Cari Blog Ini

Rabu, 10 Juli 2024

SIFAT-SIFAT GEREJA

 GEREJA YANG SATU

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Bapa yang kekal, Gereja-Mu telah menjadi tanda keselamatan kami di dunia ini. Gereja-Mu yang bersifat satu, kudus, katolik, dan apostolik sebagaimana iman Para Rasul yang telah kami yakini hingga kini, telah menjadi tanda kehadiran-Mu yang memersatukan dan menguduskan umat pilihan-Mu. Kami mohon kepada-Mu, ya Bapa, kunjungi dan hadirlah dalam pertemuan ini agar kami memahami Gereja yang utuh dan semakin mencintai Gereja kudus-Mu. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami.

Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pengalaman tentang kesatuan Gereja di dunia

1.      Apersepsi

Guru membuka dialog bersama  peserta didik dengan  mengajak peserta didik mengingat  kembali  tema  atau  pokok  bahasan  dan  penugasan  sebelumnya tentang paham dan makna Gereja. misalnya adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan aksi-aksi nyata sebagai anggota Gereja di tengah keluarga, lingkungan, dan masyarakat.

Selanjutnya guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu sifat-sifat Gereja. Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik dengan beberapa pertanyaan, misalnya: apa saja sifat-sifat  Gereja: satu, kudus, katolik, dan apostolik. Untuk memahami sifat- sifat Gereja itu, marilah kita memulai pembelajaran saat ini tentang sifat Gereja yang satu dengan menyimak artikel berita  berikut ini.

2.      Membaca/menyimak cerita kehidupan

Peserta didik membaca dan menyimak  artikel berita berikut ini.

Delegasi Orang Muda Katolik Sedunia Berkumpul di Panama

World Youth Day (WYD) adalah gagasan Santo Paus Yohanes II. Paus asal Polandia dengan nama Carol Wojtila melihat dua pertemuan internasional orang muda sebelumnya sangat sukses yaitu pertemuan di Roma tahun 1984 dan 1985, akhirnya terbentuknya di bulan Desember 1985.

Sejak 1985, WYD dirayakan setiap tahun pada Minggu Palma di tingkat- tingkat keuskupan dan lokal seluruh Gereja sedunia. Setiap dua atau tiga tahun, WYD dirayakan secara internasional di tempat yang dipilih oleh Paus. Orang muda Katolik (OMK) seluruh dunia berkumpul bersama Bapa Suci di sana.

Selama WYD peserta mengunjungi negara tuan rumah, melakukan pelayanan masyarakat, mengunjungi keuskupan, dan ikut serta dalam berbagai perayaan. Ada seminar, pertemuan katekese, diakhiri dengan misa kepausan yang dipimpin oleh Bapa Suci atau Sri Paus. Pertemuan terakhir tahun 2019 di Panama, Amerika Latin. Pertemuan berikutnya tahun 2022, namun Paus Fransiskus mengundurkannya ke tahun 2023, karena adanya pandemi Covid-19 saat ini.

Paus Fransiskus Menutup WYD ke-34 di Panama

Hari Pemuda Sedunia ke-34 2019 ditutup pada hari Minggu tanggal 27 Januari 2019 di hadapan 700.000 orang  dan di antaranya adalah delegasi puluhan ribu orang Katolik dari seluruh dunia bersatu di Campo San Juan Pablo II–Metro Park (Panama City, Panama), dengan Misa Kudus yang dipimpin oleh Paus Fransiskus.

Bapa  Suci  menyampaikan  homilinya  berdasarkan  tema  dari  bacaan injil hari Minggu: “Mata semua orang di sinagoga tertuju padanya. Dan dia mulai berkata kepada mereka: 'Hari ini Kitab Suci ini telah digenapi dalam pendengaranmu' ”(Luk. 4:20–21).

Paus  menjelaskan  bahwa  "hari  ini"  yang  Yesus  maksudkan,  bukan 2.000 tahun yang lalu, tetapi masih berlaku hari ini, "sekarang" kita. “Yesus mengungkapkan  sekarang  dari Tuhan”.  “Di  dalam Yesus,  masa  depan  yang dijanjikan dimulai dan menjadi hidup”. Sayangnya, “kita tidak selalu percaya bahwa Tuhan bisa menjadi yang konkret dan biasa, sedekat itu dan nyata… [karena] Tuhan yang dekat dan setiap hari, seorang teman dan saudara, menuntut agar kita peduli dengan lingkungan kita… Tuhan itu nyata karena cinta adalah nyata".

Kita  semua  bisa  mengalami  bahaya  hidup  di  "semacam  ruang  tunggu, duduk-duduk sampai kita dipanggil". Baik orang dewasa maupun orang muda berisiko berpikir “Sekarang Anda belum tiba…. bahwa Anda terlalu muda untuk terlibat dalam mimpi dan bekerja untuk masa depan”. Dia menekankan bahwa kita membutuhkan satu sama lain "untuk mendorong mimpi dan bekerja untuk hari esok, mulai hari ini ... Bukan besok tapi sekarang ... Sadarilah bahwa Anda memiliki misi dan jatuh cinta .... Kita mungkin memiliki segalanya, tetapi jika kita kekurangan gairah cinta, kita tidak akan memiliki apa-apa”.

Bapa Suci menjelaskan bahwa bagi Yesus tidak ada kata 'sementara': “Dia bukanlah jeda dalam hidup atau mode yang lewat. Dia adalah cinta yang murah hati yang mengundang kita untuk memercayakan diri kita sendiri”. Dia menasihati semua orang muda untuk tidak “dilumpuhkan [oleh] ketakutan dan pengucilan, spekulasi dan manipulasi [melainkan, untuk mengenali] kasih yang nyata, dekat, dan nyata” dari Yesus. Tuhan dan misi-Nya bukanlah “sesuatu yang sementara, itu adalah hidup kita”.

Dia mengingatkan kita semua bahwa kita “sedang dalam perjalanan…. teruslah berjalan, terus hidupkan iman dan bagikan”. Jadi, jangan lupa, katanya, bahwa “kamu bukan hari esok, kamu bukan 'waktu', kamu adalah masa kini Allah.

(diterjemahkan Daniel Boli Kotan dari catholic.gi/34th-world-youth-day-2019-concluded-panama/)

3.      Pendalaman

Peserta didik mendalami kisah tentang WYD di Panama dengan pertanyaan- pertanyaan berikut ini.

a.      Siapa yang memprakarsai WYD?

b.      Apa tujuan hari kaum muda sedunia?

c.       Apa yang dilakukan selama pertemuan kaum muda sedunia?

d.      Apa pesan Paus Fransiskus untuk kaum muda sedunia?

e.      Apa makna sifat kesatuan Gereja dalam pertemuan kaum muda sedunia itu?

4.      Penjelasan

·     World Youth Day (WYD) adalah gagasan Paus Yohanes Paulus II sejak tahun 1985. Setiap dua atau tiga tahun, WYD dirayakan secara internasional di tempat yang dipilih oleh Paus. OMK seluruh dunia berkumpul bersama Bapa Suci di sana.

·     Selama WYD peserta mengunjungi negara tuan rumah, melakukan pelayanan masyarakat, mengunjungi keuskupan, dan ikut serta dalam berbagai perayaan. Ada seminar, pertemuan katekese, diakhiri dengan misa Kepausan yang dipimpin oleh Bapa Suci atau Sri Paus.

·     Pesan Paus Fransiskus kepada kaum muda Katolik di WYD Panama bahwa kita semua  “sedang dalam perjalanan …. teruslah berjalan, terus hidupkan iman dan bagikan”.

·     Sifat kesatuan Gereja tercermin dari persekutuan atau komunio kaum muda dan umat Katolik yang berkumpul di Panama atas nama satu iman, harapan dan kasih.

 

Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja tentang kesatuan Gereja

1.      Kitab Suci

a.      Membaca/menyimak Kitab Suci.

Peserta didik membaca/menyimak Kitab Suci.

Kesatuan Gereja (1Ptr. 2:5–10; bdk. 1Kor. 12:12)

5Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.

6Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci: "Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan."

7Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak  percaya:  "Batu  yang  telah  dibuang  oleh  tukang-tukang  bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan."

8Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan.

9Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajawi, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan- perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:

10kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.

b.      Pendalaman

Peserta didik mendalami pesan Kitab Suci dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

1)      Apa pesan teks Kitab Suci 1Ptr. 2:5–10?

2)      Apa arti Gereja yang satu menurut Rasul Petrus?

c.       Penjelasan

Guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan, misalnya:

Kesatuan iman tidak lain merupakan keyakinan umat Allah kepada Allah Tritunggal; Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Keyakinan iman demikian tentu menunjuk kepada apa yang diimani oleh Gereja dari dulu hingga sekarang bahwa Kristus sendiri menghendaki kesatuan Gereja   dan menjadikannya satu tubuh (bdk. 1Ptr. 2:5–10).

2.      Ajaran Gereja

a.      Membaca/menyimak ajaran Gereja

Peserta  didik  diajak  membaca/menyimak  ajaran  Gereja  dalam  Katekismus Gereja Katolik (KGK)

"Itulah satu-satunya Gereja Kristus, yang dalam syahadat iman kita akui sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik" (LG 8). Keempat sifat ini, yang tidak boleh dipisahkan (bdk. DS 2888) satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh Kudus, Kristus menjadikan Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik, dan apostolik. Ia memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu. (KGK 811).

Hanya iman dapat mengakui bahwa Gereja menerima sifat-sifat ini dari asal ilahinya. Namun akibat-akibatnya dalam sejarah merupakan tanda yang juga jelas mengesankan akal budi manusia. Seperti yang dikatakan Konsili Vatikan I, Gereja "oleh penyebarluasannya yang mengagumkan, oleh kekudusannya yang luar biasa, dan oleh kesuburannya yang tidak habis-habisnya dalam segala sesuatu yang baik, oleh kesatuan  katoliknya  dan oleh kestabilannya  yang  tak terkalahkan,  adalah alasan yang kuat dan berkelanjutan sehingga pantas dipercaya dan satu kesaksian yang tidak dapat dibantah mengenai perutusan ilahinya" (DS 3013), (KGK 812).

Gereja itu satu menurut asalnya. "Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi, Bapa, Putera, dan Roh Kudus" (UR 2). Gereja itu satu menurut Pendiri-Nya.  "Sebab Putera sendiri yang menjelma telah  mendamaikan  semua  orang  dengan Allah,  dan  mengembalikan  kesatuan semua  orang  dalam  satu  bangsa  dan  satu  tubuh"  (GS  78,3  ).  Gereja  itu  satu menurut jiwanya. "Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang mengagumkan  itu,  dan  sedemikian  erat  menghimpun  mereka  sekalian  dalam Kristus, sehingga menjadi prinsip kesatuan Gereja" (UR 2).

Dengan demikian, kesatuan termasuk dalam hakikat Gereja: "Sungguh keajaiban yang penuh rahasia! Satu adalah Bapa segala sesuatu, juga satu adalah Logos segala sesuatu, dan Roh Kudus adalah satu dan sama dimana-mana, dan juga ada hanya satu Bunda Perawan; aku mencintainya, dan menamakan dia Gereja" (Klemens dari Aleksandria, paed. 1,6,42; KGK 813).

Namun sejak awal, Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Di satu pihak kemajemukan itu disebabkan oleh perbedaan anugerah- anugerah Allah, di lain pihak oleh keanekaan orang yang menerimanya. Dalam kesatuan umat Allah berhimpunlah perbedaan bangsa dan budaya. Di antara anggota-anggota Gereja ada keanekaragaman anugerah, tugas, syarat-syarat hidup dan cara hidup; "maka dalam persekutuan Gereja selayaknya pula terdapat. Gereja-Gereja khusus, yang memiliki tradisi mereka sendiri" (LG 13). Kekayaan yang luar biasa akan perbedaan tidak menghalang-halangi kesatuan Gereja, tetapi dosa dan akibat-akibatnya membebani dan mengancam anugerah kesatuan ini secara terus-menerus. Karena itu santo Paulus harus menyampaikan nasihatnya, "supaya memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera" (Ef. 4:3; KGK 814).

Manakah ikatan-ikatan kesatuan? Terutama cinta, "ikatan kesempurnaan" (Kol. 3:14). Tetapi kesatuan Gereja penziarah juga diamankan oleh ikatan persekutuan yang tampak berikut ini:

     pengakuan iman yang satu dan sama, yang diwariskan oleh para rasul;

     perayaan ibadat bersama, terutama sakramen-sakramen; suksesi apostolik, yang oleh sakramen Tahbisan menegakkan  kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam keluarga Allah (bdk. UR 2; LG 14: CIC. Can. 205; KGK 815).

"Itulah satu-satunya Gereja Kristus.... Sesudah kebangkitan-Nya, Penebus kita menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan. Ia mempercayakannya kepada Petrus dan para Rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing... Gereja itu, yang di dunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam [subsistit in] Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya (LG 8). Dekrit Konsili Vatikan II mengenai ekumene menyatakan: "Hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petruslah Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu tubuh Kristus di dunia. Dalam tubuh itu harus disatu-ragakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk umat Allah" (UR 3; KGK 816).

Luka-Luka Kesatuan

"Dalam satu dan satu-satunya Gereja Allah itu sejak awal mula telah timbul berbagai perpecahan, yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak dihukum. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya dengan Gereja Katolik, kadang-kadang bukannya tanpa kesalahan kedua pihak" (UR 3).  Perpecahan-perpecahan yang melukai kesatuan tubuh Kristus (perlu dibedakan di sini bidah, apostasi, dan skisma, bdk. CIC, can. 751), tidak terjadi tanpa dosa manusia: "Di mana ada dosa, di situ ada keaneka- ragaman, di situ ada perpecahan, sekte-sekte dan pertengkaran. Di mana ada kebajikan, di situ ada kesepakatan, di situ ada kesatuan; karena itu semua umat beriman bersatu hati dan bersatu jiwa" (Origenes, hom. in Ezech. 9,1; KGK 817).

"Tetapi mereka, yang sekarang lahir dan dibesarkan dalam iman akan Kristus di jemaat-jemaat itu, tidak dapat dipersalahkan dan dianggap berdosa karena memisahkan diri. Gereja Katolik merangkul mereka dengan sikap bersaudara penuh hormat dan cinta kasih... Sungguhpun begitu, karena mereka dalam Baptis dibenarkan berdasarkan iman, mereka disatu-ragakan dalam Kristus. Oleh karena itu mereka memang dengan tepat menyandang nama kristiani, dan tepat pula oleh putera-puteri Gereja Katolik diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan" (UR 3; 818).

b.      Pendalaman

Peserta didik mendalami ajaran Gereja dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

1)      Apa makna kesatuan Gereja menurut Katekismus Gereja Katolik?

2)      Ikatan apa saja dalam kesatuan Gereja Katolik?

3)      Apa saja yang menjadi luka-luka kesatuan dalam perjalanan hidup Gereja?

c.       Penjelasan

Setelah mendengar jawaban peserta didik dalam diskusi pendalaman, guru dapat memberikan penjelasan berikut ini.

·       Gereja itu satu menurut asalnya. "Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi, Bapa, Putera, dan Roh Kudus".

·       Gereja itu satu menurut Pendiri-Nya. "Sebab Putera sendiri yang menjelma telah mendamaikan semua orang dengan Allah, dan mengembalikan kesatuan semua orang dalam satu bangsa dan satu tubuh" (GS 78, 3).

·       Gereja itu satu menurut jiwanya. "Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang mengagumkan itu, dan sedemikian erat menghimpun mereka sekalian dalam Kristus, sehingga menjadi prinsip kesatuan Gereja"

·       Kesatuan termasuk dalam hakikat Gereja: "Sungguh keajaiban yang penuh rahasia. Satu adalah Bapa segala sesuatu, juga satu adalah Logos segala sesuatu, dan Roh Kudus adalah satu dan sama di mana-mana, dan juga ada hanya satu Bunda Perawan.

·       Ikatan  persekutuan  yang  tampak  dalam  pengakuan  iman  yang  satu  dan sama, yang diwariskan oleh para rasul; perayaan ibadat bersama, terutama sakramen-sakramen; suksesi apostolik, yang oleh sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam keluarga Allah.

·       Luka-luka dalam kesatuan; Sejak awal mula telah timbul berbagai perpecahan, yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak dihukum. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya dengan Gereja Katolik, kadang-kadang bukannya tanpa kesalahan kedua pihak.

 

Langkah ketiga: menghayati sifat Gereja yang satu dalam kehidupan sehari-hari

1.      Refleksi

Peserta didik diajak untuk menyanyikan lagu “Maju Bersama”

Marilah saudara melangkah maju, Tuhan serta kita

Sepanjang jalan penuh liku, Tuhan serta kita

Maju bersama bersatulah kita, Maju dalam cahaya

Maju bersama satu harapan kita, Hidup Kristus Jaya Alelluia alleluia

Hidup Kristus nan jaya.

Sumber: gema.sabda.org/marilah_saudara_melangkah_maju

 

Berdasarkan lagu tersebut peserta didik membuat refleksi tentang bagaimana ia membangun semangat kesatuan Gereja dalam hidupnya.

 

2.      Aksi

Peserta didik merencanakan aksi nyata untuk melaksanakan semangat kesatuan Gereja dalam hidupnya sehari-hari di rumah, di lingkungan rohani dan lingkungan sosial, misalnya bersatu dalam doa, berderma. Kegiatan nyata ini dicatat dalam buku catatan dan ditandatangani oleh orang tua atau wali muridnya.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin. Berlimpah rasa syukur kami haturkan kepada-Mu, ya Tuhan atas bimbingan dan berkat-Mu dalam menyelesaikan pertemuan ini.

Tuhan, Engkau telah mengingatkan kami akan sifat Gereja-Mu yang satu, kudus, katolik dan apostolik sebagaimana iman para rasul.

Kami mohon, tambahkanlah iman kami agar kuat dan teguh sebagaimana para rasul-Mu mewartakan Gereja-Mu yang hidup. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

·       Gereja itu satu karena sumber dan teladannya adalah Allah Tritunggal; Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Yesus Kristus, Putera Allah sebagai pendiri dan kepala Gereja menetapkan kesatuan semua umat manusia dalam satu tubuh. Sebagai jiwa Gereja, Roh Kudus memersatukan semua umat beriman dalam kesatuan dengan Kristus.

·       Gereja  hanya  mempunyai  satu  iman,  satu  kehidupan  sakramental,  satu warisan apostolik, satu pengharapan yang umum dan cinta kasih yang satu dan sama. Meski demikian, kesatuan Gereja tetap menghargai  kebinekaan yang ada di dalamnya.

·       Ikatan  persekutuan  yang  tampak  dalam  pengakuan  iman  yang  satu  dan sama, yang diwariskan oleh para rasul; perayaan ibadat bersama, terutama sakramen-sakramen; suksesi apostolik, yang oleh sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam keluarga Allah

·       Luka-luka dalam kesatuan Gereja. Sejak awal mula telah timbul berbagai perpecahan, yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak dihukum. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya dengan Gereja Katolik, kadang-kadang bukannya tanpa kesalahan kedua pihak.

 


 GEREJA YANG KUDUS

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Allah pokok keselamatan kami, Gereja-Mu telah menjadi tanda keselamatan bagi banyak jiwa di bumi ini. Kehadiran Gereja-Mu yang satu, kudus, katolik, dan apostolik menjadi tanda kehadiran yang menyatukan kami umat-Mu. Kami mengundang-Mu ya Allah dalam pertemuan ini. Semoga kami semakin terbuka dan mengadirkan diri kami dalam Gereja-Mu secara nyata. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pengalaman tentang kekudusan hidup

1.      Apersepsi

Guru membuka dialog bersama  peserta didik dengan  mengajak peserta didik mengingat  kembali  tema  atau  pokok  bahasan  dan  penugasan  sebelumnya tentang paham dan makna Gereja. Misalnya adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan aksi-aksi nyata sebagai anggota Gereja di tengah keluarga, lingkungan, dan masyarakat.

Selanjutnya guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu sifat-sifat Gereja. Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik dengan beberapa pertanyaan, misalnya: apa saja sifat-sifat  Gereja: satu, kudus, katolik, dan apostolik. Untuk memahami sifat- sifat Gereja itu, marilah kita memulai pembelajaran saat ini tentang sifat Gereja yang satu dengan menyimak artikel berita  berikut ini.

2.      Membaca/menyimak cerita kehidupan

Peserta didik membaca dan menyimak  artilel berita berikut ini.

Carlo Acutis, Orang Kudus Generasi Milenial

Carlo Acutis, seorang anak generasi milenial, berusia lima belas tahun, dibeatifikasi di basilika St. Fransiskus Assisi, Italia pada hari Sabtu tanggal 10 Oktober 2020. Sebuah biografi singkat menceritakan bagaimana kecintaan Carlos pada Ekaristi dan pengetahuan internet telah meninggalkan hubungan yang nyata dengannya. Carlos baru berusia 15 tahun ketika dia meninggal di sebuah rumah sakit di Monza, Italia, pada tahun 2006, mempersembahkan semua penderitaannya untuk Gereja dan untuk Paus.

Carlo adalah anak laki-laki yang normal, tampan dan populer. Dia seorang pelawak alami yang senang membuat teman sekelas dan gurunya tertawa. Dia suka bermain sepak bola, video game, dan memiliki gigi manis. Carlo tidak bisa mengatakan "tidak" pada Nutella atau es krim. Menambah berat badan membuatnya memahami perlunya pengendalian diri. Itu adalah salah satu dari banyak perjuangan yang harus diatasi Carlo untuk belajar bagaimana menguasai seni pengendalian diri, untuk menguasai keutamaan kesederhanaan, dimulai dengan hal-hal sederhana. Dia biasa berkata, "Apa gunanya memenangkan 1.000 pertempuran jika Anda tidak bisa mengalahkan hasrat Anda sendiri?"

Motto Carlo mencerminkan kehidupan seorang remaja normal yang berjuang untuk menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri, menjalani kehidupan biasa dengan cara yang luar biasa. Dia menggunakan tabungan pertamanya untuk membeli kantong tidur bagi seorang tunawisma yang sering dia temui dalam perjalanan ke gereja untuk misa. Dia bisa saja membeli video game lain untuk koleksi konsol game miliknya. Dia suka bermain video game. Sebaliknya, dia memilih untuk bermurah hati. Ini bukan contoh yang terisolasi. Pemakamannya dipenuhi dengan banyak penduduk miskin kota yang telah dibantu oleh Carlo, menunjukkan bahwa kemurahan hati yang telah dia berikan kepada gelandangan dalam perjalanannya mengikuti Misa telah ditawarkan kepada banyak orang lain juga.

Ketika dia diberi buku harian, dia memutuskan untuk menggunakannya untuk melacak kemajuannya: "nilai bagus" jika dia berperilaku baik dan "nilai buruk" jika dia tidak memenuhi harapannya. Beginilah cara dia melacak kemajuannya. Dalam buku catatan yang sama dia menuliskan, “Kesedihan melihat diri sendiri, kebahagiaan melihat Tuhan. Konversi tidak lain hanyalah gerakan mata”.

Carlo adalah "pelawak alami" seperti yang pernah dikomentari ibunya, Antonia Salzano dalam sebuah wawancara. Teman-teman sekelasnya akan tertawa terbahak-bahak mendengar ucapannya, begitu pula para guru. Karena dia menyadari itu dapat mengganggu orang lain, dia berusaha untuk mengubah hal itu juga. Membuat hidup menyenangkan bagi orang-orang di sekitarnya melalui tindakan kecil adalah hal yang konstan dalam hidupnya. Dia tidak suka staf kebersihan menjemputnya, bahkan jika mereka dibayar untuk itu. Jadi dia menyetel jam weker beberapa menit lebih awal untuk merapikan kamarnya dan merapikan tempat tidur. Raejsh, seorang Hindu yang membersihkan rumah Carlo, terkesan bahwa dia seseorang yang "tampan, muda dan kaya" memutuskan untuk menjalani hidup sederhana. "Dia memikat saya dengan iman yang dalam, kasih amal dan kemurnian," katanya. Melalui contoh Carlo, Raejsh memutuskan untuk dibaptis di Gereja Katolik.

Kemurnian sangat penting dalam kehidupan Carlo. "Setiap orang memantulkan cahaya Tuhan", adalah sesuatu yang biasa dia katakan. Hal yang meyakitkannya adalah ketika melihat teman-teman sekelasnya tidak hidup sesuai dengan moral kristiani. Dia akan mendorong mereka untuk melakukannya, mencoba membantu mereka memahami bahwa tubuh manusia adalah anugerah dari Tuhan dan bahwa seksualitas harus dijalani seperti yang Tuhan inginkan.

"Martabat setiap manusia begitu besar, sehingga Carlo memandang seksualitas sebagai sesuatu yang sangat istimewa, karena ia berkolaborasi dengan ciptaan Tuhan," kenang ibunya. Beato kita yang baru ini juga suka memakai kacamata selamnya dan bermain "mengambil sampah dari dasar laut". Ketika dia membawa anjing-anjing itu jalan-jalan, dia selalu memungut sampah apa pun yang dia temukan.

Semangat sejati Carlo adalah Ekaristi: "jalan raya menuju surga". Hal inilah yang  menyebabkan ibunya bertobat. Seorang wanita yang hanya pergi "tiga kali ke misa dalam hidupnya" akhirnya ditaklukkan oleh kasih sayang anak laki-laki itu kepada Yesus. Dia mendaftarkan dirinya dalam kursus teologi sehingga dia dapat menjawab semua pertanyaan puteranya yang masih kecil.

Pada usia 11 tahun, Carlo mulai menyelidiki mukjizat Ekaristi yang terjadi dalam sejarah. Dia menggunakan semua pengetahuan dan bakat komputernya untuk membuat situs web yang menelusuri sejarah itu. Ini terdiri dari 160 panel dan dapat diunduh dengan mengklik di sini dan itu juga telah berkeliling di lebih dari 10.000 paroki di dunia.

Carlo tidak dapat memahami mengapa stadion penuh dengan orang dan gereja kosong. Dia berulang kali berkata, "Mereka harus melihat, mereka harus mengerti."

Pada musim panas 2006, Carlo bertanya kepada ibunya: "Menurutmu apakah aku harus menjadi seorang imam?" Dia menjawab: "Kamu akan melihatnya sendiri, Tuhan akan mengungkapkannya kepadamu." Pada awal tahun ajaran itu dia merasa tidak enak badan. Sepertinya flu biasa. Tetapi ketika kondisinya tidak membaik, orang tuanya membawanya ke rumah sakit. "Aku tidak akan keluar dari sini," katanya saat memasuki gedung.

Tak lama setelah itu, ia didiagnosis dengan salah satu jenis leukemia terburuk– Leukemia Myeloid Akut (AML atau M3). Reaksinya sangat mengejutkan: "Saya mempersembahkan kepada Tuhan penderitaan yang harus saya alami untuk paus dan Gereja, agar tidak harus berada di Api Pencucian dan dapat langsung pergi ke surga."

Dia meninggal tak lama setelah itu. “Dia menjadi imam dari surga,” kata ibunya.

(Angela Mengis Palleck/diterjemahkan Daniel Boli Kotan) Sumber artikel dan gambar: www.vaticannews.va (2020)

3.      Pendalaman

Peserta  didik  mendalami  kisah  kehidupan  ini  dengan  pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

1)      Siapakah Carlo Acutis?

2)      Apa gambaran perjalanan hidupnya?

3)      Mengapa ia disahkan menjadi seorang beato?

4)      Apa pesan cerita ini untuk hidup kalian sendiri?

4.    Penjelasan

·     Carlo Acutis menjadi teladan spirit kekudusaan orang muda zaman milenial untuk membangun kehidupan manusia yang bermartabat. Orang muda adalah Gereja masa kini dan masa depan, maka semangat atau spiritualitas untuk kekudusan hidup perlu ditanam dalam diri orang Katolik sejak kecil, mulai dari hal-hal yang sederhana dalam hidup di keluarga, Gereja dan masyarakat.

·     Petistiwa beatifikasi Carlo Acutis hendaknya menjadi pemicu bagi orang muda untuk lebih giat dan cermat menggunakan media informatika untuk kabar baik dan keselamatan banyak orang, dan itu cara lain untuk mewujudkan kekudusan Gereja di dunia pada zaman ini.

 

Langkah kedua: menggali ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja tentang kekudusan Gereja

1.      Kitab Suci

a.    Membaca/menyimak  Roma 1:1–7

1Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah.

2Injil itu telah dijanjikan-Nya sebelumnya dengan perantaraan nabi-nabi-Nya dalam kitab-kitab suci,

3tentang Anak-Nya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud,

4dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita.

5Dengan perantaraan-Nya kami menerima kasih karunia dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya dan taat kepada nama-Nya.

6Kamu juga termasuk di antara mereka, kamu yang telah dipanggil menjadi milik Kristus.

7Kepada kamu sekalian yang tinggal di Roma, yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus: Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus.

b.      Pendalaman

Peserta didik berdiskusi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Peserta didik dapat menambah pertanyaan baru untuk mendalami teks Kitab Suci yang sedang didalami bersama.

1)      Apa makna kekudusan dalam teks Kitab Suci ini (Roma 1:1–7)?

2)      Apa makna kekudusan menurut kalian sendiri?

3)      Bagaimana cara kalian menguduskan diri di keluarga, sekolah, Gereja dan masyarakat?

c.       Penjelasan

Setelah berdiskusi, guru memberi penjelasan untuk meneguhkan jawaban para peserta didik.

·     Kita dikuduskan karena terpanggil (lih. Roma 1:7). Dari pihak manusia, kekudusan (kesucian) hanya berarti tanggapan atas karya Allah, terutama dengan sikap iman dan pengharapan. Sikap iman dinyatakan dalam segala perbuatan dan kegiatan kehidupan yang serba biasa.

·     Kesucian bukan soal bentuk kehidupan khusus (seperti menjadi biarawan), melainkan sikap yang dinyatakan dalam hidup sehari-hari.

·     Kekudusan itu terungkap dengan aneka cara pada setiap orang. Kehidupan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu kekudusan Gereja, yang berasal dari Kristus. Kesucian ini adalah kekudusan yang harus diperjuangkan terus-menerus.

·     Membaca dan merenungkan sabda Tuhan sebagai sumber pedoman hidup merupakan salah cara untuk menguduskan hidup.

2.      Ajaran Gereja

a.    Membaca/menyimak  ajaran  Gereja  tentang  kekudusan  panggilan umum untuk kekudusan dalam Gereja

“Kita mengimani bahwa Gereja, yang misterinya diuraikan oleh Konsili suci, tidak dapat kehilangan kesuciannya. Sebab Kristus, Putera Allah, yang bersama Bapa dan Roh Kudus dipuji bahwa “hanya Dialah Kudus”[122], mengasihi Gereja sebagai mempelai-Nya, dengan menyerahkan diri baginya untuk menguduskannya (lih. Ef. 5:25–26). Ia menyatukannya dengan diri-Nya sebagai tubuh-Nya sendiri dan menyempurnakannya dengan kurnia Roh Kudus, demi kemuliaan Allah. Maka dalam Gereja semua anggota, entah termasuk hierarki entah digembalakan olehnya, dipanggil untuk kekudusan, yang menurut amanat Rasul: “Sebab inilah kehendak Allah: pengudusanmu” (1Tes. 4:3; lih. Ef. 1:4). Adapun kekudusan Gereja itu tiada hentinya dinyatakan dan harus dinyatakan di dalam buah-buah rahmat, yang dihasilkan oleh Roh Kudus dalam kaum beriman. Kekudusan itu dengan aneka cara terungkapkan pada masing-masing orang, yang dalam jalan hidupnya menuju kesempurnaan cinta kasih, sehingga memberi teladan baik kepada sesama. Secara khas pula kekudusan ini nampak dalam pelaksanaan nasihat-nasihat, yang lazim disebut “nasihat Injil”. Pelaksanaan nasehat-nasehat itu di bawah dorongan Roh Kudus yang ditempuh oleh banyak orang kristiani, entah secara perorangan, entah dalam corak atau status hidup yang disahkan oleh Gereja,  memberikan dan harus memberikan di dunia ini kesaksian dan teladan yang ulung tentang kekudusan itu (LG 39)”.

b.    Pendalaman

Peserta didik mendalami ajaran tentang kekudusan Gereja dengan pertanyaan- pertanyaan berikut.

1)      Apa itu kekudusan menurut ajaran Gereja?

2)      Apa contoh kekudusan Gereja menurut dokumen tersebut?

3)      Bagaiamana  cara  kalian  mewujudkan  kekudusan  Gereja  menurut  ajaran Gereja ini (LG 39)?

c.     Penjelasan

Setelah berdiskusi, guru memberi penjelasan untuk meneguhkan jawaban para peserta didik.

·       Gereja itu kudus karena Kristus, Putera Allah, bersama Bapa dan Roh Kudus mengasihi Gereja sebagai mempelai-Nya, dengan menyerahkan diri baginya untuk menguduskannya.

·       Tuhan kita sendiri adalah sumber dari segala kekudusan.

·       Kristus menguduskan Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia, Gereja adalah agen pengudusan-Nya.

·       Kekudusan itu juga “terungkapkan dengan aneka cara pada masing-masing orang”. Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang berasal dari Kristus, yang mengikutsertakan Gereja dalam gerakan-Nya kepada Bapa oleh Roh Kudus. Pada taraf misteri ilahi Gereja sudah suci: “Di dunia ini Gereja sudah ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48).

 

Langkah ketiga: menghayati kekudusan dalam hidup

1.    Refleksi

Peserta didik membuat refleksi tentang menghayati kekudusan Gereja dalam hidupnya sebagai orang muda Katolik berdasarkan kisah Beato Carlo Acutis, atau berdasarkan semangat orang suci yang dijadikan nama baptis masing-masing.

2.      Aksi

Peserta didik membuat rencana aksi nyata untuk mewujudkan kekudusan Gereja dalam hidupnya sehari-hari dengan berinspirasi pada Beato Carlo Acutis, misalnya dengan rajin berdoa, mengikuti perayaan Ekaristi, berbuat amal baik pada teman, menjaga kebersihan lingkungan sekitar.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Allah yang Mahakudus. Kami berterima kasih atas penyertaan dan cinta-Mu dalam kegiatan dan pertemuan ini. Melalui pertemuan ini kami mengetahui sifat-sifat Gereja-Mu yang Kudus. Tambahkanlah iman kami untuk semakin percaya kepada-Mu dan kami pun menjadi saksi iman yang hidup. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

1.    Setiap kita dikuduskan karena terpanggil oleh Allah (lih. Rm. 1:7). Dari pihak manusia, kekudusan (kesucian) hanya berarti tanggapan atas karya Allah, terutama dengan sikap iman dan pengharapan. Sikap iman dinyatakan dalam segala perbuatan dan kegiatan kehidupan yang serba biasa.

2.    Kesucian  bukan  soal  bentuk  kehidupan  khusus  (seperti  menjadi  biarawan), melainkan sikap yang dinyatakan dalam hidup sehari-hari, seperti yang dilakukan oleh Beato Carlo Acutis dalam hidupnya.

3.    Kekudusan itu terungkap dengan aneka cara pada setiap orang. Kehidupan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu kekudusan Gereja, yang berasal dari Kristus. Kesucian ini adalah kekudusan yang harus diperjuangkan terus- menerus.

4.    Membaca  dan  merenungkan  Sabda  Tuhan  sebagai  sumber  pedoman  hidup merupakan salah cara untuk menguduskan hidup.

5.    Gereja itu kudus karena Kristus, Putera Allah, bersama Bapa dan Roh Kudus mengasihi Gereja sebagai mempelai-Nya, dengan menyerahkan diri baginya untuk menguduskannya.

6.    Tuhan sendiri adalah sumber dari segala kekudusan.

7.    Kristus menguduskan Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia, Gereja adalah agen pengudusan-Nya.

8.    Kekudusan itu juga “terungkapkan dengan aneka cara pada masing-masing orang”.

9.    Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang berasal dari Kristus, yang mengikutsertakan Gereja dalam gerakan-Nya kepada Bapa oleh Roh Kudus. Pada taraf misteri ilahi Gereja sudah suci: “Di dunia ini Gereja sudah ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48).

 


 GEREJA YANG KATOLIK

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Bapa sumber kehidupan sejati. Dalam pertemuan ini dengan kerendahan hati, kami mengundang-Mu untuk membuka hati dan pikiran kami untuk semakin memahami sifat Gereja-Mu yang katolik. Bekalilah pemahaman kami untuk senantiasa terbuka bagi karya ilahi-Mu, dimana kami harus berbuat dan bersaksi bahwa Gereja-Mu yang katolik adalah Gereja yang terbuka bagi sesama dengan penuh cinta kasih. Karena Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali pengalaman tentang kekatolikan

1.    Apersepsi

Guru membuka dialog bersama   peserta didik dengan   mengajak mereka mengingat kembali tema atau pokok bahasan dan   penugasan sebelumnya tentang sifat Gereja yang kudus. Misalnya adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan aksi nyata mewujudkan sifat Gereja yang kudus di tengah keluarga, lingkungan dan  masyarakat.

Selanjutnya guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu  sifat Gereja yang katolik. Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik dengan pertanyaan, misalnya: Apa makna sifat Gereja yang katolik? Bagaimana mewujudkan kekatolikan itu dalam hidup sehari-hari? Untuk memahami sifat Gereja yang katolik  itu, marilah kita memulai pembelajaran dengan menyimak artikel berita berikut ini!

2.    Menggali pengalaman tentang sifat kekatolikan Gereja

Peserta didik membaca dan menyimak  artilel berita berikut ini.

Inkulturasi, sebuah Proses Pertobatan

Paul Widyawan mengakui, tanpa inkulturasi, celah pertobatan akan tertutup. Inkulturasi hanya mungkin melalui proses tobat di mana unsur kebudayaan menjadi sarana untuk berjumpa dengan Allah.

Indonesia hingga saat ini masih dipandang sebagai “negara misi”. Pantaslah inkulturasi menjadi salah satu hal penting dalam pewartaan Injil. Inkulturasi ini secara nyata masih terekam dalam liturgi suci. Paling pertama dari bentuk inkulturasi dalam liturgi adalah penggunaan bahasa vernakular setempat dalam Misa Kudus. Tentu bahasa Latin sebagai bahasa resmi masih dipertahankan hingga saat ini dalam Ritus Roma.

Terdapat pula bentuk inkulturasi lainnya dalam arsitektur Gereja dan pakaian Misa. Satu yang tak kalah penting adalah rupa-rupa nyanyian dalam Misa. Di Indonesia, nyanyian inkulturasi liturgi ini tak lepas dari sosok Paul Widyawan. Dalam memainkan perannya sebagai musikus liturgi, nama Paul tak pernah lepas dari Pusat Musik Liturgi (PML) yang resmi berdiri pada 11 Juli 1971.

Wajah Pribumi

Dalam buku Perjalanan Musik Gereja Katolik Indonesia tahun 1957–2007, Romo Karl-Edmund Prier, SJ menceritakan soal gagasan berdirinya PML dari oborolan berkala dengan Paul sejak tahun 1967. Dalam pertemuan berkala ini, kedua tokoh musik liturgi Indonesia ini punya satu pemikiran: agar memajukan musik Gereja lebih profesional. Ada upaya untuk membuat eksperiman lagu liturgi baru sesuai cita-cita liturgi di Indonesia.

Cita-cita ini didasarkan atas keprihatinan Romo Prier dan Paul terkait liturgi pada “zaman pra-sejarah PML”. Memang di zaman itu, ada upaya berbagai pihak untuk mengembangkan musik Gereja dalam bahasa pribumi. Hal ini sudah dimulai Mgr. Van Bekkum, SVD di Manggarai, Pater Vincent Lechovic, SVD di Timor, dan Mgr. Albertus Soegijapranata di Jawa. Akan tetapi usaha tersebut tidak ditangani secara profesional dan tidak berkelanjutan.

Sejak kehadiran Romo Prier di Indonesia tahun 1964, umat Katolik Indonesia masih terpaku pada nyanyian Gregorian. Tidak salah dengan genre lagu ini, cuma sulit dan seringkali “menyiksa” umat. “Bagi saya hal ini semacam kemunduran liturgi karena tahun 1962–1963 saat betugas di Kolese Stella Matutina di Feldkirch, Austria, angin pembaharuan liturgi sudah terasa. Tetapi di Indonesia itu tidak nampak,” ungkapnya.

Keprihatinan ini diungkapkan dalam usahanya untuk ingin mengaktifkan lagi organis, dirigen, dan orang-orang yang terlatih secara profesional. Ada harapan juga bahwa liturgi Indonesia harusnya berwajah pribumi, mengena di kedalaman hati umat. Banyak tradisi musik tradisional dan kekayaan budaya Indonesia sudah menjadi nilai utama mengembangkan liturgi yang berwajah nusantara.

Paul seorang figur yang sangat antusias ketika diundang oleh Romo Prier untuk memberi nafas baru pada musik liturgi. Paul menyadari bahwa wajah Nusantara liturgi Gereja ini bisa dikuatkan lewat musik dan lagu tradisional. Dengan begini kekhawatiran dan kecemasan umat beriman di mana menduduki peran utama dalam liturgi juga teratasi.

Di buku Perjalanan Musik Gereja, Paul menyebutkan bahwa musik liturgi hendaknya mengabdi pada kepentingan umat. Musik liturgi senantiasa mendorong partisipasi umat secara aktif dalam perayaan liturgi. Hal ini bukan berarti musik liturgi semakin miskin sehubungan dengan sifat massal dari umat, sebaliknya harus semakin bermutu dan berkesan. “Oleh karena itu, potensi di kalangan umat perlu dilibatkan dan musik inkulturasi dapat menjawab kebutuhan hal ini,” tulis Paul.

Sumber: www.hidupkatolik.com/ Yusti H. Wuarmanuk/H. Bambang S (2019)

 

3.    Pendalaman

Peserta  didik  mendalami  artikel  tentang  inkulturasi  dengan  pertanyaan- pertanyaan berikut.

a.    Apa itu inkulturasi dalam Gereja?

b.    Mengapa Gereja Katolik Indonesia mendukung  inkulturasi?

c.     Inkulturasi apa saja yang tampak dalam Gereja Katolik Indonesia?

d.    Apakah inkulturasi sesuai dengan sifat kekatolikan Gereja yang universal?

 

4.    Penjelasan

Setelah peserta didik berdiskusi, guru memberi penjelasan untuk meneguhkan jawaban para peserta didik.

·       Ada  hubugan  dekat  antara  agama  dan  kebudayaan.  Hubungan  ini  telah mewajibkan Gereja Katolik untuk setia mendengarkan bisikan kebudayaan. Kewajiban lain yang lebih luas adalah untuk merefleksikan dan merenungkan proses terbentuknya interaksi budaya manusia. Proses inkulturasi dapat dilihat sebagai perjalanan dari kebudayaan yang satu menuju kebudayaan lain. Agama dan kristianitas akhirnya adalah bagian dari kebudayaan manusia.

·       Konsili  Vatikan  II  menegaskan  agar  Gereja  Katolik  membuka  diri  dan menerima unsur-unsur kebudayaan setempat. Tentu sejauh unsur-unsur kebudayaan itu tidak secara prinsipiil bertolak belakang dengan ajaran Gereja.

 

Langkah kedua: mendalami ajaran Gereja

1.    Membaca/menyimak ajaran Gereja

Peserta didik membaca/menyimak ajaran Gereja, “Lumen Gentium artikel 13” berikut ini.

Sifat Umum dan Katolik Umat Allah yang Satu

Semua orang dipanggil kepada umat Allah yang baru. Maka umat itu, yang tetap  satu  dan  tunggal,  harus  disebarluaskan  ke  seluruh  dunia  dan  melalui segala abad, supaya terpenuhilah rencana kehendak Allah, yang pada awal mula menciptakan satu kodrat manusia, dan menetapkan untuk akhirnya menghimpun dan memersatukan lagi anak-anak-Nya yang tersebar (lih. Yoh. 11:52). Sebab demi tujuan itulah Allah mengutus Putera-Nya, yang dijadikan-Nya ahli waris alam semesta (lih. Ibr. 1:2), agar Ia menjadi Guru, Raja dan Imam bagi semua orang, Kepala umat, anak-anak Allah yang baru dan universal. Demi tujuan itu pulalah Allah mengutus Roh Putera-Nya, Tuhan yang menghidupkan, yang bagi seluruh Gereja dan masing-masing serta segenap orang beriman menjadi azas penghimpun dan pemersatu dalam ajaran para rasul dan persekutuan, dalam pemecahan roti, dan doa-doa (lih. Kis. 1:42).

Jadi  satu  umat  Allah  itu  hidup  di  tengah  segala  bangsa  dunia, warga   kerajaan   Allah   yang   tidak   bersifat   duniawi   melainkan   surgawi. Sebab  semua  orang  beriman,  yang  tersebar  di  seluruh  dunia,  dalam  Roh Kudus  berhubungan  dengan  anggota-anggota  lain.  Demikianlah  “dia  yang tinggal  di  Roma  mengakui  orang-orang  India  sebagai  saudaranya”  [23].

Namun karena kerajaan Kristus bukan dari dunia ini (lih. Yoh. 18:36), maka Gereja dan umat Allah, dengan membawa masuk kerajaan itu, tidak mengurangi sedikitpun kesejahteraan materiil bangsa manapun juga. Malahan sebaliknya, Gereja memajukan dan menampung segala kemampuan, kekayaan dan adat-istiadat bangsa- bangsa sejauh itu baik; tetapi dengan menampungnya juga memurnikan, menguatkan serta mengangkatnya. Sebab Gereja tetap ingat, bahwa harus ikut mengumpulkan bersama dengan Sang Raja, yang diserahi segala bangsa sebagai warisan (lih. Mzm. 2:8), untuk mengantarkan persembahan dan upeti ke dalam kota-Nya (lih. Mzm. 71/72:10; Yes. 60:4–7; Why. 21:24). Sifat universal, yang menyemarakkan umat Allah itu, merupakan kurnia Tuhan sendiri. Karenanya Gereja yang katolik secara tepat-guna dan tiada hentinya berusaha merangkum segenap umat manusia beserta segala harta kekayaannya di bawah Kristus Kepala, dalam kesatuan Roh-Nya [24]. (LG 13).

 

2.    Pendalaman

Peserta didik mendalami makna sifat Gereja yang katolik dengan  pertanyaan- pertanyaan berikut ini.

a.      Apa makna katolik?

b.      Mengapa Gereja disebut katolik?

c.       Bagaimana kalian mewujudkan kekatolikan Gereja dalam hidupmu?

 

3.    Penjelasan

·       Katolik makna aslinya berarti universal atau umum. Arti universal dapat dilihat secara kuantitatif dan kualitatif.

·       Gereja itu katolik karena Gereja dapat hidup di tengah segala bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa. Gereja sebagai sakramen Roh Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang tidak terbatas pada anggota Gereja saja, melainkan juga terarah kepada seluruh dunia.

·       Dengan  sifat  katolik  ini  dimaksudkan  bahwa  Gereja  mampu  mengatasi keterbatasannya sendiri untuk berkiprah ke seluruh penjuru dunia.

·       Gereja itu katolik karena ajarannya dapat diwartakan kepada segala bangsa dan segala harta kekayaan bangsa-bangsa dapat ditampungnya sejauh itu baik dan luhur.

·       Gereja   terbuka   terhadap   semua   kemampuan,   kekayaan,   dan   adat- istiadat  yang  luhur  tanpa  kehilangan  jati  dirinya.  Sebenarnya,  Gereja bukan   saja   dapat   menerima   dan   merangkum   segala   sesuatu,   tetapi Gereja  dapat  menjiwai  seluruh  dunia  dengan  semangatnya.  Oleh  sebab itu, yang Katolik bukan saja Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya, sebab dalam setiap jemaat hadirlah seluruh Gereja. Setiap jemaat adalah Gereja yang lengkap, bukan sekadar “cabang” Gereja universal. Gereja setempat merupakan seluruh Gereja yang bersifat katolik.

·       Gereja bersifat katolik berarti terbuka bagi dunia, tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan tertentu, waktu atau golongan masyarakat tertentu.

·       Kekatolikan   Gereja   tampak   dalam   rahmat   dan   keselamatan   yang ditawarkannya.

·       Iman dan ajaran Gereja yang bersifat umum, dapat diterima dan dihayati oleh siapa pun juga.

·       Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa Gereja meleburkan diri ke dalam dunia. Dalam keterbukaan itu, Gereja tetap mempertahankan identitas dirinya.

·       Kekatolikan justru terbukti dengan kenyataan bahwa identitas Gereja tidak tergantung pada bentuk lahiriah tertentu, melainkan merupakan suatu identitas yang dinamis, yang selalu dan dimana-mana dapat mempertahankan diri, bagaimanapun juga bentuk pelaksanaannya. Kekatolikan Gereja bersumber dari firman Tuhan sendiri.

·       Gereja itu bersifat dinamis. Maka Gereja dapat dikembangkan lebih nyata atau diwujudkan dengan cara: bersikap terbuka dan menghormati kebudayaan, adat istiadat, bahkan agama bangsa mana pun. Bekerja sama dengan pihak mana pun yang berkehendak baik untuk mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini.

·       Berusaha untuk memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk umat manusia. Terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga kita dapat memberi kesaksian bahwa “katolik” artinya terbuka untuk apa saja yang baik dan siapa yang berhendak baik.

 

Langkah ketiga: menghayati kekatolikan Gereja dalam hidup

1.      Refleksi

Peserta didik membuat refleksi tentang apa dan bagaimana ia mewujudkan sifat kekatolikan Gereja dalam hidupnya.

2.      Aksi

Peserta didik membuat rencana aksi nyata untuk mewujudkan kekatolikan dirinya dalam hidup sehari-hari di rumah, sekolah, gereja dan masyarakat.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Tuhan, melalui pertemuan ini kami sudah disuguhi bekal pengetahuan akan Gereja-Mu yang abadi, satu, kudus, katolik, dan apostolik. Semoga dengan bertambahnya pengetahuan yang kami terima, hati kami terbuka, dan senantiasa kami mengundang Roh Kudus-Mu untuk menggiatkan kami agar kami semakin mencitai Gereja yang hidup yang berziarah di dunia ini.

Dengan perantaraan Kristus Tuhan dan Juru selamat kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

·       Ada hubungan dekat antara agama dan kebudayaan.   Hubungan ini telah mewajibkan Gereja Katolik untuk setia mendengarkan bisikan kebudayaan. Kewajiban lain yang lebih luas adalah untuk merefleksikan dan merenungkan proses terbentuknya interaksi budaya manusia. Proses inkulturasi dapat dilihat sebagai perjalanan dari kebudayaan yang satu menuju kebudayaan lain. Agama dan kristianitas akhirnya adalah bagian dari kebudayaan manusia.

·       Konsili  Vatikan  II  menegaskan  agar  Gereja  Katolik  membuka  diri  dan menerima unsur-unsur kebudayaan setempat. Tentu sejauh unsur-unsur kebudayaan itu tidak secara prinsipil bertolak belakang dengan ajaran Gereja.

·       Katolik makna aslinya berarti universal atau umum. Arti universal dapat dilihat secara kuantitatif dan kualitatif.

·       Gereja itu katolik karena Gereja dapat hidup di tengah segala bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa. Gereja sebagai sakramen Roh Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang tidak terbatas pada anggota Gereja saja, melainkan juga terarah kepada seluruh dunia.

·       Dengan  sifat  katolik  ini  dimaksudkan  bahwa  Gereja  mampu  mengatasi keterbatasannya sendiri untuk berkiprah ke seluruh penjuru dunia.

·       Gereja itu katolik karena ajarannya dapat diwartakan kepada segala bangsa dan segala harta kekayaan bangsa-bangsa dapat ditampungnya sejauh itu baik dan luhur.

·       Gereja terbuka terhadap semua kemampuan, kekayaan, dan adat-istiadat yang luhur tanpa kehilangan jati dirinya. Sebenarnya, Gereja bukan saja dapat menerima dan merangkum segala sesuatu, tetapi Gereja dapat menjiwai seluruh dunia dengan semangatnya. Oleh sebab itu, yang katolik bukan saja Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya, sebab dalam setiap jemaat hadirlah seluruh Gereja. Setiap jemaat adalah Gereja yang lengkap, bukan sekadar “cabang” Gereja universal. Gereja setempat merupakan seluruh Gereja yang bersifat katolik.

·       Gereja bersifat katolik berarti terbuka bagi dunia, tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan tertentu, waktu atau golongan masyarakat tertentu.

·       Kekatolikan   Gereja   tampak   dalam   rahmat   dan   keselamatan   yang ditawarkannya.

·       Iman dan ajaran Gereja yang bersifat umum, dapat diterima dan dihayati oleh siapa pun juga.

·       Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa Gereja meleburkan diri ke dalam dunia. Dalam keterbukaan itu, Gereja tetap mempertahankan identitas dirinya.

·       Kekatolikan justru terbukti dengan kenyataan bahwa identitas Gereja tidak tergantung pada bentuk lahiriah tertentu, melainkan merupakan suatu identitas yang dinamis, yang selalu dan dimana-mana dapat mempertahankan diri, bagaimanapun juga bentuk pelaksanaannya. Kekatolikan Gereja bersumber dari firman Tuhan sendiri.

·       Gereja itu bersifat dinamis. Maka Gereja dapat dikembangkan lebih nyata atau diwujudkan dengan cara: bersikap terbuka dan menghormati kebudayaan, adat istiadat, bahkan agama bangsa mana pun. Bekerja sama dengan pihak mana pun yang berkehendak baik untuk mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini.

·       Berusaha untuk memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk umat manusia. Terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga kita dapat memberi kesaksian bahwa “katolik” artinya terbuka untuk apa saja yang baik dan siapa yang berhendak baik.

 


GEREJA YANG APOSTOLIK

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Ya Tuhan yang Mahabaik, melalui iman para rasul-Mu, Engkau telah menubuatkan ajaran iman bagi para rasul-Mu untuk menjadi wadah yang kokoh, iman yang kuat, iman yang merasul dan menjadi saksi. Teristimewa pada pertemuan ini kami akan belajar tentang sifat Gereja yang apostolik, Gereja yang merasul. Semoga kami menjadi rasul seperti para murid perdana-Mu yang setia menjadi saksi-Mu dalam situasi apapun. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami.

Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah pertama: menggali  pemahaman tentang keapostolikan Gereja

1.    Apersepsi

Guru membuka dialog bersama peserta didik dengan mengajak mereka mengingat kembali tema atau pokok bahasan dan penugasan sebelumnya tentang sifat Gereja yang katolik. Misalnya, adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan aksi nyata mewujudkan sifat Gereja yang katolik di tengah keluarga, lingkungan dan  masyarakat?

Selanjutnya guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu  sifat Gereja yang apostolik. Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik dengan pertanyaan, misalnya: apa makna sifat Gereja yang apostolik, bagaimana mewujudkan keapostlikan itu dalam hidup sehari-hari? Untuk memahami sifat Gereja yang katolik itu, marilah kita memulai pembelajaran dengan menyimak artikel berita berikut ini.

2.    Membaca/menyimak artikel berita

Tahbisan Uskup Tanjung Selor, Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF

Pastor Paulinus Yan Olla MSF resmi menjadi Uskup Tanjung Selor. Tahbisan episkopal Pastor Paulinus berlangsung di Lapangan Agatis, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Sabtu, (5/5). Uskup Agung Samarinda (sebelumnya sebagai Uskup Tanjung Tanjung Selor), Mgr. Yustinus Harjosusanto, MSF menjadi pentahbis utama Pastor Paulinus. Sementara sebagai pentahbis pendamping adalah Uskup Banjarmasin, Mgr. Petrus Boddeng Timang dan Uskup Palangkaraya Mgr. Aloysius Sutrisnaatmaka, MSF.

Pada  kesempatan  itu  hadir  pula  Duta  Besar  Vatikan  untuk  Indonesia, Mgr. Piero Pioppo. Mgr. Pioppo memperlihatkan dan membacakan surat resmi dari Paus Fransiskus ihwal penunjukan Pastor Paulinus sebagai Uskup Tanjung Selor. Dalam sambutannya, Mgr. Paulinus mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah hadir dan berdoa untuk acara tahbisannya. “Kita berkumpul di tempat ini karena Tuhan telah berkenan memilih saya, hamba-Nya yang hina ini untuk bekerja di kebun anggur-Nya, di Keuskupan Tanjung Selor,” tuturnya. Kehadiran Mgr. Paulinus menjadi berkat sekaligus memberi harapan bagi seluruh umat  Keuskupan Tanjung  Selor.  Ini  merupakan  bentuk  jawaban Tuhan  atas kerinduan dan doa yang senantiasa dipanjatkan oleh seluruh umat. “Perjuangan para pendahulu akan dilanjutkan melalui pengabdian kami di keuskupan ini (Tanjung Selor),” lanjutnya. (Marchella A. Vieba)

Sumber: www.hidupkatolik.com/Marchella A. Vieba (2018)

3.    Pendalaman

Peserta didik mendalami artikel dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

a.      Apa  yang  dikisahkan  pada  berita  Tahbisan  Uskup  Tanjung  Selor,  Mgr. Paulinus Yan Olla MSF?

b.      Apa yang dibacakan dan diperlihatkan Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Piero Pioppo?

c.       Apa yang disampaikan Mgr. Paulinus setelah ia ditahbiskan?

d.      Dari cerita tahbisan ini, apa yang kalian ketahui tentang Gereja yang bersifat apostolik?

4.    Penjelasan

Setelah  peserta  didik  menjawab  pertanyaan-pertanyaan  pendalaman,  guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan:

·     Dalam setiap acara tahbisan uskup dimanapun di seluruh dunia , Duta Besar Vatikan atau yang mewakilinya membacakan surat penetapan oleh Sri Paus untuk calon uskup baru yang akan ditahbiskan. Paus sebagai kepala Gereja universal, penerus tahta santo Petrus sesuai kedudukannya menujuk seorang imam menjadi uskup atau gembala Gereja lokal.

·     Dalam kisah/berita tahbisan uskup Tanjung Selor, Mgr. Paulinus mengucapkan terima kasih kepada semua umat yang hadir dan mendoakan ia pada acara tahbisannya karena rahmat Tuhan. Mgr. Paulinus bersaksi bahwa Tuhan telah berkenan memilih dirinya, seorang hamba yang hina untuk bekerja di kebun anggur-Nya, di Keuskupan Tanjung Selor.

 

Langkah kedua: mendalami ajaran Gereja tentang sifat apostolik Gereja

1.         Membaca/menyimak ajaran Gereja

Peserta didik membaca dan menyimak ajaran Gereja berikut ini.

Gereja Diutus oleh Kristus

Sejak semula Tuhan Yesus “memanggil mereka yang dikehendaki-Nya serta untuk diutus-Nya mewartakan Injil” (Mrk. 3:13; lih. Mat. 10:1–42). Begitulah para rasul merupakan benih-benih Israel baru, pun sekaligus awal mula hierarki suci.  Kemudian,  sesudah  wafat  dan  kebangkitan-Nya, Tuhan  menyelesaikan dalam diri-Nya rahasia-rahasia keselamatan kita serta pembaharuan segala sesuatu, menerima segala kuasa di surga dan di bumi (lih. Mat. 28:18), sebelum Ia diangkat ke surga (lih. Kis. 1:11), Ia mendirikan Gereja-Nya sebagai sakramen keselamatan. Ia mengutus para rasul ke seluruh dunia, seperti Ia sendiri telah diutus oleh Bapa (lih. Yoh. 20:21), perintah-Nya kepada mereka: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus; ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28:19 dsl.); “pergilah ke seluruh dunia, dan wartakanlah Injil kepada semua makhluk. Barang siapa percaya dan dibaptis akan selamat; tetapi siapa tidak percaya, akan dihukum” (Mrk. 16:15 dsl.). Maka dari itu Gereja mengemban tugas menyiarkan iman serta keselamatan Kristus, baik atas perintah oleh para rasul telah diwariskan kepada dewan para uskup yang dibantu oleh para imam, bersama dengan pengganti Petrus serta Gembala Tertinggi Gereja, maupun atas daya-kekuatan kehidupan, yang oleh Kristus disalurkan kepada para anggota-Nya; “dari pada-Nyalah seluruh tubuh, yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan setiap anggota, menerima pertumbuhan dan membangun dirinya dalam kasih” (Ef. 4:16). Oleh karena itu perutusan Gereja terlaksana dengan karya-kegiatannya.

Demikianlah  Gereja,  mematuhi  perintah  Kristus  dan  digerakkan  oleh rahmat serta cinta kasih Roh Kudus, hadir bagi semua orang dan bangsa dengan kenyataannya sepenuhnya, untuk dengan teladan hidup maupun pewartaannya, dengan sakramen-sakramen serta upaya-upaya rahmat lainnya menghantarkan mereka kepada iman, kebebasan dan damai Kristus, sehingga bagi mereka terbukalah jalan yang bebas dan teguh, untuk ikut serta sepenuhnya dalam misteri Kristus. Perutusan itu terus berlangsung, dan di sepanjang sejarah menjabarkan perutusan Kristus sendiri, yang diutus untuk mewartakan Kabar Gembira kepada kaum miskin. Atas dorongan Roh Kristus, Gereja harus menempuh jalan yang sama seperti yang dilalui oleh Kristus sendiri, yakni jalan kemiskinan, ketaatan, pengabdian dan pengorbanan diri sampai mati, dan dari kematian itu muncullah Ia melalui kebangkitan-Nya sebagai Pemenang. Sebab demikianlah semua rasul berjalan dalam harapan. Dengan mengalami banyak kemalangan dan duka derita mereka menggenapi apa yang masih kurang pada penderitaan Kristus bagi tubuh- Nya yakni Gereja (lih. Kol. 1:24). Sering pula darah orang-orang kristiani menjadi benih. (AG 5).

2.         Pendalaman

Peserta didik berdiskusi dalam kelompok kecil untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan ini.

a.      Apa maksudnya Gereja yang bersifat atau berciri apostolik?

b.      Mengapa Gereja Katolik mementingkan hubungan historis, turun temurun, antara para rasul dan pengganti mereka, yaitu para uskup?

c.       Apa peran Roh Kudus bagi Gereja yang apostolik?

d.      Apa yang diperintahkan Yesus kepada para rasul-Nya?

3.         Melaporkan hasil diskusi

Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompoknya dan peserta lain dapat menanggapinya.

4.         Penjelasan

·       Gereja yang apostolik merupakan warisan iman Gereja seperti yang ditulis dalam Kitab Suci dan Tradisi suci, dilestarikan, diajarkan dan diwariskan oleh para rasul. Dengan ciri  apostolik ini, Gereja “dibangun atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef. 2:20).

·       Gereja  Katolik  mementingkan  hubungan  historis,  turun  temurun,  antara para rasul dan pengganti mereka, yaitu para uskup. Dengan demikian juga menjadi jelas mengapa Gereja Katolik tidak hanya mendasarkan diri dalam hal ajaran-ajaran dan eksistensinya pada Kitab Suci melainkan juga kepada Tradisi suci dan Magisterium Gereja sepanjang masa.

·       Di bawah bimbingan Roh Kudus, Roh kebenaran, Magisterium (= otoritas mengajar) Gereja yang dipercayakan kepada para rasul dan penerus mereka berkewajiban untuk melestarikan, mengajarkan, membela dan mewariskan warisan iman.

·       Roh Kudus melindungi Gereja dari kesalahan dalam otoritas mengajarnya. Yesus mengutus para rasul dan bersabda: “Pergilah, ajarilah semua bangsa, dan baptislah mereka atas nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka menaati segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (lih. Mat. 28:19–20).

·       Perintah resmi Kristus untuk mewartakan kebenaran yang menyelamatkan itu oleh Gereja diterima dari para rasul dan harus dilaksanakan sampai ke ujung bumi. Gereja terus-menerus mengutus para pewarta sampai Gereja- Gereja baru terbentuk sepenuhnya untuk melanjutkan karya pewartaan Injil.

·       Gereja sekarang sama dengan Gereja para rasul. Bahkan identitas Gereja sekarang mempunyai kesatuan dan kesamaan fundamental dengan Gereja para rasul.

 

Langkah ketiga: menghayati sifat keapostolikan Gereja

1.      Refleksi

a.      Peserta didik membuat refleksi tentang sifat Gereja yang apostolik. Bila fasilitas di kelas memungkinkan, peserta didik diajak menyaksikan video dokumenter pengumuman hasil pemilihan Paus Fransiskus atau biasa disebut Habemus Papam (kita mempunyai paus baru) dengan menggunakan kode QR berikut: Youtube Channel, Patriarcado de Lisboa

Kata Kunci Pencarian: Eleição do Papa Francisco

b.      Selanjutnya peserta didik membuat refleksi keapostolikan Gereja, bisa dalam bentuk renungan, doa, puisi, dan lain-lain.

2.      Aksi

Buatlah rencana aksi   untuk selalu mendoakan para pemimpin Gereja Katolik dalam doa pribadi atau doa bersama keluarga atau bersama umat di lingkungan atau waktu perayaan misa di gereja.

 

 

Doa Penutup

Dalam Nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Kami haturkan terima kasih, ya Tuhan, atas berkat-Mu kami boleh menyelesaikan pertemuan ini. Semoga kami menjadi Gereja yang apostolik, yang membawa karya keselamatan bagi sesama. Jadikanlah kami menjadi pewarta sejati yang tangguh membawa kabar gembira bagi semua orang. Karena Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin.

Dalam Nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

·       Gereja yang apostolik merupakan warisan iman Gereja seperti yang ditulis dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci, dilestarikan, diajarkan dan diwariskan oleh para rasul. Dengan ciri  apostolik ini Gereja “dibangun atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef. 2:20).

·       Gereja  Katolik  mementingkan  hubungan  historis,  turun  temurun,  antara para rasul dan pengganti mereka, yaitu para uskup. Dengan demikian juga menjadi jelas mengapa Gereja Katolik tidak hanya mendasarkan diri dalam hal ajaran-ajaran dan eksistensinya pada Kitab Suci melainkan juga kepada Tradisi Suci dan Magisterium Gereja sepanjang masa.

·       Di bawah bimbingan Roh Kudus, Roh kebenaran, Magisterium (=otoritas mengajar) Gereja yang dipercayakan kepada para rasul dan penerus mereka berkewajiban untuk melestarikan, mengajarkan, membela dan mewariskan warisan iman.

·       Roh Kudus melindungi Gereja dari kesalahan dalam otoritas mengajarnya. Yesus mengutus para rasul dan bersabda: “Pergilah, ajarilah semua bangsa, dan baptislah mereka atas nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka menaati segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (lih. Mat. 28:19-20).

·       Perintah resmi Kristus untuk mewartakan kebenaran yang menyelamatkan itu oleh Gereja diterima dari para rasul dan harus dilaksanakan sampai ke ujung bumi. Gereja terus-menerus mengutus para pewarta sampai Gereja- Gereja baru terbentuk sepenuhnya untuk melanjutkan karya pewartaan Injil.

·       Gereja sekarang sama dengan Gereja para rasul. Bahkan identitas Gereja sekarang mempunyai kesatuan dan kesamaan fundamental dengan Gereja para rasul.


 

GLOSARIUM

 

Ad Gentes dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja, hasil Konsili Vatikan II, 1965

Apostolicam Actuositatem dekrit tentang kerasulan awam, hasil Konsili Vatikan II, 1965

Caritas  in  Veritate  (kasih  dalam  kebenaran),  ensiklik  yang  ditulis  oleh  Paus Benediktus XVI, dan terbit 29 Juni 2009.

Centesimus Annus (tahun ke seratus), ensiklik yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II dalam rangka 100 tahun Rerum Novarum, terbit 15 Mei 1991.

Christus Dominus dekrit tentang Tugas Pastoral para Uskup dalam Gereja, hasil Konsili Vatikan II, 1965

Dei Verbum, konstitusi dogmatis tentang Wahyu Ilahi, hasil Konsili Vatikan II, 1965

Dignitatis Humanae, pernyataan tentang kebebasan beragama, hasil Konsili Vatikan II, 1965

Ensiklik,surat yang ditulis oleh Paus untuk seluruh Gereja.Umumnya ensiklik berisi hal-hal berkenaan dengan doktrin, ajaran moral, keprihatinan sosial, atau peringatan- peringatan tertentu. Judul formal ensiklik biasanya diambil dari dua kata pertama dari teks resminya yang umumnya berbahasa Latin. Ensiklik ditujukan kepada seluruh Gereja dan merupakan ajaran dari Paus yang bersifat otoritatif. Gaudium  et  Spes  (kegembiraan  dan  harapan),  merupakan  dokumen  Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam dunia modern, hasil Konsili Vatikan II, 7 Desember 1965.

Laborem Exercens (kerja manusia), ensiklik yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II, 14 September 1981.

Lumen Gentium, konstitusi dogmatis tentang Gereja, hasil Konsili Vatikan II, 1965

Mater et Magistra (ibu dan guru), merupakan ensiklik yang ditulis oleh Paus Yohanes XXIII, 15 Mei 1961, tentang kemajuan sosial dalam terang ajaran kristiani.

Nostra Aetate, pernyataan tentang hubungan  Gereja dengan agama-agama bukan Kristen

Octogesima Adveniens (penantian  tahun ke delapan puluh), ensiklik yang ditulis oleh Paus Paulus VI, 15 Mei 1971, tentang panggilan untuk bertindak atau bersikap.

Pacem in Terris (damai di bumi), oleh Paus Yohanes XXIII, 11 April 1963.

Populorum Progressio (kemajuan bangsa-bangsa), ensiklik yang ditulis oleh Paus Paulus VI, 26 Maret 1967.

Quadragessimo Anno (setelah 40 tahun), ensiklik yang ditulis oleh Paus Pius XI, 15 Mei 1931, tentang rekonstruksi tata sosial kemasyarakatan.

Rerum Novarum (hal-hal baru), ensiklik yang ditulis oleh Paus Leo XIII, 15 Mei 1891, tentang kondisi para buruh.

Sollicitudo  Rei  Socialis  (keprihatinan  akan  masalah-masalah  sosial), terbit  30 Desember 1987 dalam rangka memperingati 20 tahun Populorum Progressio.

Unitatis Redintegratio, dekrit tentang ekumenisme, hasil Konsili Vatikan II, 1965

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar