Cari Blog Ini

Jumat, 10 Januari 2025

SENGSARA DAN WAFAT YESUS

 

SENGSARA DAN WAFAT YESUS

Tujuan Pembelajaran:

Peserta didik semakin memahami makna sengsara, dan wafat Yesus, sebagai jalan Allah untuk menyelamatkan manusia dan sebagai tanda agung dari pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah, sehingga mereka bersedia mengikuti dan meneladan Yesus untuk berkorban demi memperjuangkan kebahagiaan sesamanya dalam hidup sehari-hari

 

Gagasan

Dalam kehidupan sehari-hari, remaja sering menyaksikan – bahkan mungkin mengalaminya sendiri - bahwa niat dan perbuatan baik tidak selamanya berbalas kebaikan. Pengalaman seperti itu, bagi sebagian remaja dapat menjadikan mereka kecewa, sehingga akhirnya mereka enggan untuk melakukan kembali kebaikan, atau menjadikan mereka terlalu hati-hati untuk melakukan kebaikan. Kekecewaan semacam itu, sesungguhnya merupakan pengalaman yang wajar dan manusiawi. Tetapi kekecewaan semacam itu juga dapat disembuhkan bila mereka bisa belajar dari pengalaman mereka sendiri dalam keluarga. Di dalam keluarga, tanpa sadar mereka sering membalas kebaikan orang tua mereka dengan sikap yang tidak bertanggung jawab dan mengecewakan. Walaupun demikian orang tua mereka, tetap menunjukkan kasih dan kebaikan kepada mereka.

Sebagai orang yang beriman Katolik, pengalaman kekecewaan seperti diuraikan di atas dapat dikikis bila remaja mau belajar dari pribadi Yesus Kristus. Misi Yesus Kristus mewartakan dan mewujudkan Kerajaan Allah ditolak oleh sebagian orang pada zamannya, yang berujung pada kesengsaraan dan kematian-Nya di Salib. Sejak awal, Yesus sadar bahwa perjuangan-Nya mewartakan Injil Kerajaan Allah tidaklah mudah. Yesus tahu, bahwa hampir semua nabi yang diutus Allah untuk mewartakan rencana keselamatan ditolak dan dibunuh. Yesus juga menyadari bahwa nubuat-nubuat para nabi tentang diri-Nya tidak bisa menghindarkan diri-Nya lepas dari semua risiko pahit yang harus dihadapi-Nya. Tetapi Yesus lebih memilih setia kepada Allah dibandingkan perhitungan untung-rugi. Semuanya itu didorong oleh keinginan Allah sendiri untuk menyelamatkan manusia yang berdosa, agar memperoleh kehidupan penuh rahmat ilahi. Untuk itulah, Ia rela masuk dalam situasi manusia berdosa, dan mengalami kematian sebagai hukum atas dosa. Tetapi melalui kebangkitan- Nya, menjadi nyatalah bahwa kematian-Nya tidak sia-sia, sebab kematian-Nya merupakan saat penebusan atas dosa manusia.

Dalam pelajaran ini, peserta didik akan diajak memahami makna sengsara, dan wafat Yesus sebagai konsekuensi pewartaan dan perjuangan-Nya menegakkan Kerajaan Allah, sehingga mampu memanggapinya dalam kesediaan untuk solider memperjuangkan nasib sesamanya yang tertindas, yang berdosa, yang miskin, dalam kehidupan sehari-hari.

 

Doa Pembuka

Allah, Bapa Yang Mahamurah, kami bersyukur kepada-Mu, karena tak henti-hentinya Engkau mengasihi kami, sekalipun kami sering hidup tidak sesuai dengan kehendak-Mu. Kami mohon, semoga melalui pembelajaran hari ini, kami bisa belajar untuk menjadi umat-Mu yang mampu membalas kebaikan-Mu bukan dengan kedosaan, melainkan dengan penyerahan diri dan sembah bhakti kepada-Mu

Demi Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat kami, Amin.

 

Langkah Pertama: Menggali Pengalaman dalam Melakukan Kebaikan tapi Dibalas dengan Kejahatan

1.    Guru memberi kesempatan peserta didik untuk bertanya atau menyampai- kan hal-hal yang belum dipahami tentang materi pembelajaran sebelumnya tentang Yesus yang mewartakan Kerajaan Allah; atau guru mengajukan beberapa pertanyaan untuk menggali penguasaan peserta didik tentang materi sebelumnya

 

2.    Guru memberi pengantar tentang pelajaran hari ini, dan kaitannya dengan materi pembelajaran sebelumnya, misalnya:

Yesus berusaha mewujudkan kehendak Allah dengan mewartakan Injil Kerajaan Allah agar yang mendengarnya percaya dan bisa menata hidup sesuai dengan kehendak Allah. Tetapi tidak semua menanggapinya secara positif, sebab ada sekelompok orang Yahudi yang mempunyai pengaruh dalam masyarakat, menolak Dia dan membunuh Dia. Maksud baik, Yesus dibalas dengan kejahatan. Bisa jadi kita pun sering mengalami penolakan yang sama.

Bagaimana kita menyikapi pengalaman itu? Mari kita refleksikan dengan menyimak video berikut.

3.    Guru mengajak peserta didik menyimak Video: Ketika Kebaikanmu Dibalas Dengan Kejahatan (Video Motivasi) | Spoken Word | Merry Riana, dalam https://www.youtube.com/watch?v=XlC09pAAeS8

4.    Bila tidak memungkinkan, Guru dapat menggunakan Cerita kehidupan, misalnya: Kisah “Mengorbankan Diri Demi Kebahagiaan Orang Lain” dalam: https://intisari.grid.id/read/0333414/mengorbankan-diri-demi- kebahagiaan-orang-lain

Atau cerita sejenis, dengan menyesuaikan pertanyaannya.

5.    Guru meminta peserta didik masuk dalam kelompok, masing-masing 5 orang untuk sharing pengalaman, dengan mengemukakan jawaban atas pertanyaan berikut:

a.      Apa yang berkesan dari tayangan video tadi?

b.      Ceritakan pengalaman kalian melakukan kebaikan tapi dibalas dengan kebaikan: apa peristiwanya, bagaimana perasaan dan sikapmu saat itu?

c.       Apa dampak pengalaman tersebut bagi hidupmu?

6.    Setelah selesai, bila dipandang perlu Guru dapat menyampaikan peneguhan, misalnya:

a.      Kalimat terakhir dalam cerita tersebut sangat menarik. “Barangsiapa mengorbankan diri bagi kebahagiaan orang lain, maka ia akan memperoleh lebih dari yang sudah dikorbankannya”. Apakah kalian merasakan hal itu?

b.      Bila kalian pernah mengalami kejadian seperti itu, sadarlah bahwa banyak orang lain juga mengalami hal yang sama. Jauh sebelum kalian lahir di dunia, 2000 tahun lebih dari sekarang, Yesus Kristus mengalami hal yang serupa. Bahkan penderitaan yang ditanggungnya jauh lebih berat dan mengerikan. Hidup Yesus diabdikan sepenuhnya demi melaksanakan kehendak Bapa dengan mewartakan Kerajaan- Nya kepada manusia. Tetapi tidak semua orang menanggapinya secara positif, sebab ada sekelompok orang Yahudi yang mempunyai pengaruh dalam masyarakat, menolak Dia dan membunuh Dia.

c.       Maksud baik, Yesus dibalas dengan kejahatan. Apa yang dilakukan Yesus, bagaimana reaksi orang-orang terhadap tindakan Yesus, alasan mengapa mereka bereaksi seperti itu? Adakah tindakan Yesus yang tidak sesuai dengaan kehendak Allah sehingga banyak yang menolak Yesus?

 

Langkah Kedua: Menggali Penyebab Sengsara dan Wafat Yesus Kristus

1.    Masih dalam keadaan berkelompok, tiap kelompok diminta membaca dan menggali pesan kutipan Kitab Suci berkaitan dengan tanggapan terhadap pewartaan Yesus, melalui bantuan pertanyaan:

Apa yang dilakukan Yesus, bagaimana reaksi orang-orang terhadap tindakan Yesus, alasan mengapa mereka bereaksi seperti itu?

a.      Mrk. 2 : 1-12

b.      Mrk. 2: 14-17

c.       Mrk. 3: 1-6

d.      Yoh. 5:1-18

e.      Yoh. 7:1-13

f.        Yoh. 10: 22-39

 

 

2.    Setelah tiap kelompok menyampaikan jawabannya, guru dapat merangkai jawaban mereka, misalnya:

a.      Tidak semua orang menanggapi Pewartaan Kerajaan Allah yang dilakukan Yesus, baik melalui Sabda, tindakan dan Pribadi-Nya secara positif. Beberapa pihak justru merasa terancam kewibawaan dan kekuasannya. Sejak awal Yesus tampil di muka umum, orang Farisi dan pengikut Herodes bersama para imam dan ahli Taurat bersepakat untuk membunuh Dia (bdk. Mrk. 3:6). Beberapa tindakan Yesus, seperti pengusiran setan (Bdk. Mat. 12:24), pengampunan dosa (bdk. Mrk. 2:7), penyembuhan pada hari Sabat (bdk. Mrk. 3: 1-6), penafsiran-Nya yang bebas tentang ketahiran menurut hukum (bdk. Mrk. 7: 14-23), pergaulan-Nya dengan para pemungut cukai dan pelacur (bdk. Mrk. 2:14-17) telah menimbulkan anggapan seolah-olah Yesus dirasuki setan (bdk. Mrk. 3:22; Yoh. 8:48; Yoh. 10:20). Orang-orang menuduh Yesus telah menghujat Allah (bdk. Mrk. 2: 7; Yoh. 5:18; Yoh. 10:33) dan bahwa Ia adalah nabi palsu (bdk. Yoh. 7:12; Yoh. 7:52). Yesus dianggap telah melakukan kejahatan melawan agama Yahudi, dan karenanya dianggap pantas Ia mendapat hukuman mati dengan cara dilempari batu (bdk. Yoh. 8:59; Yoh. 10:31).

b.      Menurut para pemimpin agama Yahudi, minimal ada tiga pelanggaran serius yang dilakukan Yesus, yakni: pelanggaran hukum Taurat dan aturan-aturan turunannya, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis; ancaman terhadap Bait Allah di Yerusalem sebagai tempat suci Allah; menodai iman akan Allah Juru Selamat satu-satunya. Sementara itu, untuk penguasa Romawi, Yesus dianggap mengganggu stabilitas keamanan.

1)      Masalah pelanggaran hukum Taurat.

Sesungguhnya Yesus sendiri sangat menghormati Hukum Taurat, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat, sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan surga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan surga" (Mat. 5:17-19).

Yesus, merasa bahwa sudah seharusnya Ia melaksanakan hukum Taurat dengan benar. Tetapi Yesus prihatin karena banyak orang para pemuka agama Yahudi yang nampaknya setia melakukan Hukum Taurat dengan giat dan ketat, tapi mereka tidak mendasarkan pada pengertian yang benar (bdk. Roma 10:2) sebab mereka tidak mengartikan dan tidak melakukan apa yang tersurat dan tersirat dalam Hukum Taurat dengan benar (bdk. Kis. 13:38-41; 15:10).

Sesungguhnya Yesus tidak mengubah atau menghapus hukum Taurat. Yang Ia lakukan adalah mengajak para pemimpin agama Yahudi-yang selama ini salah mengartikan-agar mampu menemukan kehendak Allah dibalik Hukum Taurat. Cara yang ditempuh Yesus adalah dengan membandingkan antara pemahaman mereka dengan pemahaman yang benar yang diwartakan-Nya. “Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah” (Mat. 5:34-35). Dengan wibawa ilahi yang dimiliki-Nya, Yesus mempersalahkan sikap mereka yang mengutamakan adat istiadat, tapi melalaikan kehendak Allah (bdk. Mrk. 7:8).

Contoh lain dapat dilihat dalam pemahaman tentang halal- najisnya makanan yang oleh Yesus ingin diperbaharui cara pandangnya: "Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya, karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?" Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal. Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan” (Mrk. 7:18-21).

Pembaharuan cara pikir dan cara tindak pemuka agama Yahudi dilakukan Yesus justru bertujuan agar mereka jangan sampai jatuh menjadi orang munafik, yang memaksa orang lain untuk menaati hukum, tetapi sendirinya melanggar, tetapi pelanggarannya tidak dianggap salah. Selama ini mereka membebankan hukum pada orang lain, tapi dirinya sendiri tidak konsekuen melaksanakannya. Hal itu terjadi terkait dengan aturan Sabat, misalnya: “Hai orang- orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? Bukankah perempuan ini, yang sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis, harus dilepaskan dari ikatannya itu, karena ia adalah keturunan Abraham?" (Luk. 13:15-16).

Pembaharuan yang dilakukan Yesus semata-mata dilakukan karena Yesus sadar bahwa hal tersebut merupakan tugas yang diemban dari Bapa sendiri, “Tetapi Aku mempunyai suatu kesaksian yang lebih penting dari pada kesaksian Yohanes, yaitu segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku, bahwa Bapa yang mengutus Aku”. (Yoh. 5:36). Tetapi segala usaha yang dilakukan Yesus itu dianggap bantahan akan ajaran mereka. Mereka tidak mau menerima ajaran Yesus, sebaliknya Yesus diangap melakukan pelangaran

2)      Ancaman terhadap Bait Allah.

Sesungguhnya Yesus menunjukkan penghormatan yang sangat dalam terhadap keberadaan dan fungsi Bait Allah di Yerusalem. Sejak kecil Maria dan Yusuf sudah memperkenalkan kepada Yesus tentang pentingnya Bait Allah. Empat puluh hari sesudah kelahiran- Nya Maria dan Yusuf mempersembahkan Yesus kepada Allah (bdk. Luk. 2:22-39); Ketika Yesus berusia dua belas tahun Maria dan Yusuf mengenalkan perayaan Paskah – bahkan Yesus memutuskan untuk tinggal di bait Allah karena menganggap bait Allah sebagai rumah Bapa-Nya (bdk. Luk. 2:46-49); Ia sangat marah ketika di sekitar halaman Bait Allah dijadikan pasar (bdk. Mat. 21:13). Yesus ikut membayar pajak Bait Allah bagi Diri sendiri dan bagi Petrus (Bdk. Mat 17:24-27). Sikap hormat Yesus terhadap Bait Allah itu yang kemudian dilanjutkan juga oleh para Rasul dan para pengikut- Nya setelah kebangkitan-Nya: “Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati” (Kis. 2:46; bdk. Kis. 3:1; 5:20-21)

Kebencian terhadap Yesus terutama berkaitan dengan beberapa pernyataan tentang masa depan Bait Allah. Yesus pada saat mengusir para pedagang di halaman Bait Allah: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali."(Yoh. 2:19), "Saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem" (Yoh. 4:21) dan juga pernyataan Yesus kepada murid-murid-Nya – yang nampaknya di dengar pula oleh para pemimpin agama Yahudi- tentang kehancuran Bait Allah yang bakal terjadi di masa yang akan datang: "Kamu melihat semuanya itu? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak satu batupun di sini akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan." (Mat. 24:2).

Pernyataan Yesus di atas, rupanya diputarbalikkan oleh para pemimpin agama Yahudi sehingga menjadi berbeda maksudnya. Hal ini sangat jelas diucapkan mereka dalam sidang pengadilan: Lalu beberapa orang naik saksi melawan Dia dengan tuduhan palsu ini: "Kami sudah mendengar orang ini berkata: Aku akan merubuhkan Bait Suci buatan tangan manusia ini dan dalam tiga hari akan Kudirikan yang lain, yang bukan buatan tangan manusia."(Mrk. 14:57-58).

3)      Penodaan terhadap Iman Yahudi akan Allah Juru Selamat Satu- satunya.

Orang-orang Farisi merasa senang ketika Yesus mau makan bersama dengan kelompok mereka (bdk. Luk. 5:30). Tetapi, tindakan Yesus makan bersama para pemungut cukai dan para pendosa (bdk. Luk. 7:36; 11:37; 14:1) bagi mereka merupakan tindakan yang salah, sebab selama ini mereka mengimani bahwa orang berdosa itu najis yang perlu dijauhi. Siapa saja yang bergaul dengan orang berdosa sama artinya dengan menajiskan diri. Yesus berusa orang Farisi yang cenderung "menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain" (Luk. 18:9; bdk. Yoh. 7:49; 9:34). Kepada mereka, Yesus berkata: "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa mereka bertobat" (Luk. 5:32). Yesus menengaskan kepada orang Farisi bahwa semua orang berdosa (bdk. Yoh. 8:33-36), oleh karena itu butuh penyelamatan Allah; barangsiapa yang menganggap dirinya tidak membutuhkan keselamatan, ia sudah buta (bdk. Yoh. 9:40-41).

Perbuatan Yesus yang lain, yang membuat orang Farisi tersinggung adalah sikap Yesus yang penuh belas kasih terhadap kaum pendosa seolah sama dengan sikap Allah terhadap mereka. Kepada para pendosa Yesus secara tegas mengatakan bahwa mereka pun bila bertobat dapat turut serta dalam perjamuan abadi di sorga (bdk. Luk. 15:23-32), bahkan dengan terang-terangan Yesus mengampuni dosa. Tindakan Yesus mengampuni dosa sama dengan Yesus menyamakan diri dengan Allah, sebab menurut orang Farisi, hanya Allah yang dapat mengampuni dosa manusia (bdk. Mrk. 2:7).

Bagi Yesus sendiri, apa yang dilakukan-Nya justru merupakan tindakan yang penting untuk menunjukkan kepada mereka, bahwa Ia bukan sekedar Nabi, Ia adalah Allah yang hadir secara nyata untuk menyelamatkan (bdk. Mat. 12:41-42). Sebaliknya Yesus, menuding bahwa kesalahan terbesar orang Farisi adalah kesombongannya yang merasa diri paling benar bahkan seolah melebihi Allah sendiri. Kepada mereka Yesus berkata: "di sini ada yang melebihi Bait Allah" (Mat. 12:6).

Oleh karena itu Yesus mengajak para pemimpin agama Yahudi agar percaya kepada-Nya, karena Ia melaksanakan karya Bapa-Nya. Tetapi mereka “tidak paham” (bdk. Luk. 23:34; Kis. 3:17-18) , hati mereka terlalu “tegar” (Mrk. 3:5; Rom. 11:25) dan mereka “tidak percaya” (Rom. 11:20). Sebaliknya mereka menuding Yesus telah menghujat Allah.

4)      Stabilitas Keamanan Negeri.

Salah satu tugas perwakilan penguasa kekaisaran Romawi yang menguasai tanah Palestina pada zaman Yesus adalah menjamin keamanan wilayah mereka. Mereka sadar bahwa dalam masyarakat Yahudi ada kelompok-kelompok yang selalu berusaha melakukan perlawanan dan pemberontakan terhadap mereka, seperti yang biasa dilakukan oleh Kaum Zelot, seperti yang dilakukan Barabas, yang akhirnya menjelbloskan-Nya ke dalam penjara (bdk. Luk. 23:19). Isu pemberontakan itulah yang dimanfaatkan oleh para pemimpin agama Yahudi untuk menangkap dan membunuh Yesus; apalagi saat itu menjelang perayaan Paskah Yahudi.

c.       Tidak semua Para Pemimpin Yahudi menolak Yesus Kitab Suci melaporkan bahwa tidak semua pemimpin agama Yahudi menolak Yesus. Ada juga – yang walaupun diam-diam – menjadi simpatisan Yesus, seperti seorang Farisi bernama Nikodemus (bdk. Yoh. 7:50) dan Yosef Arimatea (bdk. Yoh. 19:38-39). Injil Yohanes mencatat bahwa beberapa hari sebelum Yesus menderita sengsara "banyak di antara pemimpin yang percaya kepada-Nya" (Yoh. 12:42). Dan kelak, sesudah Pentakosta “Sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya "(Kis. 6:7) dan "Beberapa orang dari golongan Farisi telah menjadi percaya"(Kis. 15:5), bahkan "Beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan mereka semua rajin memelihara hukum Taurat" (Kis. 21:20).

3.    Guru mengajak peserta didik memahami sengsara dan wafat Yesus dalam konteks nubuat para nabi, dengan cara membaca dan merenungkan beberapa kutipan berikut, dengan bantuan pertanyaan: apa yang akan dialami oleh Mesias dalam nubuat tersebut !

a.      Dan. 9:25-26

b.      Yes. 42

c.       Yes. 52:13 – 53:12

4.    Guru memberi kesempatan tiap kelompok menyampaikan jawabannya

5.    Guru menyampaikan rangkuman, misalnya:

Meskipun orang melihat kuasa dan mukjijat yang dilakukan, orang- orang akan menolak-Nya dan Dia akan menderita dengan cara yang begitu kejam, dimana Yakub menggambarkannya bahwa Dia akan melumuri jubahnya dengan darah. Daniel memperkuat nubuat ini dengan mengatakan bahwa Mesias akan disingkirkan, walaupun Dia tidak melakukan kesalahan apapun (Dan. 9:25-26). Dan nabi Yesaya menggambarkan-Nya sebagai Hamba yang menderita (Lih. Yes. 42, 49, 50, 53). Kemudian, nabi Yesaya melanjutkannya dengan memberikan gambaran yang begitu jelas tentang bagaimana Mesias menderita. Dinubuatkan juga bahwa Mesias harus menderita untuk menebus dosa manusia sehingga manusia akan menerima keselamatan. (Lih. Yes. 42; 49; Yes. 52:13-15; 53:1-10).

6.    Guru mengajak peserta untuk memahami kesadaran Yesus sendiri akan nasib yang akan dialaminya dengan membaca beberapa kutipan berikut, dengan tuntunan pertanyaan: apa yang diungkapkan Yesus dalam perikop tersebut?

a.      Mat. 16:21-28

b.      Mat. 17:22-23

c.       Mrk. 10:32-34

7.    Guru merangkum jawaban siswa dan menambahkan beberapa gagasan terkait, misalnya:

a.      Yesus secara sadar melihat bahwa banyak orang yang kagum, yang menerima pengajaran-Nya maupun yang menolak. Kitab Suci mengungkapkannya dengan kata-kata bahwa Yesus mengetahui pikiran mereka (bdk. Mat. 9:4, Luk. 5:22, Mrk. 2:6)

b.      Itulah sebabnya sampai tiga kali Yesus memberitahukan nasib yang akan dialaminya. Pemberitahuan tersebut bagi Yesus sendiri menunjukkan bahwa Dia siap dengan segala risiko yang akan dihadapi sebagai konsekuensi pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah. Tetapi untuk para murid-Nya, merupakan peringatan supaya mereka siap dengan nasib yang akan dialami Gurunya, dan supaya mereka memahami pewartaan dan perjuangannya mewujudkan Kerajaan Allah.

 

Langkah Ketiga: Memahami Kisah Sengsara Yesus

1.    Guru dapat memproses langkah ini dengan beberapa alternatif:

·       Seminggu sebelumnya Guru meminta peserta didik diminta menyimak penjelasan Sengsara dan wafat Yesus Kristus (KGK 112-124), dalam: https://www.youtube.com/watch?v=JOr5PCr6pT4

·       Seminggu sebelumnya menonton Kisah Sengsara Yesus (Jumat Agung) dalam: https://www.youtube.com/watch?v=es7sd7rx-n0

·       Bila memungkinkan bisa melaksanakan jalan salib di lingkungan sekolah atau Gereja Katolik terdekat, di Paroki atau Stasi atau kapel

·       Menugaskan peserta didik membaca dan merenungkan Kisah Sengsara dari salah satu Injil, misalnya dari Injil Markus dalam Mrk. 14:1-15:47 di rumah

·       Atau di kelas mengajak peserta didik membaca dan merenungkan Kisah Sengsara Yesus dari Injil Markus, tetapi bagian-bagian tertentu digantikan dengan tayangan video: perikop Yesus Dijatuhi Hukuman Mati, memakai video dalam: https://www.youtube.com/watch?v=lMqToQ3EmTg

·       Penyaliban Yesus, dalam: https://www.youtube.com/watch?v=Rl16yjeibhk

2.    Setelah mendengarkan kisah atau menonton video kisah sengsara Yesus, Guru mengajak peserta didik hening sambil mendengarkan lagu bertema kisah sengsara, misalnya video lagu “Kepala yang Berdarah” - Lagu Rohani Katolik Prapaskah (Vocal Herlin Pirena), dalam https://www.youtube.com/ watch?v=1x06sWI0S8w

3.    Guru melanjutkan kegiatan dengan dapat menyampaikan beberapa pertanyaan:

Pertanyaan untuk dijawab perorangan:

a)      Perasaan apa yang ada dalam diri kalian ketika membaca/menonton Kisah Sengsara Yesus?

b)      Adakah pertanyaan atau hal-hal lain yang ada dalam pikiran kalian setiap kali mendengar atau menonton Kisah Sengsara Yesus?

Pertanyaan untuk dijawab dalam kelompok:

Bertolak dari bacaan/video yang ditonton:

a)      Bagaimana sikap Yesus dalam menghadapi sengsara dan wafat-Nya?

b)      Nubuat para nabi apa saja yang terlihat dalam Kisah Sengsara dan wafat Yesus?

c)       Siapa saja yang dianggap terlibat/bertanggung jawab atas kematian Yesus?

d)      Kejadian apa saja yang diceritakan pada saat-saat Yesus wafat (bdk. Mrk. 15: 33-41)?

e)      Apa makna wafat Yesus?

f)        Apa makna wafat Yesus bagi kalian?

4.    Guru memberi penegasan, misalnya:

a)      Makna peristiwa wafat Yesus

1)        Wafat Yesus sebagai bukti ketaatan Yesus kepada Bapa.

Setelah penyiksaan dan perjalanan salib yang melelahkan, akhirnya Yesus disalibkan. Mulai jam 12 siang sampai jam tiga, kegelapan menyelimuti daerah tersebut, lalu terdengar Yesus berseru: "Eloi, Eloi, lama sabakhtani?", yang berarti Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Kata-kata ini tertulis dalam Mazmur 22:2.

Kalau hanya dibaca satu ayat itu saja, memang seolah menggambarkan seseorang yang putus asa karena Tuhan tidak mau menolongnya. Tetapi kalau dibaca keseluruhan dari ayat 1 sampai ayat 31, sesungguhnya Mazmur tersebut berisi ajakan orang yang sedang menderita kepada orang lain, agar tetap percaya dan berharap akan kebaikan Allah. Bahwa Allah sesungguhnya dekat dengan manusia dan tak pernah meninggalkan manusia.

Allah akan memberikan yang terbaik dari setiap pengorbanan manusia, sekalipun dengan cara tidak melepaskan dia dari penderitaan atau kematian itu sendiri. Keyakinan itu pula yang saat ini sedang ditunjukkan oleh Yesus. Yesus menghadapi kematian-Nya tanpa mengeluh atau berontak. Ia tahu kepada siapa Ia sedang menyerahkan Diri.

Tindakan penyerahan diri Yesus secara total kepada Allah itu, ditegaskan oleh Santo Paulus kepada umat di Filipi:

"Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Fil. 2:8).

2)        Wafat Yesus adalah wujud solidaritas Allah pada manusia.

Sebelum Yesus bangkit, salib merupakan lambang kehinaan dan kekejaman yang mengerikan. Orang yang mati di salib adalah orang yang sudah dianggap sampah masyarakat. Orang yang mengalaminya, sungguh-sungguh direndahkan martabatnya. Itulah sebabnya orang- orang Yahudi sangat menjauhi orang berdosa karena menganggap mereka sumber kenajisan. Itulah sebabnya ruang Bait Allah juga disekat dengan tirai, sehingga pada saat beribadat, orang yang dianggap miskin, sakit, dan berdosa tidak bisa tercampur dengan orang-orang yang menganggap dirinya benar dan suci.

Dalam diri Yesus yang tersalib, Allah tidak hanya peduli terhadap manusia berdosa dan ingin menyelamatkannya, tetapi juga benar- benar mengalami sendiri penghinaan dan pengucilan seperti biasa dialami manusia berdosa, “Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Fil. 2:6-7). Robeknya tirai Bait Allah berkat wafat Yesus, menjadi lambang bahwa berkat wafat dan kebangkitan Yesus tak ada lagi sekat- sekat itu. Robeknya tirai Bait Allah memungkinkan semua, orang termasuk perempuan, orang sakit, orang berdosa dapat hadir di hadirat Allah secara sama, sehingga mempunyai kesempatan yang sama pula untuk memperoleh keselamatan. Kematian Yesus menutup Perjanjian Lama, dan memulai dengan Perjanjian Baru.

b)      Makna wafat Yesus bagi kita

Ketaatan dan penyerahan diri Yesus dalam menghadapi sengsara dan wafatnya, merupakan undangan kepada kita, agar kita pun bisa meneladan-Nya dalam hidup sehari-hari. Setiap perjuangan demi membahagiakan dan menyelamatkan orang lain jangan sampai membuat kita takut dengan risiko apapun. Setiap saat kita harus siap memanggul salib.

Sekalipun Allah senantiasa siap menebus kedosaan kita, tetapi jangan kita bebas berbuat dosa. Sebab sesungguhnya Allah memanggil manusia hidup dalam kekudusan dan kesempurnaan. Kita bersyukur sebab melalui baptis, Allah telah menebus dosa kita dan menyucikan kita. Tugas kita adalah memelihara kekudusan itu sampai akhir zaman.

Wafat Yesus merupakan undangan kepada kita, agar kita pun mau solider terhadap saudara-saudara kita yang miskin, yang terlantar, yang disingkirkan, yang menderita, yang terbelenggu. Solider tidak cukup dinyatakan dengan rasa iba, tapi hadir di tengah mereka dan membantu mereka.

c)       Beberapa Catatan dari Katekismus Gereja Katolik berkaitan dengan menyikapi wafat Yesus.

Setiap orang yang membaca Kisah Sengsara dan wafat Yesus akan dengan mudah menudingkan semua tanggung jawab atas kematian Yesus kepada tokoh-tokoh yang ada di dalamnya, antara lain: Orang Yahudi, penguasa Romawi saat itu, Herodes, Kayafas, dan sebagainya. Tetapi dalam refleksinya, Gereja memberi pandangan berikut, sebagaimana tertulis dalam Katekismus Gereja Katolik.

1)   Orang Yahudi secara Kolektif tidak Bertanggung Jawab atas Kematian Yesus

KGK 597

Kalau memperhatikan proses pengadilan Yesus yang berbelit-belit, sebagaimana tampak jelas dalam ceritera-ceritera Injil, dan dosa pribadi dari orang-orang yang terlibat dalam proses itu (Yudas, Majelis Agung, Pilatus) yang hanya diketahui oleh Allah sendiri, maka kita tidak dapat meletakkan tanggung jawab mengenai pengadilan itu pada keseluruhan orang-orang Yahudi di Yerusalem, walaupun ada teriakan dari sekelompok orang yang direkayasa dan meskipun tuduhan semacam itu termuat dalam seruan para Rasul untuk bertobat sesudah Pentekosta. Yesus sendiri, ketika dari salib mengampuni mereka, dan kemudian Petrus, memaafkan baik orang-orang Yahudi di Yerusalem yang "tidak tahu", maupun para pemimpin mereka (Kis 3:17).

Lebih lagi, kita tidak dapat melimpahkan tanggung jawab kepada orang-orang Yahudi lainnya dari zaman dan tempat-tempat lain, semata-mata didasarkan pada teriakan khalayak: "Biarlah darah- Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami" (Mat 27:25), suatu rumusan untuk mensahkan satu putusan pengadilan.

Karena itu Gereja menyatakan dalam Konsili Vatikan II: "Apa yang telah dijalankan selama Ia menderita sengsara tidak begitu saja dapat dibebankan sebagai kesalahan kepada semua orang Yahudi yang hidup ketika itu atau kepada orang Yahudi zaman sekarang ... Orang-orang Yahudi jangan digambarkan seolah-olah dibuang oleh Allah atau terkutuk, seakan-akan itu dapat disimpulkan dari Kitab Suci" (NA 4).

2)   Semua Orang Berdosa Turut Menyebabkan Kesengsaraan Kristus

KGK 598

Dalam magisterium imannya dan dalam kesaksian para kudusnya Gereja tidak pernah melupakan bahwa semua pendosa pun adalah "penyebab dan pelaksana semua siksa yang Kristus derita" (Cat. R. 1,5,11). Karena Gereja sadar bahwa dosa-dosa kita menimpa Kristus sendiri, ia tidak ragu-ragu mempersalahkan warga Kristen atas penderitaan Kristus sementara mereka ini terlalu sering melimpahkan tanggung jawab hanya kepada orang Yahudi:

"Tanggung jawab ini terutama mengenai mereka, yang berkali-kali jatuh ke dalam dosa. Oleh karena dosa-dosa kita menghantar Kristus Tuhan kita kepada kematian di kayu salib, maka sesungguhnya, mereka yang bergelinding dalam dosa dan kebiasaan buruk, menyalibkan lagi Anak Allah dan menghina-Nya di muka umum (Ibr 6:6) -- satu kejahatan, yang nyatanya lebih berat lagi daripada kejahatan orang-orang Yahudi. Karena mereka ini, seperti yang dikatakan sang Rasul, `tidak menyalibkan Tuhan yang mulia, kalau sekiranya mereka mengenal-Nya’ (1 Kor 2:8). Tetapi kita mengatakan, kita mengenal Dia, walaupun demikian kita seolah-olah menganiaya-Nya waktu kita menyangkal-Nya dengan perbuatan kita" (Catech. R. 1,5,11).

"Setan bukanlah mereka yang menyalibkan-Nya, melainkan engkau, yang bersama mereka menyalibkan-Nya dan masih tetap menyalibkan- Nya, dengan berpuas diri dalam perbuatan jahat dan dalam dosa" (Fransiskus dari Assisi, admon. 5, 3).

 

Langkah Keempat: Menggali Makna Yesus Dimakamkan dan Turun ke Tempat Penantian.

1.      Guru mengajak peserta didik membaca dan membandingkan dan mencari hubungan teks Kitab Suci Yoh. 19:31-37 dengan Mrk. 15:42-47

Lambung Yesus Ditikam

31Karena hari itu hari persiapan dan supaya pada hari Sabat mayat-mayat itu tidak tinggal tergantung pada kayu salib --sebab Sabat itu adalah hari yang besar-- maka datanglah orang-orang Yahudi kepada Pilatus dan meminta kepadanya supaya kaki orang-orang itu dipatahkan dan mayat-mayatnya diturunkan.

32Maka datanglah prajurit-prajurit lalu mematahkan kaki orang yang pertama dan kaki orang yang lain yang disalibkan bersama-sama dengan Yesus;

33tetapi ketika mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa Ia telah mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya,

34tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air.

35Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya.

36Sebab hal itu terjadi, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci: "Tidak ada tulang-Nya yang akan dipatahkan."

37Dan ada pula nas yang mengatakan: "Mereka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam."

 

Yesus Dikuburkan

42Sementara itu hari mulai malam, dan hari itu adalah hari persiapan, yaitu hari menjelang Sabat.

43Karena itu Yusuf, orang Arimatea, seorang anggota Majelis Besar yang terkemuka, yang juga menanti-nantikan Kerajaan Allah, memberanikan diri menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus.

44Pilatus heran waktu mendengar bahwa Yesus sudah mati. Maka ia memanggil kepala pasukan dan bertanya kepadanya apakah Yesus sudah mati.

45Sesudah didengarnya keterangan kepala pasukan, ia berkenan memberikan mayat itu kepada Yusuf.

46Yusufpun membeli kain lenan, kemudian ia menurunkan mayat Yesus dari salib dan mengapaninya dengan kain lenan itu. Lalu ia membaringkan Dia di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu. Kemudian digulingkannya sebuah batu ke pintu kubur itu.

47Maria Magdalena dan Maria ibu Yoses melihat di mana Yesus dibaringkan.

 

 

2.      Guru melakukan tanya jawab singkat dengan peserta didik, misalnya:

Apa beberapa pihak yang meragukan kematian Yesus. Diantaranya ada yang mengatakan, bahwa Yesus tidak benar-benar mati, melainkan mati suri. Bila kalian membaca kedua kutipan teks Kitab Suci di atas, apa yang dikatakan Kitab Suci soal kematian Yesus?

3.      Guru memberi kesempatan beberapa peserta didik menanggapi

4.      Guru memberi penegasan, misalnya:

a.      Kitab Suci dengan tegas menyatakan bahwa Yesus benar-benar wafat.

Ia mengalami kematian seperti yang dialami manusia lain yang mati. Jiwa-Nya terpisah dari raga-Nya, raganya dibaringkan dalam kubur. Rasul Paulus dalam surat kepada umat di Korintus menegaskan: "Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci" (1Kor. 15:3-4). Ini merupakan pengakuan iman yang mula-mula

b.      Dengan dimakamkan, Yesus mengalami nasib seperti umumnya manusia. Ia masuk ke dalam “Sheol”. Sheol adalah kata dalam Bahasa Ibrani yang artinya adalah dunia bagi semua manusia setelah mati.

Dalam Perjanjian Lama, dunia orang mati sering digambarkan sebagai suatu tempat yang berada sangat dalam, sangat gelap, sepi, tak seorang pun bisa melarikan diri atau menyelamatkan diri dari tempat itu (bdk. Mzm. 89:48), tidak ada kegiatan dari tempat itu (bdk. Mzm. 89:48), tidak ada kegiatan yang dilakukan, semua serba hampa akan pengetahuan dan hikmat, bahkan tak ada yang memuji Tuhan di sana (bdk. Pkh. 9:10).

Di sanalah orang-orang jahat akan berada setelah meninggal (bdk. Ayb. 21:13). Dalam Syahadat, dunia orang mati sering disebut tempat penantian.

5.      Guru meminta peserta didik membaca uraian berikut:

Setelah membaca, mereka diminta untuk merumuskan tanggapan atau pertanyaan mengenai bagian-bagian yang tidak dimengerti.

a.      Mengapa Kristus Turun ke Tempat Penantian?

Pertama, agar Kristus dapat mengambil seluruh dosa. Akibat dosa adalah kematian - yaitu keterpisahan antara tubuh dan jiwa – manusia terputus dari kuasa Allah, tidak dapat naik ke sorga namun berada dalam tempat penantian (bdk. Mzm. 88: 4-5). Dengan turun ke tempat penantian, Yesus Kristus hendak membebaskan manusia dari kuasa maut itu, sehingga manusia bisa memiliki harapan untuk bersatu kembali dengan Allah.

Kedua, dengan turun ke tempat penantian Yesus Kristus menjumpai orang-orang yang sudah meninggal sebelum Kristus, yang selama hidup mereka menantikan kedatangan Mesias, sehingga semua orang yang meninggal lebih dahulu sebelum Yesus itu juga mengalami kebangkitan bersama Kristus. Tindakan Yesus ini dilukiskan dalam Kitab Sirakh: “Aku akan masuk ke bagian paling bawah dari bumi, dan akan melihat semua yang tertidur, dan akan memberikan pencerahan kepada semua yang berharap di dalam Tuhan” ( Sir. 24:25).

Ketiga, untuk mengalahkan iblis secara total. Selama hidup-Nya Yesus sudah menunjukkan kuasa-Nya untuk mengalahkan kuasa iblis. Dengan turun ke tempat penantian, Yesus hendak mematahkan kuasa iblis itu agar tidak membelenggu jiwa manusia agar dapat masuk sorga. Injil Matius mengatakan: “Atau bagaimanakah orang dapat memasuki rumah seorang yang kuat dan merampas harta bendanya apabila tidak diikatnya dahulu orang kuat itu? Sesudah diikatnya barulah dapat ia merampok rumah itu.” (Mat. 12:29). Kuasa Yesus atas iblis tidak hanya ditunjukkan di dunia orang hidup, tetapi termasuk dalam dunia orang mati, sehingga benarlah apa yang dikatakan Paulus: “supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi” ( Flp. 2:10).

Keempat, tempat penantian bukan neraka terkutuk. Kompendium Katekismus Gereja Katolik 125 memberikan ringkasan sebagai berikut: “Tempat penantian ini berbeda dengan neraka terkutuk. Ini adalah situasi semua manusia, baik yang benar maupun jahat, yang mati sebelum Kristus. Pribadi ilahi Yesus turun kepada orang-orang yang benar-benar menanti-nantikan Penyelamat sehingga mereka akhirnya dapat melihat Allah. Ketika Yesus memusnahkan Iblis yang atas dasar maut (Ibr. 2:14) melalui kematian-Nya, Yesus membebaskan orang- orang yang benar-benar menantikan Sang Penebus dan membuka pintu gerbang surga bagi mereka. ”

b.      Makna Yesus Turun ke Tempat Penantian bagi Iman Kita.

Pertama, Iman kita akan Yesus yang turun ke Tempat Penantian semakin memperkokoh kepercayaan kita bahwa belas kasih Allah kepada kita tidak pernah putus. Hal ini memberikan pengharapan kepada kita bahwa dalam penderitaan sebesar apapun selama dihayati sebagai upaya meneladan Yesus Kristus akan membuahkan pembebasan kita dari belenggu maut, sehingga memungkinkan kita meraih mahkota di Sorga. Kitab Sirakh 34:14 mengatakan “Barangsiapa takut akan Tuhan tidak kuatir terhadap apapun, dan tidak menaruh ketakutan sebab Tuhanlah pengharapannya”

Kedua, Iman akan Yesus yang turun ke tempat penantian seharusnya mampu mendorong kita untuk dapat menata hidup lebih baik, agar kita tidak sampai jatuh dalam dosa berat. Sebab kondisi dosa berat, kita berada dalam neraka, yakni dalam situasi keterpisahan abadi dengan Allah . Dengan kata lain, tidak ada pertolongan untuk orang-orang yang meninggal dalam kondisi dosa berat, seperti yang dikatakan dalam Mat 25:46, “Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal."

Ketiga, Iman akan Yesus yang turun ke tempat penantian mengingatkan kita agar selalu hidup dengan mengikuti teladan kasih Kristus. Kristus telah memberikan teladan dengan turun ke Tempat Penantian untuk membebaskan sahabat-sahabat-Nya. Meniru teladan Kristus, sudah selayaknya kita juga membantu mereka yang sudah lebih dahulu meninggal dengan doa-doa kita terutama dalam Ekaristi, berderma dan berpuasa. (lih. Tob. 12: 8-9)

 

6.      Ayat untuk Direnungkan:

Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Flp. 2:8).

 

Langkah Kelima: Refleksi dan Aksi

1.    Refleksi.

Guru mengajak peserta didik untuk hening dan merenung dengan tuntunan Guru sebagai berikut: (Kegiatan ini bisa diganti dengan Jalan Salib atau menonton film bertema Sengsara dan Wafat Yesus).

Seandainya bisa, semua orang pasti ingin menghindar dari penderitaan. Orang tua akan lebih memilih jalan-jalan, dari pada merasa cape menasihati anaknya yang nggak mau membantu pekerjaan mereka,

Guru akan memilih cuek daripada harus memperhatikan satu dua muridnya yang nakal dan tak serius belajar

Sahabat akan mencari sabahat baru, dari pada bosan menghadapi sahabat lamanya yang tidak berubah kelakuannya

Tapi,

Mereka tidak melakukannya,

Mereka tahu cinta butuh kesabaran, Mereka tahu cinta butuh pengorbanan Mereka tahu cinta butuh kesetiaan

Bisa jadi Allah juga pernah berpikir seperti itu,

Kalau hanya untuk menyelamatkan manusia dan menebus dosanya

Ia bisa saja tidak harus mengorbankan Putra Tunggal-Nya,

Ia bisa saja mengirim bala tentara surga untuk melawan musuh Putra- Nya, ketika Ia ditangkap dan diadili

Ia bisa saja menyamarkan orang lain yang mirip dengan Sang Putra, agar Sang Putra lolos dari kematian

Tapi,

Itu semua tidak Ia lakukan

Itu semua karena kasih-Nya yang teramat besar kepada manusia “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh. 3:16c)

 

.........hening sejenak......

 

Tuliskan dalam buku jurnal atau catatanmu makna puisi di atas bagi hidupmu sehari-hari !

 

2.    Aksi.

Guru memberi tugas kepada peserta didik, melakukan amal kasih, misalnya: mengunjungi dan memberi bantuan ke panti asuhan, panti wreda, anak jalanan, korban PHK, mengunjungi orang tua teman yang sakit, dan sebagainya.

Catatan:

·      Tugas dilaksanakan secara kelompok, antara 8 -12 orang

·      Waktu pelaksanaan 1 bulan, sejak tugas diberikan

·      Dana harus berasal dari jerih payah kelompok, misalnya dengan cara mengumpulkan barang rongsokan dan menjualnya, atau berjualan makanan-keuntungannya untuk disumbangkan

·      Pelaporan tertulis setalah pelaksanaan disertai dengan uraian kegiatan dan foto.

 

Doa Penutup

Doa Ketaatan (PS 152)

Engkau telah memberi kami teladan ketaatan yang kokoh dalam diri Yesus yang telah taat pada-Mu sampai mati, bahkan sampai mati di salib;demikian juga Engkau memberi kami seorang ibu, Maria, yang mentaati panggilan-Mu dengan menjawab,

"Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu." Tanamkanlah semangat ketaatan Yesus dan Maria dalam hati kami,

supaya kami pun taat kepada kehendak-Mu, yang Kau nyatakan lewat para pemimpin jemaat

dan pemimpin masyarakat; juga lewat panggilan-Mu, dan terlebih lewat suara hati yang adalah bisikan Roh-Mu sendiri. Semoga kami selalu taat mengikuti bimbingan Roh-Mu, agar kami jangan sampai jatuh ke dalam dosa, tetapi selamat sampai kepada-Mu meniti jalan hidup yang penuh tantangan dan cobaan. Ya Bapa, berilah kami semangat ketaatan sejati.

Amin

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar