SUARA HATI
Doa Pembuka
Doa
Mohon Kerendahan Hati (PS 141)
Allah yang
Mahatinggi, Putra-Mu Yesus telah memberikan teladan kerendahan hati yang tiada
tara. Walaupun Allah, Ia telah menghampakan diri-Nya, mengambil rupa seorang
hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan-Nya sebagai manusia,
Ia telah merendahkan diri-Nya dengan taat sampai mati, bahkan sampai mati di
kayu salib. Terima kasih, ya Bapa, atas teladan Yesus ini. Berilah kami
semangat Yesus sendiri, agar dengan rendah hati kami menganggap orang lain
lebih utama daripada kami sendiri. Bebaskanlah kami dari kesombongan, dan
berilah kami ketabahan kalau karena nama-Mu kami direndahkan. Semoga kami tidak
sakit hati kalau kami kurang di hargai atau kurang dihormati, kalau kami diabaikan
atau dilupakan. Sebaliknya, semoga kami ikut bahagia kalau orang lain berhasil
dan mendapat pujian serta penghargaan. Ya Bapa, jadikanlah hati kami seperti
hati Yesus yang lembut dan rendah hati. Sebab Dialah Tuhan, pengantara kami.
Amin
Langkah Pertama: Menghayati Pengalaman Hidup Sehari-hari Berkaitan
dengan Pelaksanaan Suara Hati
1.
Guru membangun situasi kelas supaya
kondusif untuk memulai pembelajaran dengan menyinggung apa yang masih diingat
dari pelajaran yang lalu.
2.
Guru dapat mengawali proses pembelajaran
dengan beberapa pertanyaan untuk membangkitkan motivasi peserta didik,
misalnya: Hari ini kita akan belajar tentang “suara hati”, apa yang kalian tahu
tentang suara hati dan bagaimana suara hati itu bekerja? Dan bagaimana kita
mesti bersikap? Untuk menjawab itu semua marilah kita simak kisah berikut:
Pemimpin yang Punya Nurani
Ada
seorang putra mahkota yang bersiap-siap menyongsong hari pelan- tikannya
sebagai raja. Pelantikan raja baru itu akan dirayakan secara meriah dan gegap
gempita. Banyak dana dan tenaga rakyat telah dikerahkan untuk perayaan itu.
Pada
malam sebelum hari pelantikannya, putra mahkota itu bermimpi. Ia bermimpi
tentang bagaimana pesta pelantikannya dipersiapkan. Ia bermimpi bagaimana
rakyat kecil dipaksa dan dianiaya untuk memberikan upeti supaya pelantikan itu
dirayakan secara mewah dan meriah. Ia bermimpi bagaimana budak-budak dipaksa
siang malam untuk bekerja membangun gapura dan panggung pelantikan sang raja. Ia
bermimpi bagaimana ratusan pandai emas dipaksa untuk mengumpulkan emas dan
membuat mahkota, tongkat dan takhta bagi raja yang baru. Ia bermimpi bagaimana
puluhan tukang jahit dikerahkan untuk mempersiapkan mantel dan pakaian
pelantikan raja…Raja melihat ada banjir air mata yang mengalir dari jutaan mata
yang memandang kepadanya dengan nanar. Ia mendengar riuh tangisan dan jeritan
rakyat yang memekakkan telinganya. Dan….ia terbangun dari tidurnya…..
Pada
hari pelantikannya, raja tampil dalam pakaian sederhana, tanpa mahkota, tongkat
dan takhta kerajaan. Raja tampil seperti rakyat kebanyakan. Tidak ada pesta
yang mewah dan gegap gempita. Semua yang telah diperas dari rakyat,
dikembalikan. Raja baru berjanji bahwa ia akan mengabdi dan senasib dengan
rakyatnya.
Sumber:
Lalu, Yosef, Pr. Percikan Kisah-Kisah Anak Manusia, Jakarta: Komisi Kateketik
KWI
3.
Guru meminta peserta didik mendalami
kisah di atas dengan berdialog dan mengajukan beberapa pertanyaan, misalnya:
a.
Bagaimana kesan kalian ketika membaca
cerita di atas?
b.
Apa yag dialami oleh putra mahkota itu
sebelum dilantik?
c.
Apa yang mendorong putra mahkota
tersebut, sehingga kemudian ia mengambil sikap untuk mengabdi dan senasib
dengan rakyatnya?
d.
Nilai-nilai positif apa yang bisa
diambil dari kisah di atas?
4.
Guru dapat memberikan pengantar,
misalnya: Pernahkah kalian mesti menghadapi sebuah pergumulan atau sebuah
pilihan untuk memilih melakukan yang benar atau menolak melakukan yang
benar/baik. Coba kalian ingat-ingat pengalaman hidup tersebut: dalam peristiwa
apa kalian memilih bertindak sesuai dengan kata hati atau juga boleh pengalaman
di mana kalian tidak mau bertindak sesuai dengan kata hatimu.
5.
Guru meminta peserta didik masuk dalam
kelompok kecil dan mensharingkan pengalaman tersebut dengan temannya. (Jika
memungkinkan, bisa diiringi dengan musik yang lembut).
6.
Guru meminta perwakilan dari kelompok
untuk melaporkan semua peristiwa yang terjadi dalam kelompok tersebut di depan
kelas.
7.
Guru dapat menugaskan peserta didik
untuk mencari informasi tentang pengalaman menggunakan suara hati baik melalui
wawancara dengan bapak/Ibu guru dan menuliskan hasilnya pada buku catatan.
8.
Selanjutnya, guru dapat memberi
peneguhan sebagai berikut:
a.
Perkembangan sosial yang terjadi
begitu cepat mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai. Pergeseran nilai ini
juga diperparah dengan faktor yang lain, yakni kurang tertanamnya nilai
religius/ agama, lemahnya kontrol proses pencarian jati diri. Kelompok yang
paling rentan mendapat pengaruh adalah kaum muda, karena mereka sedang dalam
upaya pencarian jati diri. Oleh karena itu mereka harus mendapatkan
pendampingan, sehingga tidak salah dalam mengambil keputusan dalam hidupnya.
Mereka harus belajar membuat keputusan dengan mendengarkan suara hati atau hati
nuraninya.
b.
Suara hati mengacu pada istilah
conscientia (=Latin) atau conscience (=Inggris) yang berasal dari kata conscio.
Conscientia berarti kesadaran, pengetahuan. Hati nurani merupakan kesadaran
moral yang timbul dan tumbuh dalam hati manusia, sedangkan hati nurani secara
sempit dapat diartikan sebagai penerapan kesadaran moral dalam situasi konkret,
yang menilai suatu tindakan manusia atas buruk baiknya. Kesadaran moral itulah
bentuk tanggung jawab dari otonomi manusia. Hati nurani tampil sebagai hakim
yang baik dan jujur, walaupun dapat keliru.
c.
Fungsi suara hati
1)
Suara hati berfungsi sebagai pengingat
apakah “saya” harus melakukan atau tidak melakukan. “Saya harus melakukan
karena itu baik/benar; saya harus tidak melakukan karena itu tidak baik/ tidak
benar. Dengan kata lain suara hati berfungsi sebagai pemberi dorongan untuk
melakukan tindakan yang baik dan menghindari perbuatan yang jahat.
2)
Suara hati juga sebagai “hakim” yang
akan mengadili: apakah yang saya lakukan tadi “benar” atau “salah”.
3)
Sebagai penyadar manusia akan nilai
dan harga dirinya.
d.
Proses suara hati
1)
Sebelum bertindak, ia berfungsi
sebagai petunjuk (indeks), yang mengingatkan pengetahuan kita bahwa ada yang
baik dan ada yang buruk. Sesungguhnya kesadaran moral semacam ini sudah
dimiliki setiap orang dewasa.
2)
Pada saat-saat menjelang bertindak, ia
bertindak sebagai hakim (iudeks), yang menyuruh kita melakukan yang baik dan
melarang/ menghindari yang jahat. Selama perbuatan itu belum selesai, suara
hati akan bekerja terus antara menyuruh melakukan yang baik dan melarang
melakukan yang jahat.
3)
Sesudah tindakan selesai dilakukan, ia
berfungsi memberikan vonis (vindeks), yang akan menyatakan apakah perbuatan
kita itu tepat atau tidak tepat. Bila yang kita lakukan itu benar, ia akan
memberikan pujian sehingga kita merasakan ketenangan, tetapi bila yang kita
lakukan itu yang jahat dan salah maka ia akan memberikan hukuman, yang membuat
kita merasa bersalah dan tidak tenang, merasa dikejar-kejar kesalahan, dan
sebagainya.
e.
Suara hati dapat keliru dikarenakan:
1)
Suara hati tidak pernah dihiraukan,
yakni: Suara hati itu telah menunjukkan bahwa perbuatan itu buruk, tapi karena
alasan tertentu perbuatan itu tetap dilakukan.
2)
Pengaruh emosi seperti malu, takut,
marah, dan sebagainya. Karena pengaruh emosi tertentu, seseorang tidak lagi
melakukan pertimbangan baik buruk dalam bertindak.
3)
Kurangnya pendidikan nilai dalam
keluarga, misalnya: kejujuran, pengampunan, peduli, dan lain-lain.
4)
Pengaruh lingkungan dan pandangan
dalam masyarakat.
Langkah Kedua: Mendalami Kitab Suci dan Ajaran Gereja Berkaitan
dengan Suara Hati.
1.
Guru mengajak peserta didik untuk
mendalami Kitab berikut!
Roma 2:14–16
14Apabila
bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri
melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki
hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri.
15Sebab
dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam
hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling
menuduh atau saling membela.
16Hal
itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang
kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati
manusia, oleh Kristus Yesus.
2.
Peserta didik melanjutkan membaca
kutipan Dokumen Konsili Vatikan II Gaudium et Spes dan Katekismus Gereja
Katolik berikut ini!
Gaudium
et Spes, art. 16
“Di
lubuk hati nuraninya, manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari
dirinya sendiri, melainkan harus ditaati. Suara hati itu selalu menyerukan
kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan menghindari apa
yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam lubuk hatinya: jalankan
ini, elakkan itu. Sebab dalam hatinya, manusia menemukan hukum yang ditulis
oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu, dan menurut hukum itu pula ia
akan diadili.
Suara
hati ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar suci; di situ ia seorang
diri bersama Allah, yang pesan-Nya menggema dalam hatinya. Berkat hati nurani
dikenallah secara ajaib hukum, yang dilaksanakan dalam cinta kasih terhadap
Allah dan terhadap sesama. Atas kesetiaan terhadap hati nurani, umat Kristiani
bergabung dengan sesama lainnya untuk mencari kebenaran, dan untuk dalam
kebenaran itu memecahkan sekian banyak persoalan moral, yang timbul baik dalam
hidup perorangan maupun dalam kehidupan kemasyarakatan.”
Katekismus
Gereja Katolik
1778 Hati nurani adalah keputusan akal budi, di mana manusia
mengerti apakah satu perbuatan konkret yang ia rencanakan, sedang laksanakan,
atau sudah laksanakan, baik atau buruk secara moral. Dalam segala sesuatu yang
ia katakana atau lakukan, manusia berkewajiban mengikuti dengan seksama apa
yang ia tahu, bahwa itu benar dan tepat. Oleh keputusan hati nurani manusia
mendengar dan mengenal penetapan hukum ilahi.
1779 Supaya dapat mendengarkan dan mengikuti suara hati nurani,
orang harus mengenal hatinya sendiri. Upaya mencari kehidupan batin menjadi
lebih penting lagi, karena kehidupan sering kali mengalihkan perhatian kita
dari setiap pertimbangan, dari pemeriksaan diri atau dari introspeksi.
3.
Setelah mendalami kutipan-kutipan di atas,
peserta didik diminta merumuskan bersama dalam kelompok beberapa hal penting
berikut:
a.
Apa arti suara hati menurut
kutipan-kutipan di atas?
b.
Apa hubungan suara hati dengan Allah
dan Roh Kudus?
c.
Apa konsekuensinya bagi kita, apabila
kita menuruti atau tidak menuruti suara hati?
d.
Apa hubungan suara hati dengan kasih
kepada sesama?
e.
Apa fungsi suara hati berkaitan dengan
persoalan dalam masyarakat?
4.
Guru meminta peserta didik merumuskan hasil
diskusi kelompok dan membuat kesimpulan dari seluruh proses pembelajaran.
5.
Selanjutnya guru dapat memberikan
peneguhan berikut:
a.
Santo Paulus mengatakan kepada kita
bahwa dalam diri kita ada dua hukum, yaitu hukum Allah dan hukum dosa. Kedua
hukum itu saling bertentangan. Hukum Allah menuju kepada kebaikan, sedangkan
hukum dosa menuju kepada kejahatan. Santo Paulus menyadari bahwa selalu ada
pergulatan antara yang baik dan yang jahat dalam hati manusia (lihat Roma
7:13–26).
b.
Dalam GS art. 16 ditegaskan bahwa
manusia tidak boleh tunduk dan mengalah pada situasi yang membelenggu suara
hati. Dengan bantuan Roh Allah kita dimampukan untuk mengalahkan kekuatan
dahsyat yang menguasai suara hati kita, yang oleh Santo Paulus dinamai kuasa/
keinginan daging.
c.
Dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK)
1778 ditekankan bahwa hati nurani adalah keputusan akal budi, di mana manusia
mengerti apakah satu perbuatan konkret yang ia rencanakan, sedang laksanakan,
atau sudah laksanakan, baik atau buruk secara moral.” Dalam segala sesuatu yang
ia katakan atau lakukan, manusia berkewajiban mengikuti dengan seksama apa yang
ia tahu, bahwa itu benar dan tepat. Oleh keputusan hati nurani manusia
mendengar dan mengenal penetapan hukum ilahi. Suara hati merupakan hukum yang
diberikan oleh Allah dalam hati manusia.
d.
Lewat hati nuraninya yang bersih,
setiap orang dipanggil untuk bekerja sama memecahkan persoalan-persoalan dalam
masyarakat, sehingga persoalan-persoalan dalam masyarakat seharusnya dipecahkan
pertama-tama melalui dialog yang dilandasi hati nurani, karena hati nurani
adalah hukum yang ditanam oleh Allah.
e.
Suara hati dapat dibina dengan cara:
1)
Mengikuti suara hati dalam segala hal
a)
Seseorang yang selalu berbuat sesuai
dengan hati nuraninya, hati nurani akan semakin terang dan berwibawa.
b)
Seseorang yang selalu mengikuti
dorongan suara hati, keyakinannya akan menjadi sehat dan kuat. Dipercayai orang
lain, karena memiliki hati yang murni dan mesra dengan Allah. “Berbahagialah
orang yang murni hatinya, karena mereka akan memandang Allah.” (Matius 5:8).
2)
Mencari keterangan pada sumber yang
baik
a)
Dengan membaca: Kitab Suci,
dokumen-dokumen Gereja, dan buku-buku lain yang bermutu.
b)
Dengan bertanya kepada orang yang punya
pengetahuan/pengalaman dan dapat dipercaya
c)
Ikut dalam kegiatan rohani, misalnya
rekoleksi, retret, dan sebagainya.
d)
Koreksi diri atau introspeksi. Koreksi
atas diri sangat penting untuk dapat selalu mengarahkan hidup kita.
3)
Menjaga kemurnian hati
a)
Menjaga kemurnian hati terwujud dengan
melepaskan emosi dan nafsu, serta tanpa pamrih, yang nampak dalam tiga hal:
·
Maksud yang lurus (recta intentio): ia
konsisten dengan apa yang direncanakan, tanpa dibelokkan ke kiri atau ke kanan.
·
Pengaturan emosi (ordinario affectum):
ia tidak menentukan keputusan secara emosional.
·
Pemurnian hati (purification cordis):
tidak ada kepentingan pribadi atau maksud-maksud tertentu di balik keputusan
yang diambil.
b)
Hal ini dapat dilatih dengan
penelitian batin, seperti merefleksikan rangkaian kata dan tindakan sepanjang
hari itu, berdoa sebelum melakukan aktivitas, dan lain-lain.
6.
Ayat untuk Direnungkan:
“Sebab
dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam
hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling
menuduh atau saling membela”. (Rom. 2:17).
Langkah Ketiga: Refleksi dan Aksi
1.
Refleksi.
Marilah
kita resapkan renungan singkat tentang harga sebuah kejujuran berikut ini!
Harga
Kejujuran
SATUHARAPAN.COM
– Saat itu saya sedang menunggu taksi di pinggir jalan raya. Beberapa waktu
menunggu, tiba-tiba sebuah taksi menepi dan berhenti tepat di depan saya.
Seorang penumpangnya, perempuan muda, keluar dan menghampiri saya untuk menanyakan
letak sebuah jalan di Jakarta Timur. Karena bukan warga setempat dan tidak
hapal nama- nama jalan, dengan didahului permintaan maaf saya mengatakan tidak
tahu. Bukannya terima kasih, perempuan itu justru tidak mau menerima ketidaktahuan
saya. ”Nggak tahu jalan berdiri di sini!” katanya sambil meludah di depan saya.
Kejadian
lain, di dalam sebuah taksi, Sang Pengemudi minta tolong saya untuk menjawab HP
yang baru saja berbunyi. HP tersebut milik penumpang yang tertinggal. Ketika
saya menghubungi nomor yang baru saja misscall ke HP tersebut, orang yang
menjawab panggilan tersebut langsung memaki-maki dengan kata-kata kasar serta
menuduh saya telah mencuri HP miliknya.
Kata
kunci dari dua kejadian tadi adalah kejujuran. Kisah pertama berkata jujur dan
kisah kedua berbuat jujur. Meski tampaknya berbeda, hasilnya sama yaitu
maki-makian dengan kata-kata kasar, kemarahan dan penghinaan, bahkan tuduhan
sebagai pencuri.
Apa
pun resikonya, kejujuran harus kita junjung tinggi dan harus praktikkan dalam
hidup sehari-hari. Sebab kejujuran merupakan salah satu refleksi dari rasa
takut kita akan Tuhan. Selain itu, kejujuran juga merupakan salah satu bentuk
kesaksian kita sebagai manusia terpilih yang harus mengabarkan Berita Kesukaan
kepada lingkungan di sekitar kita.
Untuk
itu, jika ya hendaklah kita berani berkata, ”Ya!” Jika tidak, hendaklah kita
juga berani berkata, ”Tidak!”
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com http://www.satuharapan.com/read-detail/read/harga-kejujuran
Resapkanlah!
a.
Suara hati adalah tempat di mana Allah
membisikkan apa yang boleh kita lakukan dan apa yang tidak boleh kita lakukan.
Maka, menaati suara hati sama artinya menaati Allah sendiri.
b.
Ketaatan kepada suara hati atau
ketaatan kepada Allah itu perlu dilatihkan mulai dari hal-hal kecil.
c.
Banyak orang tahu bahwa berbohong itu
tidak baik tetapi banyak orang terbiasa melakukannya. Kalau kebiasaan itu tidak
dikikis sejak awal, maka kebiasaan tersebut akan terbawa seumur hidup. Bahkan
awalnya berbohong kecil-kecilan bisa menjadi bohong besar dan penipuan.
2.
Aksi.
a.
Buatlah motto yang mengungkapkan sebuah
keinginan untuk bertindak sesuai hati nurani yang benar, misalnya: “Prestasi
YES, jujur Harus”. Hiaslah motto yang sudah kamu buat dan tempelkanlah di meja
belajarmu!
b.
Guru meminta peserta didik membuat
sebuah refleksi atas Surat Paulus Kepada Jemaat di Galatia 5:16-26
“Hidup
Menurut Daging atau Roh”
16Hiduplah
oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging.
17Sebab
keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan
dengan keinginan daging−karena keduanya bertentangan− sehingga kamu setiap kali
tidak melakukan apa yang kamu kehendaki.
18Akan
tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di
bawah hukum Taurat.
19Perbuatan
daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu,
20penyembahan
berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri
sendiri, percideraan, roh pemecah,
21kedengkian,
kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan
kamu−seperti yang telah kubuat dahulu−bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang
demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.
22Tetapi
buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan,
kebaikan, kesetiaan,
23kelemahlembutan,
penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal- hal itu.
24Barangsiapa
menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu
dan keinginannya.
25Jikalau
kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh,
26dan
janganlah kita gila hormat, janganlah kita saling menantang dan saling
mendengki.
Doa Penutup
Guru mengajak
peserta didik untuk mendaraskan Mazmur 64:1⎯11,
berikut:
Hukum Allah kepada Orang yang Fasik
1Untuk
pemimpin biduan. Mazmur Daud.
2Ya
Allah, dengarlah suaraku pada waktu aku mengaduh, jagalah nyawaku terhadap
musuh yang dahsyat.
3Sembunyikanlah
aku terhadap persepakatan orang jahat, terhadap kerusuhan orang-orang yang
melakukan kejahatan,
4yang
menajamkan lidahnya seperti pedang, yang membidikkan kata yang pahit seperti
panah,
5untuk
menembak orang yang tulus hati dari tempat yang tersembunyi; sekonyong- konyong
mereka menembak dia dengan tidak takut-takut.
6Mereka
berpegang teguh pada maksud yang jahat, mereka membicarakan hendak memasang
perangkap dengan sembunyi; kata mereka: “Siapa yang melihatnya?”
7Mereka
merancang kecurangan-kecurangan: “Kami sudah siap, rancangan sudah rampung.”
Alangkah dalamnya batin dan hati orang!
8Tetapi
Allah menembak mereka dengan panah; sekonyong-konyong mereka terluka.
9Ia
membuat mereka tergelincir karena lidah mereka; setiap orang yang melihat
mereka menggeleng kepala.
10Maka
semua orang takut dan memberitakan perbuatan Allah, dan mengakui pekerjaan-Nya.
11Orang
benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung pada-Nya; semua orang yang
jujur akan bermegah.
Kemuliaan kepada
Bapa dan Putra dan Roh Kudus,
Seperti pada
permulaan, sekarang dan sepanjang segala abad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar