KELUHURAN MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH
Doa Pembuka
Mohon
Rahmat Persaudaraan (PS 198)
Allah Bapa kami Yang Maha Pengasih
dan Penyayang, Engkau telah menanamkan benih kasih dalam hati semua orang.
Bahkan Engkau telah mengutus Roh-Mu sendiri tinggal dalam hati setiap insan.
Dan Engkau menghendaki kami saling mengasihi sebagaimana kami mengasihi diri
kami sendiri. Kami bersyukur kepada-Mu atas kasih-Mu. Engkau telah mengangkat
semua orang menjadi anak-Mu dan mengasihi mereka semua dengan kasih yang sama
dan hidup rukun sebagai saudara. Lebih-lebih kami bersyukur karena Yesus selalu
berdoa bagi semua orang agar mereka bersatu, seperti Yesus sendiri bersatu
dengan Dikau.
Kami mohon: curahkanlah rahmat
persaudaraan kepada semua orang agar mereka semua tekun mengusahakan kedamaian,
kerukunan, dan ketenteraman. Bebaskanlah umat-Mu dari hal-hal yang melemahkan
semangat persaudaraan: cekcok, iri hati, dengki, fitnah, dan sikap hanya
mementingkan diri kami sendiri. Doa ini kami sampaikan kepada-Mu dengan
pengantaraan Kristus dalam persekutuan dengan Roh Kudus, kini dan sepanjang
masa. (Amin.)
Langkah Pertama: Mengamati Kasus Pelanggaran terhadap Martabat
Manusia
1. Guru
memberi pengantar singkat, misalnya:
Dalam pelajaran sebelumnya sudah
mendalami materi bahwa manusia itu bukan sesuatu, melainkan seorang pribadi
unik yang bernilai. Nilai seseorang tidak ditentukan oleh materi, kedudukan
atau status sosial, jenis kelamin dan bukan pula oleh kebudayaan, suku, ras
atau kebangsaannya. Akan tetapi dalam kenyataannya kita masih menemukan
banyaknya kasus pelanggaran martabat manusia di dalam masyarakat. Dalam subbab
ini kita akan belajar bersama tentang keluhuran martabat manusia sebagai citra
Allah. Marilah kita simak artikel berikut ini!
Pertemuan Santo Fransiskus dengan
Sultan Malek Al-Kamil
HIDUPKATOLIK.com−Santo
Fransiskus dengan berani mendekati Sultan Mesir demi mengupayakan perdamaian,
sekalipun nyawanya menjadi taruhan.
Di
tengah Perang Salib, Sultan Mesir Malek al-Kamil, keponakan Saladin, menyatakan
bahwa siapa pun yang menyerahkan padanya kepala orang Kristen akan diberi
imbalan sepotong emas Bizantium. Pada Agustus 1219, pasukannya berhasil
mempertahankan Benteng Damietta dan menewaskan sekitar 5.000 tentara salib.
Lalu,
datanglah Santo Fransiskus dari Asisi. Awalnya, ia memohon kepada Kardinal
Pelagius, komandan pasukan Kristen, untuk menghentikan pertempuran ini. Namun,
Pelagius menolak. Fransiskus pun mengajak Bruder Illuminatus menemaninya
melintasi garis pertempuran dengan berani tanpa senjata. Tentara Sultan
menangkap Fransiskus dan Illuminatus, kemudian membawa keduanya ke hadapan
Sultan.
Dalam
tulisannya, St. Bonaventura menggambarkan dalam pertemuan itu, Sultan mengawali
percakapan dan bertanya oleh siapa, mengapa, dalam kapasitas apa mereka diutus,
dan bagaimana mereka sampai di sana. Namun, Fransiskus menjawab, mereka diutus
oleh Allah, bukan oleh manusia, untuk menunjukkan jalan keselamatan kepada
Sultan dan rakyatnya, serta memberitakan kebenaran Injil. Ketika Sultan melihat
antusias dan keberaniannya, ia mendengarkan Fransiskus dengan sabar dan
mendesaknya untuk tetap bersamanya.
Fransiskus
menyapa Sultan dengan salam, “Semoga Tuhan memberimu kedamaian.” Ini mirip
dengan salam tradisional Muslim “Assalam o alaikum” atau ‘salam bagimu’. Salam
yang sontak mengejutkan Sultan, yang langsung terpesona oleh kekudusan
Fransiskus. Fransiskus pun melanjutkan dengan sebuah renungan dari Injil.
Sultan
dapat melihat kasih yang mengalir dari Fransiskus. Ia kagum akan keberaniannya.
Mereka berbicara bersama tentang kehidupan spiritual, dan merefleksikan tradisi
masing-masing.
Fransiskus
dan Illuminatus kemudian tinggal di kamp Muslim selama beberapa hari. Sebelum
mereka pergi, Sultan memberi banyak hadiah berharga. Namun, karena
spiritualitas kesederhanaannya, Fransiskus menolak semuanya, kecuali satu
hadiah istimewa: tanduk gading. Tanduk gading itu biasa digunakan oleh muazin
untuk menandakan azan. Sekembalinya ke Italia, Fransiskus menggunakan tanduk
gading untuk memanggil umatnya berdoa atau saat ia ingin berkhotbah. Tanduk
gading itu kini dipajang di Asisi.
Fransiskus
juga membagikan rasa hormatnya yang baru dan mendalam terhadap saudara-saudari
Muslimnya, menghancurkan lingkaran permusu- han dan kesalahpahaman yang memicu
Perang Salib. Fransiskus terutama dikejutkan oleh Muslim yang berdoa lima kali
sehari dan bersujud untuk menyembah Allah. Surat-suratnya mendesak orang-orang
Kristen untuk mengadopsi praktik serupa: menjadikan doa sebagai bagian dari
kehidupan sehari-hari, untuk mengingat Allah dalam segala hal.
Pertemuan
ini juga mengubah Sultan. Ia meminta prajuritnya untuk mengawal Fransiskus,
saat ia harus melalui negara-negara Muslim. Sejak saat itu, Sultan
memperlakukan tahanan perang Kristen dengan kebaikan dan kemurahan hati.
Fransiskus
dan Sultan tidak ada yang berpindah keyakinan. Tetapi, mereka bertemu sebagai
manusia ciptaan Allah. Tak lama setelah itu, ada beberapa ikonografi dari Timur
yang menunjukkan kedua pria ini. Salah satu penasihat spiritual Sultan,
mempunyai tulisan di nisannya bahwa yang mengubah hidupnya adalah pertemuan
antara seorang biarawan Kristiani dengan Sultan.
Hermina Wulohering
Sumber: HIDUP NO.08 2019, 24 Februari 2019
Hidupkatolik.com/2019/03/26/34266/fransiskus-asisi-dan-malek-al-kamil/
2. Guru
meminta peserta didik mengungkapkan tanggapannya terhadap kasus di atas dalam
bentuk pertanyaan untuk didiskusikan, berkaitan dengan tema keluhuran martabat
manusia sebagai citra Allah, misalnya:
a. Apa
yang mendasari/menggerakkan hati Santo Fransiskus menemui Sultan Malek
Al-Kamil?
b. Pilihlah
satu kalimat dalam kisah tersebut yang paling menarik bagimu! Dan berikan
alasannya!
c. Nilai
apa yang dapat kalian ambil dari perjumpaan Santo Fransiskus dengan Sultan
Malek Al-Kamil di atas? Berikan penjelasan singkat!
3. Guru
mengajak peserta didik melakukan diskusi kelompok dan menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut dan mengemukakan contoh pelanggaran martabat manusia yang terjadi di
daerahnya.
4. Setelah
diskusi selesai, guru memberi kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk
mempresentasikan hasilnya. Kelompok lain dapat memberi tanggapan berupa
pertanyaan atau komentar kepada kelompok lain setelah semua kelompok selesai
presentasi.
5. Guru
dapat memberikan peneguhan sebagai berikut:
a. Perang
dan kebencian akan membawa kehancuran apalagi seringkali dibumbui dengan
fanatisme agama yang kadang buta dari kebenaran ajaran agama yang sebenarnya.
b. Atas
dasar itulah Fransiskus berinisiatif melibatkan diri untuk mencoba ikut
menyelesaikan konflik dengan melakukan dialog dengan Sultan.
c. Sebuah
tindakan yang positif dari setiap pemeluk agama adalah representasi dari Tuhan
yang ia sembah. Namun sebaliknya, setiap hal negatif yang dilakukan oleh
seorang yang mengaku ‘beragama’ jelas tidak mewakili Tuhan yang ia sembah
karena tidak ada kejahatan dalam Tuhan dan tidak ada keburukan dalam agama yang
mewakili Tuhan.
d. Pada
akhirnya Fransiskus harus pulang sebagai seorang biarawan Kristen dan Sultan
Malik Al-Kamil tetap sebagai sultan Muslim. Mereka telah memberi teladan pada
kita untuk selalu mengutamakan dialog dalam setiap pertikaian yang terjadi.
e. Dendam,
kebencian, dan permusuhan mungkin memang pernah mewarnai sejarah dunia, tapi
perdamaian dan persaudaraan sejati bukanlah sesuatu yang tidak mungkin selama
manusia memiliki hati dan pikiran terbuka untuk selalu berdialog.
6. Di
balik maraknya berbagai pelangggaran terhadap keluhuran martabat manusia, kita
bersyukur karena muncul juga tokoh-tokoh yang memberikan pikiran dan
pelayanannya untuk membela dan memperjuangkan keluhuran martabat manusia.
Carilah informasi dari berbagai sumber tentang beberapa tokoh pejuang kemanusiaan
berikut ini, dan jelaskan pula nilai- nilai kemanusiaan apa yang
diperjuangkannya! Misalnya: Mahatma Gandi, Bunda Teresa, Romo Mangun, Gus Dur,
dan lain-lain.
7. Guru
meminta peserta didik memilih salah satu tokoh dan menuliskan nilai- nilai yang
diperjuangkan oleh tokoh tersebut.
8. Guru
mempersilakan peserta didik bertukar informasi dengan kelompok lain, terutama
yang tokohnya berbeda dengan kelompoknya dan peserta didik menuliskan juga
tokoh dan nilai yang diperjuangkan.
9. Selanjutnya,
guru dapat memberi peneguhan sebagai berikut:
a. Dalam
setiap konflik atau pertikaian yang terjadi di manapun, selalu muncul tokoh
yang mengupayakan dialog dan perdamaian. Hal ini sejatinya karena manusia
selalu merindukan sebuah persaudaraan di antara sesama sebagai makhluk yang bermartabat
secara penuh.
b. Manusia
adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bermartabat. Sebagai makhluk yang
bermartabat, manusia memiliki di dalam dirinya akal budi, rasa, hati dan
kehendak. Manusia menggunakan akal budi untuk mencari kebenaran. Manusia
menggunakan perasaan untuk menilai kebaikan. Manusia menggunakan hatinya untuk
memutuskan apa yang baik. Dan manusia menggunakan kehendak untuk memilih
kebaikan. Antara akal budi, rasa, hati dan kehendak ada penyatuan mutlak bagi
manusia dalam mencapai kebaikan umum, yaitu nilai-nilai keutamaan hidup yang
berlaku bagi semua orang.
c. Istilah
martabat berasal dari kata dignity (Inggris), dignitas-dignus (Latin) yang
berarti: layak, patut, wajar. Secara singkat martabat berarti konsep moralitas
yang menyatakan tingkat nilai atau bobot seorang pribadi. Karena bernilai
itulah maka manusia tidak dapat dijadikan obyek, diperalat, diperbudak atau
dijadikan sarana untuk mencapai tujuan tertentu baik oleh dirinya sendiri
maupun oleh orang lain.
d. St.
Thomas Aquinas memandang manusia sebagai makhluk bermartabat karena statusnya
sebagai citra Allah yang memiliki similitudo dan imago Dei. Similitudo adalah
keluhurannya atas makhluk ciptaaan yang lain, sedangkan imago lebih menunjuk
pada panggilan terdalam untuk bersatu dalam hidup Ilahi. Yang mencirikan
manusia sebagai makhluk bermartabat.
Langkah Kedua: Mendalami Kitab Suci dan Ajaran Gereja yang tentang
Keluhuran Martabat Manusia sebagai Citra Allah
1. Guru
mengajak peserta didik untuk membaca dan merenungkan teks Kitab Suci berikut:
Mazmur
8:2–10
2Ya
Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan- Mu yang
mengatasi langit dinyanyikan.
3Dari
mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan
karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam.
4Jika
aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang
Kautempatkan:
5apakah
manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau
mengindahkannya?
6Namun
Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya
dengan kemuliaan dan hormat.
7Engkau
membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di
bawah kakinya:
8kambing
domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang;
9burung-burung
di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan.
10Ya
TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi
Mazmur
pujian ini lahir dari kesadaran manusia akan besarnya karya- karya Tuhan kepada
manusia. Tuhan telah menganugerahkan kepada manusia untuk berkuasa atas
ciptaan-ciptaan yang lain. Itulah keluhuran martabat manusia sebagai citra
Allah.
Katekismus
Gereja Katolik 357, 358, 360
357 Karena ia diciptakan menurut citra Allah, manusia memiliki
martabat sebagai pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seorang. Ia mampu
mengenal diri sendiri, menjadi tuan atas dirinya, mengabdikan diri dalam
kebebasan dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, dan karena rahmat ia
sudah dipanggil ke dalam perjanjian dengan Penciptanya, untuk memberi kepada-
Nya jawaban iman dan cinta, yang tidak dapat diberikan suatu makhluk lain
sebagai penggantinya.
358 Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk manusia (Bdk. GS 12,1;
24,2; 39,1), tetapi manusia itu sendiri diciptakan untuk melayani Allah, untuk
mencintai- Nya dan untuk mempersembahkan seluruh ciptaan kepadaNya: “Makhluk
manakah yang diciptakan dengan martabat yang demikian itu? Itulah manusia,
sosok yang agung, yang hidup dan patut dikagumi, yang dalam mata Allah lebih
bernilai daripada segala makhluk. Itulah manusia; untuk dialah langit dan bumi
dan lautan dan seluruh ciptaan. Allah sebegitu prihatin dengan keselamatannya,
sehingga Ia tidak menyayangi Putra-Nya yang tunggal untuk dia. Allah malahan
tidak ragu-ragu, melakukan segala sesuatu, supaya menaikkan manusia kepada
diri-Nya dan memperkenankan ia duduk di sebelah kanan-Nya” (Yohanes
Krisostomus, Serm. in Gen. 2,1).
360 Umat manusia merupakan satu kesatuan karena asal yang sama.
Karena Allah “menjadikan dari satu orang saja semua bangsa dan umat manusia”
(Kis. 17:26, Bdk. Tob 8:6). Pandangan yang menakjubkan, yang memperlihatkan
kepada kita umat manusia dalam kesatuan asal yang sama dalam Allah dalam kesatuan
kodrat, bagi semua disusun sama dari badan jasmani dan jiwa rohani yang tidak
dapat mati dalam kesatuan tujuan yang langsung dan tugasnya di dunia; dalam
kesatuan pemukiman di bumi, dan menurut hukum kodrat semua manusia berhak
menggunakan hasil-hasilnya, supaya dengan demikian bertahan dalam kehidupan dan
berkembang; dalam kesatuan tujuan adikodrati: Allah sendiri, dan semua orang
berkewajiban untuk mengusahakannya: dalam kesatuan daya upaya, untuk mencapai
tujuan ini;… dalam kesatuan tebusan, yang telah dilaksanakan Kristus untuk
semua orang” (Pius XII Ens. “Summi Pontificatus”) Bdk. NA 1.
2. Guru
meminta peserta didik berdiskusi dalam kelompok untuk merumuskan nilai-nilai
atau ajaran yang hendak diwartakan melalui kutipan-kutipan di atas.
3. Dalam
kelompok, peserta didik diminta menanggapi keterkaitan teks-teks Kitab Suci dan
ajaran Gereja di atas, dengan pemahaman tentang manusia citra Allah. Bila
dianggap perlu, guru dapat memberikan pertanyaan untuk didiskusikan, misalnya:
a. Apa
keunggulan manusia dibandingkan ciptaan Allah yang lain?
b. Berdasarkan
kutipan di atas, siapa yang dimaksud dengan saudara? Bagaimana pandangan kalian
dengan pernyataan bahwa semua manusia satu saudara?
c. Buatlah
sebuah rumusan yang menunjukkan sejauh mana kalian sudah menghayati keberadaan
dirinya sebagai citra Allah!
d. Jelaskan
konsep bermartabat sebagai pribadi berdasarkan Katekismus Gereja Katolik?
4. Guru
mempersilakan peserta didik mencatat hasil yang diperoleh dalam kelompok dan
perwakilan kelompok melaporkan hasilnya dalam pleno.
5. Setelah
pleno, guru dapat memberikan peneguhan sebagai berikut:
a. Mazmur
8:1⎯10 ini, menggambarkan bagaimana
Allah menciptakan manusia dan menempatkan manusia secara istimewa di antara
semua ciptaan dan merefleksikan kemuliaan manusia. Mazmur ini merupakan kidung
pujian kepada Allah karena telah memberikan kepada manusia tanggung jawab dan
martabat. Kej. 1:1⎯2:3. Manusia ditempatkan Allah
pada kedudukan yang sangat istimewa. Ia diciptakan menurut gambar dan rupa Sang
Pencipta (Kej. 1:26).
b. Di
zaman kuno “gambar digunakan untuk mengacu pada patung raja yang di tempat di
seluruh penjuru kekuasaannya, tempat dia tidak dapat hadir, sebagai wakil
kehadirannya. Demikianlah manusia adalah wakil Allah di dunia ini untuk
berkuasa atas alam sesuai dengan kehendak yang diwakilinya. Menurut Sir. 17:3⎯4 melihat kesamaan itu dalam kekuatan yang memungkinkan
pelaksanaan sebagai raja atas ciptaan lain. Sedangkan menurut Keb. 2:23
kesamaan terletak dalam kebakaan manusia. Maka kedudukan manusia adalah tuan
atau raja atas segenap ciptaan, semacam wakil Allah untuk tugas itu. Hal ini
diperkuat oleh Mzm. 8 yang mengerti kesamaan dengan Allah juga dalam yang
berkuasa atas ciptaan yang lain. Namun demikian manusia juga harus
menggambarkan Allah dalam kebaikan, kasih, dan kemurahan hati.
c. Dengan
demikian manusia sebagai citra Allah berarti manusia diberi tugas untuk
melakukan apa yang Allah buat yaitu berkuasa atas ciptaan lain. Manusia sungguh
akan menjadi gambar Allah kalau ia sungguh melaksanakan tugasnya itu sesuai
dengan kehendak Sang Pencipta. Maka tugas manusia ialah meneruskan karya
penciptaan Allah di dunia ini dengan meneruskan dan melestarikan kehidupan
serta melaksanakan kekuasaan atas ciptaan lain. Untuk dapat melaksanakan tugas
itu manusia dibekali oleh Allah yaitu berkat-Nya dan terutama dengan kemampuan
intelektual.
d. Karena
manusia diciptakan sebagai citra Allah, manusia memiliki martabat sebagai
pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seseorang. Ia mengenal diri sendiri,
menjadi tuan atas diri sendiri, mengabdikan diri dalam kebebasan, dan hidup
dalam kebersamaan dengan orang lain, dan dipanggil membangun relasi dengan
Allah, penciptanya (KGK 357).
e. Persaudaraan
sejati tidak membedakan orang berdasarkan agama, suku, ras, ataupun golongan,
karena semua manusia adalah sama-sama umat Tuhan dan sama-sama dikasihi Tuhan.
Maka setiap orang yang membenci sesamanya, ia membenci Tuhan.
Langkah Ketiga: Refleksi dan Aksi
1. Refleksi.
Baca
dan renungkanlah Kitab Mazmur 139:7−17 berikut ini dalam suasana hening!
Mazmur 139:7−17
7Ke
mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan- Mu?
8Jika
aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia
orang mati, di situ pun Engkau.
9Jika
aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut,
10juga
di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku.
11Jika
aku berkata: “Biarlah kegelapan saja melingkupi aku, dan terang sekelilingku
menjadi malam,”
12maka
kegelapan pun tidak menggelapkan bagi-Mu, dan malam menjadi terang seperti
siang; kegelapan sama seperti terang.
13Sebab
Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku.
14Aku
bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang
Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.
15Tulang-tulangku
tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan
aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah;
16mata-Mu
melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari
yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya.
17Dan
bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah! Betapa besar jumlahnya!
2. Aksi.
a. Guru
meminta peserta didik memilih salah satu ayat dari kutipan Kitab Mazmur di atas
yang paling menyentuh hatinya kemudian peserta didik diminta membuat sebuah
refleksi pribadi atau doa sesuai dengan ayat yang dipilih!
b. Guru
memberikan rangkuman berikut:
c. Pada
hari ini kita telah belajar bersama tentang keluhuran martabat manusia sebagai
citra Allah. Kita sadar akan cinta Allah yang luar biasa dan menempatkan
manusia di tempat yang sangat istimewa, yakni secitra dengan-Nya. Keluhuran
martabat manusia inilah yang menjadikan manusia saling mengasihi karena mereka
semua adalah saudara di hadapan Allah. Semoga setelah ini kita semua mampu
menjadi contoh dalam menjunjung tinggi martabat manusia dalam hidup
sehari-hari.
Doa Penutup
Marilah kita tutup pelajaran kita
dengan doa
“Jadikanlah Aku Pembawa Damai (Doa
St. Fransiskus) dari PS 221.
Tuhan,
Jadikanlah aku pembawa damai,
Bila terjadi kebencian, jadikanlah
aku pembawa cinta kasih,
Bila terjadi penghinaan,
jadikanlah aku pembawa pengampunan, Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku
pembawa kerukunan, Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian,
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran,
Bila terjadi kecemasan, jadikanlah
aku pembawa harapan, Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku sumber kegembiraan,
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang,
Tuhan semoga aku ingin menghibur
daripada dihibur, memahami daripada dipahami, mencintai daripada dicintai,
sebab dengan memberi aku menerima, dengan mengampuni aku diampuni, dengan mati
suci aku bangkit lagi, untuk hidup selama-lamanya
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar