Cari Blog Ini

Senin, 27 Januari 2025

DASAR KETERPANGGILAN GEREJA DALAM MEMBANGUN BANGSA DAN NEGARA

 

DASAR KETERPANGGILAN GEREJA DALAM MEMBANGUN BANGSA DAN NEGARA

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Allah Bapa penyayang umat manusia, segenap ciptaan-Mu bersyukur di hadapan-Mu. Kami umat pilihan-Mu yang mendiami tanah air ini dalam segala keberagaman bahasa, suku, bangsa, dan kekayaan alamnya, bersujud dihadirat-Mu. Ya Bapa, dalam perjalanan kehidupan bangsa dan negara kami ini, bantulah kami selalu, agar dari hari ke hari kami semakin bersatu hati mewujudkan kesejahteraan umum demi kepentingan bangsa kami.

Terangilah hati dan budi kami agar tidak berpandangan sempit, namun terbuka pada sesama. Ajari kami untuk bergandengan tangan membangun negara dan bangsa kami, tanpa pengecualian. Demi Kristus, yang mengasihi semua orang dan telah wafat menebus dosa manusia, dalam persekutuan Roh Kudus, hidup kini dan sepanjang masa. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

 

Langkah Pertama: Menggali Pengalaman Keterlibatan Umat Katolik Dalam Pembangunan Bangsa Dan Negara

1.    Apersepsi

Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan mengajak peserta didik berdialog dan mengajak mereka mengingat kembali tema pembelajaran sebelumnya tentang dialog dan kerja sama antarumat beragama dan berkepercayaan. Guru menanyakan, misalnya adakah kesulitan atau hambatan dalam melakukan penugasan terkait rencana aksi, khususnya pada subpokok bahasan terakhir tentang membangun persaudaraan sejati.

Selanjutnya guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu tentang keterlibatan umat Katolik dalam pembangunan bangsa Indonesia. Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat memotivasi belajar peserta didik dengan pertanyaan, misalnya apa dasar keterpanggilan Gereja dalam membangun bangsa dan negara, apa saja tantangan dan peluang umat Katolik dalam membangun bangsa dan negara, dan bagaimana membangun bangsa dan negara seturut kehendak Tuhan. Pada pertemuan ini kita akan belajar tentang dasar keterpanggilan Gereja dalam membangun bangsa dan negara.

Nah, mari kita memulai pembelajaran dengan menyimak cerita berikut ini.

 

2.    Cerita Kehidupan

a.    Peserta didik membaca dan menyimak artikel berita berikut ini.

Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ: Seratus Persen Katolik, Seratus Persen Indonesia

Mgr. Albertus Soegijapranata lahir dengan nama Soegija di Surakarta, 25 November 1896. Ia merupakan orang Indonesia pertama yang diangkat menjadi Uskup Agung setelah sebelumnya dinobatkan menjadi Vikaris Apostolik Semarang. Mgr. Albertus Soegijapranata SJ sebagai Uskup (1940–1963) memiliki banyak predikat ‘pertama’, yaitu Uskup Vikariat Semarang; Uskup pribumi; Uskup militer (1950); Uskup Agung Semarang (1961); pahlawan nasional (1963). Soegija dibesarkan dalam keluarga Kejawen yang merupakan abdi dalem Keraton Surakarta.

Ia mendapatkan nama Albertus Magnus setelah prosesi pembaptisan yang dilakukan oleh Pastor Meltens, SJ ketika ia bersekolah di Kolose Xaverius. Setelah menamatkan sekolahnya, ia berkeinginan untuk menjadi imam sehingga pada tahun 1916, ia dikirim untuk mengikuti kegiatan imamat dan mulai mendalami ilmu agama Katholik, Bahasa Latin, Yunani dan filsafat di Gymnasium, Uden, Belanda, di bawah asuhan Ordo Salib Suci atau Ordo Sanctae Crucis (OSC).

Dari Gymnasium, Soegija kemudian masuk Novisiat SJ di Mariendaal. Ia belajar Filsafat di Kolese Berchman, Oudenbosch pada tahun 1923 sampai 1926. Hingga tahun 1928, Soegija mengabdikan dirinya di Kolose Xaverius sebagai pengajar karena setelah itu, ia kembali berlayar ke Belanda untuk memperdalam ilmu Teologi di Maastricht.

Tahun 1931, Soegija menerima Sakramen Imamat yang ditahbiskan oleh Uskup Roermond di kota Maastricht dan menambah namanya dengan Pranata sehingga menjadi Soegijapranata. Dua tahun setelah pentahbisan, ia kembali ke Indonesia dengan membawa nama baru dan ditugaskan sebagai Pastur Pembantu di Bintaran. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi Pastor Paroki. Berdasarkan telegram dari Mgr. Montini di Roma, Soegijapranata diangkat sebagai Vikaris Apostolik yang memangku jabatan keuskupan. Selanjutnya Paus Pius XII mengangkat Soegija menjadi Uskup Agung untuk daerah Vikariat Apotolik Semarang pada 1 Agustus 1940, dan ditahbiskan pada pada tanggal 6 November 1940. Selain menjadi Uskup Agung pertama di Indonesia, Soegijapranata dikenal sebagai imam Katholik pertama yang menyesuaikan dan mengembangkan ajaran Katolik berdasarkan budaya lokal, khususnya budaya Jawa.

Mgr. Soegija sadar ia menjadi pemimpin umat di tengah kondisi perang. Dalam keadaan perang seperti itu, ia gigih dalam melayani kebutuhan rohani umatnya serta memberi dukungan penuh terhadap Indonesia. Ia mempertahankan gereja-gereja dari penyitaan tentara Jepang, tetap bertahan di Semarang meski terjadi perang di Semarang (15–20 Oktober 1945), dan bahkan ikut pindah ke Yogyakarta ketika ibukota pindah dari Jakarta ke Yogyakarta (4 Januari 1956).

Mgr. Soegija lebih memilih sengsara bersama umat dan rakyat Indonesia daripada mencari aman bagi dirinya sendiri. Dan keberadaannya tentu memberikan kedamaian dan keteduhan bagi orang-orang di sekitarnya. Ia turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, bukan dengan senjata, namun dengan solidaritas dan cara- cara damai.

Visi kegembalaan Mgr. Soegijapranata adalah 1) menjadikan umat Katolik tangguh dan Gereja yang mengakar dan mandiri (2) menjadikan umat Katolik sebagai bagian dari bangsa dan negara yang peduli dan aktif. Sama seperti Yesus mewartakan datangnya Kerajaan Allah, Mgr. Soegijapranata melaksanakan penggembalaan dengan dua cara pula yaitu kata-kata pengajaran dan tindakan sejak masih sebagai pastor paroki Bintaran Yogyakarta (1934–1940). Proses umat Katolik menjadi beriman yang tangguh melalui rumah tangga dan pendidikan Katolisitas baik di rumah tangga, lingkungan maupun di sekolah. Sementara itu dalam mengantarkan menjadi Gereja yang mengakar dan mandiri, Romo Soegijapranata menempuh beberapa cara antara lain pembentukan kring atau lingkungan, mendukung dan meneruskan pembinaan pendidikan imam diosesan dan tarekat religius lokal, memperkenalkan penggunaan bahasa lokal untuk ibadah pada bagian-bagian tertentu dan penggunaan gamelan untuk iringan nyanyian liturgi serta pendalaman iman dengan seni tradisional selawatan dan wayang.

Dalam mengantarkan umat Katolik dan Gereja menjadi bagian dari bangsa dan negara yang peduli dan aktif, Mgr. Soegijapranata mendasarkan pada kutipan Kitab Suci “Persembahkanlah kepada Kaisar hak milik Kaisar dan kepada Allah hak milik Allah” (bdk. Mat. 22:21; Mrk. 12:17; Luk. 20:25) dan juga kesadaran diri sebagai warga yang sudah tertanam sejak masih belajar di sekolah. Dari hal-hal itu muncul pernyataan Mgr. Soegijapranata “kita adalah sungguh-sungguh Katolik, dari pada itu kita adalah sebenar-benarnya patriot juga. Oleh karena kita merasa patriot seratus prosen, sebab itu kita pun merasa Katolik seratus prosen pula” (Soegijapranata, 1954). Seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia, inilah yang kini menjadi semboyan orang Katolik Indonesia dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Karena pada prinsipnya Mgr. Soegijapranata mendorong tumbuhnya nasionalisme umat Katolik yang harus peduli dan aktif terlibat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Soegijapranata wafat di Belanda tahun 1963 dan dimakamkan di TMP Giritunggal, Semarang. Ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional RI pada tahun 1963.

(Daniel Boli Kotan; dari berbagai sumber).

 

b.      Pendalaman

Peserta didik berdiskusi dalam kelompok dengan panduan pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1)      Siapakah Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ?

2)      Bagaimana cara Mgr. Soegijapranata melaksanakan kegembalaannya?

3)      Mengapa orang Katolik diajak oleh Mgr. Soegijapranata menjadi seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia?

4)      Keteladanan apa dari Mgr. Soegijapranata yang dapat kalian teladani dalam hidupmu sehari-hari?

 

c.       Melaporkan hasil diskusi

Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompok dan dapat ditanggapi oleh peserta yang lain.

 

d.      Penjelasan

Guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan atas jawaban peserta didik, misalnya:

1)      Mgr. Soegijapranata menghayati imamat dan apostoliknya dengan spiritualitas inkarnasi. Inkarnasi adalah kuasa Allah atau Firman Allah yang menjadi manusia yang diberi nama Yesus (Luk. 1:26–38; Yoh. 1:1–18; Flp. 2:6–8). Perwujudan spiritualitas inkarnasi Mgr. Soegijapranata tampak pada dua visi penggembalaan, yaitu (1) menjadikan umat Katolik tangguh dan Gereja yang mengakar dan mandiri (2) menjadikan umat Katolik sebagai bagian dari bangsa dan negara yang peduli dan aktif.

2)      Semboyan seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia, inilah yang kini menjadi semboyan orang Katolik Indonesia dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Karena pada prinsipnya Mgr. Soegijapranata mendorong tumbuhnya nasionalisme umat Katolik yang harus peduli dan aktif terlibat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3)      Gereja Katolik Indonesia sampai saat ini ikut aktif membangun bangsa Indonesia di berbagai bidang kehidupan, melalui berbagai sumber daya yang dimiliki, seperti paroki, komunitas biarawan dan biarawati, maupun kaum awam Katolik. Karya-karya itu antara lain pendidikan, kesehatan, sosial karitatif.

4)      Banyak orang Katolik yang menjadi pahlawan perjuangan kemerdekaan bangsa dan pahlawan pembangunan. Selain Mgr soegija, nama-nama lain yang telah menjadi pahlawan nasional antara lain Yosafat Soedarso, Slamet Riyadi, Adisucipto, Kasimo, dan lain-lain. Mereka semua ini rela berkorban karena cinta tanah air, mewujudkan semboyan hidup 100% Katolik, 100% Indonesia.

 

Langkah Kedua: Menggali Ajaran Kitab Suci Dan Ajaran Gereja

1.    Menyimak cerita Kitab Suci

Peserta didik membaca dan menyimak teks Kitab Suci Markus 12:13–17

13Kemudian disuruh beberapa orang Farisi dan Herodian kepada Yesus untuk menjerat Dia dengan suatu pertanyaan.

14Orang-orang itu datang dan berkata kepada-Nya: “Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran. Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami bayar atau tidak?”

15Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mencobai Aku? Bawalah ke mari suatu dinar supaya Kulihat!”

16Lalu mereka bawa. Maka Ia bertanya kepada mereka: “Gambar dan tulisan siapakah ini?” Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.”

17Lalu kata Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” Mereka sangat heran mendengar Dia.

 

2.    Pendalaman

Peserta didik berdiskusi setelah menyimak kisah Kitab Suci. Pertanyaan diskusi, misalnya:

a.      Apa yang dikisahkan dalam Kitab Suci ini?

b.      Apa yang ditanyakan orang Farisi kepada Yesus?

c.       Apa maksud orang Farisi menanyakan hal itu?

d.      Apa jawaban Yesus?

e.      Apa maksud jawaban Yesus seperti itu?

f.        Mengapa kalian perlu mewujudkan pesan ajaran Yesus dalam hidupmu sehari-hari sebagai murid Yesus?

 

3.    Melaporkan hasil diskusi

Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompok dan dapat ditanggapi oleh peserta yang lain.

 

4.    Penjelasan

Guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan atas jawaban peserta didik, misalnya:

a.      Negara dan bangsa adalah wadah pemersatu berbagai keragaman dan latar belakang warga negaranya. Negara dan bangsa ada untuk melindungi dan menciptakan kedaulatan setiap manusia. Dalam hal ini negara dan bangsa adalah baik sebagai dikehendaki oleh Tuhan. Sebagai warga negara setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Siapa yang memiliki lebih, hendaknya memberi lebih, agar tercipta keadilan dan kesejahteraan semua warga.

b.      Yesus pun mengajarkan hal yang sama bahwa setiap orang punya kewajiban untuk membayar pajak kepada penguasa. Tujuan pajak, pada akhirnya, demi membangun negara dan kepentingan bersama. Namun, Yesus juga menekankan perlunya kewajiban sebagai warga Kerajaan Allah. Dengan demikian, kewajiban yang satu tidak meniadakan kewajiban yang lain. Kedua-duanya mesti dipenuhi.

c.       Rasul Paulus menegaskan pula: “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah di atasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah; pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah (Roma 13:1). Ungkapan ini benar dan tepat yaitu bahwa seluruh warga negara harus menghormati pemerintahnya dengan baik sebab hanya dengan cara demikian kita sebagai warga negara yang beragama Katolik harus ikut membangun kehidupan negara dan bangsa. Dalam arti mendorong setiap kita orang kristiani untuk ikut mengambil bagian dalam membangun bangsa dan negara sebagai wujud dari sikap menghadirkan Allah kepada dunia.

d.      Tugas dan kewajiban seorang Katolik dalam negara adalah melaksanakan panggilan dan pengutusannya, supaya orang lain mengenal Kristus melalui kehadirannya. Oleh karena itu, orang kristiani tidak boleh memisahkan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan hidup keimanannya di gereja. Justru melalui hidupnya sebagai warga negara kristiani, ia dapat membuktikan keberadaannya serta isi pengakuan imannya (Mat. 5:13–16). Sikap seorang Katolik yang baik dan benar, tidak boleh memusuhi sesama warganegaranya, sebaliknya kehadirannya kiranya boleh menjadi saluran berkat bagi kehidupan sesamanya.

e.      Apa kewajiban kita terhadap Allah? Rasanya bukan sesuatu yang sangat rumit. Sebagaimana Allah telah memberikan kepada manusia dengan cuma- cuma (gratia = rahmat) maka manusia berkewajiban untuk memberikan dengan cuma-cuma pula. Oleh karena itu, manusia diundang untuk bermurah hati, sama seperti Bapa murah hati adanya. Kewajiban yang datang dari Allah rasanya demi kepentingan manusia juga, misalnya: memuji dan memuliakan Allah lewat doa, ibadat, perayaan ekaristi Contoh lain adalah memberikan derma kepada fakir miskin dan kaum terlantar, sebagaimana Tuhan bersabda: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (Mat. 25:40)”. Sepuluh perintah Allah diberikan juga bukan demi kepentingan Allah, tetapi agar manusia selamat. Maka kita pun melakukan kewajiban kita kepada Tuhan dan kepada bangsa dan negara kita dengan ikut bertanggung jawab dalam membangun bangsa dan negara sesuai kehendak Tuhan.

 

Langkah Ketiga: Menghayati Keterpanggilan Gereja Untuk Membangun Bangsa Dan Negara Indonesia Sesuai Kehendak Tuhan

1.    Refleksi

Peserta didik menuliskan sebuah refleksi tentang keterpanggilanku sebagai anggota Gereja Katolik Indonesia untuk membangun bangsa dan negara yang sesuai dengan kehendak Tuhan.

2.    Aksi

Peserta didik membentuk kelompok kerja untuk membuat rencana aksi, sebagai anggota Gereja Katolik Indonesia yang terpanggil untuk ikut membangun bangsa dan negara. Misalnya membuat kampanye untuk terlibat dalam pembangunan/ usaha perbaikan masyarakat menjadi lebih baik (bisa dengan poster atau konten digital).

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Allah Bapa di surga, limpah terima kasih atas berkat-Mu dalam menyelesaikan pertemuan ini. Melalui pertemuan dan pembelajaran ini, kami telah Engkau suguhi sabda-Mu bahwa kami anak-anak-Mu harus menjadi garam yang khamir bagi semua orang. Jadikanlah kami menjadi saudara bagi semua orang yang dapat mengayomi masyarakat dalam semangat persaudaraan dan berbelarasa. Ya Bapa, sudilah Engkau tinggal dalam perkembangan, pertumbungan dan pembangunan masyarakat kami. Jadikanlah kami umat-Mu dan Engkau sendiri menjadi Allah kami. Kami mohon, semoga seluruh warga masyarakat berusaha membangun masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Dampingilah kami semua agar selalu tekun dan tabah dalam menghadapi segala cobaan dan kesulitan. Doa ini kami sampaikan kepada-Mu dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

1.    Mgr. Soegijapranata menghayati imamat dan apostoliknya dengan spiritualitas inkarnasi. Inkarnasi adalah kuasa Allah atau Firman Allah yang menjadi manusia yang diberi nama Yesus (Luk. 1:26–38; Yoh. 1:1–18; Flp. 2:6–8). Perwujudan spiritualitas inkarnasi Mgr. Soegijapranata tampak pada dua visi penggembalaan, yaitu (1) menjadikan umat Katolik tangguh dan Gereja yang mengakar dan mandiri (2) menjadikan umat Katolik sebagai bagian dari bangsa dan negara yang peduli dan aktif.

2.    Semboyan seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia, inilah yang kini menjadi semboyan orang Katolik Indonesia dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Karena pada prinsipnya Mgr. Soegijapranata mendorong tumbuhnya nasionalisme umat Katolik yang harus peduli dan aktif terlibat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3.    Gereja Katolik Indonesia sampai saat ini ikut aktif membangun bangsa Indonesia di berbagai bidang kehidupan, melalui berbagai sumber daya yang dimiliki, seperti paroki, komunitas biarawan dan biarawati, maupun kaum awam katolik. Karya-karya itu antara lain pendidikan, kesehatan, sosial karitatif.

4.    Banyak orang Katolik yang menjadi pahlawan perjuangan kemerdekaan bangsa dan pahlawan pembangunan. Selain Mgr soegija, nama-nama lain yang telah menjadi pahlawan nasional antara lain Yosafat Soedarso, Slamet Riyadi, Adisucipto, Kasimo, dan lain-lain. Mereka semua ini rela berkorban karena cinta tanah air, mewujudkan semboyan hidup 100% Katolik, 100% Indonesia.

5.    Masih banyak bidang kehidupan lain yang menjadi menjadi medan karya orang- orang awam Katolik untuk membangun bangsa dan negara Indonesia tercinta. Selain bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat, ada juga lembaga sosial karitatif untuk menolong sesama yang sangat membutuhkan uluran tangan kasih sesamanya. Banyak pula orang awam Katolik berkecimpung di bidang ekonomi, politik, kebudayaan, pertahanan dan keamanan yang berkerja dengan semangat kristiani, menjadi terang dan garam dunia yaitu medan karyanya masing-masing.

6.    Yesus pun mengajarkan hal yang sama bahwa setiap orang punya kewajiban untuk membayar pajak kepada penguasa. Tujuan pajak, pada akhirnya, demi membangun negara dan kepentingan bersama. Namun, Yesus juga menekankan perlunya kewajiban sebagai warga Kerajaan Allah. Dengan demikian, kewajiban yang satu tidak meniadakan kewajiban yang lain. Kedua-duanya mesti dipenuhi.

7.    Rasul Paulus menegaskan pula: “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah (Roma 13:1). Ungkapan ini benar dan tepat yaitu bahwa seluruh warga negara harus menghormati pemerintahnya dengan baik sebab hanya dengan cara demikian kita sebagai warga negara yang beragama kristiani (Katolik) harus ikut membangun kehidupan negara dan bangsa. Dalam arti mendorong setiap kita orang kristiani untuk ikut mengambil bagian dalam membangun bangsa dan negara.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar