GEREJA YANG SATU
Doa Pembuka
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Bapa yang kekal, Gereja-Mu telah
menjadi tanda keselamatan kami di dunia ini. Gereja-Mu yang bersifat satu,
kudus, katolik, dan apostolik sebagaimana iman Para Rasul yang telah kami
yakini hingga kini, telah menjadi tanda kehadiran-Mu yang memersatukan dan
menguduskan umat pilihan-Mu. Kami mohon kepada-Mu, ya Bapa, kunjungi dan hadirlah
dalam pertemuan ini agar kami memahami Gereja yang utuh dan semakin mencintai
Gereja kudus-Mu. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami.
Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali
pengalaman tentang kesatuan Gereja di dunia
1. Apersepsi
Guru
membuka dialog bersama peserta didik
dengan mengajak peserta didik
mengingat kembali tema
atau pokok bahasan
dan penugasan sebelumnya tentang paham dan makna Gereja.
misalnya adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan aksi-aksi nyata
sebagai anggota Gereja di tengah keluarga, lingkungan, dan masyarakat.
Selanjutnya
guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu sifat-sifat Gereja.
Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat membangkitkan motivasi
belajar peserta didik dengan beberapa pertanyaan, misalnya: apa saja
sifat-sifat Gereja: satu, kudus,
katolik, dan apostolik. Untuk memahami sifat- sifat Gereja itu, marilah kita
memulai pembelajaran saat ini tentang sifat Gereja yang satu dengan menyimak
artikel berita berikut ini.
2. Membaca/menyimak
cerita kehidupan
Peserta
didik membaca dan menyimak artikel
berita berikut ini.
Delegasi Orang Muda Katolik
Sedunia Berkumpul di Panama
World
Youth Day (WYD) adalah gagasan Santo Paus Yohanes II. Paus asal Polandia dengan
nama Carol Wojtila melihat dua pertemuan internasional orang muda sebelumnya
sangat sukses yaitu pertemuan di Roma tahun 1984 dan 1985, akhirnya
terbentuknya di bulan Desember 1985.
Sejak
1985, WYD dirayakan setiap tahun pada Minggu Palma di tingkat- tingkat
keuskupan dan lokal seluruh Gereja sedunia. Setiap dua atau tiga tahun, WYD
dirayakan secara internasional di tempat yang dipilih oleh Paus. Orang muda
Katolik (OMK) seluruh dunia berkumpul bersama Bapa Suci di sana.
Selama
WYD peserta mengunjungi negara tuan rumah, melakukan pelayanan masyarakat,
mengunjungi keuskupan, dan ikut serta dalam berbagai perayaan. Ada seminar,
pertemuan katekese, diakhiri dengan misa kepausan yang dipimpin oleh Bapa Suci
atau Sri Paus. Pertemuan terakhir tahun 2019 di Panama, Amerika Latin.
Pertemuan berikutnya tahun 2022, namun Paus Fransiskus mengundurkannya ke tahun
2023, karena adanya pandemi Covid-19 saat ini.
Paus Fransiskus Menutup WYD ke-34
di Panama
Hari
Pemuda Sedunia ke-34 2019 ditutup pada hari Minggu tanggal 27 Januari 2019 di
hadapan 700.000 orang dan di antaranya
adalah delegasi puluhan ribu orang Katolik dari seluruh dunia bersatu di Campo
San Juan Pablo II–Metro Park (Panama City, Panama), dengan Misa Kudus yang
dipimpin oleh Paus Fransiskus.
Bapa Suci
menyampaikan homilinya berdasarkan
tema dari bacaan injil hari Minggu: “Mata semua orang
di sinagoga tertuju padanya. Dan dia mulai berkata kepada mereka: 'Hari ini
Kitab Suci ini telah digenapi dalam pendengaranmu' ”(Luk. 4:20–21).
Paus menjelaskan
bahwa "hari ini"
yang Yesus maksudkan,
bukan 2.000 tahun yang lalu, tetapi masih berlaku hari ini,
"sekarang" kita. “Yesus mengungkapkan
sekarang dari Tuhan”. “Di
dalam Yesus, masa depan
yang dijanjikan dimulai dan menjadi hidup”. Sayangnya, “kita tidak
selalu percaya bahwa Tuhan bisa menjadi yang konkret dan biasa, sedekat itu dan
nyata… [karena] Tuhan yang dekat dan setiap hari, seorang teman dan saudara,
menuntut agar kita peduli dengan lingkungan kita… Tuhan itu nyata karena cinta
adalah nyata".
Kita semua
bisa mengalami bahaya
hidup di "semacam
ruang tunggu, duduk-duduk sampai
kita dipanggil". Baik orang dewasa maupun orang muda berisiko berpikir
“Sekarang Anda belum tiba…. bahwa Anda terlalu muda untuk terlibat dalam mimpi
dan bekerja untuk masa depan”. Dia menekankan bahwa kita membutuhkan satu sama
lain "untuk mendorong mimpi dan bekerja untuk hari esok, mulai hari ini
... Bukan besok tapi sekarang ... Sadarilah bahwa Anda memiliki misi dan jatuh
cinta .... Kita mungkin memiliki segalanya, tetapi jika kita kekurangan gairah
cinta, kita tidak akan memiliki apa-apa”.
Bapa
Suci menjelaskan bahwa bagi Yesus tidak ada kata 'sementara': “Dia bukanlah
jeda dalam hidup atau mode yang lewat. Dia adalah cinta yang murah hati yang
mengundang kita untuk memercayakan diri kita sendiri”. Dia menasihati semua
orang muda untuk tidak “dilumpuhkan [oleh] ketakutan dan pengucilan, spekulasi
dan manipulasi [melainkan, untuk mengenali] kasih yang nyata, dekat, dan nyata”
dari Yesus. Tuhan dan misi-Nya bukanlah “sesuatu yang sementara, itu adalah
hidup kita”.
Dia
mengingatkan kita semua bahwa kita “sedang dalam perjalanan…. teruslah
berjalan, terus hidupkan iman dan bagikan”. Jadi, jangan lupa, katanya, bahwa
“kamu bukan hari esok, kamu bukan 'waktu', kamu adalah masa kini Allah.
(diterjemahkan
Daniel Boli Kotan dari catholic.gi/34th-world-youth-day-2019-concluded-panama/)
3. Pendalaman
Peserta
didik mendalami kisah tentang WYD di Panama dengan pertanyaan- pertanyaan
berikut ini.
a. Siapa
yang memprakarsai WYD?
b. Apa
tujuan hari kaum muda sedunia?
c. Apa
yang dilakukan selama pertemuan kaum muda sedunia?
d. Apa
pesan Paus Fransiskus untuk kaum muda sedunia?
e. Apa
makna sifat kesatuan Gereja dalam pertemuan kaum muda sedunia itu?
4. Penjelasan
·
World Youth Day (WYD) adalah gagasan Paus Yohanes Paulus II sejak
tahun 1985. Setiap dua atau tiga tahun, WYD dirayakan secara internasional di
tempat yang dipilih oleh Paus. OMK seluruh dunia berkumpul bersama Bapa Suci di
sana.
·
Selama WYD peserta mengunjungi negara tuan rumah, melakukan
pelayanan masyarakat, mengunjungi keuskupan, dan ikut serta dalam berbagai
perayaan. Ada seminar, pertemuan katekese, diakhiri dengan misa Kepausan yang
dipimpin oleh Bapa Suci atau Sri Paus.
·
Pesan Paus Fransiskus kepada kaum muda Katolik di WYD Panama bahwa
kita semua “sedang dalam perjalanan ….
teruslah berjalan, terus hidupkan iman dan bagikan”.
·
Sifat kesatuan Gereja tercermin dari persekutuan atau komunio kaum
muda dan umat Katolik yang berkumpul di Panama atas nama satu iman, harapan dan
kasih.
Langkah kedua: menggali ajaran
Kitab Suci dan ajaran Gereja tentang kesatuan Gereja
1. Kitab
Suci
a. Membaca/menyimak
Kitab Suci.
Peserta
didik membaca/menyimak Kitab Suci.
Kesatuan Gereja (1Ptr. 2:5–10;
bdk. 1Kor. 12:12)
5Dan
biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah
rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang
karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.
6Sebab
ada tertulis dalam Kitab Suci: "Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion
sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang
percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan."
7Karena
itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya:
"Batu yang telah
dibuang oleh tukang-tukang
bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan
dan suatu batu sandungan."
8Mereka
tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu
mereka juga telah disediakan.
9Tetapi
kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajawi, bangsa yang kudus, umat
kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan- perbuatan yang
besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada
terang-Nya yang ajaib:
10kamu,
yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang
dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.
b. Pendalaman
Peserta
didik mendalami pesan Kitab Suci dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
1) Apa
pesan teks Kitab Suci 1Ptr. 2:5–10?
2) Apa
arti Gereja yang satu menurut Rasul Petrus?
c. Penjelasan
Guru
memberikan penjelasan sebagai peneguhan, misalnya:
Kesatuan
iman tidak lain merupakan keyakinan umat Allah kepada Allah Tritunggal; Bapa,
Putera, dan Roh Kudus. Keyakinan iman demikian tentu menunjuk kepada apa yang
diimani oleh Gereja dari dulu hingga sekarang bahwa Kristus sendiri menghendaki
kesatuan Gereja dan menjadikannya satu
tubuh (bdk. 1Ptr. 2:5–10).
2. Ajaran
Gereja
a. Membaca/menyimak
ajaran Gereja
Peserta didik
diajak membaca/menyimak ajaran
Gereja dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK)
"Itulah
satu-satunya Gereja Kristus, yang dalam syahadat iman kita akui sebagai Gereja
yang satu, kudus, katolik, dan apostolik" (LG 8). Keempat sifat ini, yang tidak
boleh dipisahkan (bdk. DS 2888) satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri
hakikat Gereja dan perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri.
Melalui Roh Kudus, Kristus menjadikan Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik, dan
apostolik. Ia memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu. (KGK 811).
Hanya
iman dapat mengakui bahwa Gereja menerima sifat-sifat ini dari asal ilahinya.
Namun akibat-akibatnya dalam sejarah merupakan tanda yang juga jelas
mengesankan akal budi manusia. Seperti yang dikatakan Konsili Vatikan I, Gereja
"oleh penyebarluasannya yang mengagumkan, oleh kekudusannya yang luar
biasa, dan oleh kesuburannya yang tidak habis-habisnya dalam segala sesuatu
yang baik, oleh kesatuan katoliknya dan oleh kestabilannya yang
tak terkalahkan, adalah alasan
yang kuat dan berkelanjutan sehingga pantas dipercaya dan satu kesaksian yang
tidak dapat dibantah mengenai perutusan ilahinya" (DS 3013), (KGK 812).
Gereja
itu satu menurut asalnya. "Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan
Allah tunggal dalam tiga Pribadi, Bapa, Putera, dan Roh Kudus" (UR 2).
Gereja itu satu menurut Pendiri-Nya.
"Sebab Putera sendiri yang menjelma telah mendamaikan
semua orang dengan Allah,
dan mengembalikan kesatuan semua orang
dalam satu bangsa
dan satu tubuh"
(GS 78,3 ).
Gereja itu satu menurut jiwanya. "Roh Kudus, yang
tinggal di hati umat beriman, dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja,
menciptakan persekutuan umat beriman yang mengagumkan itu,
dan sedemikian erat menghimpun mereka
sekalian dalam Kristus, sehingga
menjadi prinsip kesatuan Gereja" (UR 2).
Dengan
demikian, kesatuan termasuk dalam hakikat Gereja: "Sungguh keajaiban yang
penuh rahasia! Satu adalah Bapa segala sesuatu, juga satu adalah Logos segala
sesuatu, dan Roh Kudus adalah satu dan sama dimana-mana, dan juga ada hanya
satu Bunda Perawan; aku mencintainya, dan menamakan dia Gereja" (Klemens
dari Aleksandria, paed. 1,6,42; KGK 813).
Namun
sejak awal, Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Di satu
pihak kemajemukan itu disebabkan oleh perbedaan anugerah- anugerah Allah, di
lain pihak oleh keanekaan orang yang menerimanya. Dalam kesatuan umat Allah
berhimpunlah perbedaan bangsa dan budaya. Di antara anggota-anggota Gereja ada
keanekaragaman anugerah, tugas, syarat-syarat hidup dan cara hidup; "maka
dalam persekutuan Gereja selayaknya pula terdapat. Gereja-Gereja khusus, yang
memiliki tradisi mereka sendiri" (LG 13). Kekayaan yang luar biasa akan
perbedaan tidak menghalang-halangi kesatuan Gereja, tetapi dosa dan
akibat-akibatnya membebani dan mengancam anugerah kesatuan ini secara
terus-menerus. Karena itu santo Paulus harus menyampaikan nasihatnya,
"supaya memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera" (Ef.
4:3; KGK 814).
Manakah
ikatan-ikatan kesatuan? Terutama cinta, "ikatan kesempurnaan" (Kol.
3:14). Tetapi kesatuan Gereja penziarah juga diamankan oleh ikatan persekutuan
yang tampak berikut ini:
•
pengakuan iman yang satu dan sama, yang diwariskan oleh para
rasul;
•
perayaan ibadat bersama, terutama sakramen-sakramen; suksesi
apostolik, yang oleh sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam
keluarga Allah (bdk. UR 2; LG 14: CIC. Can. 205; KGK 815).
"Itulah
satu-satunya Gereja Kristus.... Sesudah kebangkitan-Nya, Penebus kita
menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan. Ia mempercayakannya kepada
Petrus dan para Rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing... Gereja itu,
yang di dunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam [subsistit
in] Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam
persekutuan dengannya (LG 8). Dekrit Konsili Vatikan II mengenai ekumene
menyatakan: "Hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya
umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya
penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang
diketuai oleh Petruslah Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru,
untuk membentuk satu tubuh Kristus di dunia. Dalam tubuh itu harus
disatu-ragakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk
umat Allah" (UR 3; KGK 816).
Luka-Luka Kesatuan
"Dalam
satu dan satu-satunya Gereja Allah itu sejak awal mula telah timbul berbagai
perpecahan, yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak
dihukum. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang
lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari
persekutuan sepenuhnya dengan Gereja Katolik, kadang-kadang bukannya tanpa
kesalahan kedua pihak" (UR 3).
Perpecahan-perpecahan yang melukai kesatuan tubuh Kristus (perlu
dibedakan di sini bidah, apostasi, dan skisma, bdk. CIC, can. 751), tidak
terjadi tanpa dosa manusia: "Di mana ada dosa, di situ ada keaneka-
ragaman, di situ ada perpecahan, sekte-sekte dan pertengkaran. Di mana ada
kebajikan, di situ ada kesepakatan, di situ ada kesatuan; karena itu semua umat
beriman bersatu hati dan bersatu jiwa" (Origenes, hom. in Ezech. 9,1; KGK
817).
"Tetapi
mereka, yang sekarang lahir dan dibesarkan dalam iman akan Kristus di
jemaat-jemaat itu, tidak dapat dipersalahkan dan dianggap berdosa karena
memisahkan diri. Gereja Katolik merangkul mereka dengan sikap bersaudara penuh
hormat dan cinta kasih... Sungguhpun begitu, karena mereka dalam Baptis
dibenarkan berdasarkan iman, mereka disatu-ragakan dalam Kristus. Oleh karena
itu mereka memang dengan tepat menyandang nama kristiani, dan tepat pula oleh
putera-puteri Gereja Katolik diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan"
(UR 3; 818).
b. Pendalaman
Peserta
didik mendalami ajaran Gereja dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
1) Apa
makna kesatuan Gereja menurut Katekismus Gereja Katolik?
2) Ikatan
apa saja dalam kesatuan Gereja Katolik?
3) Apa
saja yang menjadi luka-luka kesatuan dalam perjalanan hidup Gereja?
c. Penjelasan
Setelah
mendengar jawaban peserta didik dalam diskusi pendalaman, guru dapat memberikan
penjelasan berikut ini.
·
Gereja itu satu menurut asalnya. "Pola dan prinsip terluhur
misteri itu ialah kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi, Bapa, Putera, dan
Roh Kudus".
·
Gereja itu satu menurut Pendiri-Nya. "Sebab Putera sendiri
yang menjelma telah mendamaikan semua orang dengan Allah, dan mengembalikan
kesatuan semua orang dalam satu bangsa dan satu tubuh" (GS 78, 3).
·
Gereja itu satu menurut jiwanya. "Roh Kudus, yang tinggal di
hati umat beriman, dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan
persekutuan umat beriman yang mengagumkan itu, dan sedemikian erat menghimpun
mereka sekalian dalam Kristus, sehingga menjadi prinsip kesatuan Gereja"
·
Kesatuan termasuk dalam hakikat Gereja: "Sungguh keajaiban
yang penuh rahasia. Satu adalah Bapa segala sesuatu, juga satu adalah Logos
segala sesuatu, dan Roh Kudus adalah satu dan sama di mana-mana, dan juga ada
hanya satu Bunda Perawan.
·
Ikatan persekutuan yang
tampak dalam pengakuan
iman yang satu
dan sama, yang diwariskan oleh para rasul; perayaan ibadat bersama,
terutama sakramen-sakramen; suksesi apostolik, yang oleh sakramen Tahbisan
menegakkan kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam keluarga Allah.
·
Luka-luka dalam kesatuan; Sejak awal mula telah timbul berbagai
perpecahan, yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak
dihukum. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang
lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari
persekutuan sepenuhnya dengan Gereja Katolik, kadang-kadang bukannya tanpa
kesalahan kedua pihak.
Langkah ketiga: menghayati sifat Gereja yang satu dalam kehidupan
sehari-hari
1. Refleksi
Peserta
didik diajak untuk menyanyikan lagu “Maju Bersama”
Marilah
saudara melangkah maju, Tuhan serta kita
Sepanjang
jalan penuh liku, Tuhan serta kita
Maju
bersama bersatulah kita, Maju dalam cahaya
Maju
bersama satu harapan kita, Hidup Kristus Jaya Alelluia alleluia
Hidup
Kristus nan jaya.
Sumber:
gema.sabda.org/marilah_saudara_melangkah_maju
Berdasarkan
lagu tersebut peserta didik membuat refleksi tentang bagaimana ia membangun
semangat kesatuan Gereja dalam hidupnya.
2. Aksi
Peserta
didik merencanakan aksi nyata untuk melaksanakan semangat kesatuan Gereja dalam
hidupnya sehari-hari di rumah, di lingkungan rohani dan lingkungan sosial,
misalnya bersatu dalam doa, berderma. Kegiatan nyata ini dicatat dalam buku
catatan dan ditandatangani oleh orang tua atau wali muridnya.
Doa Penutup
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin. Berlimpah rasa syukur kami haturkan kepada-Mu, ya Tuhan atas
bimbingan dan berkat-Mu dalam menyelesaikan pertemuan ini.
Tuhan, Engkau telah mengingatkan
kami akan sifat Gereja-Mu yang satu, kudus, katolik dan apostolik sebagaimana
iman para rasul.
Kami mohon, tambahkanlah iman kami
agar kuat dan teguh sebagaimana para rasul-Mu mewartakan Gereja-Mu yang hidup.
Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Rangkuman
·
Gereja itu satu karena sumber dan teladannya adalah Allah
Tritunggal; Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Yesus Kristus, Putera Allah sebagai
pendiri dan kepala Gereja menetapkan kesatuan semua umat manusia dalam satu
tubuh. Sebagai jiwa Gereja, Roh Kudus memersatukan semua umat beriman dalam
kesatuan dengan Kristus.
·
Gereja hanya mempunyai
satu iman, satu
kehidupan sakramental, satu warisan apostolik, satu pengharapan yang
umum dan cinta kasih yang satu dan sama. Meski demikian, kesatuan Gereja tetap
menghargai kebinekaan yang ada di
dalamnya.
·
Ikatan persekutuan yang
tampak dalam pengakuan
iman yang satu
dan sama, yang diwariskan oleh para rasul; perayaan ibadat bersama,
terutama sakramen-sakramen; suksesi apostolik, yang oleh sakramen Tahbisan
menegakkan kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam keluarga Allah
·
Luka-luka dalam kesatuan Gereja. Sejak awal mula telah timbul
berbagai perpecahan, yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang
layak dihukum. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan
yang lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari
persekutuan sepenuhnya dengan Gereja Katolik, kadang-kadang bukannya tanpa
kesalahan kedua pihak.
Doa Pembuka
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Ya Allah pokok keselamatan kami,
Gereja-Mu telah menjadi tanda keselamatan bagi banyak jiwa di bumi ini.
Kehadiran Gereja-Mu yang satu, kudus, katolik, dan apostolik menjadi tanda
kehadiran yang menyatukan kami umat-Mu. Kami mengundang-Mu ya Allah dalam
pertemuan ini. Semoga kami semakin terbuka dan mengadirkan diri kami dalam
Gereja-Mu secara nyata. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali
pengalaman tentang kekudusan hidup
1. Apersepsi
Guru
membuka dialog bersama peserta didik
dengan mengajak peserta didik
mengingat kembali tema
atau pokok bahasan
dan penugasan sebelumnya tentang paham dan makna Gereja.
Misalnya adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan aksi-aksi nyata
sebagai anggota Gereja di tengah keluarga, lingkungan, dan masyarakat.
Selanjutnya
guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu sifat-sifat Gereja.
Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat membangkitkan motivasi
belajar peserta didik dengan beberapa pertanyaan, misalnya: apa saja
sifat-sifat Gereja: satu, kudus,
katolik, dan apostolik. Untuk memahami sifat- sifat Gereja itu, marilah kita memulai
pembelajaran saat ini tentang sifat Gereja yang satu dengan menyimak artikel
berita berikut ini.
2. Membaca/menyimak
cerita kehidupan
Peserta didik membaca dan menyimak
artilel berita berikut ini.
Carlo
Acutis, Orang Kudus Generasi Milenial
Carlo
Acutis, seorang anak generasi milenial, berusia lima belas tahun, dibeatifikasi
di basilika St. Fransiskus Assisi, Italia pada hari Sabtu tanggal 10 Oktober
2020. Sebuah biografi singkat menceritakan bagaimana kecintaan Carlos pada
Ekaristi dan pengetahuan internet telah meninggalkan hubungan yang nyata
dengannya. Carlos baru berusia 15 tahun ketika dia meninggal di sebuah rumah
sakit di Monza, Italia, pada tahun 2006, mempersembahkan semua penderitaannya
untuk Gereja dan untuk Paus.
Carlo
adalah anak laki-laki yang normal, tampan dan populer. Dia seorang pelawak
alami yang senang membuat teman sekelas dan gurunya tertawa. Dia suka bermain
sepak bola, video game, dan memiliki gigi manis. Carlo tidak bisa mengatakan
"tidak" pada Nutella atau es krim. Menambah berat badan membuatnya
memahami perlunya pengendalian diri. Itu adalah salah satu dari banyak
perjuangan yang harus diatasi Carlo untuk belajar bagaimana menguasai seni
pengendalian diri, untuk menguasai keutamaan kesederhanaan, dimulai dengan
hal-hal sederhana. Dia biasa berkata, "Apa gunanya memenangkan 1.000
pertempuran jika Anda tidak bisa mengalahkan hasrat Anda sendiri?"
Motto
Carlo mencerminkan kehidupan seorang remaja normal yang berjuang untuk menjadi
versi terbaik dari dirinya sendiri, menjalani kehidupan biasa dengan cara yang
luar biasa. Dia menggunakan tabungan pertamanya untuk membeli kantong tidur
bagi seorang tunawisma yang sering dia temui dalam perjalanan ke gereja untuk
misa. Dia bisa saja membeli video game lain untuk koleksi konsol game miliknya.
Dia suka bermain video game. Sebaliknya, dia memilih untuk bermurah hati. Ini
bukan contoh yang terisolasi. Pemakamannya dipenuhi dengan banyak penduduk
miskin kota yang telah dibantu oleh Carlo, menunjukkan bahwa kemurahan hati
yang telah dia berikan kepada gelandangan dalam perjalanannya mengikuti Misa
telah ditawarkan kepada banyak orang lain juga.
Ketika
dia diberi buku harian, dia memutuskan untuk menggunakannya untuk melacak
kemajuannya: "nilai bagus" jika dia berperilaku baik dan "nilai
buruk" jika dia tidak memenuhi harapannya. Beginilah cara dia melacak
kemajuannya. Dalam buku catatan yang sama dia menuliskan, “Kesedihan melihat
diri sendiri, kebahagiaan melihat Tuhan. Konversi tidak lain hanyalah gerakan
mata”.
Carlo
adalah "pelawak alami" seperti yang pernah dikomentari ibunya, Antonia
Salzano dalam sebuah wawancara. Teman-teman sekelasnya akan tertawa
terbahak-bahak mendengar ucapannya, begitu pula para guru. Karena dia menyadari
itu dapat mengganggu orang lain, dia berusaha untuk mengubah hal itu juga.
Membuat hidup menyenangkan bagi orang-orang di sekitarnya melalui tindakan
kecil adalah hal yang konstan dalam hidupnya. Dia tidak suka staf kebersihan
menjemputnya, bahkan jika mereka dibayar untuk itu. Jadi dia menyetel jam weker
beberapa menit lebih awal untuk merapikan kamarnya dan merapikan tempat tidur.
Raejsh, seorang Hindu yang membersihkan rumah Carlo, terkesan bahwa dia
seseorang yang "tampan, muda dan kaya" memutuskan untuk menjalani
hidup sederhana. "Dia memikat saya dengan iman yang dalam, kasih amal dan
kemurnian," katanya. Melalui contoh Carlo, Raejsh memutuskan untuk
dibaptis di Gereja Katolik.
Kemurnian
sangat penting dalam kehidupan Carlo. "Setiap orang memantulkan cahaya
Tuhan", adalah sesuatu yang biasa dia katakan. Hal yang meyakitkannya
adalah ketika melihat teman-teman sekelasnya tidak hidup sesuai dengan moral
kristiani. Dia akan mendorong mereka untuk melakukannya, mencoba membantu
mereka memahami bahwa tubuh manusia adalah anugerah dari Tuhan dan bahwa
seksualitas harus dijalani seperti yang Tuhan inginkan.
"Martabat
setiap manusia begitu besar, sehingga Carlo memandang seksualitas sebagai
sesuatu yang sangat istimewa, karena ia berkolaborasi dengan ciptaan
Tuhan," kenang ibunya. Beato kita yang baru ini juga suka memakai kacamata
selamnya dan bermain "mengambil sampah dari dasar laut". Ketika dia
membawa anjing-anjing itu jalan-jalan, dia selalu memungut sampah apa pun yang
dia temukan.
Semangat
sejati Carlo adalah Ekaristi: "jalan raya menuju surga". Hal inilah
yang menyebabkan ibunya bertobat.
Seorang wanita yang hanya pergi "tiga kali ke misa dalam hidupnya"
akhirnya ditaklukkan oleh kasih sayang anak laki-laki itu kepada Yesus. Dia
mendaftarkan dirinya dalam kursus teologi sehingga dia dapat menjawab semua
pertanyaan puteranya yang masih kecil.
Pada
usia 11 tahun, Carlo mulai menyelidiki mukjizat Ekaristi yang terjadi dalam
sejarah. Dia menggunakan semua pengetahuan dan bakat komputernya untuk membuat
situs web yang menelusuri sejarah itu. Ini terdiri dari 160 panel dan dapat
diunduh dengan mengklik di sini dan itu juga telah berkeliling di lebih dari
10.000 paroki di dunia.
Carlo
tidak dapat memahami mengapa stadion penuh dengan orang dan gereja kosong. Dia
berulang kali berkata, "Mereka harus melihat, mereka harus mengerti."
Pada
musim panas 2006, Carlo bertanya kepada ibunya: "Menurutmu apakah aku
harus menjadi seorang imam?" Dia menjawab: "Kamu akan melihatnya
sendiri, Tuhan akan mengungkapkannya kepadamu." Pada awal tahun ajaran itu
dia merasa tidak enak badan. Sepertinya flu biasa. Tetapi ketika kondisinya
tidak membaik, orang tuanya membawanya ke rumah sakit. "Aku tidak akan
keluar dari sini," katanya saat memasuki gedung.
Tak
lama setelah itu, ia didiagnosis dengan salah satu jenis leukemia terburuk–
Leukemia Myeloid Akut (AML atau M3). Reaksinya sangat mengejutkan: "Saya
mempersembahkan kepada Tuhan penderitaan yang harus saya alami untuk paus dan
Gereja, agar tidak harus berada di Api Pencucian dan dapat langsung pergi ke
surga."
Dia
meninggal tak lama setelah itu. “Dia menjadi imam dari surga,” kata ibunya.
(Angela
Mengis Palleck/diterjemahkan Daniel Boli Kotan) Sumber artikel dan gambar:
www.vaticannews.va (2020)
3. Pendalaman
Peserta didik mendalami
kisah kehidupan ini
dengan pertanyaan-pertanyaan
berikut ini.
1) Siapakah
Carlo Acutis?
2) Apa
gambaran perjalanan hidupnya?
3) Mengapa
ia disahkan menjadi seorang beato?
4) Apa
pesan cerita ini untuk hidup kalian sendiri?
4. Penjelasan
· Carlo
Acutis menjadi teladan spirit kekudusaan orang muda zaman milenial untuk
membangun kehidupan manusia yang bermartabat. Orang muda adalah Gereja masa
kini dan masa depan, maka semangat atau spiritualitas untuk kekudusan hidup
perlu ditanam dalam diri orang Katolik sejak kecil, mulai dari hal-hal yang
sederhana dalam hidup di keluarga, Gereja dan masyarakat.
· Petistiwa
beatifikasi Carlo Acutis hendaknya menjadi pemicu bagi orang muda untuk lebih
giat dan cermat menggunakan media informatika untuk kabar baik dan keselamatan
banyak orang, dan itu cara lain untuk mewujudkan kekudusan Gereja di dunia pada
zaman ini.
Langkah kedua: menggali ajaran
Kitab Suci dan ajaran Gereja tentang kekudusan Gereja
1. Kitab
Suci
a. Membaca/menyimak Roma 1:1–7
1Dari
Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk
memberitakan Injil Allah.
2Injil
itu telah dijanjikan-Nya sebelumnya dengan perantaraan nabi-nabi-Nya dalam
kitab-kitab suci,
3tentang
Anak-Nya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud,
4dan
menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati,
bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita.
5Dengan
perantaraan-Nya kami menerima kasih karunia dan jabatan rasul untuk menuntun
semua bangsa, supaya mereka percaya dan taat kepada nama-Nya.
6Kamu
juga termasuk di antara mereka, kamu yang telah dipanggil menjadi milik
Kristus.
7Kepada
kamu sekalian yang tinggal di Roma, yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan
dijadikan orang-orang kudus: Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera
dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus.
b. Pendalaman
Peserta didik berdiskusi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut ini. Peserta didik dapat menambah pertanyaan baru untuk mendalami teks
Kitab Suci yang sedang didalami bersama.
1) Apa
makna kekudusan dalam teks Kitab Suci ini (Roma 1:1–7)?
2) Apa
makna kekudusan menurut kalian sendiri?
3) Bagaimana
cara kalian menguduskan diri di keluarga, sekolah, Gereja dan masyarakat?
c. Penjelasan
Setelah berdiskusi, guru memberi penjelasan untuk meneguhkan
jawaban para peserta didik.
· Kita
dikuduskan karena terpanggil (lih. Roma 1:7). Dari pihak manusia, kekudusan
(kesucian) hanya berarti tanggapan atas karya Allah, terutama dengan sikap iman
dan pengharapan. Sikap iman dinyatakan dalam segala perbuatan dan kegiatan
kehidupan yang serba biasa.
· Kesucian
bukan soal bentuk kehidupan khusus (seperti menjadi biarawan), melainkan sikap
yang dinyatakan dalam hidup sehari-hari.
· Kekudusan
itu terungkap dengan aneka cara pada setiap orang. Kehidupan Gereja bukanlah
suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua
mengambil bagian dalam satu kekudusan Gereja, yang berasal dari Kristus.
Kesucian ini adalah kekudusan yang harus diperjuangkan terus-menerus.
· Membaca
dan merenungkan sabda Tuhan sebagai sumber pedoman hidup merupakan salah cara
untuk menguduskan hidup.
2. Ajaran
Gereja
a. Membaca/menyimak ajaran
Gereja tentang kekudusan
panggilan umum untuk kekudusan dalam Gereja
“Kita
mengimani bahwa Gereja, yang misterinya diuraikan oleh Konsili suci, tidak
dapat kehilangan kesuciannya. Sebab Kristus, Putera Allah, yang bersama Bapa dan
Roh Kudus dipuji bahwa “hanya Dialah Kudus”[122], mengasihi Gereja sebagai
mempelai-Nya, dengan menyerahkan diri baginya untuk menguduskannya (lih. Ef.
5:25–26). Ia menyatukannya dengan diri-Nya sebagai tubuh-Nya sendiri dan
menyempurnakannya dengan kurnia Roh Kudus, demi kemuliaan Allah. Maka dalam
Gereja semua anggota, entah termasuk hierarki entah digembalakan olehnya,
dipanggil untuk kekudusan, yang menurut amanat Rasul: “Sebab inilah kehendak
Allah: pengudusanmu” (1Tes. 4:3; lih. Ef. 1:4). Adapun kekudusan Gereja itu
tiada hentinya dinyatakan dan harus dinyatakan di dalam buah-buah rahmat, yang
dihasilkan oleh Roh Kudus dalam kaum beriman. Kekudusan itu dengan aneka cara
terungkapkan pada masing-masing orang, yang dalam jalan hidupnya menuju kesempurnaan
cinta kasih, sehingga memberi teladan baik kepada sesama. Secara khas pula
kekudusan ini nampak dalam pelaksanaan nasihat-nasihat, yang lazim disebut
“nasihat Injil”. Pelaksanaan nasehat-nasehat itu di bawah dorongan Roh Kudus
yang ditempuh oleh banyak orang kristiani, entah secara perorangan, entah dalam
corak atau status hidup yang disahkan oleh Gereja, memberikan dan harus memberikan di dunia ini
kesaksian dan teladan yang ulung tentang kekudusan itu (LG 39)”.
b. Pendalaman
Peserta didik mendalami ajaran tentang kekudusan Gereja dengan
pertanyaan- pertanyaan berikut.
1) Apa
itu kekudusan menurut ajaran Gereja?
2) Apa
contoh kekudusan Gereja menurut dokumen tersebut?
3) Bagaiamana cara
kalian mewujudkan kekudusan
Gereja menurut ajaran Gereja ini (LG 39)?
c. Penjelasan
Setelah berdiskusi, guru memberi penjelasan untuk meneguhkan
jawaban para peserta didik.
·
Gereja itu kudus karena Kristus, Putera Allah, bersama Bapa dan
Roh Kudus mengasihi Gereja sebagai mempelai-Nya, dengan menyerahkan diri
baginya untuk menguduskannya.
·
Tuhan kita sendiri adalah sumber dari segala kekudusan.
·
Kristus menguduskan Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan
bersama Dia, Gereja adalah agen pengudusan-Nya.
·
Kekudusan itu juga “terungkapkan dengan aneka cara pada
masing-masing orang”. Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang
sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu
kesucian Gereja, yang berasal dari Kristus, yang mengikutsertakan Gereja dalam
gerakan-Nya kepada Bapa oleh Roh Kudus. Pada taraf misteri ilahi Gereja sudah
suci: “Di dunia ini Gereja sudah ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya,
meskipun tidak sempurna” (LG 48).
Langkah ketiga: menghayati kekudusan dalam hidup
1. Refleksi
Peserta didik membuat refleksi tentang menghayati kekudusan Gereja
dalam hidupnya sebagai orang muda Katolik berdasarkan kisah Beato Carlo Acutis,
atau berdasarkan semangat orang suci yang dijadikan nama baptis masing-masing.
2. Aksi
Peserta
didik membuat rencana aksi nyata untuk mewujudkan kekudusan Gereja dalam
hidupnya sehari-hari dengan berinspirasi pada Beato Carlo Acutis, misalnya
dengan rajin berdoa, mengikuti perayaan Ekaristi, berbuat amal baik pada teman,
menjaga kebersihan lingkungan sekitar.
Doa Penutup
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Ya Allah yang Mahakudus. Kami
berterima kasih atas penyertaan dan cinta-Mu dalam kegiatan dan pertemuan ini.
Melalui pertemuan ini kami mengetahui sifat-sifat Gereja-Mu yang Kudus.
Tambahkanlah iman kami untuk semakin percaya kepada-Mu dan kami pun menjadi
saksi iman yang hidup. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Rangkuman
1. Setiap
kita dikuduskan karena terpanggil oleh Allah (lih. Rm. 1:7). Dari pihak
manusia, kekudusan (kesucian) hanya berarti tanggapan atas karya Allah,
terutama dengan sikap iman dan pengharapan. Sikap iman dinyatakan dalam segala
perbuatan dan kegiatan kehidupan yang serba biasa.
2. Kesucian bukan
soal bentuk kehidupan
khusus (seperti menjadi
biarawan), melainkan sikap yang dinyatakan dalam hidup sehari-hari,
seperti yang dilakukan oleh Beato Carlo Acutis dalam hidupnya.
3. Kekudusan
itu terungkap dengan aneka cara pada setiap orang. Kehidupan Gereja bukanlah
suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua
mengambil bagian dalam satu kekudusan Gereja, yang berasal dari Kristus.
Kesucian ini adalah kekudusan yang harus diperjuangkan terus- menerus.
4. Membaca dan
merenungkan Sabda Tuhan
sebagai sumber pedoman
hidup merupakan salah cara untuk menguduskan hidup.
5. Gereja
itu kudus karena Kristus, Putera Allah, bersama Bapa dan Roh Kudus mengasihi
Gereja sebagai mempelai-Nya, dengan menyerahkan diri baginya untuk
menguduskannya.
6. Tuhan
sendiri adalah sumber dari segala kekudusan.
7. Kristus
menguduskan Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia, Gereja
adalah agen pengudusan-Nya.
8. Kekudusan
itu juga “terungkapkan dengan aneka cara pada masing-masing orang”.
9. Kekudusan
Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua,
melainkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang berasal dari
Kristus, yang mengikutsertakan Gereja dalam gerakan-Nya kepada Bapa oleh Roh
Kudus. Pada taraf misteri ilahi Gereja sudah suci: “Di dunia ini Gereja sudah
ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48).
Doa Pembuka
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Ya Bapa sumber kehidupan sejati.
Dalam pertemuan ini dengan kerendahan hati, kami mengundang-Mu untuk membuka
hati dan pikiran kami untuk semakin memahami sifat Gereja-Mu yang katolik.
Bekalilah pemahaman kami untuk senantiasa terbuka bagi karya ilahi-Mu, dimana
kami harus berbuat dan bersaksi bahwa Gereja-Mu yang katolik adalah Gereja yang
terbuka bagi sesama dengan penuh cinta kasih. Karena Kristus Tuhan dan Juru
Selamat kami. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali pengalaman tentang kekatolikan
1. Apersepsi
Guru
membuka dialog bersama peserta didik
dengan mengajak mereka mengingat
kembali tema atau pokok bahasan dan
penugasan sebelumnya tentang sifat Gereja yang kudus. Misalnya adakah
kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan aksi nyata mewujudkan sifat Gereja
yang kudus di tengah keluarga, lingkungan dan
masyarakat.
Selanjutnya
guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu sifat Gereja yang katolik. Berkaitan dengan
materi pembelajaran ini, guru dapat membangkitkan motivasi belajar peserta
didik dengan pertanyaan, misalnya: Apa makna sifat Gereja yang katolik?
Bagaimana mewujudkan kekatolikan itu dalam hidup sehari-hari? Untuk memahami
sifat Gereja yang katolik itu, marilah
kita memulai pembelajaran dengan menyimak artikel berita berikut ini!
2. Menggali
pengalaman tentang sifat kekatolikan Gereja
Peserta
didik membaca dan menyimak artilel
berita berikut ini.
Inkulturasi, sebuah Proses
Pertobatan
Paul
Widyawan mengakui, tanpa inkulturasi, celah pertobatan akan tertutup.
Inkulturasi hanya mungkin melalui proses tobat di mana unsur kebudayaan menjadi
sarana untuk berjumpa dengan Allah.
Indonesia
hingga saat ini masih dipandang sebagai “negara misi”. Pantaslah inkulturasi
menjadi salah satu hal penting dalam pewartaan Injil. Inkulturasi ini secara
nyata masih terekam dalam liturgi suci. Paling pertama dari bentuk inkulturasi
dalam liturgi adalah penggunaan bahasa vernakular setempat dalam Misa Kudus.
Tentu bahasa Latin sebagai bahasa resmi masih dipertahankan hingga saat ini
dalam Ritus Roma.
Terdapat
pula bentuk inkulturasi lainnya dalam arsitektur Gereja dan pakaian Misa. Satu
yang tak kalah penting adalah rupa-rupa nyanyian dalam Misa. Di Indonesia,
nyanyian inkulturasi liturgi ini tak lepas dari sosok Paul Widyawan. Dalam
memainkan perannya sebagai musikus liturgi, nama Paul tak pernah lepas dari
Pusat Musik Liturgi (PML) yang resmi berdiri pada 11 Juli 1971.
Wajah Pribumi
Dalam
buku Perjalanan Musik Gereja Katolik Indonesia tahun 1957–2007, Romo
Karl-Edmund Prier, SJ menceritakan soal gagasan berdirinya PML dari oborolan
berkala dengan Paul sejak tahun 1967. Dalam pertemuan berkala ini, kedua tokoh
musik liturgi Indonesia ini punya satu pemikiran: agar memajukan musik Gereja
lebih profesional. Ada upaya untuk membuat eksperiman lagu liturgi baru sesuai
cita-cita liturgi di Indonesia.
Cita-cita
ini didasarkan atas keprihatinan Romo Prier dan Paul terkait liturgi pada
“zaman pra-sejarah PML”. Memang di zaman itu, ada upaya berbagai pihak untuk
mengembangkan musik Gereja dalam bahasa pribumi. Hal ini sudah dimulai Mgr. Van
Bekkum, SVD di Manggarai, Pater Vincent Lechovic, SVD di Timor, dan Mgr.
Albertus Soegijapranata di Jawa. Akan tetapi usaha tersebut tidak ditangani
secara profesional dan tidak berkelanjutan.
Sejak
kehadiran Romo Prier di Indonesia tahun 1964, umat Katolik Indonesia masih
terpaku pada nyanyian Gregorian. Tidak salah dengan genre lagu ini, cuma sulit
dan seringkali “menyiksa” umat. “Bagi saya hal ini semacam kemunduran liturgi
karena tahun 1962–1963 saat betugas di Kolese Stella Matutina di Feldkirch,
Austria, angin pembaharuan liturgi sudah terasa. Tetapi di Indonesia itu tidak
nampak,” ungkapnya.
Keprihatinan
ini diungkapkan dalam usahanya untuk ingin mengaktifkan lagi organis, dirigen,
dan orang-orang yang terlatih secara profesional. Ada harapan juga bahwa
liturgi Indonesia harusnya berwajah pribumi, mengena di kedalaman hati umat.
Banyak tradisi musik tradisional dan kekayaan budaya Indonesia sudah menjadi
nilai utama mengembangkan liturgi yang berwajah nusantara.
Paul
seorang figur yang sangat antusias ketika diundang oleh Romo Prier untuk
memberi nafas baru pada musik liturgi. Paul menyadari bahwa wajah Nusantara
liturgi Gereja ini bisa dikuatkan lewat musik dan lagu tradisional. Dengan
begini kekhawatiran dan kecemasan umat beriman di mana menduduki peran utama
dalam liturgi juga teratasi.
Di
buku Perjalanan Musik Gereja, Paul menyebutkan bahwa musik liturgi hendaknya
mengabdi pada kepentingan umat. Musik liturgi senantiasa mendorong partisipasi umat
secara aktif dalam perayaan liturgi. Hal ini bukan berarti musik liturgi
semakin miskin sehubungan dengan sifat massal dari umat, sebaliknya harus
semakin bermutu dan berkesan. “Oleh karena itu, potensi di kalangan umat perlu
dilibatkan dan musik inkulturasi dapat menjawab kebutuhan hal ini,” tulis Paul.
Sumber:
www.hidupkatolik.com/ Yusti H. Wuarmanuk/H. Bambang S (2019)
3. Pendalaman
Peserta didik
mendalami artikel tentang
inkulturasi dengan pertanyaan- pertanyaan berikut.
a.
Apa itu inkulturasi dalam Gereja?
b.
Mengapa Gereja Katolik Indonesia mendukung inkulturasi?
c.
Inkulturasi apa saja yang tampak dalam Gereja Katolik Indonesia?
d.
Apakah inkulturasi sesuai dengan sifat kekatolikan Gereja yang
universal?
4. Penjelasan
Setelah
peserta didik berdiskusi, guru memberi penjelasan untuk meneguhkan jawaban para
peserta didik.
·
Ada hubugan dekat
antara agama dan
kebudayaan. Hubungan ini
telah mewajibkan Gereja Katolik untuk setia mendengarkan bisikan kebudayaan.
Kewajiban lain yang lebih luas adalah untuk merefleksikan dan merenungkan
proses terbentuknya interaksi budaya manusia. Proses inkulturasi dapat dilihat
sebagai perjalanan dari kebudayaan yang satu menuju kebudayaan lain. Agama dan
kristianitas akhirnya adalah bagian dari kebudayaan manusia.
·
Konsili Vatikan II
menegaskan agar Gereja
Katolik membuka diri
dan menerima unsur-unsur kebudayaan setempat. Tentu sejauh unsur-unsur
kebudayaan itu tidak secara prinsipiil bertolak belakang dengan ajaran Gereja.
Langkah kedua: mendalami ajaran Gereja
1. Membaca/menyimak
ajaran Gereja
Peserta
didik membaca/menyimak ajaran Gereja, “Lumen Gentium artikel 13” berikut ini.
Sifat Umum dan Katolik Umat Allah
yang Satu
Semua
orang dipanggil kepada umat Allah yang baru. Maka umat itu, yang tetap satu
dan tunggal, harus
disebarluaskan ke seluruh
dunia dan melalui segala abad, supaya terpenuhilah
rencana kehendak Allah, yang pada awal mula menciptakan satu kodrat manusia,
dan menetapkan untuk akhirnya menghimpun dan memersatukan lagi anak-anak-Nya
yang tersebar (lih. Yoh. 11:52). Sebab demi tujuan itulah Allah mengutus
Putera-Nya, yang dijadikan-Nya ahli waris alam semesta (lih. Ibr. 1:2), agar Ia
menjadi Guru, Raja dan Imam bagi semua orang, Kepala umat, anak-anak Allah yang
baru dan universal. Demi tujuan itu pulalah Allah mengutus Roh Putera-Nya,
Tuhan yang menghidupkan, yang bagi seluruh Gereja dan masing-masing serta
segenap orang beriman menjadi azas penghimpun dan pemersatu dalam ajaran para
rasul dan persekutuan, dalam pemecahan roti, dan doa-doa (lih. Kis. 1:42).
Jadi satu
umat Allah itu
hidup di tengah
segala bangsa dunia, warga
kerajaan Allah yang
tidak bersifat duniawi
melainkan surgawi. Sebab semua
orang beriman, yang
tersebar di seluruh
dunia, dalam Roh Kudus
berhubungan dengan anggota-anggota lain.
Demikianlah “dia yang tinggal
di Roma mengakui
orang-orang India sebagai
saudaranya” [23].
Namun
karena kerajaan Kristus bukan dari dunia ini (lih. Yoh. 18:36), maka Gereja dan
umat Allah, dengan membawa masuk kerajaan itu, tidak mengurangi sedikitpun
kesejahteraan materiil bangsa manapun juga. Malahan sebaliknya, Gereja
memajukan dan menampung segala kemampuan, kekayaan dan adat-istiadat bangsa-
bangsa sejauh itu baik; tetapi dengan menampungnya juga memurnikan, menguatkan
serta mengangkatnya. Sebab Gereja tetap ingat, bahwa harus ikut mengumpulkan
bersama dengan Sang Raja, yang diserahi segala bangsa sebagai warisan (lih.
Mzm. 2:8), untuk mengantarkan persembahan dan upeti ke dalam kota-Nya (lih. Mzm.
71/72:10; Yes. 60:4–7; Why. 21:24). Sifat universal, yang menyemarakkan umat
Allah itu, merupakan kurnia Tuhan sendiri. Karenanya Gereja yang katolik secara
tepat-guna dan tiada hentinya berusaha merangkum segenap umat manusia beserta
segala harta kekayaannya di bawah Kristus Kepala, dalam kesatuan Roh-Nya [24].
(LG 13).
2. Pendalaman
Peserta
didik mendalami makna sifat Gereja yang katolik dengan pertanyaan- pertanyaan berikut ini.
a. Apa
makna katolik?
b. Mengapa
Gereja disebut katolik?
c. Bagaimana
kalian mewujudkan kekatolikan Gereja dalam hidupmu?
3. Penjelasan
·
Katolik makna aslinya berarti universal atau umum. Arti universal
dapat dilihat secara kuantitatif dan kualitatif.
·
Gereja itu katolik karena Gereja dapat hidup di tengah segala
bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa. Gereja sebagai sakramen Roh
Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang tidak terbatas pada anggota
Gereja saja, melainkan juga terarah kepada seluruh dunia.
·
Dengan sifat katolik
ini dimaksudkan bahwa
Gereja mampu mengatasi keterbatasannya sendiri untuk
berkiprah ke seluruh penjuru dunia.
·
Gereja itu katolik karena ajarannya dapat diwartakan kepada segala
bangsa dan segala harta kekayaan bangsa-bangsa dapat ditampungnya sejauh itu
baik dan luhur.
·
Gereja terbuka terhadap
semua kemampuan, kekayaan,
dan adat- istiadat yang
luhur tanpa kehilangan
jati dirinya. Sebenarnya,
Gereja bukan saja dapat
menerima dan merangkum
segala sesuatu, tetapi Gereja dapat
menjiwai seluruh dunia
dengan semangatnya. Oleh
sebab itu, yang Katolik bukan saja Gereja universal, melainkan juga
setiap anggotanya, sebab dalam setiap jemaat hadirlah seluruh Gereja. Setiap
jemaat adalah Gereja yang lengkap, bukan sekadar “cabang” Gereja universal.
Gereja setempat merupakan seluruh Gereja yang bersifat katolik.
·
Gereja bersifat katolik berarti terbuka bagi dunia, tidak terbatas
pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan tertentu, waktu atau golongan
masyarakat tertentu.
·
Kekatolikan Gereja tampak
dalam rahmat dan
keselamatan yang ditawarkannya.
·
Iman dan ajaran Gereja yang bersifat umum, dapat diterima dan
dihayati oleh siapa pun juga.
·
Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa Gereja meleburkan diri ke
dalam dunia. Dalam keterbukaan itu, Gereja tetap mempertahankan identitas
dirinya.
·
Kekatolikan justru terbukti dengan kenyataan bahwa identitas
Gereja tidak tergantung pada bentuk lahiriah tertentu, melainkan merupakan
suatu identitas yang dinamis, yang selalu dan dimana-mana dapat mempertahankan
diri, bagaimanapun juga bentuk pelaksanaannya. Kekatolikan Gereja bersumber
dari firman Tuhan sendiri.
·
Gereja itu bersifat dinamis. Maka Gereja dapat dikembangkan lebih
nyata atau diwujudkan dengan cara: bersikap terbuka dan menghormati kebudayaan,
adat istiadat, bahkan agama bangsa mana pun. Bekerja sama dengan pihak mana pun
yang berkehendak baik untuk mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini.
·
Berusaha untuk memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang
lebih baik untuk umat manusia. Terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga
kita dapat memberi kesaksian bahwa “katolik” artinya terbuka untuk apa saja
yang baik dan siapa yang berhendak baik.
Langkah ketiga: menghayati kekatolikan Gereja dalam hidup
1. Refleksi
Peserta
didik membuat refleksi tentang apa dan bagaimana ia mewujudkan sifat
kekatolikan Gereja dalam hidupnya.
2. Aksi
Peserta
didik membuat rencana aksi nyata untuk mewujudkan kekatolikan dirinya dalam
hidup sehari-hari di rumah, sekolah, gereja dan masyarakat.
Doa Penutup
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Ya Tuhan, melalui pertemuan ini
kami sudah disuguhi bekal pengetahuan akan Gereja-Mu yang abadi, satu, kudus,
katolik, dan apostolik. Semoga dengan bertambahnya pengetahuan yang kami
terima, hati kami terbuka, dan senantiasa kami mengundang Roh Kudus-Mu untuk
menggiatkan kami agar kami semakin mencitai Gereja yang hidup yang berziarah di
dunia ini.
Dengan perantaraan Kristus Tuhan
dan Juru selamat kami. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Rangkuman
·
Ada hubungan dekat antara agama dan kebudayaan. Hubungan ini telah mewajibkan Gereja Katolik
untuk setia mendengarkan bisikan kebudayaan. Kewajiban lain yang lebih luas
adalah untuk merefleksikan dan merenungkan proses terbentuknya interaksi budaya
manusia. Proses inkulturasi dapat dilihat sebagai perjalanan dari kebudayaan
yang satu menuju kebudayaan lain. Agama dan kristianitas akhirnya adalah bagian
dari kebudayaan manusia.
·
Konsili Vatikan II
menegaskan agar Gereja
Katolik membuka diri
dan menerima unsur-unsur kebudayaan setempat. Tentu sejauh unsur-unsur
kebudayaan itu tidak secara prinsipil bertolak belakang dengan ajaran Gereja.
·
Katolik makna aslinya berarti universal atau umum. Arti universal
dapat dilihat secara kuantitatif dan kualitatif.
·
Gereja itu katolik karena Gereja dapat hidup di tengah segala
bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa. Gereja sebagai sakramen Roh
Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang tidak terbatas pada anggota
Gereja saja, melainkan juga terarah kepada seluruh dunia.
·
Dengan sifat katolik
ini dimaksudkan bahwa
Gereja mampu mengatasi keterbatasannya sendiri untuk
berkiprah ke seluruh penjuru dunia.
·
Gereja itu katolik karena ajarannya dapat diwartakan kepada segala
bangsa dan segala harta kekayaan bangsa-bangsa dapat ditampungnya sejauh itu
baik dan luhur.
·
Gereja terbuka terhadap semua kemampuan, kekayaan, dan
adat-istiadat yang luhur tanpa kehilangan jati dirinya. Sebenarnya, Gereja
bukan saja dapat menerima dan merangkum segala sesuatu, tetapi Gereja dapat
menjiwai seluruh dunia dengan semangatnya. Oleh sebab itu, yang katolik bukan
saja Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya, sebab dalam setiap
jemaat hadirlah seluruh Gereja. Setiap jemaat adalah Gereja yang lengkap, bukan
sekadar “cabang” Gereja universal. Gereja setempat merupakan seluruh Gereja
yang bersifat katolik.
·
Gereja bersifat katolik berarti terbuka bagi dunia, tidak terbatas
pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan tertentu, waktu atau golongan
masyarakat tertentu.
·
Kekatolikan Gereja tampak
dalam rahmat dan
keselamatan yang ditawarkannya.
·
Iman dan ajaran Gereja yang bersifat umum, dapat diterima dan
dihayati oleh siapa pun juga.
·
Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa Gereja meleburkan diri ke
dalam dunia. Dalam keterbukaan itu, Gereja tetap mempertahankan identitas
dirinya.
·
Kekatolikan justru terbukti dengan kenyataan bahwa identitas
Gereja tidak tergantung pada bentuk lahiriah tertentu, melainkan merupakan
suatu identitas yang dinamis, yang selalu dan dimana-mana dapat mempertahankan
diri, bagaimanapun juga bentuk pelaksanaannya. Kekatolikan Gereja bersumber
dari firman Tuhan sendiri.
·
Gereja itu bersifat dinamis. Maka Gereja dapat dikembangkan lebih
nyata atau diwujudkan dengan cara: bersikap terbuka dan menghormati kebudayaan,
adat istiadat, bahkan agama bangsa mana pun. Bekerja sama dengan pihak mana pun
yang berkehendak baik untuk mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini.
·
Berusaha untuk memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang
lebih baik untuk umat manusia. Terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga
kita dapat memberi kesaksian bahwa “katolik” artinya terbuka untuk apa saja
yang baik dan siapa yang berhendak baik.
GEREJA YANG APOSTOLIK
Doa Pembuka
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Ya Tuhan yang Mahabaik, melalui
iman para rasul-Mu, Engkau telah menubuatkan ajaran iman bagi para rasul-Mu
untuk menjadi wadah yang kokoh, iman yang kuat, iman yang merasul dan menjadi
saksi. Teristimewa pada pertemuan ini kami akan belajar tentang sifat Gereja
yang apostolik, Gereja yang merasul. Semoga kami menjadi rasul seperti para
murid perdana-Mu yang setia menjadi saksi-Mu dalam situasi apapun. Demi Kristus
Tuhan dan pengantara kami.
Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Langkah pertama: menggali
pemahaman tentang keapostolikan Gereja
1. Apersepsi
Guru
membuka dialog bersama peserta didik dengan mengajak mereka mengingat kembali
tema atau pokok bahasan dan penugasan sebelumnya tentang sifat Gereja yang
katolik. Misalnya, adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan aksi nyata
mewujudkan sifat Gereja yang katolik di tengah keluarga, lingkungan dan masyarakat?
Selanjutnya
guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu sifat Gereja yang apostolik. Berkaitan dengan
materi pembelajaran ini, guru dapat membangkitkan motivasi belajar peserta
didik dengan pertanyaan, misalnya: apa makna sifat Gereja yang apostolik,
bagaimana mewujudkan keapostlikan itu dalam hidup sehari-hari? Untuk memahami
sifat Gereja yang katolik itu, marilah kita memulai pembelajaran dengan
menyimak artikel berita berikut ini.
2. Membaca/menyimak
artikel berita
Tahbisan
Uskup Tanjung Selor, Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF
Pastor
Paulinus Yan Olla MSF resmi menjadi Uskup Tanjung Selor. Tahbisan episkopal
Pastor Paulinus berlangsung di Lapangan Agatis, Kabupaten Bulungan, Kalimantan
Utara, Sabtu, (5/5). Uskup Agung Samarinda (sebelumnya sebagai Uskup Tanjung
Tanjung Selor), Mgr. Yustinus Harjosusanto, MSF menjadi pentahbis utama Pastor
Paulinus. Sementara sebagai pentahbis pendamping adalah Uskup Banjarmasin, Mgr.
Petrus Boddeng Timang dan Uskup Palangkaraya Mgr. Aloysius Sutrisnaatmaka, MSF.
Pada kesempatan
itu hadir pula
Duta Besar Vatikan
untuk Indonesia, Mgr. Piero
Pioppo. Mgr. Pioppo memperlihatkan dan membacakan surat resmi dari Paus
Fransiskus ihwal penunjukan Pastor Paulinus sebagai Uskup Tanjung Selor. Dalam
sambutannya, Mgr. Paulinus mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah
hadir dan berdoa untuk acara tahbisannya. “Kita berkumpul di tempat ini karena
Tuhan telah berkenan memilih saya, hamba-Nya yang hina ini untuk bekerja di
kebun anggur-Nya, di Keuskupan Tanjung Selor,” tuturnya. Kehadiran Mgr. Paulinus
menjadi berkat sekaligus memberi harapan bagi seluruh umat Keuskupan Tanjung Selor.
Ini merupakan bentuk
jawaban Tuhan atas kerinduan dan
doa yang senantiasa dipanjatkan oleh seluruh umat. “Perjuangan para pendahulu
akan dilanjutkan melalui pengabdian kami di keuskupan ini (Tanjung Selor),”
lanjutnya. (Marchella A. Vieba)
Sumber:
www.hidupkatolik.com/Marchella A. Vieba (2018)
3. Pendalaman
Peserta
didik mendalami artikel dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
a. Apa yang
dikisahkan pada berita
Tahbisan Uskup Tanjung
Selor, Mgr. Paulinus Yan Olla
MSF?
b. Apa
yang dibacakan dan diperlihatkan Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Piero
Pioppo?
c. Apa
yang disampaikan Mgr. Paulinus setelah ia ditahbiskan?
d. Dari
cerita tahbisan ini, apa yang kalian ketahui tentang Gereja yang bersifat
apostolik?
4. Penjelasan
Setelah peserta
didik menjawab pertanyaan-pertanyaan pendalaman,
guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan:
· Dalam
setiap acara tahbisan uskup dimanapun di seluruh dunia , Duta Besar Vatikan
atau yang mewakilinya membacakan surat penetapan oleh Sri Paus untuk calon
uskup baru yang akan ditahbiskan. Paus sebagai kepala Gereja universal, penerus
tahta santo Petrus sesuai kedudukannya menujuk seorang imam menjadi uskup atau
gembala Gereja lokal.
· Dalam
kisah/berita tahbisan uskup Tanjung Selor, Mgr. Paulinus mengucapkan terima
kasih kepada semua umat yang hadir dan mendoakan ia pada acara tahbisannya
karena rahmat Tuhan. Mgr. Paulinus bersaksi bahwa Tuhan telah berkenan memilih
dirinya, seorang hamba yang hina untuk bekerja di kebun anggur-Nya, di
Keuskupan Tanjung Selor.
Langkah kedua: mendalami ajaran Gereja tentang sifat apostolik
Gereja
1.
Membaca/menyimak ajaran Gereja
Peserta
didik membaca dan menyimak ajaran Gereja berikut ini.
Gereja
Diutus oleh Kristus
Sejak
semula Tuhan Yesus “memanggil mereka yang dikehendaki-Nya serta untuk
diutus-Nya mewartakan Injil” (Mrk. 3:13; lih. Mat. 10:1–42). Begitulah para
rasul merupakan benih-benih Israel baru, pun sekaligus awal mula hierarki suci. Kemudian, sesudah
wafat dan kebangkitan-Nya, Tuhan menyelesaikan dalam diri-Nya rahasia-rahasia
keselamatan kita serta pembaharuan segala sesuatu, menerima segala kuasa di
surga dan di bumi (lih. Mat. 28:18), sebelum Ia diangkat ke surga (lih. Kis.
1:11), Ia mendirikan Gereja-Nya sebagai sakramen keselamatan. Ia mengutus para
rasul ke seluruh dunia, seperti Ia sendiri telah diutus oleh Bapa (lih. Yoh.
20:21), perintah-Nya kepada mereka: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua
bangsa murid-Ku, dan baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh
Kudus; ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan
kepadamu” (Mat. 28:19 dsl.); “pergilah ke seluruh dunia, dan wartakanlah Injil
kepada semua makhluk. Barang siapa percaya dan dibaptis akan selamat; tetapi
siapa tidak percaya, akan dihukum” (Mrk. 16:15 dsl.). Maka dari itu Gereja
mengemban tugas menyiarkan iman serta keselamatan Kristus, baik atas perintah
oleh para rasul telah diwariskan kepada dewan para uskup yang dibantu oleh para
imam, bersama dengan pengganti Petrus serta Gembala Tertinggi Gereja, maupun
atas daya-kekuatan kehidupan, yang oleh Kristus disalurkan kepada para
anggota-Nya; “dari pada-Nyalah seluruh tubuh, yang rapih tersusun dan diikat
menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan
setiap anggota, menerima pertumbuhan dan membangun dirinya dalam kasih” (Ef.
4:16). Oleh karena itu perutusan Gereja terlaksana dengan karya-kegiatannya.
Demikianlah Gereja,
mematuhi perintah Kristus
dan digerakkan oleh rahmat serta cinta kasih Roh Kudus,
hadir bagi semua orang dan bangsa dengan kenyataannya sepenuhnya, untuk dengan
teladan hidup maupun pewartaannya, dengan sakramen-sakramen serta upaya-upaya
rahmat lainnya menghantarkan mereka kepada iman, kebebasan dan damai Kristus,
sehingga bagi mereka terbukalah jalan yang bebas dan teguh, untuk ikut serta
sepenuhnya dalam misteri Kristus. Perutusan itu terus berlangsung, dan di
sepanjang sejarah menjabarkan perutusan Kristus sendiri, yang diutus untuk
mewartakan Kabar Gembira kepada kaum miskin. Atas dorongan Roh Kristus, Gereja
harus menempuh jalan yang sama seperti yang dilalui oleh Kristus sendiri, yakni
jalan kemiskinan, ketaatan, pengabdian dan pengorbanan diri sampai mati, dan
dari kematian itu muncullah Ia melalui kebangkitan-Nya sebagai Pemenang. Sebab
demikianlah semua rasul berjalan dalam harapan. Dengan mengalami banyak
kemalangan dan duka derita mereka menggenapi apa yang masih kurang pada
penderitaan Kristus bagi tubuh- Nya yakni Gereja (lih. Kol. 1:24). Sering pula
darah orang-orang kristiani menjadi benih. (AG 5).
2.
Pendalaman
Peserta
didik berdiskusi dalam kelompok kecil untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan
ini.
a. Apa
maksudnya Gereja yang bersifat atau berciri apostolik?
b. Mengapa
Gereja Katolik mementingkan hubungan historis, turun temurun, antara para rasul
dan pengganti mereka, yaitu para uskup?
c. Apa
peran Roh Kudus bagi Gereja yang apostolik?
d. Apa
yang diperintahkan Yesus kepada para rasul-Nya?
3.
Melaporkan hasil diskusi
Peserta
didik melaporkan hasil diskusi kelompoknya dan peserta lain dapat
menanggapinya.
4.
Penjelasan
·
Gereja yang apostolik merupakan warisan iman Gereja seperti yang
ditulis dalam Kitab Suci dan Tradisi suci, dilestarikan, diajarkan dan
diwariskan oleh para rasul. Dengan ciri
apostolik ini, Gereja “dibangun atas dasar para rasul dan para nabi,
dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef. 2:20).
·
Gereja Katolik mementingkan
hubungan historis, turun
temurun, antara para rasul dan
pengganti mereka, yaitu para uskup. Dengan demikian juga menjadi jelas mengapa
Gereja Katolik tidak hanya mendasarkan diri dalam hal ajaran-ajaran dan
eksistensinya pada Kitab Suci melainkan juga kepada Tradisi suci dan
Magisterium Gereja sepanjang masa.
·
Di bawah bimbingan Roh Kudus, Roh kebenaran, Magisterium (=
otoritas mengajar) Gereja yang dipercayakan kepada para rasul dan penerus
mereka berkewajiban untuk melestarikan, mengajarkan, membela dan mewariskan
warisan iman.
·
Roh Kudus melindungi Gereja dari kesalahan dalam otoritas
mengajarnya. Yesus mengutus para rasul dan bersabda: “Pergilah, ajarilah semua
bangsa, dan baptislah mereka atas nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, dan
ajarlah mereka menaati segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (lih.
Mat. 28:19–20).
·
Perintah resmi Kristus untuk mewartakan kebenaran yang
menyelamatkan itu oleh Gereja diterima dari para rasul dan harus dilaksanakan
sampai ke ujung bumi. Gereja terus-menerus mengutus para pewarta sampai Gereja-
Gereja baru terbentuk sepenuhnya untuk melanjutkan karya pewartaan Injil.
·
Gereja sekarang sama dengan Gereja para rasul. Bahkan identitas
Gereja sekarang mempunyai kesatuan dan kesamaan fundamental dengan Gereja para
rasul.
Langkah ketiga: menghayati sifat keapostolikan Gereja
1. Refleksi
a. Peserta
didik membuat refleksi tentang sifat Gereja yang apostolik. Bila fasilitas di
kelas memungkinkan, peserta didik diajak menyaksikan video dokumenter
pengumuman hasil pemilihan Paus Fransiskus atau biasa disebut Habemus Papam
(kita mempunyai paus baru) dengan menggunakan kode QR berikut: Youtube Channel,
Patriarcado de Lisboa
Kata
Kunci Pencarian: Eleição do Papa Francisco
b. Selanjutnya
peserta didik membuat refleksi keapostolikan Gereja, bisa dalam bentuk
renungan, doa, puisi, dan lain-lain.
2. Aksi
Buatlah
rencana aksi untuk selalu mendoakan
para pemimpin Gereja Katolik dalam doa pribadi atau doa bersama keluarga atau
bersama umat di lingkungan atau waktu perayaan misa di gereja.
Doa Penutup
Dalam Nama Bapa, dan Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Kami haturkan terima kasih, ya
Tuhan, atas berkat-Mu kami boleh menyelesaikan pertemuan ini. Semoga kami
menjadi Gereja yang apostolik, yang membawa karya keselamatan bagi sesama.
Jadikanlah kami menjadi pewarta sejati yang tangguh membawa kabar gembira bagi
semua orang. Karena Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin.
Dalam Nama Bapa, dan Putera, dan
Roh Kudus. Amin.
Rangkuman
·
Gereja yang apostolik merupakan warisan iman Gereja seperti yang
ditulis dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci, dilestarikan, diajarkan dan
diwariskan oleh para rasul. Dengan ciri
apostolik ini Gereja “dibangun atas dasar para rasul dan para nabi,
dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef. 2:20).
·
Gereja Katolik mementingkan
hubungan historis, turun
temurun, antara para rasul dan
pengganti mereka, yaitu para uskup. Dengan demikian juga menjadi jelas mengapa
Gereja Katolik tidak hanya mendasarkan diri dalam hal ajaran-ajaran dan
eksistensinya pada Kitab Suci melainkan juga kepada Tradisi Suci dan
Magisterium Gereja sepanjang masa.
·
Di bawah bimbingan Roh Kudus, Roh kebenaran, Magisterium
(=otoritas mengajar) Gereja yang dipercayakan kepada para rasul dan penerus
mereka berkewajiban untuk melestarikan, mengajarkan, membela dan mewariskan
warisan iman.
·
Roh Kudus melindungi Gereja dari kesalahan dalam otoritas
mengajarnya. Yesus mengutus para rasul dan bersabda: “Pergilah, ajarilah semua
bangsa, dan baptislah mereka atas nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, dan
ajarlah mereka menaati segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (lih.
Mat. 28:19-20).
·
Perintah resmi Kristus untuk mewartakan kebenaran yang
menyelamatkan itu oleh Gereja diterima dari para rasul dan harus dilaksanakan
sampai ke ujung bumi. Gereja terus-menerus mengutus para pewarta sampai Gereja-
Gereja baru terbentuk sepenuhnya untuk melanjutkan karya pewartaan Injil.
·
Gereja sekarang sama dengan Gereja para rasul. Bahkan identitas
Gereja sekarang mempunyai kesatuan dan kesamaan fundamental dengan Gereja para
rasul.
GLOSARIUM
Ad Gentes dekrit tentang Kegiatan Misioner
Gereja, hasil Konsili Vatikan II, 1965
Apostolicam Actuositatem dekrit tentang kerasulan awam,
hasil Konsili Vatikan II, 1965
Caritas in Veritate (kasih
dalam kebenaran), ensiklik
yang ditulis oleh
Paus Benediktus XVI, dan terbit 29 Juni 2009.
Centesimus Annus (tahun ke seratus), ensiklik yang
ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II dalam rangka 100 tahun Rerum Novarum,
terbit 15 Mei 1991.
Christus Dominus dekrit tentang Tugas Pastoral para
Uskup dalam Gereja, hasil Konsili Vatikan II, 1965
Dei Verbum, konstitusi dogmatis tentang
Wahyu Ilahi, hasil Konsili Vatikan II, 1965
Dignitatis Humanae, pernyataan tentang kebebasan
beragama, hasil Konsili Vatikan II, 1965
Ensiklik,surat yang ditulis oleh Paus untuk seluruh Gereja.Umumnya
ensiklik berisi hal-hal berkenaan dengan doktrin, ajaran moral, keprihatinan
sosial, atau peringatan- peringatan tertentu. Judul formal ensiklik biasanya
diambil dari dua kata pertama dari teks resminya yang umumnya berbahasa Latin.
Ensiklik ditujukan kepada seluruh Gereja dan merupakan ajaran dari Paus yang
bersifat otoritatif. Gaudium et
Spes (kegembiraan dan
harapan), merupakan dokumen
Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam dunia modern, hasil Konsili
Vatikan II, 7 Desember 1965.
Laborem Exercens (kerja manusia), ensiklik yang
ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II, 14 September 1981.
Lumen Gentium, konstitusi dogmatis tentang
Gereja, hasil Konsili Vatikan II, 1965
Mater et Magistra (ibu dan guru), merupakan
ensiklik yang ditulis oleh Paus Yohanes XXIII, 15 Mei 1961, tentang kemajuan sosial
dalam terang ajaran kristiani.
Nostra Aetate, pernyataan tentang hubungan Gereja dengan agama-agama bukan Kristen
Octogesima Adveniens (penantian tahun ke delapan puluh), ensiklik yang
ditulis oleh Paus Paulus VI, 15 Mei 1971, tentang panggilan untuk bertindak
atau bersikap.
Pacem in Terris (damai di bumi), oleh Paus
Yohanes XXIII, 11 April 1963.
Populorum Progressio (kemajuan bangsa-bangsa),
ensiklik yang ditulis oleh Paus Paulus VI, 26 Maret 1967.
Quadragessimo Anno (setelah 40 tahun), ensiklik yang
ditulis oleh Paus Pius XI, 15 Mei 1931, tentang rekonstruksi tata sosial
kemasyarakatan.
Rerum Novarum (hal-hal baru), ensiklik yang
ditulis oleh Paus Leo XIII, 15 Mei 1891, tentang kondisi para buruh.
Sollicitudo Rei Socialis (keprihatinan
akan masalah-masalah sosial), terbit 30 Desember 1987 dalam rangka memperingati 20
tahun Populorum Progressio.
Unitatis Redintegratio, dekrit tentang ekumenisme, hasil
Konsili Vatikan II, 1965
Tidak ada komentar:
Posting Komentar