SENGSARA DAN WAFAT YESUS
Tujuan Pembelajaran:
Peserta didik semakin memahami
makna sengsara, dan wafat Yesus, sebagai jalan Allah untuk menyelamatkan
manusia dan sebagai tanda agung dari pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah,
sehingga mereka bersedia mengikuti dan meneladan Yesus untuk berkorban demi
memperjuangkan kebahagiaan sesamanya dalam hidup sehari-hari
Gagasan
Dalam kehidupan sehari-hari,
remaja sering menyaksikan – bahkan mungkin mengalaminya sendiri - bahwa niat
dan perbuatan baik tidak selamanya berbalas kebaikan. Pengalaman seperti itu,
bagi sebagian remaja dapat menjadikan mereka kecewa, sehingga akhirnya mereka
enggan untuk melakukan kembali kebaikan, atau menjadikan mereka terlalu
hati-hati untuk melakukan kebaikan. Kekecewaan semacam itu, sesungguhnya
merupakan pengalaman yang wajar dan manusiawi. Tetapi kekecewaan semacam itu
juga dapat disembuhkan bila mereka bisa belajar dari pengalaman mereka sendiri
dalam keluarga. Di dalam keluarga, tanpa sadar mereka sering membalas kebaikan
orang tua mereka dengan sikap yang tidak bertanggung jawab dan mengecewakan.
Walaupun demikian orang tua mereka, tetap menunjukkan kasih dan kebaikan kepada
mereka.
Sebagai orang yang beriman
Katolik, pengalaman kekecewaan seperti diuraikan di atas dapat dikikis bila
remaja mau belajar dari pribadi Yesus Kristus. Misi Yesus Kristus mewartakan
dan mewujudkan Kerajaan Allah ditolak oleh sebagian orang pada zamannya, yang
berujung pada kesengsaraan dan kematian-Nya di Salib. Sejak awal, Yesus sadar
bahwa perjuangan-Nya mewartakan Injil Kerajaan Allah tidaklah mudah. Yesus
tahu, bahwa hampir semua nabi yang diutus Allah untuk mewartakan rencana
keselamatan ditolak dan dibunuh. Yesus juga menyadari bahwa nubuat-nubuat para
nabi tentang diri-Nya tidak bisa menghindarkan diri-Nya lepas dari semua risiko
pahit yang harus dihadapi-Nya. Tetapi Yesus lebih memilih setia kepada Allah
dibandingkan perhitungan untung-rugi. Semuanya itu didorong oleh keinginan
Allah sendiri untuk menyelamatkan manusia yang berdosa, agar memperoleh
kehidupan penuh rahmat ilahi. Untuk itulah, Ia rela masuk dalam situasi manusia
berdosa, dan mengalami kematian sebagai hukum atas dosa. Tetapi melalui
kebangkitan- Nya, menjadi nyatalah bahwa kematian-Nya tidak sia-sia, sebab
kematian-Nya merupakan saat penebusan atas dosa manusia.
Dalam pelajaran ini, peserta didik
akan diajak memahami makna sengsara, dan wafat Yesus sebagai konsekuensi
pewartaan dan perjuangan-Nya menegakkan Kerajaan Allah, sehingga mampu
memanggapinya dalam kesediaan untuk solider memperjuangkan nasib sesamanya yang
tertindas, yang berdosa, yang miskin, dalam kehidupan sehari-hari.
Doa Pembuka
Allah, Bapa Yang Mahamurah, kami
bersyukur kepada-Mu, karena tak henti-hentinya Engkau mengasihi kami, sekalipun
kami sering hidup tidak sesuai dengan kehendak-Mu. Kami mohon, semoga melalui
pembelajaran hari ini, kami bisa belajar untuk menjadi umat-Mu yang mampu
membalas kebaikan-Mu bukan dengan kedosaan, melainkan dengan penyerahan diri
dan sembah bhakti kepada-Mu
Demi Yesus Kristus, Tuhan dan Juru
Selamat kami, Amin.
Langkah Pertama: Menggali Pengalaman dalam Melakukan Kebaikan tapi
Dibalas dengan Kejahatan
1. Guru
memberi kesempatan peserta didik untuk bertanya atau menyampai- kan hal-hal
yang belum dipahami tentang materi pembelajaran sebelumnya tentang Yesus yang
mewartakan Kerajaan Allah; atau guru mengajukan beberapa pertanyaan untuk
menggali penguasaan peserta didik tentang materi sebelumnya
2. Guru
memberi pengantar tentang pelajaran hari ini, dan kaitannya dengan materi
pembelajaran sebelumnya, misalnya:
Yesus berusaha mewujudkan kehendak
Allah dengan mewartakan Injil Kerajaan Allah agar yang mendengarnya percaya dan
bisa menata hidup sesuai dengan kehendak Allah. Tetapi tidak semua
menanggapinya secara positif, sebab ada sekelompok orang Yahudi yang mempunyai
pengaruh dalam masyarakat, menolak Dia dan membunuh Dia. Maksud baik, Yesus
dibalas dengan kejahatan. Bisa jadi kita pun sering mengalami penolakan yang
sama.
Bagaimana kita menyikapi
pengalaman itu? Mari kita refleksikan dengan menyimak video berikut.
3. Guru
mengajak peserta didik menyimak Video: Ketika Kebaikanmu Dibalas Dengan
Kejahatan (Video Motivasi) | Spoken Word | Merry Riana, dalam
https://www.youtube.com/watch?v=XlC09pAAeS8
4. Bila
tidak memungkinkan, Guru dapat menggunakan Cerita kehidupan, misalnya: Kisah
“Mengorbankan Diri Demi Kebahagiaan Orang Lain” dalam:
https://intisari.grid.id/read/0333414/mengorbankan-diri-demi-
kebahagiaan-orang-lain
Atau
cerita sejenis, dengan menyesuaikan pertanyaannya.
5. Guru
meminta peserta didik masuk dalam kelompok, masing-masing 5 orang untuk sharing
pengalaman, dengan mengemukakan jawaban atas pertanyaan berikut:
a.
Apa
yang berkesan dari tayangan video tadi?
b.
Ceritakan
pengalaman kalian melakukan kebaikan tapi dibalas dengan kebaikan: apa
peristiwanya, bagaimana perasaan dan sikapmu saat itu?
c.
Apa
dampak pengalaman tersebut bagi hidupmu?
6. Setelah
selesai, bila dipandang perlu Guru dapat menyampaikan peneguhan, misalnya:
a.
Kalimat
terakhir dalam cerita tersebut sangat menarik. “Barangsiapa mengorbankan diri
bagi kebahagiaan orang lain, maka ia akan memperoleh lebih dari yang sudah
dikorbankannya”. Apakah kalian merasakan hal itu?
b.
Bila
kalian pernah mengalami kejadian seperti itu, sadarlah bahwa banyak orang lain
juga mengalami hal yang sama. Jauh sebelum kalian lahir di dunia, 2000 tahun
lebih dari sekarang, Yesus Kristus mengalami hal yang serupa. Bahkan
penderitaan yang ditanggungnya jauh lebih berat dan mengerikan. Hidup Yesus
diabdikan sepenuhnya demi melaksanakan kehendak Bapa dengan mewartakan
Kerajaan- Nya kepada manusia. Tetapi tidak semua orang menanggapinya secara
positif, sebab ada sekelompok orang Yahudi yang mempunyai pengaruh dalam
masyarakat, menolak Dia dan membunuh Dia.
c.
Maksud
baik, Yesus dibalas dengan kejahatan. Apa yang dilakukan Yesus, bagaimana
reaksi orang-orang terhadap tindakan Yesus, alasan mengapa mereka bereaksi
seperti itu? Adakah tindakan Yesus yang tidak sesuai dengaan kehendak Allah
sehingga banyak yang menolak Yesus?
Langkah Kedua: Menggali Penyebab Sengsara dan Wafat Yesus Kristus
1. Masih
dalam keadaan berkelompok, tiap kelompok diminta membaca dan menggali pesan
kutipan Kitab Suci berkaitan dengan tanggapan terhadap pewartaan Yesus, melalui
bantuan pertanyaan:
Apa yang dilakukan Yesus,
bagaimana reaksi orang-orang terhadap tindakan Yesus, alasan mengapa mereka
bereaksi seperti itu?
a.
Mrk.
2 : 1-12
b.
Mrk.
2: 14-17
c.
Mrk.
3: 1-6
d.
Yoh.
5:1-18
e.
Yoh.
7:1-13
f.
Yoh.
10: 22-39
2. Setelah
tiap kelompok menyampaikan jawabannya, guru dapat merangkai jawaban mereka,
misalnya:
a.
Tidak
semua orang menanggapi Pewartaan Kerajaan Allah yang dilakukan Yesus, baik
melalui Sabda, tindakan dan Pribadi-Nya secara positif. Beberapa pihak justru
merasa terancam kewibawaan dan kekuasannya. Sejak awal Yesus tampil di muka
umum, orang Farisi dan pengikut Herodes bersama para imam dan ahli Taurat
bersepakat untuk membunuh Dia (bdk. Mrk. 3:6). Beberapa tindakan Yesus, seperti
pengusiran setan (Bdk. Mat. 12:24), pengampunan dosa (bdk. Mrk. 2:7),
penyembuhan pada hari Sabat (bdk. Mrk. 3: 1-6), penafsiran-Nya yang bebas
tentang ketahiran menurut hukum (bdk. Mrk. 7: 14-23), pergaulan-Nya dengan para
pemungut cukai dan pelacur (bdk. Mrk. 2:14-17) telah menimbulkan anggapan
seolah-olah Yesus dirasuki setan (bdk. Mrk. 3:22; Yoh. 8:48; Yoh. 10:20). Orang-orang
menuduh Yesus telah menghujat Allah (bdk. Mrk. 2: 7; Yoh. 5:18; Yoh. 10:33) dan
bahwa Ia adalah nabi palsu (bdk. Yoh. 7:12; Yoh. 7:52). Yesus dianggap telah
melakukan kejahatan melawan agama Yahudi, dan karenanya dianggap pantas Ia
mendapat hukuman mati dengan cara dilempari batu (bdk. Yoh. 8:59; Yoh. 10:31).
b.
Menurut
para pemimpin agama Yahudi, minimal ada tiga pelanggaran serius yang dilakukan
Yesus, yakni: pelanggaran hukum Taurat dan aturan-aturan turunannya, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis; ancaman terhadap Bait Allah di Yerusalem
sebagai tempat suci Allah; menodai iman akan Allah Juru Selamat satu-satunya.
Sementara itu, untuk penguasa Romawi, Yesus dianggap mengganggu stabilitas
keamanan.
1)
Masalah
pelanggaran hukum Taurat.
Sesungguhnya Yesus sendiri sangat
menghormati Hukum Taurat, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang
untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk
meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik
pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena
itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat, sekalipun yang
paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki
tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan surga; tetapi siapa yang melakukan
dan mengajarkan segala perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang
tinggi di dalam Kerajaan surga" (Mat. 5:17-19).
Yesus, merasa bahwa sudah
seharusnya Ia melaksanakan hukum Taurat dengan benar. Tetapi Yesus prihatin
karena banyak orang para pemuka agama Yahudi yang nampaknya setia melakukan
Hukum Taurat dengan giat dan ketat, tapi mereka tidak mendasarkan pada
pengertian yang benar (bdk. Roma 10:2) sebab mereka tidak mengartikan dan tidak
melakukan apa yang tersurat dan tersirat dalam Hukum Taurat dengan benar (bdk.
Kis. 13:38-41; 15:10).
Sesungguhnya Yesus tidak mengubah
atau menghapus hukum Taurat. Yang Ia lakukan adalah mengajak para pemimpin
agama Yahudi-yang selama ini salah mengartikan-agar mampu menemukan kehendak
Allah dibalik Hukum Taurat. Cara yang ditempuh Yesus adalah dengan
membandingkan antara pemahaman mereka dengan pemahaman yang benar yang
diwartakan-Nya. “Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang
kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit,
karena langit adalah takhta Allah” (Mat. 5:34-35). Dengan wibawa ilahi yang
dimiliki-Nya, Yesus mempersalahkan sikap mereka yang mengutamakan adat
istiadat, tapi melalaikan kehendak Allah (bdk. Mrk. 7:8).
Contoh lain dapat dilihat dalam
pemahaman tentang halal- najisnya makanan yang oleh Yesus ingin diperbaharui
cara pandangnya: "Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah
kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat
menajiskannya, karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu
dibuang di jamban?" Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal.
Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya,
sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan,
pencurian, pembunuhan” (Mrk. 7:18-21).
Pembaharuan cara pikir dan cara
tindak pemuka agama Yahudi dilakukan Yesus justru bertujuan agar mereka jangan
sampai jatuh menjadi orang munafik, yang memaksa orang lain untuk menaati
hukum, tetapi sendirinya melanggar, tetapi pelanggarannya tidak dianggap salah.
Selama ini mereka membebankan hukum pada orang lain, tapi dirinya sendiri tidak
konsekuen melaksanakannya. Hal itu terjadi terkait dengan aturan Sabat,
misalnya: “Hai orang- orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu
melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan
membawanya ke tempat minuman? Bukankah perempuan ini, yang sudah delapan belas
tahun diikat oleh Iblis, harus dilepaskan dari ikatannya itu, karena ia adalah
keturunan Abraham?" (Luk. 13:15-16).
Pembaharuan yang dilakukan Yesus
semata-mata dilakukan karena Yesus sadar bahwa hal tersebut merupakan tugas
yang diemban dari Bapa sendiri, “Tetapi Aku mempunyai suatu kesaksian yang
lebih penting dari pada kesaksian Yohanes, yaitu segala pekerjaan yang
diserahkan Bapa kepada-Ku, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang
Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku, bahwa Bapa
yang mengutus Aku”. (Yoh. 5:36). Tetapi segala usaha yang dilakukan Yesus itu
dianggap bantahan akan ajaran mereka. Mereka tidak mau menerima ajaran Yesus,
sebaliknya Yesus diangap melakukan pelangaran
2)
Ancaman
terhadap Bait Allah.
Sesungguhnya Yesus menunjukkan
penghormatan yang sangat dalam terhadap keberadaan dan fungsi Bait Allah di
Yerusalem. Sejak kecil Maria dan Yusuf sudah memperkenalkan kepada Yesus
tentang pentingnya Bait Allah. Empat puluh hari sesudah kelahiran- Nya Maria
dan Yusuf mempersembahkan Yesus kepada Allah (bdk. Luk. 2:22-39); Ketika Yesus
berusia dua belas tahun Maria dan Yusuf mengenalkan perayaan Paskah – bahkan
Yesus memutuskan untuk tinggal di bait Allah karena menganggap bait Allah
sebagai rumah Bapa-Nya (bdk. Luk. 2:46-49); Ia sangat marah ketika di sekitar
halaman Bait Allah dijadikan pasar (bdk. Mat. 21:13). Yesus ikut membayar pajak
Bait Allah bagi Diri sendiri dan bagi Petrus (Bdk. Mat 17:24-27). Sikap hormat
Yesus terhadap Bait Allah itu yang kemudian dilanjutkan juga oleh para Rasul
dan para pengikut- Nya setelah kebangkitan-Nya: “Dengan bertekun dan dengan
sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti
di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira
dan dengan tulus hati” (Kis. 2:46; bdk. Kis. 3:1; 5:20-21)
Kebencian terhadap Yesus terutama
berkaitan dengan beberapa pernyataan tentang masa depan Bait Allah. Yesus pada
saat mengusir para pedagang di halaman Bait Allah: "Rombak Bait Allah ini,
dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali."(Yoh. 2:19),
"Saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan
bukan juga di Yerusalem" (Yoh. 4:21) dan juga pernyataan Yesus kepada
murid-murid-Nya – yang nampaknya di dengar pula oleh para pemimpin agama
Yahudi- tentang kehancuran Bait Allah yang bakal terjadi di masa yang akan
datang: "Kamu melihat semuanya itu? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
tidak satu batupun di sini akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain;
semuanya akan diruntuhkan." (Mat. 24:2).
Pernyataan Yesus di atas, rupanya
diputarbalikkan oleh para pemimpin agama Yahudi sehingga menjadi berbeda
maksudnya. Hal ini sangat jelas diucapkan mereka dalam sidang pengadilan: Lalu
beberapa orang naik saksi melawan Dia dengan tuduhan palsu ini: "Kami
sudah mendengar orang ini berkata: Aku akan merubuhkan Bait Suci buatan tangan
manusia ini dan dalam tiga hari akan Kudirikan yang lain, yang bukan buatan
tangan manusia."(Mrk. 14:57-58).
3)
Penodaan
terhadap Iman Yahudi akan Allah Juru Selamat Satu- satunya.
Orang-orang Farisi merasa senang
ketika Yesus mau makan bersama dengan kelompok mereka (bdk. Luk. 5:30). Tetapi,
tindakan Yesus makan bersama para pemungut cukai dan para pendosa (bdk. Luk.
7:36; 11:37; 14:1) bagi mereka merupakan tindakan yang salah, sebab selama ini
mereka mengimani bahwa orang berdosa itu najis yang perlu dijauhi. Siapa saja
yang bergaul dengan orang berdosa sama artinya dengan menajiskan diri. Yesus
berusa orang Farisi yang cenderung "menganggap dirinya benar dan memandang
rendah semua orang lain" (Luk. 18:9; bdk. Yoh. 7:49; 9:34). Kepada mereka,
Yesus berkata: "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan
orang berdosa mereka bertobat" (Luk. 5:32). Yesus menengaskan kepada orang
Farisi bahwa semua orang berdosa (bdk. Yoh. 8:33-36), oleh karena itu butuh
penyelamatan Allah; barangsiapa yang menganggap dirinya tidak membutuhkan keselamatan,
ia sudah buta (bdk. Yoh. 9:40-41).
Perbuatan Yesus yang lain, yang
membuat orang Farisi tersinggung adalah sikap Yesus yang penuh belas kasih
terhadap kaum pendosa seolah sama dengan sikap Allah terhadap mereka. Kepada
para pendosa Yesus secara tegas mengatakan bahwa mereka pun bila bertobat dapat
turut serta dalam perjamuan abadi di sorga (bdk. Luk. 15:23-32), bahkan dengan
terang-terangan Yesus mengampuni dosa. Tindakan Yesus mengampuni dosa sama
dengan Yesus menyamakan diri dengan Allah, sebab menurut orang Farisi, hanya
Allah yang dapat mengampuni dosa manusia (bdk. Mrk. 2:7).
Bagi Yesus sendiri, apa yang
dilakukan-Nya justru merupakan tindakan yang penting untuk menunjukkan kepada
mereka, bahwa Ia bukan sekedar Nabi, Ia adalah Allah yang hadir secara nyata
untuk menyelamatkan (bdk. Mat. 12:41-42). Sebaliknya Yesus, menuding bahwa
kesalahan terbesar orang Farisi adalah kesombongannya yang merasa diri paling
benar bahkan seolah melebihi Allah sendiri. Kepada mereka Yesus berkata:
"di sini ada yang melebihi Bait Allah" (Mat. 12:6).
Oleh karena itu Yesus mengajak
para pemimpin agama Yahudi agar percaya kepada-Nya, karena Ia melaksanakan
karya Bapa-Nya. Tetapi mereka “tidak paham” (bdk. Luk. 23:34; Kis. 3:17-18) ,
hati mereka terlalu “tegar” (Mrk. 3:5; Rom. 11:25) dan mereka “tidak percaya”
(Rom. 11:20). Sebaliknya mereka menuding Yesus telah menghujat Allah.
4)
Stabilitas
Keamanan Negeri.
Salah satu tugas perwakilan
penguasa kekaisaran Romawi yang menguasai tanah Palestina pada zaman Yesus
adalah menjamin keamanan wilayah mereka. Mereka sadar bahwa dalam masyarakat
Yahudi ada kelompok-kelompok yang selalu berusaha melakukan perlawanan dan
pemberontakan terhadap mereka, seperti yang biasa dilakukan oleh Kaum Zelot,
seperti yang dilakukan Barabas, yang akhirnya menjelbloskan-Nya ke dalam
penjara (bdk. Luk. 23:19). Isu pemberontakan itulah yang dimanfaatkan oleh para
pemimpin agama Yahudi untuk menangkap dan membunuh Yesus; apalagi saat itu
menjelang perayaan Paskah Yahudi.
c.
Tidak
semua Para Pemimpin Yahudi menolak Yesus Kitab Suci melaporkan bahwa tidak
semua pemimpin agama Yahudi menolak Yesus. Ada juga – yang walaupun diam-diam –
menjadi simpatisan Yesus, seperti seorang Farisi bernama Nikodemus (bdk. Yoh.
7:50) dan Yosef Arimatea (bdk. Yoh. 19:38-39). Injil Yohanes mencatat bahwa
beberapa hari sebelum Yesus menderita sengsara "banyak di antara pemimpin
yang percaya kepada-Nya" (Yoh. 12:42). Dan kelak, sesudah Pentakosta
“Sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya "(Kis. 6:7) dan "Beberapa
orang dari golongan Farisi telah menjadi percaya"(Kis. 15:5), bahkan
"Beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan mereka semua rajin
memelihara hukum Taurat" (Kis. 21:20).
3. Guru
mengajak peserta didik memahami sengsara dan wafat Yesus dalam konteks nubuat
para nabi, dengan cara membaca dan merenungkan beberapa kutipan berikut, dengan
bantuan pertanyaan: apa yang akan dialami oleh Mesias dalam nubuat tersebut !
a.
Dan.
9:25-26
b.
Yes.
42
c.
Yes.
52:13 – 53:12
4. Guru
memberi kesempatan tiap kelompok menyampaikan jawabannya
5. Guru
menyampaikan rangkuman, misalnya:
Meskipun orang melihat kuasa dan
mukjijat yang dilakukan, orang- orang akan menolak-Nya dan Dia akan menderita
dengan cara yang begitu kejam, dimana Yakub menggambarkannya bahwa Dia akan
melumuri jubahnya dengan darah. Daniel memperkuat nubuat ini dengan mengatakan
bahwa Mesias akan disingkirkan, walaupun Dia tidak melakukan kesalahan apapun
(Dan. 9:25-26). Dan nabi Yesaya menggambarkan-Nya sebagai Hamba yang menderita
(Lih. Yes. 42, 49, 50, 53). Kemudian, nabi Yesaya melanjutkannya dengan
memberikan gambaran yang begitu jelas tentang bagaimana Mesias menderita.
Dinubuatkan juga bahwa Mesias harus menderita untuk menebus dosa manusia
sehingga manusia akan menerima keselamatan. (Lih. Yes. 42; 49; Yes. 52:13-15;
53:1-10).
6. Guru
mengajak peserta untuk memahami kesadaran Yesus sendiri akan nasib yang akan
dialaminya dengan membaca beberapa kutipan berikut, dengan tuntunan pertanyaan:
apa yang diungkapkan Yesus dalam perikop tersebut?
a.
Mat.
16:21-28
b.
Mat.
17:22-23
c.
Mrk.
10:32-34
7. Guru
merangkum jawaban siswa dan menambahkan beberapa gagasan terkait, misalnya:
a.
Yesus
secara sadar melihat bahwa banyak orang yang kagum, yang menerima
pengajaran-Nya maupun yang menolak. Kitab Suci mengungkapkannya dengan
kata-kata bahwa Yesus mengetahui pikiran mereka (bdk. Mat. 9:4, Luk. 5:22, Mrk.
2:6)
b.
Itulah
sebabnya sampai tiga kali Yesus memberitahukan nasib yang akan dialaminya.
Pemberitahuan tersebut bagi Yesus sendiri menunjukkan bahwa Dia siap dengan
segala risiko yang akan dihadapi sebagai konsekuensi pewartaan-Nya tentang
Kerajaan Allah. Tetapi untuk para murid-Nya, merupakan peringatan supaya mereka
siap dengan nasib yang akan dialami Gurunya, dan supaya mereka memahami
pewartaan dan perjuangannya mewujudkan Kerajaan Allah.
Langkah Ketiga: Memahami Kisah Sengsara Yesus
1. Guru
dapat memproses langkah ini dengan beberapa alternatif:
·
Seminggu
sebelumnya Guru meminta peserta didik diminta menyimak penjelasan Sengsara dan
wafat Yesus Kristus (KGK 112-124), dalam:
https://www.youtube.com/watch?v=JOr5PCr6pT4
·
Seminggu
sebelumnya menonton Kisah Sengsara Yesus (Jumat Agung) dalam:
https://www.youtube.com/watch?v=es7sd7rx-n0
·
Bila
memungkinkan bisa melaksanakan jalan salib di lingkungan sekolah atau Gereja
Katolik terdekat, di Paroki atau Stasi atau kapel
·
Menugaskan
peserta didik membaca dan merenungkan Kisah Sengsara dari salah satu Injil,
misalnya dari Injil Markus dalam Mrk. 14:1-15:47 di rumah
·
Atau
di kelas mengajak peserta didik membaca dan merenungkan Kisah Sengsara Yesus
dari Injil Markus, tetapi bagian-bagian tertentu digantikan dengan tayangan
video: perikop Yesus Dijatuhi Hukuman Mati, memakai video dalam:
https://www.youtube.com/watch?v=lMqToQ3EmTg
·
Penyaliban
Yesus, dalam: https://www.youtube.com/watch?v=Rl16yjeibhk
2. Setelah
mendengarkan kisah atau menonton video kisah sengsara Yesus, Guru mengajak
peserta didik hening sambil mendengarkan lagu bertema kisah sengsara, misalnya
video lagu “Kepala yang Berdarah” - Lagu
Rohani Katolik Prapaskah (Vocal Herlin Pirena), dalam https://www.youtube.com/
watch?v=1x06sWI0S8w
3. Guru
melanjutkan kegiatan dengan dapat menyampaikan beberapa pertanyaan:
Pertanyaan untuk dijawab
perorangan:
a)
Perasaan
apa yang ada dalam diri kalian ketika membaca/menonton Kisah Sengsara Yesus?
b)
Adakah
pertanyaan atau hal-hal lain yang ada dalam pikiran kalian setiap kali
mendengar atau menonton Kisah Sengsara Yesus?
Pertanyaan
untuk dijawab dalam kelompok:
Bertolak
dari bacaan/video yang ditonton:
a)
Bagaimana
sikap Yesus dalam menghadapi sengsara dan wafat-Nya?
b)
Nubuat
para nabi apa saja yang terlihat dalam Kisah Sengsara dan wafat Yesus?
c)
Siapa
saja yang dianggap terlibat/bertanggung jawab atas kematian Yesus?
d)
Kejadian
apa saja yang diceritakan pada saat-saat Yesus wafat (bdk. Mrk. 15: 33-41)?
e)
Apa
makna wafat Yesus?
f)
Apa
makna wafat Yesus bagi kalian?
4. Guru
memberi penegasan, misalnya:
a)
Makna
peristiwa wafat Yesus
1)
Wafat
Yesus sebagai bukti ketaatan Yesus kepada Bapa.
Setelah penyiksaan dan perjalanan
salib yang melelahkan, akhirnya Yesus disalibkan. Mulai jam 12 siang sampai jam
tiga, kegelapan menyelimuti daerah tersebut, lalu terdengar Yesus berseru:
"Eloi, Eloi, lama sabakhtani?", yang berarti Allahku, Allahku,
mengapa Engkau meninggalkan Aku? Kata-kata ini tertulis dalam Mazmur 22:2.
Kalau hanya dibaca satu ayat itu
saja, memang seolah menggambarkan seseorang yang putus asa karena Tuhan tidak
mau menolongnya. Tetapi kalau dibaca keseluruhan dari ayat 1 sampai ayat 31,
sesungguhnya Mazmur tersebut berisi ajakan orang yang sedang menderita kepada
orang lain, agar tetap percaya dan berharap akan kebaikan Allah. Bahwa Allah
sesungguhnya dekat dengan manusia dan tak pernah meninggalkan manusia.
Allah akan memberikan yang terbaik
dari setiap pengorbanan manusia, sekalipun dengan cara tidak melepaskan dia
dari penderitaan atau kematian itu sendiri. Keyakinan itu pula yang saat ini
sedang ditunjukkan oleh Yesus. Yesus menghadapi kematian-Nya tanpa mengeluh atau
berontak. Ia tahu kepada siapa Ia sedang menyerahkan Diri.
Tindakan penyerahan diri Yesus
secara total kepada Allah itu, ditegaskan oleh Santo Paulus kepada umat di
Filipi:
"Dan dalam keadaan sebagai
manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati
di kayu salib." (Fil. 2:8).
2)
Wafat
Yesus adalah wujud solidaritas Allah pada manusia.
Sebelum Yesus bangkit, salib
merupakan lambang kehinaan dan kekejaman yang mengerikan. Orang yang mati di
salib adalah orang yang sudah dianggap sampah masyarakat. Orang yang
mengalaminya, sungguh-sungguh direndahkan martabatnya. Itulah sebabnya orang-
orang Yahudi sangat menjauhi orang berdosa karena menganggap mereka sumber
kenajisan. Itulah sebabnya ruang Bait Allah juga disekat dengan tirai, sehingga
pada saat beribadat, orang yang dianggap miskin, sakit, dan berdosa tidak bisa
tercampur dengan orang-orang yang menganggap dirinya benar dan suci.
Dalam diri Yesus yang tersalib,
Allah tidak hanya peduli terhadap manusia berdosa dan ingin menyelamatkannya,
tetapi juga benar- benar mengalami sendiri penghinaan dan pengucilan seperti
biasa dialami manusia berdosa, “Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang
hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Fil. 2:6-7). Robeknya tirai Bait Allah
berkat wafat Yesus, menjadi lambang bahwa berkat wafat dan kebangkitan Yesus
tak ada lagi sekat- sekat itu. Robeknya tirai Bait Allah memungkinkan semua,
orang termasuk perempuan, orang sakit, orang berdosa dapat hadir di hadirat
Allah secara sama, sehingga mempunyai kesempatan yang sama pula untuk
memperoleh keselamatan. Kematian Yesus menutup Perjanjian Lama, dan memulai dengan
Perjanjian Baru.
b)
Makna
wafat Yesus bagi kita
Ketaatan dan penyerahan diri Yesus
dalam menghadapi sengsara dan wafatnya, merupakan undangan kepada kita, agar
kita pun bisa meneladan-Nya dalam hidup sehari-hari. Setiap perjuangan demi
membahagiakan dan menyelamatkan orang lain jangan sampai membuat kita takut
dengan risiko apapun. Setiap saat kita harus siap memanggul salib.
Sekalipun Allah senantiasa siap
menebus kedosaan kita, tetapi jangan kita bebas berbuat dosa. Sebab
sesungguhnya Allah memanggil manusia hidup dalam kekudusan dan kesempurnaan.
Kita bersyukur sebab melalui baptis, Allah telah menebus dosa kita dan
menyucikan kita. Tugas kita adalah memelihara kekudusan itu sampai akhir zaman.
Wafat Yesus merupakan undangan
kepada kita, agar kita pun mau solider terhadap saudara-saudara kita yang
miskin, yang terlantar, yang disingkirkan, yang menderita, yang terbelenggu.
Solider tidak cukup dinyatakan dengan rasa iba, tapi hadir di tengah mereka dan
membantu mereka.
c)
Beberapa
Catatan dari Katekismus Gereja Katolik berkaitan dengan menyikapi wafat Yesus.
Setiap orang yang membaca Kisah
Sengsara dan wafat Yesus akan dengan mudah menudingkan semua tanggung jawab
atas kematian Yesus kepada tokoh-tokoh yang ada di dalamnya, antara lain: Orang
Yahudi, penguasa Romawi saat itu, Herodes, Kayafas, dan sebagainya. Tetapi
dalam refleksinya, Gereja memberi pandangan berikut, sebagaimana tertulis dalam
Katekismus Gereja Katolik.
1)
Orang
Yahudi secara Kolektif tidak Bertanggung Jawab atas Kematian Yesus
KGK 597
Kalau memperhatikan proses
pengadilan Yesus yang berbelit-belit, sebagaimana tampak jelas dalam
ceritera-ceritera Injil, dan dosa pribadi dari orang-orang yang terlibat dalam
proses itu (Yudas, Majelis Agung, Pilatus) yang hanya diketahui oleh Allah
sendiri, maka kita tidak dapat meletakkan tanggung jawab mengenai pengadilan
itu pada keseluruhan orang-orang Yahudi di Yerusalem, walaupun ada teriakan
dari sekelompok orang yang direkayasa dan meskipun tuduhan semacam itu termuat
dalam seruan para Rasul untuk bertobat sesudah Pentekosta. Yesus sendiri,
ketika dari salib mengampuni mereka, dan kemudian Petrus, memaafkan baik
orang-orang Yahudi di Yerusalem yang "tidak tahu", maupun para
pemimpin mereka (Kis 3:17).
Lebih lagi, kita tidak dapat
melimpahkan tanggung jawab kepada orang-orang Yahudi lainnya dari zaman dan
tempat-tempat lain, semata-mata didasarkan pada teriakan khalayak:
"Biarlah darah- Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami"
(Mat 27:25), suatu rumusan untuk mensahkan satu putusan pengadilan.
Karena itu Gereja menyatakan dalam
Konsili Vatikan II: "Apa yang telah dijalankan selama Ia menderita
sengsara tidak begitu saja dapat dibebankan sebagai kesalahan kepada semua
orang Yahudi yang hidup ketika itu atau kepada orang Yahudi zaman sekarang ...
Orang-orang Yahudi jangan digambarkan seolah-olah dibuang oleh Allah atau
terkutuk, seakan-akan itu dapat disimpulkan dari Kitab Suci" (NA 4).
2)
Semua
Orang Berdosa Turut Menyebabkan Kesengsaraan Kristus
KGK 598
Dalam magisterium imannya dan
dalam kesaksian para kudusnya Gereja tidak pernah melupakan bahwa semua pendosa
pun adalah "penyebab dan pelaksana semua siksa yang Kristus derita"
(Cat. R. 1,5,11). Karena Gereja sadar bahwa dosa-dosa kita menimpa Kristus
sendiri, ia tidak ragu-ragu mempersalahkan warga Kristen atas penderitaan
Kristus sementara mereka ini terlalu sering melimpahkan tanggung jawab hanya
kepada orang Yahudi:
"Tanggung jawab ini terutama
mengenai mereka, yang berkali-kali jatuh ke dalam dosa. Oleh karena dosa-dosa
kita menghantar Kristus Tuhan kita kepada kematian di kayu salib, maka
sesungguhnya, mereka yang bergelinding dalam dosa dan kebiasaan buruk,
menyalibkan lagi Anak Allah dan menghina-Nya di muka umum (Ibr 6:6) -- satu
kejahatan, yang nyatanya lebih berat lagi daripada kejahatan orang-orang
Yahudi. Karena mereka ini, seperti yang dikatakan sang Rasul, `tidak
menyalibkan Tuhan yang mulia, kalau sekiranya mereka mengenal-Nya’ (1 Kor 2:8).
Tetapi kita mengatakan, kita mengenal Dia, walaupun demikian kita seolah-olah
menganiaya-Nya waktu kita menyangkal-Nya dengan perbuatan kita" (Catech.
R. 1,5,11).
"Setan bukanlah mereka yang
menyalibkan-Nya, melainkan engkau, yang bersama mereka menyalibkan-Nya dan
masih tetap menyalibkan- Nya, dengan berpuas diri dalam perbuatan jahat dan
dalam dosa" (Fransiskus dari Assisi, admon. 5, 3).
Langkah Keempat: Menggali Makna Yesus Dimakamkan dan Turun ke
Tempat Penantian.
1. Guru
mengajak peserta didik membaca dan membandingkan dan mencari hubungan teks
Kitab Suci Yoh. 19:31-37 dengan Mrk. 15:42-47
Lambung
Yesus Ditikam
31Karena hari itu hari persiapan dan
supaya pada hari Sabat mayat-mayat itu tidak tinggal tergantung pada kayu salib
--sebab Sabat itu adalah hari yang besar-- maka datanglah orang-orang Yahudi
kepada Pilatus dan meminta kepadanya supaya kaki orang-orang itu dipatahkan dan
mayat-mayatnya diturunkan.
32Maka datanglah prajurit-prajurit
lalu mematahkan kaki orang yang pertama dan kaki orang yang lain yang
disalibkan bersama-sama dengan Yesus;
33tetapi ketika mereka sampai kepada
Yesus dan melihat bahwa Ia telah mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya,
34tetapi seorang dari antara
prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar
darah dan air.
35Dan orang yang melihat hal itu
sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu,
bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya.
36Sebab hal itu terjadi, supaya
genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci: "Tidak ada tulang-Nya yang akan
dipatahkan."
37Dan ada pula nas yang mengatakan:
"Mereka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam."
Yesus
Dikuburkan
42Sementara itu hari mulai malam,
dan hari itu adalah hari persiapan, yaitu hari menjelang Sabat.
43Karena itu Yusuf, orang Arimatea,
seorang anggota Majelis Besar yang terkemuka, yang juga menanti-nantikan
Kerajaan Allah, memberanikan diri menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus.
44Pilatus heran waktu mendengar
bahwa Yesus sudah mati. Maka ia memanggil kepala pasukan dan bertanya kepadanya
apakah Yesus sudah mati.
45Sesudah didengarnya keterangan
kepala pasukan, ia berkenan memberikan mayat itu kepada Yusuf.
46Yusufpun membeli kain lenan,
kemudian ia menurunkan mayat Yesus dari salib dan mengapaninya dengan kain
lenan itu. Lalu ia membaringkan Dia di dalam kubur yang digali di dalam bukit
batu. Kemudian digulingkannya sebuah batu ke pintu kubur itu.
47Maria Magdalena dan Maria ibu
Yoses melihat di mana Yesus dibaringkan.
2. Guru
melakukan tanya jawab singkat dengan peserta didik, misalnya:
Apa beberapa pihak yang meragukan
kematian Yesus. Diantaranya ada yang mengatakan, bahwa Yesus tidak benar-benar
mati, melainkan mati suri. Bila kalian membaca kedua kutipan teks Kitab Suci di
atas, apa yang dikatakan Kitab Suci soal kematian Yesus?
3. Guru
memberi kesempatan beberapa peserta didik menanggapi
4. Guru
memberi penegasan, misalnya:
a.
Kitab
Suci dengan tegas menyatakan bahwa Yesus benar-benar wafat.
Ia mengalami kematian seperti yang
dialami manusia lain yang mati. Jiwa-Nya terpisah dari raga-Nya, raganya
dibaringkan dalam kubur. Rasul Paulus dalam surat kepada umat di Korintus
menegaskan: "Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu
apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena
dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa
Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci"
(1Kor. 15:3-4). Ini merupakan pengakuan iman yang mula-mula
b.
Dengan
dimakamkan, Yesus mengalami nasib seperti umumnya manusia. Ia masuk ke dalam
“Sheol”. Sheol adalah kata dalam Bahasa Ibrani yang artinya adalah dunia bagi
semua manusia setelah mati.
Dalam Perjanjian Lama, dunia orang
mati sering digambarkan sebagai suatu tempat yang berada sangat dalam, sangat
gelap, sepi, tak seorang pun bisa melarikan diri atau menyelamatkan diri dari
tempat itu (bdk. Mzm. 89:48), tidak ada kegiatan dari tempat itu (bdk. Mzm.
89:48), tidak ada kegiatan yang dilakukan, semua serba hampa akan pengetahuan
dan hikmat, bahkan tak ada yang memuji Tuhan di sana (bdk. Pkh. 9:10).
Di sanalah orang-orang jahat akan
berada setelah meninggal (bdk. Ayb. 21:13). Dalam Syahadat, dunia orang mati
sering disebut tempat penantian.
5. Guru
meminta peserta didik membaca uraian berikut:
Setelah
membaca, mereka diminta untuk merumuskan tanggapan atau pertanyaan mengenai
bagian-bagian yang tidak dimengerti.
a.
Mengapa
Kristus Turun ke Tempat Penantian?
Pertama, agar Kristus dapat
mengambil seluruh dosa. Akibat dosa adalah kematian - yaitu keterpisahan antara
tubuh dan jiwa – manusia terputus dari kuasa Allah, tidak dapat naik ke sorga namun
berada dalam tempat penantian (bdk. Mzm. 88: 4-5). Dengan turun ke tempat
penantian, Yesus Kristus hendak membebaskan manusia dari kuasa maut itu,
sehingga manusia bisa memiliki harapan untuk bersatu kembali dengan Allah.
Kedua, dengan turun ke tempat
penantian Yesus Kristus menjumpai orang-orang yang sudah meninggal sebelum
Kristus, yang selama hidup mereka menantikan kedatangan Mesias, sehingga semua
orang yang meninggal lebih dahulu sebelum Yesus itu juga mengalami kebangkitan
bersama Kristus. Tindakan Yesus ini dilukiskan dalam Kitab Sirakh: “Aku akan
masuk ke bagian paling bawah dari bumi, dan akan melihat semua yang tertidur,
dan akan memberikan pencerahan kepada semua yang berharap di dalam Tuhan” (
Sir. 24:25).
Ketiga, untuk mengalahkan iblis secara
total. Selama hidup-Nya Yesus sudah menunjukkan kuasa-Nya untuk mengalahkan
kuasa iblis. Dengan turun ke tempat penantian, Yesus hendak mematahkan kuasa
iblis itu agar tidak membelenggu jiwa manusia agar dapat masuk sorga. Injil
Matius mengatakan: “Atau bagaimanakah orang dapat memasuki rumah seorang yang
kuat dan merampas harta bendanya apabila tidak diikatnya dahulu orang kuat itu?
Sesudah diikatnya barulah dapat ia merampok rumah itu.” (Mat. 12:29). Kuasa
Yesus atas iblis tidak hanya ditunjukkan di dunia orang hidup, tetapi termasuk
dalam dunia orang mati, sehingga benarlah apa yang dikatakan Paulus: “supaya
dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas
bumi dan yang ada di bawah bumi” ( Flp. 2:10).
Keempat, tempat penantian bukan
neraka terkutuk. Kompendium Katekismus Gereja Katolik 125 memberikan ringkasan
sebagai berikut: “Tempat penantian ini berbeda dengan neraka terkutuk. Ini
adalah situasi semua manusia, baik yang benar maupun jahat, yang mati sebelum
Kristus. Pribadi ilahi Yesus turun kepada orang-orang yang benar-benar
menanti-nantikan Penyelamat sehingga mereka akhirnya dapat melihat Allah.
Ketika Yesus memusnahkan Iblis yang atas dasar maut (Ibr. 2:14) melalui
kematian-Nya, Yesus membebaskan orang- orang yang benar-benar menantikan Sang
Penebus dan membuka pintu gerbang surga bagi mereka. ”
b.
Makna
Yesus Turun ke Tempat Penantian bagi Iman Kita.
Pertama, Iman kita akan Yesus yang
turun ke Tempat Penantian semakin memperkokoh kepercayaan kita bahwa belas
kasih Allah kepada kita tidak pernah putus. Hal ini memberikan pengharapan
kepada kita bahwa dalam penderitaan sebesar apapun selama dihayati sebagai
upaya meneladan Yesus Kristus akan membuahkan pembebasan kita dari belenggu
maut, sehingga memungkinkan kita meraih mahkota di Sorga. Kitab Sirakh 34:14
mengatakan “Barangsiapa takut akan Tuhan tidak kuatir terhadap apapun, dan
tidak menaruh ketakutan sebab Tuhanlah pengharapannya”
Kedua, Iman akan Yesus yang turun
ke tempat penantian seharusnya mampu mendorong kita untuk dapat menata hidup
lebih baik, agar kita tidak sampai jatuh dalam dosa berat. Sebab kondisi dosa
berat, kita berada dalam neraka, yakni dalam situasi keterpisahan abadi dengan
Allah . Dengan kata lain, tidak ada pertolongan untuk orang-orang yang meninggal
dalam kondisi dosa berat, seperti yang dikatakan dalam Mat 25:46, “Dan mereka
ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup
yang kekal."
Ketiga, Iman akan Yesus yang turun
ke tempat penantian mengingatkan kita agar selalu hidup dengan mengikuti
teladan kasih Kristus. Kristus telah memberikan teladan dengan turun ke Tempat
Penantian untuk membebaskan sahabat-sahabat-Nya. Meniru teladan Kristus, sudah
selayaknya kita juga membantu mereka yang sudah lebih dahulu meninggal dengan
doa-doa kita terutama dalam Ekaristi, berderma dan berpuasa. (lih. Tob. 12:
8-9)
6. Ayat
untuk Direnungkan:
Dan dalam keadaan sebagai manusia,
Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu
salib. (Flp. 2:8).
Langkah Kelima: Refleksi dan Aksi
1. Refleksi.
Guru
mengajak peserta didik untuk hening dan merenung dengan tuntunan Guru sebagai
berikut: (Kegiatan ini bisa diganti dengan Jalan Salib atau menonton film
bertema Sengsara dan Wafat Yesus).
Seandainya bisa, semua orang pasti
ingin menghindar dari penderitaan. Orang tua akan lebih memilih jalan-jalan,
dari pada merasa cape menasihati anaknya yang nggak mau membantu pekerjaan
mereka,
Guru akan memilih cuek daripada
harus memperhatikan satu dua muridnya yang nakal dan tak serius belajar
Sahabat akan mencari sabahat baru,
dari pada bosan menghadapi sahabat lamanya yang tidak berubah kelakuannya
Tapi,
Mereka tidak melakukannya,
Mereka tahu cinta butuh kesabaran,
Mereka tahu cinta butuh pengorbanan Mereka tahu cinta butuh kesetiaan
Bisa jadi Allah juga pernah
berpikir seperti itu,
Kalau hanya untuk menyelamatkan
manusia dan menebus dosanya
Ia bisa saja tidak harus
mengorbankan Putra Tunggal-Nya,
Ia bisa saja mengirim bala tentara
surga untuk melawan musuh Putra- Nya, ketika Ia ditangkap dan diadili
Ia bisa saja menyamarkan orang
lain yang mirip dengan Sang Putra, agar Sang Putra lolos dari kematian
Tapi,
Itu semua tidak Ia lakukan
Itu semua karena kasih-Nya yang
teramat besar kepada manusia “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh.
3:16c)
.........hening sejenak......
Tuliskan
dalam buku jurnal atau catatanmu makna puisi di atas bagi hidupmu sehari-hari !
2. Aksi.
Guru
memberi tugas kepada peserta didik, melakukan amal kasih, misalnya: mengunjungi
dan memberi bantuan ke panti asuhan, panti wreda, anak jalanan, korban PHK,
mengunjungi orang tua teman yang sakit, dan sebagainya.
Catatan:
·
Tugas
dilaksanakan secara kelompok, antara 8 -12 orang
·
Waktu
pelaksanaan 1 bulan, sejak tugas diberikan
·
Dana
harus berasal dari jerih payah kelompok, misalnya dengan cara mengumpulkan
barang rongsokan dan menjualnya, atau berjualan makanan-keuntungannya untuk
disumbangkan
·
Pelaporan
tertulis setalah pelaksanaan disertai dengan uraian kegiatan dan foto.
Doa Penutup
Doa
Ketaatan (PS 152)
Engkau telah memberi kami teladan
ketaatan yang kokoh dalam diri Yesus yang telah taat pada-Mu sampai mati,
bahkan sampai mati di salib;demikian juga Engkau memberi kami seorang ibu,
Maria, yang mentaati panggilan-Mu dengan menjawab,
"Aku ini hamba Tuhan,
terjadilah padaku menurut perkataan-Mu." Tanamkanlah semangat ketaatan
Yesus dan Maria dalam hati kami,
supaya kami pun taat kepada
kehendak-Mu, yang Kau nyatakan lewat para pemimpin jemaat
dan pemimpin masyarakat; juga
lewat panggilan-Mu, dan terlebih lewat suara hati yang adalah bisikan Roh-Mu
sendiri. Semoga kami selalu taat mengikuti bimbingan Roh-Mu, agar kami jangan
sampai jatuh ke dalam dosa, tetapi selamat sampai kepada-Mu meniti jalan hidup
yang penuh tantangan dan cobaan. Ya Bapa, berilah kami semangat ketaatan
sejati.
Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar