Cari Blog Ini

Senin, 27 Januari 2025

MEMBANGUN PERSAUDARAAN SEJATI

 

MEMBANGUN PERSAUDARAAN SEJATI

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Allah Bapa kami yang maha pengasih dan penyayang. Engkau telah menanam benih kasih dalam hati semua orang. Bahkan Engkau telah memberikan Roh-Mu sendiri tinggal dalam setiap insan. Dan Engkau menghendaki agar kami saling mengasihi sebagaimana kami mengasihi diri kami sendiri. Kami bersyukur kepada-Mu atas kasih-Mu. Engkau telah mengangkat semua orang menjadi anak-Mu dan mengasihi mereka semua dengan kasih yang sama. Maka semoga kami saling mengasihi dan hidup rukunsebagai saudara. Lebih-lebih kami bersyukur karena Yesus selalu berdoa bagi semua orang agar mereka Bersatu seperti Yesus sendiri bersatu dengan Dikau. Kami mohon, curahkanlah rahmat persaudaraan kepada semua orang agar mereka tekun mengusahakan kedamaian, kerukunan dan ketentraman. Bebaskanlah umat-Mu dari hal yang melemahkan semangat persaudaraan: cekcok, iri, dengki, fitnah, dan sikap hanya mementingkan diri sendiri. Doa ini kami sampaikan kepada-Mu dengan perantaraan Kristus dalam persekutuan dengan Roh Kudus, kini dan sepanjang masa. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

 

Langkah Pertama: Menggali Pemahaman Tentang Membangun Persaudaraan Sejati, Melalui Kerja Sama Antarumat Beragama

1.    Apersepsi

Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan mengajak peserta didik berdialog dan mengajak mereka mengingat kembali tema pembelajaran sebelumnya tentang dialog dan kerja sama antarumat beragama dan berkepercayaan. Guru menanyakan, misalnya adakah kesulitan atau hambatan dalam melakukan penugasan terkait rencana aksi dari subpokok tersebut.

Selanjutnya guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu tentang membangun persaudaraan sejati. Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat memotivasi belajar peserta didik dengan pertanyaan, misalnya: Apakah perdamaian bisa diwujudkan? bagaimana membangun persaudaraan sejati antarumat beragama.

Nah, mari kita memulai pembelajaran dengan mengamati kisah berikut ini.

2.    Mengamati pengalaman persahabatan hidup di masyarakat

a.    Pengalaman persahabatan antarumat beragama

Peserta didik membaca dan menyimak artikel berita berikut ini.

Indahnya Toleransi Jelang Natal di Bukit Menoreh: Warga Beda Agama Bantu Bersihkan Gereja

Kerukunan mereka yang berbeda agama semakin menonjol menjelang perayaan Natal 2019 dan Tahun Baru 2020. Salah satunya terlihat di antara warga Pedukuhan Suren di Desa Pagerharjo, Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Gereja Katolik Santa Lucia berdiri di Pedukuhan Suren. Gereja berada di tepi jalan besar menuju puncak Bukit Menoreh. Warga Suren menggalang kerja bakti membersihkan lingkungan Gereja Santa Lucia tersebut menjelang perayaan Natal kali ini.

Mereka tidak memandang perbedaan agama sebagai hambatan untuk mendukung kelancaran ibadah umat lain. Warga membuat lingkungan bersih dan rapi sehingga bakal nyaman saat digunakan pada 25 Desember 2019, pukul 07.00 WIB. "Pinggir jalan jadi bersih sehingga bisa dimanfaatkan. Biasanya di sana akan dipakai sebagai tempat mobil parkir di luar, motor di dalam;(halaman gereja)," kata Nardi (49), seorang warga Lingkungan Sanjaya Gereja Santa Lucia, Selasa (24/12/2019). Ia mengungkap hal ini via pesan ponsel.

Kerukunan selalu tampak di antara warga jelang hari besar keagamaan mereka. Warga menunjukkan kepedulian cukup besar. Nardi mencontohkan, selain kerja bakti, warga muslim juga melakukan ronda selagi warga kristiani ke gereja menjalankan ibadah, ini terjadi khususnya saat malam misa. Hal sebaliknya, warga non muslim turun ronda di hari besar agama Islam, bahkan selagi mereka melaksanakan teraweh.

Mereka meninggalkan rumah tidak perlu was-was selagi menjalankan ibadah. "Sebaliknya saat masa bulan Ramadhan, warga meninggalkan rumah untuk ibadah, gantian warga kristiani melakukan ronda menjaga rumah warga yang melaksanakan ibadah semisal teraweh," kata Nardi. Belum lagi, organisasi kemasyarakatan kerap terlihat ikut menjaga ibadah gereja membantu aparat. Mereka lantas ikut dalam jamuan bersama.

Kerukunan yang mengakar

Nardi menceritakan, kerukunan warga sejatinya mengakar di antara warga Desa Pagerharjo. Kerukunan diyakini sudah berlangsung turun temurun. Mereka terikat oleh rasa persaudaraan yang sangat kuat. Pasalnya, menurut Nardi, tidak sedikit dari mereka yang berbeda iman masih memiliki hubungan kekerabatan. Itulah yang membuat mereka semakin terikat satu dengan lain. "Persaudaraan tidak bisa dikalahkan," kata Nardi. Itulah mengapa tidak heran bila warga juga bersedia memenuhi undangan ikut perayaan Natal di rumah warga lain. Nardi menceritakan, warga secara bersama pernah merayakan Natal di rumah salah seorang warga di Pedukuhan Kalinongko pada tiga tahun lalu. Warga menghargai undangan perayaan dan hadir di sana. Acara yang berlangsung mulai dari sambutan kepala dusun hingga ramah tamah. Mereka juga mengakhiri perayaan bersama itu dengan saling mengucap salam. Acara semacam ini bertujuan untuk merawat kerukunan di antara mereka. "Kami biasa saling memberi salam. Ketika Idul Fitri, kami mengucapkan Selamat Idul Fitri, ketika Natal mereka biasa mengucap hal serupa," kata Nardi via pesan ponsel.

Warga rukun, ucapkan selamat Natal di grup WhatsApp

Keberagaman dan penghargaan pada kerukunan sesama pemeluk agama yang berbeda, terungkap juga lewat pesan singkat di grup-grup media sosial. Salah satunya, grup WhatsApp sebuah dusun Pagerharjo, Samigaluh. Beragam pesan disampaikan, mulai dari ucapan Selamat Hari Natal hingga doa agar ibadah Natal dan Tahun Baru berjalan kusyuk dan lancar. "Warga muslim yang tidak merayakan Natal mengucapkan selamat dengan berbagai cara, di antaranya lewat grup WhatsApp, tetapi ada juga yang mengucapkan selamat secara langsung," kata Handoko, warga Dusun Jetis. Handoko menceritakan, inilah keindahan kerukunan dalam kehidupan keberagaman di Pagerharjo yang berlangsung cukup baik. Kerukunan yang terus dirawat baik.

Sumber: regional.kompas.com

 

b.    Pendalaman

Peserta didik berdiskusi dalam kelompok kecil untuk mendalami artikel berita dengan beberapa pertanyaan, misalnya:

1)      Apa yang dikisahkan dalam berita itu?

2)      Kerja sama seperti apa yang diceritakan dalam berita itu?

3)      Bagaimana relasi dan kerja sama antarumat beragama di tempat tinggalmu?

4)      Sebagai orang Katolik, apa sikapmu terhadap teman atau umat dari agama lain?

 

c.     Melaporkan hasil diskusi

Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompoknya dan peserta lain memberikan tanggapan, atau bertanya untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam.

 

d.    Penjelasan

Guru memberikan penjelasan setelah mendengar laporan hasil diskusi sebagai peneguhan dan penambahan wawasan.

1)      Masyarakat di Bukit Menoreh Jawa Tengah memandang perbedaan agama bukan sebagai hambatan untuk mendukung kelancaran ibadah umat lain. Mereka justeru melihat perbedaan sebagai rahmat dan kekuatan bagi mereka dalam hidup bersama. Mereka saling kerja sama, saling bersilahturahim, saling menjaga. Mereka menghayati bahwa perbedaan itu indah, dan itu merupakan rahmat Tuhan yang Maha Esa.

2)      Fungsi agama pada dasarnya adalah:

a)      mewartakan keselamatan. Semua agama mewartakan dan menjanjikan keselamatan, bukan bencana. Karena mewartakan dan menjanjikan keselamatan itulah, maka manusia memeluk suatu agama. Manusia mendambakan keselamatan;

b)      mewartakan arti hidup. Agama-agama memberikan pandangan hidup dan meyakinkan penganut-penganutnya untuk meng-hayati pandangan hidup itu. Agama memberi jawaban atas pertanyaan hidup: dari mana asal hidup manusia, apa makna hidup manusia, apa tujuan hidup manusia, dsb. Menghayati pandangan hidup menurut agamanya akan membuat manusia bahagia dan selamat;

c)       mengajarkan cara hidup. Semua agama mengajarkan kepada para penganutnya untuk hidup baik; hidup beretika dan hidup bermoral; hidup yang baik akan membahagiakan dan menyelamatkan;

d)      dilihat dari fungsi-fungsi agama itu, sebenarnya sulit dipahami bahwa ada kerusuhan dan bencana yang disebabkan oleh agama. Hal itu dapat terjadi hanya kalau agama itu ditunggangi oleh kepentingan lain atau tidak dipahami. Maka, semua penganut agama-agama diharapkan untuk menyadari fungsi agama yang sebenarnya dan berusaha untuk menjalin kerja sama dalam persaudaraan yang sejati, karena cita-cita semua agama sebenarnya sama, yaitu keselamatan manusia.

 

Langkah Kedua: Mendalami Ajaran Kitab Suci Dan Ajaran Gereja Tentang Membangun Persaudaraan Antarpemeluk Agama

1.    Ajaran Kitab Suci

a.    Membaca dan menyimak teks Ktab Suci

Peserta didik membaca dan menyimak Injil Lukas 10:25–37

25Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"

26Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?"

27Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."

28Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup."

29Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?"

30Jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati.

31Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.

32Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.

33Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.

34Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.

35Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.

36Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?"

37Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"

 

b.    Pendalaman

Guru mengajak peserta didik untuk berdiskusi kelas dengan panduan beberapa pertanyaan, misalnya:

1)      Apa yang dikisahkan dalam cerita Injil itu?

2)      Apa ajaran Yesus tentang sesama?

3)      Bagaimana caranya mewujudkan persaudaraan sejati menurut kisah itu?

4)      Bagaimana sikapmu sebagai pengikut Kristus dalam pergaulan hidupmu sehari-hari?

 

c.     Penjelasan

Guru memberikan penjelasan setelah mendengar laporan hasil diskusi sebagai peneguhan dan penambahan wawasan.

Sikap Yesus tegas dalam hal membangun persaudaraan sejati tanpa mengenal latar belakang, atau asal usul seseorang. Hal itu tampak dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati. Orang Samaria itu sanggup menjadi sesama bagi orang lain yang menderita, tanpa memandang asal-usul dan latar belakang hidupnya. Orang yang berbeda suku, agama, cara beribadah, dan berbeda kebudayaannya ditolongnya, dikasihinya sepenuh hati dengan segenap jiwa dan akal budinya. Itulah persaudaraan sejati. Persaudaraan sejati antara manusia dan sesama makhluk Tuhan. Persaudaraan sejati tidak dibatasi oleh ikatan darah, suku, atau agama. Setiap manusia siapa pun dia sungguh harus dikasihi sebagai saudara dan sesama.

 

2.    Ajaran Gereja

a.    Membaca dan menyimak ajaran Gereja

Peserta didik mambaca dan menyimak ajaran Gereja Konsili Vatikan II dalam Nostra Aetate artikel 1 dan 2 dan ensiklik Paus Fransiskus Fratelli Tutti berikut ini.

“Pada zaman kita bangsa manusia semakin erat bersatu dan hubungan-hubungan antara pelbagai bangsa berkembang. Gereja mempertimbangkan dengan lebih cermat, manakah hubungannya dengan agama-agama bukan kristiani. Dalam tugasnya mengembangkan kesatuan dan cinta kasih antarmanusia, bahkan antarbangsa, Gereja di sini terutama mempertimbangkan manakah hal-hal yang pada umumnya terdapat pada bangsa manusia, dan yang mendorong semua untuk bersama-sama menghadapi situasi sekarang.

Sebab semua bangsa merupakan satu masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah menghendaki segenap umat manusia mendiami seluruh muka bumi[1]. Semua juga mempunyai satu tujuan terakhir, yakni Allah, yang penyelenggaraan- Nya, bukti-bukti kebaikan-Nya dan rencana penyelamatan-Nya meliputi semua orang, sampai orang yang terpilih dipersatukan dalam Kota suci, yang akan diterangi oleh kemuliaan Allah; di sana bangsa-bangsa akan berjalan dalam cahaya-Nya...(NA.1).

“...Maka Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang iman serta perihidup kristiani, mengakui, memelihara dan mengembangkan harta kekayaan rohani dan moral serta nilai- nilai sosio-budaya, yang terdapat pada mereka...”(NA. 2).

Jalan Perjumpaan yang Baru

Arsitek dan Ahli Perdamaian. Jalan menuju damai membutuhkan kerja sama. Untuk menciptakan damai saya perlu berdialog dengan lawan bicara: ia partner dialog. Sebab itu posisi dan cara pandangnya perlu dihargai sebagai sikap yang sah, sekurang-kurangnya dari pihak dia. Adanya partner dialog bukan untuk dibungkam dengan gagasanku. Mungkin saja pandangannya salah. Namun perlu didengarkan agar ada titik terang untuk mengevaluasi. Rekonsiliasi mengandaikan dialog, bukan dominasi satu pihak. Sebuah entitas sosial, entah keluarga, suku, maupun bangsa perlu didasarkan di atas penghargaan pada nilai universal, yaitu kemanusiaan [228–229].

Dialog yang mengabaikan identitas satu pihak bukan dialog. Bumi adalah rumah bersama. Umat manusia hidup dalam satu rumah, tempat di mana tidak ada satu orang pun diabaikan: kakek, nenek, orang tua, anak-anak. Semua bekerja sama. Ketika satu orang sakit, semua menolong. Inilah gambaran komunitas masyarakat yang sejati; inilah komunitas sosial yang kuat dan menang. Tentu saja sebuah keluarga tidak selalu sempurna: bisa terjadi pertengkaran. Namun hal itu tidak memisahkan anggotanya. Susah dan senang dirasakan bersama. Tidak ada yang anonim dalam rumah bersama. Itulah indahnya hidup bersama [230].

Visi damai seperti ini membutuhkan kerja keras. Diperlukan sebuah seni membangun damai. Orang yang membangun damai itu siap mengalami transformasi diri. Damai adalah proyek kehidupan: ia dibangun dalam keseharian. Ada sebuah bangunan arsitektur damai dalam masyarakat. Setiap institusi sosial turut ambil bagian berdasarkan kompetensi mereka yang khusus. Meski demikian, semuanya disatukan dalam satu ‘keahlian’, yakni damai. Damai mempersatukan [231].

Perlu dikatakan bahwa damai bukan hal yang sudah final. Damai menuntut budaya perjumpaan yang diupayakan terus-menerus dan dari berbagai sektor sosial. Sebab ada banyak tantangan dalam jalan membangun damai. Tantangan utama bagi perdamaian ialah kepentingan segelintir orang dan yang bersifat sementara. Sering kali orang mengira dapat mewujudkan perdamaian dengan protes-protes publik, yang hampir selalu diwarnai aksi kekerasan. Aksi seperti ini memiliki dasar yang sangat kabur, dan lebih banyak merupakan manipulasi kepentingan politik [232–233].

(Fratelli Tutti, artikel 228–233)

 

b.    Pendalaman

Peserta didik berdiskusi tentang ajaran Gereja dengan panduan pertanyaan- pertanyaan berikut ini.

1)   Berdasarkan Nostra Aetate, apa ajaran Gereja tentang sikap kita (umat Katolik) terhadap agama-agama lain?

2)   Apa pandangan Gereja tentang sikap diskriminasi?

3)   Dialog seperti apa yang dapat mengembangkan persaudaraan sejati antarpemeluk agama dan kepercayaan lain?

4)   Kerja sama macam apa yang dapat dilaksanakan untuk mengembangkan persaudaraan sejati dalam hidup kita sehari-hari?

5)   Sikap bagaimana yang perlu kita miliki untuk membangun persaudaraan sejati antarpemeluk agama dan kepercayaan lain?

 

c.     Melaporkan hasil diskusi

Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompoknya masing-masing. Kelompok lain dapat menanggapinya dengan bertanya atau mengkritisinya.

 

d.    Penjelasan

Guru memberikan penjelasan setelah mendengar laporan hasil diskusi sebagai peneguhan dan penambahan wawasan.

1)      Konsili Vatikan II dalam dokumen Nostra Aetate Art. 1 dan 2 mengatakan bahwa kita hendaknya menghormati agama-agama dan kepercayaan lain, sebab dalam agama-agama itu terdapat pula kebenaran dan keselamatan. kita hendaknya berusaha dan bersatu dalam persaudaraan sejati demi keselamatan manusia dan bumi tempat tinggal kita.

2)      Nostra Aetate juga menegaskan bahwa setiap orang yang tidak mencintai sesamanya dan tidak mau bersikap sebagai saudara dengan umat dari agama yang lain, maka ia tidak mengenal Allah. Hal ini terinspirasi dari Injil.

3)      Gereja melalui dokumen ini menolak segala bentuk diskriminasi berdasarkan keturunan atau warna kulit, kondisi hidup atau agama, atau lainnya yang berlawanan dengan semangat Kristus.

4)      Paus Fransiskus mengajarkan bahwa “Jalan menuju damai membutuhkan kerja sama. Untuk menciptakan damai saya perlu berdialog dengan lawan bicara: ia partner dialog. Sebab itu posisi dan cara pandangnya perlu dihargai sebagai sikap yang sah, sekurang-kurangnya dari pihak dia. Adanya partner dialog bukan untuk dibungkam dengan gagasanku. Mungkin saja pandangannya salah. Namun perlu didengarkan agar ada titik terang untuk mengevaluasi. Rekonsiliasi mengandaikan dialog, bukan dominasi satu pihak. Sebuah entitas sosial, entah keluarga, suku, maupun bangsa perlu didasarkan di atas penghargaan pada nilai universal, yaitu kemanusiaan” [Fratelli Tutti 228–229].

5)      Dewasa ini dialog agama-agama terasa amat kuat pengaruhnya, tidak hanya dalam hidup Gereja partikular Asia yang menganut pola masyarakat pluri- religius, melainkan juga telah mewarnai Gereja universal pada umumnya. Sebab gerakan dialog dengan agama-agama lain telah, sedang dan pasti akan dirintis di mana-mana mulai dari tingkat yang paling kecil yaitu keluarga, kampung, dan desa sampai tingkat yang lebih luas nasional dan internasional.

6)      Ada beberapa bentuk dialog yang dikembangkan selama ini oleh Gereja Katolik yaitu dialog kehidupan, dilog karya, dan dialog pengalaman iman.

7)      Dalam hidup beriman, kita dapat saling memperkaya, walaupun berbeda agama. Ada banyak ajaran iman yang sama, ada banyak visi dan misi agama yang sama. Lebih dari itu, semua orang ternyata mempunyai perjuangan yang sama dalam menghayati ajaran imannya, dan dalam hal ini kita dapat saling belajar, saling meneguhkan, dan saling memperkaya.

8)      Kita dapat memperoleh banyak hal dari apa yang kita pelajari dari agama Islam, Hindu, Buddha, Khonghucu, Aliran Kepercayaan dan agama asli, yaitu:

a)      Dari agama Islam, kita dapat belajar sikap pasrah, kepercayaan yang teguh pada Allah Yang Maha Esa, ketekunan dalam berdoa secara teratur, dan sikap tegar menolak kemaksiatan.

b)      Dari agama Hindu dan Buddha (juga Aliran Kepercayaan), kita dapat belajar, misalnya, tentang penekanan pada hal-hal batin. Agama Hindu dan Buddha (demikian juga agama-agama orientalis lainnya) sangat menekankan doa batin, meditasi, kontemplasi. Yoga dan berbagai seni bermeditasi lainnya sangat disukai dan dipraktikkan di seluruh dunia.

c)       Dari agama Konghucu (juga agama Buddha), kita dapat belajar tentang penekanan dan penghayatan umatnya pada hidup moral dan perilaku. Mereka sangat menekankan praktik hidup yang baik. Agama Konghucu dan agama Buddha adalah agama moral.

d)      Dari Aliran Kepercayaan dan agama asli, kita dapat belajar tentang kedekatan mereka pada alam lingkungan hidup. Agama asli percaya akan keharmonisan seluruh kosmis. Ada mata rantai kehidupan yang melingkupi seluruh alam raya, yang tidak boleh dirusakkan. Maka, umat agama asli selalu membuat upacara sebelum mereka mengolah tanah atau menebang pohon, semacam tindakan minta izin kepada sesama saudara sekehidupan. Dalam gerakan melestarikan ekologi saat ini rupanya kita perlukan menimba inspirasi dari agama asli ini.

9)      Sikap-sikap yang perlu kita miliki:

a)      Bersikap dewasa, kritis, agar agama tidak diperalat demi kepentingan politik dan ekonomi.

b)      Menjauhkan diri dari setiap provokasi yang muncul dari fanatisme buta.

c)       Berani mencegah terjadinya pencemaran terhadap simbol-simbol agama mana pun.

 

Langkah Ketiga: Menghayati Tentang Upaya Membangun Persaudaraan Antarpemeluk Agama

1.    Refleksi

Peserta didik menuliskan sebuah refleksi pribadi tentang membangun persaudaraan sejati dengan umat beragama lain.

 

2.    Aksi

a.    Peserta didik membuat rencana aksi untuk mengembangkan dialog, khususnya dialog kehidupan dengan teman atau umat beragama lain di lingkungan tempat tinggal atau di manapun berada.

b.    Peserta didik membagikan refleksinya tentang membangun persaudaraan sejati dengan umat beragama lain di majalah dinding sekolah, atau bagi yang memungkinkan dapat mengunggah di media digital milik sekolah atau pun milik sendiri seperti instagram, facebook, line, dengan tujuan untuk menyebarkan virus kebaikan dalam rangka membangun persaudaraan sejati dengan umat beragama lain.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Allah Bapa di surga, Kami berterima kasih atas waktu dan kesempatan dalam belajar bersama ini. Allah Bapa Engkau telah memberi contoh bagi kami untuk menjaga sikap toleransi bahkan Engkau mengajari kami bahwa semua orang adalah saudara. Ajarilah kami untuk mampu menjaga dan menjalin persaudaraan di negara kami tanpa batas melalui kerja sama umat beriman dalam lintas agama. Semoga dengan bimbinganMu, kami dapat mewujudkan persaudaraan itu dalam hidup kami. Semoga kami dapat menjadi terang dan garam dalam masyarakat, menjadi pelopor persaudaraan sejati di tengah masyarakat bangsa Indonesia yang plural ini.

Doa ini kami satukan dengan doa yang diajarkan Yesus, Putera-Mu.

Bapa Kami...

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Rangkuman

1.    Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, sejak zaman dahulu kala, semangat kebersamaan dalam persaudaraan sudah terbentuk tanpa melihat latar belakang asal usulnya. Gotong-royong disebut sebagai ciri khas orang Indonesia dalam kebersamaan. Dalam perjalanan waktu di beberapa tempat di Indonesia, muncul kejadian atau peristiwa yang bertentangan dengan semangat cinta kasih, perdamaian dan persaudaraan sejati.

2.    Yesus secara tegas mengajarkan bahwa dalam hal membangun persaudaraan sejati kita tidak mengenal latar belakang, atau asal-usul seseorang. Hal itu tampak dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati. Orang Samaria itu sanggup menjadi sesama bagi orang lain yang menderita, tanpa memandang asal-usul dan latar belakang hidupnya.

3.    Konsili Vatikan II dalam dokumen Nostra Aetate Art. 1 dan 2 mengatakan bahwa kita hendaknya menghormati agama-agama dan kepercayaan lain, sebab dalam agama-agama itu terdapat pula kebenaran dan keselamatan. kita hendaknya berusaha dan bersatu dalam persaudaraan sejati demi keselamatan manusia dan bumi tempat tinggal kita.

4.    Nostra Aetate juga menegaskan bahwa setiap orang yang tidak mencintai sesamanya dan tidak mau bersikap sebagai saudara dengan umat dari agama yang lain, maka ia tidak mengenal Allah. Hal ini terinspirasi dari Injil.

5.    Gereja melalui dokumen ini ingin menolak segala bentuk diskriminasi berdasarkan keturunan atau warna kulit, kondisi hidup atau agama, atau lainnya yang berlawanan dengan semangat Kristus.

6.    Paus Fransiskus mengajarkan bahwa “Jalan menuju damai membutuhkan kerja sama. Untuk menciptakan damai saya perlu berdialog dengan lawan bicara: ia partner dialog. Sebab itu posisi dan cara pandangnya perlu dihargai sebagai sikap yang sah, sekurang-kurangnya dari pihak dia. Adanya partner dialog bukan untuk dibungkam dengan gagasanku. Mungkin saja pandangannya salah. Namun perlu didengarkan agar ada titik terang untuk mengevaluasi. Rekonsiliasi mengandaikan dialog, bukan dominasi satu pihak. Sebuah entitas sosial, entah keluarga, suku, maupun bangsa perlu didasarkan di atas penghargaan pada nilai universal, yaitu kemanusiaan” [Fratelli Tutti 228–229].

7.    Ada beberapa bentuk dialog yang dikembangkan selama ini oleh Gereja Katolik yaitu dialog kehidupan, dialog karya dan dialog pengalaman iman.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar