DASAR KETERPANGGILAN GEREJA DALAM
MEMBANGUN BANGSA DAN NEGARA
Doa Pembuka
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Allah Bapa penyayang umat manusia,
segenap ciptaan-Mu bersyukur di hadapan-Mu. Kami umat pilihan-Mu yang mendiami
tanah air ini dalam segala keberagaman bahasa, suku, bangsa, dan kekayaan
alamnya, bersujud dihadirat-Mu. Ya Bapa, dalam perjalanan kehidupan bangsa dan
negara kami ini, bantulah kami selalu, agar dari hari ke hari kami semakin
bersatu hati mewujudkan kesejahteraan umum demi kepentingan bangsa kami.
Terangilah hati dan budi kami agar
tidak berpandangan sempit, namun terbuka pada sesama. Ajari kami untuk
bergandengan tangan membangun negara dan bangsa kami, tanpa pengecualian. Demi
Kristus, yang mengasihi semua orang dan telah wafat menebus dosa manusia, dalam
persekutuan Roh Kudus, hidup kini dan sepanjang masa. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Langkah Pertama: Menggali
Pengalaman Keterlibatan Umat Katolik Dalam Pembangunan Bangsa Dan Negara
1. Apersepsi
Guru
mengawali kegiatan pembelajaran dengan mengajak peserta didik berdialog dan
mengajak mereka mengingat kembali tema pembelajaran sebelumnya tentang dialog
dan kerja sama antarumat beragama dan berkepercayaan. Guru menanyakan, misalnya
adakah kesulitan atau hambatan dalam melakukan penugasan terkait rencana aksi,
khususnya pada subpokok bahasan terakhir tentang membangun persaudaraan sejati.
Selanjutnya
guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu tentang keterlibatan umat
Katolik dalam pembangunan bangsa Indonesia. Berkaitan dengan materi
pembelajaran ini, guru dapat memotivasi belajar peserta didik dengan
pertanyaan, misalnya apa dasar keterpanggilan Gereja dalam membangun bangsa dan
negara, apa saja tantangan dan peluang umat Katolik dalam membangun bangsa dan
negara, dan bagaimana membangun bangsa dan negara seturut kehendak Tuhan. Pada
pertemuan ini kita akan belajar tentang dasar keterpanggilan Gereja dalam
membangun bangsa dan negara.
Nah,
mari kita memulai pembelajaran dengan menyimak cerita berikut ini.
2.
Cerita
Kehidupan
a. Peserta
didik membaca dan menyimak artikel berita berikut ini.
Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ:
Seratus Persen Katolik, Seratus Persen Indonesia
Mgr. Albertus Soegijapranata lahir
dengan nama Soegija di Surakarta, 25 November 1896. Ia merupakan orang
Indonesia pertama yang diangkat menjadi Uskup Agung setelah sebelumnya
dinobatkan menjadi Vikaris Apostolik Semarang. Mgr. Albertus Soegijapranata SJ
sebagai Uskup (1940–1963) memiliki banyak predikat ‘pertama’, yaitu Uskup
Vikariat Semarang; Uskup pribumi; Uskup militer (1950); Uskup Agung Semarang
(1961); pahlawan nasional (1963). Soegija dibesarkan dalam keluarga Kejawen
yang merupakan abdi dalem Keraton Surakarta.
Ia mendapatkan nama Albertus Magnus
setelah prosesi pembaptisan yang dilakukan oleh Pastor Meltens, SJ ketika ia
bersekolah di Kolose Xaverius. Setelah menamatkan sekolahnya, ia berkeinginan
untuk menjadi imam sehingga pada tahun 1916, ia dikirim untuk mengikuti
kegiatan imamat dan mulai mendalami ilmu agama Katholik, Bahasa Latin, Yunani
dan filsafat di Gymnasium, Uden, Belanda, di bawah asuhan Ordo Salib Suci atau
Ordo Sanctae Crucis (OSC).
Dari Gymnasium, Soegija kemudian
masuk Novisiat SJ di Mariendaal. Ia belajar Filsafat di Kolese Berchman,
Oudenbosch pada tahun 1923 sampai 1926. Hingga tahun 1928, Soegija mengabdikan
dirinya di Kolose Xaverius sebagai pengajar karena setelah itu, ia kembali
berlayar ke Belanda untuk memperdalam ilmu Teologi di Maastricht.
Tahun 1931, Soegija menerima
Sakramen Imamat yang ditahbiskan oleh Uskup Roermond di kota Maastricht dan
menambah namanya dengan Pranata sehingga menjadi Soegijapranata. Dua tahun
setelah pentahbisan, ia kembali ke Indonesia dengan membawa nama baru dan
ditugaskan sebagai Pastur Pembantu di Bintaran. Tak lama kemudian, ia diangkat
menjadi Pastor Paroki. Berdasarkan telegram dari Mgr. Montini di Roma,
Soegijapranata diangkat sebagai Vikaris Apostolik yang memangku jabatan
keuskupan. Selanjutnya Paus Pius XII mengangkat Soegija menjadi Uskup Agung
untuk daerah Vikariat Apotolik Semarang pada 1 Agustus 1940, dan ditahbiskan
pada pada tanggal 6 November 1940. Selain menjadi Uskup Agung pertama di
Indonesia, Soegijapranata dikenal sebagai imam Katholik pertama yang
menyesuaikan dan mengembangkan ajaran Katolik berdasarkan budaya lokal,
khususnya budaya Jawa.
Mgr. Soegija sadar ia menjadi
pemimpin umat di tengah kondisi perang. Dalam keadaan perang seperti itu, ia
gigih dalam melayani kebutuhan rohani umatnya serta memberi dukungan penuh terhadap
Indonesia. Ia mempertahankan gereja-gereja dari penyitaan tentara Jepang, tetap
bertahan di Semarang meski terjadi perang di Semarang (15–20 Oktober 1945), dan
bahkan ikut pindah ke Yogyakarta ketika ibukota pindah dari Jakarta ke
Yogyakarta (4 Januari 1956).
Mgr. Soegija lebih memilih
sengsara bersama umat dan rakyat Indonesia daripada mencari aman bagi dirinya
sendiri. Dan keberadaannya tentu memberikan kedamaian dan keteduhan bagi
orang-orang di sekitarnya. Ia turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, bukan
dengan senjata, namun dengan solidaritas dan cara- cara damai.
Visi kegembalaan Mgr.
Soegijapranata adalah 1) menjadikan umat Katolik tangguh dan Gereja yang
mengakar dan mandiri (2) menjadikan umat Katolik sebagai bagian dari bangsa dan
negara yang peduli dan aktif. Sama seperti Yesus mewartakan datangnya Kerajaan
Allah, Mgr. Soegijapranata melaksanakan penggembalaan dengan dua cara pula
yaitu kata-kata pengajaran dan tindakan sejak masih sebagai pastor paroki
Bintaran Yogyakarta (1934–1940). Proses umat Katolik menjadi beriman yang
tangguh melalui rumah tangga dan pendidikan Katolisitas baik di rumah tangga,
lingkungan maupun di sekolah. Sementara itu dalam mengantarkan menjadi Gereja
yang mengakar dan mandiri, Romo Soegijapranata menempuh beberapa cara antara
lain pembentukan kring atau lingkungan, mendukung dan meneruskan pembinaan
pendidikan imam diosesan dan tarekat religius lokal, memperkenalkan penggunaan
bahasa lokal untuk ibadah pada bagian-bagian tertentu dan penggunaan gamelan
untuk iringan nyanyian liturgi serta pendalaman iman dengan seni tradisional
selawatan dan wayang.
Dalam mengantarkan umat Katolik
dan Gereja menjadi bagian dari bangsa dan negara yang peduli dan aktif, Mgr.
Soegijapranata mendasarkan pada kutipan Kitab Suci “Persembahkanlah kepada
Kaisar hak milik Kaisar dan kepada Allah hak milik Allah” (bdk. Mat. 22:21;
Mrk. 12:17; Luk. 20:25) dan juga kesadaran diri sebagai warga yang sudah
tertanam sejak masih belajar di sekolah. Dari hal-hal itu muncul pernyataan
Mgr. Soegijapranata “kita adalah sungguh-sungguh Katolik, dari pada itu kita
adalah sebenar-benarnya patriot juga. Oleh karena kita merasa patriot seratus
prosen, sebab itu kita pun merasa Katolik seratus prosen pula” (Soegijapranata,
1954). Seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia, inilah yang kini
menjadi semboyan orang Katolik Indonesia dalam mengisi kemerdekaan Indonesia.
Karena pada prinsipnya Mgr. Soegijapranata mendorong tumbuhnya nasionalisme
umat Katolik yang harus peduli dan aktif terlibat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Soegijapranata wafat di Belanda
tahun 1963 dan dimakamkan di TMP Giritunggal, Semarang. Ia ditetapkan sebagai
Pahlawan Nasional RI pada tahun 1963.
(Daniel Boli Kotan; dari berbagai
sumber).
b. Pendalaman
Peserta didik berdiskusi dalam kelompok dengan panduan
pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1) Siapakah
Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ?
2) Bagaimana
cara Mgr. Soegijapranata melaksanakan kegembalaannya?
3) Mengapa
orang Katolik diajak oleh Mgr. Soegijapranata menjadi seratus persen Katolik,
seratus persen Indonesia?
4) Keteladanan
apa dari Mgr. Soegijapranata yang dapat kalian teladani dalam hidupmu
sehari-hari?
c. Melaporkan
hasil diskusi
Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompok dan dapat
ditanggapi oleh peserta yang lain.
d. Penjelasan
Guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan atas jawaban peserta
didik, misalnya:
1) Mgr.
Soegijapranata menghayati imamat dan apostoliknya dengan spiritualitas
inkarnasi. Inkarnasi adalah kuasa Allah atau Firman Allah yang menjadi manusia
yang diberi nama Yesus (Luk. 1:26–38; Yoh. 1:1–18; Flp. 2:6–8). Perwujudan
spiritualitas inkarnasi Mgr. Soegijapranata tampak pada dua visi penggembalaan,
yaitu (1) menjadikan umat Katolik tangguh dan Gereja yang mengakar dan mandiri
(2) menjadikan umat Katolik sebagai bagian dari bangsa dan negara yang peduli
dan aktif.
2) Semboyan
seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia, inilah yang kini menjadi
semboyan orang Katolik Indonesia dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Karena
pada prinsipnya Mgr. Soegijapranata mendorong tumbuhnya nasionalisme umat
Katolik yang harus peduli dan aktif terlibat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
3) Gereja
Katolik Indonesia sampai saat ini ikut aktif membangun bangsa Indonesia di
berbagai bidang kehidupan, melalui berbagai sumber daya yang dimiliki, seperti
paroki, komunitas biarawan dan biarawati, maupun kaum awam Katolik. Karya-karya
itu antara lain pendidikan, kesehatan, sosial karitatif.
4) Banyak
orang Katolik yang menjadi pahlawan perjuangan kemerdekaan bangsa dan pahlawan
pembangunan. Selain Mgr soegija, nama-nama lain yang telah menjadi pahlawan
nasional antara lain Yosafat Soedarso, Slamet Riyadi, Adisucipto, Kasimo, dan
lain-lain. Mereka semua ini rela berkorban karena cinta tanah air, mewujudkan
semboyan hidup 100% Katolik, 100% Indonesia.
Langkah Kedua: Menggali Ajaran
Kitab Suci Dan Ajaran Gereja
1. Menyimak
cerita Kitab Suci
Peserta didik membaca dan menyimak teks Kitab Suci Markus
12:13–17
13Kemudian
disuruh beberapa orang Farisi dan Herodian kepada Yesus untuk menjerat Dia dengan
suatu pertanyaan.
14Orang-orang
itu datang dan berkata kepada-Nya: “Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang
jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari
muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran.
Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami
bayar atau tidak?”
15Tetapi
Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka: “Mengapa kamu
mencobai Aku? Bawalah ke mari suatu dinar supaya Kulihat!”
16Lalu
mereka bawa. Maka Ia bertanya kepada mereka: “Gambar dan tulisan siapakah ini?”
Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.”
17Lalu
kata Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan
kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!”
Mereka sangat heran mendengar Dia.
2. Pendalaman
Peserta didik berdiskusi setelah menyimak kisah Kitab Suci.
Pertanyaan diskusi, misalnya:
a. Apa
yang dikisahkan dalam Kitab Suci ini?
b. Apa
yang ditanyakan orang Farisi kepada Yesus?
c. Apa
maksud orang Farisi menanyakan hal itu?
d. Apa
jawaban Yesus?
e. Apa
maksud jawaban Yesus seperti itu?
f.
Mengapa kalian perlu mewujudkan pesan ajaran Yesus dalam hidupmu
sehari-hari sebagai murid Yesus?
3. Melaporkan
hasil diskusi
Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompok dan dapat
ditanggapi oleh peserta yang lain.
4. Penjelasan
Guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan atas jawaban peserta
didik, misalnya:
a. Negara
dan bangsa adalah wadah pemersatu berbagai keragaman dan latar belakang warga
negaranya. Negara dan bangsa ada untuk melindungi dan menciptakan kedaulatan
setiap manusia. Dalam hal ini negara dan bangsa adalah baik sebagai dikehendaki
oleh Tuhan. Sebagai warga negara setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang
sama. Siapa yang memiliki lebih, hendaknya memberi lebih, agar tercipta
keadilan dan kesejahteraan semua warga.
b. Yesus
pun mengajarkan hal yang sama bahwa setiap orang punya kewajiban untuk membayar
pajak kepada penguasa. Tujuan pajak, pada akhirnya, demi membangun negara dan
kepentingan bersama. Namun, Yesus juga menekankan perlunya kewajiban sebagai
warga Kerajaan Allah. Dengan demikian, kewajiban yang satu tidak meniadakan
kewajiban yang lain. Kedua-duanya mesti dipenuhi.
c. Rasul
Paulus menegaskan pula: “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah di
atasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah;
pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah (Roma 13:1). Ungkapan ini
benar dan tepat yaitu bahwa seluruh warga negara harus menghormati
pemerintahnya dengan baik sebab hanya dengan cara demikian kita sebagai warga
negara yang beragama Katolik harus ikut membangun kehidupan negara dan bangsa.
Dalam arti mendorong setiap kita orang kristiani untuk ikut mengambil bagian
dalam membangun bangsa dan negara sebagai wujud dari sikap menghadirkan Allah
kepada dunia.
d. Tugas
dan kewajiban seorang Katolik dalam negara adalah melaksanakan panggilan dan
pengutusannya, supaya orang lain mengenal Kristus melalui kehadirannya. Oleh
karena itu, orang kristiani tidak boleh memisahkan kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan hidup keimanannya di gereja. Justru melalui hidupnya sebagai
warga negara kristiani, ia dapat membuktikan keberadaannya serta isi pengakuan
imannya (Mat. 5:13–16). Sikap seorang Katolik yang baik dan benar, tidak boleh
memusuhi sesama warganegaranya, sebaliknya kehadirannya kiranya boleh menjadi
saluran berkat bagi kehidupan sesamanya.
e. Apa
kewajiban kita terhadap Allah? Rasanya bukan sesuatu yang sangat rumit.
Sebagaimana Allah telah memberikan kepada manusia dengan cuma- cuma (gratia =
rahmat) maka manusia berkewajiban untuk memberikan dengan cuma-cuma pula. Oleh
karena itu, manusia diundang untuk bermurah hati, sama seperti Bapa murah hati
adanya. Kewajiban yang datang dari Allah rasanya demi kepentingan manusia juga,
misalnya: memuji dan memuliakan Allah lewat doa, ibadat, perayaan ekaristi
Contoh lain adalah memberikan derma kepada fakir miskin dan kaum terlantar,
sebagaimana Tuhan bersabda: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu
yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini,
kamu telah melakukannya untuk Aku (Mat. 25:40)”. Sepuluh perintah Allah
diberikan juga bukan demi kepentingan Allah, tetapi agar manusia selamat. Maka
kita pun melakukan kewajiban kita kepada Tuhan dan kepada bangsa dan negara
kita dengan ikut bertanggung jawab dalam membangun bangsa dan negara sesuai
kehendak Tuhan.
Langkah Ketiga: Menghayati Keterpanggilan Gereja Untuk Membangun
Bangsa Dan Negara Indonesia Sesuai Kehendak Tuhan
1. Refleksi
Peserta
didik menuliskan sebuah refleksi tentang keterpanggilanku sebagai anggota
Gereja Katolik Indonesia untuk membangun bangsa dan negara yang sesuai dengan
kehendak Tuhan.
2. Aksi
Peserta
didik membentuk kelompok kerja untuk membuat rencana aksi, sebagai anggota Gereja
Katolik Indonesia yang terpanggil untuk ikut membangun bangsa dan negara.
Misalnya membuat kampanye untuk terlibat dalam pembangunan/ usaha perbaikan
masyarakat menjadi lebih baik (bisa dengan poster atau konten digital).
Doa Penutup
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Allah Bapa di surga, limpah terima
kasih atas berkat-Mu dalam menyelesaikan pertemuan ini. Melalui pertemuan dan
pembelajaran ini, kami telah Engkau suguhi sabda-Mu bahwa kami anak-anak-Mu
harus menjadi garam yang khamir bagi semua orang. Jadikanlah kami menjadi
saudara bagi semua orang yang dapat mengayomi masyarakat dalam semangat
persaudaraan dan berbelarasa. Ya Bapa, sudilah Engkau tinggal dalam
perkembangan, pertumbungan dan pembangunan masyarakat kami. Jadikanlah kami umat-Mu
dan Engkau sendiri menjadi Allah kami. Kami mohon, semoga seluruh warga
masyarakat berusaha membangun masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Dampingilah kami semua agar selalu tekun dan tabah dalam menghadapi segala
cobaan dan kesulitan. Doa ini kami sampaikan kepada-Mu dengan pengantaraan
Kristus, Tuhan kami. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Rangkuman
1. Mgr.
Soegijapranata menghayati imamat dan apostoliknya dengan spiritualitas
inkarnasi. Inkarnasi adalah kuasa Allah atau Firman Allah yang menjadi manusia
yang diberi nama Yesus (Luk. 1:26–38; Yoh. 1:1–18; Flp. 2:6–8). Perwujudan
spiritualitas inkarnasi Mgr. Soegijapranata tampak pada dua visi penggembalaan,
yaitu (1) menjadikan umat Katolik tangguh dan Gereja yang mengakar dan mandiri
(2) menjadikan umat Katolik sebagai bagian dari bangsa dan negara yang peduli
dan aktif.
2. Semboyan
seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia, inilah yang kini menjadi
semboyan orang Katolik Indonesia dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Karena
pada prinsipnya Mgr. Soegijapranata mendorong tumbuhnya nasionalisme umat
Katolik yang harus peduli dan aktif terlibat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
3. Gereja
Katolik Indonesia sampai saat ini ikut aktif membangun bangsa Indonesia di
berbagai bidang kehidupan, melalui berbagai sumber daya yang dimiliki, seperti
paroki, komunitas biarawan dan biarawati, maupun kaum awam katolik. Karya-karya
itu antara lain pendidikan, kesehatan, sosial karitatif.
4. Banyak
orang Katolik yang menjadi pahlawan perjuangan kemerdekaan bangsa dan pahlawan
pembangunan. Selain Mgr soegija, nama-nama lain yang telah menjadi pahlawan
nasional antara lain Yosafat Soedarso, Slamet Riyadi, Adisucipto, Kasimo, dan
lain-lain. Mereka semua ini rela berkorban karena cinta tanah air, mewujudkan
semboyan hidup 100% Katolik, 100% Indonesia.
5. Masih
banyak bidang kehidupan lain yang menjadi menjadi medan karya orang- orang awam
Katolik untuk membangun bangsa dan negara Indonesia tercinta. Selain bidang
pendidikan dan kesehatan masyarakat, ada juga lembaga sosial karitatif untuk
menolong sesama yang sangat membutuhkan uluran tangan kasih sesamanya. Banyak
pula orang awam Katolik berkecimpung di bidang ekonomi, politik, kebudayaan,
pertahanan dan keamanan yang berkerja dengan semangat kristiani, menjadi terang
dan garam dunia yaitu medan karyanya masing-masing.
6. Yesus
pun mengajarkan hal yang sama bahwa setiap orang punya kewajiban untuk membayar
pajak kepada penguasa. Tujuan pajak, pada akhirnya, demi membangun negara dan
kepentingan bersama. Namun, Yesus juga menekankan perlunya kewajiban sebagai
warga Kerajaan Allah. Dengan demikian, kewajiban yang satu tidak meniadakan
kewajiban yang lain. Kedua-duanya mesti dipenuhi.
7. Rasul
Paulus menegaskan pula: “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di
atasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah; dan
pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah (Roma 13:1). Ungkapan ini
benar dan tepat yaitu bahwa seluruh warga negara harus menghormati
pemerintahnya dengan baik sebab hanya dengan cara demikian kita sebagai warga
negara yang beragama kristiani (Katolik) harus ikut membangun kehidupan negara
dan bangsa. Dalam arti mendorong setiap kita orang kristiani untuk ikut
mengambil bagian dalam membangun bangsa dan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar