TANTANGAN DAN PELUANG UMAT KATOLIK
DALAM MEMBANGUN BANGSA DAN NEGARA
Doa Pembuka
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Allah Bapa yang penuh kasih,
terima kasih untuk segala rahmat yang Engkau berikan kepada kami sepanjang
hidup kami. Pada kesempatan yang indah ini kami akan belajar untuk memahami
tentang tantangan dan peluang umat Katolik dalam membangun bangsa dan negara
sebagaimana yang Engkau kehendaki. Semoga tantangan-tantangan yang ada dapat
kami hadapi dengan baik, dan oleh karena pertolongan-Mu, kami umatmu dapat
menjadi saluran berkat bagi bangsa dan negara kami tercinta. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Langkah Pertama: Mendalami Tantangan-Tantangan Yang Dihadapi
Bangsa Indonesia Saat Ini
1. Apersepsi
Guru
mengawali kegiatan pembelajaran dengan mengajak peserta didik berdialog dan
mengajak mereka mengingat kembali tema pembelajaran sebelumnya tentang dasar
keterpanggilan Gereja dalam membangun bangsa dan negara. Guru menanyakan,
misalnya; adakah kesulitan atau hambatan dalam melakukan penugasan terkait
rencana aksi, khususnya pada subpokok tersebut.
Selanjutnya
guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu tentang tantangan dan
peluang umat Katolik dalam membangun bangsa dan negara. Berkaitan dengan materi
pembelajaran ini, guru dapat memotivasi belajar peserta didik dengan
pertanyaan, misalnya: apa saja tantangan dan peluang umat Katolik dalam
membangun bangsa dan negara.
Nah,
mari kita memulai pembelajaran dengan menyimak artikel berikut ini.
2. Mengamati
situasi kehidupan
Peserta
didik membaca dan menyimak artikel berikut ini.
Bahaya
Hoax Bagi Kehidupan Masyarakat
FENOMENA hoax telah terjadi sejak
masa lampau. Namun, hoax beberapa tahun belakangan ini baru mengambil peran
utama dalam panggung diskursus publik Indonesia. Sebetulnya hoaks punya akar
sejarah yang panjang. Hoaks yang kini tercantum di Kamus Besar Bahasa Indonesia
dengan arti berita bohong.
Sebuah kebohongan bisa disebut
sebagai hoaks apabila dibuat dengan sengaja agar dipercaya sebagai kebenaran. Kebohongan
baru bisa disebut hoaks apabila keberadaannya memiliki tujuan tertentu, seperti
misalnya untuk memengaruhi opini publik. Hingga kini, eksistensi hoaks terus
meningkat. Dari kabar palsu seperti entitas raksasa seperti Loch Ness, tembok
China yang terlihat dari luar angkasa, hingga ribuan hoaks yang bertebaran di
pemilihan umum presiden Amerika Serikat di tahun 2016.
Semua hoaks tersebut punya tujuan
masing-masing, dari sesederhana publisitas diri hingga tujuan yang amat genting
seperti politik praktis sebuah negara adidaya. Kemunculan internet semakin
memperparah sirkulasi hoaks di dunia. Sama seperti meme, keberadaannya sangat
mudah menyebar lewat media-media sosial. Apalagi biasanya konten hoaks memiliki
isu yang tengah ramai di masyarakat dan menghebohkan, yang membuatnya sangat
mudah memancing orang membagikannya.
Menteri Komunikasi dan Informatika
Rudiantara pernah mengungkapkan bahwa hoaks dan media sosial seperti vicious
circle, atau lingkaran setan. "(Pengguna) media sosial pun sering mengutip
situs hoaks. Berputar-putar di situ saja," ujar Rudiantara. Dari situ
langkah pencegahan mulai gencar dilakukan. Termasuk oleh Facebook dan Twitter
sebagai pemilik platform yang membuat tim khusus untuk meminimalisasi
keberadaannya. Ditambah lagi dengan kemunculan media abal-abal yang sama sekali
tak menerapkan standar jurnalisme. Peran media profesional yang seharusnya
membawa kecerahan dalam sebuah persoalan yang simpang siur di masyarakat
semakin lama semakin tergerus.
Masyarakat diimbaunya untuk tak mudah
percaya kabar viral, apalagi bersumber dari media yang abal-abal. Masyarakat
harus mengedepankan keingintahuan lebih, dan berfikir apakah berita ini benar
adanya. Masyarakat juga bisa mengecek kebenaran informasinya, salah satunya
dengan melihat berbagai media yang dapat dipercaya. Artinya mengedepankan
prinsip-prinsip jurnalisme yang baik, mengedepankan fakta dan kebenaran.
Sumber:
https://m.batamtoday.com/berita136863-Bahaya-Hoax-Bagi-Kehidupan-Masyarakat.html
3. Pendalaman
Peserta
didik berdiskusi dalam kelompok untuk mendalami artikel ini. dan menemukan
berbagai tantangan yang sedang dihadapi bangsa dan negara. Pertanyaan untuk
diskusi kelompok:
a. Mengapa
banyak orang percaya dengan hoaks?
b. Apa
akibat dari berita hoaks di masyarakat?
c. Bagaimana
seharusnya kita menyikapi berita yang beredar di media sosial?
d. Masalah-masalah
lain apa saja yang sedang dihadapi bangsa Indonesia?
4. Melaporkan
hasil diskusi
Peserta
didik menyampaikan hasil diskusi kelompoknya masing-masing dan peserta lain
dapat menanggapi laporan tersebut dengan bertanya atau mengkritisinya.
5. Penjelasan
Guru
memberikan penjelasan sebagai peneguhan setelah mendengar laporan hasil diskusi
kelompok, misalnya sebagai berikut:
Etika
komunikasi
a. Menurut
KBBI, Hoaks mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber [3]. Menurut
Silverman (2015), hoaks merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang
sengaja disesatkan, tetapi “dijual” sebagai kebenaran [4]. Hoaks bukan sekadar
misleading alias menyesatkan, informasi dalam fake news juga tidak memiliki
landasan faktual, tetapi disajikan seolah-olah sebagai serangkaian fakta [5]
(https://id.wikipedia.org/ wiki/Berita_bohong)
b. Orang
mudah sekali mempercayai hoaks karena semakin banyaknya informasi yang menyebar
ditambah semakin mudahnya masyarakat mengakses informasi.
c. sebuah
kebohongan yang dikarang sedemikian rupa oleh seseorang untuk menutupi atau
mengalihkan perhatian dari kebenaran, yang digunakan untuk kepentingan pribadi,
baik itu secara intrinsik maupun ekstrinsik. Informasi yang dipublikasikan melalui
media digital cenderung dipilih karena memang memiliki kecepatan akses yang
lebih tinggi apabila dibandingkan dengan media konvensional.
d. Sebagai
akibat kecepatan akses tersebut, informasi yang beredar acap kali tanpa melalui
proses penyuntingan dan verifikasi kebenaran yang jelas. Akibatnya, masyarakat
merasa linglung "kebingungan" ketika berita fakta dan berita bohong
berseliweran silih berganti dengan begitu cepatnya. Gejala yang merujuk pada
fenomena yang dikenal dengan istilah kejutan budaya (culture shock).
e. Setiap
individu harus menjadi "lembaga sensor" bagi dirinya sendiri. Dalam
level keluarga, orang tualah yang berperan memberi pemahaman, pengertian dan
pengawasan pada anak-anaknya. Adapun dalam sebuah institusi, para
pimpinannyalah yang mengoptimalkan komunikasi internal agar gejala penyebaran
hoaks agar dapat dieliminir dan terdeketsi sejak dini. Dengan membuka
saluran-saluran komunikasi dalam institusi juga dapat memberi forum bagi
terjadinya komunikasi internal yang konstruktif. Semua hal ini berkaitan dengan
etika komunikasi yang harus diperhatikan semua kita agar kita dapat hidup damai
dan sejahtera.
Etika
politik
Ambisi
akan kekuasaan dan harta keayaan yang menjadi bagian dari pendorong politik
kepentingan yang sangat membatasi ruang publik, yakni ruang kebebasan politik
dan ruang peran serta warga negara sebagai subjek. Ruang publik disamakan
dengan pasar. Yang dianggap paling penting adalah kekuatan uang dan hasil
ekonomi. Manusia hanya diperalat sehingga cenderung diterapkan diskriminasi,
dan kemajemukan pun diabaikan. Kita dapat menyaksikan begitu banyak politisi
Indonesia yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi karena money
politic atau politik uang untuk mebeli suara pemilih secara tidak beretika.
Masalah
ekonomi
Masalah
krisis ekonomi terjadi hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia. Krisis
ekonomi menimpa pemerintah dan masyarakat sekaligus. Pada saat ini, keadaan
ekonomi di Indonesia juga dunia semakin dipersulit karena adanya pandemi virus
Corona. Banyak tenaga kerja mengalami pemutusan gubungan kerja karena
perusahaannya berhenti beroperasi, dan hal ini meningkatkan angka pengangguran
dan kemiskinan secara menyeluruh.
Merebaknya
aliran fundamentalis radikal
Fundamentalisme
itu pandangan yang berpusat pada diri manusia, sehingga manusia menjadi tolok
ukurnya. Karena itu fundamentalisme prinsipnya “menutup diri” terhadap
kebenaran dari paham di luar dirinya. Akhirnya fundamentalisme dapat berakhir
pada arogansi terhadap orang lain.
Lemahnya
penegakan hukum
Dalam
berbagai kasus penegakan hukum baik perdata maupun pidana, banyak terjadi
ketidakadilan. Keadilan hukum hanya tajam untuk orang di bawah tetapi tumpul
untuk orang yang di atas. Artinya bahwa keadilan hukum di lembaga peradilan
hanya diberlakukan bagi masyarakat kecil yang lemah secara ekonomi, karena
mereka tidak mampu menyogok para penegak hukum. Di sisi lain para penguasa dan
kaum kaya raya dapat membeli para penegak hukum sehingga mereka bisa bebas dari
hukuman, atau minimal mendapat hukuman ringan. Dalam beberapa kasus, seorang
pencopet atau maling ayam, dihukum jauh lebih berat daripada seorang koruptor
yang telah mencuri uang negara ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah. Publik
Indonesia pun sudah mengetahui bagaimana banyak koruptor kelas kakap yang
sedang mendekam di penjara tetapi dapat berkeliaran bebas di luar dan berpesta
pora serta melancong ke mana-mana.
Berbagai
bencana dan kerusakan alam
Bencana
alam dan kerusakan alam menjadi tantangan nyata di hadapan kita. Bencana alam
bisa disebabkan oleh kondisi alam itu sendiri, seperti gempa bumi, dan letusan
gunung berapi. Namun bencana alam juga dapat disebabkan oleh perbuatan manusia
sendiri, seperti penggundulan dan pembakaran hutan untuk berbagai tujuan;
penebangan pohon secara serampangan sehingga menimbulkan bencana longsor dan
banjir bandang yang merenggut jiwa dan harta. Kerusakan alam juga disebabkan
oleh limbah industri yang mematikan ekosistem di sekitarnya.
Langkah Kedua: Menggali Ajaran Gereja Tentang Bagaimana
Peluang-Peluang Umat Katolik Dalam Pembangunan
1. Ajaran
Gereja.
Peserta
didik membaca dan menyimak artikel berikut ini.
a. Etika
Komunikasi
Saat
ini di Indonesia muncul budaya berita hoaks yang semakin marak dimana- mana.
Banyak orang secara sengaja menciptakan hoaks atau berita tipu daya, berita bohong
dengan sengaja untuk menciptakan kebencian terhadap seseorang atau satu
golongan. Banyak kasus berita hoax menimbulakan keresahan hidup masyarakat.
Dewan Kepausan Untuk Komunikasi Sosial dalam dokumen tentang Etika dalam
Internet (22 Februari 2002) menyatakan: “keutamaan solidaritas adalah ukuran
kegunaan yang ditawarkan internet bagi kebaikan bersama. Kebaikan bersamalah
yang menjadi konteks untuk mempertimbangkan pertanyaan moral ini: “Apakah
sarana komunikasi sosial digunakan untuk kebaikan atau kejahatan.” Banyak orang
dan kelompok berbagi tanggung jawab dalam hal ini. Semua pengguna internet
diwajibkan menggunakannya dengan cara yang terinformasi dan disiplin untuk
tujuan yang baik secara moral. Para orang tua hendaknya membimbing dan
mengawasi anak-anak dalam menggunakannya. Sekolah-sekolah serta lembaga-
lembaga dan program-program pendidikan lainnya hendaknya mengajarkan penggunaan
internet dengan bijak sebagai bagian pendidikan media massa komprehensif, yang
mencakup tidak hanya pelatihan dalam kemampuan-kemampuan teknis –‘literasi
komputer’ dan yang serupa–, tetapi juga kemampuan mengevaluasi isi secara tepat
dan bijak. Mereka, yang keputusan-keputusan dan tindakan-tindakannya berperan
membentuk struktur dan isi internet, memiliki kewajiban untuk melaksanakan
solidaritas dalam pelayanan kebaikan bersama” (ETIKA DALAM INTERNET, Dewan
Kepausan untuk Komunikasi Sosial 22 Februari 2002). Kita sebagai umat Katolik
dapat menjadi yang terdepan dalam membangun budaya komunikasi, khususnya
komunikasi digital secara baik atau beretika.
b. Etika
Politik
Etika
Politik di Indonesia masih memprihatinkan. Banyak orang berpolitik dengan
cara-cara yang kurang beretika, misalnya politik uang. Mereka melakukan korupsi
untuk biaya politiknya, dan setelah mendapat kursi kekuasaan, mereka melakukan
korupsi untuk mengembalikan uang yang telah mereka keluarkan untuk merebut
kursi kekuasaan. Gereja Katolik perlu memperjuangkan agar politik tidak hanya
dipahami secara pragmatis sebagai sarana untuk mencari kekuasaan dan kekayaan,
melainkan sebagai suatu jerih payah untuk membuat transformasi situasi
masyarakat yang kacau menjadi masyarakat yang tertata dan mampu menciptakan
kesejahteraan umum.
Relasi
Gereja dan Negara untuk kepentingan terwujudnya kesejahteraan umum dinyatakan
oleh Konsili sebagai berikut:
“Negara
dan Gereja bersifat otonom tidak saling tergantung dibidang masing- masing.Akan
tetapi keduanya, kendati atas dasar yang berbeda, melayani panggilan pribadi
dan sosial orang-orang yang sama. Pelaksanaan itu akan lebih efektif jika
negara dan Gereja menjalin kerja sama yang sehat, dengan mengindahkan situasi
setempat dan sesama. Sebab manusia tidak terkungkung dalam tata duniawi saja,
melainkan juga mengabdi kepada panggilannya untuk kehidupan kekal. Gereja, yang
bertumpu pada cinta kasih Sang Penebus, menyumbangkan bantuannya, supaya di
dalam kawasan bangsa sendiri dan antara bangsa-bangsa makin meluaslah keadilan
dan cinta kasih. Dengan mewartakan kebenaran Injil, dan dengan menyinari semua
bidang manusiawi melalui ajaran-Nya dan melalui kesaksian umat kristiani,
Gereja juga menghormati dan mengembangkan kebebasan serta tanggung jawab
politik para warga negara.” (KV II, GS art. 76)
c. Krisis
Ekonomi
Krisis
ekonomi sering terjadi melanda dunia termasuk Indonesia yang menimbulkan
kesukaran-kesukaran hidup bagi kelompok masyarakat kelas ekonomi bawah atau
orang miskin. Untuk masalah pemiskinan secara ekonomi tersebut, Konsili Vatikan
mengajarkan bahwa: “Makna-tujuan yang paling inti produksi itu bukanlah
semata-mata bertambahnya hasil produksi, bukan pula keuntungan atau kekuasaan,
melainkan pelayanan kepada manusia, yakni manusia seutuhnya, dengan
mengindahkan tata urutan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya maupun
tuntutan-tuntutan hidupnya di bidang intelektual, moral, rohani, dan keagamaan;
katakanlah: manusia siapa saja, kelompok manusia mana pun juga, dari setiap
suku dan wilayah dunia. Oleh karena itu kegiatan ekonomi harus dilaksanakan
menurut metode-metode dan kaidah-kaidahnya sendiri, dalam batas-batas moralitas
sehingga terpenuhilah rencana Allah tentang manusia”. (KV II GS art. 64).
Harapan
Konsili itu jelas, perekonomian mesti terutama mengabdi kepentingan
perkembangan manusia, sehingga titik berat perkem-bangan ekonomi bukan sekadar
keuntungan semata mata! Di sinilah tantangan sekaligus sebagai peluang bagi
umat Katolik dan umat beragama dan berkepercayaan lainnya untuk mengembangkan
ekonomi yang berpihak pada kesejahteraan rakyat.
d. Merebaknya
aliran fundamentalis radikal
Fundamentalisme
itu pandangan yang berpusat pada diri manusia, sehingga manusia menjadi tolok
ukurnya. Karena itu fundamentalisme prinsipnya “menutup diri” terhadap
kebenaran dari paham di luar dirinya. Akhirnya fundamentalisme dapat berakhir
pada arogansi terhadap orang lain, kekerasan demi mencapai tujuannya sendiri.
Berhadapan dengan berbagai aliran itu, kepentingan kehadiran Gereja tidak lain
adalah mendorong gerakan “kebebasan beragama” dan “gerakan humanisme sejati,
yang tertuju pada Allah.” Demi kepentingan gerakan kebebasan beragama, Konsili
Vatikan II, secara khusus menyatakannya.
“Bahwa
pribadi manusia berhak atas kebebasan beragama. Kebebasan itu berarti, bahwa
semua orang harus kebal terhadap paksaan dari pihak orangorang perorangan
maupun kelompok-kelompok sosial atau kuasa manusiawi mana pun juga, sedemikian
rupa, sehingga dalam hal keagamaan tak seorang pun dipaksa untuk bertindak
melawan suara hatinya, atau dihalang-halangi untuk dalam batas-batas yang wajar
bertindak menurut suara hatinya, baik sebagai perorangan maupun di muka umum,
baik sendiri maupun bersama dengan orang-orang lain. Selain itu Konsili
menyatakan, bahwa hak menyatakan kebebasan beragama sungguh didasarkan pada
martabat pribadi manusia, sebagaimana dikenal berkat sabda Allah yang
diwahyukan dan dengan akal-budi." Hak pribadi manusia atas kebebasan
beragama harus diakui dalam tata hukum masyarakat sedemikian rupa, sehingga
menjadi hak sipil.” (KV II, Dignitatis Humanae, art. 2). Terhadap cara pandang
yang sempit dan picik dan merasa benar sendiri, Paulus VI menunjukkan nilai humanisme
yang semestinya menjadi nilai universal dalam masyarakat dunia.
“Tujuan
mutakhir ialah humanisme yang terwujudkan seutuhnya. Dan tidakkah itu berarti
pemenuhan manusia seutuhnya dan tidap manusia? Humanisme yang picik,
terkungkung dalam dirinya tidak terbuka bagi nilai- nilai roh dan bagi Allah
yang menjadi Sumbernya, barangkali nampaknya saja berhasil, sbeba manusia dapat
berusha menta kenyataan duniawi tanpa Allah. Akan tetapi bula
kenyataan-kenyataan itu tertutup bagi Allah, akhirnya justru akan berbalik
melawan manusia. Humanisme yang tertutup bagi kenyataan lain jadi tidak
manusiawi. Humanisme yang sejati menunjukkan jalan kepada Allah serta mengakui
tugas yagn menjadi pokok panggilan kita, tugas yang menyajikan kepada kita
makna sesungguhya hidup manusiawi. Bukan manusialah norma mutakhir manusia.
Manusia hanya menjadi sungguh manusiawi bila melampaui diri sendiri. Menurut
Blaise Pascal, “Manusia secara tidak terbatas mengungguli martabatnya” (Paulus
VI, Populorum Progressio art. 42).
e. Lemahnya
penegakan hukum
Dari
segi lemahnya penegakan hukum, kita harus berusaha mengubah mind-set peranan
hukum dalam masyarakat, bahwa hukum bukan sarana untuk mempermudah agar
“kasus-kasus” Pidana dan Perdata diperlakukan sebagai “komoditi”, tetapi hukum
berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan hidup bersama yang memungkinkan
terciptanya kesejahteraan umum. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa
““...Kesadaran akan martabat manusia semakin mendalam. Maka di pelbagai kawasan
dunia ini muncullah usaha untuk membaharui tata politik berdasarkan hukum,
supaya hak-hak pribadi dalam kehidupan umum lebih dilindungi, misalnya hak
untuk dengan bebas mengadakan pertemuan dan mendirikan organisasi; hak untuk
mengungkapkan pendapat-pendapatnya sendiri, dan untuk mengamalkan agama sebagai
perorangan maupun di muka umum. Sebab terjaminnya hak-hak pribadi merupakan
syarat mutlak, supaya para warga negara, masing-masing mempunyai kolektif,
dapat bereperanserta secara aktif dalam kehidupan dan pemerintahan negara...”
(KV II GS art. 73).
Dalam
Kitab Suci, kita dapat melihat bagaimana Yesus menuntut bangsa Yahudi supaya
taat kepada hukum Taurat sebab pada dasarnya hukum Taurat dibuat demi kebaikan
dan keselamatan manusia (bdk. Mat. 5:17–43). Satu titik pun tidak boleh
dihilangkan dari hukum Taurat. Ia hanya menolak hukum Taurat yang sudah
dimanipulasi, di mana hukum tidak diabdikan untuk manusia, tetapi manusia
diabdikan untuk hukum. Segala hukum, peraturan, dan perintah harus diabdikan
untuk tujuan kemerdekaan manusia. Maksud terdalam dari setiap hukum adalah
membebaskan (atau menghindarkan) manusia dari segala sesuatu yang (dapat)
menghalangi manusia untuk berbuat baik. Demikian pula tujuan hukum Taurat.
Sikap Yesus terhadap hukum Taurat dapat diringkas dengan mengatakan bahwa Yesus
selalu memandang hukum Taurat dalam terang hukum kasih.
Mereka
yang tidak peduli dengan maksud dan tujuan hukum, hanya asal menepati huruf
hukum, akan bersikap legalistis: pemenuhan hukum secara lahiriah sedemikian
rupa sehingga semangat hukum kerap kali dikurbankan. Misalnya, ketika kaum
Farisi menerapkan peraturan mengenai hari Sabat dengan cara yang merugikan
perkembangan manusia, Yesus mengajukan protes demi tercapainya tujuan peraturan
itu sendiri, yakni kesejahteraan manusia: jiwa dan raga. Menurut keyakinan awal
orang Yahudi sendiri, peraturan mengenai hari Sabat adalah karunia Allah demi
kesejahteraan manusia (bdk. Ul 5:12-15; Kel. 20:8–11; Kej. 2:3). Akan tetapi,
sejak pembuangan Babilonia (587–538 SM), peraturan itu oleh para rabi cenderung
ditambah dengan larangan-larangan yang sangat rumit. Memetik butir gandum
sewaktu melewati ladang yang terbuka tidak dianggap sebagai pencurian. Kitab
Ulangan yang bersemangat perikemanusiaan mengizinkan perbuatan tersebut. Akan
tetapi, hukum seperti yang ditafsirkan para rabi melarang orang menyiapkan
makanan pada hari Sabat dan karenanya juga melarang menuai dan menumbuk gandum
pada hari Sabat. Dengan demikian, para rabi menulis hukum mereka sendiri yang
bertentangan dengan semangat perikemanusiaan Kitab Ulangan. Hukum ini menjadi
beban, bukan lagi bantuan guna mencapai kepenuhan hidup sebagai manusia.
Oleh
karena itu Yesus mengajukan protes. Ia mempertahankan maksud Allah yang
sesungguhnya dengan peraturan mengenai Sabat itu. Yang dikritik Yesus bukanlah
aturan mengenai hari Sabat sebagai pernyataan kehendak Allah, melainkan cara
hukum itu ditafsirkan dan diterapkan. Mula-mula, aturan mengenai hari Sabat
adalah hukum sosial yang bermaksud memberikan kepada manusia waktu untuk
beristirahat, berpesta, dan bergembira setelah enam hari bekerja. Istirahat dan
pesta itu memungkinkan manusia untuk selalu mengingat siapa sebenarnya dirinya
dan untuk apakah ia hidup. Sebenarnya, peraturan mengenai hari Sabat mengatakan
kepada kita bahwa masa depan kita bukanlah kebinasaan, melainkan pesta. Dan,
pesta itu sudah boleh mulai kita rayakan sekarang dalam hidup di dunia ini,
dalam perjalanan kita menuju Sabat yang kekal. Cara unggul mempergunakan hari
Sabat ialah dengan menolong sesama (bdk. Mrk 3:1–5). Hari Sabat bukan untuk
mengabaikan kesempatan berbuat baik. Pandangan Yesus tentang Taurat adalah
pandangan yang bersifat memerdekakan, sesuai dengan maksud yang sesungguhnya
dari hukum Taurat.
f.
Berbagai bercana dan kerusakan alam
Bencana
alam dan kerusakan alam menantang Gereja untuk berefleksi, “Di manakah Gereja
itu hidup, bukankah lingkungan hidup juga sangat crucial untuk hidup Gereja di
tengah dunia? Maka persoalan pengrusakan lingkungan hidup itu tidak hanya
masalah dunia, tetapi juga masalah Gereja. Paus Paulus VI, dalam Ensiklik Populorum
Progressio, art. 21, menegaskan:
“Bukan
saja lingkungan materiil terus menurus merupakan ancaman pencemaran dan sampah,
penyakit baru dan daya penghancur, melainkan lingkungan hidup manusiawi tidak
lagi dikendalikan oleh manusia, sehingga menciptakan lingkungan yang untuk masa
depan mungkin sekali tidak tertanggung lagi. Itulah persoalan sosial berjangkau
luas, yang sedang memprihatinkan segenap keluarga manusia.”
Dengan
demikian, Gereja juga ditantang untuk terlibat dalam dunia pertanian yang sudah
rusak karena perusakan sistematis sehingga merusak tatanan dan fungsi
lingkungan hidup.
2. Pendalaman
Dalam
kelompok diskusi Peserta didik mendalami artikel dengan pertanyaan- pertanyaan
berikut ini.
a. Buatlah
analisa berkaitan dengan masalah hoaks yang berkembangkan saat ini, apa
pandangan atau ajaran Gereja tentang etika komunikasi sebagaimana yang
disampaikan Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial tentang Gereja dan internet!
b. Buatlah
analisa tentang Etika politik menurut Gaudium et Spes art. 76 berkaitan dengan
masalah praktik etika politik di Indonesia!
c. Buatlah
analisa tentang pengembangan ekonomi menurut Gaudium et Spes 64 dengan masalah
ekonomi yang terjadi di Indonesia!
d. Buatlah
analisa tentang penegakan hukum menurut Gaudim et Spes 73 berkaitan dengan
masalah penegakan hukum di Indonesia!
e. Buatlah
analisa tentang masalah aliran fundamentalis radikal dan bagaimana Gereja
menanggulanginya menurut Dignitatis Humanae, art.1!
f. Buatlah
analisa tentang berbagai bencana dan kerusakan alam dan bagamana Gereja
menanggulanginya berdasarkan Ensiklik Populorum Progressio, art. 21!
3. Melaporkan
hasil diskusi
Setiap
kelompok melaporkan hasil diskusi kelompoknya masing-masing, dan peserta lain
dapat memberikan tanggapan atas laporan hasil diskusi tersebut.
4. Penjelasan
Setelah
mendengar laporan hasil diskusi kelompok, guru memberikan penjelasan sebagai
peneguhan, misalnya:
a. Keutamaan
solidaritas adalah ukuran kegunaan yang ditawarkan internet bagi kebaikan
bersama. Kebaikan bersamalah yang menjadi konteks untuk mempertimbangkan
pertanyaan moral ini: “Apakah sarana komunikasi sosial digunakan untuk kebaikan
atau kejahatan.” Banyak orang dan kelompok berbagi tanggung jawab dalam hal
ini. Semua pengguna internet diwajibkan menggunakannya dengan cara yang
terinformasi dan disiplin untuk tujuan yang baik secara moral.
b. Gereja
Katolik perlu memperjuangkan agar politik tidak hanya dipahami secara pragmatis
sebagai sarana untuk mencari kekuasaan dan kekayaan, melainkan sebagai suatu
jerih payah untuk membuat transformasi situasi masyarakat yang kacau menjadi
masyarakat yang tertata dan mampu menciptakan kesejahteraan umum.
c. Dengan
mewartakan kebenaran Injil, dan dengan menyinari semua bidang manusiawi melalui
ajaran-Nya dan melalui kesaksian umat kristiani, Gereja juga menghormati dan
mengembangkan kebebasan serta tanggung jawab politik para warga negara. (GS
art. 76)
d. Perekonomian
mesti terutama mengabdi kepentingan perkembangan manusia, sehingga titik berat
perkembangan ekonomi bukan sekadar keuntungan semata mata! Di sinilah tantangan
sekaligus sebagai peluang bagi umat Katolik dan umat beragama dan
berkepercayaan lainnya untuk mengembangkan ekonomi yang berpihak pada
kesejahteraan rakyat.
e. Berhadapan
dengan berbagai aliran itu, kepentingan kehadiran Gereja tidak lain adalah
mendorong gerakan “kebebasan beragama” dan “gerakan humanisme sejati, yang
tertuju pada Allah.”
f. Dari
segi lemahnya penegakan hukum, kita harus berusaha mengubah mind-set peranan
hukum dalam masyarakat, bahwa hukum bukan sarana untuk mempermudah agar
“kasus-kasus” Pidana dan Perdata diperlakukan sebagai “komoditi”, tetapi hukum
berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan hidup bersama yang memungkinkan
terciptanya kesejahteraan umum.
g. Bencana
alam dan kerusakan alam menantang Gereja untuk berefleksi, “Di manakah Gereja
itu hidup, bukankah lingkungan hidup juga sangat crucial untuk hidup Gereja di
tengah dunia? Maka persoalan pengrusakan lingkungan hidup itu tidak hanya
masalah dunia, tetapi juga masalah Gereja.
Langkah Ketiga: Menghayati Tantangan Dan Peluang Untuk Membangun
Bangsa Dan Negara
1. Refleksi
Peserta
didik membaca dan menyimak artikel berikut ini.
Di
Tengah Pandemi, Siswa Indonesia Toreh Prestasi Kejuaraan Debat Internasional
KOMPAS.com
- Kembali, di tengah pandemi global Covid-19 siswa Indonesia menorehkan prestasi
di kancah internasional. Kabar gembira datang dari pelajar SMA yang mewakili
Indonesia di ajang "Online World Schools Debating Championship (OWSDC)
2020".
Dalam
ajang yang digelar 17 Juli sampai Agustus 2020, tim Indonesia yang difasilitasi
Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas), Kemendikbud mengirimkan tiga siswa
berprestasi; Cassia Tandiono (SMA Pelita Harapan Kemang Village, Jakarta)
Joshua Luke Tandiono (SMA British Indonesia Jakarta), Judah Purwanto (SMA
Pelita Harapan Lippo Village, Tangerang)
Melalui
pengumuman resmi Tim Indonesia mendapatkan penghargaan bergengsi individu,
yaitu "Top 5 ESL Best Speaker" dan "Top 10 Open Best
Speaker" atas nama Judah Purwanto. Penghargaan "Best Speaker"
dalam kategori ESL dan Open (kategori utama) ini adalah yang pertama kali tim
Indonesia raih. "Kita patut berbangga anak-anak Indonesia tidak kehilangan
orientasi untuk berprestasi dunia dalam masa pandemik ini," ujar Plt.
Kepala Pusat Prestasi Nasional Asep Asep Sukmayadi. Asep menjelaskan lomba
debat tingkat dunia sudah Indonesia ikuti lebih dari 1 dekade lalu. Persaingan
antarnegara, menurutnya sangat ketat dan untuk pertama kalinya tahun ini
Indonesia mampu mencapai ranking 5 besar dunia.
"Ini
bukan hanya sekadar kita mampu beradaptasi karena pandemi, tetapi kita mampu
melampauinya lebih baik, dan anak-anak Indonesia membuktikannya. Asep
menegaskan, "ini juga berkat kerjasama gotong royong yang baik untuk
melakukan pembinaan secara konsisten diantara kementerian, dinas pendidikan,
sekolah, dan orang tua." "Semoga ini menjadi kabar baik dan inspirasi
agar kita lebih bisa optimis mampu melampaui ujian berat pandemi ini, tetap
produktif, dan berprestasi," harapnya.
Kepala
Puspresnas menyampaikan Puspresnas memberikan perhatian sama untuk semua
potensi bakat dan prestasi peserta didik di semua lini kecerdasan. "Bahwa
setiap anak-anak Indonesia memiliki keistimewaannya sendiri, bahwa yang hebat
itu tidak hanya yang pandai sains atau matematika, tetapi juga yang memiliki
talenta dan kemampuan di bidang bahasa, seni, budaya, olahraga, dan banyak hal
lainnya yang betul-betul tidak pernah sebelumnya dibayangkan karena pengaruh
kemajuan teknologi informasi sekarang," jelas Asep. Ia kembali menegaskan,
"kita juga selayaknya memandang prestasi anak- anak tidak hanya dari sudut
pandang sempit, tapi dari pandangan yang holistik dan bijak."
Penulis: Yohanes Enggar Harususilo
Editor/Yohanes Enggar Harususilo
Sumber: edukasi.kompas.com (2020)
Setelah
membaca artikel tentang “Di Tengah Pandemi, Siswa Indonesia Toreh Prestasi
Kejuaraan Debat Internasional“, peserta didik menuliskan sebuah refleksi
tentang tantangan dan peluang dirinya sebagai orang Katolik, sekaligus orang
Indonesia untuk membangun bangsa dan negara seperti yang di kehendaki Tuhan
sesuai talenta yang dianugerahkan Tuhan bagi dirinya.
2. Aksi
Guru
mengajak peserta didik untuk membuat rencana aksi, pada salah satu tantangan
yang sedang dihadapi bangsa Indonesia, misalnya di bidang lingkungan hidup
dengan melakukan kegiatan atau gerakan ekologi di lingkungan sekolah, atau dari
segi hukum dengan melakukan gerakan kesadaran hukum, mulai dengan bersikap
disiplin terhadap peraturan di sekolah dan di masyarakat.
Doa Penutup
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Ya Bapa yang penuh kasih, Berkati
kami agar kami semakin menghayati hidup sesuai panggilan kami masing-masing.
Ajarilah agar kami mampu membangun diri dan bangsa kami seturut kehendak-Mu.
Jauhkan kami dari segala yang jahat, peliharalah kami dalam tangan kasih-Mu.
Rahmati kami agar selalu mampu menghadirkan damai-Mu pada lingkungan kami
masing-masing. Bapa, tuntunlah negeri ini, limpahkan kearifan bagi kami agar
kami dapat mengolah dan memelihara tanah air -lingkungan hidup- yang telah
Engkau anugerahkan kepada kami dengan bijak. Berikan pula rahmat-Mu yang tidak
terputus agar kami dapat menjaganya demi kelangsungan dan kesejahteraan
generasi mendatang. Doa ini kami panjatkan kepada-Mu dengan pengantaraan
Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin.
Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus. Amin.
Rangkuman
1. Semua
warga negara berhak ikut serta menentukan hidup kenegaraan. Dalam hal ini,
Gereja sejalan apa yang diharapkan negara bahwa perlunya partisipasi rakyat
dalam mengusahakan maupun menikmati pembangunan. Maka bagi Gereja sebagai
persekutuan iman dalam negara demokrasi seperti Indonesia ini, mitra utama
dalam dialog ialah rakyat yang bernegara. Namun dalam dialog itu peranan
pemimpin negara dan pemimpin Gereja sangat menentukan.
2. Gereja
memperjuangkan masyarakat “partisipatoris”, yaitu “suatu partisipasi aktif para
warga masyarakat, secara perorangan maupun bersama-sama dalam kehidupan dan
pemerintahan negara mereka” (GS. 73), supaya mereka dapat ”bertanggung jawab”
terhadap politik negara. Suatu pluralisme dalam pandangan para warga negara
mengenai usulan politis (GS.76; OA. 46) dianggap wajar, apalagi bila seluruh
masyarakat ikut serta dalam kepentingan negaranya. Bahkan, perbedaan pendapat
mengenai hal-hal politik itu di dalam kalangan umat Katolik sendiri dipandang
sebagai pantas pula.
3. Dalam
rangka hubungan antara Gereja Katolik dan Negara Republik Indonesia, beberapa
bidang pantas diberi perhatian khusus:
a. Dalam
usaha pembangunan; Gereja melihat peranannya yang khas dalam usaha membangun
mentalitas sehat, memberi motivasi yang tepat, kuat serta mengena, membina sikap
dedikasi dan kesungguhan, menyumbangkan etika pembangunan serta memupuk sikap
optimis. Oleh karena itu pimpinan Gereja mengharapkan seluruh umat beriman mau
melibatkan diri dan bersikap kritis konstruktif, dengan jujur menilai tujuan
dan sasaran pembangunan maupun upaya-upaya dan cara-cara melaksanakannya.
b. Gereja
merasa wajib memperjuangkan dan menegakkan martabat manusia sebagai pribadi
yang bernilai di hadapan Allah. Sikap dan peranan Gereja berdasarkan motivasi
manusiawi dan kristiani semata-mata. Oleh karena itu Gereja merasa prihatin
atas pelanggaran hak-hak dasar dan hukum, atas kemiskinan dan keterbelakangan
yang masih diderita oleh banyak warga negara. Bila demi pengembangan dan
perlindungan nilai- nilai kemanusiaan, Gereja berperanan kritis, ia menghindari
bertindak konfrontatif dan menggunakan jalur-jalur yang tersedia dan berusaha
sendiri memberi kesaksian.
c. Pimpinan
Gereja mengharapkan supaya para ahli dan tokoh masyarakat yang beragama Katolik
mau berpartisipasi dalam pembangunan sesuai dengan keahlian dan panggilan
masing-masing. Dalam hal ini mereka hendaknya dijiwai oleh semangat Injil dan
memberi teladan kejujuran dan keadilan yang pantas dicontoh oleh generasi
penerus.
d. Sesuai
dengan perutusan Yesus Kristus sendiri yang diteruskan-Nya, Gereja merasa
solider dengan kaum miskin. Ia membantu semua yang kurang mampu tanpa
membedakan agama mereka, kalau mereka mau memanfaatkan bantuan ini untuk
melangkah keluar dari lingkaran setan yang mengurung mereka.
e. Gereja
mendukung sepenuhnya usaha pemerintah memupuk rasa toleransi dan kerukunan
antarumat beragama.
f. Gereja
mendukung segala usaha berswadaya, merangsang inisiatif dalam segala bidang
hidup kemasyarakatan, budaya, dan bernegara. Dengan demikian, potensi, bakat,
dan keterlibatan para warga negara dikembangkan sesuai dengan tujuan Negara
Indonesia seperti dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, Gereja
memegang prinsip subsidiaritas, agar apa saja yang dapat dilaksanakan oleh para
warga negara sendiri atau oleh kelompok/ satuan/organisasi pada tingkat yang
lebih rendah, jangan diambil alih oleh pihak yang lebih tinggi kedudukannya.
Dengan demikian, bahaya etatisme dalam segala bidang dapat dicegah. (lihat Buku
Iman Katolik, KWI, 1995).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar