Cari Blog Ini

Minggu, 19 Januari 2025

HAK ASASI MANUSIA DALAM TERANG AJARAN KITAB SUCI DAN AJARAN GEREJA

 HAK ASASI MANUSIA DALAM TERANG AJARAN KITAB SUCI DAN AJARAN GEREJA

 

Tujuan Pembelajaran

Peserta didik mampu memahami HAM dalam terang Kitab Suci dan Ajaran Gereja, dan dapat mewujudkannya dalam hidup sehari-hari di tengah masyarakat.

 

Gagasan Pokok

Indonesia menurut catatan Komisi HAM PBB, termasuk negara pelanggar HAM berat di dunia. Pada umumnya, pelanggaran HAM di Indonesia disebabkan oleh struktur dan sistem politik, ekonomi, dan budaya masyarakat yang diciptakan oleh kaum penguasa dan kaum kaya.

Ajaran Sosial Gereja menegaskan: “Karena semua manusia mempunyai jiwa berbudi dan diciptakan menurut citra Allah, karena mempunyai kodrat dan asal yang sama, serta karena penebusan Kristus, mempunyai panggilan dan tujuan ilahi yang sama, maka kesamaan asasi antara manusia harus senantiasa diakui” (GS 29). Dari ajaran tersebut tampak jelas pandangan Gereja tentang hak asasi, yakni hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan ciptaan Allah. Hak ini tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan, pangkat atau situasi. Hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir, karena dia seorang manusia. Hak ini bersifat asasi bagi manusia, karena kalau hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi. Oleh karena itu, hak asasi manusia merupakan tolok ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu gugat dan harus ditempatkan di atas segala aturan hukum. Gereja mendesak diatasinya dan dihapuskannya “setiap bentuk diskriminasi, entah yang bersifat sosial atau kebudayaan, entah yang didasarkan pada jenis kelamin, warna kulit, suku, keadaan sosial, bahasa ataupun agama... karena berlawanan dengan maksud dan kehendak Allah” (GS 29).

Dalam kegiatan pembelajaran ini para peserta didik dibimbing untuk memahami bahwa kasih Tuhan senantiasa menjadi dasar terdalam hak-hak asasi manusia. Kita semua sebagai murid Yesus harus mempunyai komitmen untuk membela orang-orang yang tertindas hak-hak asasinya sebagai manusia.

 

Doa Pembuka

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Bapa yang penuh kasih, Engkau menciptakan umat manusia sebagai insan yang mulia, yang secitra atau segambar dengan diri-Mu sendiri.

Bapa di surga, dalam dunia ini sering terjadi penyelewengan dan perlakuan yang tidak manusiawi terhadap ciptaan-Mu, martabatnya di hina, dicaci maki

demi keegoisan semata. Dalam pembelajaran ini, melalui ajaran sosial Gereja-Mu, buatlah kami menjadi Gereja yang hidup, Gereja yang berkurban,

Gereja yang hidup dan mampu bersosial kepada sesama kami.

Doa ini kami satukan dengan doa yang diajarkan oleh Yesus sendiri kepada kami.

”Bapa kami yang ada di surga ....”

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

Langkah Pertama: Menggali Pengalaman Hidup

1.    Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan berdialog bersama peserta didik dan mengajak mereka mengingat kembali tema pembelajaran sebelumnya tentang ajaran sosial Gereja. dan penugasan yang diberikan. Guru menanyakan, misalnya apakah ada kesulitan atau hambatan dalam melaksanakan tugas terakhir yang diberikan yaitu mewujudkan Ajaran Sosial Gereja dalam hidupmu sehari-hari. Guru bisa juga menanyakan hal apa yang masih diingat? Apakah ada yang mau ditanyakan?

2.    Selanjutnya guru menyampaikan materi pembelajaran saat ini yaitu tentang hak asasi manusia dalam terang ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja. Berkaitan dengan materi pembelajaran ini, guru dapat memotivasi belajar peserta didik dengan pertanyaan, misalnya: Apa makna hak asasi manusia? Apa makna hak asasi manusia dalam terang ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja? Untuk memahami hal itu marilah kita memulai pembelajaran dengan menyimak cerita berikut ini.

 

3.    Peserta didik membaca dan menyimak kisah berikut ini.

Romo Mangunwijaya, Pr

Romo Mangun terlahir dengan nama lengkap Yusuf Bilyarta Mangunwijaya pada 6 Mei 1929 di Semarang. Ia pernah mengalami masa revolusi fisik melawan Belanda untuk membebaskan negeri ini dari belenggu penjajahan yang menyengsarakan rakyat. Beliau pernah bergabung ke dalam prajurit Tentara Keamanan Rakyat (TKR) batalyon X divisi III yang bertugas di Benteng Vrederburg, Yogyakarta. Ia sempat ikut dalam pertempuran di Ambarawa, Magelang, Mranggen. Rangkaian peristiwa hidup tersebut membuat Romo Mangun mengenal arti humanisme.

Ia menyaksikan sendiri rakyat Indonesia menderita, kelaparan, terancam jiwanya, dan bahkan mati sia-sia akibat aksi militer Belanda yang mencaplok wilayah Republik.

Berangkat dari pengalaman hidup inilah, Romo Mangun bertekad untuk sepenuhnya mengabdikan diri pada rakyat. Putu Wijaya, seorang dramawan dan novelis pernah bertutur, “Romo Mangun adalah seorang yang sangat dekat dengan rakyat. Dia selalu berpihak kepada mereka yang tertindas. Contohnya, kepeduliannya pada warga Kali Code dan Kedung Ombo. Perhatiannya selalu kepada rakyat sederhana, miskin, disingkirkan, dan tertindas.”

Karya arsitekturalnya di Kali Code menjadi salah satu "monumen" Romo Mangun. Ia membangun kawasan pemukiman warga pinggiran itu tidak sebatas pembangunan fisik, tapi sampai pada fase memanusiakan manusia. Romo Mangun, yang dikenal juga sebagai bapak dari masyarakat "Girli" (pinggir kali) mengenai "monumen"-nya tersebut. Penataan lingkungan di Kali Code itu pun membuahkan The Aga Khan Award for Architecture pada tahun 1992.

Tiga tahun kemudian, karya yang sama ini membuahkan penghargaan dari Stockholm, Swedia, The Ruth and Ralph Erskine Fellowship Award untuk kategori arsitektur demi rakyat yang tak diperhatikan.

Pada tahun 1986, ia mendampingi warga Kedung Ombo yang kala itu memperjuangkan lahannya dari pembangunan waduk. Pembelaannya kepada nasib penduduk Kedung Ombo menyebabkan Presiden, yang saat itu masih dijabat oleh Soeharto, menuduhnya sebagai komunis yang mengaku sebagai rohaniawan. Berbagai teror dan intimidasi menghampirinya pula. "Kalau saya dituduh melakukan kristenisasi kepada para santri, silakan tanyakan langsung kepada warga Kedung Ombo. Kalau saya dikatakan sebagai warga negara yang tidak taat kepada pemerintah, saya jawab, ketaatan itu harus pada hal yang baik. Orang tidak diandaikan untuk menaati perintah yang buruk. Apa yang saya kerjakan sesuai dengan Mukadimah UUD 1945 dan Pancasila," komentarnya tenang.

Upaya yang tidak sia-sia mengingat pada tanggal 5 Juli 1994, akhirnya Mahkamah Agung RI mengabulkan tuntutan kasasi 34 warga Kedung Ombo tersebut. Malahan warga memperoleh ganti rugi yang nilainya lebih besar daripada tuntutan semula.

Sumber: blog.djarumbeasiswaplus.org (2014) dengan beberapa tambahan keterangan dari berbagai sumber.

 

4.    Peserta didik berdiskusi dengan panduan pertanyaan-pertanyaan;

a.      Siapakah Romo Mangunwijaya itu?

b.      Apa saja yang telah diperjuangkannya dalam hidupnya sebagai pengikut Yesus?

c.       Sebutkah tokoh-tokoh Katolik lain yang kalian kenal dimana mereka berjuang untuk nasib hidup orang lain yang tertindas!

 

5.    Setelah para peserta didik berdiskusi dan menyampaikan hasil diskusinya, guru memberikan penjelasan, misalnya;

a.    Romo Mangunwijaya, merupakan salah satu pejuang HAM di Indonesia. Sebagai pengikut Yesus, ia berkomitmen untuk membela orang-orang kecil, orang miskin, serta orang-orang yang tertindas sampai akhir hayat hidupnya.

b.    Pandangan Gereja tentang hak asasi, yakni hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan ciptaan Allah. “Hak ini tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan, pangkat atau situasi; hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir, karena dia seorang manusia. Hak ini bersifat asasi bagi manusia, karena jika hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi. Oleh karena itu, hak asasi manusia merupakan tolok ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu-gugat dan harus ditempatkan di atas segala aturan hukum.

 

Langkah Kedua: Menggali Ajaran Kitab Suci Dan Ajaran Gereja

1.    Peserta didik menyimak teks Injil Yohanes 8:1–11

 

1Tetapi Yesus pergi ke bukit Zaitun.

2Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka.

3Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah.

4Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah.

5Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan- perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?”

6Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah.

7Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”

8Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah.

9Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya.

10Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: “Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?”

11Jawabnya: “Tidak ada, Tuhan.” Lalu kata Yesus: “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”

 

2.    Peserta didik berdiskusi atau dengan pertanyaan, misalnya:

a.      Apa yang disampaikan dalam teks Kitab Suci itu?

b.      Bagaimana sikap dan ajaran Yesus tentang HAM berdasarkan cerita tersebut?

c.       Apa itu budaya kasih?

 

3.    Guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan, setelah peserta didik menyampaikan hasil diskusinya.

a.    Hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia adalah hak hidup, hak atas keyakinan keagamaan, hak atas harta milik, hak politik, hak atas perlindungan hukum, hak atas pekerjaan, hak atas tempat tinggal, hak atas pendidikan, dan sebagainya.

b.    Hak-hak tersebut sering dilecehkan oleh orang-perorangan, kelompok, atau negara.

c.    Yesus berani berdiri pada pihak yang kurang beruntung, pendosa, orang miskin, wanita, orang sakit, dan tersingkir, baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi. Dengan semangat kasih-Nya yang tanpa pamrih, tanpa kekerasan Yesus membela mereka yang tertindas.

d.    Sepanjang sejarahnya, Gereja (umat Allah) memperjuangkan nasib orang- orang miskin, menderita dengan berbagai cara atas dasar hukum kasih.

 

4.    Peserta didik membaca dan menyimak ajaran Gereja dari Konsili Vatikan II, “Gaudium et Spes” artikel 29.

Kesamaan Hakiki antara Semua Orang dan Keadilan Sosial

Semua orang mempunyai jiwa yang berbudi dan diciptakan menurut gambar Allah, dengan demikian mempunyai kodrat serta asal mula yang sama. Mereka semua ditebus oleh Kristus, dan mengemban panggilan serta tujuan ilahi yang sama pula. Maka harus semakin diakuilah kesamaan dasariah antara semua orang.

Memang karena pelbagai kemampuan fisik maupun kemacam-ragaman daya kekuatan intelektual dan moral tidak dapat semua orang disamakan. Tetapi setiap cara diskriminasi dalam hak-hak asasi pribadi, entah bersifat sosial entah budaya, berdasarkan jenis kelamin, suku, warna kulit, kondisi sosial, bahasa atau agama, harus diatasi dan disingkirkan, karena bertentangan dengan maksud Allah.

Sebab sungguh layak disesalkan, bahwa hak-hak asasi pribadi itu belum dipertahankan dimana-mana secara utuh dan aman. Seperti bila seorang wanita tidak diakui wewenangnya untuk dengan bebas memilih suaminya dan menempuh status hidupnya, atau untuk menempuh pendidikan dan meraih kebudayaan yang sama seperti dipandang wajar bagi pria.

Kecuali itu, sungguh pun antara orang-orang terdapat perbedaan-perbedaan yang wajar, tetapi kesamaan martabat pribadi menuntut, agar dicapailah kondisi hidup yang lebih manusiawi dan adil. Sebab perbedaan-perbedaan yang keterlaluan antara sesama anggota dan bangsa dalam satu keluarga manusia di bidang ekonomi maupun sosial menimbulkan batu sandungan, lagi pula berlawanan dengan keadilan sosial, kesamarataan, martabat pribadi manusia, pun juga merintangi kedamaian sosial dan internasional.

Adapun lembaga-lembaga manusiawi, baik swasta maupun umum, hendaknya berusaha melayani martabat serta tujuan manusia, seraya sekaligus berjuang dengan gigih melawan setiap perbudakan sosial maupun politik, serta mengabdi kepada hak-hak asasi manusia di bawah setiap pemerintahan. Bahkan lembaga- lembaga semacam itu lambat-laun harus menanggapi kenyataan-kenyataan rohani, yang melampaui segala-galanya, juga kalau ada kalanya diperlukan waktu cukup lama untuk mencapai tujuan yang dimaksudkan (GS 29).

 

5.    Peserta didik berdiskusi dalam kelompok kecil untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan berikut ini.

a.      Mengapa Gereja menyatakan bahwa kita harus semakin mengakui kesamaan dasariah antara semua orang?

b.      Apa sikap Gereja terhadap diskriminasi terhadap pribadi manusia?

c.       Bagaimana Gereja menyikapi perbedaan dalam masyarakat?

 

6.    Setelah berdiskusi, peserta didik melaporkan hasil diskusinya dan kelompok lain dapat menanggapinya.

 

7.    Guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan atas jawaban peserta didik dalam diskusinya. Misalnya seperti berikut ini.

a.    Semua orang mempunyai jiwa yang berbudi dan diciptakan menurut gambar Allah, dengan demikian mempunyai kodrat serta asal mula yang sama. Mereka semua ditebus oleh Kristus, dan mengemban panggilan serta tujuan ilahi yang sama pula. Karena itulah kita harus mengakui kesamaan dasar setiap manusia.

b.    Cara diskriminasi dalam hak-hak asasi pribadi, entah bersifat sosial entah budaya, berdasarkan jenis kelamin, suku, warna kulit, kondisi sosial, bahasa atau agama, harus diatasi dan disingkirkan, karena bertentangan dengan kehendak Allah.

c.     Perbedaan-perbedaan yang wajar itu ada, tetapi kesamaan martabat pribadi menuntut, agar dicapailah kondisi hidup yang lebih manusiawi dan adil. Sebab perbedaan-perbedaan yang keterlaluan antara sesama anggota dan bangsa dalam satu keluarga manusia di bidang ekonomi maupun sosial menimbulkan batu sandungan, lagi pula berlawanan dengan keadilan sosial, kesamarataan, martabat pribadi manusia, pun juga merintangi kedamaian sosial dan internasional.

 

Langkah Ketiga: Menghayati Semangat HAM Sesuai Ajaran Gereja Katolik Dalam Hidup Sehari-Hari

1.    Refleksi

Peserta didik menuliskan sebuah refleksi dengan inspirasi perjuangan tokoh Katolik pejuang HAM seperti dari Romo Mangun atau tokoh lainnya. Semangat apa yang dapat diteladani dari tokoh itu dalam hidupnya sebagai pengikut Yesus Kristus.

 

2.    Aksi

Peserta didik menuliskan niat-niatnya untuk menghormati hak asasi manusia sesamanya dalam hidup sehari-hari; mulai dari dalam keluarganya sendiri, di sekolah dan di masyarakat.

 

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Bapa yang Mahabaik, terima kasih atas bimbingan-Mu selama pelajaran ini. Semoga melalui pembelajaran ini, kami mampu membangun kehidupan

yang bermartabat, sehat, adil, sejahtera, bersosial dan memasyarakat bagi siapapun.

Jadikanlah kami menjadi sahabat dan saudara bagi sesama. Karena dengan ajaran sosial Gereja-Mu kami memperoleh berkat, kami menemukan persaudaraan, kami mampu berbagi,

kami dapat melayani.

Karena Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

 

 

Rangkuman

1.    Hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia adalah hak hidup, hak atas keyakinan keagamaan, hak atas harta milik, hak politik, hak atas perlindungan hukum, hak atas pekerjaan, hak atas tempat tinggal, hak atas pendidikan, dan sebagainya.

2.    Hak-hak tersebut sering dilecehkan oleh orang-perorangan, kelompok, atau negara.

3.    Yesus berani berdiri pada pihak yang kurang beruntung, pendosa, orang miskin, wanita, orang sakit, dan tersingkir, baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi. Dengan semangat kasih-Nya yang tanpa pamrih, tanpa kekerasan Yesus membela mereka yang tertindas

4.    Sepanjang sejarahnya, Gereja (umat Allah) memperjuangkan nasib orang- orang miskin, menderita dengan berbagai cara atas dasar hukum kasih.

5.    Semua orang mempunyai jiwa yang berbudi dan diciptakan menurut gambar Allah, dengan demikian mempunyai kodrat serta asal mula yang sama. Mereka semua ditebus oleh Kristus, dan mengemban panggilan serta tujuan ilahi yang sama pula. Karena itulah kita harus mengakui kesamaan dasar setiap manusia.

6.    Cara diskriminasi dalam hak-hak asasi pribadi, entah bersifat sosial entah budaya, berdasarkan jenis kelamin, suku, warna kulit, kondisi sosial, bahasa atau agama, harus diatasi dan disingkirkan, karena bertentangan dengan kehendak Allah.

7.    Perbedaan-perbedaan yang wajar itu ada, tetapi kesamaan martabat pribadi menuntut, agar dicapailah kondisi hidup yang lebih manusiawi dan adil. Sebab perbedaan-perbedaan yang keterlaluan antara sesama anggota dan bangsa dalam satu keluarga manusia di bidang ekonomi maupun sosial menimbulkan batu sandungan, lagi pula berlawanan dengan keadilan sosial, kesamarataan, martabat pribadi manusia, pun juga merintangi kedamaian sosial dan internasional.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar