MEMBANGUN PERSAUDARAAN SEJATI
Doa Pembuka
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Allah Bapa kami yang maha pengasih
dan penyayang. Engkau telah menanam benih kasih dalam hati semua orang. Bahkan
Engkau telah memberikan Roh-Mu sendiri tinggal dalam setiap insan. Dan Engkau
menghendaki agar kami saling mengasihi sebagaimana kami mengasihi diri kami
sendiri. Kami bersyukur kepada-Mu atas kasih-Mu. Engkau telah mengangkat semua
orang menjadi anak-Mu dan mengasihi mereka semua dengan kasih yang sama. Maka
semoga kami saling mengasihi dan hidup rukunsebagai saudara. Lebih-lebih kami
bersyukur karena Yesus selalu berdoa bagi semua orang agar mereka Bersatu
seperti Yesus sendiri bersatu dengan Dikau. Kami mohon, curahkanlah rahmat
persaudaraan kepada semua orang agar mereka tekun mengusahakan kedamaian,
kerukunan dan ketentraman. Bebaskanlah umat-Mu dari hal yang melemahkan
semangat persaudaraan: cekcok, iri, dengki, fitnah, dan sikap hanya
mementingkan diri sendiri. Doa ini kami sampaikan kepada-Mu dengan perantaraan
Kristus dalam persekutuan dengan Roh Kudus, kini dan sepanjang masa. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Langkah Pertama: Menggali Pemahaman Tentang Membangun Persaudaraan
Sejati, Melalui Kerja Sama Antarumat Beragama
1. Apersepsi
Guru
mengawali kegiatan pembelajaran dengan mengajak peserta didik berdialog dan
mengajak mereka mengingat kembali tema pembelajaran sebelumnya tentang dialog
dan kerja sama antarumat beragama dan berkepercayaan. Guru menanyakan, misalnya
adakah kesulitan atau hambatan dalam melakukan penugasan terkait rencana aksi
dari subpokok tersebut.
Selanjutnya
guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu tentang membangun
persaudaraan sejati. Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat
memotivasi belajar peserta didik dengan pertanyaan, misalnya: Apakah perdamaian
bisa diwujudkan? bagaimana membangun persaudaraan sejati antarumat beragama.
Nah,
mari kita memulai pembelajaran dengan mengamati kisah berikut ini.
2. Mengamati
pengalaman persahabatan hidup di masyarakat
a. Pengalaman
persahabatan antarumat beragama
Peserta
didik membaca dan menyimak artikel berita berikut ini.
Indahnya
Toleransi Jelang Natal di Bukit Menoreh: Warga Beda Agama Bantu Bersihkan Gereja
Kerukunan
mereka yang berbeda agama semakin menonjol menjelang perayaan Natal 2019 dan
Tahun Baru 2020. Salah satunya terlihat di antara warga Pedukuhan Suren di Desa
Pagerharjo, Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gereja Katolik Santa Lucia berdiri di Pedukuhan Suren. Gereja berada di tepi
jalan besar menuju puncak Bukit Menoreh. Warga Suren menggalang kerja bakti
membersihkan lingkungan Gereja Santa Lucia tersebut menjelang perayaan Natal
kali ini.
Mereka
tidak memandang perbedaan agama sebagai hambatan untuk mendukung kelancaran
ibadah umat lain. Warga membuat lingkungan bersih dan rapi sehingga bakal
nyaman saat digunakan pada 25 Desember 2019, pukul 07.00 WIB. "Pinggir
jalan jadi bersih sehingga bisa dimanfaatkan. Biasanya di sana akan dipakai
sebagai tempat mobil parkir di luar, motor di dalam;(halaman gereja),"
kata Nardi (49), seorang warga Lingkungan Sanjaya Gereja Santa Lucia, Selasa
(24/12/2019). Ia mengungkap hal ini via pesan ponsel.
Kerukunan
selalu tampak di antara warga jelang hari besar keagamaan mereka. Warga
menunjukkan kepedulian cukup besar. Nardi mencontohkan, selain kerja bakti,
warga muslim juga melakukan ronda selagi warga kristiani ke gereja menjalankan
ibadah, ini terjadi khususnya saat malam misa. Hal sebaliknya, warga non muslim
turun ronda di hari besar agama Islam, bahkan selagi mereka melaksanakan
teraweh.
Mereka
meninggalkan rumah tidak perlu was-was selagi menjalankan ibadah.
"Sebaliknya saat masa bulan Ramadhan, warga meninggalkan rumah untuk ibadah,
gantian warga kristiani melakukan ronda menjaga rumah warga yang melaksanakan
ibadah semisal teraweh," kata Nardi. Belum lagi, organisasi kemasyarakatan
kerap terlihat ikut menjaga ibadah gereja membantu aparat. Mereka lantas ikut
dalam jamuan bersama.
Kerukunan yang mengakar
Nardi
menceritakan, kerukunan warga sejatinya mengakar di antara warga Desa
Pagerharjo. Kerukunan diyakini sudah berlangsung turun temurun. Mereka terikat
oleh rasa persaudaraan yang sangat kuat. Pasalnya, menurut Nardi, tidak sedikit
dari mereka yang berbeda iman masih memiliki hubungan kekerabatan. Itulah yang
membuat mereka semakin terikat satu dengan lain. "Persaudaraan tidak bisa
dikalahkan," kata Nardi. Itulah mengapa tidak heran bila warga juga
bersedia memenuhi undangan ikut perayaan Natal di rumah warga lain. Nardi
menceritakan, warga secara bersama pernah merayakan Natal di rumah salah
seorang warga di Pedukuhan Kalinongko pada tiga tahun lalu. Warga menghargai
undangan perayaan dan hadir di sana. Acara yang berlangsung mulai dari sambutan
kepala dusun hingga ramah tamah. Mereka juga mengakhiri perayaan bersama itu
dengan saling mengucap salam. Acara semacam ini bertujuan untuk merawat
kerukunan di antara mereka. "Kami biasa saling memberi salam. Ketika Idul
Fitri, kami mengucapkan Selamat Idul Fitri, ketika Natal mereka biasa mengucap
hal serupa," kata Nardi via pesan ponsel.
Warga rukun, ucapkan selamat Natal
di grup WhatsApp
Keberagaman
dan penghargaan pada kerukunan sesama pemeluk agama yang berbeda, terungkap
juga lewat pesan singkat di grup-grup media sosial. Salah satunya, grup
WhatsApp sebuah dusun Pagerharjo, Samigaluh. Beragam pesan disampaikan, mulai
dari ucapan Selamat Hari Natal hingga doa agar ibadah Natal dan Tahun Baru
berjalan kusyuk dan lancar. "Warga muslim yang tidak merayakan Natal
mengucapkan selamat dengan berbagai cara, di antaranya lewat grup WhatsApp,
tetapi ada juga yang mengucapkan selamat secara langsung," kata Handoko,
warga Dusun Jetis. Handoko menceritakan, inilah keindahan kerukunan dalam kehidupan
keberagaman di Pagerharjo yang berlangsung cukup baik. Kerukunan yang terus
dirawat baik.
Sumber: regional.kompas.com
b. Pendalaman
Peserta
didik berdiskusi dalam kelompok kecil untuk mendalami artikel berita dengan
beberapa pertanyaan, misalnya:
1) Apa
yang dikisahkan dalam berita itu?
2) Kerja
sama seperti apa yang diceritakan dalam berita itu?
3) Bagaimana
relasi dan kerja sama antarumat beragama di tempat tinggalmu?
4) Sebagai
orang Katolik, apa sikapmu terhadap teman atau umat dari agama lain?
c. Melaporkan
hasil diskusi
Peserta
didik melaporkan hasil diskusi kelompoknya dan peserta lain memberikan
tanggapan, atau bertanya untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam.
d. Penjelasan
Guru
memberikan penjelasan setelah mendengar laporan hasil diskusi sebagai peneguhan
dan penambahan wawasan.
1) Masyarakat
di Bukit Menoreh Jawa Tengah memandang perbedaan agama bukan sebagai hambatan
untuk mendukung kelancaran ibadah umat lain. Mereka justeru melihat perbedaan
sebagai rahmat dan kekuatan bagi mereka dalam hidup bersama. Mereka saling
kerja sama, saling bersilahturahim, saling menjaga. Mereka menghayati bahwa
perbedaan itu indah, dan itu merupakan rahmat Tuhan yang Maha Esa.
2) Fungsi
agama pada dasarnya adalah:
a) mewartakan
keselamatan. Semua agama mewartakan dan menjanjikan keselamatan, bukan bencana.
Karena mewartakan dan menjanjikan keselamatan itulah, maka manusia memeluk
suatu agama. Manusia mendambakan keselamatan;
b) mewartakan
arti hidup. Agama-agama memberikan pandangan hidup dan meyakinkan
penganut-penganutnya untuk meng-hayati pandangan hidup itu. Agama memberi
jawaban atas pertanyaan hidup: dari mana asal hidup manusia, apa makna hidup
manusia, apa tujuan hidup manusia, dsb. Menghayati pandangan hidup menurut
agamanya akan membuat manusia bahagia dan selamat;
c) mengajarkan
cara hidup. Semua agama mengajarkan kepada para penganutnya untuk hidup baik;
hidup beretika dan hidup bermoral; hidup yang baik akan membahagiakan dan
menyelamatkan;
d) dilihat
dari fungsi-fungsi agama itu, sebenarnya sulit dipahami bahwa ada kerusuhan dan
bencana yang disebabkan oleh agama. Hal itu dapat terjadi hanya kalau agama itu
ditunggangi oleh kepentingan lain atau tidak dipahami. Maka, semua penganut
agama-agama diharapkan untuk menyadari fungsi agama yang sebenarnya dan
berusaha untuk menjalin kerja sama dalam persaudaraan yang sejati, karena
cita-cita semua agama sebenarnya sama, yaitu keselamatan manusia.
Langkah Kedua: Mendalami Ajaran Kitab Suci Dan Ajaran Gereja
Tentang Membangun Persaudaraan Antarpemeluk Agama
1. Ajaran
Kitab Suci
a. Membaca
dan menyimak teks Ktab Suci
Peserta
didik membaca dan menyimak Injil Lukas 10:25–37
25Pada
suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya:
"Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
26Jawab
Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca
di sana?"
27Jawab
orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu,
dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
28Kata
Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan
hidup."
29Tetapi
untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku
manusia?"
30Jawab
Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke
tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang
juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati.
31Kebetulan
ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia
melewatinya dari seberang jalan.
32Demikian
juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia
melewatinya dari seberang jalan.
33Lalu
datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika
ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
34Ia
pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan
minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai
tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.
35Keesokan
harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya:
Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya,
waktu aku kembali.
36Siapakah
di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari
orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?"
37Jawab
orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya."
Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"
b. Pendalaman
Guru
mengajak peserta didik untuk berdiskusi kelas dengan panduan beberapa
pertanyaan, misalnya:
1) Apa
yang dikisahkan dalam cerita Injil itu?
2) Apa
ajaran Yesus tentang sesama?
3) Bagaimana
caranya mewujudkan persaudaraan sejati menurut kisah itu?
4) Bagaimana
sikapmu sebagai pengikut Kristus dalam pergaulan hidupmu sehari-hari?
c. Penjelasan
Guru
memberikan penjelasan setelah mendengar laporan hasil diskusi sebagai peneguhan
dan penambahan wawasan.
Sikap Yesus tegas dalam hal
membangun persaudaraan sejati tanpa mengenal latar belakang, atau asal usul
seseorang. Hal itu tampak dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang baik
hati. Orang Samaria itu sanggup menjadi sesama bagi orang lain yang menderita,
tanpa memandang asal-usul dan latar belakang hidupnya. Orang yang berbeda suku,
agama, cara beribadah, dan berbeda kebudayaannya ditolongnya, dikasihinya
sepenuh hati dengan segenap jiwa dan akal budinya. Itulah persaudaraan sejati.
Persaudaraan sejati antara manusia dan sesama makhluk Tuhan. Persaudaraan
sejati tidak dibatasi oleh ikatan darah, suku, atau agama. Setiap manusia siapa
pun dia sungguh harus dikasihi sebagai saudara dan sesama.
2. Ajaran
Gereja
a. Membaca
dan menyimak ajaran Gereja
Peserta
didik mambaca dan menyimak ajaran Gereja Konsili Vatikan II dalam Nostra Aetate
artikel 1 dan 2 dan ensiklik Paus Fransiskus Fratelli Tutti berikut ini.
“Pada zaman kita bangsa manusia
semakin erat bersatu dan hubungan-hubungan antara pelbagai bangsa berkembang.
Gereja mempertimbangkan dengan lebih cermat, manakah hubungannya dengan
agama-agama bukan kristiani. Dalam tugasnya mengembangkan kesatuan dan cinta
kasih antarmanusia, bahkan antarbangsa, Gereja di sini terutama
mempertimbangkan manakah hal-hal yang pada umumnya terdapat pada bangsa manusia,
dan yang mendorong semua untuk bersama-sama menghadapi situasi sekarang.
Sebab semua bangsa merupakan satu
masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah menghendaki segenap umat manusia
mendiami seluruh muka bumi[1]. Semua juga mempunyai satu tujuan terakhir, yakni
Allah, yang penyelenggaraan- Nya, bukti-bukti kebaikan-Nya dan rencana
penyelamatan-Nya meliputi semua orang, sampai orang yang terpilih dipersatukan
dalam Kota suci, yang akan diterangi oleh kemuliaan Allah; di sana
bangsa-bangsa akan berjalan dalam cahaya-Nya...(NA.1).
“...Maka Gereja mendorong para
puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja
sama dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang
iman serta perihidup kristiani, mengakui, memelihara dan mengembangkan harta
kekayaan rohani dan moral serta nilai- nilai sosio-budaya, yang terdapat pada
mereka...”(NA. 2).
Jalan Perjumpaan yang Baru
Arsitek dan Ahli Perdamaian. Jalan
menuju damai membutuhkan kerja sama. Untuk menciptakan damai saya perlu
berdialog dengan lawan bicara: ia partner dialog. Sebab itu posisi dan cara
pandangnya perlu dihargai sebagai sikap yang sah, sekurang-kurangnya dari pihak
dia. Adanya partner dialog bukan untuk dibungkam dengan gagasanku. Mungkin saja
pandangannya salah. Namun perlu didengarkan agar ada titik terang untuk
mengevaluasi. Rekonsiliasi mengandaikan dialog, bukan dominasi satu pihak.
Sebuah entitas sosial, entah keluarga, suku, maupun bangsa perlu didasarkan di
atas penghargaan pada nilai universal, yaitu kemanusiaan [228–229].
Dialog yang mengabaikan identitas
satu pihak bukan dialog. Bumi adalah rumah bersama. Umat manusia hidup dalam
satu rumah, tempat di mana tidak ada satu orang pun diabaikan: kakek, nenek,
orang tua, anak-anak. Semua bekerja sama. Ketika satu orang sakit, semua
menolong. Inilah gambaran komunitas masyarakat yang sejati; inilah komunitas
sosial yang kuat dan menang. Tentu saja sebuah keluarga tidak selalu sempurna:
bisa terjadi pertengkaran. Namun hal itu tidak memisahkan anggotanya. Susah dan
senang dirasakan bersama. Tidak ada yang anonim dalam rumah bersama. Itulah
indahnya hidup bersama [230].
Visi damai seperti ini membutuhkan
kerja keras. Diperlukan sebuah seni membangun damai. Orang yang membangun damai
itu siap mengalami transformasi diri. Damai adalah proyek kehidupan: ia
dibangun dalam keseharian. Ada sebuah bangunan arsitektur damai dalam
masyarakat. Setiap institusi sosial turut ambil bagian berdasarkan kompetensi
mereka yang khusus. Meski demikian, semuanya disatukan dalam satu ‘keahlian’,
yakni damai. Damai mempersatukan [231].
Perlu dikatakan bahwa damai bukan
hal yang sudah final. Damai menuntut budaya perjumpaan yang diupayakan
terus-menerus dan dari berbagai sektor sosial. Sebab ada banyak tantangan dalam
jalan membangun damai. Tantangan utama bagi perdamaian ialah kepentingan
segelintir orang dan yang bersifat sementara. Sering kali orang mengira dapat
mewujudkan perdamaian dengan protes-protes publik, yang hampir selalu diwarnai
aksi kekerasan. Aksi seperti ini memiliki dasar yang sangat kabur, dan lebih
banyak merupakan manipulasi kepentingan politik [232–233].
(Fratelli Tutti, artikel 228–233)
b. Pendalaman
Peserta
didik berdiskusi tentang ajaran Gereja dengan panduan pertanyaan- pertanyaan
berikut ini.
1) Berdasarkan
Nostra Aetate, apa ajaran Gereja tentang sikap kita (umat Katolik) terhadap
agama-agama lain?
2) Apa
pandangan Gereja tentang sikap diskriminasi?
3) Dialog
seperti apa yang dapat mengembangkan persaudaraan sejati antarpemeluk agama dan
kepercayaan lain?
4) Kerja
sama macam apa yang dapat dilaksanakan untuk mengembangkan persaudaraan sejati
dalam hidup kita sehari-hari?
5) Sikap
bagaimana yang perlu kita miliki untuk membangun persaudaraan sejati
antarpemeluk agama dan kepercayaan lain?
c. Melaporkan
hasil diskusi
Peserta
didik melaporkan hasil diskusi kelompoknya masing-masing. Kelompok lain dapat
menanggapinya dengan bertanya atau mengkritisinya.
d. Penjelasan
Guru
memberikan penjelasan setelah mendengar laporan hasil diskusi sebagai peneguhan
dan penambahan wawasan.
1) Konsili
Vatikan II dalam dokumen Nostra Aetate Art. 1 dan 2 mengatakan bahwa kita
hendaknya menghormati agama-agama dan kepercayaan lain, sebab dalam agama-agama
itu terdapat pula kebenaran dan keselamatan. kita hendaknya berusaha dan
bersatu dalam persaudaraan sejati demi keselamatan manusia dan bumi tempat
tinggal kita.
2) Nostra
Aetate juga menegaskan bahwa setiap orang yang tidak mencintai sesamanya dan
tidak mau bersikap sebagai saudara dengan umat dari agama yang lain, maka ia tidak
mengenal Allah. Hal ini terinspirasi dari Injil.
3) Gereja
melalui dokumen ini menolak segala bentuk diskriminasi berdasarkan keturunan
atau warna kulit, kondisi hidup atau agama, atau lainnya yang berlawanan dengan
semangat Kristus.
4) Paus
Fransiskus mengajarkan bahwa “Jalan menuju damai membutuhkan kerja sama. Untuk
menciptakan damai saya perlu berdialog dengan lawan bicara: ia partner dialog.
Sebab itu posisi dan cara pandangnya perlu dihargai sebagai sikap yang sah,
sekurang-kurangnya dari pihak dia. Adanya partner dialog bukan untuk dibungkam
dengan gagasanku. Mungkin saja pandangannya salah. Namun perlu didengarkan agar
ada titik terang untuk mengevaluasi. Rekonsiliasi mengandaikan dialog, bukan
dominasi satu pihak. Sebuah entitas sosial, entah keluarga, suku, maupun bangsa
perlu didasarkan di atas penghargaan pada nilai universal, yaitu kemanusiaan”
[Fratelli Tutti 228–229].
5) Dewasa
ini dialog agama-agama terasa amat kuat pengaruhnya, tidak hanya dalam hidup
Gereja partikular Asia yang menganut pola masyarakat pluri- religius, melainkan
juga telah mewarnai Gereja universal pada umumnya. Sebab gerakan dialog dengan
agama-agama lain telah, sedang dan pasti akan dirintis di mana-mana mulai dari
tingkat yang paling kecil yaitu keluarga, kampung, dan desa sampai tingkat yang
lebih luas nasional dan internasional.
6) Ada
beberapa bentuk dialog yang dikembangkan selama ini oleh Gereja Katolik yaitu
dialog kehidupan, dilog karya, dan dialog pengalaman iman.
7) Dalam
hidup beriman, kita dapat saling memperkaya, walaupun berbeda agama. Ada banyak
ajaran iman yang sama, ada banyak visi dan misi agama yang sama. Lebih dari
itu, semua orang ternyata mempunyai perjuangan yang sama dalam menghayati
ajaran imannya, dan dalam hal ini kita dapat saling belajar, saling meneguhkan,
dan saling memperkaya.
8) Kita
dapat memperoleh banyak hal dari apa yang kita pelajari dari agama Islam,
Hindu, Buddha, Khonghucu, Aliran Kepercayaan dan agama asli, yaitu:
a) Dari
agama Islam, kita dapat belajar sikap pasrah, kepercayaan yang teguh pada Allah
Yang Maha Esa, ketekunan dalam berdoa secara teratur, dan sikap tegar menolak
kemaksiatan.
b) Dari
agama Hindu dan Buddha (juga Aliran Kepercayaan), kita dapat belajar, misalnya,
tentang penekanan pada hal-hal batin. Agama Hindu dan Buddha (demikian juga agama-agama
orientalis lainnya) sangat menekankan doa batin, meditasi, kontemplasi. Yoga
dan berbagai seni bermeditasi lainnya sangat disukai dan dipraktikkan di
seluruh dunia.
c) Dari
agama Konghucu (juga agama Buddha), kita dapat belajar tentang penekanan dan penghayatan
umatnya pada hidup moral dan perilaku. Mereka sangat menekankan praktik hidup
yang baik. Agama Konghucu dan agama Buddha adalah agama moral.
d) Dari
Aliran Kepercayaan dan agama asli, kita dapat belajar tentang kedekatan mereka
pada alam lingkungan hidup. Agama asli percaya akan keharmonisan seluruh
kosmis. Ada mata rantai kehidupan yang melingkupi seluruh alam raya, yang tidak
boleh dirusakkan. Maka, umat agama asli selalu membuat upacara sebelum mereka
mengolah tanah atau menebang pohon, semacam tindakan minta izin kepada sesama
saudara sekehidupan. Dalam gerakan melestarikan ekologi saat ini rupanya kita
perlukan menimba inspirasi dari agama asli ini.
9) Sikap-sikap
yang perlu kita miliki:
a) Bersikap
dewasa, kritis, agar agama tidak diperalat demi kepentingan politik dan
ekonomi.
b) Menjauhkan
diri dari setiap provokasi yang muncul dari fanatisme buta.
c) Berani
mencegah terjadinya pencemaran terhadap simbol-simbol agama mana pun.
Langkah Ketiga: Menghayati Tentang Upaya Membangun Persaudaraan
Antarpemeluk Agama
1. Refleksi
Peserta
didik menuliskan sebuah refleksi pribadi tentang membangun persaudaraan sejati
dengan umat beragama lain.
2. Aksi
a. Peserta
didik membuat rencana aksi untuk mengembangkan dialog, khususnya dialog
kehidupan dengan teman atau umat beragama lain di lingkungan tempat tinggal
atau di manapun berada.
b. Peserta
didik membagikan refleksinya tentang membangun persaudaraan sejati dengan umat
beragama lain di majalah dinding sekolah, atau bagi yang memungkinkan dapat
mengunggah di media digital milik sekolah atau pun milik sendiri seperti
instagram, facebook, line, dengan tujuan untuk menyebarkan virus kebaikan dalam
rangka membangun persaudaraan sejati dengan umat beragama lain.
Doa
Penutup
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Allah Bapa di surga, Kami
berterima kasih atas waktu dan kesempatan dalam belajar bersama ini. Allah Bapa
Engkau telah memberi contoh bagi kami untuk menjaga sikap toleransi bahkan
Engkau mengajari kami bahwa semua orang adalah saudara. Ajarilah kami untuk
mampu menjaga dan menjalin persaudaraan di negara kami tanpa batas melalui
kerja sama umat beriman dalam lintas agama. Semoga dengan bimbinganMu, kami
dapat mewujudkan persaudaraan itu dalam hidup kami. Semoga kami dapat menjadi
terang dan garam dalam masyarakat, menjadi pelopor persaudaraan sejati di
tengah masyarakat bangsa Indonesia yang plural ini.
Doa ini kami satukan dengan doa
yang diajarkan Yesus, Putera-Mu.
Bapa Kami...
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Rangkuman
1. Dalam
kehidupan masyarakat Indonesia, sejak zaman dahulu kala, semangat kebersamaan
dalam persaudaraan sudah terbentuk tanpa melihat latar belakang asal usulnya.
Gotong-royong disebut sebagai ciri khas orang Indonesia dalam kebersamaan.
Dalam perjalanan waktu di beberapa tempat di Indonesia, muncul kejadian atau
peristiwa yang bertentangan dengan semangat cinta kasih, perdamaian dan
persaudaraan sejati.
2. Yesus
secara tegas mengajarkan bahwa dalam hal membangun persaudaraan sejati kita
tidak mengenal latar belakang, atau asal-usul seseorang. Hal itu tampak dalam
perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati. Orang Samaria itu sanggup
menjadi sesama bagi orang lain yang menderita, tanpa memandang asal-usul dan
latar belakang hidupnya.
3. Konsili
Vatikan II dalam dokumen Nostra Aetate Art. 1 dan 2 mengatakan bahwa kita
hendaknya menghormati agama-agama dan kepercayaan lain, sebab dalam agama-agama
itu terdapat pula kebenaran dan keselamatan. kita hendaknya berusaha dan
bersatu dalam persaudaraan sejati demi keselamatan manusia dan bumi tempat
tinggal kita.
4. Nostra
Aetate juga menegaskan bahwa setiap orang yang tidak mencintai sesamanya dan
tidak mau bersikap sebagai saudara dengan umat dari agama yang lain, maka ia
tidak mengenal Allah. Hal ini terinspirasi dari Injil.
5. Gereja
melalui dokumen ini ingin menolak segala bentuk diskriminasi berdasarkan
keturunan atau warna kulit, kondisi hidup atau agama, atau lainnya yang
berlawanan dengan semangat Kristus.
6. Paus
Fransiskus mengajarkan bahwa “Jalan menuju damai membutuhkan kerja sama. Untuk
menciptakan damai saya perlu berdialog dengan lawan bicara: ia partner dialog.
Sebab itu posisi dan cara pandangnya perlu dihargai sebagai sikap yang sah,
sekurang-kurangnya dari pihak dia. Adanya partner dialog bukan untuk dibungkam
dengan gagasanku. Mungkin saja pandangannya salah. Namun perlu didengarkan agar
ada titik terang untuk mengevaluasi. Rekonsiliasi mengandaikan dialog, bukan
dominasi satu pihak. Sebuah entitas sosial, entah keluarga, suku, maupun bangsa
perlu didasarkan di atas penghargaan pada nilai universal, yaitu kemanusiaan”
[Fratelli Tutti 228–229].
7. Ada
beberapa bentuk dialog yang dikembangkan selama ini oleh Gereja Katolik yaitu
dialog kehidupan, dialog karya dan dialog pengalaman iman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar