PERAN HIERARKI DALAM GEREJA
KATOLIK
Doa Pembuka
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Ya Bapa yang Mahabijaksana, terima
kasih kami panjatkan kepada-Mu, atas panggilan suci yang Engkau
anugerahkan kepada hierarki Gereja-Mu yang setia melayani umat-Mu.
Mereka adalah bapa paus, para
uskup, para imam dan diakon. Mereka adalah tangan kanan-Mu yang menuntun dan
mendampingi kami para dombanya menuju ke tempat yang akan menyejahterakan hidup
iman kami. Pada kesempatan ini, izinkan kami memahami, merenungkan pengabdian
hidup mereka dengan kerelaan hatinya untuk setia kepada-Mu dan Gereja suci-Mu
dalam pelayanan suci dan kudus. Semoga kehadiran para gembala kami
menjadi tanda kehadiran-Mu yang menyelamatkan dalam iman, harapan dan kasih.
Demi Kristus Tuhan kami. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali pemahaman tentang hierarki
1. Apersepsi
Guru
mengawali kegiatan pembelajaran dengan berdialog bersama peserta didik dengan
mengajak mereka mengingat kembali makna tentang sifat-sifat Gereja dan
penugasan sebelumnya khususnya berkaitan dengan sifat Gereja terakhir yang
dipelajari yaitu Gereja yang apostolik. Misalnya, adakah kesulitan atau
hambatan dalam melaksanakan aksi nyata mewujudkan keapostolikan Gereja di
tengah keluarga, lingkungan dan
masyarakat.
Selanjutnya guru
menyampaikan materi pembelajaran
saat ini yaitu peran hierarki dan peran kaum awam
dalam Gereja. Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat menghidupkan
motivasi belajar peserta didik dengan pertanyaan, misalnya: Apa itu hierarki
Gereja Katolik? Apa itu kaum awam dalam Gereja Katolik? Untuk kesempatan ini,
kita akan belajar tentang apa itu hierarki Gereja Katolik dan apa peran
hierarki Gereja Katolik itu? Untuk itu, marilah kita memulai pembelajaran
dengan mengamati pemahaman tentang hierarki
dalam masyarakat kita.
2. Membaca/menyimak
cerita kehidupan
a. Guru
mengajak peserta didik untuk berdialog sejenak tentang hierarki dalam
pemerintahan negara. Peserta didik dalam kelompok atau secara mandiri, membuat
gambar struktur atau hierarki pemerintahan negara Indonesia (Presiden –
Gubernur – Bupati/Walikota – Camat – Lurah/Kepala Desa - RW - RT).
b. Setelah
berdiskusi, guru menjelaskan bahwa apa yang telah digambarkan itu merupakan
hierarki dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam Gereja Katolik kita
juga mengenal apa yang disebut hierarki. Bahkan hierarki dalam Gereja Katolik
seumur Gereja itu sendiri yaitu dua ribu
tahun lebih, atau sejak zaman para rasul dengan pimpinan Santo Petrus hingga
Paus Fransiskus sekarang.
3. Pendalaman/diskusi
Guru mendalami
pemahaman peserta didik
tentang hierarki kepemimpinan dalam Gereja Katolik dengan
pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
a. Apa
itu hierarki?
b. Siapakah
paus itu?
c. Siapakah
uskup itu?
d. Siapakah
imam itu?
e. Siapakah
diakon itu?
Setelah
peserta didik memberikan jawaban tentang pemahamannya tentang siapa itu paus,
uskup, imam dan diakon, guru mengajak peserta didik untuk mendalami ajaran
Kitab Suci dan ajaran Gereja tentang hierarki dalam Gereja Katolik.
Langkah kedua: menggali ajaran Gereja tentang hierarki
1.
Membaca/menyimak artikel berikut:
Hierarki
Perutusan
Allah yang dipercayakan Kristus kepada para rasul itu akan berlangsung sampai
akhir zaman (lih. Mat. 28:20). Tugas para rasul adalah mewartakan Injil untuk
selama-lamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun secara hierarkis
yaitu para rasul telah berusaha mengangkat para pengganti mereka. Maka konsili
mengajarkan bahwa "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul
sebagai gembala Gereja". Kepada mereka itu para rasul berpesan, agar
mereka menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk
menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis. 20:28; LG 20). Pengganti mereka yakni,
para uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir zaman
(LG 18).
Maksud
dari "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai
gembala Gereja" ialah bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbulah
kelompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal
sekarang. Proses perkembangan pokok itu terjadi dalam Gereja perdana atau
Gereja para rasul, yakni Gereja yang mengarang Kitab Suci Perjanjian Baru.
Jadi, dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus dan kemartiran Santo Ignatius
dari Antiokhia pada awal abad kedua, secara prinsip terbentuklah hierarki
Gereja sebagaimana dikenal dalam Gereja sekarang.
Struktur/susunan
hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para uskup dengan paus
sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu uskup.
a. Para
Rasul
Sejarah
awal perkembangan hierarki adalah kelompok keduabelas rasul. Inilah kelompok yang
sudah terbentuk waktu Yesus masih hidup. Seperti Paulus juga menyebutnya
kelompok itu "mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku" (Gal.
1:17). Demikian juga Paulus pun seorang rasul, sebagaimana dalam Kitab Suci
(1Kor. 9:1, 15:9), dan sebagainya.
Pada
akhir perkembangannya ada struktur dari Gereja Santo Ignatius dari Antiokhia,
yang mengenal "penilik" (episkopos), "penatua"
(presbyteros), dan "pelayan" (diakonos). Struktur ini kemudian
menjadi struktur hierarkis yang terdiri dari uskup, imam dan diakon.
b. Dewan
Para Uskup
Pada
akhir zaman Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah
pengganti para rasul, seperti juga dinyatakan dalam Konsili Vatikan II (LG 20).
Tetapi hal itu tidak berarti bahwa hanya ada dua belas uskup (karena dua belas
rasul). Di sini dimaksud bukan rasul satu persatu diganti oleh orang lain,
tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh kalangan para
uskup. Hal tersebut juga dipertegas dalam Konsili Vatikan II (LG 20 dan LG 22).
Tegasnya,
dewan para uskup menggantikan dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja
adalah dewan para
uskup. Seseorang diterima
menjadi uskup karena diterima ke dalam dewan itu. Itulah tahbisan uskup,
"Seseorang menjadi anggota dewan para uskup dengan menerima tahbisan
sakramental dan berdasarkan persekutuan hierarkis dengan kepada maupun para
anggota dewan" (LG 22). Sebagai sifat kolegial ini, tahbisan uskup selalu
dilakukan oleh paling sedikit tiga uskup, sebab dengan tahbisan uskup berarti
bahwa seorang anggota baru diterima ke dalam dewan para uskup (LG 21).
c. Paus
Kristus
mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan
umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para uskup. Menurut kesaksian
Tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu dipandang
sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja.
Maka
menurut keyakinan Tradisi, uskup Roma itu pengganti Petrus, bukan hanya sebagai
uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan
Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma, ia adalah pengganti
Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus. Hal ini dapat kita
lihat dalam sabda Yesus sendiri: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus
sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa- Ku yang di
surga. Dan Aku pun berkata kepadamu: “Engkau adalah Petrus dan di atas batu
karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.
Kepadamu akan Kuberikan kunci kerajaan surga. Apa yang kauikat di dunia ini
akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di
surga." (Mat. 16:17–19).
d. Uskup
Paus adalah
juga seorang uskup.
Kekhususannya sebagai paus,
bahwa dia ketua dewan para uskup.
Tugas pokok uskup di tempatnya sendiri dan paus bagi seluruh Gereja adalah
pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah memersatukan dan
mempertemukan umat. Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan, dan para uskup
"dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing"
(LG 27).
Tugas
pemersatu dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan
Gereja. Komunikasi iman Gereja terjadi dalam pewartaan, perayaan dan pelayanan.
Maka dalam tiga bidang itu para uskup, dan paus untuk seluruh Gereja, menjalankan
tugas kepemimpinannya. "Diantara tugas-tugas
utama para uskup pewartaan Injillah yang terpenting" (LG 25). Dalam
ketiga bidang kehidupan Gereja uskup bertindak sebagai pemersatu, yang
mempertemukan orang dalam komunikasi iman.
e. Imam
Pada
zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut
paroki. Seorang uskup dapat disebut "pastor kepala" pada zaman itu,
dan imam-imam "pastor pembantu", lama kelamaan pastor pembantu
mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah-daerah
keuskupan makin besar. Dengan demikian, para uskup semakin diserap oleh tugas
organisasi dan administrasi. Tetapi itu sebetulnya tidak menyangkut tugasnya
sendiri sebagai uskup, melainkan cara melaksanakannya, sehingga uskup sebagai
pemimpin Gereja lokal, jarang kelihatan di tengah-tengah umat.
Melihat
perkembangan demikian, para imam menjadi wakil uskup. "Di masing-masing
jemaat setempat dalam arti tertentu mereka menghadirkan uskup. Para imam
dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup,
sebagai penolong dan organ mereka" (LG 28).
Tugas
konkret mereka sama seperti uskup: "Mereka ditahbiskan untuk mewartakan
Injil serta menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat
ilahi".
f. Diakon
“Pada
tingkat hierarki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan
“bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan” [111]. Sebab dengan diteguhkan
rahmat sakramental mereka mengabdikan diri kepada umat Allah dalam perayaan
liturgi, sabda dan amal kasih, dalam persekutuan dengan uskup dan para
imamnya. Adapun tugas
diakon, sejauh dipercayakan
kepadanya oleh kewibawaan yang berwenang, yakni: menerimakan baptis
secara meriah, menyimpan dan membagikan Ekaristi, atas nama Gereja menjadi
saksi perkawinan dan memberkatinya, mengantarkan komuni suci terakhir kepada
orang yang mendekati ajalnya, membacakan Kitab Suci kepada kaum beriman,
mengajar dan menasihati umat, memimpin ibadat dan doa kaum beriman, menerimakan
sakramen-sakramentali, memimpin upacara jenazah dan pemakaman. Sambil
membaktikan diri kepada tugas-tugas cinta kasih dan administrasi, hendaklah
para diakon mengingat nasihat Santo Polikarpus: “Hendaknya mereka selalu
bertindak penuh belas kasihan dan rajin, sesuai dengan kebenaran Tuhan, yang
telah menjadi hamba semua orang” [112]. (LG29).
Catatan
tentang Kardinal
Seorang
kardinal adalah seorang uskup yang diberi tugas dan wewenang memilih paus baru,
bila ada seorang paus yang meninggal. Sejarah awalnya, karena paus adalah uskup
Roma, maka Paus baru sebetulnya dipilih oleh pastor-pastor kota Roma, khususnya
pastor-pastor dari gereja-gereja “utama” (cardinalis). Dewasa ini para kardinal
dipilih dan diangkat langsung oleh paus dari uskup-uskup seluruh dunia. Lama
kelamaan para kardinal juga berfungsi sebagai penasihat Paus, bahkan fungsi
kardinal menjadi suatu jabatan kehormatan. Sejak abad ke-13 warna pakaian khas
adalah merah lembayung. Kardinal bukan jabatan hierarkis
dan tidak termasuk struktur hierarkis. Jabatannya sebagai uskuplah yang
merupakan jabatan hierarkis dan masuk dalam struktur hierarki. Para uskup yang
dipilih oleh paus sebagai kardinal kemudian membentuk suatu Dewan Kardinal.
Jumlah dewan yang berhak memilih paus dibatasi sebanyak 120 orang dan di bawah
usia 80 tahun.
Fungsi
khusus hierarki
Seluruh
umat Allah mengambil bagian di dalam tugas Kristus sebagai nabi (mengajar),
imam (menguduskan), dan raja (memimpin/menggembalakan). Meskipun menjadi tugas
umum dari seluruh umat beriman, namun Gereja atas dasar sejarahnya di mana
Kristus memilih para rasul untuk melaksanakan tugas itu secara khusus, kemudian
menetapkan pembagian tugas tiap komponen umat. Gereja menetapkan pembagian
tugas tiap komponen umat (hierarki, biarawan/ biarawati, dan kaum awam) untuk
menjalankan tri-tugas dengan cara dan fungsi yang berbeda.
Berdasarkan keterangan
yang telah diungkapkan
di atas, fungsi
khusus hierarki adalah:
1) menjalankan
tugas Gerejani, yakni tugas-tugas yang langsung dan eksplisit menyangkut
kehidupan beriman Gereja, seperti: pelayanan sakramen- sakramen, mengajar, dan
sebagainya;
2) menjalankan tugas
kepemimpinan dalam komunikasi
iman. Hierarki memersatukan umat
dalam iman dengan petunjuk, nasihat dan teladan.
Corak
kepemimpinan dalam Gereja
1) Kepemimpinan
dalam Gereja merupakan suatu panggilan khusus di mana campur tangan Tuhan
merupakan unsur yang dominan. Kepemimpinan Gereja tidak diangkat oleh manusia
berdasarkan bakat, kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja
tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku,
tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yoh. 15:16). Kepemimpinan dalam masyarakat
dapat diperjuangkan oleh manusia, tetapi kepemimpinan dalam Gereja tidaklah
demikian.
2) Kepemimpinan
dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya,
walaupun ia sungguh mempunyai wewenang yang ber- asal dari Kristus sendiri.
3) Kepemimpinan gerejani
adalah kepemimpinan melayani,
bukan untuk dilayani, sebagaimana
yang ditunjukkan oleh Yesus
sendiri. Maka Paus disebut sebagai “Servus Servorum Dei” (=
Hamba dari hamba-hamba Allah).
4) Kepemimpinan hierarki
berasal dari Tuhan
karena sakramen Tahbisan yang diterimanya maka tidak dapat
dihapuskan oleh manusia. Sedangkan kepemimpinan dalam masyarakat dapat
diturunkan oleh manusia, karena ia memang diangkat dan diteguhkan oleh manusia.
2. Pendalaman
Peserta
didik berdiskusi dalam kelompok dengan panduan pertanyaan-pertanyaan berikut
ini.
a. Sebutkan
struktur kepemimpinan (hierarki) dalam Gereja
Katolik?
b. Siapakah
paus dan apa fungsinya?
c. Siapakah
uskup dan apa fungsinya?
d. Siapakah
imam dan apa fungsinya?
e. Siapakah
diakon dan apa fungsinya?
f.
Apa fungsi khusus hierarki?
g. Apa
corak kepemimpinan dalam Gereja?
Setelah
berdiskusi kelompok, peserta didik melaporkan hasil diskusinya dan mendapat
tanggapan dari kelompok lain, dan guru dapat melengkapi jawaban hasil diskusi
tersebut.
Langkah ketiga: mewujudkan sikap syukur atas peran hierarki Gereja
1. Refleksi
Peserta didik
membaca dan menyimak
ayat-ayat Kitab Suci
berikut ini (Mat. 28: 18–20).
18Yesus
mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di
surga dan di bumi.
19Karena
itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus,
20dan
ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan
ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
Berdasarkan
pesan Injil di atas, peserta didik menulis sebuah refleksi tentang peran dan
fungsi hierarki Gereja. Refleksi bisa dalam bentuk doa, puisi, dan lain-lain.
2. Aksi
a. Peserta
didik membuat rencana aksi untuk selalu mendoakan para pemimpin Gereja Katolik
agar selalu setia pada tugas panggilan imamatnya dan menjadi gembala yang baik
seperti gembala agung kita Yesus Kristus.
b. Bersikap
hormat kepada para pemimpin Gereja Katolik.
Doa Penutup
Dalam nama Bapa, dan Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Allah Bapa di surga, kami
bersyukur atas cinta-Mu, melalui pertemuan ini, Engkau telah membuat kami
mengerti dan memahami bahwa hierarki Gereja-Mu: paus, imam, dan diakon, Engkau
panggil demi Gereja suci-Mu juga demi pewartaan kabar sukacita-Mu. Semoga melalui
kehadiran mereka di tengah jemaat-Mu, banyak umat-Mu yang terpanggil untuk
membantu dan mau bekerja sama demi kemajuan Gereja. Kami berdoa secara khusus
untuk mereka, bantulah mereka dalam tugas dan buatlah mereka setia dalam
panggilan sucinya. Karena mereka adalah pelayan altar yang hidup, pemimpin yang
nyata, dan tangan kanan-Mu yang memersatukan dan mempertemukan kami dengan
Dikau. Karena Kristus Tuhan kami.
Bapa Kami… Salam Maria… Kemuliaan…
Dalam nama Bapa, dan Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Rangkuman
1. Struktur
hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para uskup dengan paus
sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu uskup.
2. Paus
adalah pemimpin para uskup. Kristus mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul
lainnya untuk menggembalakan umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin
para uskup.
3. Menurut
kesaksian Tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu
dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Maka menurut keyakinan
Tradisi, uskup Roma itu pengganti Petrus, bukan hanya sebagai uskup lokal
melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan Gereja. Paus
adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma ia adalah pengganti Petrus dengan
tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus.
4. Uskup
adalah sebuah jabatan suci yang diberikan kepada seseorang yang telah menerima
sakramen tahbisan tingkat ketiga (diakon-imam-uskup).
5. Tugas
pokok uskup di tempatnya sendiri dan paus bagi seluruh Gereja adalah pemersatu.
Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah memersatukan dan mempertemukan
umat. Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan, dan para uskup “dalam arti
sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing” (LG 27).
6. Imam
adalah seorang yang ditahbiskan oleh uskup atau menerima sakramen tahbisan
tingkat kedua (diakon=tahbisan tingkat pertama). Pada zaman dahulu, sebuah
keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut paroki. Seorang
uskup dapat disebut “pastor kepala” pada zaman itu dan imam-imam menjadi
“pastor pembantu”. Lama kelamaan pastor pembantu mendapat daerahnya sendiri,
khususnya di pedesaan. Makin lama daerah- daerah keuskupan makin besar. Dengan
demikian, para uskup memiliki tugas dan tanggungjawab pelayanan yang semakin
besar seiring pertumbuhan dinamika umat di wilayah keuskupannya.
7. Para
imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup,
sebagai penolong dan organ mereka” (LG 28). Tugas konkret mereka sama seperti
uskup: “Mereka ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat
beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi.
8. “Pada tingkat
hierarki yang lebih
rendah terdapat para
diakon, yang ditumpangi tangan
oleh uskup dan menerima sakramen Tahbisan tingkat pertama. Tahbisan itu ‘bukan
untuk imamat, melainkan untuk pelayanan” (LG 29). Mereka pembantu uskup tetapi
tidak mewakilinya.
9.
Fungsi khusus hierarki adalah:
a.
Menjalankan tugas gerejani, yakni
tugas-tugas yang langsung dan eksplisit menyangkut kehidupan beriman Gereja,
seperti: pelayanan sakramen-sakramen, mengajar, dan sebagainya.
b.
Menjalankan tugas kepemimpinan dalam
komunikasi iman. Hierarki memersatukan umat dalam iman dengan
petunjuk, nasihat dan teladan.
10. Corak
kepemimpinan dalam Gereja:
a. Kepemimpinan dalam
Gereja merupakan suatu
panggilan khusus dimana campur
tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Kepemimpinan Gereja tidak diangkat
oleh manusia berdasarkan bakat, kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan
dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang
memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” (Yoh. 15:16).
b. Kepemimpinan
dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya,
walaupun ia sungguh mempunyai wewenang yang berasal dari Kristus sendiri.
c. Kepemimpinan
gerejani adalah kepemimpinan melayani, bukan untuk dilayani, sebagaimana yang
ditunjukkan oleh Yesus sendiri. Maka Paus disebut sebagai “Servus Servorum Dei”
= Hamba dari hamba-hamba Allah.
d. Kepemimpinan
hierarki berasal dari Tuhan karena sakramen Tahbisan yang diterimanya maka
tidak dapat dihapuskan oleh manusia. Sedangkan kepemimpinan dalam masyarakat
dapat diturunkan oleh manusia, karena ia memang diangkat dan diteguhkan oleh
manusia.
PERAN KAUM AWAM DALAM GEREJA KATOLIK.
Doa Pembuka
Dalam nama Bapa, dan Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Ya Bapa yang Mahabijaksana, dalam
Gereja suci-Mu, Engkau menanamkan panggilan bagi setiap insan untuk
melayani-Mu. Engkau telah mengangkat hamba-hamba-Mu, melalui imamat yang suci
menjadi pemimpin Gereja kami. Engkau juga memanggil semua orang kristiani,
mereka yang tak tertahbis, para awam, untuk terlibat aktif dalam karya-karya
Gereja-Mu di dunia ini. Kami mohon ya Bapa, semoga dalam pembelajaran ini kami
dapat mengerti, memahami dan mau terlibat dalam kegiatan Gereja-Mu. Sebagai
kaum awam, semangatilah kami dalam tindakan nyata Gereja. Engkau yang kami puji
kini dan sepanjang masa. Amin.
Dalam nama Bapa, dan Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali pemahaman tentang kaum awam
1. Apersepsi
Guru
mengawali kegiatan pembelajaran dengan berdialog bersama peserta didik dengan
mengajak mereka mengingat kembali tentang makna hierarki Gereja Katolik.
Misalnya, adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan tugas terkait
dengan tema tentang hierarki Gereja Katolik.
Selanjutnya
guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu peran kaum awam dalam
Gereja. Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat memotivasi belajar
peserta didik dengan pertanyaan, misalnya: apa itu kaum awam dalam Gereja
Katolik? Untuk memahami hal tersebut, marilah kita memulai pembelajaran dengan
menyimak artikel berita berikut ini.
2. Membaca/menyimak
cerita kehidupan
Peserta
didik membaca dan menyimak artikel berita berikut ini.
Kaum Awam
Tema
Temu Pastoral (Tepas) 2014 untuk para imam se-Keuskupan Agung Jakarta yakni
kiat mengelola gerakan kaum awam untuk karya kerasulan. Inti tema ini adalah
bagaimana kaum awam yang selama ini sudah terlibat dengan baik dalam tugas
menggereja, semakin ditingkatkan partisipasinya.
Sebuah
kabar baik dituturkan resi manajemen Peter Drucker yang menyoal tentang peran
awam dalam karya sosial. Drucker meneliti para awam yang berkarya pada lembaga
sosial maupun keagamaan. Kata Drucker, “Dalam tugas sosial, relawan (kaum awam)
harus mendapatkan kepuasan yang jauh lebih besar sebagai hasil dari pencapaian
mereka; dan memberi kontribusi yang lebih besar, terutama karena mereka tidak
menerima bayaran.” Ada tiga hal pokok yang perlu mendapat penekanan: kepuasan,
kontribusi, dan pembayaran.
Ketika
awam yang berkarya sosial, ia justru memberi kontribusi lebih untuk karya
sosialnya. Transaksional berubah menjadi pelayanan. Mengapa? Karena ia tidak
mendapat pembayaran atau upah. Kepuasan yang diharapkan melampaui dari upah
yang diterima, jika ia bekerja. Kaum awam puas, karena memberikan tenaga,
pemikiran, bahkan dana untuk panggilan kemanusiaan (sosial).
Kesimpulan
dari sang resi manajemen ini menjadi kabar gembira untuk kaum awam dan Gereja.
Bagi kaum awam, mereka akan memberikan diri terbaik untuk tugas kerasulan
daripada panggilan tugas dia sebagai profesional. Sementara bagi Gereja, ada
kesempatan untuk mengoptimalkan peran awam dalam karya kerasulan, asalkan
mereka mendapat kepuasan lebih dibanding bekerja dalam sektor formal. Dengan
demikian, tugas Gereja tak lain memberi wadah terbaik, sehingga kaum awam
merasa nyaman dalam pelayanan.
Umum
diketahui bahwa ada beberapa tantangan ketika kaum awam hendak berpartisipasi
dalam karya kerasulan. Tantangan pertama dalam diri kaum awam, seperti:
pertama, yang aktif terbatas, hanya itu-itu saja. Kedua, keterbatasan
pengetahuan tentang Ajaran Sosial Gereja sebagai landasan karya kerasulan.
Ketiga, takut menerima risiko dalam melaksanakan wewenang jabatan. Keempat,
yang terlalu aktif mendominasi, bahkan merasa yang paling hebat di antara awam
yang lain.
Tantangan
kedua berasal dari dalam Gereja: hierarki maupun kelembagaan Gereja. Sering
muncul istilah pastor sentris, birokrasi dalam Gereja yang menimbulkan kelompok
sendiri, atau kelambanan hierarki dalam melakukan eksekusi terhadap rencana
yang telah ditetapkan. Dari diskusi dengan para imam dalam Tepas beberapa waktu
lalu, ada tiga hal utama yang layak dilakukan, sehingga karya kerasulan kaum
awam semakin optimal.
Pertama,
semakin mempererat kemitraan antara imam dengan awam. Kata kunci dalam karya
kerasulan tak lain adalah kemitraan. Dengan demikian, kemitraan imam dan awam
harus terus ditingkatkan dan diperlebar untuk memenuhi tuntutan umat yang
semakin beragam.
Kedua,
mengembangkan pastoral partisipatif dan transformatif sesuai prioritas. Pastor
sentris memang tidak
selalu jelek. Bahkan,
dalam banyak kasus, pastor
sentris akan memperkuat organisasi. Namun ketika perubahan semakin kencang dan
perilaku umat semakin beragam, pastor sentris lebih baik diminimalkan. Ia
diganti dengan pastoral partisipatif dan transformatif. Artinya, awam semakin
aktif dan pastor selalu siap melakukan transformasi diri dan kelembagaan,
sehingga awam yang partisipatif mendapat wadah terbaik.
Ketiga,
pastoral berbasis data. Untuk memperkuat karya kerasulan sekaligus juga
memperkuat kelembagaan, data menjadi tak terbantahkan. Melalui data yang
akurat, awam bersama dengan pastor bisa merencanakan kegiatan kerasulan yang
sesuai dengan perubahan zaman. Pastoral berbasis data juga akan memberikan
berbagai alternatif bagi kaum awam untuk merasul. Data mematahkan opini. Data
memberikan legitimasi dalam bertindak dan berkarya.
Apresiasi
tinggi kepada kaum awam yang sudah memberikan diri terbaik dalam hidup
menggereja. Gereja masa depan memang tak lepas dari kemitraan yang
solid antara awam dan imam (A.M. Lilik Agung HIDUP NO. 32, 10
Agustus 2014).
Sumber:
www.hidupkatolik.com/A.M. Lilik Agung (2018)
3. Pendalaman
Peserta
didik mendalami artikel berita dengan pertanyaan-pertanyaan berikut.
a. Apa
isi secara keseluruhan artikel di atas?
b. Apa
saja peran kaum awam dalam karya sosial menurut Peter Drucker?
c. Apa
itu kaum awam?
Setelah
peserta didik memberikan jawaban, guru memberikan peneguhan dan berlanjut pada
langkah pembelajaran selanjutnya.
Langkah kedua: menggali ajaran Gereja tentang kaum awam
1. Membaca
dan menyimak ajaran Gereja
Peserta
didik membaca dan menyimak ajaran Gereja tentang kaum awam dalam Konstitusi
Dogmatis tentang Gereja Lumen Gentium, artikel 31.
“Yang
dimaksud dengan istilah awam di sini ialah semua orang beriman kristiani
kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius yang diakui
dalam Gereja. Jadi kaum beriman kristiani, yang berkat baptis telah menjadi
anggota tubuh Kristus, terhimpun menjadi umat Allah, dengan cara mereka sendiri
ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus, dan dengan demikian
sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap umat kristiani
dalam Gereja dan di dunia.
Ciri
khas dan istimewa kaum awam yakni sifat keduniaannya. Sebab mereka yang
termasuk golongan imam, meskipun kadang-kadang memang dapat berkecimpung dalam
urusan-urusan keduniaan, juga dengan mengamalkan profesi keduniaan, berdasarkan
panggilan khusus dan tugas mereka terutama diperuntukkan bagi pelayanan suci. Sedangkan
para religius dengan status hidup mereka memberi kesaksian yang cemerlang dan
luhur, bahwa dunia tidak dapat diubah dan dipersembahkan kepada Allah, tanpa
semangat Sabda Bahagia. Berdasarkan panggilan mereka yang khas, kaum awam wajib
mencari kerajaan Allah, dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya
seturut kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, artinya: menjalankan segala
macam tugas dan pekerjaan duniawi, dan berada di tengah kenyataan biasa hidup
berkeluarga dan sosial. Hidup mereka kurang lebih terjalin dengan itu semua. Di
situlah mereka dipanggil oleh Allah, untuk menunaikan tugas mereka sendiri
dengan dijiwai semangat Injil, dan dengan demikian ibarat ragi membawa
sumbangan mereka demi pengudusan dunia bagaikan dari dalam. Begitulah mereka
memancarkan iman, harapan dan cinta kasih terutama dengan kesaksian hidup
mereka, serta menampakkan Kristus kepada sesama. Jadi tugas mereka yang
istimewa yakni: menyinari dan mengatur semua hal-hal fana, yang erat-erat
melibatkan mereka, sedemikian rupa, sehingga itu semua selalu terlaksana dan
berkembang menurut kehendak Kristus, demi kemuliaan Sang Pencipta dan Penebus.
(LG 31).
2. Pendalaman
Peserta
didik berdiskusi dalam kelompok kecil mendalami ajaran Gereja dengan
pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
a. Apa
makna kaum awam menurut ajaran Gereja?
b. Apa
ciri khas kaum awam menurut ajaran Gereja?
c. Apa
tugas istimewa kaum awam menurut ajaran
Gereja?
d. Apa
peran kaum awam dalam Gereja?
Setelah
berdiskusi dalam kelompok, peserta didik mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya masing-masing di depan kelas, dan peserta kelompok lain dapat
menanggapinya.
3. Penjelasan
Guru
memberikan penjelasan sebagai peneguhan atas jawaban hasil diskusi peserta
didik.
a. Kaum
awam adalah semua orang beriman kristiani yang tidak termasuk golongan yang
menerima Tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui dalam Gereja (lih.
LG 31).
b. Hubungan
awam dan hierarki sebagai partner kerja; sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan
II, rohaniwan (hierarki) dan awam memiliki martabat yang sama, hanya berbeda
fungsi.
c. Peranan
awam sering diistilahkan sebagai kerasulan awam yang tugasnya dibedakan sebagai
kerasulan internal dan eksternal. Kerasulan internal atau kerasulan “di dalam
Gereja” adalah kerasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh
jajaran hierarkis, walaupun awam dituntut juga untuk mengambil bagian di
dalamnya. Kerasulan eksternal atau kerasulan “dalam tata dunia” lebih diperani
oleh para awam. Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula
ke dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk
dunia. Gereja hadir untuk membangun kerajaan Allah di dunia ini.
Kerasulan
dalam tata dunia (eksternal)
a. Berdasarkan panggilan
khasnya, awam bertugas
mencari kerajaan Allah dengan
mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah.
Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan
dunia.
b. Mereka
dipanggil Allah menjalankan tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat Injil.
Mereka dapat menguduskan dunia dari dalam laksana ragi (lih. LG 31). Kaum awam
dapat menjalankan kerasulannya dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan
manusia serta meresapkan dan memantapkan semangat Injil ke dalam “tata dunia”
sedemikian rupa sehingga kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian
tentang karya Kristus dan melayani keselamatan manusia.
c. “Tata
dunia” adalah medan bakti khas kaum awam. Hidup keluarga dan masyarakat yang
bergumul dalam bidang-bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan, dan sebagainya
hendaknya menjadi medan bakti mereka. Sampai sekarang ini, masih banyak di
antara kita yang melihat kerasulan dalam tata dunia bukan sebagai kegiatan
kerasulan. Mereka menyangka bahwa kerasulan hanya berurusan dengan hal-hal
rohani yang sakral, kudus, serba keagamaan, dan yang menyangkut
kegiatan-kegiatan dalam lingkup Gereja.
Kerasulan
dalam Gereja (internal)
a. Keterlibatan
awam dalam tugas membangun Gereja ini bukanlah karena menjadi perpanjangan
tangan dari hierarki atau ditugaskan hierarki, tetapi karena pembaptisan ia
mendapat tugas itu dari Kristus. Awam hendaknya berpartisipasi dalam tri-tugas
Gereja.
1) Dalam
tugas nabi (pewarta sabda), seorang awam dapat mengajar agama, sebagai katekis,
memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman, dan sebagainya.
2) Dalam
tugas imam (menguduskan), seorang awam dapat:
·
memimpin doa dalam pertemuan umat,
·
memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah,
·
membagi komuni sebagai prodiakon,
·
menjadi pelayan putera altar, dan sebagainya.
3) Dalam
tugas raja (pemimpin), seorang awam
dapat:
·
menjadi anggota dewan paroki,
·
menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dan
sebagainya.
b. Setiap
komponen Gereja memiliki fungsi yang khas:
·
hierarki yang bertugas memimpin (melayani) dan memersatukan umat
Allah. Biarawan/biarawati dengan kaul-kaulnya mengarahkan umat Allah pada dunia
yang akan datang (eskatologis).
·
para awam bertugas merasul dalam tata dunia. Mereka menjadi Rasul
dalam keluarga-keluarga dan dalam masyarakat di bidang ideologi politik
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan nasional (ipoleksosbudhankamnas).
Jika setiap komponen Gereja menjalankan fungsinya masing-masing dengan baik,
maka adanya kerja sama yang baik pasti terjamin.
c. Semua
komponen perlu kerja sama. Walaupun tiap komponen memiliki fungsinya
masing-masing, namun untuk bidang-bidang tertentu, terlebih dalam kerasulan
internal yaitu membangun hidup menggereja, masih dibutuhkan partisipasi dan
kerja sama dari semua komponen.
Langkah ketiga: menghayati kekudusan dalam hidup
1. Refleksi
a. Peserta
didik membaca dan menyimak kisah I. J.
Kasimo, seorang tokoh awam Katolik berikut ini.
I. J. Kasimo, Sosok yang Tegas,
Berprinsip Teguh dan Cinta Kebenaran
Ignatius
Joseph Kasimo Hendrowahyono atau yang biasa dikenal dengan I.J. Kasimo lahir di
Yogya- karta, 10 April 1900 silam. Beliau adalah salah satu pendiri Universitas
Katolik (Unika) Atma
Jaya yang juga aktif dalam
memperjuangkan Indonesia. I.J. Kasimo
merupakan anak dari seorang
tentara keraton, sehing- ga sejak kecil
ia dididik sesuai tradisi keraton. Saat menempuh
pendidikan di sekolah
Muntilan yang didirikan oleh Romo Van Lith, ia kemudian tertarik untuk
mendalami agama Katolik dan dibaptis secara Katolik dengan nama baptis Ignatius
Joseph.
Tahun
1918, beliau kembali melanjutkan pendidikannya di Bogor dan bergabung dengan
Jong Java. Beliau mulai aktif dalam dunia politik pada tahun 1923 dengan
mendirikan partai politik Katolik, dan menjadi anggota Volksraad pada
1931–1942.
Sejak itu,
I.J. Kasimo beberapa
kali diangkat sebagai
menteri. Beliau berperan aktif
dalam berbagai kegiatan
kenegaraan, seperti mengikuti
konferensi dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, memperjuangkan Pancasila
sebagai dasar negara saat menjadi anggota dewan, sampai keikutsertaannya dalam
perjuangan perebutan Irian Barat. Pada masa orde baru, ia diangkat sebagai
anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Beliau dikenal sebagai
pribadi yang tegas dan berpegang teguh pada prinsip serta menjunjung tinggi kebenaran.
Hermawi Fransiskus Taslim selaku Ketua Forum Alumni PMKRI, dikutip dari
m.biokristi.sabda.org, mengatakan bahwa meskipun I.J. Kasimo adalah tokoh
minoritas, namun dalam berpolitik di benaknya tidak ada minoritas dalam konsep
kewarganegaraan. Baginya, istilah minoritas dan mayoritas merupakan konsep
statistik bukan kewarganegaraan.
I.J.
Kasimo mendapat anugerah Bintang Ordo Gregorius Agung dari Paus Yohanes Paulus
II dan diangkat menjadi Komandator Golongan Sipil dari Ordo Gregorius Agung
karena perjuangan yang telah ia lakukan. I.J. Kasimo juga dianugerahi gelar
pahlawan nasional pada tahun 2011 lalu.
Sebagai
salah satu pendiri Unika Atma Jaya dan untuk mengenang jasa- jasanya, nama I.J.
Kasimo diabadikan sebagai salah satu nama gedung di Unika Atma Jaya,
yaitu gedung I.J.
Kasimo yang juga
dikenal dengan gedung C. (RFS).
Sumber:
atmajaya.ac.id
b. Setelah membaca
kisah I.J. Kasimo,
peserta didik menulis
sebuah refleksi tentang
nilai-nilai apa saja yang diperjuangkan pahlawan nasional ini yang dapat mereka
kembangkan dalam hidupnya sehari-hari sebagai anggota kaum awam Katolik.
2. Aksi
Peserta
didik membuat rencana aksi untuk mewujudkan kerasulan awam di rumah dan
sekolah.
Doa Penutup
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Tuhan Yesus, terima kasih kami
sampaikan kepada-Mu, karena Engkau telah berkenan hadir dalam pelajaran kami.
Tuhan Yesus, Engkau telah memanggil kami untuk mau terlibat dalam karya
Gereja-Mu. Semoga umat-Mu sehati sejiwa, mampu bekerja sama dengan hierarki
Gereja-Mu. Dan jadikanlah kami umat-Mu untuk setia dan penuh semangat dalam
karya perutusan kami. Demi Kristus Tuhan kami.
Bapa kami... Salam Maria…
Kemuliaan…
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Rangkuman
a.
Dalam kehidupan menggereja,
kaum awam merupakan
bagian terbesar. Menurut Lumen
Gentium artikel 31, kaum awam adalah semua orang beriman kristiani kecuali
mereka yang termasuk golongan imam atau berstatus religius yang diakui dalam
Gereja.
b.
Maka kaum beriman kristiani, berkat baptis telah menjadi anggota
tubuh Kristus, terhimpun menjadi
umat Allah. Dengan caranya
sendiri, kaum awam ikut mengemban
tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus. Dengan demikian, sesuai dengan
kemampuannya kaum awam melaksanakan perutusan segenap umat kristiani dalam
Gereja dan dunia.
c.
Tugas khas kaum awam adalah melaksanakan dan mewujudkan kabar baik
di tengah-tengah dunia, di mana kaum klerus dan biarawan-biarawati tidak dapat
masuk ke dalamnya kecuali melalui kaum awam.
d.
Peranan awam sering diistilahkan sebagai kerasulan awam yang
tugasnya dibedakan sebagai kerasulan internal dan eksternal. Kerasulan internal
atau kerasulan “di dalam Gereja” adalah kerasulan membangun jemaat. Kerasulan
ini lebih diperani oleh jajaran hierarkis, walaupun awam dituntut juga untuk
mengambil bagian di dalamnya. Kerasulan eksternal atau kerasulan “dalam tata
dunia” lebih diperani oleh para awam. Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam
Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya
sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir untuk membangun kerajaan Allah di
dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar