Cari Blog Ini

Jumat, 12 Juli 2024

PERAN HIERARKI DAN AWAM DALAM GEREJA KATOLIK

 

PERAN HIERARKI DALAM GEREJA KATOLIK

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Bapa yang Mahabijaksana, terima kasih kami panjatkan kepada-Mu, atas panggilan suci yang Engkau anugerahkan kepada hierarki Gereja-Mu yang setia melayani umat-Mu.

Mereka adalah bapa paus, para uskup, para imam dan diakon. Mereka adalah tangan kanan-Mu yang menuntun dan mendampingi kami para dombanya menuju ke tempat yang akan menyejahterakan hidup iman kami. Pada kesempatan ini, izinkan kami memahami, merenungkan pengabdian hidup mereka dengan kerelaan hatinya untuk setia kepada-Mu dan Gereja suci-Mu dalam pelayanan suci dan kudus. Semoga kehadiran para gembala kami menjadi tanda kehadiran-Mu yang menyelamatkan dalam iman, harapan dan kasih. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pemahaman tentang hierarki

1.    Apersepsi

Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan berdialog bersama peserta didik dengan mengajak mereka mengingat kembali makna tentang sifat-sifat Gereja dan penugasan sebelumnya khususnya berkaitan dengan sifat Gereja terakhir yang dipelajari yaitu Gereja yang apostolik. Misalnya, adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan aksi nyata mewujudkan keapostolikan Gereja di tengah keluarga, lingkungan dan  masyarakat.

Selanjutnya  guru  menyampaikan  materi  pembelajaran  saat  ini  yaitu peran hierarki dan peran kaum awam dalam Gereja. Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat menghidupkan motivasi belajar peserta didik dengan pertanyaan, misalnya: Apa itu hierarki Gereja Katolik? Apa itu kaum awam dalam Gereja Katolik? Untuk kesempatan ini, kita akan belajar tentang apa itu hierarki Gereja Katolik dan apa peran hierarki Gereja Katolik itu? Untuk itu, marilah kita memulai pembelajaran dengan mengamati pemahaman tentang hierarki  dalam masyarakat kita.

2.    Membaca/menyimak cerita kehidupan

a.    Guru mengajak peserta didik untuk berdialog sejenak tentang hierarki dalam pemerintahan negara. Peserta didik dalam kelompok atau secara mandiri, membuat gambar struktur atau hierarki pemerintahan negara Indonesia (Presiden – Gubernur – Bupati/Walikota – Camat – Lurah/Kepala Desa - RW - RT).

b.    Setelah berdiskusi, guru menjelaskan bahwa apa yang telah digambarkan itu merupakan hierarki dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam Gereja Katolik kita juga mengenal apa yang disebut hierarki. Bahkan hierarki dalam Gereja Katolik seumur Gereja  itu sendiri yaitu dua ribu tahun lebih, atau sejak zaman para rasul dengan pimpinan Santo Petrus hingga Paus Fransiskus sekarang.


3.    Pendalaman/diskusi

Guru  mendalami  pemahaman  peserta  didik  tentang  hierarki  kepemimpinan dalam Gereja Katolik dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

a.    Apa itu hierarki?

b.    Siapakah paus itu?

c.     Siapakah uskup itu?

d.    Siapakah imam itu?

e.    Siapakah diakon itu?

Setelah peserta didik memberikan jawaban tentang pemahamannya tentang siapa itu paus, uskup, imam dan diakon, guru mengajak peserta didik untuk mendalami ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja tentang hierarki dalam Gereja Katolik.

 

Langkah kedua: menggali ajaran Gereja tentang hierarki

1.   Membaca/menyimak artikel berikut:

Hierarki

Perutusan Allah yang dipercayakan Kristus kepada para rasul itu akan berlangsung sampai akhir zaman (lih. Mat. 28:20). Tugas para rasul adalah mewartakan Injil untuk selama-lamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun secara hierarkis yaitu para rasul telah berusaha mengangkat para pengganti mereka. Maka konsili mengajarkan bahwa "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja". Kepada mereka itu para rasul berpesan, agar mereka menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis. 20:28; LG 20). Pengganti mereka yakni, para uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir zaman (LG 18).

Maksud dari "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja" ialah bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbulah kelompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang. Proses perkembangan pokok itu terjadi dalam Gereja perdana atau Gereja para rasul, yakni Gereja yang mengarang Kitab Suci Perjanjian Baru. Jadi, dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus dan kemartiran Santo Ignatius dari Antiokhia pada awal abad kedua, secara prinsip terbentuklah hierarki Gereja sebagaimana dikenal dalam Gereja sekarang.

Struktur/susunan hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para uskup dengan paus sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu uskup.

a.    Para Rasul

Sejarah awal perkembangan hierarki adalah kelompok keduabelas rasul. Inilah kelompok yang sudah terbentuk waktu Yesus masih hidup. Seperti Paulus juga menyebutnya kelompok itu "mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku" (Gal. 1:17). Demikian juga Paulus pun seorang rasul, sebagaimana dalam Kitab Suci (1Kor. 9:1, 15:9), dan sebagainya.

Pada akhir perkembangannya ada struktur dari Gereja Santo Ignatius dari Antiokhia, yang mengenal "penilik" (episkopos), "penatua" (presbyteros), dan "pelayan" (diakonos). Struktur ini kemudian menjadi struktur hierarkis yang terdiri dari uskup, imam dan diakon.

b.    Dewan Para Uskup

Pada akhir zaman Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah pengganti para rasul, seperti juga dinyatakan dalam Konsili Vatikan II (LG 20). Tetapi hal itu tidak berarti bahwa hanya ada dua belas uskup (karena dua belas rasul). Di sini dimaksud bukan rasul satu persatu diganti oleh orang lain, tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh kalangan para uskup. Hal tersebut juga dipertegas dalam Konsili Vatikan II (LG 20 dan LG 22).

Tegasnya, dewan para uskup menggantikan dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan  Gereja  adalah  dewan  para  uskup.  Seseorang  diterima  menjadi uskup karena diterima ke dalam dewan itu. Itulah tahbisan uskup, "Seseorang menjadi anggota dewan para uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan hierarkis dengan kepada maupun para anggota dewan" (LG 22). Sebagai sifat kolegial ini, tahbisan uskup selalu dilakukan oleh paling sedikit tiga uskup, sebab dengan tahbisan uskup berarti bahwa seorang anggota baru diterima ke dalam dewan para uskup (LG 21).

c.     Paus

Kristus mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para uskup. Menurut kesaksian Tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja.

Maka menurut keyakinan Tradisi, uskup Roma itu pengganti Petrus, bukan hanya sebagai uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma, ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus. Hal ini dapat kita lihat dalam sabda Yesus sendiri: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa- Ku yang di surga. Dan Aku pun berkata kepadamu: “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci kerajaan surga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga." (Mat. 16:17–19).

d.    Uskup

Paus  adalah  juga  seorang  uskup.  Kekhususannya  sebagai  paus,  bahwa  dia ketua dewan para uskup. Tugas pokok uskup di tempatnya sendiri dan paus bagi seluruh Gereja adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah memersatukan dan mempertemukan umat. Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan, dan para uskup "dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing" (LG 27).

Tugas pemersatu dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan Gereja. Komunikasi iman Gereja terjadi dalam pewartaan, perayaan dan pelayanan. Maka dalam tiga bidang itu para uskup, dan paus untuk seluruh Gereja,  menjalankan  tugas  kepemimpinannya.  "Diantara  tugas-tugas  utama para uskup pewartaan Injillah yang terpenting" (LG 25). Dalam ketiga bidang kehidupan Gereja uskup bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi iman.

e.    Imam

Pada zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut paroki. Seorang uskup dapat disebut "pastor kepala" pada zaman itu, dan imam-imam "pastor pembantu", lama kelamaan pastor pembantu mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah-daerah keuskupan makin besar. Dengan demikian, para uskup semakin diserap oleh tugas organisasi dan administrasi. Tetapi itu sebetulnya tidak menyangkut tugasnya sendiri sebagai uskup, melainkan cara melaksanakannya, sehingga uskup sebagai pemimpin Gereja lokal, jarang kelihatan di tengah-tengah umat.

Melihat perkembangan demikian, para imam menjadi wakil uskup. "Di masing-masing jemaat setempat dalam arti tertentu mereka menghadirkan uskup. Para imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup, sebagai penolong dan organ mereka" (LG 28).

Tugas konkret mereka sama seperti uskup: "Mereka ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi".

f.      Diakon

“Pada tingkat hierarki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan “bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan” [111]. Sebab dengan diteguhkan rahmat sakramental mereka mengabdikan diri kepada umat Allah dalam perayaan liturgi, sabda dan amal kasih, dalam persekutuan dengan uskup dan  para  imamnya.  Adapun  tugas  diakon,  sejauh  dipercayakan  kepadanya oleh kewibawaan yang berwenang, yakni: menerimakan baptis secara meriah, menyimpan dan membagikan Ekaristi, atas nama Gereja menjadi saksi perkawinan dan memberkatinya, mengantarkan komuni suci terakhir kepada orang yang mendekati ajalnya, membacakan Kitab Suci kepada kaum beriman, mengajar dan menasihati umat, memimpin ibadat dan doa kaum beriman, menerimakan sakramen-sakramentali, memimpin upacara jenazah dan pemakaman. Sambil membaktikan diri kepada tugas-tugas cinta kasih dan administrasi, hendaklah para diakon mengingat nasihat Santo Polikarpus: “Hendaknya mereka selalu bertindak penuh belas kasihan dan rajin, sesuai dengan kebenaran Tuhan, yang telah menjadi hamba semua orang” [112]. (LG29).

 

Catatan tentang Kardinal

Seorang kardinal adalah seorang uskup yang diberi tugas dan wewenang memilih paus baru, bila ada seorang paus yang meninggal. Sejarah awalnya, karena paus adalah uskup Roma, maka Paus baru sebetulnya dipilih oleh pastor-pastor kota Roma, khususnya pastor-pastor dari gereja-gereja “utama” (cardinalis). Dewasa ini para kardinal dipilih dan diangkat langsung oleh paus dari uskup-uskup seluruh dunia. Lama kelamaan para kardinal juga berfungsi sebagai penasihat Paus, bahkan fungsi kardinal menjadi suatu jabatan kehormatan. Sejak abad ke-13 warna pakaian khas adalah merah lembayung. Kardinal bukan jabatan hierarkis dan tidak termasuk struktur hierarkis. Jabatannya sebagai uskuplah yang merupakan jabatan hierarkis dan masuk dalam struktur hierarki. Para uskup yang dipilih oleh paus sebagai kardinal kemudian membentuk suatu Dewan Kardinal. Jumlah dewan yang berhak memilih paus dibatasi sebanyak 120 orang dan di bawah usia 80 tahun.

 

Fungsi khusus hierarki

Seluruh umat Allah mengambil bagian di dalam tugas Kristus sebagai nabi (mengajar), imam (menguduskan), dan raja (memimpin/menggembalakan). Meskipun menjadi tugas umum dari seluruh umat beriman, namun Gereja atas dasar sejarahnya di mana Kristus memilih para rasul untuk melaksanakan tugas itu secara khusus, kemudian menetapkan pembagian tugas tiap komponen umat. Gereja menetapkan pembagian tugas tiap komponen umat (hierarki, biarawan/ biarawati, dan kaum awam) untuk menjalankan tri-tugas dengan cara dan fungsi yang berbeda.

Berdasarkan  keterangan  yang  telah  diungkapkan  di  atas,  fungsi  khusus hierarki adalah:

1)    menjalankan tugas Gerejani, yakni tugas-tugas yang langsung dan eksplisit menyangkut kehidupan beriman Gereja, seperti: pelayanan sakramen- sakramen, mengajar, dan sebagainya;

2)    menjalankan   tugas   kepemimpinan   dalam   komunikasi   iman.   Hierarki memersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat dan teladan.

 

Corak kepemimpinan dalam Gereja

1)      Kepemimpinan dalam Gereja merupakan suatu panggilan khusus di mana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Kepemimpinan Gereja tidak diangkat oleh manusia berdasarkan bakat, kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yoh. 15:16). Kepemimpinan dalam masyarakat dapat diperjuangkan oleh manusia, tetapi kepemimpinan dalam Gereja tidaklah demikian.

2)      Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia sungguh mempunyai wewenang yang ber- asal dari Kristus sendiri.

3)      Kepemimpinan  gerejani  adalah  kepemimpinan  melayani,  bukan  untuk dilayani,  sebagaimana  yang  ditunjukkan  oleh Yesus  sendiri.  Maka  Paus disebut sebagai “Servus Servorum Dei” (= Hamba dari hamba-hamba Allah).

4)      Kepemimpinan  hierarki  berasal  dari  Tuhan  karena  sakramen  Tahbisan yang diterimanya maka tidak dapat dihapuskan oleh manusia. Sedangkan kepemimpinan dalam masyarakat dapat diturunkan oleh manusia, karena ia memang diangkat dan diteguhkan oleh manusia.

 

2.    Pendalaman

Peserta didik berdiskusi dalam kelompok dengan panduan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

a.      Sebutkan struktur kepemimpinan (hierarki) dalam Gereja  Katolik?

b.      Siapakah paus dan apa fungsinya?

c.       Siapakah uskup dan apa fungsinya?

d.      Siapakah imam dan apa fungsinya?

e.      Siapakah diakon dan apa fungsinya?

f.        Apa fungsi khusus hierarki?

g.       Apa corak kepemimpinan dalam Gereja?

Setelah berdiskusi kelompok, peserta didik melaporkan hasil diskusinya dan mendapat tanggapan dari kelompok lain, dan guru dapat melengkapi jawaban hasil diskusi tersebut.

 

Langkah ketiga: mewujudkan sikap syukur atas peran hierarki Gereja

1.    Refleksi

Peserta  didik  membaca  dan  menyimak  ayat-ayat  Kitab  Suci  berikut  ini (Mat. 28: 18–20).

18Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi.

19Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,

20dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."

 

Berdasarkan pesan Injil di atas, peserta didik menulis sebuah refleksi tentang peran dan fungsi hierarki Gereja. Refleksi bisa dalam bentuk doa, puisi, dan lain-lain.

 

2.    Aksi

a.      Peserta didik membuat rencana aksi untuk selalu mendoakan para pemimpin Gereja Katolik agar selalu setia pada tugas panggilan imamatnya dan menjadi gembala yang baik seperti gembala agung kita Yesus Kristus.

b.      Bersikap hormat kepada para pemimpin Gereja Katolik.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Allah Bapa di surga, kami bersyukur atas cinta-Mu, melalui pertemuan ini, Engkau telah membuat kami mengerti dan memahami bahwa hierarki Gereja-Mu: paus, imam, dan diakon, Engkau panggil demi Gereja suci-Mu juga demi pewartaan kabar sukacita-Mu. Semoga melalui kehadiran mereka di tengah jemaat-Mu, banyak umat-Mu yang terpanggil untuk membantu dan mau bekerja sama demi kemajuan Gereja. Kami berdoa secara khusus untuk mereka, bantulah mereka dalam tugas dan buatlah mereka setia dalam panggilan sucinya. Karena mereka adalah pelayan altar yang hidup, pemimpin yang nyata, dan tangan kanan-Mu yang memersatukan dan mempertemukan kami dengan Dikau. Karena Kristus Tuhan kami.

Bapa Kami… Salam Maria… Kemuliaan…

Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

1.      Struktur hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para uskup dengan paus sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu uskup.

2.      Paus adalah pemimpin para uskup. Kristus mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para uskup.

3.      Menurut kesaksian Tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Maka menurut keyakinan Tradisi, uskup Roma itu pengganti Petrus, bukan hanya sebagai uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus.

4.      Uskup adalah sebuah jabatan suci yang diberikan kepada seseorang yang telah menerima sakramen tahbisan tingkat ketiga (diakon-imam-uskup).

5.      Tugas pokok uskup di tempatnya sendiri dan paus bagi seluruh Gereja adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah memersatukan dan mempertemukan umat. Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan, dan para uskup “dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing” (LG 27).

6.      Imam adalah seorang yang ditahbiskan oleh uskup atau menerima sakramen tahbisan tingkat kedua (diakon=tahbisan tingkat pertama). Pada zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut paroki. Seorang uskup dapat disebut “pastor kepala” pada zaman itu dan imam-imam menjadi “pastor pembantu”. Lama kelamaan pastor pembantu mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah- daerah keuskupan makin besar. Dengan demikian, para uskup memiliki tugas dan tanggungjawab pelayanan yang semakin besar seiring pertumbuhan dinamika umat di wilayah keuskupannya.

7.      Para imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup, sebagai penolong dan organ mereka” (LG 28). Tugas konkret mereka sama seperti uskup: “Mereka ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi.

8.      “Pada  tingkat  hierarki  yang  lebih  rendah  terdapat  para  diakon,  yang ditumpangi tangan oleh uskup dan menerima sakramen Tahbisan tingkat pertama. Tahbisan itu ‘bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan” (LG 29). Mereka pembantu uskup tetapi tidak mewakilinya.

9.     Fungsi khusus hierarki adalah:

a.        Menjalankan tugas gerejani, yakni tugas-tugas yang langsung dan eksplisit menyangkut kehidupan beriman Gereja, seperti: pelayanan sakramen-sakramen, mengajar, dan sebagainya.

b.        Menjalankan   tugas   kepemimpinan   dalam   komunikasi   iman.   Hierarki memersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat dan teladan.

10.  Corak kepemimpinan dalam Gereja:

a.      Kepemimpinan  dalam  Gereja  merupakan  suatu  panggilan  khusus dimana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Kepemimpinan Gereja tidak diangkat oleh manusia berdasarkan bakat, kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” (Yoh. 15:16).

b.      Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia sungguh mempunyai wewenang yang berasal dari Kristus sendiri.

c.       Kepemimpinan gerejani adalah kepemimpinan melayani, bukan untuk dilayani, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Yesus sendiri. Maka Paus disebut sebagai “Servus Servorum Dei” = Hamba dari hamba-hamba Allah.

d.      Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan karena sakramen Tahbisan yang diterimanya maka tidak dapat dihapuskan oleh manusia. Sedangkan kepemimpinan dalam masyarakat dapat diturunkan oleh manusia, karena ia memang diangkat dan diteguhkan oleh manusia.

 

 


 

PERAN KAUM AWAM DALAM GEREJA KATOLIK.

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Bapa yang Mahabijaksana, dalam Gereja suci-Mu, Engkau menanamkan panggilan bagi setiap insan untuk melayani-Mu. Engkau telah mengangkat hamba-hamba-Mu, melalui imamat yang suci menjadi pemimpin Gereja kami. Engkau juga memanggil semua orang kristiani, mereka yang tak tertahbis, para awam, untuk terlibat aktif dalam karya-karya Gereja-Mu di dunia ini. Kami mohon ya Bapa, semoga dalam pembelajaran ini kami dapat mengerti, memahami dan mau terlibat dalam kegiatan Gereja-Mu. Sebagai kaum awam, semangatilah kami dalam tindakan nyata Gereja. Engkau yang kami puji kini dan sepanjang masa. Amin.

Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pemahaman tentang kaum awam

1.    Apersepsi

Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan berdialog bersama peserta didik dengan mengajak mereka mengingat kembali tentang makna hierarki Gereja Katolik. Misalnya, adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan tugas terkait dengan tema tentang hierarki Gereja Katolik.

Selanjutnya guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu peran kaum awam dalam Gereja. Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat memotivasi belajar peserta didik dengan pertanyaan, misalnya: apa itu kaum awam dalam Gereja Katolik? Untuk memahami hal tersebut, marilah kita memulai pembelajaran dengan menyimak artikel berita berikut ini.

 

2.    Membaca/menyimak cerita kehidupan

Peserta didik membaca dan menyimak artikel berita berikut ini.

 

Kaum Awam

Tema Temu Pastoral (Tepas) 2014 untuk para imam se-Keuskupan Agung Jakarta yakni kiat mengelola gerakan kaum awam untuk karya kerasulan. Inti tema ini adalah bagaimana kaum awam yang selama ini sudah terlibat dengan baik dalam tugas menggereja, semakin ditingkatkan partisipasinya.

Sebuah kabar baik dituturkan resi manajemen Peter Drucker yang menyoal tentang peran awam dalam karya sosial. Drucker meneliti para awam yang berkarya pada lembaga sosial maupun keagamaan. Kata Drucker, “Dalam tugas sosial, relawan (kaum awam) harus mendapatkan kepuasan yang jauh lebih besar sebagai hasil dari pencapaian mereka; dan memberi kontribusi yang lebih besar, terutama karena mereka tidak menerima bayaran.” Ada tiga hal pokok yang perlu mendapat penekanan: kepuasan, kontribusi, dan pembayaran.

Ketika awam yang berkarya sosial, ia justru memberi kontribusi lebih untuk karya sosialnya. Transaksional berubah menjadi pelayanan. Mengapa? Karena ia tidak mendapat pembayaran atau upah. Kepuasan yang diharapkan melampaui dari upah yang diterima, jika ia bekerja. Kaum awam puas, karena memberikan tenaga, pemikiran, bahkan dana untuk panggilan kemanusiaan (sosial).

Kesimpulan dari sang resi manajemen ini menjadi kabar gembira untuk kaum awam dan Gereja. Bagi kaum awam, mereka akan memberikan diri terbaik untuk tugas kerasulan daripada panggilan tugas dia sebagai profesional. Sementara bagi Gereja, ada kesempatan untuk mengoptimalkan peran awam dalam karya kerasulan, asalkan mereka mendapat kepuasan lebih dibanding bekerja dalam sektor formal. Dengan demikian, tugas Gereja tak lain memberi wadah terbaik, sehingga kaum awam merasa nyaman dalam pelayanan.

Umum diketahui bahwa ada beberapa tantangan ketika kaum awam hendak berpartisipasi dalam karya kerasulan. Tantangan pertama dalam diri kaum awam, seperti: pertama, yang aktif terbatas, hanya itu-itu saja. Kedua, keterbatasan pengetahuan tentang Ajaran Sosial Gereja sebagai landasan karya kerasulan. Ketiga, takut menerima risiko dalam melaksanakan wewenang jabatan. Keempat, yang terlalu aktif mendominasi, bahkan merasa yang paling hebat di antara awam yang lain.

Tantangan kedua berasal dari dalam Gereja: hierarki maupun kelembagaan Gereja. Sering muncul istilah pastor sentris, birokrasi dalam Gereja yang menimbulkan kelompok sendiri, atau kelambanan hierarki dalam melakukan eksekusi terhadap rencana yang telah ditetapkan. Dari diskusi dengan para imam dalam Tepas beberapa waktu lalu, ada tiga hal utama yang layak dilakukan, sehingga karya kerasulan kaum awam semakin optimal.

Pertama, semakin mempererat kemitraan antara imam dengan awam. Kata kunci dalam karya kerasulan tak lain adalah kemitraan. Dengan demikian, kemitraan imam dan awam harus terus ditingkatkan dan diperlebar untuk memenuhi tuntutan umat yang semakin beragam.

Kedua, mengembangkan pastoral partisipatif dan transformatif sesuai prioritas.  Pastor  sentris  memang  tidak  selalu  jelek.  Bahkan,  dalam  banyak kasus, pastor sentris akan memperkuat organisasi. Namun ketika perubahan semakin kencang dan perilaku umat semakin beragam, pastor sentris lebih baik diminimalkan. Ia diganti dengan pastoral partisipatif dan transformatif. Artinya, awam semakin aktif dan pastor selalu siap melakukan transformasi diri dan kelembagaan, sehingga awam yang partisipatif mendapat wadah terbaik.

Ketiga, pastoral berbasis data. Untuk memperkuat karya kerasulan sekaligus juga memperkuat kelembagaan, data menjadi tak terbantahkan. Melalui data yang akurat, awam bersama dengan pastor bisa merencanakan kegiatan kerasulan yang sesuai dengan perubahan zaman. Pastoral berbasis data juga akan memberikan berbagai alternatif bagi kaum awam untuk merasul. Data mematahkan opini. Data memberikan legitimasi dalam bertindak dan berkarya.

Apresiasi tinggi kepada kaum awam yang sudah memberikan diri terbaik dalam hidup menggereja. Gereja masa depan memang tak lepas dari kemitraan yang solid antara awam dan imam (A.M. Lilik Agung HIDUP NO. 32, 10 Agustus 2014).

Sumber: www.hidupkatolik.com/A.M. Lilik Agung (2018)

 

3.    Pendalaman

Peserta didik mendalami artikel berita dengan pertanyaan-pertanyaan berikut.

a.    Apa isi secara keseluruhan artikel di atas?

b.    Apa saja peran kaum awam dalam karya sosial menurut Peter Drucker?

c.     Apa itu kaum awam?

Setelah peserta didik memberikan jawaban, guru memberikan peneguhan dan berlanjut pada langkah pembelajaran selanjutnya.

 

Langkah kedua: menggali ajaran Gereja tentang kaum awam

1.    Membaca dan menyimak ajaran Gereja

Peserta didik membaca dan menyimak ajaran Gereja tentang kaum awam dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja Lumen Gentium, artikel 31.

 

“Yang dimaksud dengan istilah awam di sini ialah semua orang beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius yang diakui dalam Gereja. Jadi kaum beriman kristiani, yang berkat baptis telah menjadi anggota tubuh Kristus, terhimpun menjadi umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus, dan dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap umat kristiani dalam Gereja dan di dunia.

Ciri khas dan istimewa kaum awam yakni sifat keduniaannya. Sebab mereka yang termasuk golongan imam, meskipun kadang-kadang memang dapat berkecimpung dalam urusan-urusan keduniaan, juga dengan mengamalkan profesi keduniaan, berdasarkan panggilan khusus dan tugas mereka terutama diperuntukkan bagi pelayanan suci. Sedangkan para religius dengan status hidup mereka memberi kesaksian yang cemerlang dan luhur, bahwa dunia tidak dapat diubah dan dipersembahkan kepada Allah, tanpa semangat Sabda Bahagia. Berdasarkan panggilan mereka yang khas, kaum awam wajib mencari kerajaan Allah, dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, artinya: menjalankan segala macam tugas dan pekerjaan duniawi, dan berada di tengah kenyataan biasa hidup berkeluarga dan sosial. Hidup mereka kurang lebih terjalin dengan itu semua. Di situlah mereka dipanggil oleh Allah, untuk menunaikan tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat Injil, dan dengan demikian ibarat ragi membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia bagaikan dari dalam. Begitulah mereka memancarkan iman, harapan dan cinta kasih terutama dengan kesaksian hidup mereka, serta menampakkan Kristus kepada sesama. Jadi tugas mereka yang istimewa yakni: menyinari dan mengatur semua hal-hal fana, yang erat-erat melibatkan mereka, sedemikian rupa, sehingga itu semua selalu terlaksana dan berkembang menurut kehendak Kristus, demi kemuliaan Sang Pencipta dan Penebus. (LG 31).

 

2.    Pendalaman

Peserta didik berdiskusi dalam kelompok kecil mendalami ajaran Gereja dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

a.      Apa makna kaum awam menurut ajaran Gereja?

b.      Apa ciri khas kaum awam menurut ajaran Gereja?

c.       Apa tugas istimewa kaum awam  menurut ajaran Gereja?

d.      Apa peran kaum awam dalam Gereja?

Setelah berdiskusi dalam kelompok, peserta didik mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya masing-masing di depan kelas, dan peserta kelompok lain dapat menanggapinya.

 

3.    Penjelasan

Guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan atas jawaban hasil diskusi peserta didik.

a.      Kaum awam adalah semua orang beriman kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima Tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui dalam Gereja (lih. LG 31).

b.      Hubungan awam dan hierarki sebagai partner kerja; sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II, rohaniwan (hierarki) dan awam memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi.

c.       Peranan awam sering diistilahkan sebagai kerasulan awam yang tugasnya dibedakan sebagai kerasulan internal dan eksternal. Kerasulan internal atau kerasulan “di dalam Gereja” adalah kerasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hierarkis, walaupun awam dituntut juga untuk mengambil bagian di dalamnya. Kerasulan eksternal atau kerasulan “dalam tata dunia” lebih diperani oleh para awam. Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir untuk membangun kerajaan Allah di dunia ini.

 

Kerasulan dalam tata dunia (eksternal)

a.    Berdasarkan  panggilan  khasnya,  awam  bertugas  mencari  kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan dunia.

b.    Mereka dipanggil Allah menjalankan tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat Injil. Mereka dapat menguduskan dunia dari dalam laksana ragi (lih. LG 31). Kaum awam dapat menjalankan kerasulannya dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan manusia serta meresapkan dan memantapkan semangat Injil ke dalam “tata dunia” sedemikian rupa sehingga kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian tentang karya Kristus dan melayani keselamatan manusia.

c.     “Tata dunia” adalah medan bakti khas kaum awam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul dalam bidang-bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan, dan sebagainya hendaknya menjadi medan bakti mereka. Sampai sekarang ini, masih banyak di antara kita yang melihat kerasulan dalam tata dunia bukan sebagai kegiatan kerasulan. Mereka menyangka bahwa kerasulan hanya berurusan dengan hal-hal rohani yang sakral, kudus, serba keagamaan, dan yang menyangkut kegiatan-kegiatan dalam lingkup Gereja.

 

Kerasulan dalam Gereja (internal)

a.    Keterlibatan awam dalam tugas membangun Gereja ini bukanlah karena menjadi perpanjangan tangan dari hierarki atau ditugaskan hierarki, tetapi karena pembaptisan ia mendapat tugas itu dari Kristus. Awam hendaknya berpartisipasi dalam tri-tugas Gereja.

1)      Dalam tugas nabi (pewarta sabda), seorang awam dapat mengajar agama, sebagai katekis, memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman, dan sebagainya.

2)      Dalam tugas imam (menguduskan), seorang awam dapat:

·        memimpin doa dalam pertemuan umat,

·        memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah,

·        membagi komuni sebagai prodiakon,

·        menjadi pelayan putera altar, dan sebagainya.

3)      Dalam tugas raja (pemimpin), seorang  awam dapat:

·        menjadi anggota dewan paroki,

·        menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dan sebagainya.

b.    Setiap komponen Gereja memiliki fungsi yang khas:

·        hierarki yang bertugas memimpin (melayani) dan memersatukan umat Allah. Biarawan/biarawati dengan kaul-kaulnya mengarahkan umat Allah pada dunia yang akan datang (eskatologis).

·        para awam bertugas merasul dalam tata dunia. Mereka menjadi Rasul dalam keluarga-keluarga dan dalam masyarakat di bidang ideologi politik ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan nasional (ipoleksosbudhankamnas). Jika setiap komponen Gereja menjalankan fungsinya masing-masing dengan baik, maka adanya kerja sama yang baik pasti terjamin.

c.     Semua komponen perlu kerja sama. Walaupun tiap komponen memiliki fungsinya masing-masing, namun untuk bidang-bidang tertentu, terlebih dalam kerasulan internal yaitu membangun hidup menggereja, masih dibutuhkan partisipasi dan kerja sama dari semua komponen.

 

Langkah ketiga: menghayati kekudusan dalam hidup

1.    Refleksi

a.      Peserta didik membaca dan menyimak kisah  I. J. Kasimo, seorang tokoh awam Katolik berikut ini.

I. J. Kasimo, Sosok yang Tegas, Berprinsip Teguh dan Cinta Kebenaran

Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono atau yang biasa dikenal dengan I.J. Kasimo lahir di Yogya- karta, 10 April 1900 silam. Beliau adalah salah satu pendiri Universitas Katolik  (Unika)  Atma  Jaya  yang juga aktif dalam memperjuangkan Indonesia. I.J.   Kasimo   merupakan   anak dari seorang tentara keraton, sehing- ga   sejak   kecil   ia   dididik   sesuai tradisi keraton. Saat menempuh pendidikan   di   sekolah   Muntilan yang didirikan oleh Romo Van Lith, ia kemudian tertarik untuk mendalami agama Katolik dan dibaptis secara Katolik dengan nama baptis Ignatius Joseph.

Tahun 1918, beliau kembali melanjutkan pendidikannya di Bogor dan bergabung dengan Jong Java. Beliau mulai aktif dalam dunia politik pada tahun 1923 dengan mendirikan partai politik Katolik, dan menjadi anggota Volksraad pada 1931–1942.

Sejak   itu,   I.J.   Kasimo   beberapa   kali   diangkat   sebagai   menteri. Beliau   berperan   aktif   dalam   berbagai   kegiatan   kenegaraan,   seperti mengikuti konferensi dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, memperjuangkan Pancasila sebagai dasar negara saat menjadi anggota dewan, sampai keikutsertaannya dalam perjuangan perebutan Irian Barat. Pada masa orde baru, ia diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Beliau dikenal sebagai pribadi yang tegas dan berpegang teguh pada prinsip serta menjunjung tinggi kebenaran. Hermawi Fransiskus Taslim selaku Ketua Forum Alumni PMKRI, dikutip dari m.biokristi.sabda.org, mengatakan bahwa meskipun I.J. Kasimo adalah tokoh minoritas, namun dalam berpolitik di benaknya tidak ada minoritas dalam konsep kewarganegaraan. Baginya, istilah minoritas dan mayoritas merupakan konsep statistik bukan kewarganegaraan.

I.J. Kasimo mendapat anugerah Bintang Ordo Gregorius Agung dari Paus Yohanes Paulus II dan diangkat menjadi Komandator Golongan Sipil dari Ordo Gregorius Agung karena perjuangan yang telah ia lakukan. I.J. Kasimo juga dianugerahi gelar pahlawan nasional pada tahun 2011 lalu.

Sebagai salah satu pendiri Unika Atma Jaya dan untuk mengenang jasa- jasanya, nama I.J. Kasimo diabadikan sebagai salah satu nama gedung di Unika Atma  Jaya,  yaitu  gedung  I.J.  Kasimo  yang  juga  dikenal  dengan gedung C. (RFS).

Sumber: atmajaya.ac.id

 

b.      Setelah  membaca  kisah  I.J.  Kasimo,  peserta  didik  menulis  sebuah  refleksi tentang nilai-nilai apa saja yang diperjuangkan pahlawan nasional ini yang dapat mereka kembangkan dalam hidupnya sehari-hari sebagai anggota kaum awam Katolik.

 

2.    Aksi

Peserta didik membuat rencana aksi untuk mewujudkan kerasulan awam di rumah dan sekolah.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Tuhan Yesus, terima kasih kami sampaikan kepada-Mu, karena Engkau telah berkenan hadir dalam pelajaran kami. Tuhan Yesus, Engkau telah memanggil kami untuk mau terlibat dalam karya Gereja-Mu. Semoga umat-Mu sehati sejiwa, mampu bekerja sama dengan hierarki Gereja-Mu. Dan jadikanlah kami umat-Mu untuk setia dan penuh semangat dalam karya perutusan kami. Demi Kristus Tuhan kami.

Bapa kami... Salam Maria… Kemuliaan…

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

a.         Dalam  kehidupan  menggereja,  kaum  awam  merupakan  bagian  terbesar. Menurut Lumen Gentium artikel 31, kaum awam adalah semua orang beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau berstatus religius yang diakui dalam Gereja.

b.        Maka kaum beriman kristiani, berkat baptis telah menjadi anggota tubuh Kristus,  terhimpun  menjadi  umat Allah.  Dengan  caranya  sendiri,  kaum awam ikut mengemban tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus. Dengan demikian, sesuai dengan kemampuannya kaum awam melaksanakan perutusan segenap umat kristiani dalam Gereja dan dunia.

c.         Tugas khas kaum awam adalah melaksanakan dan mewujudkan kabar baik di tengah-tengah dunia, di mana kaum klerus dan biarawan-biarawati tidak dapat masuk ke dalamnya kecuali melalui kaum awam.

d.        Peranan awam sering diistilahkan sebagai kerasulan awam yang tugasnya dibedakan sebagai kerasulan internal dan eksternal. Kerasulan internal atau kerasulan “di dalam Gereja” adalah kerasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hierarkis, walaupun awam dituntut juga untuk mengambil bagian di dalamnya. Kerasulan eksternal atau kerasulan “dalam tata dunia” lebih diperani oleh para awam. Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir untuk membangun kerajaan Allah di dunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar