Cari Blog Ini

Minggu, 19 Januari 2025

HUBUNGAN GEREJA DAN DUNIA

 

HUBUNGAN GEREJA DAN DUNIA

Tujuan Pembelajaran

Peserta didik mampu memahami hubungan Gereja dan dunia, serta dapat mewujudkannya dalam hidup sehari-hari di tengah masyarakat.

 

Gagasan Pokok

Paus Fransiskus menyampaikan sebuah ensiklik baru bernama Fratelli Tutti di Assisi, Italia, bertepatan dengan peringatan meninggalnya St. Fransiskus Assisi, tanggal 3 Oktober 2020. Persaudaraan dan persahabatan sosial adalah cara Paus menunjukkan bagaimana membangun dunia yang lebih baik, lebih adil dan damai, dengan kontribusi semua masyarakat dan institusi. Dengan konfirmasi tegas atas kata ‘tidak’ untuk peperangan dan ketidakpedulian global. Suatu cita-cita yang besar tetapi juga cara nyata untuk maju bagi mereka yang ingin membangun dunia yang lebih adil dan persaudaraan dalam hubungan sehari-hari mereka, dalam kehidupan sosial, politik dan institusi. Fratelli Tutti adalah “Ensiklik Sosial” (6) yang meminjam judul “Nasihat” Santo Fransiskus dari Assisi, yang diadaptasi dari salah satu nasihat St. Fransiskus, yang di kalangan para Fansiskan dikenal dengan sebutan Petuah: “Marilah saudara sekalian, kita memandang Gembala yang Baik yang telah menanggung sengsara salib untuk menanggung dosa domba-domba-Nya” (Petuah 6,1). Ensiklik ini menunjukkan konsistensi Gareja Katolik dalam hubungan atau relasinya dengan dunia.

Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, artikel 1 antara lain menyatakan: “Kegembiraan dan harapan, duka, dan kecemasan manusia dewasa ini,terutama yang miskin dan terlantar, adalah kegembiraan dan harapan, duka, dan kecemasan murid-murid Kristus pula”. Kata-kata Konsili ini menunjukkan perhatian dan keprihatinan Gereja terhadap dunia. Namun, Gereja tidak berhenti pada perhatian dan keprihatinan saja. Gereja sungguh- sungguh mewartakan dan memberi kesaksian tentang “Kabar Gembira” kepada dunia, sambil belajar dan mengambil banyak nilai-nilai positif yang dimiliki dunia untuk perkembangan diri dan pewartaannya. Gereja kini telah memiliki pandangan tentang dunia yang jauh lebih positif dari zaman-zaman yang lampau, sehingga hubungan antara keduanya menjadi lebih saling menguntungkan. Jadi, hubungan antara Gereja dan dunia memiliki pandangan-pandangan baru yang perlu dipahami.

Melalui pembelajaran ini para peserta didik diajak untuk memahami apa dan bagaimana sesungguhnya hubungan Gereja dan dunia, terutama pasca Konsili Vatikan II. Dengan memahami esensi hubungan tersebut peserta didik sebagai anggota Gereja dapat turut serta membangun dunia dengan semangat Kristus yang adalah Kepala Gereja.

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin. Allah yang penuh kasih, Yesus Kristus telah mengutus kami menjadi insan dan Gereja yang hidup, Gereja yang menjadi terang, garam, dan ragi bagi dunia dan dunia menjadi tempat atau ladang, di mana Gereja dan kami umat-Mu berbakti.

Melalui pembelajaran ini, jadikanlah kami umat-Mu menjadi Gereja yang mampu membangun kehidupan manusia yang damai, adil, sejahtera, serta senantiasa menjaga keutuhan ciptaan-Mu.

Berkatilah kami dalam pertemuan ini, agar kami mampu belajar bersama dan terbuka pada karya Roh Kudus-Mu.

Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin. Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah Pertama: Menggali Pengalaman Hidup

1.    Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan berdialog bersama peserta didik dan mengajak mereka mengingat kembali tema pembelajaran sebelumnya tentang tugas-tugas karya pastoral Gereja dan penugasan sebelumnya. Misalnya, adakah kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan tugas terakhir yang diberikan yaitu Gereja yang membangun persekutuan (koinonia) dalam hidupnya sehari-hari.

2.    Selanjutnya guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu tentang Gereja dan dunia. Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat memotivasi belajar peserta didik dengan pertanyaan, misalnya: Apa makna hubungan Gereja dan dunia? Apa makna ajaran sosial Gereja? Apa makna hak asasi manusia dalam terang ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja. Pada kesempatan ini kita akan memulai belajar tentang apa hubungan Gereja dan dunia. Untuk itu marilah kita memulai pembelajaran dengan menyimak artikel berita berikut ini.

3.    Peserta didik membaca dan menyimak artikel berita berikut ini.

Angka Kemiskinan dan Pengangguran Meningkat

(Menganalisa Masalah Sosial Ekonomi Masyarakat Terdampak Covid–19)

“Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut (Soekanto,2013). Kasus Corona di Indonesia telah hampir melumpuhkan kegiatan ekonomi masyarakat. Sejak pemerintah menerapkan berbagai kebijakan seperti Work From Home, pembatasan wilayah, dan penutupan berbagai tempat publik seperti tempat wisata, banyak perusahaan atau perkantoran yang meliburkan pegawainya. Para pengusaha UMKM juga bahkan ada yang memutihkan karyawan (PHK) sebagai antisipasi dampak penutupan usaha dalam waktu yang belum ditentukan.

Tidak hanya itu, pekerja sektor informal juga sangat dirugikan akibat kasus Corona ini. Para pekerja informal yang biasanya mendapatkan pendapatan harian kini kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka adalah pekerja warung, toko kecil, pedagang asongan, pedagang di pasar, pengendara ojek online, hingga pekerja lain yang menggantungkan hidup dari pendapatan harian termasuk di pusat-pusat perbelanjaan. Akibatnya mereka memilih pulang kampung ke daerah masing-masing karena tidak sanggup menanggung beban kehidupan tanpa adanya kepastian pemasukan. Selama delapan hari terakhir, tercatat 876 armada bus antarprovinsi yang membawa kurang lebih 14.000 penumpang dari Jabodetabek, menuju Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta. Sebagian besar dari mereka adalah pekerja informal yang mencari nafkah di ibu kota (BBC Indonesia, 30 Maret 2020).

Hal ini tentu bisa menyebabkan angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia meningkat. Per Maret 2019 saja, penduduk golongan rentan miskin dan hampir miskin di Indonesia sudah mencapai 66,7 juta orang atau hampir tiga kali lipat jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan (golongan miskin dan sangat miskin). Ironisnya sebagian besar dari golongan ini bekerja di sektor informal, khususnya yang mengandalkan upah harian. Apabila penanganan pandemi berlangsung lama, periode pembatasan dan penurunan mobilitas orang akan semakin panjang. Akibatnya, golongan rentan miskin dan hampir miskin yang bekerja di sektor informal dan mengandalkan upah harian akan sangat mudah kehilangan mata pencaharian dan jatuh ke bawah garis kemiskinan (CNBC Indonesia, 29 Maret 2020).

Dengan berbagai masalah sosial ekonomi tersebut, pemerintah Indonesia berupaya untuk memulihkan kondisi, salah satunya dengan memberikan insentif sebagai stimulus bagi masyarakat. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah tengah menyiapkan stimulus ekonomi Jilid III yang akan difokuskan untuk sektor kesehatan dan menjangkau jaring sosial. Aliran bantuan ini akan disalurkan melalui program-program pemerintah seperti program keluarga harapan, kredit usaha rakyat, kredit ultra mikro, kartu sembako, hingga program bantuan pangan non tunai (Tempo, 18 Maret 2020). Namun, pemerintah juga bukan hanya perlu memerhatikan kesejahteraan masyarakat dalam hal ekonomi saja, pemerintah juga harus memerhatikan sisi sosial dan psikologis masyarakat. Hal ini karena kesejahteraan sosial bukan hanya menyangkut pemenuhan kebutuhan ekonomi, namun juga kebutuhan sosial dan psikologis berupa ketenangan dan keamanan bagi masyarakat. Salah satunya dengan terus membatasi informasi tidak benar (hoaks) yang dapat meresahkan masyarakat dan memberikan informasi yang dapat memberikan semangat dan energi positif bagi masyarakat. Dengan demikian, kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia, baik yang terdampak Corona maupun yang tidak, akan tetap terjamin hingga kasus Corona ini selesai”.

Syadza Alifa, M.Kesos/Calon Widyaiswara Ahli Pertama BBPPKS Bandung

Sumber: puspensos.kemsos.go.id

 

4.    Peserta didik berdiskusi dalam kelompok kecil untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

a.      Apa itu kemiskinan menurut artikel ini?

b.      Mengapa terjadi lonjakan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia? (Buatlah analisa berdasarkan situasi yang terjadi saat ini!)

c.       Bagaimana cara pemerintah Indonesia menanggulangi atau menekan bertambahnya orang miskin dan penggangguran akibat Covid–19?

d.      Apa pendapat dan solusi kalian tentang permasalahan kemiskinan dan pengangguran yang terjadi saat ini dan ke depannya?

 

5.    Peserta didik melaporkan/mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya masing- masing dan peserta atau kelompok lain dapat memberikan tanggapan.

 

6.    Guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan atas jawaban-jawaban peserta didik dalam pleno, misalnya:

a.    Kemiskinan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.

b.    Kasus Corona atau Covid–19 di Indonesia telah hampir melumpuhkan kegiatan ekonomi masyarakat. Untuk menanggulangi penyebaran yang semakin masif, pemerintah menerapkan berbagai kebijakan seperti Work From Home, pembatasan wilayah, dan penutupan berbagai tempat publik seperti tempat wisata, banyak perusahaan atau perkantoran yang meliburkan pegawainya.

c.     Para pengusaha UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) juga bahkan ada yang memutihkan karyawan (PHK) sebagai antisipasi dampak penutupan usaha dalam waktu yang belum ditentukan.

d.    Pemerintah Indonesia berupaya untuk memulihkan kondisi, salah satunya dengan memberikan insentif sebagai stimulus bagi masyarakat.

 

Langkah Kedua: Menggali Ajaran Gereja Tentang Hubungan Gereja Dengan Dunia

1.    Peserta didik membaca/menyimak artikel tentang Ensiklik Fratelli Tutti.

Poin-Poin Penting dalam Ensiklik Paus Fransiskus tentang “Fratelli Tutti”

Bertempat di Assisi, Italia, bertepatan dengan peringatan meninggalnya Santo Fransiskus Assisi, 3 Oktober 2020 Paus Fransiskus menandatangani sekaligus meluncurkan sebuah ensiklik baru Fratelli Tutti.

Sesuai dengan pilihan tempat peresmian ensiklik baru itu, isinya memang banyak berkaitan dengan spiritualitas yang dihidupi St. Fransiskus, sosok yang juga dikenal sebagai Si Miskin dari Assisi.

Judul ensiklik ini, Fratelli Tutti (Semua Bersaudara) juga diadaptasi dari salah satu nasihat St. Fransiskus, yang di kalangan para Fansiskan dikenal dengan sebutan Petuah: “Marilah saudara sekalian, kita memandang Gembala yang Baik yang telah menanggung sengsara salib untuk menanggung dosa domba-domba-Nya.” (Petuah 6,1).

 

 

Berikut adalah poin-poin penting tentang ensiklik Fratelli Tutti.

1)      Paus menggambarkan ensiklik ini ini sebagai “Ensiklik Sosial” yang bertujuan mempromosikan aspirasi universal menuju persaudaraan dan persahabatan sosial.

2)      Ensiklik ini dimulai dengan penekanan bahwa kita semua adalah bagian dari sebuah keluarga manusia, anak dari satu Pencipta, berada dalam perahu yang sama, dan karenanya kita perlu menyadari bahwa dunia yang terglobalisasi dan saling berhubungan ini hanya bisa diselamatkan oleh kerja sama kita semua.

3)      Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Hidup Bersama atau Dokumen Abu Dhabi yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar pada Februari 2019 menjadi salah satu inspirasi ensiklik ini, yang dikutip berkali-kali.

4)      Paus Fransiskus menggarisbawahi bahwa dunia yang lebih adil dicapai dengan mempromosikan perdamaian, yang bukan hanya sekadar tidak adanya perang; tetapi menuntut keterlibatan semua orang.

5)      Salah satu konteks lahirnya ensiklik adalah pandemi Covid–19 yang, menurut Paus Fransiskus “meletup secara tak terduga” saat dia “menulis ensiklik”. Ia menyatakan, keadaan darurat kesehatan global akibat pandemi telah membantu menunjukkan bahwa “tidak ada yang dapat menghadapi kehidupan dalam isolasi” dan bahwa waktunya telah benar-benar datang untuk “bermimpi, kemudian, sebagai satu keluarga manusia” di mana kita semua adalah “saudara dan saudari “(7–8).

6)      Dalam bab pertama, ensiklik ini merefleksikan tentang banyak distorsi di era kontemporer: manipulasi konsep-konsep seperti demokrasi, kebebasan, keadilan; hilangnya makna komunitas sosial dan sejarah; keegoisan dan ketidakpedulian terhadap kebaikan bersama; logika pasar berdasarkan keuntungan dan budaya pemborosan; pengangguran, rasisme, kemiskinan; disparitas hak dan penyimpangannya seperti perbudakan, perdagangan manusia, pelecehan terhadap perempuan yang dipaksa menggugurkan kandungan dan perdagangan organ (10–24).

7)      Ensiklik menawarkan teladan, pembawa harapan: Orang Samaria yang Baik Hati. Paus menekankan bahwa, dalam masyarakat tidak sehat yang mengabaikan penderitaan dan yang “buta huruf” dalam merawat yang lemah dan rentan (64–65), kita semua dipanggil – seperti orang Samaria yang Baik Hati – menjadi bertetangga dengan orang lain.

8)      Paus Fransiskus mendesak kita untuk pergi “’keluar dari diri” untuk menemukan “keberadaan yang lebih penuh dalam diri orang lain”, membuka diri kepada orang lain.

9)      Sebuah masyarakat yang diwarnai oleh persaudaraan akan menjadi masyarakat yang mempromosikan pendidikan dalam dialog untuk mengalahkan “virus” dari “individualisme radikal” (105) dan untuk memungkinkan setiap orang memberikan yang terbaik dari diri mereka sendiri.

10)  Sementara itu, sebagian dari bab kedua dan keempat didedikasikan untuk isu migran. Dengan kehidupan mereka yang “dipertaruhkan”, melarikan diri dari perang, penganiayaan, bencana alam, perdagangan yang tidak bermoral, direnggut dari komunitas asalnya, para migran harus disambut, dilindungi, didukung dan diintegrasikan.

11)  Paus juga menyerukan untuk membangun dalam masyarakat konsep “kewarganegaraan penuh”, dan menolak penggunaan istilah “minoritas” secara diskriminatif (129–131).

12)  Yang paling dibutuhkan di atas segalanya – terbaca dalam dokumen tersebut – adalah tata kelola global, sebuah kolaborasi internasional untuk migrasi yang mengimplementasikan perencanaan jangka panjang.

13)  Dari bab enam, “Dialog dan persahabatan dalam masyarakat”, selanjutnya muncul konsep hidup sebagai “seni perjumpaan” dengan semua orang, bahkan dengan dunia pinggiran dan dengan masyarakat asli, karena “kita masing-masing dapat belajar sesuatu dari orang lain.”

14)  Dialog sejati, memang memungkinkan seseorang untuk menghormati sudut pandang orang lain, kepentingan mereka yang sah dan di atas segalanya, kebenaran martabat manusia.

15)  Perdamaian adalah “seni” yang melibatkan dan menghargai setiap orang dan di mana setiap orang harus melakukan bagiannya.

16)  Pembangunan perdamaian adalah “upaya terbuka, tugas yang tidak pernah berakhir” dan oleh karena itu penting untuk menempatkan pribadi manusia, martabatnya, dan kebaikan bersama sebagai pusat dari semua aktivitas (230–232).

17)  Pengampunan terkait dengan perdamaian: kita harus mencintai semua orang, tanpa kecuali–ensiklik menyatakan mencintai penindas berarti membantunya untuk berubah dan tidak membiarkan dia terus menindas sesamanya. Memaafkan tidak berarti impunitas, dan mengampuni tidak berarti melupakan, tetapi menyangkal kekuatan jahat yang merusak dan keinginan untuk balas dendam.

18)  Bagian dari bab ketujuh, berfokus pada perang: itu bukan “hantu dari masa lalu” – kata Paus Fransiskus – “tetapi ancaman terus-menerus.”

19)  Selain itu, karena senjata kimia dan biologi nuklir yang menyerang banyak warga sipil yang tidak bersalah, saat ini kita tidak dapat lagi berpikir, seperti di masa lalu, tentang kemungkinan “perang yang adil”, tetapi kita harus dengan tegas menegaskan kembali: “Jangan pernah ada perang lagi!”.

20)  Kita diingatkan bahwa kita sedang mengalami “perang dunia yang bertempur sedikit demi sedikit”, karena semua konflik saling berhubungan, penghapusan total senjata nuklir adalah “keharusan moral dan kemanusiaan”.

21)  Daripada uang diinvestasikan untuk senjata, Paus menyarankan pembentukan dana global untuk penghapusan kelaparan (255–262).

22)  Paus Fransiskus juga menyatakan dengan jelas posisi yang berkaitan dengan hukuman mati bahwa hal itu tidak dapat diterima dan harus dihapuskan di seluruh dunia, karena “bahkan seorang pembunuh tidak kehilangan martabat pribadinya” – Paus menulis – “dan Tuhan sendiri berjanji untuk menjamin ini.” Dari sini, ada dua nasihat: jangan memandang hukuman sebagai balas dendam, melainkan sebagai bagian dari proses penyembuhan dan reintegrasi sosial, dan untuk memperbaiki kondisi penjara, dengan menghormati martabat para narapidana, juga mempertimbangkan bahwa “hukuman seumur hidup adalah hukuman mati rahasia”. (263–269).

23)  Ada penekanan pada perlunya menghormati “kesucian hidup” (283) di mana saat ini “beberapa bagian dari keluarga manusia kita, tampaknya, dapat segera dikorbankan”, seperti yang belum lahir, orang miskin, orang cacat dan orang tua (18).

24)  Dalam bab kedelapan dan terakhir, Paus berfokus pada “Agama untuk melayani persaudaraan di dunia kita” dan sekali lagi menekankan bahwa kekerasan tidak memiliki dasar dalam keyakinan agama.

25)  Paus menggarisbawahi bahwa perjalanan perdamaian antaragama adalah mungkin dan oleh karena itu perlu untuk menjamin kebebasan beragama, hak asasi manusia yang fundamental bagi semua orang yang percaya (279).

26)  Ensiklik itu merefleksikan, khususnya, pada peran Gereja: dia tidak “membatasi misinya pada ranah pribadi”, katanya. Terakhir, mengingatkan para pemimpin agama tentang peran mereka sebagai “mediator otentik” yang mengerahkan diri untuk membangun perdamaian.

27)  Ensiklik menyimpulkan dengan mengingat Martin Luther King, Desmond Tutu, Mahatma Gandhi dan di atas segalanya Beato Charles de Foucauld, teladan bagi setiap orang tentang apa artinya mengidentifikasi dengan yang paling kecil untuk menjadi “saudara universal ”(286–287).

28)  Baris terakhir dari dokumen menyajikan dua doa: satu “untuk Sang Pencipta” dan yang lainnya “Doa Ekumenis Kristen”, sehingga hati umat manusia dapat memendam “semangat persaudaraan.”

 

2.    Dalam kelompok diskusi, peserta didik mendalami artikel tentang ensiklik Fratelli Tutti dengan pertanyaan-pertanyaan berikut.

a.      Apa tujuan Paus Fransisiskus menyampaikan ensiklik ini?

b.      Apa yang menjadi penekanan utama dalam ensiklik ini?

c.       Salah satu konteks lahirnya ensiklik adalah pandemi Covid–19. Apa yang disampaikan Paus tentang hal tersebut?

d.      Dalam bab pertama, ensiklik ini merefleksikan tentang banyak distorsi di era kontemporer. Apa isi ajaran Paus tentang hal ini?

e.      Ensiklik menawarkan teladan, pembawa harapan, orang Samaria yang baik hati. Apa yang diajarkan Paus tentang hal ini?

f.        Dari bab enam, “Dialog dan persahabatan dalam masyarakat. Di sini Paus menyampaikan tentang apa?

g.       Pengampunan terkait dengan perdamaian, apa yang dikatakan Paus tentang hal ini?

h.      Bagian dari bab ketujuh, berfokus pada perang. Apa ajaran Paus tentang perang?

i.        Dalam bab kedelapan dan terakhir, Paus berfokus pada agama. Apa ajaran Paus tentang peran agama?

j.        Ensiklik ini merefleksikan, khususnya, tentang peran Gereja. Apa refleksi Paus tentang peran Gereja?

k.       Buatlah analisa berdasarkan ajaran dalam ensiklik Fratelli Tutti dengan situasi dan kondisi sosial-ekonomi di Indonesia seperti yang sudah dibahas sebelumnya (lihat angka kemiskinan dan pengangguran meningkat)!

 

Setelah berdiskusi, setiap kelompok melaporkan hasil diskusinya dan dapat ditanggapi oleh peserta didik lain.

 

3.    Guru memberi penjelasan sebagai peneguhan, misalnya sebagai berikut:

a.    Paus menggambarkan ensiklik ini ini sebagai “Ensiklik Sosial” yang bertujuan mempromosikan aspirasi universal menuju persaudaraan dan persahabatan sosial.

b.    Ensiklik ini dimulai dengan penekanan bahwa kita semua adalah bagian dari sebuah keluarga manusia, anak dari satu Pencipta, berada dalam perahu yang sama, dan karenanya kita perlu menyadari bahwa dunia yang terglobalisasi dan saling berhubungan ini hanya bisa diselamatkan oleh kerja sama kita semua.

c.     Salah satu konteks lahirnya ensiklik adalah pandemi Covid-19 yang, menurut Paus Fransiskus “meletup secara tak terduga” saat dia “menulis ensiklik”. Ia menyatakan, keadaan darurat kesehatan global akibat pandemi telah membantu menunjukkan bahwa “tidak ada yang dapat menghadapi kehidupan dalam isolasi” dan bahwa waktunya telah benar-benar datang untuk “bermimpi, kemudian, sebagai satu keluarga manusia” di mana kita semua adalah “saudara dan saudari “(7–8).

d.    Dalam bab pertama, ensiklik ini merefleksikan tentang banyak distorsi di era kontemporer: manipulasi konsep-konsep seperti demokrasi, kebebasan, keadilan; hilangnya makna komunitas sosial dan sejarah; keegoisan dan ketidakpedulian terhadap kebaikan bersama; logika pasar berdasarkan keuntungan dan budaya pemborosan; pengangguran, rasisme, kemiskinan; disparitas hak dan penyimpangannya seperti perbudakan, perdagangan manusia, pelecehan terhadap perempuan yang dipaksa menggugurkan kandungan dan perdagangan organ (10–24).

e.    Ensiklik menawarkan teladan, pembawa harapan: Orang Samaria yang Baik Hati. Paus menekankan bahwa, dalam masyarakat tidak sehat yang mengabaikan penderitaan dan yang “buta huruf” dalam merawat yang lemah dan rentan (64–65), kita semua dipanggil – seperti orang Samaria yang Baik Hati – menjadi bertetangga dengan orang lain.

f.      Dari bab enam, “Dialog dan persahabatan dalam masyarakat”, selanjutnya muncul konsep hidup sebagai “seni perjumpaan” dengan semua orang, bahkan dengan dunia pinggiran dan dengan masyarakat asli, karena “kita masing-masing dapat belajar sesuatu dari orang lain.”

g.    Pengampunan terkait dengan perdamaian: kita harus mencintai semua orang, tanpa kecuali – Ensiklik menyatakan mencintai penindas berarti membantunya untuk berubah dan tidak membiarkan dia terus menindas sesamanya. Memaafkan tidak berarti impunitas, dan mengampuni tidak berarti melupakan, tetapi menyangkal kekuatan jahat yang merusak dan keinginan untuk balas dendam.

h.    Bagian dari bab ketujuh, berfokus pada perang: itu bukan “hantu dari masa lalu” – kata Paus Fransiskus – “tetapi ancaman terus-menerus.”

i.      Dalam bab kedelapan dan terakhir, Paus berfokus pada “Agama untuk melayani persaudaraan di dunia kita” dan sekali lagi menekankan bahwa kekerasan tidak memiliki dasar dalam keyakinan agama.

j.      Ensiklik itu merefleksikan, khususnya, pada peran Gereja: dia tidak “membatasi misinya pada ranah pribadi”. Paus Fransiskus mengingatkan para pemimpin agama tentang peran mereka sebagai “mediator otentik” yang mengerahkan diri untuk membangun perdamaian.

k.    Berkaitan dengan ensiklik Fratelli Tutti, Konsili Vatikan II (1962) dalam Gaudium et Spes mengajarkan bahwa, “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga. Tiada sesuatu pun yang sungguh manusiawi, yang tak bergema di hati mereka. Sebab persekutuan mereka terdiri dari orang-orang, yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka menuju kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Maka persekutuan mereka itu mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya” (GS 1).

 

Langkah Ketiga: Menghayati Hubungan Gereja Dengan Dunia

1.    Refleksi

Peserta didik membaca dan menyimak cerita tentang Yesus memberi makan lima ribu orang dalam Yohanes 6:1–14.

Setelah membaca teks Injil tersebut, peserta didik menuliskan refleksi tentang kepeduliannya sebagai murid Yesus dalam menghadapi masalah-masalah sosial di sekitar kehidupan masyarakat. Refleksi bisa dalam bentuk puisi, atau cerita pengalaman hidup aktual. (Sebagai inspirasi refleksi peserta didik diajak untuk membaca terlebih dahulu cerita tentang Yesus memberi makan lima ribu orang dalam Yohanes 6:1–14).

 

2.    Aksi

Guru memberi penugasan kepada peserta didik dalam kelompok untuk membuat suatu aksi sosial secara nyata di lingkungan sekolah atau masyarakat dan melaporkannya secara tertulis.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin

Allah Bapa yang Mahabaik dan Mahabijaksana.

Melalui sesi pembelajaran ini,

kami putera-puteri-Mu telah Engkau suguhi berkat yang berlimpah. Kami umat pilihan-Mu yang Engkau panggil, Engkau utus untuk melakukan pekerjaan misi, misi yang membawa kebaikan dan cinta di tengah dunia.

Semoga kami putera-puteri-Mu menjadi Injil yang hidup

yang dapat mengembangkan kebudayaannya, adat istiadat, alam pikiran, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

 

Bapa Kami...

 

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin

 

Rangkuman

1.    Dalam ensiklik Fratelli Tutti, Paus Fransiskus menggambarkan ensiklik ini sebagai “Ensiklik Sosial” yang bertujuan mempromosikan aspirasi universal menuju persaudaraan dan persahabatan sosial.

2.    Ensiklik Fratelli Tutti, dimulai dengan penekanan bahwa kita semua adalah bagian dari sebuah keluarga manusia, anak dari satu Pencipta, berada dalam perahu yang sama, dan karenanya kita perlu menyadari bahwa dunia yang terglobalisasi dan saling berhubungan ini hanya bisa diselamatkan oleh kerja sama kita semua.

3.    Salah satu konteks lahirnya ensiklik Fratelli Tutti, adalah pandemi Covid–19 yang, menurut Paus Fransiskus “meletup secara tak terduga” saat dia “menulis ensiklik”. Ia menyatakan, keadaan darurat kesehatan global akibat pandemi telah membantu menunjukkan bahwa “tidak ada yang dapat menghadapi kehidupan dalam isolasi” dan bahwa waktunya telah benar-benar datang untuk “bermimpi, kemudian, sebagai satu keluarga manusia” di mana kita semua adalah “saudara dan saudari “.

4.    Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga. Kata-kata Konsili ini menunjukkan perhatian dan keprihatinan Gereja terhadap dunia. Namun, Gereja tidak berhenti pada perhatian dan keprihatinan saja. Gereja sungguh- sungguh mewartakan dan memberi kesaksian tentang “Kabar Gembira” kepada dunia, sambil belajar dan mengambil banyak nilai-nilai positif yang dimiliki dunia untuk perkembangan diri dan pewartaannya.

5.    Gereja kini telah memiliki pandangan tentang dunia yang jauh lebih positif dari zaman-zaman yang lampau, sehingga hubungan antara keduanya menjadi lebih saling menguntungkan. Jadi, hubungan antara Gereja dan dunia memiliki pandangan-pandangan baru yang perlu dipahami.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar