Panggilan Karya/Profesi
1. Bersyukur
atas panggilan hidupnya sebagai umat Allah (Gereja) dengan menentukan langkah
yang tepat dalam menjawab panggilan hidup tersebut.
2. Bertanggung
jawab atas panggilan hidupnya sebagai umat Allah (Gereja) dengan menentukan
langkah yang tepat dalam menjawab panggilan hidup tersebut.
3. Memahami
panggilan hidupnya sebagai umat Allah (Gereja) dengan menentukan langkah yang
tepat dalam menjawab panggilan hidup tersebut.
4. Melakukan
aktivitas (misalnya: menuliskan refleksi/doa/puisi) tentang panggilan hidupnya
sebagai umat Allah (Gereja) dengan menentukan langkah yang tepat dalam menjawab
panggilan hidup tersebut.
Indikator
1. Menjelaskan jenis-jenis
pekerjaan dalam masyarakat
berdasarkan gambar- gambar jenis
profesi yang ditampilkan.
2. Menganalisis
arti dan makna kerja menurut ajaran Gereja (LE, 25, CA 31).
3. Menuliskan
refleksi tentang kerja sebagai panggilan hidup.
Bahan Kajian
1. Jenis-jenis
kerja manusia.
2. Makna
dan hakikat bekerja.
3. Makna
kerja menurut ajaran Gereja.
4. Kerja
merupakan panggilan hidup dan partisipasi dalam karya penciptaan.
Sumber Belajar
1. Kitab
Suci Perjanjian Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru.
2. Dokpen
KWI (penterj) Dokumen Konsili Vatikan II, Obor, Jakarta, 1993.
3. Konferensi
Waligereja Indonesia, 1995. Iman Katolik, Yogyakarta: Kanisius.
4. Katekismus
Gereja Katolik, Nusa Indah, Ende Flores, 1995.
5. Paus,
Yohanes Paulus II, 1995, Ensiklik ”Laborem Exercens”. Jakarta: Dokpen KWI.
Pendekatan
Saintifik dan Kateketis.
Metode
Cerita, dialog, tanya jawab,
diskusi, informasi, wawancara.
Sarana
1. Kitab
Suci (Alkitab).
2. Buku
Siswa SMA/SMK, Kelas XII, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.
Pemikiran Dasar
Manusia adalah makhluk
pekerja. Tanpa bekerja manusia kehilangan jati dirinya sebagai manusia. Maka
apapun suatu pekerjaan, asalkan halal, orang akan merasa dirinya bernilai di
hadapan sesamanya. Sebaliknya orang-orang yang berada di usia produktif namun
tidak bekerja akan merasa rendah diri dalam pergaulan masyarakat. Seiring
dengan perkembangan zaman serta gaya hidup dewasa ini, makna dan nilai bekerja
tampaknya telah bergeser. Bekerja dipahami secara sempit sebagai hal duniawi
belaka. Kebanyakan orang tanpa sadar melihat makna bekerja sekadar mencari
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di zaman yang semakin kompleks,
makna dan nilai bekerja telah menyempit menjadi mengejar nilai ekonomis.
Kepuasan dalam bekerja identik dengan kepuasan materialistik. Manusia bekerja
tidak lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing, namun untuk
mengumpulkan modal. Modal dan uang dikejar demi uang itu sendiri dan tidak lagi
mempertimbangkan kesejahteraan bersama (bonum commune). Kerja pun bukan lagi
demi pemenuhan kebutuhan hari ini, tetapi melampaui kebutuhan dan memiliki
orientasi mengumpulkan sebanyak-banyaknya. Bahkan demi mendapatkan hasil
ekonomis seseorang mengabaikan nilai moral dalam bekerja dengan melakukan
praktik ketidakjujuran. Kasus korupsi yang menggurita di Indonesia adalah
contoh konkret bagaimana orang bekerja mengumpulkan harta secara tidak jujur.
Pergeseran kerja pun tampak dalam pilihan bekerja. Bekerja yang meningkatkan
gengsi sekaligus meningkatkan hasil ekonomis yang banyak diburu. Demi
mendapatkan pekerjaan itu, seseorang menghalalkan segala cara. Di dalam
masyarakat pun tercipta pembedaan, mana pekerjaan yang kelas satu dan mana
pekerjaan yang kelas dua. Masyarakat kurang menghargai pekerjaan domestik atau
pekerjaan biasa, seperti ibu rumah tangga, buruh, dan petani, meskipun
pekerjaan itu dijalani dengan penuh ketekunan dan pengorbanan.
Gereja Katolik melalui Ajaran
Sosialnya menaruh perhatian yang serius pada nilai kerja manusia. Manusia
diciptakan menurut gambar Allah dan diberi mandat untuk mengelola bumi. Dengan
ini, manusia hendaknya menyadari, ketika ia melakukan pekerjaan, ia
berpartisipasi dalam pekerjaan Tuhan. Dengan tenaganya, manusia memberikan
sumbangan merealisasikan rencana Tuhan di bumi. Manusia diharapkan tidak
berhenti untuk membangun dunia menjadi lebih baik atau mengabaikan sesama.
Manusia memiliki tanggung jawab lebih untuk melakukan hal itu. (LE25). Karena
pekerjaan merupakan kunci atau solusi dari masalah sosial. Pekerjaan sangat
menentukan manusia dalam membuat hidup menjadi lebih manusiawi. (LE 3). Sebagai
citra Allah, peran kerja manusia sangat penting sebagai faktor produktif, untuk
memenuhi kepenuhan material dan non material. Hal ini jelas, karena dalam
melakukan pekerjaan, seseorang secara alami terhubung dengan manusia atau
pekerjaan orang lain. Dengan bekerja, manusia berinteraksi dengan manusia lain.
Lewat bekerja pula, manusia menghasilkan sesuatu untuk orang lain. Dengan
demikian, pekerjaan membuat manusia menghasilkan sesuatu, menjadi berubah dan
produktif. Karena sumber daya manusia yang bekerja jauh lebih luas daripada
sumber daya alam dan karena itu membuat manusia semakin sadar untuk
mengolahnya. (Centesimus Annus 31).
Pada kegiatan pembelajaran ini
peserta didik diajak untuk merefleksikan makna kerja dalam terang Ajaran Sosial
Gereja. Sebagai orang beriman kita diajak melihat kembali makna bekerja dengan
semangat atau berdasarkan iman. Dengan demikian, kita dapat memahami makna
bekerja secara autentik bahwa bekerja merupakan perwujudan iman kepada Tuhan.
Budaya kerja hendaknya ditanam dan dikembangkan oleh setiap orang, karena kerja
merupakan martabat pribadi setiap manusia. Oleh adanya gaya hidup modern yang
materialistis dan hedonistis, banyak dari kalangan generasi muda yang ingin hidup
enak, bersenang-senang, santai tanpa mau bekerja. Perilaku seperti ini
menimbulkan efek negatif dengan munculnya berbagai tindakan kejahatan sosial.
Kegiatan Pembelajaran
Doa Pembuka
Allah, Bapa Yang
Mahabijaksana, Engkau menghendaki agar kami menaklukkan bumi dan mengolahnya
lewat aneka pekerjaan. Dengan demikian Engkau menbimbing kami memenuhi
kebutuhan hidup kami. Kami bersyukur karena melalui kerja yang bermacam-macam
Kau ikut sertakan kami dalam karya-Mu. Engkau sendiri terus bekerja sampai
sekarang, bahkan Engkau turut bekerja dalam aneka pekerjaan yang digeluti
umat-Mu. Bapa, kami bersyukur atas aneka bidang kerja dalam masyarakat kami,
yang mencerminkan keragaman karya-Mu sendiri. Teristimewa kami mengucap syukur
atas pekerjaan kami saat ini sebagai pelajar; bantulah kami melaksanakannya
dengan segenap hati dan penuh tanggung jawab. Kami percaya bahwa melalui
pekerjaan ini Engkau sendiri berkarya dalam diri kami. Semoga melalui pekerjaan
ini kami dapat membantu orang- orang yang lemah dan semoga pekerjaan ini
menjadi menjadi pelayanan bagi sesama.
