Cari Blog Ini

Selasa, 09 Juli 2024

KESETARAAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

 KESETARAAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

 

Doa Pembuka

Allah Bapa Yang Mahabaik, Engkau menciptakan kami sebagai laki-laki dan perempuan, semartabat, secitra, dan sederajat. Sekalipun kami memiliki kekhasan dan perbedaan, Engkau tetap menghendaki kami bersatu dan saling melengkapi. Engkau mencintai kami dan memanggil kami untuk senantiasa saling membantu dan mengembangkan, sehingga kami semakin sempurna. Berkatilah kami, ya Tuhan, supaya kami tidak kenal lelah selalu mengusahakan yang terbaik dan menjunjung martabat satu sama lain sesuai dengan kehendak-Mu.

Amin.

 

Langkah Pertama: Mendalami Kasus Bagaimana Mengajarkan Kesetaraan di Tengah Keluarga

1.    Guru membuka dialog dengan peserta didik berkaitan dengan apa yang diingat dalam pelajaran atau tentang penugasan sebelumnya, misalnya adakah kesulitan dalam membuat rencana untuk pengembangan diri jangka pendek dan rencana jangka panjang? Bagaimana program itu akan dilaksanakan? Dan lain-lain.

2.    Guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yakni “Kesetaraan Pria dan Wanita”. Berkaitan dengan materi ini, guru dapat membangkitkan motivasi peserta didik dengan beberapa pertanyaan, misalnya: Bagaimana kedudukan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat kita? Bentuk-bentuk perendahan martabat kaum perempuan seperti apakah yang sering terjadi dalam masyarakat? Mengapa hal itu bisa terjadi? Nah, untuk mendalami persoalan tersebut marilah kita baca dan merenungkan artikel berikut ini:

Ajarkan Kesetaraan pada Anak di Keluarga dengan Bermain Peran

Reporter: Antara Editor: Mitra Tarigan

Jumat, 3 Juli 2020 19:43 WIB

TEMPO.CO, Jakarta−Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Lenny N Rosalin mengatakan anak perlu dididik kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan sejak dini. “Usia di bawah enam tahun adalah golden age ketika pertumbuhan dan perkembangan anak sangat pesat dan tidak bisa digantikan pada masa mendatang,” kata Lenny dalam seminar daring yang diikuti di Jakarta, Jumat 3 Juli 2020.

Lenny mengatakan keluarga dan orang tua adalah tempat pertama dan utama bagi anak mendapatkan pendidikan. Anak belajar dengan melihat apa yang dilakukan orang tua dan menirunya, sehingga orang tua berperan sebagai guru pada usia awal anak.

Karena itu, untuk mengajarkan kesetaraan kepada anak sejak dini, orang tua harus membangun kesetaraan dalam keluarga dengan memberikan akses dan partisipasi yang setara bagi suami, istri, dan anak, serta memastikan keputusan diputuskan bersama oleh suami dan istri.

“Orang tua dan keluarga juga harus memastikan kesetaraan antara anak laki-laki dan perempuan dalam berbagai hal. Misalnya di bidang pendidikan, jangan membedakan antara anak laki-laki dan perempuan,” katanya.

Kesetaraan dalam keluarga bisa dibangun dengan mengembangkan perilaku, sikap dan komitmen sebagai atribut perempuan dan laki-laki yang bisa diterima. “Pengenalan gender kepada anak harus ditanamkan sejak dini. Pembelajaran mengenai kesetaraan gender merupakan tanggung jawab orang tua di rumah,” katanya.

Kesetaraan gender bisa diajarkan melalui kegiatan bermain peran. Anak-anak berhak menentukan peran apa yang dia inginkan.

Saat bermain, orang tua jangan membatasi peran tertentu lebih pantas untuk laki-laki atau perempuan. Semua orang berhak bekerja menjadi apa yang dia inginkan. “Dalam jangka panjang, memperkenalkan kesetaraan gender kepada anak usia dini tidak hanya menumbuhkan kepercayaan diri, tetapi juga membangun pola pikir yang tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan,” katanya.

Sumber:https://gaya.tempo.co/read/1360986/ajarkan-kesetaraan-pada-anak-di- keluarga-dengan-bermain-peran/full&view=ok

 

3.    Guru meminta peserta didik berdiskusi dalam kelompok untuk merumuskan tanggapan atas artikel tersebut? Bagaimana peran keluarga dalam mengajarkan makna tentang kedudukan antara laki-laki dan perempuan? Maksud dari keluarga sebagai yang tempat yang pertama dan utama untuk mendapatkan pendidikan, bagaimana menanamkan kesetaraan gender pada anak sejak usia dini, dan lain-lain.

4.    Setelah selesai, guru memberi kesempatan peserta didik mempresentasikan hasil diskusi kelompok dalam pleno.

5.    Setelah pleno, guru memberi penugasan kepada peserta didik untuk mencari tahu/menggali informasi melalui studi pustaka tentang pentingnya kesetaraan gender dalam masyarakat, sikap apa yang dapat kita lakukan untuk mendukung gerakan tersebut, dan lain-lain.

6.    Kemudian guru dapat memberi peneguhan seperti berikut:

a.         Dalam kebudayaan tertentu di masyarakat kita masih banyak ditemukan pandangan yang menganggap laki-laki lebih berharga dibandingkan dengan perempuan. Anak laki-laki sering dianggap andalan masa depan karena ia akan menjadi tulang punggung keluarga. Hal itu disebabkan karena laki-laki dianggap pribadi yang kuat dan dapat menguasai banyak hal. Laki-laki adalah kebanggaan keluarga. Sebaliknya, anak perempuan dipandang sebagai pribadi yang lemah dan kurang mampu menjadi pemimpin dalam keluarga. Maka sering kita jumpai ada orang tua yang merasa kecewa ketika mengetahui bahwa anak yang lahir ternyata adalah anak perempuan. Dalam banyak hal, anak laki-laki sering lebih banyak memiliki kesempatan untuk mendapat pendidikan yang tinggi, dan perempuan kurang memperoleh kesempatan yang sama. Inilah yang disebut budaya patriarki, yakni budaya yang memandang kedudukan kaum laki-laki lebih penting daripada kedudukan kaum perempuan.

b.        Kesetaraan gender adalah suatu kondisi dimana semua manusia, baik laki-laki maupun perempuan, bebas mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype, peran gender yang kaku. Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu sama, tetapi hak, tanggung jawab dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh apakah mereka dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan.

c.         Kesetaraan gender memberikan penghargaan dan kesempatan yang sama pada perempuan dan laki-laki dalam menentukan keinginannya dan menggunakan kemampuannya secara maksimal di berbagai bidang.

d.        PBB bahkan menekankan kesetaraan gender bagi semua adalah hak fundamental yang dimiliki oleh setiap manusia. Pernyataan itu mengakar dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ayat pertama yang jelas menyatakan bahwa, “Setiap manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.”

e.         Upaya untuk mewujudkan kesetaraan dalam masyarakat yang dapat kita lakukan adalah:

1)      Mengakhiri diskriminasi terhadap semua wanita dan anak perempuan.

2)      Meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam berbagai kegiatan.

3)      Menghilangkan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak baik di ranah publik maupun pribadi. Hal ini termasuk perdagangan manusia dan eksploitasi seksual pada perempuan dan anak.

4)      Meningkatkan pelayanan umum dan kebijakan publik yang lebih pro terhadap perempuan.

 

Langkah Kedua: Mendalami Kitab Suci dan Ajaran Gereja tentang Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan.

1.    Guru mengajak peserta didik membaca dan merenungkan Kejadian 2:18−23 dan Katekismus Gereja Katolik 371-373.

Kitab Kejadian 2: 18−23

18TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”

19Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu.

20Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.

21Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.

22Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.

23Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.”

Katekismus Gereja Katolik

371 Allah menciptakan pria dan wanita secara bersama dan menghendaki yang satu untuk yang lain. Sabda Allah menegaskan itu bagi kita melalui berbagai tempat dalam Kitab Suci: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia” (Kej. 2:18). Dari antara binatang-binatang manusia tidak menemukan satu pun yang sepadan dengan dia (Kej. 2:19-20). Wanita yang Allah “bentuk” dari rusuk pria, dibawa kepada manusia. Lalu berkatalah manusia yang begitu bahagia karena persekutuan dengannya, “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” (Kej. 2:23). Pria menemukan wanita itu sebagai aku yang lain, sebagai sesama manusia.

372 Pria dan wanita diciptakan “satu untuk yang lain”, bukan seakan-akan Allah membuat mereka sebagai manusia setengah-setengah dan tidak lengkap, melainkan Ia menciptakan mereka untuk satu persekutuan pribadi, sehingga kedua orang itu dapat menjadi “penolong” satu untuk yang lain, karena di satu pihak mereka itu sama sebagai pribadi (“tulang dari tulangku”), sedangkan di lain pihak mereka saling melengkapi dalam kepriaan dan kewanitaannya. Dalam perkawinan Allah mempersatukan mereka sedemikian erat, sehingga mereka “menjadi satu daging” (Kej. 2:24) dan dapat meneruskan kehidupan manusia: “Beranak-cuculah dan bertambah banyaklah; penuhilah bumi” (Kej. 1:28). Dengan meneruskan kehidupan kepada anak-anaknya, pria dan wanita sebagai suami isteri dan orang-tua bekerja sama dengan karya Pencipta atas cara yang sangat khusus.

373 Menurut rencana Allah, pria dan wanita memiliki panggilan supaya sebagai “wakil” yang ditentukan Allah, “menaklukkan dunia”. Keunggulan ini tidak boleh menjadi kelaliman yang merusak. Diciptakan menurut citra Allah, yang “mengasihi segala yang ada” (Keb. 11:24), pria dan wanita terpanggil untuk mengambil bagian dalam penyelenggaraan ilahi untuk makhluk-makhluk lain. Karena itu, mereka bertanggung jawab untuk dunia yang dipercayakan Allah kepada mereka.

2.    Guru mengajak peserta didik menganalisa teks, kemudian merumuskan pesan berdasarkan analisa mereka, dengan bantuan pertanyaan: Siapa yang menghendaki supaya manusia (laki-laki) tidak seorang diri? Kira- kira mengapa? Siapa yang menjadikan penolong bagi laki-laki? Apakah yang satu lebih tinggi dari yang lain? Lihat ayat 23, apakah ini pengakuan sederajat atau menganggap yang satu lebih hebat dari yang lain? Apakah yang dimaksud dengan penolong yang sepadan menurut Katekismus Gereja Katolik? Susunlah jawabanmu dalam sebuah deskripsi!

3.    Sejauh diperlukan, guru dapat memberikan peneguhan sebagai berikut:

a.    Pria dan wanita diciptakan Tuhan untuk saling melengkapi, untuk menjadi teman hidup. Pria saja tidaklah lengkap. Allah sendiri berkata: “Tidaklah baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan seorang penolong baginya, yang sepadan dengan dia" (Kej. 2:18). Untuk menyatakan bahwa wanita sungguh-sungguh merupakan kesatuan dengan pria, maka Tuhan menciptakan wanita itu bukan dari bahan lain, tetapi dari tulang rusuk pria itu. Maka, pria itu kemudian berkata tentang wanita itu demikian: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” (Kejadian 2: 23). Dari kutipan Kitab Suci ini jelaslah bahwa hubungan pria dan wanita adalah hubungan yang suci dan sepadan.

b.    Dalam Katekismus Gereja Katolik Artikel 371373 disebutkan bahwa pria dan wanita diciptakan “satu untuk yang lain”, bukan seakan-akan Allah membuat mereka sebagai manusia setengah-setengah dan tidak lengkap, melainkan Ia menciptakan mereka untuk satu persekutuan pribadi, sehingga kedua orang itu dapat menjadi “penolong” satu untuk yang lain, karena di satu pihak mereka itu sama sebagai pribadi (“tulang dari tulangku”), sedangkan di lain pihak mereka saling melengkapi dalam kepriaan dan kewanitaannya. Dalam perkawinan Allah mem- persatukan mereka sedemikian erat, sehingga mereka “menjadi satu daging” (Kej. 2:24) dan dapat meneruskan kehidupan manusia: “Beranak-cuculah dan bertambah banyaklah; penuhilah bumi” (Kej. 1:28). Dengan meneruskan kehidupan kepada anak-anaknya, pria dan wanita sebagai suami isteri dan orang tua bekerja sama dengan karya Pencipta atas cara yang sangat khusus.

c.     Panggilan Tuhan atas laki-laki atau perempuan adalah: masing-masing berkembang dan memperkembangkan diri menjadi laki-laki sejati dan perempuan sejati.

d.    Penolong itu adalah yang “sepadan” dengan dia, artinya yang memiliki kedudukan yang sama dan itu adalah MANUSIA YANG LAIN. Dengan adanya manusia yang lain memungkinkan manusia membangun relasi dengan yang lain.

 

Langkah Ketiga: Menghayati Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan

1.    Guru mengajak peserta didik untuk merenungkan puisi inspiratif yang ditulis dan dibacakan dalam acara Indonesian Women’s Forum (IWF) 2018 oleh Maudy Ayunda.

Menghapus “Katanya”

Oleh: Maudy Ayunda

Sempat dunia berbisik

Katanya perempuan tegas itu mengintimidasi Katanya perempuan kritis itu lancang Katanya perempuan ekspresif itu berlebihan

Katanya perempuan emosional itu tidak bisa berpikir logis

Katanya perempuan yang berkarier pasti bukan ibu yang baik

Katanya perempuan yang sekolah tinggi akan sulit mendapatkan jodoh

Tapi hari ini

Aku berhenti mendengar

Segala katanya yang menggema di pikiranku

Yang aku tahu

Perempuan lugas, kritis, ekspresif, emosional

Adalah sosok yang berani menjadi diri mereka sendiri

Yang aku tahu

Perempuan bisa mengejar mimpinya tanpa batas

Yang aku tahu

Perempuan tidak harus terperangkap dalam definisi-definisi

yang menyempitkan

Yang aku tahu

Perempuan berhak atas kesetaraan di mana pun

Yang aku tahu

Perempuan itu kuat

Sumber: https://kumparan.com/the-shonet/wow-maudy-ayunda-bikin- puisi-untuk-para-wanita-yang-sedang-berjuang-dengan-kesetaraan- gender-1541933379992619260


 

2.    Guru mengajak peserta didik merenungkan kalimat berikut:

Pada hari ini kita telah menggali dan mendalami kedudukan laki-laki dan perempuan di hadapan Allah. Allah menempatkan mereka setara dan saling melengkapi satu sama lain. Panggilan Tuhan atas laki-laki atau perempuan adalah: masing-masing berkembang dan memperkembangkan diri menjadi laki-laki sejati dan perempuan sejati. Dan melalui puisinya, Maudy Ayunda berharap semua wanita di Indonesia akan tetap kuat, menjadi dirinya sendiri, dan mampu mengejar mimpinya tanpa takut mereka itu wanita. Karena wanita itu pasti bisa #SiapaBilangGakBisa.

3.    Buatlah sebuah refleksi tentang kedudukan laki-laki dan perempuan di hadapan Allah.

4.    Mengungkapkan slogan yang berisi tentang niat untuk menjunjung tinggi kesetaraan laki-laki dan perempuan dan menempelkannya di kamar atau meja belajar.

 

Doa Penutup

Guru mengajak para peserta didik untuk mendaraskan bersama Mazmur 113 berikut ini:

Tuhan Meninggikan Orang yang Rendah

1Haleluya! Pujilah, hai hamba-hamba TUHAN, pujilah nama TUHAN!

2Kiranya nama TUHAN dimasyhurkan, sekarang ini dan selama-lamanya.

3Dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari terpujilah nama TUHAN.

4TUHAN tinggi mengatasi segala bangsa, kemuliaan-Nya mengatasi langit.

5Siapakah seperti TUHAN, Allah kita, yang diam di tempat yang tinggi,

6 yang merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi?

7Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur,

8untuk mendudukkan dia bersama-sama dengan para bangsawan, bersama-sama dengan para bangsawan bangsanya.

9Ia mendudukkan perempuan yang mandul di rumah sebagai ibu anak-anak, penuh sukacita. Haleluya!

Kemuliaan kepada Bapa, Putra, dan Roh Kudus

Seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan sepanjang segala abad. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar