai dan dibimbing oleh Roh Kudus. Pengalaman inilah yang akhirnya menciptakan persekutuan yang terus-menerus dibangun tanpa henti hingga di pelosok-pelosok negeri. Pemberitaan Injil tentang Yesus yang bangkit dan mulia sebagai satu-satunya penyelamat dunia. Tanpa pemberitaan Injil, orang tidak dapat percaya dengan tepat, tidak dapat secara sadar dan manusiawi bertobat kepada Allah yang menyelamatkan melalui Yesus Kristus, tidak secara sadar dan manusiawi menyambut keselamatan menurut kebenaran. Maka, Gereja pada pokoknya tidak lain adalah persekutuan semua orang yang dari dalam hatinya tersentuh oleh Allah (bdk. Kis. 2:37; 16:14) menanggapi pemberitaan Injil dengan percaya dan tobat. Maka, Gereja ada bukan karena kehendak manusia, melainkan karena rencana Allah. Umat Allah adalah persekutuan orang yang “dipanggil” Allah.

Ciri Gereja sebagai umat Allah terlihat dalam panggilan dan inisiatif Allah, persekutuan, hubungan mesra antara manusia dan Allah, serta karya keselamatan dan peziarahannya. Gereja sebagai umat Allah menunjuk pada umat Allah yang telah berlangsung sejak lama dan menjadi sempurna oleh karena Kristus, menuju kesatuan paripurna sebagai umat yang baru.

Dasar dan konsekuensi yang terus dikembangkan sebagai Gereja umat Allah. Hidup menjemaat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan, cinta kasih, seperti dicerminkan dalam hidup jemaat perdana. Dalam hidup menjemaat, ada banyak karisma dan rupa-rupa karunia yang dapat dilihat, diterima, dan digunakan untuk kekayaan bagi seluruh anggota Gereja. Begitu pula dalam hidup menjemaat, semua orang mempunyai martabat dan tanggung jawab sama dan secara aktif terlibat sesuai fungsinya masing-masing. Sebagai umat Allah, tidak lagi dibedakan antara mereka yang tertahbis dan non-tertahbis, biarawan atau non-biarawan, dan umat, melainkan semua orang yang telah dipilih Tuhan menjadi umat-Nya. Kesatuan tidak lagi didasarkan pada struktural-organisatoris, tetapi pada Roh Allah sendiri yang telah menjadikan umat-Nya sebagai bangsa atau umat pilihan. Artinya, baik hierarki maupun awam memiliki hakikat yang sama, yaitu sebagai umat Allah dengan fungsi atau peranan yang berbeda. Dengan kata lain, yang membedakan hierarki dan awam adalah fungsinya dan bukan hakikatnya (lihat LG artikel 4, 7, 9).

 

Pendalaman

Dalam kelompok, peserta didik berdiskusi tentang Gereja sebagai umat Allah menurut  dokumen Konsili Vatikan II yang telah mereka baca dengan beberapa pertanyaan berikut ini. Peserta didik bisa mengembangkan pertanyaan- pertanyaan yang baru untuk berdiskusi bersama.

1)        Apa makna Gereja sebagai umat Allah?

2)        Apa ciri-ciri Gereja sebagai umat Allah?

3)        Apa dasar dan konsekuensi Gereja sebagai umat Allah?

 

Melaporkan hasil diskusi

Setiap kelompok diskusi melaporkan hasil diskusinya, dan peserta didik yang lain memberikan tanggapan atau pertanyaan-pertanyaan untuk pendalaman lebih lanjut.

 

Penjelasan

Guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan setelah para peserta didik berdiskusi.

a)      Gereja sebagai umat Allah merupakan suatu pilihan dan panggilan dari Allah sendiri. Umat Allah adalah bangsa terpilih, bangsa terpanggil.

b)      Umat  Allah   dipanggil   dan   dipilih  Allah   untuk   misi   tertentu,   yaitu menyelamatkan dunia.

c)       Hubungan antara Allah dan umat-Nya dimeteraikan oleh suatu perjanjian. Umat harus menaati perintah-perintah Allah dan Allah akan selalu menepati janji-janji-Nya.

d)      Umat Allah selalu dalam perjalanan, melewati padang pasir, menuju Tanah Terjanji. Artinya kita sebagai Gereja, umat Allah sedang berziarah di dunia menuju rumah Bapa di surga.

e)      Ciri Gereja sebagai umat Allah terlihat dalam dari panggilan dan inisiatif Allah, persekutuan, hubungan mesra antara manusia dengan Allah, karya keselamatan  dan  peziarahannya.  Gereja  sebagai  umat Allah    menunjuk kepada umat Allah yang telah berlangsung sejak lama dan menjadi sempurna oleh karena Kristus, menuju kesatuan paripurna sebagai umat yang baru.

f)        Dasar dan konsekuensi Gereja sebagai umat Allah.

a.      Hakikat Gereja sendiri adalah persaudaraan cinta kasih, sebagaimana jelas tampak dalam praktik hidup Gereja perdana (bdk. Kis. 2:41–47; 4:32–37)

b.      Adanya aneka macam karisma dan karunia yang tumbuh di kalangan umat yang semestinya dipelihara dan dikembangkan untuk pelayanan dalam jemaat (bdk. 1Kor. 12:7–10)

c.       Seluruh  anggota  Gereja  memiliki  martabat  yang  sama  sebagai  satu anggota umat Allah meskipun di antara mereka terdapat fungsi yang berbeda-beda (bdk. 1Kor. 12:12–18)

 

Langkah ketiga: menghayati makna Gereja sebagai umat Allah

1.      Refleksi

Bacalah cerita berikut ini!

Penglihatan Seorang Rahib

Ada seorang rahib tua yang saleh. Selama bertahun-tahun, ia berdoa agar dapat mengalami suatu penglihatan dari Tuhan demi menguatkan imannya. Namun ia tidak pernah mengalami penglihatan itu. Hampir saja ia putus asa, ketika pada suatu hari terjadi penglihatan. Rahib itu gembira sekali. Tetapi apa yang terjadi kemudian? Pada saat ia mengalami penglihatan itu, lonceng biara berdentang. Bunyi lonceng itu menandakan saat para rahib memberi makan orang-orang miskin yang setiap hari berkumpul di depan pintu biara.

Dan sekarang adalah gilirannya untuk memberi makan kepada mereka. Apabila ia tidak membawa makanan, maka mereka akan pergi dengan diam-diam, karena berpikir bahwa hari itu biara tidak mempunyai makanan untuk mereka.

Rahib tua itu harus membuat pilihan, antara pekerjaan yang hilang atau penglihatan. Akan tetapi, sebelum lonceng biara berhenti berdentang, si rahib sudah membuat keputusan. Dengan berat hati, ia meninggalkan penglihatan dan pergi memberikan makanan kepada orang-orang miskin. Sekitar satu jam kemudian, si rahib tua itu kembali ke kamarnya. Ketika ia membuka pintu, ia hampir tidak percaya akan apa yang dilihatnya. Di dalam kamarnya itu, ia mendapat suatu penglihatan: ada seseorang di dalam kamarnya. Ketika ia hendak berlutut untuk mengucap syukur, ia mendengar orang itu berkata: “Anak-Ku, jika saja engkau tidak memberi makan orang-orang miskin itu, tentu saja Aku telah pergi meninggalkanmu.”

Jalan terbaik untuk melayani Tuhan adalah melayani sesama kita, lebih-lebih mereka yang miskin dan menderita.

Sumber: Lawrence Le  Shan dalam 1500 Cerita bermakna, jilid dua, Obor, Jakarta

 

Peserta didik membuat refleksi berdasarkan cerita tersebut sebagai anggota Gereja, umat Allah  dalam kehidupannya sehari-hari.

 

2.      Aksi

Peserta didik diajak untuk mewujudnyatakan semangat cara hidup jemaat pertama sebagai anggota Gereja (umat Allah) yang bisa dilakukan di rumah dan lingkungan rohani, paroki, lingkungan sosial baik secara rohani maupun jasmani (kegiatan rohani dan sosial-karitatif).

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Bapa yang Mahabijaksana, dalam pertemuan pembelajaran ini, Engkau telah memberkati, menyegarkan pikiran, dan pemahaman kami tentang Gereja sebagai umat Allah.

Kini kami mohon, rahmatilah dengan Roh Kudus-Mu agar kami semakin bangga dan dengan penuh semangat menjalani hidup kami sebagai anggota Gereja, sebagai umat-Mu yang Kau pilih dan selamatkan. Terpujilah Engkau Tuhan yang hidup dan meraja, kini, dan sepanjang segala masa.

Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

 

A.      Hakikat Gereja sebagai umat Allah

1)        Umat Allah merupakan suatu pilihan dan panggilan dari Allah sendiri. Umat Allah adalah bangsa terpilih, bangsa terpanggil.

2)        Umat Allah dipanggil dan dipilih untuk Allah untuk misi tertentu, yaitu menyelamatkan dunia.

3)        Hubungan antara Allah dan umat-Nya dimeteraikan oleh suatu perjanjian. Umat harus menaati perintah-perintah Allah dan Allah akan selalu menepati janji-janji-Nya.

4)        Umat Allah selalu dalam perjalanan, melewati padang pasir, menuju Tanah Terjanji. Artinya kita sebagai Gereja, umat Allah sedang berziarah menuju di dunia menuju rumah Bapa di surga.

5)        Gereja, umat Allah berkembang dan semakin meluas karena pemberitaan Injil oleh para murid dan orang-orang yang selalu mengamini, yang mendapat pengalaman Paskah, percaya dan bertobat dan terus dijiwai dan dibimbing oleh Roh Kudus. Pengalaman inilah yang akhirnya menciptakan Pereskutuan yang terus menerus dibangun tanpa henti hingga di pelosok- pelosok negeri. Pemberitaan injil tentang Yesus yang bangkit dan mulia sebagai satu-satunya penyelamat dunia. Tanpa pemberitaan Injil, orang tidak dapat percaya dengan tepat, tidak dapat secara sadar dan manusiawi bertobat kepada Allah yang menyelamatkan melalui Yesus Kristus, tidak secara sadar dan manusiawi menyambut keselamatan menurut  kebenaran. Maka Gereja pada pokoknya  tidak lain adalah persekutuan semua orang yang dari dalam hatinya tersentuh oleh Allah (bdk. Kis. 2:37; 16:14) menanggapi pemberitaan Injil dengan percaya dan tobat. Maka Gereja ada bukan karena kehendak manusia, melainkan karena rencana Allah. Umat Allah adalah persektuan orang yang “dipanggil” oleh Allah.

B.      Dasar dan konsekuensi Gereja sebagai umat Allah

1)        Hakikat Gereja sendiri adalah persaudaraan cinta kasih, sebagaimana jelas tampak dalam praktik hidup Gereja perdana (bdk. Kis. 2:41–47; 4:32–37).

2)        Adanya aneka macam karisma dan karunia yang tumbuh di kalangan umat yang semestinya dipelihara dan dikembangkan untuk pelayanan dalam jemaat (bdk. 1Kor. 12:7–10).

3)        Seluruh anggota Gereja memiliki martabat yang sama sebagai satu anggota umat Allah meskipun di antara mereka terdapat fungsi yang berbeda-beda (bdk. 1Kor. 12:12–18).

4)        Dasar dan konsekuensi yang terus dikembangkan sebagai Gereja, umat Allah. Hidup menjemaat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat gereja adalah persaudaraan, cinta kasih, seperti yang dicerminkan oleh hidup jemaat perdana. Dalam hidup menjemaat, ada banyak kharisma dan rupa-rupa karunia yang dapat dilihat, diterima dan digunakan untuk kekayaan bagi seluruh anggota Gereja. Begitu pula dalam hidup menjemaat, semua orang mempunyai   martabat dan tanggung jawab yang sama dan secara aktif terlibat sesuai dengan fungsinya masing-masing.

5)        Sebagai  umat Allah,  tidak  lagi  dibedakan  antara  mereka  yang  tertahbis dan non tertahbis, biarawan atau non biarawan dan umat melainkan semua orang yang telah dipilih oleh Tuhan mnjadi umat-Nya. Kesatuan tidak lagi didasarkan pada struktural-organisatoris, tetapi pada Roh Allah sendiri yang telah menjadikan umat-Nya sebagai bangsa atau umat pilihan. Artinya baik hierarki maupun awam memiliki hakikat yang sama, yaitu sebagai umat Allah dengan fungsi atau peranan yang berbeda. Dengan kata lain, yang membedakan hierarki dan awam adalah fungsinya dan bukan hakikatnya.

6)        Gereja, umat Allah bukan semata-mata merupakan hal fisik melainkan rohani. Gereja adalah umat Allah berarti terpilih dari Allah.   Sebutan umat Allah menekankan pada dua hal penting yaitu: 1) Gereja bukanlah pertama-tama organisasi manusiawi, melainkan perwujudan karya Allah yang konkret. Tekanan ada pada pilihan dan kasih Allah. 2) Gereja itu bukan hanya kaum awam atau hiereraki saja, melainkan keseluruhannya sebagai umat Allah.

7)        Ciri Gereja sebagai umat Allah terlihat dalam dari panggilan dan inisiatif Allah, persekutuan, hubungan mesra antara manusia dengan Allah, karya keselamatan  dan  peziarahannya.  Gereja  sebagai  umat Allah    menunjuk kepada umat Allah yang telah berlangsung sejak lama dan menjadi sempurna oleh karena Kristus, menuju kesatuan paripurna sebagai umat yang baru.

 


 


GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN YANG TERBUKA

 

Doa  Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Bapa yang Mahabaik, kami bersyukur untuk semua berkat yang kami terima. Pada pertemuan ini kami memohon berkat-Mu dan bimbingan Roh Kudus-Mu agar melalui Gereja-Mu terbentuk persekutuan cinta kasih sejati sebagaimana yang telah diteladankan Yesus Kristus Putera-Mu kepada kami. Bantulah kami agar melalui perjumpaan pembelajaran ini, kami semakin   memahami dan menghayati persekutuan sebagai anggota Gereja dan semakin terlibat dalam masyarakat.

Engkau yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pengalaman tentang keterbukaan Gereja

1.      Apersepsi

Guru membuka dialog bersama peserta didik dengan mengajak peserta didik mengingat kembali tema atau pokok bahasan dan penugasan sebelumnya, misalnya adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan atau mewujudkan semangat hidup jemaat perdana yaitu Gereja sebagai umat di rumah, dan sebagainya.

Selanjutnya guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu  Gereja sebagai persekutuan yang terbuka. Berkaitan dengan materi ini, guru dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik dengan beberapa pertanyaan, misalnya: Apa makna Gereja sebagai persekutuan yang terbuka? Bagaimana mewujudkan Gereja sebagai persekutuan yang terbuka? Untuk memahami hal tersebut, marilah kita memulai dengan menyimak artikel berita berikut ini.

2.      Membaca/menyimak artikel

Peserta didik membaca dan menyimak artikel tentang dokumen Abu Dhabi yang ditandatangani Paus Fransiskus Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb.

 

Dokumen Abu Dhabi:

Tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Beragama

Pada 3 tanggal Februari 2019 Paus Fransiskus mengadakan kunjungan bersejarah ke Uni Emirat Arab (UEA). Kunjungan pimpinan Gereja Katolik se-dunia ini merupakan wujud perjuangan Gereja Katolik dalam membangun dialog terus menerus antaragama dan membuka pintu-pintu untuk pembicaraan tentang toleransi yang perlu didengar oleh seluruh dunia.

Paus menegaskan  bahwa  “iman  kepada Allah  memersatukan  dan  tidak memecah-belah. Iman itu mendekatkan kita, kendatipun ada berbagai macam perbedaan, dan menjauhkan kita dari permusuhan dan kebencian.“

Pada tanggal 4 Februari 2019 di Abu Dhabi Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb telah menandatangani “The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together.” Peristiwa ini merupakan tonggak sejarah baru Gereja Katolik yang selalu membuka diri membangun persaudaraan sejati umat manusia.

Dokumen Abu Dhabi ini menjadi peta jalan yang sungguh berharga untuk membangun perdamaian dan menciptakan hidup harmonis di antara umat beragama, dan berisi beberapa pedoman yang harus disebarluaskan ke seluruh dunia. Paus Fransiskus meminta agar dokumen ini disebarluaskan sampai ke akar rumput, kepada semua umat yang beriman kepada Allah.

Dokumen ini, selaras dengan dokumen internasional sebelumnya yang telah menekankan pentingnya peran agama-agama dalam membangun perdamaian dunia, menjunjung tinggi hal-hal berikut:

a.    Keyakinan yang teguh bahwa ajaran-ajaran otentik agama mengundang kita untuk tetap berakar pada nilai-nilai perdamaian; untuk mempertahankan nilai-nilai pengertian timbal-balik, persaudaraan manusia dan hidup bersama yang harmonis; untuk membangun kembali kebijaksanaan, keadilan dan kasih; dan untuk membangkitkan kembali kesadaran beragama di kalangan orang-orang muda sehingga generasi mendatang dapat dilindungi dari ranah pemikiran materialistis dan dari kebijakan berbahaya akan keserakahan dan ketidakpedulian tak terkendali berdasarkan pada hukum kekuatan dan bukan pada kekuatan hukum.

b.   Kebebasan adalah hak setiap orang: setiap individu menikmati kebebasan berkeyakinan, berpikir, berekspresi dan bertindak. Pluralisme dan keragaman agama,  warna  kulit,  jenis  kelamin,  ras,  dan  bahasa  dikehendaki  Tuhan dalam kebijaksanaan-Nya, yang melaluinya Ia menciptakan umat manusia. Kebijaksanaan ilahi ini adalah sumber dari mana hak atas kebebasan berkeyakinan dan kebebasan untuk menjadi berbeda berasal. Oleh karena itu, fakta bahwa orang dipaksa untuk mengikuti agama atau budaya tertentu harus ditolak, demikian juga pemaksaan cara hidup budaya yang tidak diterima orang lain.

c.    Keadilan yang berlandaskan belas kasihan adalah jalan yang harus diikuti untuk mencapai hidup bermartabat yang setiap manusia berhak atasnya.

d.   Dialog, pemahaman dan promosi luas terhadap budaya toleransi, penerimaan sesama dan hidup bersama secara damai akan sangat membantu untuk mengurangi pelbagai masalah ekonomi, sosial, politik dan lingkungan yang sangat membebani sebagian besar umat manusia.

e.    Dialog antarumat beragama berarti berkumpul bersama dalam ruang luas nilai-nilai rohani, manusiawi, dan sosial bersama dan dari sini, meneruskan keutamaan-keutamaan moral tertinggi yang dituju oleh agama-agama. Hal ini juga berarti menghindari perdebatan-perdebatan yang tidak produktif.

f.     Perlindungan tempat ibadah sinagoga, gereja dan masjid adalah kewajiban yang dijamin oleh agama, nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan perjanjian internasional. Setiap upaya untuk menyerang tempat-tempat ibadah atau mengancam mereka dengan serangan kekerasan, pemboman atau perusakan, merupakan penyimpangan dari ajaran agama-agama serta pelanggaran jelas terhadap hukum internasional.

g.    Terorisme menyedihkan dan mengancam keamanan orang, baik mereka di Timur atau Barat, Utara atau Selatan, dan menyebarkan kepanikan, teror dan pesimisme, tetapi ini bukan karena agama, bahkan ketika para teroris memperalatnya. Ini lebih disebabkan oleh akumulasi penafsiran yang salah atas teks-teks agama dan oleh kebijakan yang terkait dengan kelaparan, kemiskinan, ketidakadilan, penindasan, dan kesombongan. Inilah sebabnya mengapa sangat penting menghentikan dukungan terhadap gerakan teroris dalam penyediaan dana, penyediaan senjata dan strategi, dan dengan upaya untuk  membenarkan  gerakan  ini  bahkan  dengan  menggunakan  media. Semua ini harus dianggap sebagai kejahatan internasional yang mengancam keamanan dan perdamaian dunia. Terorisme semacam itu harus dikutuk dalam segala bentuk dan ekspresinya.

h.   Konsep kewarganegaraan berlandaskan pada kesetaraan hak dan kewajiban, di mana semua menikmati keadilan. Karena itu, pentinglah untuk membentuk dalam masyarakat kita konsep kewarganegaraan penuh dan menolak penggunaan istilah minoritas secara diskriminatif yang menimbulkan perasaan terisolasi dan inferioritas. Penyalahgunaannya melicinkan jalan bagi permusuhan dan perselisihan; hal itu mengurangi setiap keberhasilan dan menghilangkan hak-hak agama dan sipil dari beberapa warga negara yang terdiskriminasi karenanya.

i.      Hubungan baik antara Timur dan Barat tidak dapat disangkal diperlukan bagi keduanya. Keduanya tidak boleh diabaikan, sehingga masing-masing dapat diperkaya oleh budaya yang  lain melalui pertukaran dan dialog yang bermanfaat. Barat dapat menemukan di Timur obat bagi penyakit rohani dan agama yang disebabkan oleh materialisme yang tersebar luas. Dan Timur dapat menemukan banyak unsur di Barat yang dapat membantu membebaskannya dari kelemahan, perpecahan, konflik dan kemunduran pengetahuan, teknik dan budaya. Pentinglah memerhatikan perbedaan agama, budaya dan sejarah yang merupakan unsur vital dalam membentuk karakter, budaya, dan peradaban Timur. Juga penting untuk memperkuat ikatan hak asasi manusia mendasar demi membantu menjamin hidup yang bermartabat bagi semua perempuan dan laki-laki di Timur dan Barat, dengan menghindari politik standar ganda.

j.      Adalah sebuah keharusan untuk mengakui hak perempuan atas pendidikan dan pekerjaan, dan untuk mengakui kebebasan mereka untuk menggunakan hak  politik  mereka  sendiri.  Selain  itu,  berbagai  upaya  harus  dilakukan untuk membebaskan perempuan dari pengondisian historis dan sosial yang bertentangan dengan prinsip-prinsip iman dan martabat mereka. Juga penting untuk melindungi perempuan dari eksploitasi seksual dan dari diperlakukan sebagai barang dagangan atau objek kesenangan atau keuntungan finansial. Oleh  karena  itu,  harus  dihentikan  praktik-praktik  yang  tidak  manusiawi dan vulgar yang merendahkan martabat perempuan. Harus dilakukan berbagai upaya untuk mengubah undang-undang yang mencegah perempuan menikmati sepenuhnya hak-hak mereka.

k.    Perlindungan   hak-hak   dasar   anak   untuk   bertumbuh   kembang   dalam lingkungan keluarga, untuk memperoleh gizi baik, pendidikan dan dukungan, adalah tugas keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas semacam itu harus dijamin dan dilindungi agar tidak diabaikan atau ditolak untuk anak mana pun di belahan dunia mana pun. Semua praktik yang melanggar martabat dan hak anak harus dikecam. Sama pentingnya untuk waspada terhadap bahaya yang mereka hadapi, khususnya di dunia digital, dan untuk menganggap sebagai kejahatan perdagangan manusia tidak bersalah dan semua pelanggaran masa muda mereka.

l.      Perlindungan hak-hak orang lanjut usia, mereka yang lemah, penyandang disabilitas, dan mereka yang tertindas adalah kewajiban agama dan sosial yang harus dijamin dan dibela melalui undang-undang yang ketat dan pelaksanaan perjanjian internasional yang relevan.

Untuk tujuan ini, melalui kerja sama timbal balik, Gereja Katolik dan Al-Azhar mengumumkan dan berjanji untuk menyampaikan dokumen ini kepada pihak-pihak berwenang, pemimpin yang berpengaruh, umat beragama di seluruh dunia, organisasi regional dan internasional yang terkait, organisasi dalam masyarakat sipil, lembaga keagamaan dan para pemikir terkemuka. Mereka selanjutnya berjanji untuk menyebarluaskan prinsip-prinsip yang terkandung dalam deklarasi ini di semua tingkat regional dan internasional, seraya meminta agar prinsip-prinsip ini diterjemahkan ke dalam kebijakan, keputusan, teks legislatif, program studi dan materi yang akan diedarkan.

Sumber: Dokumen Abu Dhabi. Dokumen tentang Persaudaraan Manusia. untuk perdamaian dunia dan hidup beragama. Perjalanan Apostolik  Bapa Suci Paus Fransiskus ke Uni Emirat Arab pada 3-5 Februari 2019. (Dokpen KWI, 2019)

3.      Pendalaman

Peserta didik mendalami artikel “Dokumen Abu Dhabi: tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Beragama” dalam bentuk diksusi kelompok atau cara lain sesuai kondisi kelasnya.

Pertanyaan untuk diskusi:

a.      Apa itu dokumen Abu Dhabi?

b.      Mengapa dokumen ini dianggap sangat penting?

c.       Apa kaitan dokumen ini dengan Gereja sebagai persekutuan yang terbuka?

d.      Sebagai anggota Gereja, apa pandanganmu sendiri tentang Gereja sebagai persekutuan yang terbuka?

 

4.      Melaporkan hasil diskusi

Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompoknya masing-masing dan peserta lain dapat menanggapinya.

 

5.      Penjelasan

a.      Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb telah menandatangani “The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together.” Peristiwa ini merupakan tonggak sejarah baru Gereja Katolik yang selalu membuka diri membangun persaudaraan sejati umat manusia.

b.      Dokumen Abu  Dhabi  menjadi  peta  jalan  yang  sungguh  berharga  untuk membangun perdamaian dan menciptakan hidup harmonis di antara umat beragama, dan berisi beberapa pedoman yang harus disebarluaskan ke seluruh dunia.

 

Langkah kedua: menggali ajaran Gereja tentang makna Gereja sebagai   persekutuan yang terbuka

1.      Membaca/menyimak ajaran Gereja

Peserta didik membaca/menyimak ajaran Gereja tentang Gereja sebagai per- sekutuan umat yang terbuka.

“Gereja  adalah  persekutuan  umat  Allah.  Dalam  persekutuan  umat  itu, semua  anggota  mempunyai  martabat  sama,  memiliki  fungsi  berbeda-beda, serta semakin terbuka dan terlibat mewarnai dunia. Gereja hadir dan berada untuk  dunia.  Kegembiraan  dan  harapan,  duka  dan  kecemasan  orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan  kegembiraan  dan  harapan,  duka  dan  kecemasan  murid-murid Kristus. Sebab persekutuan murid-murid Kristus terdiri atas orang-orang yang dipersatukan di dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan menuju Allah Bapa. Semua murid Kristus telah menerima warta keselamatan untuk  disampaikan  kepada  semua  orang  (bdk.  Gaudium  et  Spes,  artikel  1).

Panggilan Gereja yang utama ialah menjadi utusan Kristus untuk menampakkan dan menyalurkan cinta kasih Allah kepada semua orang dan segala bangsa. Tugas perutusan ini adalah tugas seluruh umat Allah (LG, artikel 17), masing-masing seturut kemampuannya. Baik kaum hierarki maupun kaum awam serta biarawan- biarawati mendapat tugas perutusan yang sama. Konsili menegaskan dengan jelas kewajiban ini, yaitu untuk umat Allah yang hidup dalam jemaat-jemaat, terutama dalam keuskupan-keuskupan dan paroki-paroki, jemaat-jemaat wajib memberi kesaksian akan Kristus di hadapan segala bangsa.

Persekutuan umat Allah harus menampakkan karya keselamatan Allah di dunia ini. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Gereja menjadi tanda dan sarana (sakramen) keselamatan bagi dunia. Setiap anggota Gereja dengan caranya sendiri terlibat dan menggeluti persoalan-persoalan dunia untuk membangun dan menyejahterakan umat manusia. Setiap anggota Gereja mendapat tugas berdasarkan potensi dan kemampuannya bagi terciptanya tata dunia yang lebih baik. Dengan demikian, anggota Gereja sungguh menyadari bahwa bukan hanya dirinya satu-satunya yang terlibat di dalam masyarakat dengan segala persoalan yang ada.

Gereja pada zaman sekarang harus menjadi persekutuan terbuka. Perlu disadari pentingnya keterbukaan, bukan hanya keterbukaan dengan sesama dalam iman dan keyakinan, melainkan keterbukaan terhadap agama yang lain, artinya kita membuka berbagai kemungkinan dialog dan kerja sama yang baik dengan sesama pihak yang berjuang bersama. Dialog iman dan kerja sama lintas agama dapat menumbuhkembangkan realitas sosial sebagai milik bersama. Dialog kehidupan dan karya yang dikembangkan dapat menjadi tempat kerja sama dalam menyikapi persoalan-persoalan kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan, demi memajukan semua manusia ke taraf yang lebih manusiawi dan luhur.

Santo Paulus dalam Kisah Para Rasul 4:32–37 memberikan gambaran ideal tentang suasana dan cara sebuah persekutuan umat perdana. Cara hidup umat perdana memberikan kita buah kesadaran bahwa kebersamaan dalam persekutuan itu penting. Hal-hal yang dapat terlihat, misalnya, segala sesuatu adalah milik bersama,  hidup  dalam  persaudaraan  kasih,  saling  memberi  dan  menerima sesuai kebutuhan, terbuka untuk semua orang, semangat dan keteladanan inilah yang dapat kita contoh, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial ekonomi sesama saudara dalam persekutuan umat. Kebersamaan kita dalam hidup menggereja tidak hanya terbatas pada hal-hal rohani, tetapi juga harus menyentuh kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Persekutuan umat Allah harus terbuka dan menyentuh relung jiwa setiap anggotanya.

Gereja hadir di dunia bukan untuk dirinya sendiri, melainkan bagi dunia itu sendiri. Dalam persekutuan, mereka mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya (bdk. Gaudium et Spes, artikel 1) karena persekutuan mereka terdiri atas orang-orang yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka menuju kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Cara-cara yang ditempuh Gereja untuk menunjukkan keterbukaannya: pertama, berdialog dengan agama lain. Gereja sesudah Konsili Vatikan II sungguh menyadari bahwa di luar agama Katolik terdapat pula benih-benih kebenaran dan keselamatan. Untuk itu, dibutuhkan dialog untuk saling mengenal, menghargai, dan memperkaya; kedua, kerja sama atau dialog. Gereja hendaknya membangun kerja sama yang lebih intensif dan mendalam dengan para pengikut agama lain.

Sasaran yang hendak diraih adalah pembangunan manusia dan peningkatan martabat manusia. Berpartisipasi secara aktif dan bekerja sama dengan siapa saja dalam membangun masyarakat yang adil, damai, dan sejahtera.

 

2.      Pendalaman

Peserta didik berdiskusi dalam kelompok (bila kondisi kelasnya memungkinkan) dengan beberapa pertanyaan berikut ini. Peserta didik dapat menyampaikan pertanyaan lagi selama proses diskusi  berlangsung.

a.      Apa makna Gereja sebagai persekutuan?

b.      Apa makna Gereja sebagai persekutuan yang terbuka?

c.       Jelaskan beberapa contoh kegiatan Gereja sebagai Persekutuan yang terbuka di paroki atau keuskupan kalian sendiri!

d.      Apa sikapmu sendiri sebagai anggota Gereja yang bermakna Persekutuan yang terbuka?

 

3.      Melaporkan hasil diskusi

Peserta didik melaporkan hasil diskusinya, dan kelompok lain dapat memberi tanggapan atau pertanyaan untuk pendalaman.

 

4.      Penjelasan

a)      Gereja adalah persekutuan umat Allah. Dalam persekutuan umat itu, semua anggota mempunyai martabat sama, memiliki fungsi berbeda-beda, serta semakin terbuka dan terlibat mewarnai dunia.

b)      Gereja  hadir  dan  berada  untuk  dunia.  Kegembiraan  dan  harapan,  duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan murid-murid Kristus.

c)       Panggilan   Gereja   yang   utama   ialah   menjadi   utusan   Kristus   untuk menampakkan dan menyalurkan cinta kasih Allah kepada semua orang dan segala bangsa.

d)      Persekutuan umat Allah harus menampakkan karya keselamatan Allah di dunia ini. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Gereja menjadi tanda dan sarana (sakramen) keselamatan bagi dunia.

e)      Setiap anggota Gereja mendapat tugas berdasarkan potensi dan kemam- puannya bagi terciptanya tata dunia yang lebih baik. Dengan demikian, anggota Gereja sungguh menyadari bahwa bukan hanya dirinya satu-satunya yang terlibat di dalam masyarakat dengan segala persoalan yang ada.

f)        Gereja pada zaman sekarang harus menjadi persekutuan terbuka. Pentingnya keterbukaan, bukan hanya keterbukaan dengan sesama dalam iman dan keyakinan, melainkan keterbukaan terhadap agama yang lain, artinya kita membuka berbagai kemungkinan dialog dan kerja sama yang baik dengan sesama pihak yang berjuang bersama.

g)      Cara   hidup   umat   perdana   memberikan   kita   buah   kesadaran   bahwa kebersamaan dalam persekutuan itu penting. Hal-hal yang dapat terlihat, misalnya, segala sesuatu adalah milik bersama, hidup dalam persaudaraan kasih,  saling  memberi  dan  menerima  sesuai  kebutuhan,  terbuka  untuk semua orang, semangat dan keteladanan inilah yang dapat kita contoh, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial ekonomi sesama saudara dalam persekutuan umat.

 

Langkah ketiga: menghayati Gereja sebagai persekutuan yang terbuka

1.      Refleksi

Paus Fransiskus meneladani semangat persaudaraan universal dalam cara hidup Fransiskus Assisi: Ia memperlakukan segenap makhluk sebagai saudara dan saudari. Santo Fransiskus Assisi mengajak kita untuk mencintai sesama baik yang jauh maupun yang dekat. Bagi Santo Fransiskus Assisi, semua makhluk adalah saudara.

Berdasarkan pengamatan kalian terhadap gambar perjumpaan Paus Fransiskus dengan tokoh agama Yahudi dan tokoh agama Islam, juga tokoh-tokoh agama lain di dunia, sekarang cobalah kalian membuat sebuah refleksi pribadi  tentang perwujudan Gereja sebagai persekutuan yang terbuka di lingkungan rohani atau di parokimu.

2.      Aksi

Peserta didik membuat rencana aksi untuk  ikut terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, khususnya di lingkungan  rohani dan lingkungan sosial.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus, amin.

Ya Bapa yang Mahakasih, kami bersyukur atas berkat-Mu yang sungguh agung dan mulia.

Dalam perjalanan Gereja-Mu di dunia, Engkau memberi janji dan membuka pintu kebaikan cinta kasih-Mu. Umat-Mu yang berziarah di dunia Engkau sertai dan satukan dalam persekutuan Gereja yang kudus. Jadikanlah kami menjadi orang yang terpanggil dan terlibat dalam karya dan misi Gereja-Mu yang membawa kabar kegembiraan, iman, harapan dan kasih bagi sesama. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

·       Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb telah menandatangani “The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together.” Peristiwa ini merupakan tonggak sejarah baru Gereja Katolik yang selalu   membuka diri membangun persaudaraan sejati umat manusia.

·       Dokumen Abu  Dhabi  menjadi  peta  jalan  yang  sungguh  berharga  untuk membangun perdamaian dan menciptakan hidup harmonis di antara umat beragama, dan berisi beberapa pedoman yang harus disebarluaskan ke seluruh dunia

·       Gereja sebagai persekutuan yang terbuka harus selalu siap untuk berdialog dengan agama dan budaya  manapun.

·       Gereja perlu membangun kerja sama yang lebih intensif dengan siapa saja yang berkehendak baik.

·       Gereja harus berpartisipasi aktif dan mau bekerja sama dengan siapa saja dalam membangun masyarakat yang adil, damai dan sejahtera.

·       Persekutuan umat Allah harus menampakkan karya keselamatan Allah di dunia ini. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Gereja menjadi tanda dan sarana (sakramen) keselamatan bagi dunia.

·       Setiap anggota Gereja mendapat tugas berdasarkan potensi dan kemam- puannya bagi terciptanya tata dunia yang lebih baik. Dengan demikian, anggota Gereja sungguh menyadari bahwa bukan hanya dirinya satu-satunya yang terlibat di dalam masyarakat dengan segala persoalan yang ada.

·       Gereja pada zaman sekarang harus menjadi persekutuan terbuka. Pentingnya keterbukaan, bukan hanya keterbukaan dengan sesama dalam iman dan keyakinan, melainkan keterbukaan terhadap agama yang lain, artinya kita membuka berbagai kemungkinan dialog dan kerja sama yang baik dengan sesama pihak yang berjuang bersama.

·       Cara   hidup   umat   perdana   memberikan   kita   buah   kesadaran   bahwa kebersamaan dalam persekutuan itu penting. Hal-hal yang dapat terlihat, misalnya, segala sesuatu adalah milik bersama, hidup dalam persaudaraan kasih,  saling  memberi  dan  menerima  sesuai  kebutuhan,  terbuka  untuk semua orang, semangat dan keteladanan inilah yang dapat kita contoh, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial ekonomi sesama saudara dalam persekutuan umat.


 

GLOSARIUM

 

Ad Gentes dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja, hasil Konsili Vatikan II, 1965

Apostolicam Actuositatem dekrit tentang kerasulan awam, hasil Konsili Vatikan II, 1965

Caritas  in  Veritate  (kasih  dalam  kebenaran),  ensiklik  yang  ditulis  oleh  Paus Benediktus XVI, dan terbit 29 Juni 2009.

Centesimus Annus (tahun ke seratus), ensiklik yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II dalam rangka 100 tahun Rerum Novarum, terbit 15 Mei 1991.

Christus Dominus dekrit tentang Tugas Pastoral para Uskup dalam Gereja, hasil Konsili Vatikan II, 1965

Dei Verbum, konstitusi dogmatis tentang Wahyu Ilahi, hasil Konsili Vatikan II, 1965

Dignitatis Humanae, pernyataan tentang kebebasan beragama, hasil Konsili Vatikan II, 1965

Ensiklik,surat yang ditulis oleh Paus untuk seluruh Gereja.Umumnya ensiklik berisi hal-hal berkenaan dengan doktrin, ajaran moral, keprihatinan sosial, atau peringatan- peringatan tertentu. Judul formal ensiklik biasanya diambil dari dua kata pertama dari teks resminya yang umumnya berbahasa Latin. Ensiklik ditujukan kepada seluruh Gereja dan merupakan ajaran dari Paus yang bersifat otoritatif. Gaudium  et  Spes  (kegembiraan  dan  harapan),  merupakan  dokumen  Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam dunia modern, hasil Konsili Vatikan II, 7 Desember 1965.

Laborem Exercens (kerja manusia), ensiklik yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II, 14 September 1981.

Lumen Gentium, konstitusi dogmatis tentang Gereja, hasil Konsili Vatikan II, 1965

Mater et Magistra (ibu dan guru), merupakan ensiklik yang ditulis oleh Paus Yohanes XXIII, 15 Mei 1961, tentang kemajuan sosial dalam terang ajaran kristiani.

Nostra Aetate, pernyataan tentang hubungan  Gereja dengan agama-agama bukan Kristen

Octogesima Adveniens (penantian  tahun ke delapan puluh), ensiklik yang ditulis oleh Paus Paulus VI, 15 Mei 1971, tentang panggilan untuk bertindak atau bersikap.

Pacem in Terris (damai di bumi), oleh Paus Yohanes XXIII, 11 April 1963.

Populorum Progressio (kemajuan bangsa-bangsa), ensiklik yang ditulis oleh Paus Paulus VI, 26 Maret 1967.

Quadragessimo Anno (setelah 40 tahun), ensiklik yang ditulis oleh Paus Pius XI, 15 Mei 1931, tentang rekonstruksi tata sosial kemasyarakatan.

Rerum Novarum (hal-hal baru), ensiklik yang ditulis oleh Paus Leo XIII, 15 Mei 1891, tentang kondisi para buruh.

Sollicitudo  Rei  Socialis  (keprihatinan  akan  masalah-masalah  sosial), terbit  30 Desember 1987 dalam rangka memperingati 20 tahun Populorum Progressio.

Unitatis Redintegratio, dekrit tentang ekumenisme, hasil Konsili Vatikan II, 1965

Tidak ada komentar:

Posting Komentar