Bapa, kami mohon semangat
kesetiaan, ketekunan, dan pengorbanan, agar kami dapat meneladan Putra-Mu,
Yesus Kristus. Sebagaimana karya Bapa mendatangkan keselamatan semoga pekerjaan
kami pun mendatangkan kebaikan dan berguna bagi perkembangan kami serta
bermanfaat bagi masyarakat. Demikian pula kami berdoa bagi yang sedang berusaha
mencari pekerjaan. Bantulah mereka agar tidak putus asa dan segera menemukan
apa yang dicita-citakan
Ya Bapa, bantulah kami semua
agar bekerja bukan hanya untuk makanan yang akan binasa, melainkan juga untuk
makanan yang akan bertahan sampai kehidup yang kekal. Bapa, kami persembahkan
kepada-Mu segala usaha dan niat kami, agar menjadi persembahan yang berkenan di
hati- Mu, karena Kristus, Tuhan kami. Amin.
Sumber : Puji Syukur nomer 197
(dengan sedikit penyesuaian)
Langkah Pertama: Mendalami
Arti dan Makna Kerja
1. Menggali
pemahaman peserta didik tentang makna kerja Guru mengajak peserta didik untuk
mengamati beberapa gambar yang ada pada buku siswa, halaman 34.
2. Pendalaman
Berdasarkan
pengamatan pada gambar-gambar yang ada pada buku siswa tersebut (juga bisa
ditambah dengan gambar jenis-jenis pekerjaan yang lain, seperti, guru, dokter,
atau buruh pelabuhan) guru mengajak peserta didik untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang akan didiskusikan. Pertanyaan- pertanyaan itu
misalnya:
a. Apa
saja jenis pekerjaan manusia?
b. Apa
yang dimaksudkan dengan kerja?
c. Apa
tujuan manusia bekerja?
3. Peneguhan
Guru
memberi masukan setelah mendengarkan hasil diskusi, misalnya sebagai berikut:
a. Arti
Kerja
1) Kerja adalah
setiap kegiatan manusia
yang diarahkan untuk kemajuan manusia, baik kemajuan rohani
maupun jasmani, dan mempertahankannya.
Karena itu, pekerjaan
memerlukan pemikiran dan
merupakan kegiatan insani.
2) Kerja memerlukan
pemikiran. Kerja dengan
sadar harus diarahkan kepada suatu tujuan tertentu.
Pekerjaan merupakan keistimewaan makhluk yang berakal budi. Sebab, hanya
manusialah yang dengan sadar dan bebas dapat mengarahkan kegiatannya kepada
suatu tujuan tertentu.
3) Kerja
merupakan kegiatan insani yang ada dalam diri manusia sebagai makhluk yang
berakal budi. Oleh karenanya, setiap jenis pekerjaan memiliki martabat dan
nilai insani yang sama. Dipandang dari segi ini, tidak ada pekerjaan yang
kurang atau lebih mulia dan luhur. Apabila dipandang dari sudut lain, yakni
dari sudut tujuan dan hasil, setiap pekerjaan sungguh berbeda dan nilai
pekerjaan yang satu melebihi nilai pekerjaan yang lain. Akan tetapi, nilai
insani dan martabatnya tidak berubah karenanya.
b. Makna
Kerja
Ada
berbagai makna kerja ditinjau dari berbagai segi. Di sini kita hanya melihat
makna kerja ditinjau dari segi ekonomi, sosiologi, dan antropologi.
1) Makna
atau arti ekonomis; Dari sisi ekonomi, bekerja dipandang sebagai pengerahan
tenaga untuk menghasilkan sesuatu yang diperlukan atau diinginkan oleh
seseorang atau masyarakat. Dalam hal ini dibedakan menjadi pekerjaan produktif
(misalnya: pertanian, pertukangan,
dan sebagainya), distributif
(misalnya: perdagangan), dan jasa
(misalnya: guru, dokter, dan sebagainya). Kerja merupakan unsur pokok produksi
yang ketiga, di samping tanah dan modal. Jadi, makna ekonomis dari kerja ialah
memenuhi dan menyelenggarakan kebutuhan-kebutuhan hidup yang primer.
2) Makna sosiologis;
Kerja, selain sebagai
usaha untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sekaligus juga
mengarah kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat.
3) Makna
antropologis; Kerja memungkinkan manusia untuk membina dan membentuk diri dan
pribadinya. Dengan kerja, manusia menjadi lebih manusia dan lebih bisa menjadi
teman bagi sesamanya dengan menggunakan akal budi, kehendak, tenaga, daya
kreatif, serta rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan umum.
c. Tujuan
kerja
1) Mencari
nafkah. Kebanyakan orang bekerja untuk mencari nafkah, mengembangkan kehidupan
jasmaninya dan mempertahankannya. Artinya, orang bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidup, untuk memperoleh kedudukan serta kejayaan ekonomis, yang
menjamin kehidupan jasmaninya untuk masa depan. Nilai yang mau dicapai ini
bersifat jasmani.
2) Memajukan
teknik dan kebudayaan. Nilai yang mau dicapai ini lebih bersifat rohaniah.
Dengan bekerja orang dapat memajukan salah satu cabang teknologi atau
kebudayaan, dari yang paling sederhana sampai kepada yang paling tinggi.
3) Menyempurnakan diri
sendiri. Dengan bekerja
manusia lebih menyempurnakan
dirinya sendiri. Ia menemukan harga dirinya. Atau lebih tepat: ia mengembangkan
kepribadiannya. Dengan kerja, manusia lebih memanusiakan dirinya.
Langkah Kedua: Mendalami Arti
dan Makna Kerja Menurut
Ajaran Gereja
1. Menyimak
ajaran Gereja tentang Kerja
Guru
mengajak peserta didik untuk menyimak ajaran Gereja berikut ini.
Kerja
Sebagai Partisipasi dalam Kegiatan Sang Pencipta
Menurut
Konsili Vatikan II: “Bagi kaum beriman ini merupakan keyakinan: kegiatan
manusia baik perorangan maupun kolektif, atau usaha besar-besaran itu sendiri,
yang dari zaman ke zaman dikerahkan oleh banyak orang untuk memperbaiki
kondisi-kondisi hidup mereka, memang sesuai dengan rencana Allah. Sebab
manusia, yang diciptakan menurut gambar Allah, menerima titah- Nya, supaya
menaklukkan bumi beserta segala sesuatu yang terdapat padanya, serta menguasai
dunia dalam keadilan dan kesucian; ia mengemban perintah untuk mengakui Allah
sebagai Pencipta segala-galanya, dan mengarahkan diri beserta seluruh alam
kepada-Nya, sehingga dengan terbawanya segala sesuatu kepada manusia nama Allah
sendiri dikagumi di seluruh bumi”.
Sabda perwahyuan
Allah secara mendalam
ditandai oleh kebenaran
asasi, bahwa manusia, yang diciptakan menurut citra Allah, melalui
kerjanya berperan serta dalam kegiatan Sang Pencipta, dan dalam batas-batas
daya-kemampuan manusiawinya sendiri ia dalam arti tertentu tetap makin maju
dalam menggali sumber-sumber daya serta nilai-nilai yang terdapat dalam seluruh
alam tercipta. Kebenaran itu tercantum pada awal Kitab Suci sendiri, dalam
Kitab Kejadian, yang menyajikan karya penciptaan dalam bentuk “kerja” yang
dijalankan oleh Allah selama “enam hari”, sedangkan Ia “beristirahat” pada hari
ketujuh. Selain itu kitab terakhir Kitab Suci menggemakan sikap hormat yang
sama terhadap segala yang telah dikerjakan oleh Allah melalui “karya”
penciptaan-Nya, bila menyatakan:
“Agung dan ajaiblah
segala karya-Mu, ya Tuhan, Allah Yang Mahakuasa!” Itu senada
dengan Kitab Kejadian, yang menutup lukisan setiap hari penciptaan dengan
pernyataan: “Dan Allah melihat bahwa itu baik adanya”
Gambaran
penciptaan, yang terdapat dalam bab pertama Kitab Kejadian dalam arti tertentu
merupakan “Injil Kerja” yang pertama. Sebab menunjukkan di mana letak martabat
kerja: di situ diajarkan, bahwa manusia harus meneladan Allah Penciptanya dalam
bekerja, sebab hanya manusialah yang mempunyai ciri unik menyerupai Allah.
Manusia harus berpola pada Allah dalam bekerja maupun dalam beristirahat, sebab
Allah sendiri bermaksud menyajikan kegiatan-Nya menciptakan alam dalam bentuk
kerja dan istirahat. Kegiatan Allah di dunia itu selalu berlangsung, seperti
dikatakan oleh Kristus: “Bapa-Ku tetap masih berkarya...”: Ia berkarya dengan
kuasa pencipta-Nya dengan melestarikan bumi, yang dipanggil-Nya untuk berada
dari ketiadaan, dan Ia berkarya dengan kuasa penyelamat-Nya dalam hati mereka,
yang sejak semula telah ditetapkan-Nya untuk “beristirahat” dalam persatuan
dengan diri-Nya di “rumah Bapa”-Nya.
Oleh karena
itu kerja manusia pun tidak hanya memerlukan istirahat setiap “hari ketujuh”,
melainkan tidak dapat pula terdiri hanya dari penggunaan tenaga manusiawi dalam
kegiatan lahir. Kerja harus membuka peluang bagi manusia untuk menyiapkan diri,
dengan semakin menjadi seperti yang dikehendaki oleh Allah, bagi “istirahat”
yang disediakan oleh Tuhan bagi para hamba dan sahabat-Nya.
Kesadaran,
bahwa kerja manusia ialah partisipasi dalam kegiatan Allah, menurut Konsili,
bahkan harus meresapi “pekerjaan sehari-hari yang biasa sekali. Sebab pria
maupun wanita, yang sementara mencari nafkah bagi diri maupun keluarga mereka
melakukan pekerjaan mereka sedemikian rupa sehingga sekaligus berjasa bakti
bagi masyarakat, memang dengan tepat dapat berpandangan, bahwa dengan jerih
payah itu mereka mengembangkan karya Sang Pencipta, ikut memenuhi kepentingan
sesama saudara, dan menyumbangkan kegiatan mereka pribadi demi terlaksananya
rencana ilahi dalam sejarah”.
Spiritualitas
Kristiani kerja itu harus merupakan warisan bagi semua. Khususnya pada zaman
modern, spiritualitas kerja harus menampilkan kematangan yang dibutuhkan untuk
menanggapi ketegangan-ketegangan dan ketidak-tenangan budi dan hati. “Umat
kristiani tidak beranggapan seolah-olah karya-kegiatan, yang dihasilkan oleh
bakat-pembawaan serta daya-kekuatan manusia, berlawanan dengan kuasa Allah,
seakan-akan ciptaan yang berakal budi menyaingi Penciptanya. Mereka malahan
yakin, bahwa kemenangan-kemenangan bangsa manusia justru menandakan keagungan
Allah dan merupakan buah rencana-Nya yang tak terperikan. Adapun semakin
kekuasaan manusia bertambah, semakin luas pula jangkauan tanggung jawabnya,
baik itu tanggung jawab perorangan maupun tanggung jawab bersama. Maka jelaslah
pewartaan kristiani tidak menjauhkan orang-orang dari usaha membangun dunia pun
tidak mendorong mereka untuk mengabaikan kesejahteraan sesama; melainkan mereka
justru semakin terikat tugas untuk melaksanakan itu”.
Kesadaran,
bahwa melalui kerja manusia berperan serta dalam karya penciptaan merupakan
motif yang terdalam untuk bekerja di pelbagai sektor. “Jadi” menurut Konstitusi
“Lumen Gentium”-“kaum beriman wajib mengakui makna sedalam- dalamnya, nilai
serta tujuan segenap alam tercipta, yakni: demi kemuliaan Allah. Lagi pula
mereka wajib saling membantu juga melalui kegiatan duniawi untuk hidup dengan
lebih suci, supaya dunia diresapi semangat Kristus, dan dengan lebih tepat
mencapai tujuannya dalam keadilan, cinta kasih dan damai....Maka dengan
kompetensinya di bidang profan serta dengan kegiatannya, yang dari dalam
diangkat oleh rahmat Kristus, hendaklah mereka memberi sumbangan yang andal,
supaya hal-hal tercipta dikelola dengan kerja manusia, keahlian teknis, serta
kebudayaan yang bermutu, menurut penetapan Sang Pencipta dan dalam cahaya
Sabda-Nya” (LE 25)
2. Pendalaman
a. Guru mengajak
peserta didik untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan
berdasarkan teks-teks Ajaran Gereja tentang Kerja.
b. Guru
mengajak peserta didik untuk berdiskusi kelompok dengan beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
1) Apa
arti dan makna dari kerja?
2) Apa
tujuan manusia bekerja?
3) Apa
hubungan kerja dengan doa?
4) Apa
hubungan kerja dengan istiahat?
3. Peneguhan
Guru
memberikan penjelasan setelah peserta didik menyampaikan laporan hasil
diskusinya.
a. Arti
dan Makna Kerja
Kerja atau
bekerja adalah ciri hakiki hidup manusia. Dengan bekerja hidup manusia
memperoleh arti. Dengan bekerja, seseorang merasa dirinya berharga di tengah
keluarga dan masyarakat. Demi hormat terhadap martabat manusia tidak seorang
pun boleh dihalangi bekerja. Demi harga diri setiap orang harus bekerja
menanggung hidupnya sendiri dengan nafkah yang ia peroleh dan mendukung hidup
bersama.
Namun
pekerjaan juga mempunyai makna religius. Allah sendiri dilukiskan sebagai
Pencipta yang bekerja dari hari pertama sampai hari yang keenam dan pada hari
yang ketujuh beristirahat dari pekerjaan yang dikerjakan-Nya. (Kejadian
1:1-2:3). Maka menyangkut hal ini perlu diperhatikan:
1) Allah
menyuruh manusia untuk bekerja.
2) Dunia
dan makhluk-makhluk lainnya diserahkan oleh Allah kepada manusia untuk
dikuasai, ditaklukkan dan
dipergunakan. (Kejadian 1:28-30).
3) Dengan
demikian manusia menjadi wakil Allah di dunia ini. Ia menjadi pengurus dan
pekerja yang menyelenggarakan ciptaan Tuhan.
4) Dengan
bekerja manusia bukan saja dapat bekerja sama dengan Tuhan, tetapi juga dengan
Pekerja yang menyelenggarakan ciptaan Tuhan.
5) Dengan
bekerja manusia mendekatkan dirinya secara pribadi dengan Allah!
6) Manusia
akhirnya teruntuk bagi Allah sebagai yang terakhir. Kerja, akhirnya merupakan
salah satu bentuk pengabdian pribadi kepada Allah sebagai tujuan akhir manusia.
Disini menjadi nyata bahwa kerja sungguh bisa mempunyai aspek religius, selain
aspek pribadi dan sosial.
b. Hubungan
antara Kerja dan Doa
1) Ora
et labora! Berdoa dan bekerjalah! Doa mempunyai peranan penting dalam pekerjaan
kita. Dapat disebut antara lain:
a) Doa
dapat menjadi daya dorong bagi kita untuk bekerja lebih tekun, lebih tabah, dan
tawakal.
b) Doa
dapat memurnikan pola kerja, motivasi, dan orientasi kerja kita, apabila sudah
tidak terlalu murni lagi. Doa sering merupakan saat-saat refleksi diri dan kerja
yang sangat efektif.
c) Doa
dapat menjadikan kerja manusia mempunyai aspek religius dan adikodrati.
2) Doa
dan kerja memiliki keterkaitan yang sangat erat. Semakin kita bekerja maka
seharusnya semakin kita berdoa. Karena:
a)
Ketika kerja semakin banyak, dapat membuat orang
semakin tenggelam dan terikat pada kerja. Maka doa sebagai refleksi atas kerja
harus ditingkatkan supaya kerja tetap murni dalam segala aspek.
b)
Kalau kerja semakin banyak, tentu semakin
dibutuhkan kekuatan dan dorongan. Doa dapat menjadi kekuatan bagi orang
beriman. Doa dan kerja seharusnya merupakan ungkapan dan perwujudan iman
seseorang.
c. Kerja
dan Istirahat
1) Kerja
dan istirahat merupakan dua hal yang saling melengkapi. Karena memerlukan
istirahat, manusia seharusnya bekerja menurut irama alam seperti yang dilakukan
oleh para petani dalam masyarakat pedesaan: peredaran hari dan pergantian musim
menetapkan irama kerja dan istirahat. Namun di dunia industri irama semacam itu
hancur: orang bekerja dalam irama mesin dan di bawah perintah orang lain. Tidak
jarang orang kehilangan haknya untuk beristirahat demi target produksi. Dengan
demikian kerja bukan merupakan bagian hidup manusia lagi, tetapi hanya
merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan di luar manusia. Dengan kata lain
pekerjaan menjadi sarana produksi melulu dan dengan demikian merendahkan
martabat manusia.
2) Perlu
kita ingat pekerjaan itu bernilai karena manusia sendiri bernilai. Dalam
situasi di mana manusia tidak dapat menikmati nilai kerjanya secara pribadi dan
langsung, maka upah dan kedudukannya dalam masyarakatlah yang mengungkapkan
nilai kerjanya. Dalam hal ini manusia dipandang dan diperlakukan sebagai alat
produksi, bukan sebagai citra Allah, suatu hal yang merendahkan martabat manusia.
3) Kitab
Kejadian menceritakan bahwa Allah sendiri juga bekerja. Sebagai Pencipta, Ia
bekerja enam hari lamanya dan beristirahat pada hari yang ketujuh (Kej
1:1-2:3). Bahkan Ia tetap bekerja sampai hari ini (Yoh 5:17). Sebagai citra
Allah, manusia harus meneladani Dia, juga dalam bekerja. Semua orang harus
bekerja apa pun kedudukan sosialnya atau jenis kelaminnya; “Enam hari lamanya
engkau akan bekerja…..” (Kej 23:12). Dengan bekerja setiap hari manusia
berpartisipasi dalam usaha Tuhan Pencipta; ia diajak untuk turut menyempurnakan
diri sendiri dan dunia (mengembangkan alam raya dengan kerjanya). Dengan
bekerja manusia, sekaligus memuliakan Allah dan mengabdi kepada-Nya sebagai
tujuan akhirnya.
4) Dalam
Kitab Suci dikatakan, bahwa Tuhan tidak hanya bekerja, tetapi juga
beristirahat. Hari ketujuh merupakan hari istirahat, setelah enam hari
sebelumnya Ia bekerja. Ia menyuruh manusia untuk beristirahat juga setelah
bekerja: “…hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, Allahmu; maka jangan melakukan
suatu pekerjaan” (Kel 20:10). Maka sebagai citra Allah manusia tidak dapat
dipaksa untuk bekerja secara terus menerus. Ia juga harus diberi kesempatan
untuk beristirahat.
5) Maka
sebetulnya dalam firman Tuhan itu terkandung tiga kewajiban manusia; kewajiban
bekerja, kewajiban beristirahat, dan kewajiban melindungi mereka yang harus
bekerja dalam ketergantungan. Dengan demikian, hidup semua orang dilindungi.
Jadi, jangan sampai kerja menjadi lebih penting daripada hidup dan hasil kerja
dinilai lebih tinggi daripada manusia. Firman Tuhan
mau membebaskan manusia
dari penindasan manusia oleh pekerjaan dan perencanaannya sendiri. Tuhan
menghendaki supaya manusia tetap tinggal sebagai “citra Allah” dan bukan alat
produksi.
Langkah Ketiga: Menghayati
Arti dan Makna Kerja
1. Releksi
Guru
mengajak peserta didik untuk menuliskan sebuah refleksi tentang kerja; bagaimana
ia mempersiapkan masa depannya untuk bekerja kelak dengan memulainya dari
bangku sekolah.
2. Aksi
a. Guru
mengajak peserta didik untuk rajin belajar untuk mempersiapkan masa depannya
untuk bekerja.
b. Guru mengajak
peserta didik untuk
menghargai serta bersikap
hormat, sopan, dan santun pada guru serta semua karyawan di sekolahnya
yang bekerja untuk melayani mereka setiap hari.
Doa Penutup
Allah Bapa yang penuh kasih,
Kami bersyukur atas anugerah
kemampuan, atau talenta yang Engkau anugerahkan kepada kami. Semoga dengan
talenta itu, kami dapat berkarya dalam hidup kami untuk kemajuan hidup kami
serta kemajuan hidup masyarakat serta untuk memuliakan Engkau sepanjang segala
masa. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar